Anda di halaman 1dari 64

KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN HUTAN DENGAN

TUJUAN KHUSUS
(Studi Kasus Hutan Pendidikan Gunung Walat)

ALFIAN FANDI NUGROHO

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Kebijakan Pengelolaan


Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (Studi Kasus Hutan Pendidikan Gunung
Walat) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Oktober 2017

Alfian Fandi Nugroho


NIM P052130094
RINGKASAN

ALFIAN FANDI NUGROHO. Kebijakan Pengelolaan Kawasan Hutan Dengan


Tujuan Khusus (Studi Kasus Hutan Pendidikan Gunung Walat). Dibimbing oleh
IIN ICHWANDI dan NANDI KOSMARYANDI.

Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) merupakan kawasan


hutan yang ditetapkan oleh pemerintah untuk kepentingan umum seperti penelitian
dan pengembangan, pendidikan dan latihan, dan religi dan budaya. Hutan
Pendidikan dan Latihan Gunung Walat (HPGW) merupakan salah satu KHDTK
untuk tujuan pendidikan dan latihan yang diberikan kepada Perguruan Tinggi
dengan pengelolaan oleh Fakultas Kehutanan IPB. Pengelolaan HPGW bertujuan
untuk fasilitasi media tridharma perguruan tinggi bagi pengelolaan hutan lestari.
Untuk mencapai tujuan tersebut, berbagai kegiatan dilaksanakan oleh pengelola
melalui kelola produksi, kelola sosial, dan kelola lingkungan sebagai landasan
fasilitasi program kegiatan pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat.
Permasalahan yang dihadapi dalam pengelolaan KHDTK HPGW saat ini adalah
masih minimnya peraturan perundangan tentang pengelolaan KHDTK. Penelitian
ini bertujuan mengidentifikasi permasalahan serta kesenjangan dalam implementasi
pengelolaan KHDTK HPGW dan merumuskan konsep solusi pengelolaan KHDTK
yang dikelola oleh Perguruan Tinggi.
Metode yang digunakan dalam penelitian menggunakan indept interview
terhadap permasalahan pengelolaan HPGW serta content analysis terhadap
peraturan perundangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kegiatan pengelolaan
KHDTK oleh Perguruan Tinggi mempunyai beberapa karakteristik antara lain
mewujudkan pengelolaan hutan yang lestari, menjadi media dan sarana
penyelenggaraan tridharma serta memanfaatkan potensi sumber daya hutan secara
berkelanjutan untuk tujuan pendidikan dan penelitian dalam upaya kemandirian
secara finansial. Dalam rangka fasilitasi pendidikan, penelitian dan pengabdian
masyarakat saat ini masih mengalami hambatan dikarenakan belum memiliki posisi
yang jelas mengenai landasan pengelolaan meliputi kewenangan, organisasi
pengelolaan, kegiatan pengelolaan serta pengawasan pengelolaan KHDTK
sehingga pengelola HPGW dalam melakukan pengelolaan mengacu pada peraturan
perundangan umum dengan melaksanakan perizinan disetiap kegiatan pemanfaatan
hutan yang mengakibatkan pengelola mengalami kesulitan dalam rangka mencapai
tujuan pengelolaan HPGW. Solusi yang dibutuhkan saat ini adalah diperlukannya
peraturan perundangan khusus yang secara tuntas mengatur tentang
penyelenggaraan KHDTK secara mandiri dan berkelanjutan dengan ruang
kreativitas dan inovasi untuk peningkatan fungsi pelayanan publik tujuan khusus
KHDTK.

Kata kunci: Pengelolaan Hutan, KHDTK, kebijakan


SUMMARY

ALFIAN FANDI NUGROHO. Management Policy of Forest Teritory with Special


Purpose (Case Study of Gunung Walat Educational Forest). Supervised by IIN
ICHWANDI and NANDI KOSMARYANDI.

Forest Area with Special Purposes (KHDTK) is a forest area designated by


the government for public purpose such as research and development, education
and training, and religion and culture. The management of KHDTK is given to
customary community, education agencies, research agencies, social and religious
agencies. Gunung Walat Education of Forest (HPGW) is one of the KHDTK
appointed and established by the government given to University with the
management by the Faculty of Forestry IPB. The management of HPGW aims to
facilitate the media tridharma (education, research and community service activity)
of University for sustainable forest management. To achieve these objectives,
various activities are carried out by managers through production managements as
the foundation for facilitation of education, research and community service
activities. The current problem in management of HPGW is the lack of regulation
on KHDTK. This study aims to identify problems and gaps in the implementation
of the management of KHDTK and formulate the concept of KHDTK management
solutions managed by Universities.
The method used in the study using in depth interview on the management
problems of HPGW and content analysis of regulations. Based on the results of the
research, it is found that KHDTK management activities have several
characteristics such as realizing sustainable forest management, becoming media
and facilities for tridharma implementation and utilizing sustainable forest resource
potential for educational and research purposes in the effort of financial
independence. In the context of facilitation of research, education and community
service activity is currently experiencing obstacles. The management of KHDTK
does not yet have a clear position on the management platform including authority,
management organization, management activities and supervision of KHDTK
management. As a result, the management of HPGW in carring out management
refers to general legislation by implementing licencing in every forest utilization
activity. Managers have difficulty in order to achieve the purpose of management
of HPGW. Special regulations are required that fully regulate the implementation
of KHDTK independently and sustainably with space of creativity and innovation
to improve the function of public services for the special purposes of KHDTK.

Keywords: Forest management, forest management of the special purpose, Policy


© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2017
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN HUTAN DENGAN
TUJUAN KHUSUS
(Studi Kasus Hutan Pendidikan Gunung Walat)

ALFIAN FANDI NUGROHO

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan
Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Yulius Hero, M.Sc. F. Trop.
PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2016 ini ialah
perencanaan pengelolaan sumber daya, dengan judul Pengeloaan Kawasan Hutan
Dengan Tujuan Khusus (Studi Kasus Hutan Pendidikan Gunung Walat).
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Iin Ichwandi, M.Sc. Trop.
dan Bapak Dr. Ir. Nandi Kosmaryandi, M.Sc. F. Trop. selaku pembimbing yang
telah banyak memberi saran. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan
kepada Pengelola Hutan Pendidikan Gunung Walat, yang telah membantu selama
pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Bapak, Ibu,
Istri, Anak serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Oktober 2017

Alfian Fandi Nugroho


DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
1 PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 4
Manfaat Penelitian 4
Ruang Lingkup Penelitian 4
2 METODE 4
Lokasi Penelitian 4
Metode Pengumpulan Data 5
Tahapan Penelitian 6
3 HASIL DAN PEMBAHASAN 8
Kondisi Umum KHDTK HPGW 8
Kondisi Eksisting Pengelolaan HPGW 12
Content Analysis Pengelolaan KHDTK 19
Tantangan Pengelolaan KHDTK HPGW 21
Karakteristik Pengelolaan KHDTK 28
Kesenjangan Pengelolaan KHDTK dengan Aturan Perundangan 29
Referensi Pengelolaan Hutan Pendidikan 33
Solusi Permasalahan Pengelolaan KHDTK 38
4 SIMPULAN DAN SARAN 41
Simpulan 41
Saran 41
DAFTAR PUSTAKA 42
LAMPIRAN 46
RIWAYAT HIDUP 52
DAFTAR TABEL
KHDTK yang diberikan kepada Perguruan Tinggi 2
KHDTK yang diberikan kepada Perguruan Tinggi 3
Matrik sejarah pengelolaan HPGW 9
Sembilan amar keputusan didalam SK.188/Menhut-II/2005 10
Jumlah pengunjung KHDTK HPGW 18
Content analysis aturan kemitraan kehutanan oleh pengelola KHDTK 26
Kesenjangan (gap) peraturan dengan pengelolaan KHDTK HPGW 30
Peraturan yang harus dijalani dalam pengelolaan KHDTK 31
Perbandingan Pengelolaan HPGW dan Duke Forest 37

DAFTAR GAMBAR
Lokasi HPGW 5
Kerangka Pemikiran 6
Struktur Organisasi Pengelolaan HPGW 13
Kegiatan Pengelolaan HPGW 14
Produktivitas getah kopal 17
Alur pemberian IPHHBK oleh DPMPTSP Provinsi Jawa Barat 23
Alur penataausahaan Hasil Hutan Bukan Kayu 24

DAFTAR LAMPIRAN
Daftar KHDTK Penelitian dan pengembangan 47
Daftar KHDTK religi dan budaya atau KHDTK kebun raya 50
Daftar KHDTK Pendidikan dan Pelatihan 51
1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) merupakan kawasan


hutan yang ditetapkan oleh Pemerintah melalui Keputusan Menteri untuk
kepentingan umum seperti penelitian dan pengembangan, pendidikan dan latihan,
dan religi dan budaya dengan tidak mengubah fungsi pokok kawasan hutan.
KHDTK dapat diberikan kepada masyarakat hukum adat, lembaga pendidikan,
lembaga sosial dan keagamaan. Sampai saat ini sebanyak 67 KHDTK telah
diberikan kepada masyarakat hukum adat, lembaga pendidikan, lembaga sosial dan
keagamaan dengan 16 diantaranya diberikan kepada Perguruan Tinggi sebagai
sarana penyelenggaraan kegiatan pendidikan, penelitian dan pengembangan inovasi
kehutanan yang memadai (Tabel 1). KHDTK yang dikelola oleh Perguruan Tinggi
mempunyai nilai strategis dikarenakan berperan penting sebagai media
pembelajaran untuk berlangsungnya riset-riset dan inovasi kehutanan yang menjadi
sumber atau bahan pengambil keputusan pemerintah yang berbasis riset. Dalam
penelitian ini dilaksanakan studi kasus di Hutan Pendidikan Gunung Walat
(HPGW).
HPGW merupakan salah satu hutan pendidikan dengan luas 359 hektar yang
terletak di wilayah Kabupaten Sukabumi. HPGW telah dikelola oleh Fakultas
Kehutanan IPB sejak tahun 1969. Pada awal pengelolaan, kondisi kawasan HPGW
adalah hutan rawang yang dikelilingi oleh desa, kebun masyarakat dan kondisi
hutan yang tidak masuk dalam kelas perusahaan serta dalam keadaan terlantar
(HPGW 2009). Tahun 1980 seluruh kawasan HPGW telah selesai ditanami dan
terus tumbuh menjadi hutan yang lebat dengan penutupan hutan lebih dari 95%
dengan berbagai jenis pohon (HPGW 2014). Hal tersebut menjadikan pengelolaan
HPGW sebagai salah satu bukti keberhasilan dalam pengelolaan kawasan hutan di
Indonesia.
Sejak tahun 1969 HPGW mengalami beberapa perubahan kebijakan. Pada
tahun 1969, kebijakan Kepala Jawatan Kehutanan Daerah Tingkat I Jawa Barat No.
7041/IV/69 tertanggal 14 Oktober 1969 menetapkan Hutan Gunung Walat seluas
359 hektar ditunjuk sebagai Hutan Pendidikan yang pengelolaannya diserahkan
kepada IPB. Kemudian pada tahun 1973 keluar kebijakan Menteri Pertanian nomor:
008/Kpts/DJ/I/73 tentang penunjukan komplek Hutan Gunung Walat menjadi
Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW). Pengelolaan kawasan hutan Gunung
Walat seluas 359 hektar dilaksanakan oleh IPB dengan status hak pakai sebagai
hutan pendidikan dan dikelola Unit Kebun Percobaan IPB dengan jangka waktu 20
tahun. Pada tahun 1992, kebijakan Menteri Kehutanan melalui SK 687/Kpts-
II/1992 tentang Penunjukan Komplek Hutan Gunung Walat Sebagai Hutan
Pendidikan, pengelolaan kawasan Hutan Gunung Walat sebagai Hutan Pendidikan
dilaksanakan bersama antara Fakultas Kehutanan IPB dan Pusat Pendidikan dan
Pelatihan Kehutanan/Balai Latihan Kehutanan (BLK) Bogor. Kemudian pada tahun
2005, status hukum kawasan HPGW pada tahun 2005 dikuatkan oleh
diterbitkannya SK Menhut No. 188/Menhut – II/2005, yang menetapkan fungsi
hutan kawasan HPGW sebagai Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK)
dan pengelolaanya diserahkan kepada Fakultas Kehutanan IPB dengan tujuan
2

khusus sebagai Hutan Pendidikan dengan jangka waktu 20 tahun. Kemudian pada
tahun 2009 melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan nomor SK.
702/MENHUT-II/2009 tentang perubahan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor:
SK. 188/Menhut-II/2005 yang mencakup perubahan administrasi kecamatan dan
penghapusan batas berlakunya SK.
Fakultas Kehutanan IPB sebagai pemegang mandat hak pengelolaan HPGW
dalam melaksanakan pengelolaan berpedoman pada Keputusan Dekan Fakultas
Kehutanan IPB Nomor: 35/I3.5/KP/2008 tentang Garis-Garis Besar Kebijakan
Pengelolaan Hutan Pendidikan Gunung Walat 2009-2020. Pengelolaan HPGW
bertujuan untuk fasilitasi media tridharma Perguruan Tinggi (pendidikan, penelitian,
dan pengabdian kepada masyarakat) bagi pengelolaan hutan lestari. Untuk
mencapai tujuan pengelolaan tersebut, berbagai kegiatan yang dilaksanakan
meliputi manajemen kawasan, manajemen hutan, dan penataan kelembagaan.
Kegiatan manajemen kawasan antara lain pemantapan status dan fungsi kawasan,
penataan kawasan dan pengamanan kawasan. Kegiatan Manajemen hutan meliputi
kelola produksi, kelola sosial, dan kelola lingkungan sebagai landasan fasilitas
program kegiatan tridharma Fakultas Kehutanan IPB. Kegiatan penataan
kelembagaan dilaksanakan dengan mengembangkan sistem manajemen HPGW,
menata dan membangun proses pembelajaran organisasi, mengambangkan sumber
daya manusia organisasi, menggali dan mengelola sumber pendanaan, membangun
dan mengelola sarana dan prasarana, mengembangkan dan mengelola kemitraan
dan jejaring HPGW dengan para pihak. Dalam melaksanakan pengelolaan tersebut,
Fakultas Kehutanan IPB membentuk Badan Pengelola HPGW yang terdiri dari
Badan Pengurus (BP-HPGW) dan Badan Pelaksana (BE-HPGW).
Saat ini landasan hukum pengelolaan KHDTK masih sangat terbatas. Hal ini
mengakibatkan kegiatan yang dilakukan dalam upaya pengelolaan KHDTK masih
sangat beragam dan sangat tergantung pada pemegang hak pengelola. Masih
terbatasnya peraturan tentang KHDTK menjadi alasan bahwa penelitian tentang
kebijakan pengelolaan KHDTK perlu untuk dilaksankan. Menurut Anderson (1983)
kebijakan merupakan serangkaian tindakan yang mempunyai tujuan tertentu yang
diikuti dan dilaksanakan oleh seorang pelaku atau sekelompok pelaku guna
memecahkan suatu masalah tertentu. Penelitian ini dilaksanakan dengan analisis
yang berorientasi pada permasalahan yang terdapat di lapangan dalam pengelolaan
KHDTK. Tahapan-tahapan yang dilaksanakan antara lain dengan penyusunan
agenda, formulasi kebijakan, dan adopsi kebijakan. Penyusunan agenda
dilaksanakan dengan memilih masalah-masalah yang akan menjadi prioritas untuk
dibahas. Formulasi kebijakan dilaksanakan dengan dengan menentukan masalah
yang merupakan masalah yang benar-benar layak dijadikan fokus pembahasan.
Sedangkan adopsi kebijakan dilaksanakan dengan pemilihan alternatif solusi yang
ditawarkan sebagai solusi atas permasalahan. Danim (2005) menyatakan bahwa
proses penelitian kebijakan pada hakikatnya merupakan penelitian yang
dimaksudkan guna melahirkan rekomendasi untuk pembuat kebijakan dalam
rangka pemecahan permasalahan. Penelitian ini diharapkan menghasilkan
rekomendasi yang mungkin diperlukan pembuat kebijakan dalam rangka
pemberian solusi terhadap masalah-masalah pengelolaan KHDTK.
3

Tabel 1 KHDTK yang diberikan kepada Perguruan Tinggi

No. Nama KHDTK No SK Menteri LHK Pengelola KHDTK

1. Hutan Pendidikan dan SK.425/Menlhk/Setjen/ Universitas


Pelatihan Muhammadiyah PLA.0/6/2016 Muhammadiyah
Bengkulu Bengkulu
2. Hutan Pendidikan Gunung SK.162/Menhut-II/2013 Perhutani Unit III dan
Geulis Institut Teknologi
Bandung
3. Hutan Pendidikan dan SK. 188/MENHUT- Fakultas Kehutanan
Latihan Gunung Walat II/2005 jo. SK. Institut
702/MENHUT-II/2009
4. Hutan Pendidikan dan SK.632/Menlhk/Setjen/ Universitas Gajah
Pelatihan (Universitas Gadjah PLA.0/8/2016 Mada
Mada)
5. Hutan Pendidikan dan SK.493/Menlhk- Universitas Gajah
Pelatihan Wanagama I Setjen/2015 Mada
6. Hutan Pendidikan (Karang SK.676/Menlhk- Universitas Brawijaya
Ploso - Universitas Setjen/2015
Brawijaya)
7. Hutan Pendidikan dan SK.405/Menlhk/Setjen/ Universitas
Pelatihan Universitas PLA.0/6/2016 Muhammadiyah
Muhammadiyah Mataram Mataram
8. Hutan Penelitian Universitas SK.392/Menhut-II/2004 Universitas Mataram
Mataram
9. Hutan Pendidikan dan SK.656/Menlhk/Setjen/ Universitas
Pelatihan (Universitas PLA.0/8/2016 Tanjungpura
10. Hutan Pendidikan SK.611/Menhut-II/2014 Pemda Kota Palangka
(Universitas Muhammadiyah Raya dan Universitas
Palangka Raya) Muhammadiyah
Palangka Raya
11. Hutan Pendidikan dan SK.900/Menlhk/Setjen/ Universitas Lambung
Pelatihan (Universitas PLA.0/12/2016 Mangkurat
Lambung Mangkurat)
12. Hutan Penelitian dan SK.160/Menhut-II/2004 Universitas
Pendidikan Universitas Mulawarman
Mulawarman
13. Hutan Pendidikan dan SK.661/Menlhk/Setjen/ Universitas Tandulako
Pelatihan (Universitas PLA.0/8/2016
Tandulako)
14. Hutan Pendidikan Universitas SK.260/Menhut-II/2011 Universitas
Muhammadiyah Palu Muhammadiyah Palu
15. Hutan Pendidikan Universitas SK.86/Menhut-II/2004 Universitas
Hasanuddin Hasanuddin
16. Hutan Pendidikan Gorontalo SK.201/Menhut-II/2004 Universitas Gorontalo
17. Hutan Pendidikan dan SK.656/Menlhk/Setjen/ Universitas
Pelatihan (Universitas PLA.0/8/2016 Tanjungpura
Tanjungpura)
4

Tujuan Penelitian

Tujuan Penelitian ini antara lain sebagai berikut:


1. Mengidentifikasi karakteristik pengelolaan KHDTK oleh Perguruan Tinggi,
2. Menganalisis kesenjangan (gap) peraturan perundang-undangan dengan
pengelolaan KHDTK,
3. Merumuskan konsep solusi pengelolaan KHDTK oleh Perguruan Tinggi.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi pihak yang


berkepentingan antara lain:
1. Bagi Pengelola, menjadikan penelitian ini sebagai masukan untuk pengelolaan
KHDTK kedepannya.
2. Pagi Pemerintah, penelitian ini dapat dijadikan sebagai masukan dalam
penyusunan/ penyempurnaan peraturan teknis terkait pengelolaan KHDTK
3. Bagi Penulis, penelitian ini dapat dijadikan sarana belajar memahami
pengelolaan KHDTK yang berkelanjutan.
4. Bagi Pembaca, penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai model
pengelolaan di HPGW.

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini meliputi kegiatan pengelolaan yang


dilaksanakan oleh KHDTK HPGW serta potensi pemanfaatan yang dapat
diusahakan. Peraturan perundangan yang dianalisis meliputi Undang-undang
sampai ke Keputusan Menteri.

