TUJUAN KHUSUS
(Studi Kasus Hutan Pendidikan Gunung Walat)
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN HUTAN DENGAN
TUJUAN KHUSUS
(Studi Kasus Hutan Pendidikan Gunung Walat)
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan
Lingkungan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Yulius Hero, M.Sc. F. Trop.
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2016 ini ialah
perencanaan pengelolaan sumber daya, dengan judul Pengeloaan Kawasan Hutan
Dengan Tujuan Khusus (Studi Kasus Hutan Pendidikan Gunung Walat).
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Iin Ichwandi, M.Sc. Trop.
dan Bapak Dr. Ir. Nandi Kosmaryandi, M.Sc. F. Trop. selaku pembimbing yang
telah banyak memberi saran. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan
kepada Pengelola Hutan Pendidikan Gunung Walat, yang telah membantu selama
pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Bapak, Ibu,
Istri, Anak serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
1 PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 4
Manfaat Penelitian 4
Ruang Lingkup Penelitian 4
2 METODE 4
Lokasi Penelitian 4
Metode Pengumpulan Data 5
Tahapan Penelitian 6
3 HASIL DAN PEMBAHASAN 8
Kondisi Umum KHDTK HPGW 8
Kondisi Eksisting Pengelolaan HPGW 12
Content Analysis Pengelolaan KHDTK 19
Tantangan Pengelolaan KHDTK HPGW 21
Karakteristik Pengelolaan KHDTK 28
Kesenjangan Pengelolaan KHDTK dengan Aturan Perundangan 29
Referensi Pengelolaan Hutan Pendidikan 33
Solusi Permasalahan Pengelolaan KHDTK 38
4 SIMPULAN DAN SARAN 41
Simpulan 41
Saran 41
DAFTAR PUSTAKA 42
LAMPIRAN 46
RIWAYAT HIDUP 52
DAFTAR TABEL
KHDTK yang diberikan kepada Perguruan Tinggi 2
KHDTK yang diberikan kepada Perguruan Tinggi 3
Matrik sejarah pengelolaan HPGW 9
Sembilan amar keputusan didalam SK.188/Menhut-II/2005 10
Jumlah pengunjung KHDTK HPGW 18
Content analysis aturan kemitraan kehutanan oleh pengelola KHDTK 26
Kesenjangan (gap) peraturan dengan pengelolaan KHDTK HPGW 30
Peraturan yang harus dijalani dalam pengelolaan KHDTK 31
Perbandingan Pengelolaan HPGW dan Duke Forest 37
DAFTAR GAMBAR
Lokasi HPGW 5
Kerangka Pemikiran 6
Struktur Organisasi Pengelolaan HPGW 13
Kegiatan Pengelolaan HPGW 14
Produktivitas getah kopal 17
Alur pemberian IPHHBK oleh DPMPTSP Provinsi Jawa Barat 23
Alur penataausahaan Hasil Hutan Bukan Kayu 24
DAFTAR LAMPIRAN
Daftar KHDTK Penelitian dan pengembangan 47
Daftar KHDTK religi dan budaya atau KHDTK kebun raya 50
Daftar KHDTK Pendidikan dan Pelatihan 51
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
khusus sebagai Hutan Pendidikan dengan jangka waktu 20 tahun. Kemudian pada
tahun 2009 melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan nomor SK.
702/MENHUT-II/2009 tentang perubahan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor:
SK. 188/Menhut-II/2005 yang mencakup perubahan administrasi kecamatan dan
penghapusan batas berlakunya SK.
Fakultas Kehutanan IPB sebagai pemegang mandat hak pengelolaan HPGW
dalam melaksanakan pengelolaan berpedoman pada Keputusan Dekan Fakultas
Kehutanan IPB Nomor: 35/I3.5/KP/2008 tentang Garis-Garis Besar Kebijakan
Pengelolaan Hutan Pendidikan Gunung Walat 2009-2020. Pengelolaan HPGW
bertujuan untuk fasilitasi media tridharma Perguruan Tinggi (pendidikan, penelitian,
dan pengabdian kepada masyarakat) bagi pengelolaan hutan lestari. Untuk
mencapai tujuan pengelolaan tersebut, berbagai kegiatan yang dilaksanakan
meliputi manajemen kawasan, manajemen hutan, dan penataan kelembagaan.
Kegiatan manajemen kawasan antara lain pemantapan status dan fungsi kawasan,
penataan kawasan dan pengamanan kawasan. Kegiatan Manajemen hutan meliputi
kelola produksi, kelola sosial, dan kelola lingkungan sebagai landasan fasilitas
program kegiatan tridharma Fakultas Kehutanan IPB. Kegiatan penataan
kelembagaan dilaksanakan dengan mengembangkan sistem manajemen HPGW,
menata dan membangun proses pembelajaran organisasi, mengambangkan sumber
daya manusia organisasi, menggali dan mengelola sumber pendanaan, membangun
dan mengelola sarana dan prasarana, mengembangkan dan mengelola kemitraan
dan jejaring HPGW dengan para pihak. Dalam melaksanakan pengelolaan tersebut,
Fakultas Kehutanan IPB membentuk Badan Pengelola HPGW yang terdiri dari
Badan Pengurus (BP-HPGW) dan Badan Pelaksana (BE-HPGW).
Saat ini landasan hukum pengelolaan KHDTK masih sangat terbatas. Hal ini
mengakibatkan kegiatan yang dilakukan dalam upaya pengelolaan KHDTK masih
sangat beragam dan sangat tergantung pada pemegang hak pengelola. Masih
terbatasnya peraturan tentang KHDTK menjadi alasan bahwa penelitian tentang
kebijakan pengelolaan KHDTK perlu untuk dilaksankan. Menurut Anderson (1983)
kebijakan merupakan serangkaian tindakan yang mempunyai tujuan tertentu yang
diikuti dan dilaksanakan oleh seorang pelaku atau sekelompok pelaku guna
memecahkan suatu masalah tertentu. Penelitian ini dilaksanakan dengan analisis
yang berorientasi pada permasalahan yang terdapat di lapangan dalam pengelolaan
KHDTK. Tahapan-tahapan yang dilaksanakan antara lain dengan penyusunan
agenda, formulasi kebijakan, dan adopsi kebijakan. Penyusunan agenda
dilaksanakan dengan memilih masalah-masalah yang akan menjadi prioritas untuk
dibahas. Formulasi kebijakan dilaksanakan dengan dengan menentukan masalah
yang merupakan masalah yang benar-benar layak dijadikan fokus pembahasan.
Sedangkan adopsi kebijakan dilaksanakan dengan pemilihan alternatif solusi yang
ditawarkan sebagai solusi atas permasalahan. Danim (2005) menyatakan bahwa
proses penelitian kebijakan pada hakikatnya merupakan penelitian yang
dimaksudkan guna melahirkan rekomendasi untuk pembuat kebijakan dalam
rangka pemecahan permasalahan. Penelitian ini diharapkan menghasilkan
rekomendasi yang mungkin diperlukan pembuat kebijakan dalam rangka
pemberian solusi terhadap masalah-masalah pengelolaan KHDTK.
3
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
2 METODE
Lokasi Penelitian
HPGW terletak lebih kurang 2,5 km ke arah selatan dari poros jalan Bogor-
Sukabumi yang berjarak ± 55 km dari Bogor dan 15 km dari Sukabumi, dan jarak
dari Ibukota Jakarta sekitar 115 km.
Hutan Pendidikan
Gunung Walat
Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data primer dan data
sekunder. Data primer yang digunakan dalam penelitian ini meliputi observasi
lapangan dan wawancara terhadap pengelola HPGW. Teknik wawancara yang
dilakukan adalah dengan indepth interview (wawancara mendalam). Boyce dan
Neale (2006) menyatakan bahwa wawancara mendalam merupakan teknik
penelitian kualitatif dengan melakukan wawancara kepada individu secara intensif
dengan jumlah responden yang kecil untuk mengeksplorasi perspektif individu
pada khususnya mengenai ide, program dan situasi untuk mengetahui informasi
rinci mengenai pemikiran dan perilaku seseorang atau ingin mengeksplorasi isu-isu
baru secara mendalam. Data sekunder dalam penelitian ini antara lain berupa:
peraturan perundang-undangan terkait pengelolaan KHDTK dan pemenfaatan
hutan, data dan informasi tentang kondisi HPGW serta dokumen lain yang
mendukung penelitian. Kerangka pemikiran penelitian disajikan pada Gambar 2.
