Anda di halaman 1dari 65

IDENTIFIKASI KAPANG PADA BEDAK TABUR

MAHASISWI AAK AN NASHER CIREBON

KARYA TULIS ILMIAH


Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
Gelar Ahli Madya Analis Kesehatan

Oleh :

Lutfiyah
NIM : 131415457

YAYASAN AN NASHER
AKADEMI ANALIS KESEHATAN AN NASHER
CIREBON
2016
PENGESAHAN KARYA TULIS ILMIAH
BERJUDUL

IDENTIFIKASI KAPANG PADA BEDAK TABUR


MAHASISWI AAK AN NASHER CIREBON

Oleh:
Lutfiyah
NIM : 131415457

DIPERTAHANKAN DIHADAPAN DEWAN SIDANG PENGUJI KARYA


TULIS ILMIAH AKADEMI ANALIS KESEHATAN AN NASHER CIREBON
PADA TANGGAL :12 Mei 2016

Pembimbing I Pembimbing II

Pipin Supenah, S.Si.,M.Si. Dr. H.Asep Munandar


NIDN. 042 910 7701 NIDN. 041 803 7602

Mengetahui,
Direktur Akademi Analis Kesehatan An Nasher Cirebon,

Hery Prambudi, S.Si., M.Si., Apt


NIDN. 041 903 7802
Penguji:

1. M. Arminto. P, S.Si 1.
NIDN. 041 210 7402

2. H. Ridwan Nasiruddin, S.Sos, M.Pd 2.


NIDN. 040 101 7302

3. Pipin Supenah, S.Si.,M.Si. 3.


NIDN: 042 910 7701

4. Dr. H.Asep Munandar 4.


NIDN. 041 803 7602
ABSTRAK

Lutfiyah, 2016, IDENTIFIKASI KAPANG PADA BEDAK TABUR


MAHASISWI AAK AN NASHER CIREBON.

Bedak adalah sediaan yang digunakan untuk memoles kulit wajah dengan
sentuhan artistik untuk menutupi kekurangan kecil pada kulit dan meningkatkan
penampilan wajah. Hal yang memungkinkan adanya mikroorganisme yang masuk
ke dalam bedak tabur dapat terjadi karena adanya kontaminasi melalui udara dan
spons, dan cara penggunaan bedak yang kurang baik sehingga rentan terkena
berbagai mikroorganisme dan penyebaran penyakit infeksi. Tujuan penelitian ini
adalah untuk mengetahui keberadaan kapang pada bedak tabur yang digunakan
mahasiswi AAK An Nasher Cirebon dan untuk mengetahui persentase bedak
tabur yang digunakan mahasiswi AAK An Nasher Cirebon. Bedak tabur
merupakan produk kosmetik bedak di mana hampir semua bahan bakunya
merupakan bubuk dan tidak menggunakan minyak dan yang digunakan untuk
memberikan sentuhan khusus pada kulit, mengontrol minyak pada wajah, dan
melindungi kulit wajah dari sinar UV yang dapat merusak kulit. Kapang (Mold)
adalah fungi multiseluler yang mempunyai filamen, dan pertumbuhannya pada
substrat mudah dilihat karena penampakannya yang berserabut seperti kapas.
Pertumbuhannya mula-mula berwarna putih, tetapi jika spora telah timbul akan
terbentuk berbagai warna tergantung dari jenis kapang. Pemeriksaan ini dilakukan
dengan cara menuangkan media Sabouraud Dextrose Agar ke dalam cawan petri
steril kemudian ditutup dan dibiarkan membeku pada suhu kamar, penuangan
dilakukan secara aseptis. Diambil 0,5 gram sampel (bedak tabur) kemudian
ditabur merata diatas permukaan medium dalam cawan petri, dan di inkubasi pada
suhu kamar selama 7 hari dan terlihat pertumbuhan kapang pada Sabouraud
Dextose Agar, koloni kapang diamati secara makroskopis dan mikroskopis.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode
deskriptif. Dari hasil penelitian terdapat bedak tabur yang digunakan mahasiswi
AAK An Nasher Cirebon 33% terkontaminasi kapang dan 67% tidak
terkontaminasi kapang. Dari 23% bedak tabur yang terkontaminasi, 27%
terkontaminasi kapang Aspergillus Spdan 6% terkontaminasi kapang Mucor Sp.
Hasil uji statistik Binomial Test yang diketahui sig.(2-tailed) 0.005. Artinya
bahwa H0 ditolak dan H1 diterima.

Kata Kunci : Bedak tabur, Kapang, Mahasiswi AAK An Nasher, Cirebon.

i
KATA PENGANTAR

Segala puji hanya Allah, Tuhan semesta alam yang telah mengajarkan

manusia segala sesuatu yang tidak diketahuinya. Penulis panjatkan kehadirat

Ilaahi Robbi yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis

sehingga pada saat ini penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah berjudul

“IDENTIFIKASI KAPANG PADA BEDAK TABUR MAHASISWI AAK

AN NASHER CIREBON”.

Karya Tulis Ilmiah ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat

mengikuti ujian akhir Diploma III Akademi Analis Kesehatan An Nasher

Cirebon. Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini tidak sedikit mengalami

kesulitan, namun berkat adanya bantuan dan semangat dari berbagai pihak, dan

khususnya kedua orang tua yang selalu memberikan bantuan moral maupun

materil serta semangat do’a, juga motifasi sehingga tersusunlah Karya Tulis

Ilmiah ini. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada :

1. KH. Abdul Mujib, selaku Ketua Yayasan Akademi Analis Kesehatan An

Nasher Cirebon.

2. Bapak Hery Prambudi, S.Si., M.Si., Apt selaku Direktur Akademi Analis

Kesehatan An Nasher Cirebon.

3. Ibu Pipin Supenah, S.Si.,M.Si selaku dosen pembimbing I yang selalu

memberikan waktu dan petunjuknya selama bimbingan dan penyusunan

Karya Tulis Ilmiah.

ii
4. Bapak Dr. H. Asep Munandar selaku dosen pembimbing II yang selalu

memberikan pencerahan selama bimbingan dan penyusunan Karya Tulis

Ilmiah.

5. Mba Fadilah Nur Baitillah, Amd.AK yang telah membimbing dan menemani

selama penelitian sehingga tersusunlah Karya Tulis Ilmiah ini.

6. Seluruh Dosen dan Staff Karyawan Akademi Analis Kesehatan An Nasher

Cirebon.

7. Sembah batinku kepada Orang tua tercinta dan keluarga. Khususnya Mamah

dan Bapak yang tidak pernah lupa mendo’akan. Terima kasih atas dorongan

semangatnya sehingga Karya Tulis Ilmiah ini dapat diselesaikan.

8. Teman-teman Analis “Sadulur Sapuluh”, terima kasih atas bantuan dan

semangatnya, dan semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu per satu.

Dengan segala kekurangan serta keterbatasan penulis. Penulis

mengharapkan kritik dan saran yang bisa membangun untuk memperbaiki Karya

Tulis Ilmiah ini. Selain itu, penulis juga berharap semoga Karya Tulis Ilmiah ini

dapat bermanfaat bagi penulis dan khususnya pembaca.

