Anda di halaman 1dari 7

BASAL METABOLIC RATE PERHITUNGAN

Ada beberapa metode yang digunakan untuk perhitungan BMR dengan perhitungan yang paling
umum menjadi rumus Harris-Benedict. Formula ini menggunakan tinggi badan, berat badan, umur
dan jenis kelamin untuk menentukan tingkat metabolisme dasar Anda. Hasil dari perhitungan BMR
menggunakan variabel-variabel ini adalah sebuah perkiraan, namun akan cukup akurat untuk
kebanyakan orang.

Basal Metabolic Rate Perhitungan Harris-Benedict Formula


Perhatikan bahwa rumus ini menggunakan kilogram untuk berat badan dan cm untuk tinggi. Bawah
formula ini anda akan melihat faktor-faktor konversi yang digunakan untuk pound dan inci.
Anda juga dapat menggunakan google gadget ini untuk mengkonversi dari lb ke kg dan inci ke cm.
Ketik saja berat badan anda diikuti oleh lb (atau pound) dan kemudian ketik ukuran yang akan
dikonversi ke (kg). Untuk tinggi badan Anda, Anda dapat mengetik di kaki dan inci untuk
mengkonversi ke cm. Contoh, ketik di 5 ft 6 in dan di kotak kedua tipe dalam cm untuk
mengkonversi ke sentimeter.
Laki-laki: 66 + (13,7 x berat) + (5 x tinggi) - (6,8 x umur dalam tahun)

Perempuan: 655 + (9,6 x bobot) + (1,8 x tinggi) - (4,7 x umur dalam tahun)

Metric to Imperial conversion Metrik ke Imperial konversi


1 inch = 2.54 cm 1 inci = 2,54 cm
Misalnya, jika Anda 5'3 "(atau 63"), maka anda tinggi dalam cm sama dengan 63 inci x 2,54 cm =
160 cm
1 pound = ,45 kg (1 kg = £ 2,2 jadi £ 1 dibagi dengan 2,2 kg sama dengan .45)

Misalnya, jika Anda berat £ 160, maka berat badan dalam kg sama dengan £ 160 x ,45 kg = 72 kg
Jadi, jika Anda seorang wanita berusia 40 tahun berat £ 150 at 5'3 "(atau 63 inci), Anda akan
perhitungan;
655 + (9.6 x [150 lbs x .45 kg]) + (1.8 x [63 inches x 2.54 cm]) – (4.7 x 40) 655 + (9,6 x [£ 150 x ,
45 kg]) + (1,8 x [63 inci x 2,54 cm]) - (4,7 x 40)
655 + (9.6 x 68 kg) + (1.8 x 160 cm) – (188) 655 + (9,6 x 68 kg) + (1,8 x 160 cm) - (188) 655 + 653
+ 288 – 188 = 1408 calories/day 655 + 653 + 288-188 = 1408 kalori / hari

Latihan / Kegiatan pengganda


Menetap BMR x 1.2 tidak atau sedikit latihan
Ringan aktif BMR x 1,375 latihan ringan 1-3 hari / minggu
Cukup aktif BMR x 1,55 latihan / olahraga 3 - 5 hari / minggu
Aktif BMR x 1,725 latihan keras / olahraga 6-7 hari / minggu
keras latihan harian / olahraga ditambah pekerjaan atau
Sangat aktif BMR x 1.9
latihan fisik 2x sehari
Contoh:
Jika tingkat metabolisme dasar Anda adalah 1408, maka berdasarkan tingkat aktivitas Anda,
kebutuhan kalori harian Anda untuk menjaga berat badan Anda akan menjadi sebagai berikut;
Menetap = 1408 x 1.2 = 1.690
Ringan aktif = 1408 x 1,375 = 1936
Cukup aktif = 1408 x 1,55 = 2182
Sangat aktif = 1408 x 1,725 = 2429
Sangat aktif = 1408 x 1.9 = 2.675
PENGKAJIAN SISTEM SARAF CRANIAL