2 METODE

Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Hutan Pendidikan Gunung Walat Fakultas


Kehutanan Institut Pertanian Bogor (HPGW). Secara geografis HPGW berada pada
106°48'27''BT sampai 106°50'29''BT dan 6°54'23''LS sampai -6°55'35''LS dengan
luas 359 ha. Lokasi HPGW dilihat pada Gambar 1. Secara administrasi
pemerintahan, HPGW terletak di wilayah Kecamatan Cibadak dan Kecamatan
Cicantayam, Kabupaten Sukabumi. Sedangkan secara administrasi kehutanan
termasuk dalam wilayah Dinas Kehutanan Kabupaten Sukabumi. Batas langsung
kawasan HPGW antara lain sebagai berikut:
a. Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Batununggal dan Desa Sekarwangi
b. Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Cicantayam dan Desa Cijati
c. Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Hagermanah
d. Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Hagermanah
5

HPGW terletak lebih kurang 2,5 km ke arah selatan dari poros jalan Bogor-
Sukabumi yang berjarak ± 55 km dari Bogor dan 15 km dari Sukabumi, dan jarak
dari Ibukota Jakarta sekitar 115 km.

Hutan Pendidikan
Gunung Walat

Gambar 1 Lokasi HPGW

Metode Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data primer dan data
sekunder. Data primer yang digunakan dalam penelitian ini meliputi observasi
lapangan dan wawancara terhadap pengelola HPGW. Teknik wawancara yang
dilakukan adalah dengan indepth interview (wawancara mendalam). Boyce dan
Neale (2006) menyatakan bahwa wawancara mendalam merupakan teknik
penelitian kualitatif dengan melakukan wawancara kepada individu secara intensif
dengan jumlah responden yang kecil untuk mengeksplorasi perspektif individu
pada khususnya mengenai ide, program dan situasi untuk mengetahui informasi
rinci mengenai pemikiran dan perilaku seseorang atau ingin mengeksplorasi isu-isu
baru secara mendalam. Data sekunder dalam penelitian ini antara lain berupa:
peraturan perundang-undangan terkait pengelolaan KHDTK dan pemenfaatan
hutan, data dan informasi tentang kondisi HPGW serta dokumen lain yang
mendukung penelitian. Kerangka pemikiran penelitian disajikan pada Gambar 2.
6

Gambar 2 Kerangka Pemikiran

Tahapan Penelitian

Penelitian ini menggunakan dua tingkat analisis yaitu: (1) analisis deskriptif
kualitatif terhadap pengelolaan HPGW serta pengelolaah hutan pendidikan dari
dalam dan luar negeri, dan (2) Analisis isi (content analysis) peraturan perundangan
terkait dengan KHDTK. Dengan dua tahapan analisis tersebut diharapkan
kedudukan masalah kebijakan dapat terdefinisikan dengan jelas sehingga semua
proses dapat berjalan sebagai proses yang runtut dan sistematis dalam rangka
mendukung kebijakan yang bertujuan untuk mengatasi masalah yang ada.
1. Kondisi Eksisting dan Hambatan Pengelolaan KHDTK HPGW
Kondisi eksisting pengelolaan KHDTK HPGW diketahui dengan
mengguanakan in-depth interview, observasi, dan dokumen terkait pengelolaan
KHDTK HPGW. Wawancara mendalam yaitu teknik penelitian kualitatif dengan
melakukan wawancara kepada individu secara intensif dengan jumlah responden
yang kecil untuk mekeksplorasi perspektif individu pada khususnya mengenai ide,
program dan situasi untuk mengetahui informasi rinci mengenai pemikiran dan
perilaku seseorang atau ingin mengeksplorasi isu-isu baru secara mendalam (Boyce
dan Neale 2006). Teknik mengolah data kualitatif yang dilaksanakan menggunakan
deskriptif kualitatif untuk dapat menggambarkan berbagai karakteristik kegiatan
pemanfaatan yang dilaksanakan meliputi aspek sosial, ekonomi, dan ekologi.
2. Peraturan Perundang-undangan Pengelolaan KHDTK
Peraturan perundang-undangan pengelolaan KHDTK dianalisis
menggunakan content analysis. Peraturan pengelolaan KHDTK yang dianalisis
menggunakan content analysis antara lain:
- Undang-Undang 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan,
- PP Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana
Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan, dan
- PP Nomor 12 Tahun 2010 tentang Penelitian dan Pengembangan serta
Pendidikan dan Pelatihan Kehutanan.
7

Selain peraturan tentang pengelolaan KHDTK, terdapat beberapa aturan


pemanfaatan hutan yang dianalisis menggunakan content analysis yaitu:
- Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor
P.83/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2016 tentang Perhutanan Sosial,
- Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor
P.50/Menlhk/Setjen/Kum.1/6/2016 tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan
Hutan,
- Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan,
- Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor:
P.32/MenLHK/Setjen/Kum.1/3/2016 tentang Pengendalian Kebakaran Hutan,
- Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor:
P.54/MenLHK/Setjen/Kum.1/6/2016 tentang Tata Cara Pemberian dan
Perpanjangan Izin Pemungutan Hasil Hutan Kayu atau Hasil Hutan Bukan
Kayu pada Hutan Negara,
- Peraturan Direktur Jenderal Pengelolaan Hutan Produksi Lestari Nomor
SE.15/PHPL/Jasling/HPL.2/9/2016 tentang Pemanfaatan dan Penatausahaan
HHBK pada IUPHHK-HA/HTI/RE, KPHP, KPHP, KPHL dan KHDTK,
- Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.91/Menhut-II/2014 tentang
penatausahaan hasil hutan bukan kayu yang berasal dari hutan negara,
- Peraturan Direktur Jenderal Bina Usaha Kehutanan Bina Usaha Kehutanan
Nomor: P.15/VI-BIKPHH/2014 tentang Penatausahaan Hasil Hutan Bukan
Kayu yang Berasal dari Hutan Negara,
- Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor
P.31/MenLHK/Setjen/Kum.1/3/2015 tentang Pedoman Kegiatan Usaha
Pemanfaatan Jasa Lingkungan Wisata Alam pada Hutan Produksi.
Dengan melakukan analisis terhadap peraturan pemanfaatan hutan dapat diketahui
tahapan perizinan yang harus dilalui pengelola KHDTK Pendidikan dalam upaya
pemanfaatan hutan.
Content analysis merupakan metoda penelitian yang digunakan untuk
menganalisis dokumen tertulis seperti laporan, surat, transkrip wawancara dan
bentuk tertulis lainnya (Henderson 1991 dan Krippendorff 1980, diacu dalam
Pratiwi 2008). Content analysis adalah metode penelitian yang fleksibel yang dapat
diterapkan untuk banyak persoalan didalam informasi penelitian, baik sebagai
metode yang berdiri sendiri maupun bersama dengan metode lain (Mash dan White
2006). Jenis data yang dikumpulkan berdasarkan metoda analisis ini adalah kata,
kalimat, paragraf, sub-bagian, bagian dan buku (Borg et al. 1989 dan Henderson
1991, diacu dalam Pratiwi 2008).
Teknik analisis ini memiliki kelebihan karena sifatnya yang unobtrusive
(tidak langsung dan tidak mengganggu obyek yang diteliti), ekonomis, dapat
direplikasi serta tidak dibatasi oleh ruang dan waktu. Namun demikian kelemahan
dari metode ini diantaranya adalah sumber data yang terdokumentasi terbatas, dan
sulit menentukan validitas jika ada ketidaksepakatan antar penguji (Fraenkel et al.
1996; Pratiwi 2000).
Data – data yang diperoleh kemudian diolah menggunakan deskriptif
kualitatif untuk menggambarkan data yang diberikan maupun teridentifikasi dari
dokumen (content analysis). Analisis deskriptif kualitatif dilakukan dengan cara
melalukan analisis terhadap data yang telah diperoleh kemudian dianalisis secara
8

kualitatif, yaitu dengan mengkaji, memaparkan, menelaah, dan menjelaskan secara


narasi data-data yang diperoleh mengenai pengelolaan HPGW.
3. Referensi Pengelolaan Hutan Pendidikan
Referensi pengelolaan hutan pendidikan dari dalam dan luar negeri antara
lain Land Management Grant College Institut Pertanian Bogor (LMGC IPB), Duke
Forest, University of Tokyo Forest (UTF), dan Maejo University Farm diperoleh
melalui studi literatur. Tahapan ini bertujuan untuk menggambarkan berbagai
kegiatan pengelolaan hutan pendidikan yang telah dilaksanakan.
4. Analisis Gaps
Analisis gaps dilakukan dengan membandingkan pengelolaan KHDTK
dengan peraturan perundangan yang telah ada. Berdasarkan gaps yang ada
kemudian disusun konsep solusi kebijakan pengelolaan KHDTK berdasarkan
berbagai alternatif pengelolaan hutan pendidikan yang telah berhasil dalam
pengelolaannya.

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum KHDTK HPGW

Sejarah Pengelolaan HPGW


Pengelolaan HPGW tidak terlepas dari sejarah masa lalu. HPGW telah
melewati tiga masa pengelolaan, yaitu pada jaman Belanda, pada jaman dikelola
oleh pemerintah dan masa dikelola oleh IPB. Masa kolonial Belanda, pengelolaan
Gunung Walat dilakukan sebelum kemerdekaan Indonesia tahun 1945. Tahun 1925
pemerintah kolonial Belanda melakukan penutupan areal Gunung Walat yang
sebelumnya digarap oleh masyarakat sebagai kompensasi tenaga untuk
pembangunan jalan. Pada tahun 1940 masyarakat meminta izin kembali untuk
menggarap areal tersebut hingga ditutup kembali pada tahun 1946 (Rohilah 2003).
Setelah kemerdekaan Indonesia, pengelolaan Gunung Walat dilakukan oleh
pemerintah Indonesia melalui Direktorat Jenderal Kehutanan. Masyarakat mulai
membuka lahan pada tahun 1960 untuk menanam jati. Namun pada
perkembangannya, pohon banyak dirusak oleh masyarakat. Pada tahun 1967,
Fakultas Kehutanan IPB mulai melakukan penjajakan kerjasama dengan Pemda
Tingkat I Jawa Barat dan Dirjen Kehutanan Kementerian Pertanian hingga ditunjuk
sebagai Hutan Pendidikan melalui Surat Keputusan (SK) Kepala Jawatan
Kehutanan Provinsi Jawa Barat Tanggal 14 Oktober 1969 No. 7041/IV/69. Dalam
SK tersebut, kegiatan pengelolaan, pengamanan, dan segala sesuatu yang
menyangkut kawasan tersebut merupakan tanggung jawab Fakultas Kehutanan IPB
(Febriani 2003). Pengelolaan HPGW oleh Fakultas Kehutanan mengalami beberapa
perubahan kebijakan (SK) yang dapat dilihat pada matrik Tabel 2.
Dalam SK Daerah Tingkat I Jawa Barat No. 7041/IV/69 Fakultas Kehutanan
IPB memperoleh hak pakai HPGW dengan tidak ada batas waktu. Dalam
pelaksanaan hak pakai, HPGW tidak diperkenankan melakukan kegiatan
penebangan kayu. Pertanggungjawaban pemanfaatan hutan (termasuk penebangan,
apabila diperlukan) adalah dari Fakultas Kehutanan IPB kepada KKPH Sukabumi.
Pembangunan sarana prasarana hutan pendidikan Gunung Walat melalui 2 DIP
9

(Daftar Isian Proyek) Pelita dari Direktorat Jenderal Kehutanan-Departemen


Pertanian RI dan dari Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI (Hero 2012).
Tabel 2 Matrik sejarah pengelolaan HPGW

Tahun Milestone Pengelolaan HPGW


1969 : SK Kepala Jawatan Kehutanan Tingkat I Jawa Barat No.
7041/IV/69 yang menyatakan bahwa Hutan Gunung Walat
seluas 359 Ha ditunjuk sebagi Hutan Pendidikan yang
pengelolaannya diserahkan kepada IPB
1973 : SK Menteri Pertanian No. 008/Kpts/DJ/I/73 tentang penunjukan
komplek Hutan Gunung Walat menjadi Hutan Pendidikan
Gunung Walat (HPGW) dengan pengelolaan dilaksanakan oleh
IPB dengan status hak pakai sebagai hutan pendidikan dan
dikelola oleh Unit Kebun Percobaan IPB dengan jangka waktu
20 tahun (HPGW 2009)
1992-1995 : SK Menhut No. 678/Kpts-II/1992 tentang pengelolaan kawasan
Hutan Gunung Walat sebagai Hutan Pendidikan dilaksanakan
bersama antara Fakultas Kehutanan IPB dan Pusat Pendidikan
dan Pelatihan Kehutanan/Balai Latihan Kehutanan (BLK)
Bogor.
2005 : SK Menhut No. 188/Menhut-II/2005 tentang penunjukan dan
penetapan Kawasan Hutan Produksi Terbatas Komplek HPGW
seluas 359 hektar sebagai Kawasan Hutan Dengan Tujuan
Khusus (KHDTK) untuk Pendidikan dan Latihan Fakultas
Kehutanan IPB untuk jangka waktu 20 tahun terhitung tanggal
24 Januari 1993.
2009 : SK Menhut No. 702/Menhut-II/2009 tentang pengelolaan
HPGW seluas 359 Ha kepada Fakultas Kehutanan IPB hingga
tak terbatas waktu.

Setelah keluar SK Menteri Pertanian tahun 1973, secara yuridis HPGW


dikelola oleh Unit Kebun Percobaan IPB. Namun kondisi di lapangan pengelolaan
dilaksanakan sepenuhnya oleh Fakultas Kehutanan IPB. Dana perawatan bangunan
Gunung Walat dititipkan dalam anggaran KPH Sukabumi sejak tahun 1972.
Kemudian untuk dana pemeliharaan rutin bangunan hutan Gunung Walat
dianggarkan dari DIP Departemen Kehutanan sampai tahun 1998, sedangkan untuk
kegiatan penelitian dilakukan melalui mekanisme pengusulan proposal dari
Gunung Walat kepada Departemen Kehutanan.
Tahun 1992 melalui SK Menhut No. 678/Kpts-II/1992, pengelolaan HPGW
dikelola oleh Fakultas Kehutanan IPB dan Pusat Pendidikan dan Pelatihan
Kehutanan/Balai Latihan Kehutanan (BLK) Bogor. Permasalahan pengelolaan
yang dilakukan secara bersama-sama adalah terjadinya dualisme lembaga
pengelola, dimana Fakultas Kehutanan IPB menangani kegiatan rutin pendidikan
dan penelitian sementara BLK Bogor menangani kegiatan proyek pembangunan
dan rehabilitasi sarana dan prasarana HPGW (Hero 2012). Kegiatan pengelolaan
yang dilakukan bersama-sama telah mempersempit ruang gerak Fakultas
Kehutanan IPB untuk mencari sumber daya pengembangan HPGW, khususnya
10

untuk mengatasi masalah kekurangan dana dan juga kekurangan tenaga kerja
HPGW.
Tabel 3 Sembilan amar keputusan yang terdapat didalam SK.188/Menhut-II/2005

Amar Penatapan
Pertama Menunjuk dan menetapkan kawasan hutan produksi terbatas
komplek hutan Gunung Walat seluas 359 (tiga ratus lima puluh
Sembilan) hektar di kecamatan Cibadak, kabupaten Sukabumi,
Provinsi Jawa Barat, sebagai Kawasan Hutan Dengan Tujuan
Khusus untuk pendidikan dan latihan Gunung Walat Fakultas
Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
Kedua Batasan kawasan HPGW tergambar dalam lampiran SK.
Ketiga Menunjuk Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor sebagai
Pengelola Kawasan Hutan dengan Tujuan Khusus untuk Hutan
Pendidikan dan Latihan Gunung Walat Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor.
Keempat Pusat Pendidikan dan Latihan Kehutanan dapat memanfaatkan
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor untuk kepentingan
pendidikan dan latihan, penelitian dan pengembangan.
Kelima Dalam rangka pengelolaan Kawasan Hutan Dengan Tujuan
Khusus oleh Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor dan
pemanfaatan oleh Pusat Pendidikan dan Latihan Kehutanan
dilakukan dengan cara kerjasama.
Keenam Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor wajib mematuhi
peraturan perundangan yang berlaku yang berkaitan dengan
Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus, dan berkewajiban untuk
memelihara, mengamankan batas – batas kawasan hutan yang
telah dibuat, serta asset lainnya yang terdapat dalam Komplek
Hutan Pendidikan dan Latihan Gunung Walat Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor.
Ketujuh Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor tidak diperbolehkan
memindahkan hak pengelolaan kepada pihak lain.
Kedelapan Hak pengelolaan atas Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus
untuk Hutan Pendidikan dan Latihan Gunung Walat Fakultas
Kehutanan Institut Pertanian Bogor diberikan untuk jangka waktu
20 tahun terhitung sejak tanggal 24 Januari 1993.
Kesembilan Keputusan berlaku sejak tanggal ditetapkan (Jakarta, 8 Juli 2005).

Pengelolaan KHDTK HPGW oleh Fakultas Kehutanan IPB saat ini


ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: SK.188/Menhut-
II/2005 jo SK. 702/Menhut-II/2009. Terdapat Sembilan amar keputusan yang
terdapat didalam SK.188/Menhut-II/2005 yang disajikan dalam Tabel 3. Kemudian
pada tahun 2009 keluar Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: SK. 702/Menhut-
II/2009 tentang perubahan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: SK.
188/Menhut-II/2005 Tanggal 8 Juli 2005 tentang penunjukan dan penetapan
kawasan hutan produksi terbatas komplek hutan Gunung Walat seluas 359 ha di
kecamatan Cibadak, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat sebagai Kawasan
11

Hutan dengan Tujuan Khusus untuk hutan pendidikan dan latihan Gunung Walat
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Terdapat beberapa perubahan yang
terdapat dalam SK. 702/Menhut-II/2009 antara lain cakupan administrasi
kecamatan (Kecamatan Cibadak dan Kecamatan Cicantayam) dan penghapusan
batas berlakunya SK KHDTK selama 20 tahun.

Kondisi Kawasan HPGW


HPGW terletak pada ketinggian 460-726 m dpl. Gunung Walat merupakan
sebagian dari pegunungan yang berderet dari timur ke barat. Bagian selatan
merupakan daerah yang bergelombang mengikuti punggung-punggung bukit yang
memanjang dan melandai dari utara ke selatan. Hampir seluruh kawasan berada
pada ketinggian 500 m dpl, hanya kurang 10 % dari bagian selatan yang berada di
bawah ketinggian tersebut.
Klasifikasi iklim KHDTK HPGW menurut Schmidt dan Ferguson termasuk
tipe B (14,3 – 33,3%), dengan nilai Q= 14,33 – 33% dan banyaknya curah hujan
tahunan berkisar dari antara 1600 – 4400 mm. Suhu udara maksimum di siang hari
290 C dan minimum 190 C di malam hari (HPGW 2009). Tanah HPGW adalah
kompleks dari podsolik, latosol dan litosol dari batu endapan dan bekuan daerah
bukit, sedangkan bagian di Barat daya terdapat areal peralihan dengan jenis batuan
karst, sehingga di wilayah tersebut terbentuk beberapa gua alam karst (gamping).
Kawasan HPGW masuk kedalam sistem pengelolaan DAS Cimandiri. Beberapa
anak sungai yang mengalir didalam kawasan HPGW antara lain: Anak Sungai
Cipeureu, Citangkalak, Cikabayan, Cikatomas dan Legok Pusar. HPGW
memberikan sumber mata air yang bersih bagi masyarakat sekitar terutama bagi
kawasan HPGW bagian selatan yang mengalir sepanjang tahun.
Menurut Kosmaryandi (2015) KHDTK HPGW telah berkembang menjadi
habitat berbagai jenis satwa liar dari kelas-kelas mamalia, reptil, aves dan amphibia.
Didalam kawasan, terdapat jenis satwaliar penting yang merupakan jenis endemik,
dilindungi ataupun diatur pemanfaatannya oleh CITES antara lain kukang jawa
(Nycticebus javanicus) yang masuk kedalam Appendiks I CITES, trenggiling
(Manis javenica) Appendiks I CITES, dan kupu raja (Troides Helena) masuk
kedalam Appendiks II CITES.
Pada tahun 1980, Seluruh wilayah HPGW telah berhasil ditanami berbagai
jenis tanaman, yaitu damar (Agathis lorantifolia), pinus (Pinus merkusii), puspa
(Schima wallichii), kayu afrika (Maesopsis eminii), mahoni (Swietenia
macrophylla), rasamala (Altingia excelsa), Dalbergia latifolia, Gliricidae sp,
Paraserianthes falcataria, Shorea sp, dan Acacia mangium. Sampai saat ini, sekitar
95% kawasan HPGW telah tertutup oleh tegakan hutan. Hal ini sangat berbeda jauh
apabila dibandingkan dengan tahun 1982 yaitu sebelum dilakukan penanaman oleh
IPB.