6
Tahapan Penelitian
Penelitian ini menggunakan dua tingkat analisis yaitu: (1) analisis deskriptif
kualitatif terhadap pengelolaan HPGW serta pengelolaah hutan pendidikan dari
dalam dan luar negeri, dan (2) Analisis isi (content analysis) peraturan perundangan
terkait dengan KHDTK. Dengan dua tahapan analisis tersebut diharapkan
kedudukan masalah kebijakan dapat terdefinisikan dengan jelas sehingga semua
proses dapat berjalan sebagai proses yang runtut dan sistematis dalam rangka
mendukung kebijakan yang bertujuan untuk mengatasi masalah yang ada.
1. Kondisi Eksisting dan Hambatan Pengelolaan KHDTK HPGW
Kondisi eksisting pengelolaan KHDTK HPGW diketahui dengan
mengguanakan in-depth interview, observasi, dan dokumen terkait pengelolaan
KHDTK HPGW. Wawancara mendalam yaitu teknik penelitian kualitatif dengan
melakukan wawancara kepada individu secara intensif dengan jumlah responden
yang kecil untuk mekeksplorasi perspektif individu pada khususnya mengenai ide,
program dan situasi untuk mengetahui informasi rinci mengenai pemikiran dan
perilaku seseorang atau ingin mengeksplorasi isu-isu baru secara mendalam (Boyce
dan Neale 2006). Teknik mengolah data kualitatif yang dilaksanakan menggunakan
deskriptif kualitatif untuk dapat menggambarkan berbagai karakteristik kegiatan
pemanfaatan yang dilaksanakan meliputi aspek sosial, ekonomi, dan ekologi.
2. Peraturan Perundang-undangan Pengelolaan KHDTK
Peraturan perundang-undangan pengelolaan KHDTK dianalisis
menggunakan content analysis. Peraturan pengelolaan KHDTK yang dianalisis
menggunakan content analysis antara lain:
- Undang-Undang 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan,
- PP Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana
Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan, dan
- PP Nomor 12 Tahun 2010 tentang Penelitian dan Pengembangan serta
Pendidikan dan Pelatihan Kehutanan.
7
untuk mengatasi masalah kekurangan dana dan juga kekurangan tenaga kerja
HPGW.
Tabel 3 Sembilan amar keputusan yang terdapat didalam SK.188/Menhut-II/2005
Amar Penatapan
Pertama Menunjuk dan menetapkan kawasan hutan produksi terbatas
komplek hutan Gunung Walat seluas 359 (tiga ratus lima puluh
Sembilan) hektar di kecamatan Cibadak, kabupaten Sukabumi,
Provinsi Jawa Barat, sebagai Kawasan Hutan Dengan Tujuan
Khusus untuk pendidikan dan latihan Gunung Walat Fakultas
Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
Kedua Batasan kawasan HPGW tergambar dalam lampiran SK.
Ketiga Menunjuk Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor sebagai
Pengelola Kawasan Hutan dengan Tujuan Khusus untuk Hutan
Pendidikan dan Latihan Gunung Walat Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor.
Keempat Pusat Pendidikan dan Latihan Kehutanan dapat memanfaatkan
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor untuk kepentingan
pendidikan dan latihan, penelitian dan pengembangan.
Kelima Dalam rangka pengelolaan Kawasan Hutan Dengan Tujuan
Khusus oleh Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor dan
pemanfaatan oleh Pusat Pendidikan dan Latihan Kehutanan
dilakukan dengan cara kerjasama.
Keenam Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor wajib mematuhi
peraturan perundangan yang berlaku yang berkaitan dengan
Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus, dan berkewajiban untuk
memelihara, mengamankan batas – batas kawasan hutan yang
telah dibuat, serta asset lainnya yang terdapat dalam Komplek
Hutan Pendidikan dan Latihan Gunung Walat Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor.
Ketujuh Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor tidak diperbolehkan
memindahkan hak pengelolaan kepada pihak lain.
Kedelapan Hak pengelolaan atas Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus
untuk Hutan Pendidikan dan Latihan Gunung Walat Fakultas
Kehutanan Institut Pertanian Bogor diberikan untuk jangka waktu
20 tahun terhitung sejak tanggal 24 Januari 1993.
Kesembilan Keputusan berlaku sejak tanggal ditetapkan (Jakarta, 8 Juli 2005).
Hutan dengan Tujuan Khusus untuk hutan pendidikan dan latihan Gunung Walat
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Terdapat beberapa perubahan yang
terdapat dalam SK. 702/Menhut-II/2009 antara lain cakupan administrasi
kecamatan (Kecamatan Cibadak dan Kecamatan Cicantayam) dan penghapusan
batas berlakunya SK KHDTK selama 20 tahun.
Potensi HPGW
Potensi tegakan di KHDTK HPGW diperkirakan ± 10.855 m3 kayu damar,
9.471 m3 kayu pinus, 464 m3 puspa, 132 m3 sengon, dan 88 m3 kayu mahoni. Pohon
damar dan pinus juga menghasilkan getah kopal dan getah pinus (HPGW 2017). Di
KHDTK HPGW juga ditemukan lebih dari 100 pohon plus damar, pinus,
maesopsis/kayu afrika sebagai sumber benih dan bibit unggul.
12
Hutan berperan penting dalam dalam penurunan emisi gas rumah kaca
dikarenakan hutan mampu memfiksasi karbon dan menyimpannya di dalam
vegetasi sebagai carbon sink. Vegetasi hutan mempunyai kemampuan untuk
menyerap CO2 melalui proses fotosintesis. Hasil fotosintesis tersebut umumnya
disimpan dalam bentuk biomassa akar, batang, cabang, dan ranting (Salisbury &
Ross 1992 diacu dalam Salim 2005) yang menjadikan vegetasi hutan tumbuh
semakin besar dan semakin tinggi. Menurut Selviana (2012) potensi stratifikasi
memiliki volume total sebesar 142.832,56 m3 dengan cadangan karbon total sebesar
34.085,51 ton sedangkan stratifikasi berdasarkan jenisvegetasi memiliki total
volume 142.416,26 m3, total biomasa 72.522,35 ton, dan total cadangan carbon
sebesar 34.085,51 ton.
Roslinda (2002) menyatakan bahwa nilai manfaat kegunaan (use value)
KHDTK HPGW sebesar Rp 18.313.096.503/ tahun yang terdiri dari manfaat
langsung (direct use-value) sebesar Rp 14.095.478.343/ tahun dan manfaat tidak
langsung (indirect use-value) sebesar Rp 4.217.618.160/ tahun. Selanjutnya
Idirianto (2012) berdasarkan hasil penelitiannya diperoleh nilai ekonomi total
HPGW adalah Rp 56.888.815.670/ tahun, yang terdiri dari nilai ekonomi langsung
sebesar Rp 16.130.382.510/ tahun, nilai ekonomi manfaat tidak langsung sebesar
Rp 4.217.618.160/ tahun, nilai ekonomi manfaat keberadaan Rp
36.318.235.000/tahun, dan nilai ekonomi manfaat warisan Rp 222.580.000/ tahun.
Berdasarkan penelitian tersebut dapat diketahui bahwa keberadaan KHDTK
HPGW mempunyai nilai penting yang perlu dijaga kelestariannya.
amanah pengelolaan KHDTK. Sumber daya manusia KHDTK HPGW terdiri dari
Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan pegawai kontrak. Disamping personalia tetap,
pengelolaan HPGW juga didukung oleh tenaga outsourcing yang berasal dari staf
pendidik Fakultas Kehutanan IPB, mahasiswa maupun alumni IPB, terutama dalam
penyelenggaraan kegiatan tertentu, seperti kegiatan outbound, pendidikan dan
ekowisata, serta bidang administrasi keuangan. Untuk pengembangan Sumber
Daya Manusia berbagai upaya dilakukan oleh pengelola antara lain dengan
mengundang motivator, mengikuti berbagai diklat, dan studi banding (HPGW
2017).
serta dapat membangun kemitraan antara HPGW dengan para pihak sebagai wujud
nyata pengabdian kepada masyarakat untuk pengelolaan hutan lestari.
kayu bakar dalam melakukan produksi seperti industri gula aren, tape, arang, dan
batu bata. Konsumsi kayu bakar rumah tangga di desa sekitar HPGW sebesar
110,5706 m3/bulan (Adirianto 2012). Lebih lanjut Adirianto (2012) dalam
penelitiannya menyatakan bahwa nilai kayu bakar yang didapatkan sebesar Rp
106.147.776/tahun.