TINGKAT KESADARAN
1. Alert : Composmentis / kesadaran penuh
Pasien berespon secara tepat terhadap stimulus minimal, tanpa stimuli individu terjaga dan sadar
terhadap diri dan lingkungan.
2. Lethargic : Kesadaran
a. Klien seperti tertidur jika tidak di stimuli, tampak seperti enggan bicara.
b. Dengan sentuhan ringan, verbal, stimulus minimal, mungkin klien dapat berespon dengan
cepat.
c. Dengan pertanyaan kompleks akan tampak bingung.
3. Obtuned
Klien memerlukan rangsangan yang lebih besar agar dapat memberikan respon misalnya
rangsangan sakit, respon verbal dan kalimat membingungkan.
4. Stuporus
a. Klien dengan rangsang kuat tidak akan memberikan rangsang verbal.
b. Pergerakan tidak berarti berhubungan dengan stimulus.
5. Koma
a. Tidak dapat memberikan respon walaupun dengan stimulus maksimal, tanda vital mungkin
tidak stabil.
b. Glasgow Coma Scale (GCS) :
Didasarkan pada respon dari membuka mata (eye open = E), respon motorik (motorik response =
M), dan respon verbal (verbal response = V).

Dimana masing-masing mempunyai “scoring” tertentu mulai dari yang paling baik (normal) sampai
yang paling jelek. Jumlah “total scoring” paling jelek adalah 3 (tiga) sedangkan paling baik
(normal) adalah 15.
Score : 3 – 4 : vegetatif, hanya organ otonom yang bekerja
11 : moderate disability
15 : composmentis