Potensi HPGW
Potensi tegakan di KHDTK HPGW diperkirakan ± 10.855 m3 kayu damar,
9.471 m3 kayu pinus, 464 m3 puspa, 132 m3 sengon, dan 88 m3 kayu mahoni. Pohon
damar dan pinus juga menghasilkan getah kopal dan getah pinus (HPGW 2017). Di
KHDTK HPGW juga ditemukan lebih dari 100 pohon plus damar, pinus,
maesopsis/kayu afrika sebagai sumber benih dan bibit unggul.
12

Hutan berperan penting dalam dalam penurunan emisi gas rumah kaca
dikarenakan hutan mampu memfiksasi karbon dan menyimpannya di dalam
vegetasi sebagai carbon sink. Vegetasi hutan mempunyai kemampuan untuk
menyerap CO2 melalui proses fotosintesis. Hasil fotosintesis tersebut umumnya
disimpan dalam bentuk biomassa akar, batang, cabang, dan ranting (Salisbury &
Ross 1992 diacu dalam Salim 2005) yang menjadikan vegetasi hutan tumbuh
semakin besar dan semakin tinggi. Menurut Selviana (2012) potensi stratifikasi
memiliki volume total sebesar 142.832,56 m3 dengan cadangan karbon total sebesar
34.085,51 ton sedangkan stratifikasi berdasarkan jenisvegetasi memiliki total
volume 142.416,26 m3, total biomasa 72.522,35 ton, dan total cadangan carbon
sebesar 34.085,51 ton.
Roslinda (2002) menyatakan bahwa nilai manfaat kegunaan (use value)
KHDTK HPGW sebesar Rp 18.313.096.503/ tahun yang terdiri dari manfaat
langsung (direct use-value) sebesar Rp 14.095.478.343/ tahun dan manfaat tidak
langsung (indirect use-value) sebesar Rp 4.217.618.160/ tahun. Selanjutnya
Idirianto (2012) berdasarkan hasil penelitiannya diperoleh nilai ekonomi total
HPGW adalah Rp 56.888.815.670/ tahun, yang terdiri dari nilai ekonomi langsung
sebesar Rp 16.130.382.510/ tahun, nilai ekonomi manfaat tidak langsung sebesar
Rp 4.217.618.160/ tahun, nilai ekonomi manfaat keberadaan Rp
36.318.235.000/tahun, dan nilai ekonomi manfaat warisan Rp 222.580.000/ tahun.
Berdasarkan penelitian tersebut dapat diketahui bahwa keberadaan KHDTK
HPGW mempunyai nilai penting yang perlu dijaga kelestariannya.

Kondisi Eksisting Pengelolaan HPGW

Kondisi eksisting pengelolaan HPGW diperoleh dari observasi maupun


dokumen terkait pengelolaan HPGW. Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan
Republik Indonesia Nomor: SK.188/Menhut-II/2005 jo Keputusan Menteri
Kehutanan Nomor: SK.702/Kpts-II/2009 tentang Perubahan Keputusan Menteri
Kehutanan Nomor: SK.188/Menhut-II/2005, hak pengelolaan KHDTK HPGW
diberikan kepada Fakultas Kehutanan IPB. Untuk mengelola kawasan tersebut
Fakultas Kehutanan IPB menyusun Garis – Garis Besar Kebijakan Pengelolaan
HPGW 2009-2020 sebagai arahan bagi pengelola dalam mencapai tujuan
pengelolaan kawasan hutan produksi terbatas sebagai KHDTK untuk hutan
pendidikan dan latihan Gunung Walat Fakultas Kehutanan IPB. Dalam rangka
melaksanakan tugas tersebut, Fakultas Kehutanan IPB dalam melaksanakan tugas
tersebut membentuk Badan Pengelola KHDTK HPGW yang terdiri dari Badan
Pengurus (BP-HPGW) dan Badan Pelaksana (BE-HPGW). BP-HPGW merupakan
badan yang mewakili Fakultas Kehutanan IPB dalam melaksanakan
penyelenggaraan pengelolaan, pembinaan, pengawasan, pengembangan HPGW
dan jejaring kerja HPGW serta bertanggungjawab atas kinerja pengelolaan HPGW
kepada Fakultas Kehutanan IPB. BE-HPGW merupakan badan pelaksana
pengelolaan HPGW yang dipimpin oleh seorang Direktur. Struktur organisasi
Badan Pengelola HPGW disajikan dalam Gambar 3.
Berdasarkan keputusan Dekan Fakultas Kehutanan IPB, Lembaga pengelola
HPGW ditetapkan sebagai organisasi manajemen professional yang bersifat nirlaba
yang dibentuk dan bertanggungjawab kepada Fakultas Kehutanan IPB sebagai
bagian dari pertanggungjawaban Fakultas Kehutanan IPB sebagai pemegang
13

amanah pengelolaan KHDTK. Sumber daya manusia KHDTK HPGW terdiri dari
Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan pegawai kontrak. Disamping personalia tetap,
pengelolaan HPGW juga didukung oleh tenaga outsourcing yang berasal dari staf
pendidik Fakultas Kehutanan IPB, mahasiswa maupun alumni IPB, terutama dalam
penyelenggaraan kegiatan tertentu, seperti kegiatan outbound, pendidikan dan
ekowisata, serta bidang administrasi keuangan. Untuk pengembangan Sumber
Daya Manusia berbagai upaya dilakukan oleh pengelola antara lain dengan
mengundang motivator, mengikuti berbagai diklat, dan studi banding (HPGW
2017).

Gambar 3 Struktur Organisasi Pengelolaan HPGW


Untuk mewujudkan HPGW sebagai media implementasi tridharma perguruan
tinggi Fakultas Kehutanan IPB bertaraf internasional bagi pengelolaan hutan lestari,
Badan Pengelola HPGW melaksanakan berbagai aktivitas pengelolaan antara lain:
pembinaan lingkungan, pengelolaan sumber daya hutan, pelayanan tridharma, dan
manajemen dan keuangan (Gambar 4). Dalam upaya memenuhi kegiatan
operasional pengelolaan KHDTK, upaya pendanaan yang dilakukan diperoleh dari
penerimaan atas pemanfaatan sumber daya hutan berupa barang (terutama hasil
hutan non kayu) dan jasa lingkungan, penerimaan atas jasa pelayanan
penyelenggaraan tridharma, penerimaan atas kerjasama kemitraan usaha, serta
penerimaan donasi berupa pendanaan strategis dari pemerintah atau pemerintah
daerah dan komitmen pendanaan dari pihak ketiga yang tidak mengikat. Dengan
melaksanakan berbagai aktivitas pengelolaan tersebut diharapkan pengelolaan
hutan lestari di kawasan HPGW serta penyelenggaraan pola pemanfaatan
pendidikan dan penelitian IPTEK pengelolaan hutan dan lingkungan dapat terwujud
14

serta dapat membangun kemitraan antara HPGW dengan para pihak sebagai wujud
nyata pengabdian kepada masyarakat untuk pengelolaan hutan lestari.

Gambar 4 Kegiatan Pengelolaan HPGW

Bidang Pembinaan Lingkungan


Kegiatan pembinaan lingkungan merupakan wujud sumbangsih KHDTK
HPGW kepada masyarakat. Kegiatan pembinaan lingkungan dibagi dalam tiga
kegiatan antara lain: akses masyarakat dalam pemanfaatan sumber daya hutan,
agroforestri, dan pemanfaatan sumber daya air. Akses masyarakat terhadap
pemanfaatan hutan meliputi pelibatan masyarakat dalam penyadapan getah,
pemanfaatan kayu bakar dan pakan ternak, serta tenaga harian penanaman dan
pemeliharaan tanaman kerjasama. Kayu yang dimanfaatkan oleh masyarakat sesuai
dengan aturan dan kesepakatan yang telah ditetapkan, yaitu berasal dari dahan dan
ranting kering. Jumlah keterlibatan masyarakat dalam penyadapan getah adalah
sebanyak 28 orang untuk penyadap pinus dan 14 orang untuk penyadap kopal.
Menurut Budiyanto dalam Adirianto (2012), konsumsi kayu bakar tidak hanya
dikonsumsi oleh rumah tangga tetapi industri rumah tangga juga menggunakan
15

kayu bakar dalam melakukan produksi seperti industri gula aren, tape, arang, dan
batu bata. Konsumsi kayu bakar rumah tangga di desa sekitar HPGW sebesar
110,5706 m3/bulan (Adirianto 2012). Lebih lanjut Adirianto (2012) dalam
penelitiannya menyatakan bahwa nilai kayu bakar yang didapatkan sebesar Rp
106.147.776/tahun.
Jumlah petani agroforestri di HPGW saat ini sejumlah 12 KK dengan luas
total 5,58 ha. Jumlah tersebut jauh berkurang apabila dibandingkan pada tahun 2006
yaitu sejumlah 148 KK dengan luas total 44,4 ha (Jamil 2016). Hal tersebut
dikarenakan kebijakan pengelola yang saat ini dengan melakukan pembinaan
kepada masyarakat sekitar untuk melakukan kegiatan agroforestri diluar kawasan
HPGW. Terdapat 3 pola agroforestri berdasarkan jenis tanaman pertanian yang
ditanam dengan 8 kombinasi tanaman pertanian. Pola agroforestri dengan jenis
tanaman pertanian berupa kopi dan kapolaga merupakan pola yang paling banyak
diterapkan oleh petani agroforestri di HPGW. Menurut penelitian Jamil (2016),
kegiatan agroforestri berkontribusi terhadap ekonomi petani penggarap sebesar
13.04% yang berarti mempunyai peran yang cukup dalam kehidupan petani
penggarap agroforestri.
KHDTK HPGW memiliki sumber air bersih yang mengalir sepanjang tahun
dan memiliki nilai penting bagi masyarakat sekitarnya antara lain anak sungai
Cipereu, Citangkalak, Cikabayan, Cikatomas, dan Legok Pusar. Roslinda (2002)
menyatakan bahwa masyarakat sekitar HPGW memanfaatkan air dari sumber
HPGW untuk kegiatan rumah tangga seperti memasak, mandi, cuci, dan kakus.
Selain itu masyarakat juga menggunakan untuk pertanian. Menurut Hutapea (2011)
rata-rata debit air di HPGW khususnya di Sub DAS Cipeureu sebesar 2,96 mm/hari
dan Sub DAS Cibadak sebesar 5,66 mm/hari.
Masyarakat sekitar HPGW memanfaatkan sumber air dengan cara membuat
bak penampungan dan disalurkan dengan memasang pipa paralon, bambu, dan
selang dari sumber air yang berada di dalam areal HPGW menuju bak
penampungan yang berada di perumahan warga dengan panjang total pipa 6.429 m.
Menurut Mutasodirin (2014) HPGW telah berkontribusi menyediakan air bersih
kepada masyarakat sekitar dengan potensi nilai ekonomi air yang terhitung dari
sumber air sebesar Rp 120.803.468/ bulan. Sedangkan nilai ekonomi air yang
terhitung dari konsumsi masyarakat sekitar sebesar Rp 5.584.480/bulan

Bidang Pembinaan Hutan


Kegiatan pembinaan hutan meliputi beberapa kegiatan seperti: pelaksanaan
program penanaman dan pemeliharaan tanaman serta program perlindungan hutan.
Program penanaman dan pemeliharaan hutan untuk kegiatan rehabilitasi
dilaksanakan melalui kerjasama dengan mitra menggunakan skema perdagangan
karbon secara sukarela (voluntary) untuk peningkatan serapan karbon dalam durasi
waktu tertentu. Skema kerjasama yang dilakukan adalah dengan menyediakan
lahan dan jasa dalam pengelolaan tegakan sedangkan mitra menyediakan dana
penanaman dan pemeliharaan selama jangka waktu tertentu.
Dalam periode tahun 2014-2016, program penanaman dan pemeliharaan
tanaman kerjasama dilaksanakan melalui kerjasama dengan Toso (Toso Company
Ltd dan Toso Indonesia), ConocoPhilips, NYK Group dan Forum Kolaborasi
Rimbawan Indonesia (FKRI). Kegiatan pemeliharaan tanaman dilakukan 2 kali per
16

tahun, yaitu berupa kegiatan pembersihan dari gulma (weeding), pemangkasan


(pruning), pemupukan dan penyulaman tanaman yang mati.
Penyelenggaraan program perlindungan hutan bertujuan untuk menjaga hutan,
kawasan hutan dan lingkungannya agar fungsi lindung, fungsi konservasi, dan
fungsi produksi tercapai secara optimal dan lestari. Program perlindungan hutan
yang dilaksanakan pengelola HPGW antara lain perlindungan terhadap kesehatan
tegakan, perlindungan terhadap kebakaran hutan, dan patroli kebakaran hutan.
Kegiatan patroli dalam rangka pengamanan kawasan dilakukan dengan beberapa
kegiatan prioritas antara lain dengan pengecekan batas kawasan, pengecekan
tanaman mitra dari pencurian dan pengunjung yang datang ke KHDTK HPGW
serta memantau pemanfaatan kayu bakar oleh masyarakat.
Kegiatan perlindungan kesehatan hutan dilakukan berupa pemantauan pohon-
pohon yang dinilai membahayakan yaitu pohon mati dan terserang hama atau
penyakit sehingga rawan tumbang baik bagi masyarakat, pengunjung maupun
fasilitas bangunan yang ada. Pohon yang ditebang dengan kondisi yang masih baik
dan memungkinkan diangkut ke base camp dan dimanfaatkan untuk berbagai
keperluan. Namun untuk yang tidak memungkinkan diangkut ke base camp
dilakukan pencacahan berbentuk tulang ikan untuk keamanan kayu dari pencurian.
Menurut penelitian Permatasari (2015) telah ditemukan adanya serangan
Ganoderma sp. sebagai penyebab penyakit akar merah pada KHDTK HPGW.
Serangan tersebut telah menyebar dan mampu membuat tanaman mengalami gejala
sakit yang cukup parah hingga mengalami kematian. Lebih lanjut Permatasari
(2015) telah mengidentifikasi secara visual adanya 7 jenis Ganoderma sp. yang
menyerang tegakan Agathis sp. dan Pinus sp. dengan karakteristik berbeda. Diduga
serangan ini akan terus berlanjut ke tanaman bahkan ke tegakan lainnya jika tidak
segera dikendalikan.
Tegakan pinus yang berada di KHDTK HPGW merupakan hasil penanaman
pada tahun 1950-an atau saat ini sekitar 60 tahun-an sedangkan tanaman Puspa
merupakan hasil penanaman antara tahun 1980-1990-an atau sekitar 27-37 tahun
(HPGW 2016). Kondisi tanaman pinus yang telah melebihi umur daur tentu sangat
membahayakan dan rentan terhadap penyakit. Hal ini berbeda dengan kondisi
tanaman Puspa relatif lebih sehat dibandingkan tegakan pinus dikarenakan umur
tanaman yang muda. Berdasarkan data HPGW (2016) terdapat 35 tegakan yang
tumbang pada tahun 2016.
Kebakaran hutan didalam KHDTK HPGW terjadi pada tahun 2012, 2014,
dan 2015. Frekuensi kebakaran pada tahun 2015 terjadi sebanyak 3 kali dengan luas
kebakaran mencapai 8,4 Ha (Yusup 2016). Menurut laporan HPGW (2016)
disebutkan bahwa kebakaran diduga disebabkan oleh pembersihan lahan di luar
kawasan hutan dengan cara membakar. Upaya yang dilakukan pengelola dalam
mencegah terjadinya kebakaran adalah dengan membuat sekat bakar di batas
kawasan yang rawan terhadap kebakaran akibat ilaran api yang berasal dari luar
kawasan.

Bidang Pemanfaatan Sumber Daya Hutan


Pemanfaatan sumber daya hutan yang dilaksanakan KHDTK HPGW
merupakan salah satu bentuk pengelolaan hutan pendidikan yang terkait dengan
aspek kelola sosial dan ekonomi.Terdapat dua bentuk pemanfatan yang dilakukan
yaitu pemanfaatan yang dilakukan oleh pengelola dan pemanfaatan yang dilakukan
17

oleh masyarakat secara langsung. Bentuk pemanfaatan yang dilakukan oleh


masyarakat secara langsung diantaranya adalah hasil hutan bukan kayu (HHBK)
yang berupa pengambilan rumput untuk pakan ternak, kayu bakar dan tumbuhan
obat dan agroforestri yang dapat digunakan secara langsung untuk memenuhi
kebutuhan hidup sehari-hari dan pendapatan rumah tangga. Bentuk pemanfaatan
hutan yang dilaksanakan oleh pengelola berupa pemungutan hasil hutan bukan kayu
berupa getah pinus dan getah kopal.
Pemanfaatan hasil hutan bukan kayu dilaksanakan dengan pemanfaaran
getah pinus dan kopal. Produksi getah didasarkan pada izin kuota penjualan yang
telah ditetapkan oleh Dishutbun Kabupaten Sukabumi sampai tahun 2015 dan
DPMPTSP provinsi Jawa Barat pada tahun 2016 setelah diterapkannya UU No. 23
tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Produksi getah pinus pada tahun 2014
sebesar 113.338 kg, tahun 2015 sebesar 126.038,5 kg, dan pada tahun 2016 sebesar
106.594 kg (HPGW 2016). Pada tahun 2014 capaian produksi sebesar 69,57% dari
izin kuota penjualan sedangkan pada tahun 2015 terjadi peningkatan produksi
sehingga melebihi kuota yang ditetapkan. Tahun 2016 terjadi penurunan produksi
dikarenakan status perizinan yang belum selesai hingga akhir tahun 2016. Lebih
dari 50% jumlah produksi getah pada tahun 2016 tidak dapat dipasarkan dan
tertahan didalam gudang persediaan.

80,000.00 73,665.10

70,000.00
59,608.00
60,000.00
47,417.50 47,353.50
50,000.00
Kilogram

40,945.00
40,000.00 31,241.80 33,007.50
30,000.00
16,045.00
20,000.00

10,000.00

-
2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016

Produksi

Gambar 5 Produktivitas getah kopal


Produktivitas getah kopal dari tahun 2010-2016 cenderung mengalami
penurunan (Gambar 5). Realisasi produksi getah pada tahun 2014 sebesar 52% dari
izin kuota yang telah ditetapkan sedangkan pada tahun 2015 sebesar 76% dari kuota
yang telah ditetapkan. Pada tahun 2016 produksi getah Kopal dilakukan sampai
bulan agustus dikarenakan pengelola HPGW telah melakukan kebijakan dengan
menghentikan sadapan kopal. Hal tersebut dilakukan dikarenakan mengingat pohon
agathis yang sudah tua dan mudah terserang penyakit sehingga rawan tumbang dan
beberapa pohon telah mati berdiri. Dengan dihentikannya penyadapan diharapkan
dapat meningkatkan kesehatan pohon dengan mengurangi kerusakan pada pohon
sehingga pohon dapat kembali pulih. Pengelolaan sadapan yang intensif ternyata
belum cukup untuk meningkatkan produksi, faktor kondisi tegakan yang sudah tua
merupakan suatu hal yang sangat berpengaruh. Kondisi di lapangan menunjukkan
18

banyaknya pohon agathis yang terserang jamur dan penyakit dan semakin
banyaknya pohon agathis yang tumbang akibat sudah tua (HPGW 2016).

