SINDROM METABOLIK
Oleh
Eva Yunita, S.Ked
I11106034
Pembimbing
dr. Bambang SN, Sp. PD
“Sindrom Metabolik”
Telah disetujui,
Pontianak, 25 Juli 2011
2.1 Definisi
Sindrom metabolik adalah kelompok berbagai komponen faktor risiko
yang terdiri dari obesitas sentral, dislipidemia (meningkatnya trigliserida dan
menurunnya kolesterol HDL), hipertensi, dan gangguan toleransi glukosa yang
ditandai dengan meningkatnya glukosa darah puasa. Disfungsi metabolik ini dapat
menimbulkan konsekuensi klinik yang serius berupa penyakit kardiovaskuler,
diabetes mellitus tipe 2, sindrom ovarium polikistik dan perlemakan hati non-
alkoholik.1
2.2 Epidemiologi
Prevalensi Sindrom Metabolik bervariasi tergantung pada definisi yang
digunakan dan populasi yang diteliti. Berdasarkan data dari the Third National
Health and Nutrition Examination Survey (1988 sampai 1994), prevalensi
sindrom metabolik (dengan menggunakan kriteria NCEP-ATP III) bervariasi dari
16% pada laki-laki kulit hitam sampai 37% pada wanita Hispanik. Prevalensi
Sindrom Metabolik meningkat dengan bertambahnya usia dan berat badan.
Karena populasi penduduk Amerika yang berusia lanjut makin bertambah dan
lebih dari separuh mempunyai berat badan lebih atau gemuk, diperkirakan
sindrom Metabolik melebihi merokok sebagai faktor risiko primer terhadap
penyakit kardiovaskular. Di indonesia sendiri dilakukan penelitian yang dilakukan
Semiardji pada pekerja PT. Krakatau steel didapatkan prevalensi sebesar 15,8%
pada tahun 2005 dan meningkat sebesar 19,7% pada tahun 2007. Hal ini
meningkat dengan adanya pengaruh gaya hidup yang cenderung kurang dalam
aktifitas fisik dan makanan siap saji dan berlemak.3
2.3 Etiologi
Etiologi dari sindrom metabolik bersifat multifaktor. Penyebab primer
yang menyebabkan gangguan metabolik yang ditemukan pada sindrom metabolik
adalah resistensi insulin yang berhubungan dengan obesitas sentral yang ditandai
2.4 Diagnosis 3
Setelah Reaven pada tahun 1988 mencanangkan sindrom resistensi insulin,
maka WHO 1999 melakukan tata cara diagnostik sindrom metabolik yang
memberi persyaratan harus ada komponen resistensi insulin atau hiperinsulinemia
yang ditandai dengan kadar glukosa darah puasa > 110 mg/dl ditambah dengan
komponen lain. Berikut tabel kriteria diagnosis sindrom metabolik menurut WHO
(1999)
Tabel 1. kriteria diagnosis sindrom metabolik menurut WHO (1999)
Faktor Risiko Nilai Batas
Hiperinsulinemia ≥110 mg/dl (GDP)
Tekanan darah >160/90 mm/Hg
Trigliserida ≥150 g/dl
HDL Pria <35 mg/dl
Wanita <39 mg/dl
Obesitas abdominal (Lingkar pinggang)
Pria >0,90
Wanita >0,85
Mikroalbuminuria
Rasio albumin:kreatinin >30 mg/gr
2.6 Patofisiologi
Patofisiogi dari sindrom resistensi insulin tidak didasarkan dari satu faktor
utama dan bersifat multifaktor. Namun, dari beberapa penelitian didapatkan
bahwa resistensi insulin dan obesitas sentral merupakan patofisiologi dasar yang
saling berkaitan erat satu sama lain tanpa mengesampingkan faktor lainnya dari
sindrom metabolik.
1) Obesitas sentral
Obesitas adalah penimbunan lemak tubuh melebihi nilai normal sehingga
dapat menyebabkan peningkatan resiko morbiditas dan mortalitas penyakit.
Obesitas dapat disebabkan oleh banyak faktor tetapi prinsip dasarnya adalah sama
yaitu ketidakseimbangan dalam penyimpanan dan pengeluaran energi. Energi
yang dimasukkan dalam tubuh tidak digunakan secara efektif sehingga tertimbun
dalam jaringan lemak.
Terdapat dua tipe obesitas yaitu obesitas sentral dan perifer. Pada obesitas
sentral terjadi penimbunan lemak dalam tubuh melebihi nilai normal di daerah
abdomen. Sedangkan, obesitas perifer adalah penimbunan lemak didaerah
gluteofemoral.5
2. Resistensi insulin
Perkembangan resistensi insulin pada sindrom metabolik disebabkan oleh
banyaknya asam lemak bebas yang beredar di plasma pada orang dengan obesitas
sentral.
2.8 Penatalaksanaan2,10
Saat ini belum ada studi acak terkontrol yang khusus tentang
penatalaksanaan Sindrom Metabolik. Berdasarkan studi klinis, penatalaksanaan
agresif terhadap komponen Sindrom Metabolik dapat mencegah atau
memperlambat onset diabetes, hipertensi dan penyakit kardiovaskular. Semua
pasien yang didiagnosis dengan Sindrom Metabolik hendaklah dimotivasi untuk
merubah kebiasaan makan dan latihan fisiknya sebagai pendekatan terapi utama.
Penurunan berat badan dapat memperbaiki semua aspek Sindrom Metabolik,
mengurangi semua penyebab dan mortalitas penyakit kardiovaskular. Namun
kebanyakan pasien mengalami kesulitan dalam mencapai penurunan berat badan.
Latihan fisik dan perubahan pola makan dapat menurunkan tekanan darah dan
memperbaiki kadar lipid, sehingga dapat memperbaiki resistensi insulin.
1. Latihan Fisik
Otot rangka merupakan jaringan yang paling sensitif terhadap insulin
didalam tubuh, dan merupakan target utama terjadinya resistensi insulin.
Latihan fisik terbukti dapat menurunkan kadar lipid dan resistensi insulin