RESPON SCORING
1. Membuka Mata = Eye open (E)
4 Spontan membuka mata
3 Terhadap suara membuka mata
2 Terhadap nyeri membuka mata
1 Tidak ada respon
2. Motorik = Motoric response (M)
6 Menurut perintah
5 Dapat melokalisir rangsangan sensorik di kulit (raba)
4 Menolak rangsangan nyeri pada anggota gerak
3 Menjauhi rangsangan nyeri (fleksi abnormal)/postur dekortikasi
2 Ekstensi abnormal/postur deserebrasi
1 Tidak ada respon
3. Verbal = Verbal response (V)
5 Berorientasi baik
4 Bingung
3 Kata-kata respon tidak tepat
2 Respon suara tidak bermakna
1 Tidak ada respon
Saraf kranial :
1. Test nervus I (Olfactory)
 Fungsi penciuman
Test pemeriksaan, klien tutup mata dan minta klien mencium benda yang baunya mudah dikenal
seperti sabun, tembakau, kopi dan sebagainya.
 Bandingkan dengan hidung bagian kiri dan kanan.
2. Test nervus II ( Optikus)
 Fungsi aktifitas visual dan lapang pandang
 Test aktifitas visual, tutup satu mata klien kemudian suruh baca dua baris di koran, ulangi untuk
satunya.
Test lapang pandang, klien tutup mata kiri, pemeriksa di kanan, klien memandang hidung
pemeriksa yang memegang pena warna cerah, gerakkan perlahan obyek tersebut, informasikan agar
klien langsung memberitahu klien melihat benda tersebut, ulangi mata kedua.
3. Test nervus III, IV, VI (Oculomotorius, Trochlear dan Abducens)
 Fungsi koordinasi gerakan mata dan kontriksi pupil mata (N III).
Test N III (respon pupil terhadap cahaya), menyorotkan senter kedalam tiap pupil mulai
menyinari dari arah belakang dari sisi klien dan sinari satu mata (jangan keduanya), perhatikan
kontriksi pupil kena sinar.
Test N IV, kepala tegak lurus, letakkan obyek kurang lebih 60 cm sejajar mid line mata,
gerakkan obyek kearah kanan. Observasi adanya deviasi bola mata, diplopia, nistagmus.
 Test N VI, minta klien untuk melihat kearah kiri dan kanan tanpa menengok.
4. Test nervus V (Trigeminus)
 Fungsi sensasi, caranya : dengan mengusap pilihan kapas pada kelopak mata atas dan bawah.
Refleks kornea langsung maka gerakan mengedip ipsilateral.
Refleks kornea consensual maka gerakan mengedip kontralateral.
Usap pula dengan pilihan kapas pada maxilla dan mandibula dengan mata klien tertutup. Perhatikan
apakah klien merasakan adanya sentuhan.
 Fungsi motorik, caranya : klien disuruh mengunyah, pemeriksa melakukan palpasi pada otot
temporal dan masseter.
5. Test nervus VII (Facialis)
Fungsi sensasi, kaji sensasi rasa bagian anterior lidah, terhadap asam, manis, asin pahit. Klien
tutup mata, usapkan larutan berasa dengan kapas/teteskan, klien tidak boleh menarik masuk
lidahnya karena akan merangsang pula sisi yang sehat.
 Otonom, lakrimasi dan salivasi
Fungsi motorik, kontrol ekspresi muka dengancara meminta klien untuk : tersenyum,
mengerutkan dahi, menutup mata sementara pemeriksa berusaha membukanya
6. Test nervus VIII (Acustikus)
 Fungsi sensoris :
Cochlear (mengkaji pendengaran), tutup satu telinga klien, pemeriksa berbisik di satu telinga
lain, atau menggesekkan jari bergantian kanan-kiri.
 Vestibulator (mengkaji keseimbangan), klien diminta berjalan lurus, apakah dapat melakukan
atau tidak.
7. Test nervus IX (Glossopharingeal) dan nervus X (Vagus)
N IX, mempersarafi perasaan mengecap pada 1/3 posterior lidah, tapi bagian ini sulit di test
demikian pula dengan M.Stylopharingeus. Bagian parasimpatik N IX mempersarafi M. Salivarius
inferior.
 N X, mempersarafi organ viseral dan thoracal, pergerakan ovula, palatum lunak, sensasi
pharynx, tonsil dan palatum lunak.
 Test : inspeksi gerakan ovula (saat klien menguapkan “ah”) apakah simetris dan tertarik keatas.
 Refleks menelan : dengan cara menekan posterior dinding pharynx dengan tong spatel, akan
terlihat klien seperti menelan.
8. Test nervus XI (Accessorius)
Klien disuruh menoleh kesamping melawan tahanan. Apakah Sternocledomastodeus dapat
terlihat ? apakah atropi ? kemudian palpasi kekuatannya.
 Minta klien mengangkat bahu dan pemeriksa berusaha menahan —- test otot trapezius.
9. Nervus XII (Hypoglosus)
 Mengkaji gerakan lidah saat bicara dan menelan
 Inspeksi posisi lidah (mormal, asimetris / deviasi)
 Keluarkan lidah klien (oleh sendiri) dan memasukkan dengan cepat dan minta untuk
menggerakkan ke kiri dan ke kanan.
Fungsi sensorik :
Pemeriksaan sensorik adalah pemeriksaan yang paling sulit diantara pemeriksaan sistem persarafan
yang lain, karena sangat subyektif sekali. Oleh sebab itu sebaiknya dilakukan paling akhir dan perlu
diulang pada kesempatan yang lain (tetapi ada yang menganjurkan dilakukan pada permulaan
pemeriksaan karena pasien belum lelah dan masih bisa konsentrasi dengan baik).
Gejala paresthesia (keluhan sensorik) oleh klien digambarkan sebagai perasaan geli (tingling), mati
rasa (numbless), rasa terbakar/panas (burning), rasa dingin (coldness) atau perasaan-perasaan
abnormal yang lain. Bahkan tidak jarang keluhan motorik (kelemahan otot, twitching / kedutan,
miotonia, cramp dan sebagainya) disajikan oleh klien sebagai keluhan sensorik. Bahan yang dipakai
untuk pemeriksaan sensorik meliputi:
1. Jarum yang ujungnya tajam dan tumpul (jarum bundel atau jarum pada perlengkapan refleks
hammer), untuk rasa nyeri superfisial.
2. Kapas untuk rasa raba.
3. Botol berisi air hangat / panas dan air dingin, untuk rasa suhu.
4. Garpu tala, untuk rasa getar.
5. Lain-lain (untuk pemeriksaan fungsi sensorik diskriminatif) seperti :
 Jangka, untuk 2 (two) point tactile dyscrimination.
 Benda-benda berbentuk (kunci, uang logam, botol, dan sebagainya), untuk pemeriksaan
stereognosis
 Pen / pensil, untuk graphesthesia.