Pelayanan Tridharma
Kegiatan pelayanan Tridharma Fakultas Kehutanan IPB meliputi pelayanan
pendidikan dan penelitian serta pengabdian kepada masyarakat. Selain itu kegiatan
Pelayanan Tridharma yang dilakukan yaitu dengan pengelolaan fasilitas untuk
menunjang pengelolaan KHDTK HPGW. KHDTK HPGW menyelenggarakan
program-program pendidikan di bidang kehutanan dan lingkungan bagi berbagai
kalangan (mahasiswa, pelajar, dan masyarakat umum), baik dari dalam maupun luar
negeri. Dalam periode tahun 2014-2016, kegiatan-kegiatan pendidikan yang
berlangsung di HPGW terdiri dari praktik lapangan, pendidikan dan pelatihan
(diklat), summer course, fieldtrip, dan pendidikan lingkungan hidup, baik
diselenggarakan oleh HPGW maupun melalui kerjasama dengan instansi lain.
Jumalah pengunjung yang melaksanakan kegiatan pendidikan dan penelitaian pada
tahun 2014-2016 disajikan pada Tabel 4. Menurut Tabel 3, Jumlah kunjungan untuk
kegiatan pendidikan dan pelatihan pada tahun 2014-2016 cenderung mengalami
kenaikan. Berdasarkan data HPGW (2016) jumlah persentase terbesar kunjungan
didominasi oleh civitas akademika IPB.
Tabel 4 Jumlah pengunjung KHDTK HPGW

Jumlah pengunjung
Kegiatan
2014 2015 2016
Praktik lapang 733 1.151 1.467
Diklat 447 142 907
Penelitian 22 23 46
Fieldtrip dan PLH 41 592 103
Summer course 64 163 -
Kegiatan lain 1.069 688 1.785
Jumlah 2.376 2.799 4.308
Fungsi dan potensi KHDTK HPGW yang tinggi menarik minat peneliti untuk
melaksanakan penelitian. Peneliti yang melakukan penelitian sebagian besar masih
berstatus mahasiswa baik sarjana maupun pascasarjana. Menurut HPGW (2016)
tercatat sebanyak 318 judul penelitian yang hasilnya telah dimuat dalam berbagai
media publikasi dengan topik yang beragam. Topik penelitian yang paling banyak
adalah terkait dengan silvikultur, fauna, getah, agroforestry, dan hidrologi. Potensi
penelitian yang tinggi tersebut dikarenakan KHDTK HPGW mampu menyediakan
tempat praktek dengan berbagai fasilitas penelitian yang menunjang serta hutan
yang lestari. Badan Pengelola HPGW memberikan subsidi bagi mahasiswa yang
sedang melakukan penelitian di HPGW baik berupa biaya konsumsi, penginapan,
atau biaya penggunaan fasilitas.
Kegiatan pengabdian kepada masyarakat dilakukan dengan pelaksanaan
program kemitraan rehabilitasi hutan dan penyimpanan karbon secara efektif serta
pelaksanaan program sosial. Kawasan HPGW yang berbatasan langsung dengan
masyarakat sekitar hutan harus bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat. Selain
masyarakat penyadap masyarakat sekitar hutan pun mendapatkan manfaat berupa
air, udara yang bersih, pakan ternak dan kayu bakar. Selain keperluan pribadi bagi
masyarakat manajemen HPGW juga memberikan bantuan secara langsung untuk
19

kegiatan-kegiatan sosial diantaranya peringatan hari besar keagamaan, bantuan


sekolah dan pemberian barang material perbaikan jalan.
Mulai tahun 2014, perbaikan gedung dan fasilitas menjadi prioritas
pengelolaan karena kondisi beberapa bangunan yang sudah mulai rapuh akibat
kondisi iklim yang lembab, panas dan hujan, serta akibat tertimpa batang pohon
yang patah. Perbaikan dan perawatan fasilitas merupakan kegiatan rutin agar
fasilitas selalu terawat dan layak pakai, serta pembangunan fasilitas baru untuk
melengkapi fasilitas yang diperlukan.

Pengembangan Sumber Daya Pendanaan


HPGW merupakan unit manajemen mandiri yang bersifat nirlaba yang
mengembangkan sumber pendanaan berdasarkan sumberdaya hutan yang ada yaitu
melaui pemanfaatan sumber daya hutan dan jasa lingkungan. Sumber pendanaan
HPGW diperoleh dari: pendapatan dari penjualan getah pinus dan kopal melalui
koperasi, pendapatan dari aktivitas pelayanan tamu (field trip, pelatihan,
penyewaan fasilitas dan ekowisata), pendapatan kerjasama program penanaman
pohon dalam rangka peningkatan serapan karbon: TOSO Industry Indonesia, TOSO
Company Limited - Japan, Conoco Phillips, NYK Group dan pendapatan dari usaha
lain, seperti penjualan kaos dan souvenir.
Pendapatan yang berasal dari kerjasama terus diupayakan dan dikembangkan
dikarenakan pendapatan yang bersumber dari getah relatif fluktuatif dan tergantung
pada harga pasar. Potensi pelayanan tridharma perlu dikembangkan karena masih
mempunyai potensi yang sangat terbuka dan pengelolaan dan pengelolaan potensi
jasa lingkungan dan wisata pendidikan yang masih dapat lebih ditingkatkan.
Penerimaan aktivitas yang berasal dari getah cenderung mengalami penurunan
dibandingkan dari tahun ke tahun. Hal tersebut dikarenakan produksi tegakan yang
menurun, penurunan harga komoditas dan izin penjualan getah yang belum bisa
diselesaikan pada tahun 2016. Pengeluaran HPGW cenderung mengalami kenaikan
dikarenakan digunakan untuk perawatan fasilitas yang umurnya sudah mencapai 5
tahun sehingga membutuhkan perawatan besar. Apabila pendapatan dari getah
semakin menurun dan pengeluaran yang semakin besar, maka diperlukan sumber
pendanaan lain yang berasal dari non getah dalam upaya pengelolaan hutan lestari.

Content Analysis Pengelolaan KHDTK

Payung hukum terkait dengan KHDTK saat ini antara lain: Undang-Undang
41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, PP Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan
dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan, dan PP
Nomor 12 Tahun 2010 tentang Penelitian dan Pengembangan serta Pendidikan dan
Pelatihan Kehutanan. KHDTK merupakan kawasan hutan yang digunakan untuk
berbagai kepentingan umum seperti penelitian dan pengembangan, pendidikan dan
latihan, dan religi dan budaya. Penggunaan KHDTK tidak diperbolehkan mengubah
fungsi pokok kawasan hutan yaitu fungsi produksi, fungsi konservasi, atau fungsi
lindung. KHDTK dapat diberikan pada semua fungsi pokok kawasan hutan kecuali
pada cagar alam dan zona inti Taman Nasional. Untuk areal yang telah dibebani
hak pengelolaan oleh BUMN maka dapat ditetapkan sebagai KHDTK dengan
ketentuan tidak mengubah fungsi pokok kawasan hutan. Sedangkan untuk areal
20

yang telah dibebani izin pemanfaatan hutan, untuk dapat ditetapkan sebagai
KHDTK harus dikeluarkan dari areal kerja.
Pengelolaan KHDTK dapat diberikan kepada masyarakat hukum adat,
lembaga pendidikan, lembaga penelitian, lembaga sosial dan keagamaan. Menurut
Pasal 21 UU 41 Tahun 1999, kegiatan pengelolaan hutan meliputi kegiatan: tata
hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan, pemanfaatan hutan dan
penggunaaan kawasan hutan, rehabilitasi dan reklamasi hutan, dan perlindungan
hutan dan konservasi alam. Berdasarkan pasal tersebut, pengelola KHDTK dapat
melaksanakan berbagai kegiatan dalam Pasal 21 UU 41 Tahun 1999. Kegiatan
pemanfaatan bertujuan untuk memperoleh manfaat yang optimal bagi kesejahteraan
seluruh masyarakat secara berkeadilan dengan tetap menjaga kelestarian (Pasal 23
UU 41 Tahun 1999).
Kegiatan pemanfaatan hutan melalui kegiatan pemanfaatan kawasan,
pemanfaatan jasa lingkungan, dan pemanfaatan hasil hutan dan hasil hutan bukan
kayu yang dapat dilakukan pada seluruh kawasan hutan, baik hutan konservasi
(kecuali cagar alam, zona rimba, dan zona inti pada taman nasional), hutan lindung,
dan hutan produksi wajib disertai dengan izin (PP Nomor 6 Tahun 2007). Izin
tersebut merupakan izin yang diterbitkan oleh pejabat yang berwenang yang terdiri
dari izin usaha pemanfaatan kawasan, izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan, izin
usaha pemanfaatan hasil hutan kayu atau bukan kayu, dan izin pemungutan hasil
hutan kayu atau bukan kayu pada pada fungsi pokok kawasan hutan tertentu. Dalam
hal lembaga litbang dan lembaga diklat kehutanan sebagai pengelola KHDTK
melaksanakan pemanfaatan hutan atau pemungutan hasil hutan untuk kepentingan
litbang atau pendidikan dan pelatihan kehutanan tidak dikenakan pungutan di
bidang kehutanan sesuai peraturan perundangan yang berlaku (Pasal 59 PP 12
Tahun 2010). Berdasarkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pengelolaan Hutan
Produksi Lestari Nomor: SE.15/PHPL/JASLING/HPL.2/9/2016 tentang
Pemanfaatan dan Penatausahaan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) pada IUPHHK-
HA/HTI/RE, Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP), Kesatuan
Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) dan Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus
(KHDTK) menyebutkan bahwa potensi hutan alam maupun hutan tanaman dapat
diberikan izin pemungutan HHBK kepada perorangan atau koperasi setelah
mendapat persetujuan pengelola KHDTK.
KHDTK ditetapkan oleh Pemerintah salah satunya untuk kegiatan penelitian
dan pengembangan serta pendidikan dan laitihan. Kegiatan tersebut telah diatur
dalam PP 12 Tahun 2010 tentang penelitian dan pengembangan serta pendidikan
dan pelatihan kehutanan yang secara umum mengatur tentang penyelenggaraan
litbang dan diklat kehutanan, penggunaan, fungsi dan areal, kerjasama pengelolaan,
serta pemungutan dan pengelolaan. Dalam peraturan tersebut hanya dibahas tentang
penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta pendidikan dan latihan yang
diperuntukkan Kementerian. Sedangkan kondisi di lapangan, pengelola KHDTK
tidak hanya dikelola oleh Kementerian saja. Peraturan perundangan dalam PP 12
Tahun 2010 tidak dapat disamakan dikaranekan mempunyai beberapa perbedaan
seperti dalam hal perencanaan yang dikhususkan untuk litbang dan diklat kehutanan
dengan pendanaan yang dibiayai oleh pemerintah serta pengorganisasian yang
belum diatur. Peraturan yang masih sangat terbatas ini menjadikan pengelola
KHDTK-non Kementerian kesulitan dalam melaksanakan kegiatan pendidikan dan
21

latihan maupun penelitian dan pengembangan dikarenakan belum mempunyai


landasan yang jelas.
Hasil analisis diperoleh bahwa kegiatan pengelolaan KHDTK dapat meliputi
kegiatan tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan, pemanfaatan hutan
dan penggunaaan kawasan hutan, rehabilitasi dan reklamasi hutan, dan
perlindungan hutan dan konservasi alam. Kegiatan pemanfaatan hutan tidak dapat
dilaksanakan langsung oleh pengelola KHDTK melainkan melalui entitas bisnis
seperti BUMN, BUMD, Koperasi, atau perseorangan sesuai dengan jenis kegiatan
pemanfaatan hutan yang dilaksanakan. Kegiatan pemanfaatan hutan dapat
dilaksanakan sepanjang tidak mengubah fungsi pokok kawasan hutan dengan
diwajibkan mengurus perizinan kepada pejabat yang telah ditetapkan di setiap
kegiatan pemanfaatan.

Tantangan Pengelolaan KHDTK HPGW

Narasumber permasalahan pengelolaan KHDTK HPGW adalah Direktur


Hutan Pendidikan Gunung Walat periode tahun 2013-2016. Permasalahan yang
dihadapi Fakultas Kehutanan IPB saat ini adalah masih terbatasnya peraturan
tentang pengelolaan KHDTK. Pengelolaan KHDTK HPGW saat ini berada
dibawah pembinaan Badan Pengurus yang dibentuk dari perwakilan departemen-
departemen di lingkup Fakultas Kehutanan IPB dan perwakilan dari Himpunan
Alumni Fakultas Kehutanan IPB berdasarkan Surat Keputusan Dekan Fakultas
Kehutanan IPB Nomor 01/13.5/KP/2009. Tugas pokok Badan Pengurus yaitu
menyelenggarakan pengelolaan HPGW berdasarkan pada Garis-Garis Besar
Kebijakan Pengelolaan Hutan Pendidikan Gunung Walat yang ditetapkan oleh
Dekan Fakultas Kehutanan IPB. Berdasarkan surat keputusan tersebut kemudian
dibentuk Badan Pengelola yang terdiri dari Badan Pengurus dan Badan Pelaksana
melalui Surat Keputusan Ketua Badan Pengurus Hutan Pendidikan Gunung Walat
Nomor 07/BPHPGW/2013 tanggal 6 November 2013 tentang Penetapan Struktur
Organisasi dan Direktur BE-HPGW 2013-2016.
Fakultas Kehutanan IPB menetapkan Lembaga Pengelola HPGW sebagai
organisasi manajemen professional yang bersifat nirlaba yang dibentuk oleh dan
bertanggung jawab kepada Fakultas Kehutanan IPB sebagai bagian dari
pertanggung jawaban Fakultas Kehutanan IPB sebagai pemegang amanah
pengelolaan KHDTK kepada Menteri. Ruang lingkup pengelolaan yang
diamanatkan oleh Fakultas Kehutanan IPB meliputi: manajemen kawasan,
manajemen hutan, penataan kelembagaan. Untuk melaksanakan ruang lingkup
pengelolaan yang telah diamanatkan oleh Fakultas Kehutanan IPB, beberapa
aktifitas pengelolaan telah dilaksanakan seperti penataan kawasan, pengamanan
kawasan, kelola produksi, kelola sosial, dan kelola lingkungan sebagai fasilitasi
kegiatan tridharma, menggali dan mengelola sumber pendanaan, membangun dan
mengelola sarana-prasarana, mengembangkan dan mengelola kemitraan dan
jejaring HPGW dengan para pihak.
Dalam melaksanakan berbagai macam kegiatan kelola produksi, sosial
maupun lingkungan sebagai fasilitasi kegiatan tridharma, pengelola HPGW
dihadapkan pada berbagai perizinan untuk pemanfaatan hutan, seperti Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2007 Tentang Tata Hutan dan
Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan sebagaimana
22

telah diubah terkahir dengan PP Nomor 3 Tahun 2008. Dalam peraturan ini diatur
mengenai kegiatan pemanfaatan hutan meliputi kegiatan pemanfaatan kawasan,
pemanfaatan jasa lingkungan, dan pemanfaatan hasil hutan dan hasil hutan bukan
kayu. Kegiatan tersebut dapat dilaksanakan pada seluruh kawasan hutan, baik hutan
konservasi (kecuali cagar alam, dan zona inti pada taman nasional), hutan lindung,
dan hutan produksi. Pemanfaatan hutan tersebut wajib disertai dengan izin
pemanfaatan hutan yang diterbitkan oleh pejabat yang berwenang yang terdiri dari
izin usaha pemanfaatan kawasan, izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan, izin
usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dan/atau bukan kayu, dan izin pemungutan
hasil hutan kayu dan/atau bukan kayu pada areal hutan yang telah ditentukan.
Kegiatan yang dilaksanakan oleh HPGW merupakan integrasi dari kelola ekonomi,
kelola sosial, dan kelola lingkungan dalam upaya menyediakan tempat praktek yang
didukung dengan hutan yang lestari. Untuk melaksanakan berbagai kegiatan
tersebut, pengelola berstrategi dengan menggunakan perizinan yang telah ada
dikarenakan belum adanya aturan yang mengatur pemanfaatan KHDTK.

Pemungutan Hasil Hutan Bukan Kayu


Pemungutan hasil hutan bukan kayu khususnya getah pinus dan kopal
mempunyai beberapa manfaat antara lain dari aspek sosial, ekonomi, dan fungsi
sebagai Hutan Pendidikan. Dalam aspek sosial terjadi keselarasan hubungan antara
pengelola KHDTK HPGW dengan masyarakat sekitar hutan sehingga terbinanya
hubungan baik dan terbentuknya rasa saling memiliki. Selain itu, pelibatan
masyarakat juga memberikan dampak terhadap terjaganya keamanan dan
perlindungan baik dari pencurian, okupasi lahan, kebakaran dan lain lain. Dari
aspek ekonomi, kegiatan ini akan menghasilkan pemasukan yang digunakan untuk
memfasilitasi kegiatan pengelolaan KHDTK HPGW. Sebagai KHDTK hutan
pendidikan, KHDTK HPGW telah menjadi obyek percontohan pelaksanaan
penyadapan getah pinus dan kopal yang didasarkan pada konsep kelestarian. Selain
itu HPGW juga menjadi contoh pengelolaan hutan skala kecil (Small Scale Forest
Management) yang tidak bergantung pada hasil hutan berupa kayu namun
didasarkan pada getah pinus dan kopal sebagai produk utama (HPGW 2017).
Dalam rangka melaksanakan kegiatan pemungutan getah pinus dan kopal,
Badan Pengelola HPGW harus memenuhi aspek legalitas yang terdapat dalam
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor
P.54/MenLHK/Setjen/Kum.1/6/2016 tentang Tata Cara Pemberian dan
Perpanjangan Izin Pemungutan Hasil Hutan Kayu atau Hasil Hutan Bukan Kayu
pada Hutan Negara dan persyaratan dari Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan
Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Provinsi Jawa Barat.
Persyaratan yang harus dipenuhi pemohon untuh pemungutan getah pinus dan
kopal menurut Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor
P.54/MenLHK/Setjen/Kum.1/6/2016 dan Peraturan Direktur Jenderal Pengelolaan
Hutan Produksi Lestari Nomor SE.15/PHPL/Jasling/HPL.2/9/2016 adalah
perorangan atau koperasi yang telah mendapat persetujuan koperasi dengan
menyertakan beberapa dokumen pendukung. Badan Pengelola HPGW dalam
mensiasati aspek legalitas pemanfaatan getah pinus dan getah kopal yaitu dengan
melakukan kerjasama dengan Koperasi Gema Wana Sejahtera (KGWS) yang
merupakan koperasi karyawan HPGW melalui surat Surat Perjanjian Kerjasama
Nomor: 010/HPGW-Dir/IV/2016 dan Nomor: 004/KGWS/IV/2016. Dengan siasat
23

tersebut, persyaratan dapat terpenuhi dengan menyertakan surat rekomendasi desa,


akte pendirian koperasi, sketsa lokasi areal yang dimohon yang diketahui kepala
desa, dan daftar nama dan jenis peralatan yang digunakan dalam pemungutan hasil
hutan bukan kayu.
Selain persyaratan dari Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan
tersebut, terdapat persyaratan yang harus dipenuhi ditingkat Provinsi dari Dinas
Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) yang
merupakan tindak lanjut diterapkannya UU No. 23 tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah dan Surat Edaran Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Nomor: SE.5/MenLHK-II/2015 tentang Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan
Bidang Kehutanan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Beberapa
persyaratan yang harus dipenuhi antara lain: fotokopi permohonan, surat
keterangan domisili, dan izin lingkungan yang ditunjukkan pada Gambar 7.