Cirebon, Mei 2016

Penulis

iii
DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN

ABSTRAK ........................................................................................ i

KATA PENGANTAR ...................................................................... ii

DAFTAR ISI ..................................................................................... iv

DAFTAR GAMBAR ........................................................................ vi

DAFTAR TABEL ............................................................................ vii

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................... viii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah.............................................................. 3

1.3 Tujuan Penelitian ............................................................... 3

1.4 Manfaat Penelitian ............................................................. 4

1.5 Batasan Masalah ................................................................ 4

1.6 Rencana Penelitian ............................................................ 5

1.7 Hipotesa ............................................................................. 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bedak ................................................................................. 7

2.1.1 Pengertian dan syarat bedak ..................................... 7

2.1.2 Klasifikasi Bedak ...................................................... 7

2.1.3 Tujuan Bedak......................... ................................... 9

iv
2.2 Kapang ............................................................................... 10

2.2.1 Morfologi .................................................................. 10

2.2.2 Reproduksi ................................................................ 12

2.2.3 Sifat Fisiologi ........................................................... 13

2.3 Karakteristik Kapang ......................................................... 15

2.3.1 Aspergillus ................................................................ 15

2.3.2 Rhizopus ................................................................... 21

2.3.3 Penicillium ................................................................ 25

2.3.4 Mucor........................................................................ 28

2.4 Gambaran Karakteristik Kapang ....................................... 31

2.4.1 Kapang Negatif ......................................................... 31

2.4.2 Kapang Positif .......................................................... 32

BAB III METODOLOGI PENELITI

3.1 Metode Penelitian .............................................................. 33

3.2 Populasi dan Sampel .......................................................... 33

3.3 Cara Sampling ................................................................... 33

3.4 Waktu dan Tempat Penelitian............................................ 34

3.5 Instrument Penelitian ......................................................... 34 .

3.6 Pengolahan dan Analisa Data ............................................ 37

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian .................................................................. 38

4.2 Pembahasan ....................................................................... 41

v
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan ........................................................................ 44

5.2 Saran .................................................................................. 44

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................

vi
DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1 Aspergillus ............................................................................. 16

Gambar 2 Rhizopus ................................................................................. 22

Gambar 3 Peniciliium ............................................................................. 26

Gambar 4 Mucor ..................................................................................... 29

vii
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 Hasil Pengamatan Identifikasi Kapang ...................................... 38

Tabel 2 Hasil pengamatan Identifikasi Kapang Bedak Tabur ................ 39

Tabel 3 Hasil Persentase Identifikasi Kapang ......................................... 41

Tabel 4 Hasil Pengolahan Data Statistik ................................................. 42

viii
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Hasil Uji Statistik................................................................. 45

Lampiran 2 Perhitungan Media Sabouraud Dextose Agar ..................... 46

Lampiran 3 Foto Penelitian ..................................................................... 47

ix
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kosmetika adalah bahan atau sediaan yang dimaksudkan untuk

digunakan pada bagian luar tubuh manusia (epidermis, rambut, kuku, bibir

dan organ genital bagian luar) atau gigi dan membran mukosa mulut terutama

untuk membersihkan, mewangikan, mengubah penampilan dan atau

memperbaiki bau badan atau melindungi atau memelihara tubuh pada kondisi

baik (BPOM 2011).

Bahan kosmetika adalah bahan atau campuran bahan yang berasal dari

alam dan atau sintetik yang merupakan komponen kosmetika termasuk bahan

pewarna, bahan pengawet dan bahan tabir surya. Bahan pewarna adalah

bahan atau campuran bahan yang digunakan untuk memberi dan atau

memperbaiki warna pada kosmetika. Bahan pengawet adalah bahan atau

campuran bahan yang digunakan untuk mencegah kerusakan kosmetika yang

disebabkan oleh mikroorganisme. Perubahan tersebut dapat terjadi karena

adanya kontaminasi melalui udara dan tangan, dan cara penggunaan yang

kurang baik dan penggnaan waktu yang lama (BPOM 2011).

Bedak adalah sediaan yang digunakan untuk memoles kulit wajah

dengan sentuhan artistik untuk menutupi kekurangan kecil pada kulit dan

meningkatkan penampilan wajah, dengan menutupi kulit yang mengkilap

akibat sekresi kelenjar sebaseus dan kelenjar keringat. Hal yang diinginkan

dari pemakai bedak adalah tidak membuat kulit wajah tampak berminyak, dan

1
2

kulit tampak lembut. Pagi hari sebelum memulai aktivitas kita sebagai wanita

termasuk mahasiswi AAK An Nasher terbiasa menggunakan bedak sehingga

wajah terlihat cerah. Ada beberapa jenis bedak yang digunakan oleh

mahasiswi AAK An Nasher, salah satunya adalah bedak tabur. Siang hari

setelah berbagai aktivitas wajah menjadi berminyak dan terlihat kusam,

sehingga biasanya kita kembali menggunakan bedak dengan membuka bedak

tabur yang akan kita gunakan. Hal ini memungkinkan adanya

mikroorganisme yang masuk ke dalam bedak yang kita gunakan sehari-hari,

hal tersebut dapat terjadi karena adanya kontaminasi melalui udara dan spons.

Terlebih dengan keadaan kamar mahasiswi Aak An Nasher yang kurang

menjaga kebersihan sehingga rentan terkena berbagai jenis mikroorganisme.

Cara penggunaan bedak yang kurang baik dan penggunaan bedak yang sudah

terkontaminasi dalam jangka waktu yang lama merupakan faktor-faktor yang

berperan dalam penyebaran penyakit infeksi.

Penelitian dengan sampel kosmetik bedak yang telah dibuka dan

digunakan dalam jangka waktu yang berbeda-beda didapatkan berbagai

macam spesies jamur, salah satunya adalah Aspergillus sp. Manifestasi ini

disebut Aspergillosis, yang merupakan infeksi opurtunistik paling sering

terjadi pada paru-paru dan disebabkan oleh spesies jamur Aspergillus sp.

Spora spesies ini dapat diisap masuk ke dalam paru-paru dan menyebabkan

infeksi kronik atau aspergillosis diseminata, jika terjadi infeksi paru invasif

oleh Aspergillus. Bronkopulmonari aspergillus alergik dapat terjadi pada

orang orang yang alergi terhadap Aspergillus. Pasien yang mengalami


3

bronkopulmonari aspergillosis alergik mengalami asma dan diobati dengan

prednisolon untuk mengobati bunyi nafas mengi, dan anti jamur untuk

mengobati infeksi. ( Arif, A. 2013)

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan

penelitian dengan judul “ Identifikasi Kapang pada Bedak Tabur

Mahasiswi Aak An Nasher Cirebon ”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan masalah sebagai

berikut:

1. Apakah terdapat kapang pada bedak tabur yang digunakan mahasiswi

AAK An Nasher?

2. Berapa persentase bedak tabur yang digunakan mahasiswi AAK An

Nasher yang terkontaminasi kapang?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan dengan permasalahan pokok di atas, tujuan yang ingin

dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui keberadaan kapang pada bedak tabur yang digunakan

mahasiswi Aak An Nasher Cirebon.