Sistem Motorik :
Sistem motorik sangat kompleks, berasal dari daerah motorik di corteks cerebri, impuls berjalan ke
kapsula interna, bersilangan di batang traktus pyramidal medulla spinalis dan bersinaps dengan
lower motor neuron.
Pemeriksaan motorik dilakukan dengan cara observasi dan pemeriksaan kekuatan.
1. Massa otot : hypertropi, normal dan atropi
2. Tonus otot : Dapat dikaji dengan jalan menggerakkan anggota gerak pada berbagai persendian
secara pasif. Bila tangan / tungkai klien ditekuk secara berganti-ganti dan berulang dapat dirasakan
oleh pemeriksa suatu tenaga yang agak menahan pergerakan pasif sehingga tenaga itu
mencerminkan tonus otot.
Bila tenaga itu terasa jelas maka tonus otot adalah tinggi. Keadaan otot disebut kaku. Bila kekuatan
otot klien tidak dapat berubah, melainkan tetap sama. Pada tiap gerakan pasif dinamakan kekuatan
spastis. Suatu kondisi dimana kekuatan otot tidak tetap tapi bergelombang dalam melakukan fleksi
dan ekstensi extremitas klien.
Sementara penderita dalam keadaan rileks, lakukan test untuk menguji tahanan terhadap fleksi pasif
sendi siku, sendi lutut dan sendi pergelangan tangan.
Normal, terhadap tahanan pasif yang ringan / minimal dan halus.
KEKUATAN OTOT

Aturlah posisi klien agar tercapai fungsi optimal yang diuji. Klien secara aktif menahan tenaga yang
ditemukan oleh sipemeriksa. Otot yang diuji biasanya dapat dilihat dan diraba. Gunakan penentuan
singkat kekuatan otot dengan skala Lovett’s (memiliki nilai 0 – 5)
0 = tidak ada kontraksi sama sekali.
1 = gerakan kontraksi.
2 = kemampuan untuk bergerak, tetapi tidak kuat kalau melawan tahanan atau gravitasi.
3 = cukup kuat untuk mengatasi gravitasi.
4 = cukup kuat tetapi bukan kekuatan penuh.
5 = kekuatan kontraksi yang penuh.

Aktifitas refleks :
Pemeriksaan aktifitas refleks dengan ketukan pada tendon menggunakan refleks hammer. Skala
untuk peringkat refleks yaitu :
0 = tidak ada respon
1 = hypoactive / penurunan respon, kelemahan ( + )
2 = normal ( ++ )
3 = lebih cepat dari rata-rata, tidak perlu dianggap
abnormal ( +++ )
4 = hyperaktif, dengan klonus ( ++++)

Refleks-refleks yang diperiksa adalah :