Gambar 6 Alur pemberian IPHHBK oleh DPMPTSP Provinsi Jawa Barat


KGWS memperoleh izin pemungutan hasil hutan hutan bukan kayu
(IPHHBK) oleh DPMPTSP Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat melalui
Keputusan Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu
Provinsi Jawa Barat Nomor: 522.21/Kep.01/03.1.08.0/DPMPTSP/2017 tentang
Pemberian IPHHBK pada KHDTK Hutan Pendidikan Gunung Walat Kepada
Koperasi Gema Wana Sejahtera di Kebupaten Sukabumi. Untuk memperoleh izin
tersebut, KGWS harus mengurus izin lingkungan dengan persyaratan harus sudah
mempunyai Surat Penunjukan Penggunaan Lahan (SPPL) yang diterbitkan oleh
Dinas Pertanahan dan Tata Ruang Pemerintah Kabupaten Sukabumi serta Dokumen
Pengelolaan Lingkungan Hidup (DPLH) yang telah disetujui dan disahkan oleh
Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Sukabumi.
Persyaratan yang harus dipenuhi dalam pengurusan SPPL adalah surat
pengantar dari BMPT Kabupaten Sukabumi perihal Permohonan Izin Kesesuaian
Ruang (IKR). KGWS mengajukan permohonan IKR kepada Kepala BMPT
24

Kabupaten Sukabumi melalui Surat Nomor: 03/KGWS/III/2017 yang disertai


dengan Surat Rekomendasi Desa dan Kecamatan tentang Pengelolaan HHBK.
Setelah semua persyaratan telah terpenuhi, Dinas Pertanahan dan Tata Ruang
Pemerintah Kabupaten Sukabumi mengeluarkan SPPL kegiatan Pendidikan dan
Pengolahan Hasil Hutan Bukan Kayu melalui surat nomor: 601/173-B1.1.TR
tanggal 20 Maret 2017.
Dalam rangka pencatatan, dokumentasi, dan pelaporan hasil hutan bukan
kayu yang meliputi perencanaan produksi, pemanenan atau pemungutan,
pengukuran dan atau pengujian, pengukuran atau peredaran dan pengumpulan, dan
pengolahan maka KGWS sebagai pemegang izin pemungutan hasil hutan bukan
kayu wajib memenuhi aturan yang terdapat dalam Peraturan Menteri Kehutanan
Nomor: P.91/Menhut-II/2014 tentang Penatausahaan Hasil Hutan Bukan Kayu
yang Berasal dari Hutan Negara serta berpedoman pada Peraturan Direktur Jenderal
Bina Usaha Kehutanan Nomor: P.15/VI-BIKPHH/2014 tentang Pedoman
Pelaksanaan Penatausahaan Hasil Hutan Bukan Kayu yang Berasal dari Hutan
Negara. Kegiatan penatausahaan HHBK yang berasal dari hutan negara meliputi
perencanaan produksi, pemanenan atau pemungutan, pengukuran dan atau
pengujian, pengangkutan atau peredaran dan pengumpulan, dan pengolahan
(Gambar 8).

Gambar 7 Alur penataausahaan Hasil Hutan Bukan Kayu


Kegiatan pemanenan atau pemungutan dilakukan berdasarkan rencana kerja
atau target pemungutan atau pemanenan HHBK. Dalam melakukan pemanenan
atau pemungutan HHBK dilakukan beberapa tahapan antara lain: pengukuran dan
pengujian dan pembuatan laporan produksi hasil hutan bukan kayu (LP-HHBK)
oleh GANISPHPL. Dikarenakan KGWS sampai saat ini belum mempunyai
GANISPHPL, KGWS melalui surat nomor: 11/KGWS/2017 tanggal 10 Mei 2017
mengajukan surat permohonan penugasan petugas pembuat Faktur Angkutan Hasil
Hutan Bukan Kayu (FA-HHBK) dan pembuat LP-HHBK. Berdasarkan surat
tersebut, Perhutani melalui surat nomor: 358/053.1/PSDH/Skb/Divre-Janten
tanggal 19 Mei 2017 menunjuk petugas pembuat FA-HHBK dan LP-HHBK.
Setelah LP-HHBK dibuat oleh GANISPHPL kemudian dilakukan
pemeriksaan (DP-HHBK) oleh Petugas Pengesah HHBK (P2HHBK) yang telah
ditunjuk oleh Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Barat. Tahapan selanjutnya adalah
pembuatan berita acara pemeriksaan LPHHBK (BAP-LPHHBK) dan kemudian
25

dilaksanakan pengesahan HHBK. LP-HHBK yang telah disahkan merupakan dasar


dalam pembayaran Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH).

Agroforestri
Sejarah agroforestri dimulai dari tingkat penggunaan lahan dengan cara
merambah hutan di HPGW yang dilakukan oleh masyarakat sekitar hutan cukup
tinggi dan puncaknya pada tahun 1998 ketika Indonesia dilanda krisis ekonomi dan
politik yang berkepanjangan. Berdasarkan hasil pendekatan dan komunikasi yang
dilakukan dengan masyarakat diketahui bahwa sebagian besar masyarakat sekitar
hutan merupakan petani yang menggantungkan kehidupannya dari hasil pertanian
sedangkan lahan yang dimiliki relatif sempit bahkan ada petani yang tidak memiliki
lahan. Oleh karena itu pihak pengelola berinisiatif untuk memberdayakan untuk
memberdayakan petani dengan memberi izin kepada masyarakat dengan kriteria
tertentu untuk mengelola lahan HPGW yang ada dibawah tegakan dengan sistem
agroforestri. Agroforestri merupakan sistem penggunaan lahan yang
mengkombinasikan pepohonan dengan tanaman pertanian untuk meningkatkan
keuntungan, baik secara ekonomis maupun lingkungan. Pada sistem ini, terciptalah
keanekaragaman tanaman dalam suatu luasan lahan sehingga akan mengurangi
resiko kegagalan dan melindungi tanah dari erosi serta mengurangi kebutuhan
pupuk atau zat hara dari luar kebun karena adanya daur ulang sisa tanaman. Sistem
agroforestri yang diterapkan menggunakan tanaman pokok sengon, tanaman
pencampur, dan tanaman lainnya yaitu berupa kopi, pisang, jagung, singkong,
kapolaga, dan empon-empon.
Agroforestri merupakan obyek strategis, baik dari segi manfaatnya bagi
masyarakat, maupun bagi HPGW sebagai hutan pendidikan. Setiap kunjungan field
trip mahasiswa asing/dalam negeri selalu menempatkan agroforestri sebagai topik
dan obyek menarik untuk dikunjungi dan dipelajari. Selain itu agroforestri antara
lain: (1) meningkatkan pemanfaatan sumber daya manusia untuk menekan
perusakan hutan; (2) Menyumbang pembangunan sosio-ekonomi melalui
penyediaan lapangan kerja; (3) memastikan bahwa masyarakat desa mendapatkan
akses pada hasil hutan; (4) Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam mengelola
sumber daya hutan dalam rangka kemandirian. Untuk itu, program agroforestri
akan dilanjutkan dan disesuaikan dengan arah pengembangan pengelolaan HPGW.
Salah satu bentuk pengembangan pengelolaan agroforestri adalah penggantian
tanaman pokok dari sengon menjadi pinus dan tanaman buah-buahan.
Kegiatan agroforestri yang bekerjasama dengan masyarakat merupakan
bentuk kemitraan kehutanan yang diatur dalam Peraturan Menteri Lingkungan
Hidup dan Kehutanan Nomor P.83/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2016 tentang
Perhutanan Sosial. Kemitraan kehutanan merupakan kerjasama antara masyarakat
setempat dengan pengelola hutan, pemegang izin usaha pemanfaatan hutan/ jasa
hutan, izin pinjam pakai kawasan hutan, atau pemegang izin usaha industri primer
hasil hutan. Content analysis terhadap aturan kemitraan kehutanan yang terdapat
dalam P.83/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2016 disajikan dalam Tabel 5.
Dalam rangka melakukan pencatatan, dokumentasi, dan pelaporan hasil hutan
bukan kayu diperlukan tahapan-tahapan tertentu guna menjamin sahnya hasil hutan
bukan kayu sesuai dengan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.91/Menhut-
II/2014 tentang Penataan Hasil Hutan Bukan Kayu yang Berasal dari Hutan Negara.
Saat ini, dalam praktek pelaksanaan agroforestri tidak dilakukan sesuai dengan
26

peraturan yang ada dikarenakan hanya mencakup luasan yang kecil dan hasil yang
tidak besar sehingga apabila dilakukan dengan aturan yang ada tidak akan
mencukupi biaya perizinannya.
Tabel 5 Content analysis aturan kemitraan kehutanan oleh pengelola KHDTK
Isi

Pelaku Pengelola KHDTK wajib melaksanakan pemberdayaan masyarakat


Kemitraan setempat melalui kemitraan kehutanan.
Kehutanan
Luas areal Luas areal kemitraan paling luas 2 (dua) hektar untuk setiap kepala
keluarga.
Ketentuan Areal kemitraan merupakan areal konflik yang berpotensi konflik atau areal
areal yang memiliki potensi dan menjadi sumber penghidupan masyarakat
kemitraan setempat.
Tata cara 1. Pengelola KHDTK memohon kepada Menteri untuk melakukan
kemitraan kemitraan dengan masyarakat setempat dengan tembusan kepada
Direktur Jenderal dan gubernur.
2. Menteri melalui Direktur Jenderal memberikan persetujuan kemitraan
kehutanan dengan mengikuti ketentuan.
3. Pemeriksaan lapangan kelengkapan masyarakat setempat yang akan
bermitra dengan pengelola KHDTK dilakukan oleh instansi calon
mitra. Pemerikasaan dapat dibantu oleh Kelompok kerja percepatan
perhutanan sosial
4. Berdasarkan hasil pemeriksaan lapangan, pengelola KHDTK bersama
masyarakat calon mitra menyusun naskah kesepakatan kerja bersama.
5. Naskah kesepakatan bersama ditandatangani oleh pengelola hutan
dengan pihak yang bermitra diketahui oleh kepala desa atau camat
atau lembaga adat setempat.
Sanksi Pengelola hutan yang tidak melaksanakan peraturan menteri ini diberikan
sanksi sesuai peraturan perundangan.
Kewajiban Pembayaran penerimaan negara bukan pajak dari kegiatan kemitraan antara
pengelola hutan dibayar sesuai peraturan perundangan.
Hak - Hak pengelola: melaksanakan kegiatan pengelolaan hutan dan
mendapat perlindungan dari perusakan lingkungan hidup dan hutan.
- Hak mitra: mendapat keuntungan setimpal dari hasil kemitraan
kehutanan sesuai kesepakatan serta mendapat bimbingan teknis dari
pengelola hutan.

Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu secara Terbatas dan Perlindungan Hutan


KHDTK Pendidikan mempunyai tujuan dalam fasilitasi kegiatan pendidikan
dan penelitian. Dalam upaya memperluas cakupan fasilitasi, pengelola berupaya
melakukan berbagai kegiatan antara lain penyediaan keragaman tegakan dan habitat,
peluang penelitian dan tempat praktek. Kegiatan silvikultur merupakan suatu
aktivitas yang sangat penting dalam praktek pengelolaan hutan. Kegiatan terkait
kegiatan silvikultur antara lain praktek pembakaran terkontrol, penjarangan,
pemanenan dengan berbagai teknik (penjarangan, tebang pilih, tebang
penyelamatan, dan pemanenan), penanaman, aplikasi herbisida dan pemanenan.
Tegakan KHDTK HPGW yang ditanam pada tahun 1970-an mengakibatkan
sebagian besar tegakan telah melebihi umur daur. Hal ini mengakibatkan banyak
tegakan HPGW yang roboh dan terkena serangan penyakit. Menurut laporan
27

HPGW (2017) semakin banyak tegakan yang telah roboh karena telah melebihi
umur daur. Praktek silvikultur sangat dibutuhkan didalam pengelolaan KHDTK
Pendidikan untuk kegiatan pendidikan dan peneletian serta memberikan manfaat
lainnya antara lain manfaat ekologi dan ekonomi. Penerapan sistem silvikultur
berfungsi untuk memelihara area penelitian atau praktek serta perlindungan sumber
daya lainnya serta memberikan pendanaan dalam rangka pengelolaan hutan melalui
penjualan tegakan penebangan dalam jumlah terbatas. Pengelolaan kayu dengan
sistem silvikultur dapat memperkaya fasilitasi pendidikan dan penelitian anta lain:
menyediakan kesempatan penelitian yang spesifik, -menyediakan distribusi kelas
umur tegakan hutan dari umur muda ke tua, memberikan pengetahuan terhadap
pertumbuhan pohon yang sehat dan kuat yang dapat menurunkan resiko kerusakan
akibat serangga dan penyakit, dan menyediakan contoh tentang berbagai praktik
pengelolaan hutan untuk praktek dan penelitian.
Dalam upaya memperkaya cakupan fasilitasi KHDTK Pendidikan,
keberadaan permasalahan-permasalahan terkait perlindungan hutan seperti hama
dan penyakit serta kebakaran hutan keberadaannya harus tetap dipertahankan untuk
menggambarkan masalah dalam pengelolaan hutan dengan kondisi hama tertentu
dan dapat dikendalikan serta dipantau secara ketat untuk memastikan pelaksanaan
pengendalian yang segera jika diperlukan. Untuk melaksanakan sistem silvikultur
dalam rangka fasilitasi KHDTK Pendidikan yang membutuhkan penebangan,
penebangan dalam rangka perlindungan hutan serta pemanfaatan secara terbatas
hasil hutan kayu hasil tebangan penyelamatan (salvage cutting), penjarangan, dan
kayu sisa kegiatan pendidikan dan penelitian belum dapat dilaksanakan. Hal
tersebut dikarenakan belum adanya aturan terkait KHDTK yang mengatur.
Sedangkan apabila dilakukan dengan aturan umum yang ada tidak dimungkinkan
dilakukan dikarenakan tidak dilakukan secara kontinyu dan tidak dilakukan untuk
bisnis sehingga tidak akan memenuhi biaya perizinan.
Berdasarkan analisis, terdapat beberapa tantangan yang dihadapi Perguruan
Tinggi dalam pengelolaan KHDTK saat ini antara lain:
- Keberlanjutan pengelolaan KHDTK yang menuntut profesionalisme
pengelolaan KHDTK,
- Kemandirian finansial yang dilakukan secara professional melalui usaha
pengelolaan hutan.
- Sinergi antara praktik profesi kehutanan dan kelola bisnis serta tridharma
perguruan tinggi.
- Tipologi KHDTK menurut fungsi hutan, permasalahan (konflik sosial) dan
sistem manajemennya.
- Kejelasan kriteria atau alat ukur yang digunakan untuk menilai atau
mengevaluasi keberhasilan pengelolaan KHDTK yang tidak terlalu rigid
namum harus tegas dan terukur.
- KHDTK harus menjadi pusat pendidikan dan penelitian yang hasilnya dapat
digunakan untuk memperkaya dan menyempurnakan kegiatan pembelajaran.
- KHDTK sebagai pusat pendidikan lingkungan dan membuka akses pendidikan
lingkungan bagi publik.
- Pengelola KHDTK harus diberikan ruang yang cukup dalam rangka pendanaan
mandiri dan pengelolaan hutan berkelanjutan berbasis pendidikan dan
penelitian sebagai wujud kreatifitas manajemen untuk mencari terobosan.
28

Karakteristik Pengelolaan KHDTK

Berdasarkan kondisi eksisting pengelolaan KHDTK HPGW dan tantangan


pengelolaan HPGW yang diperoleh melalui in-depth interview, kegiatan
pengelolaan KHDTK dilaksanakan dalam rangka untuk mencapai tujuan
pengelolaan yaitu terbangunnya media pendidikan, penelitaian dan pengabdian
kepada masyarakat yang didukung dengan pengelolaan hutan lestari. Pengelolaan
KHDTK oleh Perguruan Tinggi mempunyai beberapa karakteristik antara lain:
- Menyelenggarakan fungsi dan tujuan khusus KHDTK
Pengelola diberikan hak pengelolaan KHDTK oleh Menteri berdasarkan SK
Menteri untuk penyelenggaraan pendidikan dan latihan dengan mematuhi
peraturan perundang-undangan yang berlaku yang berkaitan dengan KHDTK
dan berkewajiban untuk memelihara, mengamankan batas-batas kawasan
hutan yang telah dibuat serta aset lainnya. Aktivitas-aktivitas telah diupayakan
oleh pengelola dalam rangka untuk memfasilitasi pendidikan dan latihan yang
mencakup berbagai ilmu dibidang kehutanan dan lingkungan.
- Mewujudkan dan menyelenggarakan pengelolaan hutan lestari
Pengelolaan hutan lestari dilaksanakan dalam rangka menunjang berbagai
kegiatan pendidikan dan latihan didalam KHDTK. Hutan yang lestari akan
memberikan gambaran yang lebih dari sekedar teori bagi yang datang ke
KHDTK. Pengelolaan KHDTK secara lestari diperoleh melalui kelola ekonomi,
kelola sosial, dan kelola ekologi. Kegiatan kelola tersebut dilakukan secara
secara berkesinambungan dan diupayakan tanpa dampak yang tidak diinginkan
baik terhadap lingkungan maupun sosial, ataupun pengurangan nilai yang
terkandung didalamnya dan potensi-potensinya dimasa yang akan datang.
Kelola ekonomi dilaksanakan karena hutan mempunyai fungsi produksi
mencakup hasil hutan kayu dan non kayu. Kelola sosial dilaksanakan dalam
upaya memberikan sumber pemenuhan dasar bagi masyarakat sekitar hutan
serta obat obatan, mata pencaharian, dan lain-lain. Kelola ekologi dilaksanakan
untuk menyerap karbondioksida sekaligus menghasilkan oksigen bagi
kehidupan, sumber air, pencegah erosi dan banjir, habitat hewan, sumber
keanekaragaman hayati dan sebagainya.
- Memanfaatkan potensi sumber daya hutan secara berkelanjutan
Pemanfaatan potensi sumber daya hutan secara berkelanjutan dilaksanakan
dalam rangka pembiayaan pengelolaan KHDTK secara mandiri. Pendanaan
secara mandiri dilaksanakan karena pengelola tidak mendapatkan support
pendanaan dari pemerintah. Pendanaan tersebut digunakan dalam pengelolaan
KHDTK serta menutupi biaya operasional lainnya seperti belanja pegawai.
Selain itu, pemanfaatan potensi sumber daya hutan berfungsi dalam
memberikan kontribusi pendapatan masyarakat sekitar yang terlibat dalam
pengelolaan. Pemanfaatan potensi sumber daya hutan secara berkelanjutan
dapat memberikan kontribusi kepada negara melalui penerimaan negara bukan
pajak serta provisi sumber daya hutan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
29

Kesenjangan Pengelolaan KHDTK dengan Aturan Perundangan

Pemerintah menetapkan KHDTK untuk kepentingan umum seperti


pendidikan dan latihan, penelitian dan pengembangan, serta religi dan budaya.
Pemerintah menetapkan hak pengelolaan KHDTK melalui SK Menteri. Fakultas
Kehutanan IPB memperoleh hak pengelolaan KHDTK HPGW melalui SK Menteri
Kehutanan Nomor 188/Menhut-II/2005 jo. SK Menteri Kehutanan Nomor
702/Menhut-II/2009. Fakultas Kehutanan IPB wajib mematuhi peraturan
perundang-undangan yang berlaku yang berkaitan dengan KHDTK dan
berkewajiban untuk memelihara, mengamankan batas-batas kawasan hutan yang
dibuat serta aset yang terdapat dalam KHDTK HPGW.
Salah satu permasalahan mendasar dalam upaya pengelolaan KHDTK adalah
sangat terbatasnya dukungan kebijakan (policy). Kebijakan merupakan salah satu
unsur penting atau vital dalam organisasi dan menjadi landasan untuk tindakan-
tindakan nyata di lapangan. Kebijakan dapat diturunkan dalam bentuk strategi,
rencana, peraturan, kesepakatan, konsensus dan kode etik, program dan proyek.
Keberhasilan kebijakan sangat ditentukan oleh proses pembuatannya dan
pelaksanaannya. Kebijakan merupakan jalan atau cara bagi lembaga yang berperan
sebagai pemegang kewenangan publik (dalam hal ini pemerintah) untuk mengatasi
suatu permasalahan atau sekelompok permasalahan yang saling berhubungan (Pal
1992). Lebih lanjut Elis (1994) menyatakan bahwa kebijakan merupakan cara atau
jalan yang dipilih pemerintah untuk mendukung suatu aspek dari ekonomi termasuk
sasaran yang pemerintah cari untuk mencapainya dan pemilihan metoda untuk
mencapai tujuan dan sasaran itu. Berdasarkan definisi-definisi diatas, kebijakan
adalah usaha maupun tindakan pemerintah untuk mengatasi masalah pembangunan
tertentu untuk mencapai tujuan pembangunan tertentu dengan mengeluarkan
keputusan, strategi, perencanaan maupun implementasinya dilapangan dengan
menggunakan instrument tertentu.
Peraturan perundangan tentang KHDTK sampai saat ini belum mengatur
tentang landasan pengelolaan meliputi kewenangan, pendanaan serta pertanggung
jawaban pengelola dalam melakukan pengelolaan KHDTK (Tabel 6). Belum
adanya landasan pengelolaan membuat pengelola melaksanakan berbagai kegiatan
pengelolaan sesuai dengan pandangan masing-masing pengelola. Hal tersebut
sesuai dengan yang dilaksanakan Badan Pengelola HPGW dalam melakukan
pengelolaan. Badan Pengelola HPGW ditempatkan sebagai lembaga nirlaba yang
melakukan berbagai aktivitas pengelolaan meliputi kelola ekonomi, kelola sosial
dan kelola lingkungan dalam upaya mencapai kelestarian hutan untuk fasilitasi
kegiatan pendidikan dan latihan. Aturan yang masih sangat terbatas tentang
pengelolaan KHDTK membuat pengelola dalam melakukan berbagai aktivitas
pengelolaan dengan membangun konsep pengelolaan KHDTK sesuai dengan visi
dan misi yang telah ditetapkan.
30