2. Untuk mengetahui persentase bedak tabur yang digunakan mahasiswi Aak

An Nasher Cirebon yang terkontaminasi kapang.


4

1.4 Manfaat Penelitian

Peneliti berharap dengan dilakukannya penelitian ini dapat

memberikan manfaat bagi:

1. Peneliti

Menambah pengetahuan dan wawasan tentang teknik dan cara penanaman

dan identifikasi kapang yang tumbuh pada bedak tabur.

2. Akademik

Sebagai tambahan informasi di bidang ilmu pengetahuan khususnya

tentang pencemaran mikroba pada bedak tabur.

3. Masyarakat

Memberikan informasi kepada mahasiswi tentang persentase bedak tabur

yang terkontaminasi kapang, dan memberikan informasi kepada

masyarakat tentang cara penggunaan bedak tabur yang baik dan benar agar

tidak terkontaminasi oleh kapang.

1.5 Batasan Masalah

Penelitian ini hanya melakukan identifikasi kapang secara

makroskopis dan mikroskopis yang terdapat pada sampel bedak tabur yang

digunakan mahasiswi AAK An Nasher Cirebon, pada media Saboroud

Dextose Agar (SDA).


5

1.6 Rancangan Penelitian

Observasi

Persiapan alat dan bahan yang


akan digunakan

Menimbang sampel bedak

Penanaman pada media SDA

Pemeriksaan kapang secara


makroskopis dan mikroskopis

Hasil

Analisa Data

Kesimpulan

Pelaporan
6

1.7 Hipotesa

H0 : Tidak terdapat kapang pada bedak tabur yang digunakan mahasiswi

AAK An Nasher Cirebon.

H1 : Terdapat kapang pada bedak tabur yang digunakan mahasiswi AAK An

Nasher Cirebon.
7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bedak

2.1.1 Pengertian dan Syarat Bedak

Bedak merupakan vehikulum ( Zat inaktif/ inert yang digunakan

dalam sediaan topical sebagai pembawa obat / zat aktif agar dapat

berkontak dengan kulit ) solid/padat yang memiliki efek mendinginkan,

menyerap cairan serta mengurangi gesekan pada daerah aplikasi

(Rusdy,I. 2015).

Adapun hal-hal yang menjadi syarat bedak, yaitu sebagai berikut

(Rusdy,I. 2015).

a. Mudah disapukan pada kulit

b. Bebas partikel keras dan tajam

c. Tidak mudah menggumpal

d. Tidak mengiritasi kulit

e. Memenuhi derajat halus yang telah ditetapkan

2.1.2 Klasifikasi Bedak

Secara umum, ada dua bentuk utama dari bedak. Loose Face

Powder digunakan secara langsung dengan menggunakan suatu tiupan

atau sikat yang besar atau ditransfer kesuatu wadah khusus di mana

dapat dibawa disuatu tas tangan dan digunakan suatu spons atau

gembungan kecil yang juga sesuai dengan wadahnya. Untuk mencegah


8

kebocoran maka permukaannya ditutupi dengan penutup mesh nylon.

Dalam bentuk yang kedua, adalah suatu bedak yang dipadatkan atau

dimampatkan dengan suatu agen pengikat yang digunakan dalam

pembuatannya.

1. Bedak Tabur atau Bubuk ( Loose Powder )

Bedak tabur/Loose powder merupakan produk kosmetik

bedak di mana hampir semua bahan bakunya merupakan bubuk dan

tidak menggunakan minyak.

Dikenal sebagai bedak tabur, dalam bentuk bubuk yang

halus. Biasanya dipakai setelah memoleskan alas bedak

(foundation) secara perlahan dan halus. Bahannya mudah menyerap

minyak di wajah dan menutupi pori-pori wajah lebih sempurna.

Tapi untuk penggunaannya agak kurang praktis karena serbuknya

seringkali berjatuhan dan mengotori baju (Rusdy,I. 2015).

2. Bedak Padat (Compact Powder)

Bedak padat yang diperkenalkan di Amerika pada tahun

1930 telah mencapai popularitasnya dikarenakan penggunaannya

yang sangat mudah dan penyimpanan yang nyaman. Bedak padat

adalah bedak kering yang telah dikompres menjadi padatan dan

biasanya digunakan dengan spons bedak (Rusdy,I. 2015)

Komposisinya mirip dengan bedak tabur, tapi efeknya pada

kulit berbeda pada beberapa tingkat. Pengikat yang terkandung

dalam bedak padat memberikan adhesi yang besar. Sebagai hasil


9

dari proses pengepresan, ukuran partikel rata-rata umumnya lebih

besar pada bedak padat dari pada bedak tabur ; efek kasar dari

butiran-butiran tersebut tentu sangat tidak diinginkan. Bedak padat

harus dapat menempel dengan mudah pada spons bedak, dan

padatan bedaknya harus cukup kompak, tidak pecah atau patah

dengan penggunaan normal. Bahan dasar pembuatannya hampir

sama dengan bedak tabur, namun untuk bedak padat mengandung

5% minyak sebagai pengikat (Rusdy,I. 2015).

3. Paper Sheet – Type Face Powder

Merupakan tipe bedak yang dibuat dengan mengaplikasikan

bedak tabur pada sebuah kertas khusus sehingga mudah untuk

dibawa kemana-mana. Mengabsorpsi minyak yang muncul pada

kulit dan mudah digunakan untuk memperbaiki riasan wajah

(Rusdy,I. 2015).

Bahan yang digunakan untuk membuatnya hampir sama

dengan bedak tabur, namun ditambahkan polimer larut air agar

bedaknya dapat menempel pada kertas (Rusdy,I. 2015).

2.1.3 Tujuan Bedak

Kosmetik adalah produk yang dimaksudkan untuk

digunakan, untuk membersihkan, mengharumkan atau untuk

meningkatkan penampilan, dan penggunaan sediaan kosmetik

diseluruh dunia menjadi bagian dari rutinitas harian pribadi

terutama untuk perempuan.


10

Bedak adalah kosmetik yang digunakan untuk memberikan

sentuhan khusus pada kulimett, mengontrol minyak pada kulit

wajah, dan melindungi kulit wajah dari sinar UV yang dapat

merusak kulit. Selain itu, adanya transparansi yang tinggi dari

kombinasi bubuk pada bedak dapat memberikan efek lembut pada

kulit wajah, juga dapat mengaburkan garis-garis keriput pada wajah

serta mengurangi visibilitas warna kulit untuk meningkatkan

penampilan kulit.

2.2 Kapang

2.2.1 Morfologi

a) Kapang merupakan jamur berfilamen dan multinukleat yang

tersusun oleh hifa. Hifa merupakan struktur tabung bercabang yang

berdiameter 2 – 10 yang biasanya dibagi-bagi menjadi

semacam unit sel oleh dinding yang melintang yang disebut septa.

Kumpulan dari hifa disebut miselium. Bagian dari miselium

vegetatif yang tersusun oleh hifa vegetatif; bagian spora

reproduktif, yaitu miselium aerial yang tersusun oleh hifa aerial.

b) Kapang memiliki struktur eukariot khas.

c) Kapang memiliki dinding sel yang biasanya tersusun oleh kitin,

kadang-kadang selulosa atau keduanya.

d) Kapang merupakan aerob obligat.