1. Refleks patella
Pasien berbaring terlentang, lutut diangkat ke atas sampai fleksi kurang lebih 300. Tendon
patella (ditengah-tengah patella dan tuberositas tibiae) dipukul dengan refleks hammer. Respon
berupa kontraksi otot quadriceps femoris yaitu ekstensi dari lutut.
2. Refleks biceps
Lengan difleksikan terhadap siku dengan sudut 900 , supinasi dan lengan bawah ditopang pada
alas tertentu (meja periksa). Jari pemeriksa ditempatkan pada tendon m. biceps (diatas lipatan
siku), kemudian dipukul dengan refleks hammer.
Normal jika timbul kontraksi otot biceps, sedikit meningkat bila terjadi fleksi sebagian dan
gerakan pronasi. Bila hyperaktif maka akan terjadi penyebaran gerakan fleksi pada lengan dan
jari-jari atau sendi bahu.
3. Refleks triceps
Lengan ditopang dan difleksikan pada sudut 900 ,tendon triceps diketok dengan refleks hammer
(tendon triceps berada pada jarak 1-2 cm diatas olekranon).
Respon yang normal adalah kontraksi otot triceps, sedikit meningkat bila ekstensi ringan dan
hyperaktif bila ekstensi siku tersebut menyebar keatas sampai otot-otot bahu atau mungkin ada
klonus yang sementara.
4. Refleks achilles
Posisi kaki adalah dorsofleksi, untuk memudahkan pemeriksaan refleks ini kaki yang diperiksa
bisa diletakkan / disilangkan diatas tungkai bawah kontralateral.
Tendon achilles dipukul dengan refleks hammer, respon normal berupa gerakan plantar fleksi
kaki.

5. Refleks abdominal
Dilakukan dengan menggores abdomen diatas dan dibawah umbilikus. Kalau digores seperti itu,
umbilikus akan bergerak keatas dan kearah daerah yang digores.
6. Refleks Babinski
Merupakan refleks yang paling penting . Ia hanya dijumpai pada penyakit traktus kortikospinal.
Untuk melakukan test ini, goreslah kuat-kuat bagian lateral telapak kaki dari tumit kearah jari
kelingking dan kemudian melintasi bagian jantung kaki. Respon Babinski timbul jika ibu jari
kaki melakukan dorsifleksi dan jari-jari lainnya tersebar. Respon yang normal adalah fleksi
plantar semua jari kaki.

PEMERIKSAAN KHUSUS SISTEM PERSARAFAN

Untuk mengetahui rangsangan selaput otak (misalnya pada meningitis) dilakukan pemeriksaan :
1. Kaku kuduk
Bila leher ditekuk secara pasif terdapat tahanan, sehingga dagu tidak dapat menempel pada dada
—- kaku kuduk positif (+).
2. Tanda Brudzinski I
Letakkan satu tangan pemeriksa dibawah kepala klien dan tangan lain didada klien untuk
mencegah badan tidak terangkat. Kemudian kepala klien difleksikan kedada secara pasif.
Brudzinski I positif (+) bila kedua tungkai bawah akan fleksi pada sendi panggul dan sendi lutut.
3. Tanda Brudzinski II
Tanda Brudzinski II positif (+) bila fleksi tungkai klien pada sendi panggul secara pasif akan
diikuti oleh fleksi tungkai lainnya pada sendi panggul dan lutut.
4. Tanda Kernig
Fleksi tungkai atas tegak lurus, lalu dicoba meluruskan tungkai bawah pada sendi lutut. Normal,
bila tungkai bawah membentuk sudut 1350 terhadap tungkai atas.
Kernig + bila ekstensi lutut pasif akan menyebabkan rasa sakit terhadap hambatan.
5. Test Laseque
Fleksi sendi paha dengan sendi lutut yang lurus akan menimbulkan nyeri sepanjang m.
ischiadicus.

Mengkaji abnormal postur dengan mengobservasi :


Decorticate posturing, terjadi jika ada lesi pada traktus corticospinal. Nampak kedua lengan
atas menutup kesamping, kedua siku, kedua pergelangan tangan dan jari fleksi, kedua kaki ekstensi
dengan memutar kedalam dan kaki plantar fleksi.
Decerebrate posturing, terjadi jika ada lesi pada midbrain, pons atau diencephalon.
Leher ekstensi, dengan rahang mengepal, kedua lengan pronasi, ekstensi dan menutup
kesamping, kedua kaki lurus keluar dan kaki plantar fleksi.