Tabel 6 Kesenjangan (gap) peraturan perundangan dengan pengelolaan KHDTK


HPGW

Gap
Kriteria Peraturan
Pengelolaan HPGW
Perundangan
Jenis Hak Hak Pengelolaan Fakultas Kehutanan IPB dalam
melaksanakan hak pengelolaan membentuk
Badan Pengelola HPGW
Kewajiban - Mematuhi peraturan - Peraturan tentang KHDTK masih
perundangan yang terbatas sehingga dalam pengelolaan
berlaku yang mengacu pada SK Dekan Fakultas
berkaitan dengan Kehutanan IPB tentang Garis-Garis
KHDTK Besar Kebijakan Pengelolaan HPGW
- memelihara, 2009-2020.
mengamankan batas - Pengelola HPGW telah melaksanakan
kawasan serta aset pemeliharaan, pengamanan batas
lainnya kawasan serta aset lainnya dengan
berbagai aktivitas
Kewenangan belum diatur - Lembaga Pengelola HPGW ditempatkan
sebagai organisasi manajemen
profesional yang bersifat nirlaba.
- Lingkup pengelolaan meliputi
manajemen kawasan, manajemen hutan,
dan penataan kelembagaan.
Pendanaan belum diatur Pendanaan diperoleh dari berbagai usaha
Pengelolaan antara lain:
a. Penerimaan atas pemanfaatan sumber
daya hutan berupa barang (hasil hutan
bukan kayu) dan jasa lingkungan.
b. Penerimaan atas jasa pelayanan
penyelenggaraan kegiatan Tridharma.
c. Penerimaan donasi berupa:
pendanaan strategis dari Pemerintah
atau Pemerintah Daerah sebagai
implikasi dari fungsi publik yang
dihasilkan oleh HPGW, serta
pendanaan dari Pihak ketiga yang
tidak mengikat.
Pertanggung belum diatur - Badan Pengurus HPGW
jawaban mempertanggung jawabkan kinerja
pengelolaan kepada Badan Pengurus
HPGW.
- Badan Pengurus HPGW
mempertanggung jawabkan kinerja
pengelolaah HPGW kepada Fakultas
Kehutanan IPB paling sedikit stu kali
dalam satu tahun.
31

Tabel 7 Peraturan yang harus dijalani dalam pengelolaan KHDTK


Aktivitas
Paraturan
Pengelolaan
Agroforestri PermenLHK Nomor: P.83/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2016 tentang
Perhutanan Sosial
Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.91/Menhut-II/2014 tentang Penataan
Hasil Hutan Bukan Kayu yang Berasal dari Hutan Negara
Pemanfaatan PermenLHK Nomor: P.50/Menlhk/Setjen/Kum.1/6/2016 tentang Pedoman
sumber daya air Pinjam Pakai Kawasan Hutan
Penanaman dan PermenLHK Nomor: P.50/Menlhk/Setjen/Kum.1/6/2016 tentang Pedoman
pemeliharaan Pinjam Pakai Kawasan Hutan
tegakan oleh
pihak luar
Perlindungan - Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan,
hutan - PermenLHK Nomor: P.32/MenLHK/Setjen/Kum.1/3/2016 tentang
Pengendalian Kebakaran Hutan
Pemanfaatan - PermenLHK Nomor: P.54/MenLHK/Setjen/Kum.1/6/2016 tentang Tata
HHBK Cara Pemberian dan Perpanjangan Izin Pemungutan Hasil Hutan Kayu
atau Hasil Hutan Bukan Kayu pada Hutan Negara
- Peraturan Direktur Jenderal Pengelolaan Hutan Produksi Lestari Nomor
SE.15/PHPL/Jasling/HPL.2/9/2016 tentang Pemanfaatan dan
Penatausahaan HHBK pada IUPHHK-HA/HTI/RE, KPHP, KPHP, KPHL
dan KHDTK
- Permenhut Nomor: P.91/Menhut-II/2014 tentang penatausahaan hasil
hutan bukan kayu yang berasal dari hutan negara
- Perdirjen Bina Usaha Kehutanan Nomor: P.15/VI-BIKPHH/2014 tentang
Penatausahaan Hasil Hutan Bukan Kayu yang Berasal dari Hutan Negara
- PermenLHK Nomor P.102/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2016 tentang
Pedoman Penyusunan Dokumen Lingkungan Hidup bagi Usaha dan/atau
Kegiatan yang Telah Memiliki Izin Usaha dan/ atau Kegiatan Tetapi
Belum Memiliki Dokumen Lingkungan Hidup
- Surat Edaran Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor:
SE.5/MenLHK-II/2015 tentang Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan
Bidang Kehutanan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
Pelayanan - Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2010 tentang Penelitian dan
Tridharma Pengembangan serta Pendidikan dan Pelatihan Kehutanan
Pemanfaatan - PermenLHK Nomor P.32/MENLHK/SETJEN/KUM.1/5/2017 tentang
hasil hutan kayu Perubahan Atas Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Nomor P.9/MENLHK-II/2015 tentang Tata Cara Pemberian, Perluasan
Areal Kerja dan Perpanjangan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu
dalam Hutan Alam, Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Restorasi
Ekosistem atau Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman
Industri pada Hutan Produksi
- PermenLHK Nomor: P.58/MenLHK/Setjen/Kum.1/7/2016 tentang
Perubahan atas Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Nomor P.42/MenLHK/Setjen/2015 tentang Penatausahaan Hasil Hutan
Kayu yang Berasal dari Hutan Tanaman pada Hutan Produksi
Pemanfaatan - PermenLHK Nomor P.31/MenLHK/Setjen/Kum.1/3/2015 tentang
Jasa Lingkungan Pedoman Kegiatan Usaha Pemanfaatan Jasa Lingkungan Wisata Alam
pada Hutan Produksi.
32

Dalam melaksanakan berbagai aktivitas, Badan Pengelola HPGW mensiasati


dengan peraturan perundangan yang dilakukan sama seperti langkah-langkah
private sector dalam melakukan proses perizinan pemanfaatan hutan (Tabel 7).
Peraturan yang ada saat ini mewajibkan dalam kegiatan pemanfaatan hutan disertai
dengan izin pemanfaatan hutan yaitu izin yang diterbitkan oleh pejabat yang
berwenang yang terdiri dari izin usaha pemanfaatan kawasan, izin usaha
pemanfaatan jasa lingkungan, izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dan/atau
bukan kayu, dan izin pemungutan hasil hutan kayu dan/atau bukan kayu pada areal
hutan yang telah ditentukan. Peraturan perundangan umum yang harus dipenuhi
tiap kegiatan pemanfaatan membuat KHDTK HPGW mengalami kewalahan dalam
pemenuhan aturan sehingga beberapa aktifitas pengelolaan belum dapat
dilaksanakan. Pemerintah sebagai regulator harus mampu mendefinisikan masalah-
masalah untuk membuat kebijakan yang tepat sebagai landasan dalam pengelolaan
KHDTK.
Kegiatan pemanfaatan atau pemungutan KHDTK yang dilakukan sama
seperti private sector tidak sesuai apabila diterapkan dalam KHDTK dikarenakan
memiliki beberapa perbedaan. Private sector sebagai pemegang izin pemanfaatan
atau pemungutan hutan dalam melakukan kegiatan pemanfaatan atau pemungutan
hutan dilakukan murni untuk kepentingan bisnis hasil hutan. Selain itu, kegiatan
yang dilaksanakan bertujuan untuk memperoleh keuntungan serta dilaksanakan
secara terus-menerus (kontinyu). Hal tersebut sangat berbeda dengan pengelola
KHDTK dalam melaksanakan kegiatan pemanfaatan KHDTK. Kegiatan
pemanfaatan yang dilakukan oleh KHDTK dilaksanakan dalam rangka untuk
menunjang kegiatan pendidikan dan penelitian serta hutan yang lestari. Apabila
peraturan tersebut dilaksanakan, maka pengelola KHDTK yang telah melaksanakan
berbagai aktivitas pengelolaan harus memenuhi berbagai macam perizinan yang
tentunya akan sangat berat untuk dilaksanakan dikarenakan selain membutuhkan
waktu yang lama juga membutuhkan biaya yang mahal.
Pengelola HPGW yang mensiasati berbagai kegiatan pemanfaatan atau
pemungutan hasil hutan dengan berbagai perizinan umum yang ada sama seperti
konsep LMGC (Land Management Grant College) yang dikelola oleh IPB. Pada
tahun 1999 sampai 2004, IPB memperoleh hak pengelolaan kawasan hutan
Lembaga Pendidikan Land Grant College melalui Pengelola Lapangan Land
Management Grant College Institut Pertanian Bogor (LMGC IPB). IPB
memperoleh hak pengelolaan hutan LGC di areal eks Hak Pengusahaan Hutan PT.
Industries et Forest Asiatiques (HPH PT. IFA) seluas ±38.721 hektar di Kabupaten
Batanghari Provinsi Jambi, sesuai Surat Keputusan Menteri Kehutanan dan
Perkebunan Nomor 188/Kpts-VI/1999 tanggal 29 Juli 1999 (Hero 2012). Pada
tahun 2002, LMGC IPB mendapat hak pengelolaan KHDTK sesuai Pasal 8
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 untuk pendidikan dan latihan dan
penelitian serta pengembangan IPB sesuai Surat Keputusan Menteri Kehutanan
Nomor 9577/Kpts-II/2002 dan Nomor 9578/Kpts-II/2002 (Hero 2012). Dalam
implementasi di lapangan, LMGC IPB tidak siap menghadapi dinamika
permasalahan-permasalahan yang ada. LMGC IPB yang dihadapkan dengan
mengikuti peraturan yang ada menjadikan LMGC IPB secara pragmatis menjadi
bagian dari sistem pengusahaan hutan yang sedang berjalan dengan tujuan
memperoleh pendapatan sedangkan penguatan fungsi LMGC IPB menjadi
terabaikan. Menurut Kartodihardjo (2007) format kebijakan LGC yang dikeluarkan
33

Departemen Kehutanan adalah format HPH yang membawa kontroversi tersendiri


meliputi beberapa hal:
a. Sistem membawa citra eksploratif dan mengabaikan hak-hak masyarakat
terhadap sumber daya hutan.
b. Sistem yang sentralistik tidak mendudukkan Pemda sebagai sebagai pengelola
hutan seutuhnya, melainkan sekedar pemanfaat hutan sehingga orientasi
kebijakan dan kapasitas Pemda hanya sebatas pengurusan izin serta tataniaga
kayu.
c. Sistem HPH telah melahirkan free riders dan berbagai masalah struktural serta
ekonomi biaya tinggi yang melembaga puluhan tahun lamanya.
Badan Pengelola HPGW yang mensiasati berbagai kegiatan pemanfaatan
hutan dengan berbagai perizinan yang ada dikhawatirkan membuat pengelola tidak
mampu survive dalam mengurus berbagai perizinan yang ada. KHDTK HPGW
mempunyai misi publik dalam rangka fasilitasi kegiatan pendidikan dan penelitian.
Apabila format kebijakan yang dilakukan pengelola tersebut terus dilaksanakan
dikhawatirkan memberikan citra eksploratif terhadap kawasan HPGW serta
mengabaikan fungsi utama KHDTK untuk kegiatan pendidikan dan penelitian.
Kebijakan merupakan upaya pemerintah untuk memperkenalkan model baru
berdasarkan masalah lama (Djago dkk 2003). Pemerintah sebagai regulator harus
mampu mendefinisikan masalah-masalah untuk membuat kebijakan yang tepat.
Kegagalan hutan pendidikan dengan skema LGC yang dihadapkan pada perizinan
umum disetiap kegiatan pemanfaatan hutan jangan sampai terjadi kembali pada
pengelolaan KHDTK. Kegagalan kebijakan adalah akibat lemahnya pengambil
keputusan dalam memahami kondisi sosial yang sangat kompleks (Diamond 2005).
Orientasi pembuatan kebijakan pengelolaan KHDTK harusnya berkaca dengan
kegagalan LGC dan permasalahan pengelolaan yang ada saat ini sehingga tujuan
KHDTK dapat tercapai dan saling mendukung dengan implementasinya.

Referensi Pengelolaan Hutan Pendidikan

Hutan pendidikan tidak hanya terdapat di dalam negeri saja. Terdapat


beberapa hutan pendidikan yang terdapat di luar negeri dengan model pengelolaan
yang berbeda. Model pengelolaan yang berbeda tersebut dapat memberikan
gambaran serta alternatif model pengelolaan hutan pendidikan. Beberapa referensi
pengelolaan hutan pendidikan antara lain Duke Forest di Amerika, Maejo
University Farm di Thailand, dan University of Tokyo Forest di Jepang.
a. Maejo University Farm
Maejo University Farm diposisikan oleh Maejo University sebagai unit bisnis
yang menghasilkan pendapatan. Lahan Maejo University Farm merupakan lahan
yang diberikan oleh Raja Bhumibol yang diperuntukkan untuk mengelola sumber
daya dikarenakan mempunyai lokasi yang strategis. Visi Maejo University Farm
adalah sebagai pusat mengajar dan belajar teknologi pertanian yang aman secara
internasional dan berkelanjutan. Untuk mencapai Visi tersebut, misi yang dilakukan
yaitu:
- pengembangan sistem pendapatan sesuai dengan rencana bisnis dengan
implementasi yang efektif,
34

- pengembangan pekerja yang mempunyai pengetahuan yang khusus dan dapat


bekerja secara efektif,
- pengembangan sistem manajemen yang efisien, berkontribusi dalam
penerimaan dan memiliki jaringan yang kuat,
- pengembangan pariwisata dan konservasi sumber daya alam, dan
- pengembangan sistem informasi yang berguna bagi Maejo University Farm.
Lahan yang diperoleh direkomendasikan agar dikelola dengan baik dan dapat
menarik perhatian masyarakat untuk dapat belajar tentang teknik mengelola sumber
daya. Maejo University Farm dipimpin oleh Direktur dengan tujuan pengelolaan
antara lain:
- Menjadi contoh praktek pertanian dan untuk menghasilkan pendapatan dari
kegiatan tersebut,
- Menjadi pusat pembelajaran pengetahuan teknologi pertanian untuk
menghasilkan pelayanan kepada masyarakat,
- Sebagai sumber pembelajaran konservasi sumber daya alam dan ekosistem.
Maejo University Farm dapat melaksanakan berbagai bisnis untuk
menghasilkan pendapatan. Tanggungjawab pengelolaan dilaksanakan oleh
Direktur kepada Maejo University. Maejo University Farm menjadi tempat
penelitian dan praktek serta menjadi model pembelajaran bagi mahasiswa maupun
masyarakat umum dengan harapan agar dimasa depan dapat menjadi manajer yang
mengelola pertanian yang paham terhadap kegiatan perencanaan, pengolahan, dan
paska proses pemanenan.
b. University of Tokyo Forest
UTF telah berdiri sejak 1894 dan telah berkontribusi dalam pendidikan dan
penelitian ilmu pengetahuan dan kehutanan di Jepang. UTF dari Universitas Tokyo
memiliki 7 hutan universitas yang terdapat dibeberapa tempat di Jepang dengan
luas total 32.300 ha yaitu The University of Tokyo Chiba Forest, The University of
Tokyo Hokaido Forest, The University of Tokyo Chicibu Forest, The University of
Tokyo Tanashi Forest, Ecohydrology Research Institute dan pusat penelitian dan
pendidikan (UTF 2016). UTF diposisikan sebagai hutan pendidikan untuk riset
sehingga seluruh aktifitas yang menunjang kegiatan riset di-support
pembiayaannya oleh pemerintah.
University Forest menyediakan tempat penelitian bagi peneliti dan pengajar
yang fokus dengan ekosistem hutan alam atau produk sumber daya hutan. Program
pendidikan dirancang untuk mahasiswa sarjana, master dan doktor (Sowa 2012).
Pengelolaan hutan universitas berada dibawah Executive Office yang fungsi untuk
mengkoordinasikan berbagai macam aktivitas dari tujuh cabang hutan dan
pendidikan dan pusat penelitian. Kegiatan penelitian yang dilakukan dalam hutan
universitas sesuai dengan tipe dan kondisi hutan dan staf yang terdiri dari profesor,
pengajar maupun asisten profesor yang membidangi suatu bidang tertentu. Tujuan
pengelolaan hutan universitas adalah menyediakan lokasi yang sesuai untuk hutan
pendidikan dan memperkenalkan penelitian lanjutan yang berhubungan dengan
lingkungan alami dan manusia didalam hutan serta mensirkulasikan data
lingkungan alam ke lembaga penelitian lainnya. Selain itu, hutan universitas
bertujuan untuk membangun sistem pendidikan dan tempat praktek dengan
berbagai macam variasi kondisi.
35

c. Duke Forest
Duke forest merupakan hutan pendidikan yang dikelola oleh Duke University.
Duke forest diposisikan oleh universitas untuk memfasilitasi kegiatan riset yang
dipimpin oleh Direktur. Pengelolaan Duke Forest berfokus kepada
penyelenggaraan penelitian, pendidikan, kebun percontohan, dan pengelolaan
pendanaan untuk menutupi biaya operasional dan pengelolaan. Pengelolaan Duke
Forest telah disertifikasi oleh Rainforest Alliance to Forest Stewardship Council
(Duke Forest 2017). Tujuan pengelolaan Duke Forest antara lain:
- Memfasilitasi berbagai macam proyek dan program terkait penelitian dan
pengajaran
- Pengelolaan sumber daya berkelanjutan untuk produksi kayu, kesehatan hutan,
kualitas air dan habitat satwa liar
- Melindungi satwa langka, ekosistem yang unik, situs bersejarah, dan sumber
arkeologi
- Menyediakan pendidikan tentang sumber daya alam dan pengelolaan hutan
- Menyediakan fasilitas rekreasi bagi masyarakat.
Pengelolaan Duke Forest meliputi pengelolaan kayu, pengelolaan satwa liar,
konservasi keanekaragaman hayati, serangga dan penyakit, rekreasi dan estetika,
dan monitoring (Duke Forest 2017). Seringkali dalam melakukan satu aktivitas
pengelolaan, pengelola telah menyelesaikan berbagai tujuan. Sebagai contoh,
dalam pengelolaan hutan lestari telah menghasilkan kesehatan hutan dan
perlindungan kualitas air yang juga menghasilkan pendapatan yang diperlukan
dalam mendukung keberlanjutan operasional pengelolaan. Kegiatan pengelolaan
satwa liar membantu melindungi ekosistem dan menyediakan tersedianya
komunitas yang alami untuk pengajaran dan penelitian. Secara keseluruhan,
manajemen bertujuan untuk memaksimalkan berbagai manfaat yang tersedia tidak
hanya kepada Duke University namun juga untuk komunitas akademik publik yang
lebih luas.
Praktek pengelolaan kayu yang dilaksanakan di Duke Forest dirancang untuk
menghasilkan berbagai macam manfaat baik manfaat ekonomi dan ekologi. Antara
lain untuk memelihara area penelitian atau praktek dan perlindungan sumber daya
lainnya. Pendapatan yang diperoleh melalui penjualan hasil hutan digunakan untuk
mendukung pengelolaan Duke Forest. Beragam praktek silvikultur dilaksanakan
untuk dapat menyediakan keragaman tegakan dan habitat, peluang penelitian, dan
tempat praktek. Praktek mencakup pembakaran terkontrol, penjarangan, dan
berbagai variasi dalam regenerasi dan sistem pemanenan, penanaman, aplikasi
herbisida dan pemupukan. Jenis panen dapat dikategorikan kedalam penjarangan,
tebang pilih, tebang penyelamatan dan pemanenan.
Serangga dan penyakit yang merusak telah dipelajari untuk mengidentifikasi
hama, kelimpahannya, dan menilai dampaknya terhadap Duke Forest. Tindakan-
tindakan perlindungan hutan yang dilakukan antara lain: penebangan kayu yang
telah melebihi umur daur, pemeliharaan jarak tanaman, kesesuaian spesies dan
tempat tumbuh, memperpendek rotasi untuk spesies tertentu di tempat dengan
resiko tinggi, penggunaan stok tanam yang ditingkatkan secara genetik, dan
penggunaan fungisida dan insektisida jika perlu. Dikarenakan komitmen Duke
Forest terhadap penelitian, praktek dan plot studi yang menggambarkan masalah
serangga dan penyakit dapat diciptakan dengan membiarkan kondisi hama tertentu
36