11

e) Pertumbuhan dengan pemanjangan ujung apikal hifanya dan

selanjunya dapat masuk ke permukaan tempat kapang tumbuh

(Subandi, 2010).

Kapang (Mold) adalah fungi multiseluler yang mempunyai

filamen, dan pertumbuhannya pada substrat mudah dilihat karena

penampakannya yang berserabut seperti kapas. Pertumbuhannya

mula-mula berwarna putih, tetapi jika spora telah timbul akan

terbentuk berbagai warna tergantung dari jenis kapang (Ali, 2005).

Menurut Fardiaz (1992), kapang terdiri dari suatu thallus

yang tersusun dari filamen yang bercabang yang disebut hifa.

Kumpulan dari hifa membentuk suatu jalinan yang disebut

miselium. Setiap hifa memiliki lebar 5 – 10 (Pelczar dan Chan,

1986).

Menurut Fardiaz (1992), dan Waluyo (2004), kapang dapat

dibedakan menjadi 2 kelompok berdasarkan struktur hifa, yaitu hifa

tidak bersekat atau nonseptat dan hifa bersekat atau septat. Septat

akan membagi hifa menjadi bagian-bagian, dimana setiap bagian

tersebut memiliki inti (nukleus) satu atau lebih. Kapang yang tidak

memiliki septat maka inti sel tersebar di sepanjang hifa. Dinding

penyekat pada kapang disebut dengan septum yang tidak tertutup

rapat sehingga sitoplasma masih dapat bebas bergerak dari satu

ruang ke ruang lainnya. Kapang yang bersekat antara lain kelas

Ascomycetes, Basidiomycetes dan Deuteromycetes. Sedangkan


12

kapang yang tidak bersekat yaitu kelas Phycomycetes (Zygomycetes

dan Oomycetes).

2.2.2 Reproduksi Kapang

Ada 2 macam cara reproduksi yaitu :

a) Aseksual, secara fission (pembelahan), budding (kuncup),

pembentukan spora aseksual.

b) Seksual, secara fusi (peleburan) nukleus dari 2 sel gamet induk dan

menghasilkan spora seksual, melalui 3 fase yaitu :

1. Plasmogami : nukleus haploid dari sel donor (+) penetrasi ke

sitoplasma sel resipien (-).

2. Karyogami : inti (+) dan (-) berfusi membentuk zygot inti diploid.

3. Meiosis : inti diploid menghasilkan inti haploid (spora seksual) dan

beberapa rekombinan genetik.

Adanya reproduksi seksual dan aseksual maka jamur

mempunyai siklus hidup (life cycle). Jamur yang menghasilkan

spora sexual dan asexual disebut teleomorphs, sedangkan jamur

yang menghasilkan spora asexual saja disebut anamorphs.

Macam-macam spora aseksual :

a. Conidiospora = conidia (tunggal: conidium)

b. Sporangiospora : spora yang dibentuk dalam sporangium

c. Oidia (tunggal: oidium) = arthrospora: spora hasil fragmentasi hifa

d. Klamidospora : spora aseksual berdinding tebal

e. Blastospora : spora pembentukan budding


13

Macam-macam spora seksual :

1) Ascospora : spora yang dibentuk dari ascus.

2) Basidiospora : spora yang dibentuk dari basisium

3) Zygospora : spora berdinding tebal, hasil fusi gametangia

4) Oospora : spora hasil pembentukan oogonium dan anteridium

(Agnes, 2012).

2.2.3 Sifat Fisiologi Kapang

1. Kebutuhan Air

Kebanyakan kapang membutuhkan air minimal untuk

pertumbuhannya dibandingkan dengan khamir dan bakteri (Waluyo,

2004). Air merupakan pelarut esensil yang dibutuhkan bagi semua

reaksi biokimiawi dalam sistem hidup dan sekitar 90% menyusun

berat basah sel (Ali, 2005).

2. Suhu Pertumbuhan

Kebanyakan kapang bersifat mesofilik, yaitu mampu tumbuh

baik pada suhu kamar. Suhu optimum pertumbuhan untuk

kebanyakan kapang adalah sekitar 25 – 30 oC, tetapi beberapa dapat

tubuh pada suhu 35 – 37 oC atau lebih. Beberapa kapang bersifat

psikotrofik yakni dapat tumbuh baik pada suhu lemari es, dan

beberapa bahkan masih dapat tumbuh lambat pada suhu dibawah

pembekuan, misal -5 sampai -10 oC, selain itu beberapa kapang

bersifat termofilik yakni mampu tumbuh pada suhu tinggi (Waluyo,

2004).
14

3. Kebutuhan Oksigen dan pH

Semua kapang bersifat aerobik, yakni membutuhkan oksigen

dalam pertumbuhannya. Kebanyakan kapang dapat tumbuh baik

pada pH yang luas, yakni 2,0 – 8,5, tetapi biasanya petumbuhannya

akan baik bila pada kondisi asam atau pH rendah (Waluyo, 2007).

4. Nutrisi

Nutrisi sangat dibutuhkan kapang untuk kehidupan dan

pertumbuhannya, yakni sebagai sumber karbon, sumber nitrogen,

sumber energi, dan faktor pertumbuhan (mineral dan vitamin).

Nutrisi tersebut dibutuhkan untuk membentuk energi dan menyusun

komponen-komponen sel. Kapang dapat menggunakan berbagai

komponen sumber makanan, dari materi yang sederhana hingga

materi yang kompleks. Kapang mampu memproduksi enzim

hidrolitik, seperti amilase, pektinase, proteinase dan lipase. Maka

dari itu kapang mampu tumbuh pada bahan yang mengandung pati,

pektin, protein atau lipid (Waluyo, 2007).

5. Komponen Penghambat

Beberapa kapang mengeluarkan komponen yang dapat

menghambat pertumbuhan organisme lainnya. Komponen ini disebut

antibiotik, misalnya penisilin yang diproduksi oleh Penicillium

chrysogenum, dan clavasin yang diproduksi oleh Aspergillus

clavatus. Sebaliknya, beberapa komponen lain bersifat mikostatik

atau fungistatik, yaitu menghambat pertumbuhan kapang, misalnya


15

asam sorbat, propionat dan asetat, atau bersifat fungisidal yaitu

membunuh kapang (Fardiaz, 1992).

2.3 Karakteristik Kapang

2.3.1 Aspergillus sp

2.3.1.1 Morfologi

a. Makroskopis Aspergillus sp

Pada media SGA + antibiotik, Aspergillus sp dapat

tumbuh cepat pada suhu ruangan membentuk koloni yang

glanular, berserabut dengan beberapa warna sebagai salah

satu ciri identifikasi (Jawetz, 1996). Empat jenis organisme

yang sering berhubungan dengan infeksi pada manusia : A.

Fumigatus, A.niger, A.terreus, A.flavus.

b. Mikroskopis

Aspergillus sp mempunyai hifa bersekat dan

bercabang pada bagian ujung hifa terutama pada bagian

ujungnya membulat menjadi vesikel. Pada vesikel terdapat

batang pendek yang disebut sterigmata. Sterigmata atau

fialida berwarna dan tumbuh konidia yang membentuk rantai

yang berwarna hijau, coklat, atau hitam. Untuk membedakan

spesies berdasarkan perbedaan warna dari konidia.