Jumlah petani agroforestri di HPGW saat ini sejumlah 12 KK dengan luas
total 5,58 ha. Jumlah tersebut jauh berkurang apabila dibandingkan pada tahun 2006
yaitu sejumlah 148 KK dengan luas total 44,4 ha (Jamil 2016). Hal tersebut
dikarenakan kebijakan pengelola yang saat ini dengan melakukan pembinaan
kepada masyarakat sekitar untuk melakukan kegiatan agroforestri diluar kawasan
HPGW. Terdapat 3 pola agroforestri berdasarkan jenis tanaman pertanian yang
ditanam dengan 8 kombinasi tanaman pertanian. Pola agroforestri dengan jenis
tanaman pertanian berupa kopi dan kapolaga merupakan pola yang paling banyak
diterapkan oleh petani agroforestri di HPGW. Menurut penelitian Jamil (2016),
kegiatan agroforestri berkontribusi terhadap ekonomi petani penggarap sebesar
13.04% yang berarti mempunyai peran yang cukup dalam kehidupan petani
penggarap agroforestri.
KHDTK HPGW memiliki sumber air bersih yang mengalir sepanjang tahun
dan memiliki nilai penting bagi masyarakat sekitarnya antara lain anak sungai
Cipereu, Citangkalak, Cikabayan, Cikatomas, dan Legok Pusar. Roslinda (2002)
menyatakan bahwa masyarakat sekitar HPGW memanfaatkan air dari sumber
HPGW untuk kegiatan rumah tangga seperti memasak, mandi, cuci, dan kakus.
Selain itu masyarakat juga menggunakan untuk pertanian. Menurut Hutapea (2011)
rata-rata debit air di HPGW khususnya di Sub DAS Cipeureu sebesar 2,96 mm/hari
dan Sub DAS Cibadak sebesar 5,66 mm/hari.
Masyarakat sekitar HPGW memanfaatkan sumber air dengan cara membuat
bak penampungan dan disalurkan dengan memasang pipa paralon, bambu, dan
selang dari sumber air yang berada di dalam areal HPGW menuju bak
penampungan yang berada di perumahan warga dengan panjang total pipa 6.429 m.
Menurut Mutasodirin (2014) HPGW telah berkontribusi menyediakan air bersih
kepada masyarakat sekitar dengan potensi nilai ekonomi air yang terhitung dari
sumber air sebesar Rp 120.803.468/ bulan. Sedangkan nilai ekonomi air yang
terhitung dari konsumsi masyarakat sekitar sebesar Rp 5.584.480/bulan
80,000.00 73,665.10
70,000.00
59,608.00
60,000.00
47,417.50 47,353.50
50,000.00
Kilogram
40,945.00
40,000.00 31,241.80 33,007.50
30,000.00
16,045.00
20,000.00
10,000.00
-
2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Produksi
banyaknya pohon agathis yang terserang jamur dan penyakit dan semakin
banyaknya pohon agathis yang tumbang akibat sudah tua (HPGW 2016).
Pelayanan Tridharma
Kegiatan pelayanan Tridharma Fakultas Kehutanan IPB meliputi pelayanan
pendidikan dan penelitian serta pengabdian kepada masyarakat. Selain itu kegiatan
Pelayanan Tridharma yang dilakukan yaitu dengan pengelolaan fasilitas untuk
menunjang pengelolaan KHDTK HPGW. KHDTK HPGW menyelenggarakan
program-program pendidikan di bidang kehutanan dan lingkungan bagi berbagai
kalangan (mahasiswa, pelajar, dan masyarakat umum), baik dari dalam maupun luar
negeri. Dalam periode tahun 2014-2016, kegiatan-kegiatan pendidikan yang
berlangsung di HPGW terdiri dari praktik lapangan, pendidikan dan pelatihan
(diklat), summer course, fieldtrip, dan pendidikan lingkungan hidup, baik
diselenggarakan oleh HPGW maupun melalui kerjasama dengan instansi lain.
Jumalah pengunjung yang melaksanakan kegiatan pendidikan dan penelitaian pada
tahun 2014-2016 disajikan pada Tabel 4. Menurut Tabel 3, Jumlah kunjungan untuk
kegiatan pendidikan dan pelatihan pada tahun 2014-2016 cenderung mengalami
kenaikan. Berdasarkan data HPGW (2016) jumlah persentase terbesar kunjungan
didominasi oleh civitas akademika IPB.
Tabel 4 Jumlah pengunjung KHDTK HPGW
Jumlah pengunjung
Kegiatan
2014 2015 2016
Praktik lapang 733 1.151 1.467
Diklat 447 142 907
Penelitian 22 23 46
Fieldtrip dan PLH 41 592 103
Summer course 64 163 -
Kegiatan lain 1.069 688 1.785
Jumlah 2.376 2.799 4.308
Fungsi dan potensi KHDTK HPGW yang tinggi menarik minat peneliti untuk
melaksanakan penelitian. Peneliti yang melakukan penelitian sebagian besar masih
berstatus mahasiswa baik sarjana maupun pascasarjana. Menurut HPGW (2016)
tercatat sebanyak 318 judul penelitian yang hasilnya telah dimuat dalam berbagai
media publikasi dengan topik yang beragam. Topik penelitian yang paling banyak
adalah terkait dengan silvikultur, fauna, getah, agroforestry, dan hidrologi. Potensi
penelitian yang tinggi tersebut dikarenakan KHDTK HPGW mampu menyediakan
tempat praktek dengan berbagai fasilitas penelitian yang menunjang serta hutan
yang lestari. Badan Pengelola HPGW memberikan subsidi bagi mahasiswa yang
sedang melakukan penelitian di HPGW baik berupa biaya konsumsi, penginapan,
atau biaya penggunaan fasilitas.
Kegiatan pengabdian kepada masyarakat dilakukan dengan pelaksanaan
program kemitraan rehabilitasi hutan dan penyimpanan karbon secara efektif serta
pelaksanaan program sosial. Kawasan HPGW yang berbatasan langsung dengan
masyarakat sekitar hutan harus bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat. Selain
masyarakat penyadap masyarakat sekitar hutan pun mendapatkan manfaat berupa
air, udara yang bersih, pakan ternak dan kayu bakar. Selain keperluan pribadi bagi
masyarakat manajemen HPGW juga memberikan bantuan secara langsung untuk
19
Payung hukum terkait dengan KHDTK saat ini antara lain: Undang-Undang
41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, PP Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan
dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan, dan PP
Nomor 12 Tahun 2010 tentang Penelitian dan Pengembangan serta Pendidikan dan
Pelatihan Kehutanan. KHDTK merupakan kawasan hutan yang digunakan untuk
berbagai kepentingan umum seperti penelitian dan pengembangan, pendidikan dan
latihan, dan religi dan budaya. Penggunaan KHDTK tidak diperbolehkan mengubah
fungsi pokok kawasan hutan yaitu fungsi produksi, fungsi konservasi, atau fungsi
lindung. KHDTK dapat diberikan pada semua fungsi pokok kawasan hutan kecuali
pada cagar alam dan zona inti Taman Nasional. Untuk areal yang telah dibebani
hak pengelolaan oleh BUMN maka dapat ditetapkan sebagai KHDTK dengan
ketentuan tidak mengubah fungsi pokok kawasan hutan. Sedangkan untuk areal
20
yang telah dibebani izin pemanfaatan hutan, untuk dapat ditetapkan sebagai
KHDTK harus dikeluarkan dari areal kerja.
Pengelolaan KHDTK dapat diberikan kepada masyarakat hukum adat,
lembaga pendidikan, lembaga penelitian, lembaga sosial dan keagamaan. Menurut
Pasal 21 UU 41 Tahun 1999, kegiatan pengelolaan hutan meliputi kegiatan: tata
hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan, pemanfaatan hutan dan
penggunaaan kawasan hutan, rehabilitasi dan reklamasi hutan, dan perlindungan
hutan dan konservasi alam. Berdasarkan pasal tersebut, pengelola KHDTK dapat
melaksanakan berbagai kegiatan dalam Pasal 21 UU 41 Tahun 1999. Kegiatan
pemanfaatan bertujuan untuk memperoleh manfaat yang optimal bagi kesejahteraan
seluruh masyarakat secara berkeadilan dengan tetap menjaga kelestarian (Pasal 23
UU 41 Tahun 1999).