tetap terkendali. Kondisi yang disengaja tersebut dipantau secara ketat untuk
memastikan pelaksanaan pengendalian yang segera jika diperlukan.
Referensi pengelolaan hutan pendidikan di Duke Forest, Maejo University
Farm, dan University of Tokyo Forest memberikan pembelajaran bahwa kegiatan
pengelolaan hutan pendidikan yang mereka lakukan memiliki posisi yang jelas.
Maejo University Farm diposisikan sebagai suatu unit bisnis untuk memperoleh
pendapatan. Segala kegiatan boleh dilaksanakan untuk memperoleh pendapatan
dalam rangka menutupi biaya pengelolaan dan keuntungan. University of Tokyo
Forest dalam melaksanakan pengelolaan ditempatkan untuk kegiatan riset. Semua
kegiatan yang dilaksanakan bertujuan untuk pelaksanaan riset di-support penuh
oleh Universitas termasuk pendanaannya. Sedangkan Duke Forest diposisikan
sebagai tempat untuk fasilitasi riset yang dipimpin oleh Direktur. Segala kegiatan
yang bertujuan untuk fasilitasi riset dalam rangka pengelolaan hutan lestari boleh
dilaksanakan. Pembiayaan pengelolaan Duke Forest dapat diperoleh hasil
pemanfaatan potensi yang ada didalam Duke Forest.
Berdasarkan referensi yang ada, pengelolaan KHDTK HPGW oleh Fakultas
Kehutanan IPB melalui Badan Pengelola HPGW memiliki posisi sama seperti
pengelolaan yang dilaksanakan oleh Duke Forest yaitu memfasilitasi kegiatan
pendidikan dengan berbagai kegiatan pengelolaan sumber daya berkelanjutan untuk
pengelolaan hutan lestari. Pengelolaan hutan lestari merupakan suatu proses
pengelolaan hutan untuk mencapai satu atau lebih tujuan pengelolaan yang secara
jelas ditetapkan, yang menyangkut produksi hasil hutan yang diinginkan dan jasa
yang secara berkesinambungan, tanpa dampak yang tidak diinginkan baik terhadap
lingkungan maupun sosial, ataupun pengurangan nilai yang terkandung didalamnya
dan potensi-potensinya pada masa yang akan datang (ITTO 2013). Pengelolaan
hutan dilaksanakan oleh pengelola dikarenakan mempunyai fungsi ekologi karena
hutan sangat penting untuk kelangsungan hidup manusia, hewan dan tumbuhan.
Fungsi ekologi tersebut diantaranya adalah menyerap karbondioksida sekaligus
menghasilkan oksigen bagi kehidupan, sumber air, pencegah erosi dan banjir,
habitat hewan, sumber keanekaragaman hayati dan sebagainya. Hutan juga
mempunyai fungsi sosial karena hutan memberikan sumber pemenuhan kebutuhan
dasar masyarakat desa sekitar hutan dan obat-obatan, sumber mata pencaharian,
penelitian, dan sebagainya. Untuk mencapai pengelolaan hutan lestari tidak cukup
hanya dengan menjaga dan menunggu tegakan serta regenerasi secara alam.
Pengelolaan hutan lestari membutuhkan upaya kelola produksi, kelola sosial dan
kelola lingkungan sehingga hutan memiliki fungsi ekonomi, fungsi sosial, dan
fungsi lingkungan secara serasi.
Walaupun posisi HPGW dan Duke Forest memiliki posisi yang sama yaitu
bertujuan untuk fasilitasi pendidikan dan penelitian yang didukung dengan kegiatan
pengelolaan hutan lestari, masih terdapat beberapa perbedaan dalam implementasi
kegiatan di lapangan (Tabel 8). Dalam rangka pengelolaan sumber daya
berkelanjutan sebagai sarana pendidikan dan penelitian, pengelola HPGW
dihadapkan pada berbagai macam perizinan. Seperti dalam kegiatan pengelolaan
kayu, HPGW belum dapat melaksanakan kegiatan tersebut padahal dapat
memberikan berbagai manfaat seperti menyediakan kesempatan penelitian yang
spesifik, memberikan pengetahuan terhadap pertumbuhan pohon yang sehat dan
kuat yang dapat menurunkan resiko kerusakan akibat serangga dan penyakit, dan
37

menyediakan contoh tentang berbagai praktik pengelolaan hutan untuk latihan dan
penelitian.
Tabel 8 Perbandingan Pengelolaan HPGW dan Duke Forest
Aspek Perbandingan
Pengelolaan Duke Forest KHDTK HPGW
Perencanaan Fasilitasi riset dan - Mewujudkan pengelolaan hutan lestari di
pengelolaan sumber daya kawasan HPGW
berkelanjutan dengan - Mewujudkan terselenggaranya pola
pendanaan pengelolaan pemanfaatan pendidikan dan penelitian
mandiri IPTEK bidang pengelolaan sumber daya
hutan dan lingkungan
- Membangun kemitraan dengan para pihak
sebagai wujud nyata pengabdian kepada
masyarakat
Pengorganisasian Organisasi pengelola Lembaga pengelola merupakan organisasi
dipimpin oleh Direktur manajemen profesional yang bersifat nirlaba,
dengan membawahi Manajer bertanggung jawab kepada Fakultas
Operasional, Teknisi Kehutanan IPB sebagai bagian dari
Kehutanan, Asisten pertanggung jawaban Fakultas Kehutanan
Administratif, Supervisor IPB sebagai pemegang amanat pengelolaan
lapangan dan perawatan, dan KHDTK. Dalam pelaksanaan pengelolaan
Manajer Proyek dipimpin oleh Direktur Eksekutif yang
membawahi beberapa Direktur, manajer serta
staf.
Pelaksanaan - Mempromosikan - Pelayanan Tridharma: pelayanan
pendidikan dan penelitian pendidikan, penelitian dan pengabdian
dengan berbagai proyek kepada masyarakat
dan kegiatan - Pembinaan lingkungan: pemberian akses
- Pengelolaan sumber daya masyarakat dalam pemanfaatan SDH,
berkelanjutan untuk aroforestri, dan pemanfaatan sumber daya
produksi kayu, kesehatan air
hutan, kualitas air, dan - Pengelolaan Sumber Daya Hutan: bidang
habitat satwa liar pembinaan hutan (program penanaman
- Melindungi spesies yang dan pemeliharaan tegakan, perlindungan
langka, ekosistem yang hutan, pengembangan jasa serapan
unik, dan situs bersejarah karbon), Pemanfaatan sumber daya hutan
- Menyediakan pendidikan (pengembangan produktifitas getah,
dalam pengelolaan hutan pemasaran getah pinus dan kopal)
- Menyediakan rekreasi - Manajemen dan keuangan: pengembangan
bagi masyarakat sumber daya manusia dan pengembangan
sumber daya pendanaan
Pengawasan Dilakukan melalui observasi Pengawasan dilakukan secra tidak langsung
informal serta pengumpulan yaitu dengan melaporkan kinerja pengelolaan
data terstruktur. HPGW kepada Fakultas Kehutanan IPB

Belum dapat dilaksanakan kegiatan pengelolaan hutan mengakibatkan


peluang tempat penelitian dan praktek menjadi berkurang seperti beragam praktek
silvikultur mencakup pembakaran terkontrol, penjarangan, penanaman, pemupukan
dan sistem pemanenan (penjarangan, tebang pilih, tebang penyelamatan dan
pemanenan). Kegiatan perlindungan hutan belum dapat dilaksanakan secara
maksimal terutama yang berkaitan dengan penebangan seperti penebangan kayu
38

yang telah melebihi umur daur, pemeliharaan jarak tanaman, kesesuaian spesies dan
tempat tumbuh, dan rotasi untuk spesies tertentu di tempat dengan resiko tinggi.
Berbagai perizinan yang harus dihadapi membuat pengelola belum dapat
melaksanakan pengelolaan sumber daya secara berkelanjutan dan saling
terintegrasi antara suatu kegiatan dengan kegiatan lainnya.

Solusi Permasalahan Pengelolaan KHDTK

Kebijakan merupakan suatu sikap dan tindakan yang diambil terhadap suatu
masalah yaitu sesuatu hal yang dianggap menghalangi tercapainya suatu tujuan
yang diharapkan. Suatu masalah timbul sebagai hasil konstruksi berfikir tertentu
atau paradigma. Paradigma yang berbeda menimbulkan cara pandang terhadap
masalah dan solusi yang berbeda pula. Menurut Ichwandi (2014) paradigma
merupakan kumpulan tata nilai yang membentuk pola pikir seseorang sebagai titik
tolak pandangannya. Konsekuensinya, paradigma akan membentuk citra subjektif
seseorang mengenai realita dan akhirnya akan mementukan bagaimana seseorang
menanggapi realita tersebut. Masalah kebijakan dapat diselesaikan dengan
mengumpulkan berbagai isu serta permasalahan-permasalahan yang ada untuk
mencari suatu solusi kebijakan.
Menurut Helms (1998), pengelolaan hutan (forest management) merupakan
praktek penerapan prinsip-prinsip dalam bidang biologi, fisika, kimia, analisis
kuantitatif, manajemen, ekonomi, sosial dan analisis kebijakan dalam rangkaian
kegiatan membangun atau meregenerasikan, membina, memanfaatkan dan
mengkonservasikan hutan untuk mendapatkan tujuan dan sasaran yang telah
ditetapkan, dengan tetap mempertahankan produktivitas dan kualitas hutan.
Sedangkan menurut Manan (1995) pengelolaan hutan merupakan penerapan
metoda bisnis dan prinsip-prinsip teknis kehutanan dalam pengurusan suatu hutan.
Beberapa prinsip dasar pengelolaan menurut Nasution (2103) yaitu: a) save it,
memberikan perlindungan pada ekosistem hutan (keamanan pada genetik, spesies
dan ekosistem secara keseluruhan), b) Study it, menganalisis dan mempelajari
ekosistem hutan yang meliputi biologi, komposisi, struktur, distribusi dan
kegunaannya, dan c) Use it, menggunakan atau memanfaatkan ekosistem secara
lestari dan seimbang.
Content analysis terkait pengelolaan KHDTK diperoleh hasil bahwa
pengelolaan KHDTK dapat meliputi beberapa kegiatan antara lain tata hutan dan
penyusunan rencana pengelolaan hutan, pemanfaatan hutan dan penggunaaan
kawasan hutan, rehabilitasi dan reklamasi hutan, dan perlindungan hutan dan
konservasi alam. Pelaksanaan kegiatan pemanfaatan hutan tidak dapat dilaksanakan
langsung oleh pengelola KHDTK melainkan melalui entitas bisnis seperti BUMN,
BUMD, Koperasi, atau perseorangan melalui perizinan sesuai dengan jenis
kegiatan pemanfaatan hutan yang dilaksanakan sepanjang tidak mengubah fungsi
pokok kawasan hutan. Berbagai aktivitas tersebut dilaksanakan karena sampai saat
ini belum terdapat peraturan perundangan pengelolaan KHDTK yang mengatur
kejelasan regulasi seperti sistem pengelolaan dan kelola bisnis yang terdiri dari
kegiatan perencanaan sampai dengan pemanenan atau penjualan dan peremajaan
yang diprioritaskan pada kawasan hutan terdegradasi, tidak produktif, tidak
bervegetasi ataupun rawan konflik. Kelola bisnis diperlukan dalam pengelolaan
39

KHDTK dikarenakan dalam pengelolaan hutan pendidikan ataupun penelitian


memerlukan biaya baik yang berkaitan dengan teknik kehutanan maupun
implementasi pendidikan dan penelitian. Di lain pihak, Perguruan Tinggi tidak
memiliki anggaran khusus untuk pengelolaan hutan pendidikan ataupun penelitian.
Referensi pengelolaan hutan pendidikan memberikan gambaran bahwa
kegiatan pengelolaan hutan pendidikan yang dilakukan mempunyai kewenangan
yang jelas. Pengelola Maejo University Farm dan Land Management Grant College
diposisikan sebagai suatu unit bisnis untuk memperoleh pendapatan. Segala
kegiatan boleh dilaksanakan untuk memperoleh pendapatan dalam rangka
menutupi biaya pengelolaan dan keuntungan. Konsekuensi yang timbul dari konsep
ini adalah pengelola harus melaksanakan izin disetiap kegiatan pemanfaatan
sumber daya hutan yang telah ada. Pelaksanaan berbagai kegiatan pemanfaatan
hutan dikhawatirkan akan memberikan citra eksploratif oleh masyarakat
dikarenakan melaksanakan berbagai kegiatan sama seperti private sector sebagai
pemegang izin pemanfaatan hutan. Pengelola University of Tokyo Forest dalam
melaksanakan pengelolaan ditempatkan untuk kegiatan riset. Semua kegiatan yang
dilaksanakan bertujuan untuk pelaksanaan riset di-support penuh oleh Universitas
termasuk pendanaannya. Konsekuensi yang timbul dari konsep ini adalah
pemerintah harus dapat menyediakan pendanaan dalam rangka pengelolaan
KHDTK untuk riset yang membutuhkan biaya cukup tinggi. Pendanaan yang
diperoleh dari pemerintah membuat pengelola KHDTK disibukkan dengan masalah
administrasi daripada kualitas riset. Sedangkan Duke Forest diposisikan sebagai
tempat untuk fasilitasi riset yang dipimpin oleh Direktur. Segala kegiatan yang
bertujuan untuk fasilitasi riset dalam rangka pengelolaan hutan lestari boleh
dilaksanakan. Pembiayaan pengelolaan Duke Forest dapat diperoleh hasil
pemanfaatan potensi yang ada didalam Duke Forest. Konsekuensi dari hutan
pendidikan model ini adalah perlunya sumber daya manusia yang berkualitas dalam
mengelola KHDTK yang inovatif.
Kegiatan pengelolaan KHDTK yang dilaksanakan oleh Perguruan Tinggi
dilaksanakan dalam rangka peningkatan kualitas pembelajaran khususnya
penyiapan laboratorium lapangan bagi implementasi Tridharma perguruan tinggi
bagi civitas akademika, khususnya sebagai penerapan hasil-hasil penelitian dan
pengabdian kepada masyarakat untuk mendukung pembangunan bangsa dan negara.
Dalam pengelolaan KHDTK oleh Perguruan Tinggi, beberapa prinsip yang
dipertimbangkan antara lain prinsip keberlanjutan, prinsip kemandirian dan prinsip
kemanfaatan optimal serta inklusif. Prinsip keberlanjutan antara lain dengan
terjaganya keutuhan kawasan dan keberlanjutan fungsi hutan serta peruntukan
kawasan. Prinsip kemandirian pengelolaan KHDTK bertujuan untuk tidak
membebani dalam membiayai pengelolaan KHDTK kepada perguruan tinggi
sehingga diperlukan rencana pengelolaan yang meliputi rencana bisnis dan
kelayakan pengelolaan. Prinsip kemanfaatan optimal dan inklusif yaitu pengelolaan
KHDTK harus memberikan kemanfaatan bagi pengelola meliputi pendidikan,
penelitian, pengabdian kepada masyarakat baik masyarakat sekitar maupun pihak
lain yang terlibat seperi investor dalam pengembangan bisnis terkait aspek
pendidikan dan penelitian. Oleh karena itu, salah satu makna khusus dalam
terminologi KHDTK adalah ruang kreativitas dan inovasi bagi pengelola menuju
pengelolaan yang lestari dan mandiri. Berdasarkan makna khusus tersebut maka
diperlukan peraturan perundangan khusus yang mengatur pengelolaan KHDTK.
40

Peraturan tersebut diperlukan untuk mengatur perizinan khusus yang lebih ringkas
dalam artian tidak memerlukan perizinan di tiap kegiatan pemanfaatan sumber daya
hutan seperti pada Land Management Grant College dikarenakan mempunyai
orientasi yang berbeda dengan Tridharma perguruan tinggi. Berkenaan dengan
definisi kekhususan dalam pengelolaan KHDTK oleh Perguruan Tinggi antara lain:
- Perguruan Tinggi sebagai pemegang mandat hak pengelolaan KHDTK dapat
menyelenggarakan berbagai kegiatan pengelolaan secara mandiri dan
berkelanjutan. Pengelolaan secara berkelanjutan merupakan integrasi antara
penyelenggaraan fungsi khusus KHDTK sebagai hutan pendidikan dan
penelitian dengan pengelolaan hutan lestari.
- Dalam melaksanakan kegiatan pengelolaan KHDTK, entitas kelembagaan
Pemegang Hak Pengelolaan KHDTK bekerja berdasarkan rencana pengelolaan
KHDTK yang disusun. Penyusunan rencana pengelolaan KHDTK harus
didasarkan pada prinsip-prinsip keberlanjutan. Rencana pengelolaan KHDTK
yang telah disusun harus mendapatkan pengesahan dari kementerian yang
berwenang dalam hal ini adalah Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan sebelum pelaksanaan kegiatan pengelolaan.
- Kelembagaan pemegang hak pengelolaan dalam melaksanakan pengelolaan
diberikan kewenangan melaksanakan kegiatan pemanfaatan sumber daya hutan
dan pemasaran atau peredaran hasil hutan dengan aturan khusus yang berbeda
dengan ketentuan yang berlaku umum pada perizinan usaha pemanfaatan atau
pemungutan hasil hutan kayu atau bukan kayu. Hal tersebut merupakan jabaran
makna khusus dalam pengelolaan KHDTK yaitu sebagai ruang kreativitas dan
inovasi bagi pengelola menuju pengelolaan yang lestari dan mandiri.
- Hasil dari pemanfaatan sumber daya hutan kayu maupun bukan kayu yang
telah diperoleh dapat digunakan secara langsung untuk membiayai pengelolaan
KHDTK yang meliputi pengelolaan hutan dan peningkatan fungsi pelayanan
publik untuk tujuan khusus KHDTK.
- Pemerintah perlu menetapkan kriteria dan indikator keberhasilan pengelolaan
KHDTK sebagai acuan atau rambu-rambu dalam pengelolaan KHDTK yang
mandiri dan berkelanjutan. Indikator pengelolaan KHDTK diharapkan tidak
hanya memperhatikan dari segi yuridis formalnya saja tetapi harus lebih
ditekankan pada fakta di lapangan, dapat merangsang motivasi dan kreativitas
pelaksana dalam meningkatkan mutu pengelolaan hutan serta bersifat dinamis
yang disesuaikan dengan perkembangan masyarakat, ilmu pengetahuan dan
teknologi.
Dengan solusi tersebut diharapkan dapat membantu pemerintah dalam hal ini
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dalam penyusunan kebijakan
pengelolaan KHDTK sehingga dapat mengakomodir kekhususan dan karakteristik
pengelolaan KHDTK oleh Perguruan Tinggi.
41

4 SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

1. Kegiatan pengelolaan KHDTK oleh Perguruan Tinggi mempunyai karakteristik


yang berbeda apabila dibandingkan dengan private sector sebagai pemegang hak
pemanfaatan hutan antara lain:
a. mewujudkan pengelolaan hutan yang lestari,
b. menjadi media dan sarana penyelenggaraan tridharma meliputi pendidikan,
penelitian dan pengabdian kepada masyarakat,
c. memanfaatkan potensi sumber daya hutan secara berkelanjutan untuk tujuan
pendidikan dan penelitian dalam upaya kemandirian secara finansial.
2. Peraturan perundangan tentang KHDTK sampai saat ini belum memiliki regulasi
yang jelas mengenai landasan pengelolaan meliputi kewenangan pengelolaan,
lingkup pengelolaan serta pengawasan pengelolaan KHDTK sedangkan
pengelola KHDTK telah melaksanakan berbagai aktivitas pengelolaan dengan
mengacu peraturan perundangan umum dengan melaksanakan perizinan disetiap
kegiatan pemanfaatan hutan.
3. Diperlukannya peraturan perundangan khusus yang secara tuntas mengatur
tentang penyelenggaraan KHDTK secara mandiri dan berkelanjutan dengan
ruang kreativitas dan inovasi untuk peningkatan fungsi pelayanan publik tujuan
khusus KHDTK.