16

2.3.1.2 Ciri-ciri Aspergillus sp

Hifa septat dan miselium bercabang, sedangkan hifa

yang muncul diatas permukaan umumnya hifa fertile. Koloni

berkelompok, konidiofora septat atau nonseptat, konidiofora

membengkak membentuk fesikel pada ujungnya, sterigmata atau

fialida biasanya sederhana, berwarna atau atau tidak berwarna,

beberapa spesies tumbuh baik pada suhu 37 derajat celcius atau

lebih, konidia membentuk rantai yang berwarna hijau, coklat,

atau hitam (Waluyo, 2007).

Gambar 1. Aspergillus sp

Kingdom : Fungi

Phylum : Ascomycota

Class : Eurotiomycetes

Ordo : Eurotiales

Family : Trichocomaccae

Genus : Aspergillus
17

2.3.1.3 Patogenitas Aspergillus sp

Spora Aspergillus sp dapat menyebabkan peningkatan

reaksi hypersensitifitas yang disertai demam, disepnae (sesak

nafas). Spesies Aspergillus sp diketahui terdapat dimana-mana

dan hampir tumbuh pada setiap substrat (Dwidjoseputro, 2010).

Beberapa jenis spesies ini termasuk kapang patogen.

Misalnya yang disebabkan Aspergilosis, beberapa diantaranya

bersifat saprofit sebagaimana banyak ditemukan pada bahan

pangan (Pelczar, 2006).

Toksin yang dihasilkan oleh Aspergillus sp berupa

mikotoksin. Mikotoksin merupakan senyawa beracun yang

diproduksi oleh kapang (Mold) atau jamur. Sedangkan

mikotoksikosis adalah penyakit yang ditimbulkan oleh

memakan makanan yang telah menjadi beracun oleh racun

fungi, racun ini terdapat dalam makanan yang dikonsumsi

manusia dan hewan. Mikotoksin yang sangat terkenal adalah

aflatoksin. Kemampuan kapang untuk membentuk aflatoksin

tergantung pada faktor dan keadaan lingkungan secara

makroskopis (substrat, kelembapan, suhu, pH) dan lamanya

kontak antara jamur dan substrat. Substrat dengan kadar

karbohidrat tinggi akan menguntungkan pembentukan aflatoksin

dengan kadar glukosa 30% (Pelczar, 2006).


18

2.3.1.4 Aspergilosis

Aspergilosis ialah penyakit jamur yang disebabkan oleh

berbagai spesies Aspergillus dan dapat mengenai kulit, kuku dan

alat dalam terutama paru dan otak.

Sejarah aspergilosis pertama dilaporkan oleh Virchow

dalam tahun 1856. Sejak itu banyak kasus dilaporkan dari

banyak negara termasuk indonesia.

Banyak spesies Aspergillus merupakan penyebab

penyakit ini, terutama A. Fumigatus, A.niger, A.flavus.

Aspergillus sering ditemukan dialam bebas sebagai saprofit.

Disamping ketiga spesies tersebut diatas, spesies lain dapat

menimbulkan kelainan bila terdapat faktor predisposisi. Faktor

predisposisi untuk penyakit ini sama seperti pada kandidiasis,

yaitu keadaan umum yang kurang baik, penyakit infeksi lain,

keganasan, diabetes melitus, pengobatan dengan obat

imunosupresif dan defisiensi imun.

2.3.1.5 Patologi dan Gejala Klinis

1. Selaput Lendir

Infeksi pada sinus maksilaris dan sinus frontalis

terjadi karena jamur tersebut yang hidup dirongga hidung

tumbuh masuk ke dalam sinus. Pada gambar Roentgen

terlihat gumpalan dalam sinus yang merupakan suatu

aspergiloma. Gejala yang ditimbulkan menyerupai sinusitis


19

oleh sebab lain. Aspergillus dapat merusak tulang dan dapat

menembus ke rongga mata dan rongga kepala.

2. Paru

Aspergillus dapat bersifat sebagai alergen atau

patogen. Sebagai alergen, Aspergillus menimbulkan reaksi

alergi setempat dan menimbulkan gejala asma. Sebagai

patogen dapat bersifat infeksi primer atau sekunder. Penyakit

ini terjadi karena terdapat faktor predisposisi. Kelainan dapat

bersifat setempat dan menimbulkan abses atau sebagai

aspergiloma yang menempati rongga sebagai akibat

tuberkulosis (kaverna) atau pembesaran rongga bronkus

(bronkiektasis). Pada gambaran Roentgen aspergiloma ini

tampak sebagai bola dirongga dan disebut fungus ball. Bila

terjadi pertumbuhan jamur kedalam dinding rongga, dapat

merusak dinding rongga dan pembuluh darah sehingga

menimbulkan perdarahan dan memberi gejala batuk darah.

Dalam paru spora jamur juga dapat menimbulkan gejala

asma. Bila jamur tumbuh masuk ke dalam jaringan paru,

dibentuk zat anti. Keadaan ini dikenal sebagai alergic

bronchopulmonary aspergillosis.

3. Alat Dalam lain

Dari paru, Aspergillus dapat menyebar ke alat dalam

lain melalui darah. Hal ini sering terjadi pada penderita


20

leukemia, keganasan lain, transplantasi organ (karena

penggunaan obat imunosupresif) dan pada defisiensi imun

(AIDS). Alat dalam yang sering terkena ialah otak, jantung

dan ginjal. Diagnosis sulit karena bahan klinis sulit didapat

tanpa menimbulkan kelainan lain. Pemeriksaan serologi dapat

memperkuat diagnosis kemungkinan.

2.3.1.6 Diagnosis

Bahan klinis yang diperlukan ialah kerokan kulit dan

kuku, bahan dari daerah dengan kelainan, sputum,bbilasan

bronkus, darah dan lain-lain. Pada pemeriksaan langsung dengan

KOH ditemukan spora dan hifa, dan pada biakan ditambahkan

antibiotik pada medium agar Sabouraud dekstrosa. Untuk

memperkuat diagnosis dilakukan pemeriksaan serologi.

2.3.1.7 Pengobatan

Sebelum ditemukan obat poli en (polyene), pengobatan

aspergilosis dilakukan dengan larutan KJ secara oral.

Pengobatan topikal pada kulit dan kuku dengan larutan devirat

azol. Obat pilihan untuk aspergilosis sistemik ialah amfoterisin-

B yang diberikan secara intravena seperti pada histoplasmosis

dan itrakonazol dengan dosis 2 x 100 mg sehingga

penyembuhan tercapai, yaitu gejala hilang dan hasil

pemeriksaan serologi negatif. Derivat triazol yang dapat

digunakan untuk aspergilosis sistemik ialah itrakonazol. Obat


21

tersebut dapat diberikan 1-2 x 200 mg/hari hingga gejala hilang

dan pemeriksaan serologi menjadi negatif (Gandahusada, 1998).