Kegiatan pemanfaatan hutan melalui kegiatan pemanfaatan kawasan,
pemanfaatan jasa lingkungan, dan pemanfaatan hasil hutan dan hasil hutan bukan
kayu yang dapat dilakukan pada seluruh kawasan hutan, baik hutan konservasi
(kecuali cagar alam, zona rimba, dan zona inti pada taman nasional), hutan lindung,
dan hutan produksi wajib disertai dengan izin (PP Nomor 6 Tahun 2007). Izin
tersebut merupakan izin yang diterbitkan oleh pejabat yang berwenang yang terdiri
dari izin usaha pemanfaatan kawasan, izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan, izin
usaha pemanfaatan hasil hutan kayu atau bukan kayu, dan izin pemungutan hasil
hutan kayu atau bukan kayu pada pada fungsi pokok kawasan hutan tertentu. Dalam
hal lembaga litbang dan lembaga diklat kehutanan sebagai pengelola KHDTK
melaksanakan pemanfaatan hutan atau pemungutan hasil hutan untuk kepentingan
litbang atau pendidikan dan pelatihan kehutanan tidak dikenakan pungutan di
bidang kehutanan sesuai peraturan perundangan yang berlaku (Pasal 59 PP 12
Tahun 2010). Berdasarkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pengelolaan Hutan
Produksi Lestari Nomor: SE.15/PHPL/JASLING/HPL.2/9/2016 tentang
Pemanfaatan dan Penatausahaan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) pada IUPHHK-
HA/HTI/RE, Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP), Kesatuan
Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) dan Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus
(KHDTK) menyebutkan bahwa potensi hutan alam maupun hutan tanaman dapat
diberikan izin pemungutan HHBK kepada perorangan atau koperasi setelah
mendapat persetujuan pengelola KHDTK.
KHDTK ditetapkan oleh Pemerintah salah satunya untuk kegiatan penelitian
dan pengembangan serta pendidikan dan laitihan. Kegiatan tersebut telah diatur
dalam PP 12 Tahun 2010 tentang penelitian dan pengembangan serta pendidikan
dan pelatihan kehutanan yang secara umum mengatur tentang penyelenggaraan
litbang dan diklat kehutanan, penggunaan, fungsi dan areal, kerjasama pengelolaan,
serta pemungutan dan pengelolaan. Dalam peraturan tersebut hanya dibahas tentang
penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta pendidikan dan latihan yang
diperuntukkan Kementerian. Sedangkan kondisi di lapangan, pengelola KHDTK
tidak hanya dikelola oleh Kementerian saja. Peraturan perundangan dalam PP 12
Tahun 2010 tidak dapat disamakan dikaranekan mempunyai beberapa perbedaan
seperti dalam hal perencanaan yang dikhususkan untuk litbang dan diklat kehutanan
dengan pendanaan yang dibiayai oleh pemerintah serta pengorganisasian yang
belum diatur. Peraturan yang masih sangat terbatas ini menjadikan pengelola
KHDTK-non Kementerian kesulitan dalam melaksanakan kegiatan pendidikan dan
21
telah diubah terkahir dengan PP Nomor 3 Tahun 2008. Dalam peraturan ini diatur
mengenai kegiatan pemanfaatan hutan meliputi kegiatan pemanfaatan kawasan,
pemanfaatan jasa lingkungan, dan pemanfaatan hasil hutan dan hasil hutan bukan
kayu. Kegiatan tersebut dapat dilaksanakan pada seluruh kawasan hutan, baik hutan
konservasi (kecuali cagar alam, dan zona inti pada taman nasional), hutan lindung,
dan hutan produksi. Pemanfaatan hutan tersebut wajib disertai dengan izin
pemanfaatan hutan yang diterbitkan oleh pejabat yang berwenang yang terdiri dari
izin usaha pemanfaatan kawasan, izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan, izin
usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dan/atau bukan kayu, dan izin pemungutan
hasil hutan kayu dan/atau bukan kayu pada areal hutan yang telah ditentukan.
Kegiatan yang dilaksanakan oleh HPGW merupakan integrasi dari kelola ekonomi,
kelola sosial, dan kelola lingkungan dalam upaya menyediakan tempat praktek yang
didukung dengan hutan yang lestari. Untuk melaksanakan berbagai kegiatan
tersebut, pengelola berstrategi dengan menggunakan perizinan yang telah ada
dikarenakan belum adanya aturan yang mengatur pemanfaatan KHDTK.
Agroforestri
Sejarah agroforestri dimulai dari tingkat penggunaan lahan dengan cara
merambah hutan di HPGW yang dilakukan oleh masyarakat sekitar hutan cukup
tinggi dan puncaknya pada tahun 1998 ketika Indonesia dilanda krisis ekonomi dan
politik yang berkepanjangan. Berdasarkan hasil pendekatan dan komunikasi yang
dilakukan dengan masyarakat diketahui bahwa sebagian besar masyarakat sekitar
hutan merupakan petani yang menggantungkan kehidupannya dari hasil pertanian
sedangkan lahan yang dimiliki relatif sempit bahkan ada petani yang tidak memiliki
lahan. Oleh karena itu pihak pengelola berinisiatif untuk memberdayakan untuk
memberdayakan petani dengan memberi izin kepada masyarakat dengan kriteria
tertentu untuk mengelola lahan HPGW yang ada dibawah tegakan dengan sistem
agroforestri. Agroforestri merupakan sistem penggunaan lahan yang
mengkombinasikan pepohonan dengan tanaman pertanian untuk meningkatkan
keuntungan, baik secara ekonomis maupun lingkungan. Pada sistem ini, terciptalah
keanekaragaman tanaman dalam suatu luasan lahan sehingga akan mengurangi
resiko kegagalan dan melindungi tanah dari erosi serta mengurangi kebutuhan
pupuk atau zat hara dari luar kebun karena adanya daur ulang sisa tanaman. Sistem
agroforestri yang diterapkan menggunakan tanaman pokok sengon, tanaman
pencampur, dan tanaman lainnya yaitu berupa kopi, pisang, jagung, singkong,
kapolaga, dan empon-empon.
Agroforestri merupakan obyek strategis, baik dari segi manfaatnya bagi
masyarakat, maupun bagi HPGW sebagai hutan pendidikan. Setiap kunjungan field
trip mahasiswa asing/dalam negeri selalu menempatkan agroforestri sebagai topik
dan obyek menarik untuk dikunjungi dan dipelajari. Selain itu agroforestri antara
lain: (1) meningkatkan pemanfaatan sumber daya manusia untuk menekan
perusakan hutan; (2) Menyumbang pembangunan sosio-ekonomi melalui
penyediaan lapangan kerja; (3) memastikan bahwa masyarakat desa mendapatkan
akses pada hasil hutan; (4) Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam mengelola
sumber daya hutan dalam rangka kemandirian. Untuk itu, program agroforestri
akan dilanjutkan dan disesuaikan dengan arah pengembangan pengelolaan HPGW.
Salah satu bentuk pengembangan pengelolaan agroforestri adalah penggantian
tanaman pokok dari sengon menjadi pinus dan tanaman buah-buahan.
Kegiatan agroforestri yang bekerjasama dengan masyarakat merupakan
bentuk kemitraan kehutanan yang diatur dalam Peraturan Menteri Lingkungan
Hidup dan Kehutanan Nomor P.83/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2016 tentang
Perhutanan Sosial. Kemitraan kehutanan merupakan kerjasama antara masyarakat
setempat dengan pengelola hutan, pemegang izin usaha pemanfaatan hutan/ jasa
hutan, izin pinjam pakai kawasan hutan, atau pemegang izin usaha industri primer
hasil hutan. Content analysis terhadap aturan kemitraan kehutanan yang terdapat
dalam P.83/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2016 disajikan dalam Tabel 5.
Dalam rangka melakukan pencatatan, dokumentasi, dan pelaporan hasil hutan
bukan kayu diperlukan tahapan-tahapan tertentu guna menjamin sahnya hasil hutan
bukan kayu sesuai dengan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.91/Menhut-
II/2014 tentang Penataan Hasil Hutan Bukan Kayu yang Berasal dari Hutan Negara.