Saran

Pemerintah cq. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan diharapkan


dapat segera menyusun kebijakan khusus tentang pengelolaan KHDTK yang
disesuaikan dengan dengan kondisi aktual serta pembelajaran yang telah ada agar
tujuan pengelolaan KHDTK dapat tercapai.
42

DAFTAR PUSTAKA

Adirianto, A. 2012. Potensi Nilai Ekonomi Total Hutan Pendidikan Gunung Walat
Sukabumi Jawa Barat. [Skripsi]. [Internet]. [diunduh 4 April 2015].
Tersedia di: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/40933
Alamsyah, B. 2006. Monitoring Perubahan Penutupan Lahan di Areal Land
Management Grant College Institut Pertanian Bogor (LMGC-IPB) Dusun
Aro, Jambi (Tesis). Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Anwar, Ayu Ardhillah. 2013. Analisis Perspektif Stakeholder terhadap
Implementasi Corporate Social Responsibility (CSR) (Studi Kasus pada PT
Samsung Electronics Indonesia). [Skripsi]. [Internet]. [diunduh 4 April
2015]. Tersedia di:
http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/5004/SKRIPSI%
20LENGKAP%20-FEB-AKUNTANSI-
AYU%20ARDHILLAH%20ANWAR.pdf?sequence=1
Boyce, C., & Neale, P. 2006. Conducting in-depth interviews: A guide for
designing and conducting in-depth interviews for evaluation input (pp. 3-7).
Watertown, MA: Pathfinder International.
Djogo Tony, Sunarya, Didik Suharjito dan Martua Sirait. 2003. Kelembagaan dan
Kebijakan Dalam Pengembangan Agroforestry. Bogor: World Agroforestry
Centre (ICRAF) Southeast Asia
Duke Forest. 2016. The Duke Forest Log: A Bulletin From The Office of the Duke
Forest Fall 2016. [Internet]. [diunduh 8 Februari 2017]. tersedia pada:
http://dukeforest.duke.edu/bulletin-the-duke-forest-log/
Duke Forest. 2017. Multiple-Use Forest Management. [Internet]. [diunduh 8
Februari 2017]. tersedia pada: http://dukeforest.duke.edu/management/
Elis F. 1994. Agricultural Policies in Developing Countries. Wye Studies in
Agricultural and Rural Development. Cambridge University Press.
[Fahutan IPB] Fakultas Kehutanan IPB. 2008. Keputusan Dekan Fakultas
Kehutanan IPB Nomor: 35/13.5/KP/2008 tentang Garis-Garis Besar
Kebijakan Pengelolaan Hutan Pendidikan Gunung Walat. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
Febriani, D. 2003. Telaahan Kondisi Petani Penggarap Sistem Agroforestri Hutan
Pendidikan Gunung Walat (Kasus Desa Hagermanah Kecamatan
Citayantan Kabupaten Sukabumi Provinsi Jawa Barat). [Skripsi]. [Internet].
Tersedia di: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/40933
George, R. Terry, 1979. Principles of Managements. [diunduh 8 Februari 2017].
tersedia pada: http://dukeforest.duke.edu/management/
Hero Y, Rudy C Tarumingkeng, Dudung D, dan Hariadi K. 2012. Institutional Role
in Gunung Walat Educational Forest Policy: Discourse and Historical
Approaches. JMHT Vol. XVIII. (2): 94-99, Agustus 2012.
43

Hero. 2012. Peran Kelembagaan dalam Proses Pembuatan Kebijakan Pengelolaan


Hutan Pendidikan Gunung Walat Berdasarkan Pendekatan Diskursus dan
Sejarah (Disertasi). Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
[HPGW] Hutan Pendidikan Gunung Walat. 2009. Rencana Pengembangan Hutan
Gunung Walat 2009-2013. Bogor (ID)
[HPGW] Hutan Pendidikan Gunung Walat. 2017. Kinerja Pengelolaan
Kepengurusan Periode Tahun 2013-2016. Bogor (ID)
[ITTO] International Tropical Timber Organization. 2017. Sustainable Forest
Managemant. [internat]. [diunduh 2 Januari 2017]. Tersedia pada:
www.itto.int/sfm.
Jamil, M. 2016. Evaluasi Kegiatan Agroforestri di Hutan Pendidikan Gunung Walat.
[Skripsi]. [Internet]. [diunduh 4 April 2017]. Tersedia di:
http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/40933
Kartodihardjo. 2007. Refleksi dari Pelaksanaan LMGC-IPB. Departemen
Manajemen Hutan IPB. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
[Kemenhut 2005] Kementerian Kehutanan. 2005. Keputusan Menteri Kehutanan
Republik Indonesia SK.188/Menhut-II/2005 tentang Penunjukan dan
Penetapan Kawasan Hutan Produksi Terbatas Komplek Hutan Gunung
Walat Seluas 359 (Tiga Ratus Lima Puluh Sembilan) Hektar di Keccamatan
Cibadak, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat sebagai Kawasan
Hutan Dengan Tujuan Khusus untuk Hutan Pendidikan dan Latihan Gunung
Walat Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Jakarta
[Kemenhut 2007] Kementerian Kehutanan. 2007. Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan
Rencana Pengelolaan Hutan, Serta Pemanfaatan Hutan. Jakarta (ID)
[Kemenhut 2009] Kementerian Kehutanan. 2009. Keputusan Menteri Kehutanan
Republik Indonesia SK. 702/Menhut-II/2009 tentang Perubahan Keputusan
Menteri Kehutanan No SK. 188/Menhut-II/2005 Tanggal 8 Juli 2005
tentang Penunjukan dan Penetapan Kawasan Hutan Produksi Terbatas
Kelompok Hutan Gunung Walat Seluas 359 Hektar di Kecamatan Cibadak,
Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat Sebagai Kawasan Hutan Dengan
Tujuan Khusus untuk Hutan Pendidikan dan Latihan Gunung Walat
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Jakarta
[Kemenhut 2010] Kementerian Kehutanan. 2010. Peraturan Pemerintah Nomor 12
Tahun 2010 tentang Penelitian dan Pengembangan, serta Pendidikan dan
Pelatihan Kehutanan. Jakarta (ID)
[KLHK 2015b] Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. 2015. Peraturan
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor: P.27/MenLHK-
Setjen/2015 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kehutanan Nomor
P.91/Menhut-II/2014 tentang Penatausahaan Hasil Hutan Bukan Kayu yang
Berasal dari Hutan Negara. Jakarta (ID)
[KLHK 2016a] Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. 2016. Peraturan
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor:
44

P.54/MenLHK/Setjen/Kum.1/6/2016 tentang Tata Cara Pemberian dan


Perpanjangan Izin Pemungutan Hasil Hutan Kayu atau Hasil Hutan Bukan
Kayu pada Hutan Negara. Jakarta (ID)
[KLHK 2016b] Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. 2016. Surat
Edaran Nomor: SE.15/PHPL/JASLING/HPL.2/9/2016 tentang
Pemanfaatan dan Penatausahaan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) pada
IUPHHK-HA/HTI/RE, Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP),
Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) dan Kawasan Hutan Dengan
Tujuan Khusus (KHDTK). Jakarta (ID)
[KLHK 2016c] Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. 2016. Peraturan
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor:
P.83/Menlhk/Setjen/Kum.1/10/2016 tentang Perhutanan Sosial. Jakarta
(ID)
Kosmaryandi, N. 2015. Keanekaragaman Hayati Hutan Pendidikan Gunung Walat.
Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor
Manan, S. 1997. Hutan Rimbawan dan Masyarakat. IPB Press. Bogor.
Marsh, E. E., & White, M. D. 2006. Content analysis: A flexible
methodology.Library trends, 55(1), 22-45
Mutasodirin, Halim Amran. 2014. Nilai Ekonomi Air Hutan Pendidikan Gunung
Walat dan Kontribusinya Terhadap Masyarakat Sekitar. [Tesis]. ].[Internet].
[diunduh 7 April 2017]. Tersedia di:
http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/40933
Nasution, A.Z. 2017. Manajemen Pengelolaan Hutan Lestari atau Management of
Sustainable Forest Management. [Internet]. Tersedia di:
http://bangazul.com/manajemen-pengelolaan-hutan-lestari/
[NDRC] Natural Resources Development Center. 2013. Konsep dan Kebijakan
Pengelolaan Hutan Produksi Lestari dan Implementasinya (Sustainable
Forest Management). Jakarta (ID)
Pal, LA. 1992. Public Policy Analysis: An Introduction. 2nd Edition. Scarborough,
Ont: Nelson, Canada.
Permatasari, Deasy Putri. 2014. Serangan Ganoderma sp. Penyebab Penyakit Akar
Merah di Hutan Pendidikan Gunung Walat, Sukabumi, Jawa Barat.
[Internet]. [diunduh 4 April 2017]. Tersedia di:
http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/40933
Pratiwi, S. 2008. Model Pengembangan Institusi Ekowisata Untuk Menyelesaikan
Konflik Di Taman Nasional Gunung Halimun-Salak. [disertasi].[Internet].
[diunduh 4 April 2015]. Tersedia di:
http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/40937
Rohilah E. 2003. Perencanaan Pengembangan Agroforestri di Hutan Pendidikan
Gunung Walat. [Skripsi]. [Internet]. [diunduh 4 April 2015]. Tersedia di:
http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/40933
45

Roslinda, E. 2002. Nilai Ekonomi Hutan Pendidikan Gunung Walat dan


Kontribusinya Terhadap Masyarakat Sekitar. [Internet]. [diunduh 4 April
2015]. Tersedia di: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/40933
Salim. 2005. Profil Kandungan Karbon Pada Tegakan Puspa (Schima wallichii
Korth). [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Selviana, V. 2012. Pendugaan Potensi Volume, Biomassa, dan Cadangan Karbon
Tegakan di Hutan Pendidikan Gunung Walat Sukabumi Jawa Barat.
[Internet]. [diunduh 6 Februari 2017]. Tersedia di:
http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/58302
Suhendang, E. 2002. Pengantar Ilmu Kehutanan. Yayasan Penerbit Fakultas
Kehutanan. Bogor.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.
Lembaran Negara RI Tahun 1999 no 167. Jakarta (ID)
[UTF] The University of Tokyo Forest. 2016. Science Forests for Education and
Research. [Internet]. [diunduh 1 November 2015]. Tersedia di:
http://www.uf.a.u-tokyo.ac.jp/english/
Yusup, Aldi. 2016. Penyebab Kebakaran Hutan di Kawasan Hutan Pendidikan
Gunung Walat, Jawa Barat. [Internet]. [diunduh 7 April 2017]. Tersedia di:
http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/40933
Helms. John. A. 1998. The Dictionary of Forestry Second Edition Printing. Society
of American Foresters. Amerika.
46

LAMPIRAN
47

Lampiran 1 Daftar KHDTK Penelitian dan pengembangan

No SK Menteri Pengelola
No Provinsi Nama KHDTK Luas
LHK KHDTK
1 Sumatera Hutan Penelitian SK.78/Menhut- 8.4 Badan
Utara Aek Godang II/2004 Litbang
2 Hutan Penelitian SK.39/Menhut- 2100 Badan
Aek Nauli II/2005 Litbang
3 Hutan Penelitian SK.77/Menhut- 130.1 Badan
Siali-ali II/2004 Litbang
4 Hutan Penelitian SK.74/Menhut- 1027 Badan
Pakan Lebah II/2005 Litbang
Kepau Jaya
5 Sumatera Hutan Penelitian SK.111/Menhut- 3724. Badan
Selatan Benakat II/2004 8 Litbang
6 Hutan Penelitian SK.278/Menhut- 761.9 Badan
dan Pengembanan II/2004 8 Litbang
serta Produksi
Benih
7 Hutan Penelitian SK.485/Menhut- 100 Pemda
dan II/2012 Provinsi
Pengembangan Sumatera
serta Pendidikan Selatan
Lingkungan
Dalam Bentuk
Kebun Raya
(Kebun Raya
Sumatera Selatan)
8 Hutan Penelitian SK.57/Menhut- 250 Badan
Kemampo II/2004 Litbang
9 Jawa Barat Hutan Penelitian 305/Kpts-II/2003 45 Badan
Cikampek Litbang
10 Hutan Penelitian SK.340/Menhut- 105.5 Badan
Haurbentes II/2010 Litbang
11 Hutan Penelitian SK.339/Menhut- 47.7 Badan
Yanlapa II/2010 Litbang
12 Jawa Hutan Penelitian SK.344/Menhut- 1311. Badan
Tengah Cemoro dan II/2010 6 Litbang
Modang
13 Hutan Penelitian SK.85/Menhut- 143.5 Badan
dan II/2005 Litbang,
Pengembangan Perhutani,
serta Pendidikan LIPI dan
Lingkungan Pemda
Dalam Bentuk Provinsi
Kebun Raya Jawa
Baturraden Tengah
48

No SK Menteri Pengelola
No Provinsi Nama KHDTK Luas
LHK KHDTK
14 Hutan Penelitian SK.345/Menhut- 191 Badan
Gombong II/2010 Litbang

15 Hutan Penelitian SK.60/Menhut- 93 Badan


Wonogiri II/2004 Litbang
16 DIY Hutan Penelitian SK.455/Menhut- 10 Badan
Kaliurang II/2005 Litbang
17 Hutan Penelitian SK.346/Menhut- 112.9 Badan
Playen dan II/2010 Litbang
Watusipat
18 Jawa Timur Hutan Penelitian 293/Kpts-II/2003 21.4 Badan
Padekan Malang Litbang
19 Hutan Penelitian SK.221/Menhut- 23.6 Badan
Sumberwringin II/2004 Litbang
20 Banten Hutan Penelitian 290/Kpts-II/2003 3000 Badan
Carita Litbang
21 Bali Hutan Penelitian SK.459/Menhut- 157.7 Badan
Nusa Penida II/2005 Litbang
22 Nusa Hutan Penelitian SK.392/Menhut- 306.6 Badan
Tenggara Rarung II/2004 Litbang
Barat
23 Nusa Hutan Penelitian SK.136/Menhut- 509.4 Badan
Tenggara Waingapu II/2004 Litbang
Timur (Hambala)
24 Kalimantan Hutan Penelitian SK.76/Menhut- 5000 Badan
Tengah Tumbang Nusa II/2005 Litbang
25 Hutan Penelitian SK.98/Menhut- 630.1 Badan
Wana Riset II/2005 Litbang
Sangai
26 Kalimantan Hutan Penelitian SK.83/Menhut- 1000 Badan
Selatan Kintap II/2004 Litbang
27 Hutan Penelitian SK.177/Menhut- 180 Badan
Rantau II/2005 Litbang
28 Hutan Penelitian SK.163/Menhut- 1450 Badan
Riam Kiwa II/2010 Litbang
29 Kalimantan Hutan Penelitian SK.105/Menhut- 290 Pemda
Timur dan II/2006 Kota
Pengembangan, Balikpapa
Pendidikan dan n
Latihan Dalam
Bentuk Kebun
Raya Balikpapan
30 Hutan Penelitian SK.54/Menhut- 7989. Badan
Labanan II/2012 1 Litbang
49

No SK Menteri Pengelola
No Provinsi Nama KHDTK Luas
LHK KHDTK
31 Hutan Penelitian SK.201/Menhut- 3504 Badan
Samboja II/2004 Litbang
32 Hutan Penelitian SK.203/Menhut- 2960. Badan
Sebulu II/2004 6 Litbang
33 Sulawesi Hutan Penelitian SK.367/Menhut- 180 Badan
Selatan Borissalo II/2004 Litbang
34 Hutan Penelitian SK.367/Menhut- 737.7 Badan
Malili II/2004 Litbang
35 Hutan Penelitian SK.367/Menhut- 100 Badan
Mengkendek II/2004 Litbang
50

Lampiran 2 Daftar KHDTK religi dan budaya atau KHDTK kebun raya

No SK Menteri Pengelola
No Provinsi Nama KHDTK Luas
LHK KHDTK
1 Sulawesi Kebun Raya Untuk SK.175/Menhut- 221 Pemda
Utara Hutan Penelitian, II/2014 Kabupaten
Pengembangan dan Minahasa
Pendidikan Tenggara
Lingkungan
(Minahasa Tenggara)
2 Religi dan Budaya SK.455/Menlhk- 39 Pemda
Bukit Kasih Setjen/2015 Provinsi
Kanonang Drs. A.J. Sulawesi
Sondakh Utara
3 Sulawesi Kebun Raya Kendari SK.187/Menlhk/ 96 Pemda Kota
Tenggara Untuk Hutan Setjen/PLA.0/3/ Kendari
Penelitian, 2016
Pengembangan dan
Pendidikan
Lingkungan
4 Nusa Hutan Penelitian dan SK.22/Menhut- 82.9 Pemda
Tenggara Pengembangan serta II/2012 Kabupaten
Barat Pendidikan Lombok
Lingkungan Dalam Timur
Bentuk Kebun Raya
Lemor
5 Bali Hutan Pendidikan dan 252/Kpts- 157.49 Lembaga
Penelitian Kebun II/2003 Ilmu
Raya Eka Karya Pengetahuan
Indonesia
51

Lampiran 3 Daftar KHDTK Pendidikan dan Pelatihan

No SK Menteri Pengelola
No Provinsi Nama KHDTK Luas
LHK KHDTK
1 Sumatera Hutan Pendidikan SK.1030/Menhut- 1272.7 Pusdiklat
Utara dan Pelatihan VII/KUH/2015 Kehutanan
Pondok Buluh
2 Riau Hutan Pendidikan SK.729/Menhut- 2183 Balai Latihan
(Bukit Suligi) II/2009 Pekanbaru
3 Jawa Hutan Pendidikan SK.147/Menhut- 5 Pusdiklat
Barat dan Bumi II/2004 Kehutanan,
Perkemahan Perhutani dan
Kwarcab Gerakan Pemda
Pramuka Kabupaten
Purwakarta
4 Hutan Pendidikan SK.338/Menhut- 78.5 Pusdiklat
dan Pelatihan II/2010 Kehutanan ;
Kehutanan dan Sekjen KLHK
Taman Makam
Rimbawan
5 Hutan Pendidikan SK.164/Menhut- 146.68 Pusdiklat
dan Pelatihan II/2005 Kehutanan
Sawala-Mandapa dan Perhutani
Unit III Jabar
6 Yayasan SK.484/Menlhk/S 13 YPK Dea
Pendidikan dan etjen/PLA.0/6/20 Malela
Kebudayaan Dea 16
Malela
7 Nusa Hutan Pendidikan SK.367/Menhut- 2973.2 Pusdiklat
Tenggara dan Pelatihan II/2009 Kehutanan
Timur Kehutanan
Kupang
8 Selatan Hutan Pendidikan 8815/Kpts- 4310 Pusdiklat
dan Latihan Balai II/2002 Kehutanan
Latihan
Kehutanan/SKM
A Samarinda
9 Sulawesi Hutan Pendidikan SK.13/Menhut- 601.26 Pusdiklat
Selatan dan Pelatihan II/2010 Kehutanan
Tabo-Tabo
52

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Wonogiri pada tanggal 27 September 1990, merupakan


anak kedua dari dua bersaudara anak pasangan Bapak Purwono dan Ibu Wiwik
Widyastuti. Gelar Sarjana Kehutanan diperoleh setelah lulus dari Jurusan
Teknologi Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada pada tahun
2012. Saat ini penulis bekerja di BIOFIN UNDP Project sebagai Biodiversity
Communication and Reporting Support Specialist yang berkedudukan di
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Penulis melanjutkan studi pada Program Studi Pengelolaan Sumber Daya
Alam dan Lingkungan IPB dengan bidang kajian perencanaan pengelolaan sumber
daya. Salah satu karya ilmiah penulis adalah artikel dengan judul Analisis
Pengelolaan Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (Studi Kasus Hutan
Pendidikan dan Latihan Gunung Walat) yang diterbitkan di Journal of
Environmental Enginering & Waste Management (JENV) Volume 3 Number 1,
April 2018.

Anda mungkin juga menyukai