2.3.2 Rhizopus sp

2.3.2.1 Morfologi

Rhizopus sp sering disebut kapang roti karena sering

tumbuh dan menyebabkan kerusakan pada roti. Selain itu

kapang ini tumbuh pada sayuran, dan buah-buahan. Spesies

Rhizopus sp yang umum ditemukan pada roti adalah Rhizopus

stolonifer dan Rhizopus nigricans. Selain merusak makanan,

beberapa spesies Rhizopus juga digunakan dalam pembuatan

beberapa makanan fermentasi tradisional, misalnya Rhizopus

oligosporus dan Rhizopus oryzae yang digunakan dalam

fermentasi berbagai macam tempe dan oncom hitam (Fardiaz,

1992). Rhizopus sp terdapat dimana-mana. Semula miseliumnya

tampak seperti kapas lama kelamaan koloni berubah menjadi

warna kehitam-hitam karena banyaknya sporangium dan spora

(Waluyo, 2007).

2.3.2.2 Ciri-ciri Rhizopus sp

Hifa nonseptat, mempunyai stolon dan rhizoid yang

warnanya gelap jika sudah tua, sporangiosfora tumbuh pada

noda dimana terbentuk juga rhizoid, sporangia biasanya besar

dan berwarna hitam, kolomela agak bulat dan apofisis berbentuk

seperti cangkir, tidak mempunyai sporangiola, pertumbuhannya


22

cepat, membentuk miselium seperti kapas, membentuk hifa

vegetatif yang melakukan penetrasi pada substrat, dan hifa fertil

yang memproduksi sporangia pada ujung sporangiofora,

pertumbuhannya seksual dengan membentuk zigospora, kapang

berifatheterotalik, dimana reproduksi seksual membutuhkan dua

talus yang berbeda. Rhizopus sp dapat tumbuh sumbur pada

suhu optimum 30 – 35 derajat celcius dan maksimum 40 derajat

celcius (Waluyo, 2007).

Gambar 2. Rhizopus sp

Kingdom : fungi

Difisio : zygomycota

Class : Zygomycetes

Ordo : Mucorales

Familya : Mucoraceae

Genus : Rhizopus

Species : Rhizopus oryezae


23

2.3.2.3 Reproduksi

Rhizopus sp melakukan reproduksi dengan aseksual

maupun seksual. Perkembangbiakan secara aseksual kapang

dapat melakukan reproduksi dengan pembelahan, penguncupan,

pembentukan spora. Spora aseksual memiliki ukuran yang kecil

(diameter 1-10 ) dan ringan, sehingga penyebarannya

umumnya secara pasif menggunakan aliran udara.

Perkembangbiakan secara seksual dilakukan dengan cara

isogamet atau heterogamet. Pada beberapa spesies perbedaan

morfologi antara jenis kelamin belum nampak sehingga semua

disebut isogamet. Tetapi pada beberapa spesies mempunyai

perbedaan gamet besar dan kecil sehingga disebut mikrogamet

(sel kelamin jantan) dan makrogamet (sel kelamin betina)

(Waluyo, 2007).

2.3.2.4 Patologi Klinik

Rhizopus sp adalah salah satu jamur penyebab

terjadinya otomikosis, yaitu penyakit jamur pada liang telinga

bagian luar. Jamur ini bisa masuk kedalam liang telinga melalui

alat-alat pembersih telinga yang terkontaminasi melalui dara

atau air. Penderita akan mengeluh merasa gatal atau sakit

didalam liang telinga. Liang telinga akan berwarna merah,

ditutupi oleh skuama dan kelainan ini dapat meluas ke bagian


24

luar sampai muara liang teliang dan daun telinga sebelah dalam

(Siregar, 2002).

2.3.2.5 Diagnosa

Bahan yang digunakan untuk pemeriksaan adalah

serumen yang diambil dengan kapas steril dan atau kerokan kulit

liang telinga. Diagnosis atau otomikosis adalah dengan

menemukan hifa atau spora jamur penyebab pada serumen atau

kerokan pada kulit liang telinga, dengan cara pemeriksaan

sediaan langsung. Untuk identifikasi jamur penyebabnya perlu

dibiakan pada agar sabouraud. Koloni akan tumbuh dalam 1

minggu berupa koloni filamen berwarna putih (Siregar, 2002).

2.3.2.6 Pengobatan

Pengobatan otomikosis dapat dilakukan dengan

mengeluarkan kotoran liang telinga, menjaga kebersihan liang

telinga dengan tidak mengorek telinga dengan barang-barang

yang kotor seperti korek api, garukan telinga, atau kapas.

Larutan timol 2% dalam spiritus dilitus (alkohol 70%) atau

meneteskan larutan burowi 5% satu atau dua tetes dan

selanjutnya dibersihkan dengan disinfektan, memakai obat lokal

anti jamur misalnya derifate azol (Siregar, 2002).


25

2.3.3 Penicillium sp

2.3.3.1 Morfologi

Penicillium sp adalah jamur monomorfik, biasanya

tidak patogen, kecuali Penicillium marnefei (Irianto, 2014).

Penicillium sp genus fungi dari ordo Hypomycetes, filum

Ascomycota. Penicillium sp memiliki ciri hifa berseptat dan

membentuk badan spora yang disebut konidium. Konidium

berbeda dengan sporangium, karena tidak memiliki selubung

seperti sporangium. Tangkai konidium disebut konidia.

Konidium ini memiliki cabang-cabang yang disebut phialides

sehingga tampak seperti gerumbul. Lapisan dari phialides yang

merupakan tempat pembentukan dan pematangan spora disebut

sterigmata. Penicillium sp menyebabkan pada bahan sayuran,

buah-buahan dan serelia. Selain itu digunakan untuk idustri,

misalkan memproduksi antibiotic penicilin yang diproduksi oleh

Penicillium notatum dan Penicillium chysogenum. Kegunaan

lain untuk pematangan keju, misalnya keju camembert oleh

Penicillium camemberti yang konidianya berwarna abu-abu dan

lain-lain (Waluyo, 2007).

2.3.3.2 Ciri-ciri Penicillium sp

Berhifa septat, miselium bercabang biasanya

bercwarna, Konidiofora septat dan muncul bercabang atau tidak

bercabang. Kepala yang membawa spora berbentuk seperti sapu,


26

dengan sterigmata atau fialida muncul dalam kelompok. Konidia

membentuk rantai karena muncul satu persatu dari seterigmata,

konidia yang masih muda berwarna hijau, kemudian berubah

menjadi kebiru-biruan atau kecoklat-coklatan (Waluyo, 2007).

Suhu optimum kapang penicillium sp adalah 30-35 derajat

celcius.

Gambar 3. Penicillium sp

Klasifikasi Taksonomi

Kingdom : fungi

Filum : Ascomycotina

Class : Eurotiomycetes

Ordo : Moniliales

Family : Moniliaceae

Genus : Penicillium
27

2.3.3.2 Reproduksi

Penicillium sp melakukan reproduksi dengan cara seksual

maupun aseksual. Perkembangbiakan secara aseksual kapang

dapat melakukan reproduksi dengan pembelahan, penguncupan,

pembentukan spora. Spora aseksual memiliki ukuran yang kecil

(diameter 1-10 ) dan ringan, sehingga penyebarannya

umumnya secara pasif menggunakan udara. Perkembangan

secara seksual dilakukan dengan cara isogamet atau

heterogamet. Pada beberapa spesies perbedaan morfologi antara

jenis kelamin belum nampak sehingga semua disebut isogamet.