Saat ini, dalam praktek pelaksanaan agroforestri tidak dilakukan sesuai dengan
26
peraturan yang ada dikarenakan hanya mencakup luasan yang kecil dan hasil yang
tidak besar sehingga apabila dilakukan dengan aturan yang ada tidak akan
mencukupi biaya perizinannya.
Tabel 5 Content analysis aturan kemitraan kehutanan oleh pengelola KHDTK
Isi
HPGW (2017) semakin banyak tegakan yang telah roboh karena telah melebihi
umur daur. Praktek silvikultur sangat dibutuhkan didalam pengelolaan KHDTK
Pendidikan untuk kegiatan pendidikan dan peneletian serta memberikan manfaat
lainnya antara lain manfaat ekologi dan ekonomi. Penerapan sistem silvikultur
berfungsi untuk memelihara area penelitian atau praktek serta perlindungan sumber
daya lainnya serta memberikan pendanaan dalam rangka pengelolaan hutan melalui
penjualan tegakan penebangan dalam jumlah terbatas. Pengelolaan kayu dengan
sistem silvikultur dapat memperkaya fasilitasi pendidikan dan penelitian anta lain:
menyediakan kesempatan penelitian yang spesifik, -menyediakan distribusi kelas
umur tegakan hutan dari umur muda ke tua, memberikan pengetahuan terhadap
pertumbuhan pohon yang sehat dan kuat yang dapat menurunkan resiko kerusakan
akibat serangga dan penyakit, dan menyediakan contoh tentang berbagai praktik
pengelolaan hutan untuk praktek dan penelitian.
Dalam upaya memperkaya cakupan fasilitasi KHDTK Pendidikan,
keberadaan permasalahan-permasalahan terkait perlindungan hutan seperti hama
dan penyakit serta kebakaran hutan keberadaannya harus tetap dipertahankan untuk
menggambarkan masalah dalam pengelolaan hutan dengan kondisi hama tertentu
dan dapat dikendalikan serta dipantau secara ketat untuk memastikan pelaksanaan
pengendalian yang segera jika diperlukan. Untuk melaksanakan sistem silvikultur
dalam rangka fasilitasi KHDTK Pendidikan yang membutuhkan penebangan,
penebangan dalam rangka perlindungan hutan serta pemanfaatan secara terbatas
hasil hutan kayu hasil tebangan penyelamatan (salvage cutting), penjarangan, dan
kayu sisa kegiatan pendidikan dan penelitian belum dapat dilaksanakan. Hal
tersebut dikarenakan belum adanya aturan terkait KHDTK yang mengatur.
Sedangkan apabila dilakukan dengan aturan umum yang ada tidak dimungkinkan
dilakukan dikarenakan tidak dilakukan secara kontinyu dan tidak dilakukan untuk
bisnis sehingga tidak akan memenuhi biaya perizinan.
Berdasarkan analisis, terdapat beberapa tantangan yang dihadapi Perguruan
Tinggi dalam pengelolaan KHDTK saat ini antara lain:
- Keberlanjutan pengelolaan KHDTK yang menuntut profesionalisme
pengelolaan KHDTK,
- Kemandirian finansial yang dilakukan secara professional melalui usaha
pengelolaan hutan.
- Sinergi antara praktik profesi kehutanan dan kelola bisnis serta tridharma
perguruan tinggi.
- Tipologi KHDTK menurut fungsi hutan, permasalahan (konflik sosial) dan
sistem manajemennya.
- Kejelasan kriteria atau alat ukur yang digunakan untuk menilai atau
mengevaluasi keberhasilan pengelolaan KHDTK yang tidak terlalu rigid
namum harus tegas dan terukur.
- KHDTK harus menjadi pusat pendidikan dan penelitian yang hasilnya dapat
digunakan untuk memperkaya dan menyempurnakan kegiatan pembelajaran.
- KHDTK sebagai pusat pendidikan lingkungan dan membuka akses pendidikan
lingkungan bagi publik.
- Pengelola KHDTK harus diberikan ruang yang cukup dalam rangka pendanaan
mandiri dan pengelolaan hutan berkelanjutan berbasis pendidikan dan
penelitian sebagai wujud kreatifitas manajemen untuk mencari terobosan.
28
Gap
Kriteria Peraturan
Pengelolaan HPGW
Perundangan
Jenis Hak Hak Pengelolaan Fakultas Kehutanan IPB dalam
melaksanakan hak pengelolaan membentuk
Badan Pengelola HPGW
Kewajiban - Mematuhi peraturan - Peraturan tentang KHDTK masih
perundangan yang terbatas sehingga dalam pengelolaan
berlaku yang mengacu pada SK Dekan Fakultas
berkaitan dengan Kehutanan IPB tentang Garis-Garis
KHDTK Besar Kebijakan Pengelolaan HPGW
- memelihara, 2009-2020.
mengamankan batas - Pengelola HPGW telah melaksanakan
kawasan serta aset pemeliharaan, pengamanan batas
lainnya kawasan serta aset lainnya dengan
berbagai aktivitas
Kewenangan belum diatur - Lembaga Pengelola HPGW ditempatkan
sebagai organisasi manajemen
profesional yang bersifat nirlaba.
- Lingkup pengelolaan meliputi
manajemen kawasan, manajemen hutan,
dan penataan kelembagaan.
Pendanaan belum diatur Pendanaan diperoleh dari berbagai usaha
Pengelolaan antara lain:
a. Penerimaan atas pemanfaatan sumber
daya hutan berupa barang (hasil hutan
bukan kayu) dan jasa lingkungan.
b. Penerimaan atas jasa pelayanan
penyelenggaraan kegiatan Tridharma.
c. Penerimaan donasi berupa:
pendanaan strategis dari Pemerintah
atau Pemerintah Daerah sebagai
implikasi dari fungsi publik yang
dihasilkan oleh HPGW, serta
pendanaan dari Pihak ketiga yang
tidak mengikat.
Pertanggung belum diatur - Badan Pengurus HPGW
jawaban mempertanggung jawabkan kinerja
pengelolaan kepada Badan Pengurus
HPGW.
- Badan Pengurus HPGW
mempertanggung jawabkan kinerja
pengelolaah HPGW kepada Fakultas
Kehutanan IPB paling sedikit stu kali
dalam satu tahun.
31
c. Duke Forest
Duke forest merupakan hutan pendidikan yang dikelola oleh Duke University.
Duke forest diposisikan oleh universitas untuk memfasilitasi kegiatan riset yang
dipimpin oleh Direktur. Pengelolaan Duke Forest berfokus kepada
penyelenggaraan penelitian, pendidikan, kebun percontohan, dan pengelolaan
pendanaan untuk menutupi biaya operasional dan pengelolaan. Pengelolaan Duke
Forest telah disertifikasi oleh Rainforest Alliance to Forest Stewardship Council
(Duke Forest 2017). Tujuan pengelolaan Duke Forest antara lain:
- Memfasilitasi berbagai macam proyek dan program terkait penelitian dan
pengajaran
- Pengelolaan sumber daya berkelanjutan untuk produksi kayu, kesehatan hutan,
kualitas air dan habitat satwa liar
- Melindungi satwa langka, ekosistem yang unik, situs bersejarah, dan sumber
arkeologi
- Menyediakan pendidikan tentang sumber daya alam dan pengelolaan hutan
- Menyediakan fasilitas rekreasi bagi masyarakat.
Pengelolaan Duke Forest meliputi pengelolaan kayu, pengelolaan satwa liar,
konservasi keanekaragaman hayati, serangga dan penyakit, rekreasi dan estetika,
dan monitoring (Duke Forest 2017). Seringkali dalam melakukan satu aktivitas
pengelolaan, pengelola telah menyelesaikan berbagai tujuan. Sebagai contoh,
dalam pengelolaan hutan lestari telah menghasilkan kesehatan hutan dan
perlindungan kualitas air yang juga menghasilkan pendapatan yang diperlukan
dalam mendukung keberlanjutan operasional pengelolaan. Kegiatan pengelolaan
satwa liar membantu melindungi ekosistem dan menyediakan tersedianya
komunitas yang alami untuk pengajaran dan penelitian. Secara keseluruhan,
manajemen bertujuan untuk memaksimalkan berbagai manfaat yang tersedia tidak
hanya kepada Duke University namun juga untuk komunitas akademik publik yang
lebih luas.