PEMERIKSAAN SISTEM MUSKULOSKELETAL

Tujuan
1. Memperoleh data dasar tentang otot, tulang dan persendian
2. Mengetahui adanya mobilitas, kekuatan atau adanya gangguan pada bagian-bagian tertentu
Persiapan alat
Meteran
Prosedur pelaksanaan
Otot
1. Inspeksi ukuran otot, bandingkan satu sisi dengan sisi yang lain dan amati adanya atrofi atau
hipertrofi
2. Jika didapatkan adanya perbedaan antara kedua sisi, ukur keduanya dengan menggunakan
meteran
3. Amati adanya otot dan tendo untuk mengetahui kemungkinan kontraktur yang ditunjukkan oleh
malposisi suatu bagian tubuh
4. Lakukan palpasi pada saat otot istirahat dan pada saat otot bergerak secara aktif dan pasif untuk
mengetahui adanya kelemahan (flasiditas), kontraksi tiba-tiba secara involunter (spastisitas)
5. Uji kekuatan otot dengan cara menyuruh klien menarik atau mendorong tangan pemeriksa,
bandingkan kekuatan otot ekstremitas kanan dengan ekstremitas kiri.
6. Amati kekuatan suatu bagian tubuh dengan cara memberi penahanan secara resisten

Tulang
1. Amati kenormalan susunan tulang dan adanya deformitas
2. Palpasi untuk mengetahui adanya edema atau nyeri tekan
3. Amati keadaan tulang untuk mengetahui adanya pembengkakan

Persendian
1. Inspeksi persendian untuk mengetahui adanya kelainan persendian
2. Palpasi persendian untuk mengetahui adanya nyeri tekan, gerakan, bengkak, nodul, dan lain-lain
3. Kaji tentang gerak persendian
4. Catat hasil pemeriksaan

SISTEM PERKEMIHAN
1. Kaji kebiasaan pola BAK, output/jumlah urine 24 jam, warna, kekeruhan dan ada/tidaknya
sedimen
2. Kaji keluhan gangguan frekuensi BAK, adanya dysuria dan hematuria, serta riwayat infeksi
saluran kemih
3. Palpasi adanya distesi bladder (kandung kemih)
4. Inspeksi penggunaan condom catheter, folleys catheter, silikon kateter atau urostomy atau supra
pubik kateter
5. Kaji kembali riwayat pengobatan dan pengkajian diagnostik yang terkait dengan sistem
perkemihan

SISTEM MUSKULOSKELETAL
1. Kaji adanya nyeri otot, kram atau spasme
2. Kaji adanya kekakuan sendi dan nyeri sendi
3. Kaji pergerakan ekstremitas tangan dan kaki, ROM (range of motion), kekuatan otot
4. Kaji kemampuan pasien duduk, berjalan, berdiri, cek postur tubuh
5. Kaji adanya tanda-tanda fraktur atau dislokasi
6. Kaji ulang pengobatan dan test diagnostik yang terkait sistem musculoskeletal

SISTEM SYARAF PUSAT


1. Kaji LOC (level of consiousness) atau tingkat kesadaran : dengan melakukan pertanyaan tentang
kesadaran pasien terhadap waktu, tempat dan orang
2. Kaji status mental
3. Kaji tingkat kenyamanan, adanya nyeri dan termasuk lokasi, durasi, tipe dan pengobatannya.
4. Kaji fungsi sensoris dan tentukan apakah normal atau mengalami gangguan. Kaji adanya hilang
rasa, rasa terbakar/panas dan baal.
5. Kaji fungsi motorik seperti : genggaman tangan, kekuatan otot, pergerakan dan postur
6. Kaji adanya kejang atau tremor
7. Kaji catatan penggunaan obat dan diagnostik tes yang mempengaruhi SSP.

Anda mungkin juga menyukai