Tetapi pada beberapa spesies empunyai perbedaan gamet besar

dan kecil disebut mikrogamet (sel kelamin jantan) dan

makrogamet (sel kelamin betina) (Waluyo, 2007).

2.3.3.3 Patologi Klinik

Penicillium sp adalah salah satu jamur penyebab

terjadinya otomikosis, yaitu penyakit jamur pada liang telinga

bagian luar. Jamur ini bisa masuk kedalam liang telinga melalui

alat-alat pembersih telinga yang terkontaminasi melalui dara

atau air. Penderita akan mengeluh merasa gatal atau sakit

didalam liang telinga. Liang telinga akan berwarna merah,

ditutupi oleh skuama dan kelainan ini dapat meluas ke bagian

luar sampai muara liang teliang dan daun telinga sebelah dalam

(Siregar, 2002).
28

2.3.3.4 Diagnosa

Bahan yang digunakan untuk pemeriksaan adalah

serumen yang diambil dengan kapas steril dan atau kerokan kulit

liang telinga. Diagnosis atau otomikosis adalah dengan

menemukan hifa atau spora jamur penyebab pada serumen atau

kerokan pada kulit liang telinga, dengan cara pemeriksaan

sediaan langsung. Untuk identifikasi jamur penyebabnya perlu

dibiakan pada agar sabouraud. Koloni akan tumbuh dalam 1

minggu berupa koloni filamen berwarna putih (Siregar, 2002).

2.3.3.5 Pengobatan

Pengobatan otomikosis dapat dilakukan dengan

mengeluarkan kotoran liang telinga, menjaga kebersihan liang

telinga dengan tidak mengorek telinga dengan barang-barang

yang kotor seperti korek api, garukan telinga, atau kapas.

Larutan timol 2% dalam spiritus dilitus (alkohol 70%) atau

meneteskan larutan burowi 5% satu atau dua tetes dan

selanjutnya dibersihkan dengan disinfektan (Siregar, 2002).

2.3.4 Mucor sp

2.3.4.1 Morfologi

Mucor sp adalah kapang bersifat mesofilik, yaitu tumbuh baik

pada suhu kamar sekitar 30-35 derajat celcius. Kapang ini juga bersifat

aerobik yaitu membutuhkan oksigen untuk pertumbuhannya.


29

Mucor sp dapat tumbuh pada kisaran pH yang luas yaitu 2-8,5

atau pada kondisi pH (asam rendah).

Mucor sp sering menyebabkan kerusakan makanan, tetapi

sebaliknya beberapa spesies juga digunakan dalam fermentasi makanan,

misalnya dalam pembuatan keju Gammelost dan pembuatan beberapa

makanan Oriental. Spesies yang paling umum ditemukan adalah M

rouxii dan M rasemosus. M rouxii sering digunakan dalam proses

amilo, yaitu proses sakarifikasi pati. Mucor sp juga disebut fungi

dimorfik karena dapat berubah dari bentuk filamen menjadi bentuk

seperti khamir. Pertumbuhan yang menyerupai khamir dirangsang jika

kondisinya anaerobik dan adanya CO2 (Fardiaz, 1992).

2.3.4.2 Ciri-ciri Mucor sp

Hifa nonseptat, Sporangiofora tumbuh pada seluruh bagian

miselium, bentuknya sederhana atau bercabang, kolumela berbentuk

bulat, silinder atau seperti buah advokat, spora halus dan teratur

(Fardiaz, 1992).

Gambar 4. Mucor sp
30

Klasifikasi Taksonomi

Kingdom : Fungi

Difisio : Zygomycota

Class : Mucormycotina

Ordo : Mucorales

Family : Mucoraceae

Genus : Mucor

2.3.4.3 Reproduksi

Mucor sp melakukan reproduksi secara aseksual tumbuh dari

sepotong miselium, tetapi cara ini jarang terjadi dan yang paling umum

terjadi pada pertumbuhan dari spora aseksual. Reproduksi secara

seksual dengan membentuk spora seksual yang disebut Zigospora.

Zigospora berasal dari penggabungan dua hifa serupa yang berasal dari

suatu miselium yang sama, atau dari dua miselium yang berbeda

(Fardiaz, 1992).

2.3.4.4 Patogenitas

Mucor sp berkembangbiak dengan menggunakan sporangium

yang tumbuh pada ujung hifa. Hifa-hifa tersebut akan menggelembung

dan tidak berseptum, kemudian protoplast didalam hifa gelembung tadi

akan membelah diri membentuk spora. Apabila telah dewasa

sporangium akan pecah dan spora-spora akan bersebaran. Secara

genetatif Mucor sp berkembangbiak dengan hifa positif dan negative.

Apabila ujung hifa bersatu dinamakan zigospora. Zigospora dapat


31

terlepas dari miselium dan akan tumbuh menjadi sporangium dan

berkembang sampai miselium. Peranan Mucor sp adalah dapat

menimbulkan infeksi secara tiba-tiba, parah dan cepat pada jaringan-

jaringan dan dengan cepat menyerang sistem syaraf pusat.

2.4 Gambaran Karakteristik Kapang

2.4.1 Negatif Kapang

Dari gambaran karakteristik kapang yang negatif dapat diamati

memiliki ukuran yang sedang, berwarna coklat kehitaman, tempat

tumbuhnya berada pada bawah permukaan, dan berlendir.


32

2.4.2 Positif Kapang

Dari gambaran karakteristik kapang yang positif dapat diamati

memiliki ukuran yang besar, warna hitam, tempat tumbuhnya pada

permukaan, dan berupa bulu halus putih. (Putri, A. 2009)


33

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini

menggunakan metode deskriptif.

3.2 Populasi dan Sampel

3.2.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Mahasiswi AAK

An Nasher yang menggunakan bedak tabur sebanyak 15 orang.

3.2.2 Sampel

Sampel adalah sebagian yang mewakili populasi. Sampel yang

diambil untuk penelitian ini yaitu sebanyak 15 bedak tabur yang

digunakan Mahasiswi AAK An Nasher Cirebon.

Untuk keperluan uji sampel yang akurat dilakukan perlakuan sampel

secara duplo.

3.3 Cara Sampling

Sampel diambil sebanyak 0,5 gram per bedak, dimasukkan ke dalam

kantong plastik strip steril dan disimpan pada cool box.


34

3.4 Waktu dan Tempat Penelitian

3.3.1 Waktu Penelitian

Waktu penelitian dilakukan pada tanggal 14 Desember 2015

sampai tanggal 12 Mei 2016

3.3.2 Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Akademi

Analis kesehatan (AAK) An Nasher Sumber Cirebon.