Praktek pengelolaan kayu yang dilaksanakan di Duke Forest dirancang untuk
menghasilkan berbagai macam manfaat baik manfaat ekonomi dan ekologi. Antara
lain untuk memelihara area penelitian atau praktek dan perlindungan sumber daya
lainnya. Pendapatan yang diperoleh melalui penjualan hasil hutan digunakan untuk
mendukung pengelolaan Duke Forest. Beragam praktek silvikultur dilaksanakan
untuk dapat menyediakan keragaman tegakan dan habitat, peluang penelitian, dan
tempat praktek. Praktek mencakup pembakaran terkontrol, penjarangan, dan
berbagai variasi dalam regenerasi dan sistem pemanenan, penanaman, aplikasi
herbisida dan pemupukan. Jenis panen dapat dikategorikan kedalam penjarangan,
tebang pilih, tebang penyelamatan dan pemanenan.
Serangga dan penyakit yang merusak telah dipelajari untuk mengidentifikasi
hama, kelimpahannya, dan menilai dampaknya terhadap Duke Forest. Tindakan-
tindakan perlindungan hutan yang dilakukan antara lain: penebangan kayu yang
telah melebihi umur daur, pemeliharaan jarak tanaman, kesesuaian spesies dan
tempat tumbuh, memperpendek rotasi untuk spesies tertentu di tempat dengan
resiko tinggi, penggunaan stok tanam yang ditingkatkan secara genetik, dan
penggunaan fungisida dan insektisida jika perlu. Dikarenakan komitmen Duke
Forest terhadap penelitian, praktek dan plot studi yang menggambarkan masalah
serangga dan penyakit dapat diciptakan dengan membiarkan kondisi hama tertentu
36
tetap terkendali. Kondisi yang disengaja tersebut dipantau secara ketat untuk
memastikan pelaksanaan pengendalian yang segera jika diperlukan.
Referensi pengelolaan hutan pendidikan di Duke Forest, Maejo University
Farm, dan University of Tokyo Forest memberikan pembelajaran bahwa kegiatan
pengelolaan hutan pendidikan yang mereka lakukan memiliki posisi yang jelas.
Maejo University Farm diposisikan sebagai suatu unit bisnis untuk memperoleh
pendapatan. Segala kegiatan boleh dilaksanakan untuk memperoleh pendapatan
dalam rangka menutupi biaya pengelolaan dan keuntungan. University of Tokyo
Forest dalam melaksanakan pengelolaan ditempatkan untuk kegiatan riset. Semua
kegiatan yang dilaksanakan bertujuan untuk pelaksanaan riset di-support penuh
oleh Universitas termasuk pendanaannya. Sedangkan Duke Forest diposisikan
sebagai tempat untuk fasilitasi riset yang dipimpin oleh Direktur. Segala kegiatan
yang bertujuan untuk fasilitasi riset dalam rangka pengelolaan hutan lestari boleh
dilaksanakan. Pembiayaan pengelolaan Duke Forest dapat diperoleh hasil
pemanfaatan potensi yang ada didalam Duke Forest.
Berdasarkan referensi yang ada, pengelolaan KHDTK HPGW oleh Fakultas
Kehutanan IPB melalui Badan Pengelola HPGW memiliki posisi sama seperti
pengelolaan yang dilaksanakan oleh Duke Forest yaitu memfasilitasi kegiatan
pendidikan dengan berbagai kegiatan pengelolaan sumber daya berkelanjutan untuk
pengelolaan hutan lestari. Pengelolaan hutan lestari merupakan suatu proses
pengelolaan hutan untuk mencapai satu atau lebih tujuan pengelolaan yang secara
jelas ditetapkan, yang menyangkut produksi hasil hutan yang diinginkan dan jasa
yang secara berkesinambungan, tanpa dampak yang tidak diinginkan baik terhadap
lingkungan maupun sosial, ataupun pengurangan nilai yang terkandung didalamnya
dan potensi-potensinya pada masa yang akan datang (ITTO 2013). Pengelolaan
hutan dilaksanakan oleh pengelola dikarenakan mempunyai fungsi ekologi karena
hutan sangat penting untuk kelangsungan hidup manusia, hewan dan tumbuhan.
Fungsi ekologi tersebut diantaranya adalah menyerap karbondioksida sekaligus
menghasilkan oksigen bagi kehidupan, sumber air, pencegah erosi dan banjir,
habitat hewan, sumber keanekaragaman hayati dan sebagainya. Hutan juga
mempunyai fungsi sosial karena hutan memberikan sumber pemenuhan kebutuhan
dasar masyarakat desa sekitar hutan dan obat-obatan, sumber mata pencaharian,
penelitian, dan sebagainya. Untuk mencapai pengelolaan hutan lestari tidak cukup
hanya dengan menjaga dan menunggu tegakan serta regenerasi secara alam.
Pengelolaan hutan lestari membutuhkan upaya kelola produksi, kelola sosial dan
kelola lingkungan sehingga hutan memiliki fungsi ekonomi, fungsi sosial, dan
fungsi lingkungan secara serasi.
Walaupun posisi HPGW dan Duke Forest memiliki posisi yang sama yaitu
bertujuan untuk fasilitasi pendidikan dan penelitian yang didukung dengan kegiatan
pengelolaan hutan lestari, masih terdapat beberapa perbedaan dalam implementasi
kegiatan di lapangan (Tabel 8). Dalam rangka pengelolaan sumber daya
berkelanjutan sebagai sarana pendidikan dan penelitian, pengelola HPGW
dihadapkan pada berbagai macam perizinan. Seperti dalam kegiatan pengelolaan
kayu, HPGW belum dapat melaksanakan kegiatan tersebut padahal dapat
memberikan berbagai manfaat seperti menyediakan kesempatan penelitian yang
spesifik, memberikan pengetahuan terhadap pertumbuhan pohon yang sehat dan
kuat yang dapat menurunkan resiko kerusakan akibat serangga dan penyakit, dan
37
menyediakan contoh tentang berbagai praktik pengelolaan hutan untuk latihan dan
penelitian.
Tabel 8 Perbandingan Pengelolaan HPGW dan Duke Forest
Aspek Perbandingan
Pengelolaan Duke Forest KHDTK HPGW
Perencanaan Fasilitasi riset dan - Mewujudkan pengelolaan hutan lestari di
pengelolaan sumber daya kawasan HPGW
berkelanjutan dengan - Mewujudkan terselenggaranya pola
pendanaan pengelolaan pemanfaatan pendidikan dan penelitian
mandiri IPTEK bidang pengelolaan sumber daya
hutan dan lingkungan
- Membangun kemitraan dengan para pihak
sebagai wujud nyata pengabdian kepada
masyarakat
Pengorganisasian Organisasi pengelola Lembaga pengelola merupakan organisasi
dipimpin oleh Direktur manajemen profesional yang bersifat nirlaba,
dengan membawahi Manajer bertanggung jawab kepada Fakultas
Operasional, Teknisi Kehutanan IPB sebagai bagian dari
Kehutanan, Asisten pertanggung jawaban Fakultas Kehutanan
Administratif, Supervisor IPB sebagai pemegang amanat pengelolaan
lapangan dan perawatan, dan KHDTK. Dalam pelaksanaan pengelolaan
Manajer Proyek dipimpin oleh Direktur Eksekutif yang
membawahi beberapa Direktur, manajer serta
staf.
Pelaksanaan - Mempromosikan - Pelayanan Tridharma: pelayanan
pendidikan dan penelitian pendidikan, penelitian dan pengabdian
dengan berbagai proyek kepada masyarakat
dan kegiatan - Pembinaan lingkungan: pemberian akses
- Pengelolaan sumber daya masyarakat dalam pemanfaatan SDH,
berkelanjutan untuk aroforestri, dan pemanfaatan sumber daya
produksi kayu, kesehatan air
hutan, kualitas air, dan - Pengelolaan Sumber Daya Hutan: bidang
habitat satwa liar pembinaan hutan (program penanaman
- Melindungi spesies yang dan pemeliharaan tegakan, perlindungan
langka, ekosistem yang hutan, pengembangan jasa serapan
unik, dan situs bersejarah karbon), Pemanfaatan sumber daya hutan
- Menyediakan pendidikan (pengembangan produktifitas getah,
dalam pengelolaan hutan pemasaran getah pinus dan kopal)
- Menyediakan rekreasi - Manajemen dan keuangan: pengembangan
bagi masyarakat sumber daya manusia dan pengembangan
sumber daya pendanaan
Pengawasan Dilakukan melalui observasi Pengawasan dilakukan secra tidak langsung
informal serta pengumpulan yaitu dengan melaporkan kinerja pengelolaan
data terstruktur. HPGW kepada Fakultas Kehutanan IPB
yang telah melebihi umur daur, pemeliharaan jarak tanaman, kesesuaian spesies dan
tempat tumbuh, dan rotasi untuk spesies tertentu di tempat dengan resiko tinggi.
Berbagai perizinan yang harus dihadapi membuat pengelola belum dapat
melaksanakan pengelolaan sumber daya secara berkelanjutan dan saling
terintegrasi antara suatu kegiatan dengan kegiatan lainnya.
Kebijakan merupakan suatu sikap dan tindakan yang diambil terhadap suatu
masalah yaitu sesuatu hal yang dianggap menghalangi tercapainya suatu tujuan
yang diharapkan. Suatu masalah timbul sebagai hasil konstruksi berfikir tertentu
atau paradigma. Paradigma yang berbeda menimbulkan cara pandang terhadap
masalah dan solusi yang berbeda pula. Menurut Ichwandi (2014) paradigma
merupakan kumpulan tata nilai yang membentuk pola pikir seseorang sebagai titik
tolak pandangannya. Konsekuensinya, paradigma akan membentuk citra subjektif
seseorang mengenai realita dan akhirnya akan mementukan bagaimana seseorang
menanggapi realita tersebut. Masalah kebijakan dapat diselesaikan dengan
mengumpulkan berbagai isu serta permasalahan-permasalahan yang ada untuk
mencari suatu solusi kebijakan.
Menurut Helms (1998), pengelolaan hutan (forest management) merupakan
praktek penerapan prinsip-prinsip dalam bidang biologi, fisika, kimia, analisis
kuantitatif, manajemen, ekonomi, sosial dan analisis kebijakan dalam rangkaian
kegiatan membangun atau meregenerasikan, membina, memanfaatkan dan
mengkonservasikan hutan untuk mendapatkan tujuan dan sasaran yang telah
ditetapkan, dengan tetap mempertahankan produktivitas dan kualitas hutan.
Sedangkan menurut Manan (1995) pengelolaan hutan merupakan penerapan
metoda bisnis dan prinsip-prinsip teknis kehutanan dalam pengurusan suatu hutan.
Beberapa prinsip dasar pengelolaan menurut Nasution (2103) yaitu: a) save it,
memberikan perlindungan pada ekosistem hutan (keamanan pada genetik, spesies
dan ekosistem secara keseluruhan), b) Study it, menganalisis dan mempelajari
ekosistem hutan yang meliputi biologi, komposisi, struktur, distribusi dan
kegunaannya, dan c) Use it, menggunakan atau memanfaatkan ekosistem secara
lestari dan seimbang.
Content analysis terkait pengelolaan KHDTK diperoleh hasil bahwa
pengelolaan KHDTK dapat meliputi beberapa kegiatan antara lain tata hutan dan
penyusunan rencana pengelolaan hutan, pemanfaatan hutan dan penggunaaan
kawasan hutan, rehabilitasi dan reklamasi hutan, dan perlindungan hutan dan
konservasi alam. Pelaksanaan kegiatan pemanfaatan hutan tidak dapat dilaksanakan
langsung oleh pengelola KHDTK melainkan melalui entitas bisnis seperti BUMN,
BUMD, Koperasi, atau perseorangan melalui perizinan sesuai dengan jenis
kegiatan pemanfaatan hutan yang dilaksanakan sepanjang tidak mengubah fungsi
pokok kawasan hutan. Berbagai aktivitas tersebut dilaksanakan karena sampai saat
ini belum terdapat peraturan perundangan pengelolaan KHDTK yang mengatur
kejelasan regulasi seperti sistem pengelolaan dan kelola bisnis yang terdiri dari
kegiatan perencanaan sampai dengan pemanenan atau penjualan dan peremajaan
yang diprioritaskan pada kawasan hutan terdegradasi, tidak produktif, tidak
bervegetasi ataupun rawan konflik. Kelola bisnis diperlukan dalam pengelolaan
39
Peraturan tersebut diperlukan untuk mengatur perizinan khusus yang lebih ringkas
dalam artian tidak memerlukan perizinan di tiap kegiatan pemanfaatan sumber daya
hutan seperti pada Land Management Grant College dikarenakan mempunyai
orientasi yang berbeda dengan Tridharma perguruan tinggi. Berkenaan dengan
definisi kekhususan dalam pengelolaan KHDTK oleh Perguruan Tinggi antara lain:
- Perguruan Tinggi sebagai pemegang mandat hak pengelolaan KHDTK dapat
menyelenggarakan berbagai kegiatan pengelolaan secara mandiri dan
berkelanjutan. Pengelolaan secara berkelanjutan merupakan integrasi antara
penyelenggaraan fungsi khusus KHDTK sebagai hutan pendidikan dan
penelitian dengan pengelolaan hutan lestari.
- Dalam melaksanakan kegiatan pengelolaan KHDTK, entitas kelembagaan
Pemegang Hak Pengelolaan KHDTK bekerja berdasarkan rencana pengelolaan
KHDTK yang disusun. Penyusunan rencana pengelolaan KHDTK harus
didasarkan pada prinsip-prinsip keberlanjutan. Rencana pengelolaan KHDTK
yang telah disusun harus mendapatkan pengesahan dari kementerian yang
berwenang dalam hal ini adalah Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan sebelum pelaksanaan kegiatan pengelolaan.
- Kelembagaan pemegang hak pengelolaan dalam melaksanakan pengelolaan
diberikan kewenangan melaksanakan kegiatan pemanfaatan sumber daya hutan
dan pemasaran atau peredaran hasil hutan dengan aturan khusus yang berbeda
dengan ketentuan yang berlaku umum pada perizinan usaha pemanfaatan atau
pemungutan hasil hutan kayu atau bukan kayu. Hal tersebut merupakan jabaran
makna khusus dalam pengelolaan KHDTK yaitu sebagai ruang kreativitas dan
inovasi bagi pengelola menuju pengelolaan yang lestari dan mandiri.
- Hasil dari pemanfaatan sumber daya hutan kayu maupun bukan kayu yang
telah diperoleh dapat digunakan secara langsung untuk membiayai pengelolaan
KHDTK yang meliputi pengelolaan hutan dan peningkatan fungsi pelayanan
publik untuk tujuan khusus KHDTK.
- Pemerintah perlu menetapkan kriteria dan indikator keberhasilan pengelolaan
KHDTK sebagai acuan atau rambu-rambu dalam pengelolaan KHDTK yang
mandiri dan berkelanjutan. Indikator pengelolaan KHDTK diharapkan tidak
hanya memperhatikan dari segi yuridis formalnya saja tetapi harus lebih
ditekankan pada fakta di lapangan, dapat merangsang motivasi dan kreativitas
pelaksana dalam meningkatkan mutu pengelolaan hutan serta bersifat dinamis
yang disesuaikan dengan perkembangan masyarakat, ilmu pengetahuan dan
teknologi.
Dengan solusi tersebut diharapkan dapat membantu pemerintah dalam hal ini
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dalam penyusunan kebijakan
pengelolaan KHDTK sehingga dapat mengakomodir kekhususan dan karakteristik
pengelolaan KHDTK oleh Perguruan Tinggi.
41
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
Adirianto, A. 2012. Potensi Nilai Ekonomi Total Hutan Pendidikan Gunung Walat
Sukabumi Jawa Barat. [Skripsi]. [Internet]. [diunduh 4 April 2015].
Tersedia di: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/40933
Alamsyah, B. 2006. Monitoring Perubahan Penutupan Lahan di Areal Land
Management Grant College Institut Pertanian Bogor (LMGC-IPB) Dusun
Aro, Jambi (Tesis). Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Anwar, Ayu Ardhillah. 2013. Analisis Perspektif Stakeholder terhadap
Implementasi Corporate Social Responsibility (CSR) (Studi Kasus pada PT
Samsung Electronics Indonesia). [Skripsi]. [Internet]. [diunduh 4 April
2015]. Tersedia di:
http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/5004/SKRIPSI%
20LENGKAP%20-FEB-AKUNTANSI-
AYU%20ARDHILLAH%20ANWAR.pdf?sequence=1
Boyce, C., & Neale, P. 2006. Conducting in-depth interviews: A guide for
designing and conducting in-depth interviews for evaluation input (pp. 3-7).
Watertown, MA: Pathfinder International.
Djogo Tony, Sunarya, Didik Suharjito dan Martua Sirait. 2003. Kelembagaan dan
Kebijakan Dalam Pengembangan Agroforestry. Bogor: World Agroforestry
Centre (ICRAF) Southeast Asia
Duke Forest. 2016. The Duke Forest Log: A Bulletin From The Office of the Duke
Forest Fall 2016. [Internet]. [diunduh 8 Februari 2017]. tersedia pada:
http://dukeforest.duke.edu/bulletin-the-duke-forest-log/
Duke Forest. 2017. Multiple-Use Forest Management. [Internet]. [diunduh 8
Februari 2017]. tersedia pada: http://dukeforest.duke.edu/management/
Elis F. 1994. Agricultural Policies in Developing Countries. Wye Studies in
Agricultural and Rural Development. Cambridge University Press.
[Fahutan IPB] Fakultas Kehutanan IPB. 2008. Keputusan Dekan Fakultas
Kehutanan IPB Nomor: 35/13.5/KP/2008 tentang Garis-Garis Besar
Kebijakan Pengelolaan Hutan Pendidikan Gunung Walat. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
Febriani, D. 2003. Telaahan Kondisi Petani Penggarap Sistem Agroforestri Hutan
Pendidikan Gunung Walat (Kasus Desa Hagermanah Kecamatan
Citayantan Kabupaten Sukabumi Provinsi Jawa Barat). [Skripsi]. [Internet].
Tersedia di: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/40933
George, R. Terry, 1979. Principles of Managements. [diunduh 8 Februari 2017].
tersedia pada: http://dukeforest.duke.edu/management/
Hero Y, Rudy C Tarumingkeng, Dudung D, dan Hariadi K. 2012. Institutional Role
in Gunung Walat Educational Forest Policy: Discourse and Historical
Approaches. JMHT Vol. XVIII. (2): 94-99, Agustus 2012.
43
LAMPIRAN
47
No SK Menteri Pengelola
No Provinsi Nama KHDTK Luas
LHK KHDTK
1 Sumatera Hutan Penelitian SK.78/Menhut- 8.4 Badan
Utara Aek Godang II/2004 Litbang
2 Hutan Penelitian SK.39/Menhut- 2100 Badan
Aek Nauli II/2005 Litbang
3 Hutan Penelitian SK.77/Menhut- 130.1 Badan
Siali-ali II/2004 Litbang
4 Hutan Penelitian SK.74/Menhut- 1027 Badan
Pakan Lebah II/2005 Litbang
Kepau Jaya
5 Sumatera Hutan Penelitian SK.111/Menhut- 3724. Badan
Selatan Benakat II/2004 8 Litbang
6 Hutan Penelitian SK.278/Menhut- 761.9 Badan
dan Pengembanan II/2004 8 Litbang
serta Produksi
Benih
7 Hutan Penelitian SK.485/Menhut- 100 Pemda
dan II/2012 Provinsi
Pengembangan Sumatera
serta Pendidikan Selatan
Lingkungan
Dalam Bentuk
Kebun Raya
(Kebun Raya
Sumatera Selatan)
8 Hutan Penelitian SK.57/Menhut- 250 Badan
Kemampo II/2004 Litbang
9 Jawa Barat Hutan Penelitian 305/Kpts-II/2003 45 Badan
Cikampek Litbang
10 Hutan Penelitian SK.340/Menhut- 105.5 Badan
Haurbentes II/2010 Litbang
11 Hutan Penelitian SK.339/Menhut- 47.7 Badan
Yanlapa II/2010 Litbang
12 Jawa Hutan Penelitian SK.344/Menhut- 1311. Badan
Tengah Cemoro dan II/2010 6 Litbang
Modang
13 Hutan Penelitian SK.85/Menhut- 143.5 Badan
dan II/2005 Litbang,
Pengembangan Perhutani,
serta Pendidikan LIPI dan
Lingkungan Pemda
Dalam Bentuk Provinsi
Kebun Raya Jawa
Baturraden Tengah
48
No SK Menteri Pengelola
No Provinsi Nama KHDTK Luas
LHK KHDTK
14 Hutan Penelitian SK.345/Menhut- 191 Badan
Gombong II/2010 Litbang
No SK Menteri Pengelola
No Provinsi Nama KHDTK Luas
LHK KHDTK
31 Hutan Penelitian SK.201/Menhut- 3504 Badan
Samboja II/2004 Litbang
32 Hutan Penelitian SK.203/Menhut- 2960. Badan
Sebulu II/2004 6 Litbang
33 Sulawesi Hutan Penelitian SK.367/Menhut- 180 Badan
Selatan Borissalo II/2004 Litbang
34 Hutan Penelitian SK.367/Menhut- 737.7 Badan
Malili II/2004 Litbang
35 Hutan Penelitian SK.367/Menhut- 100 Badan
Mengkendek II/2004 Litbang
50
Lampiran 2 Daftar KHDTK religi dan budaya atau KHDTK kebun raya
No SK Menteri Pengelola
No Provinsi Nama KHDTK Luas
LHK KHDTK
1 Sulawesi Kebun Raya Untuk SK.175/Menhut- 221 Pemda
Utara Hutan Penelitian, II/2014 Kabupaten
Pengembangan dan Minahasa
Pendidikan Tenggara
Lingkungan
(Minahasa Tenggara)
2 Religi dan Budaya SK.455/Menlhk- 39 Pemda
Bukit Kasih Setjen/2015 Provinsi
Kanonang Drs. A.J. Sulawesi
Sondakh Utara
3 Sulawesi Kebun Raya Kendari SK.187/Menlhk/ 96 Pemda Kota
Tenggara Untuk Hutan Setjen/PLA.0/3/ Kendari
Penelitian, 2016
Pengembangan dan
Pendidikan
Lingkungan
4 Nusa Hutan Penelitian dan SK.22/Menhut- 82.9 Pemda
Tenggara Pengembangan serta II/2012 Kabupaten
Barat Pendidikan Lombok
Lingkungan Dalam Timur
Bentuk Kebun Raya
Lemor
5 Bali Hutan Pendidikan dan 252/Kpts- 157.49 Lembaga
Penelitian Kebun II/2003 Ilmu
Raya Eka Karya Pengetahuan
Indonesia
51
No SK Menteri Pengelola
No Provinsi Nama KHDTK Luas
LHK KHDTK
1 Sumatera Hutan Pendidikan SK.1030/Menhut- 1272.7 Pusdiklat
Utara dan Pelatihan VII/KUH/2015 Kehutanan
Pondok Buluh
2 Riau Hutan Pendidikan SK.729/Menhut- 2183 Balai Latihan
(Bukit Suligi) II/2009 Pekanbaru
3 Jawa Hutan Pendidikan SK.147/Menhut- 5 Pusdiklat
Barat dan Bumi II/2004 Kehutanan,
Perkemahan Perhutani dan
Kwarcab Gerakan Pemda
Pramuka Kabupaten
Purwakarta
4 Hutan Pendidikan SK.338/Menhut- 78.5 Pusdiklat
dan Pelatihan II/2010 Kehutanan ;
Kehutanan dan Sekjen KLHK
Taman Makam
Rimbawan
5 Hutan Pendidikan SK.164/Menhut- 146.68 Pusdiklat
dan Pelatihan II/2005 Kehutanan
Sawala-Mandapa dan Perhutani
Unit III Jabar
6 Yayasan SK.484/Menlhk/S 13 YPK Dea
Pendidikan dan etjen/PLA.0/6/20 Malela
Kebudayaan Dea 16
Malela
7 Nusa Hutan Pendidikan SK.367/Menhut- 2973.2 Pusdiklat
Tenggara dan Pelatihan II/2009 Kehutanan
Timur Kehutanan
Kupang
8 Selatan Hutan Pendidikan 8815/Kpts- 4310 Pusdiklat
dan Latihan Balai II/2002 Kehutanan
Latihan
Kehutanan/SKM
A Samarinda
9 Sulawesi Hutan Pendidikan SK.13/Menhut- 601.26 Pusdiklat
Selatan dan Pelatihan II/2010 Kehutanan
Tabo-Tabo
52
RIWAYAT HIDUP