3.5 Instrumen Penelitian

3.5.1 Alat-alat

Alat yang digunakan adalah :

1) Mikroskop : 1 buah

2) Objek glass : 1 pak/dus

3) Cover glass : 1 pak/dus

4) Spatula : 2 buah

5) Api bunsen : 5 buah

6) Labu erlemeyer : 4 buah

7) Batang pengaduk : 2 buah

8) Cawan petri : 31 buah


35

3.5.2 Bahan

Bahan yang digunakan adalah :

1. Bedak tabur : 15 sampel bedak tabur

2. Media Saboroud Dextrose Agar : 40,3 gr

3. Aquadest : 1000 ml

4. LPCB

3.5.3 Sterilisasi Alat

1) Mencuci alat-alat gelas seperti cawan petri, labu erlemeyer, gelas ukur

hingga bersih. Tunggu hingga kering dan membungkus dengan kertas

pembungkus (kertas koran).

2) Mensterilisasikan dalam oven pada suhu 1600-2000C selama 15 menit.

Sedangkan untuk bahan yang akan digunakan seperti media Saboroud

Dextrose Agar (SDA) dan aquadest, disterilkan dengan autoklaf pada

suhu 1210C selama 2 jam.

3.5.4 Pembuatan dan Sterilisasi Media

1) Menimbang Media Saboroud dextrose agar sebanyak 40,3 gr.

2) Memanaskan aquadest di dalam labu erlemeyer.

3) Memasukan media kedalam labu erlemeyer yang berisi aquadest.

4) Mengaduk dengan batang pengaduk agar keduanya tercampur hingga

saboroud dextrose agar larut seluruhnya.


36

5) Menutup mulut labu erlemeyer dengan kapas yang terbungkus kain

kassa.

6) Mensterilkan media pada autoklaf dengan suhu 1210C selama 2 jam.

7) Menuangkan media pada cawan petri ± 20 ml secara aseptis,

kemudian tutup dan biarkan membeku pada suhu kamar.

3.5.5 Penanaman Sampel pada Media

1) Menyiapkan alat dan bahan.

2) Menyalakan api bunsen.

3) Mengambil 0,5 gram sampel bedak tabur kemudian di tabur merata di

atas permukaan medium dalam cawan petri.

4) Menanam pada media SDA.

5) Kemudian melewatkan mulut cawan petri diatas nyala api spirtus

dengan cara memutar.

6) Membungkus media yang sudah ditanam dengan kertas koran.

7) Inkubasi dengan suhu 30 derajat celcius selama 5-7 hari (Wiwik, A.

2005)

3.5.6 Identifikasi Kapang

1) Sediaan dibuat dari biakan kapang berumur 7 hari.

2) Meneteskan 1 tetes larutan LPCB dipermukaan objek glass.

3) Mengambil sedikit hifa kapang pada biakan, menempelkan pada objek

glass yang telah diberi larutan LPCB.

4) Selanjutnya amati dibawah mikroskop pembesaran 10x dan 40x.


37

3.6 Pengolahan dan Analisa Data

Dengan menggunakan metode penelitian deskriptif akan melihat

pertumbuhan kapang pada media.

Perhitungan : x 100%

Keterangan : : Proporsi

X : Jumlah koloni jamur yang positif


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

Hasil pemeriksaan kapang pada bedak tabur mahasiswi AAK An

Nasher Cirebon sebanyak 15 sampel diperoleh hasil sebagai berikut :

Tabel 1. Hasil pengamatan identifikasi kapang secara makroskopis dan mikroskopis

No Sampel Makroskopis Mikroskopis Tersangka Keterangan


Koloni berwarna hitam dan
a coklat, berlendir. Negatif
1 Negatif
Koloni berwarna coklat dan
b putih, berlendir. Negatif
Koloni berwarna hijau, coklat,
hitam, miselium berupa bulu
2 a halus putih. Negatif Negatif
Tidak tumbuh kapang, hanya
b berlendir. Negatif
Koloni berwarna putih, dan
a berlendir. Negatif
3 Negatif
Koloni berwarna putih, dan
b berlendir. Negatif
Koloni berwarna hitam, dan
a berlendir. Negatif
4 Koloni serbuk berwarna hijau, Adanya konidi, Positif
berlendir, dan miselium berupa sterigmata, vesikel, dan
b bulu halus putih. konidiofora. Positif
Tidak tumbuh kapang, hanya
a berlendir. Negatif
5 Negatif
Tidak tumbuh kapang, hanya
b berlendir. Negatif
Koloni berwarna hitam, dan
a berlendir. Negatif
6 Negatif
Koloni berwarna hitam, dan
b berlendir. Negatif
Adanya konidi,
Koloni berwarna hitam, hijau, sterigmata, vesikel, dan
a dan coklat, dan berlendir. konidiofora. Positif
7 Positif
Koloni berwarna hitam, Adanya konidi,
miselium berupa bulu halus sterigmata, vesikel, dan
b putih, dan berlendir. konidiofora. Positif
Koloni berwarna hitam, dan Adanya konidi,
miselim berupa bulu halus sterigmata, vesikel, dan
a putih dan hitam konidiofora. Positif
8 Positif
Tidak tumbuh kapang, hanya Adanya konidi,
berlendir dan miselium berupa sterigmata, vesikel, dan
b bulu halus hitam dan putih. konidiofora. Positif

38
39
39

Tidak tumbuh kapang, hanya


a berlendir. Negatif
9 Adanya konidi, Positif
Koloni berwarna hitam dan sterigmata, vesikel, dan
b putih, dan berlendir. konidiofora. Positif
Tidak tumbuh kapang, hanya
a berlendir. Negatif
10 Negatif
Koloni berwarna hitam, dan
b berlendir. Negatif
Tidak tumbuh kapang, hanya
berlendir, dan miselium berupa
a bulu halus putih dan abu-abu. Negatif
11 Adanya sporangium, Positif
sporangiospora,
Koloni berwarna hitam, dan kolumela, dan
b berlendir. sporangiofora. Positif
Koloni berwarna hitam, dan
a berlendir. Negatif
12 Negatif
Koloni berwarna hitam, dan
b berlendir. Negatif
Tidak tumbuh kapang, hanya
a berlendir. Negatif
13 Negatif
Tidak tumbuh kapang, hanya
b berlendir. Negatif
Tidak tumbuh kapang, hanya
a berlendir. Negatif
14 Negatif
Tidak tumbuh kapang, hanya
b berlendir. Negatif
Koloni berwarna putih, dan
a berlendir. Negatif
15 Negatif
Koloni berwarna hitam dan
b hijau, dan berlendir. Negatif
( Sumber : Hasil Penelitian 2016 )

Tabel 2. Hasil pengamatan identifikasi kapang bedak tabur

No Sampel Aspergillus Rhizopus Penicillium Mucor Sp Ket


Sp Sp Sp
1 Sampel - - - -
1a -
Sampel - - - -
1b
2 Sampel - - - -
2a -
Sampel - - - -
2b
3 Sampel - - - -
3a -
Sampel - - - -
3b
40

4 Sampel - - - -
4a +
Sampel + - - -
4b
5 Sampel - - - -
5a -
Sampel - - - -
5b
6 Sampel - - - -
6a -
Sampel - - - -
6b
7 Sampel + - - -
7a +
Sampel + - - -
7b
8 Sampel + - - -
8a +
Sampel + - - -
8b
9 Sampel - - - -
9a +
Sampel + - - -
9b
10 Sampel - - - -
10a -
Sampel - - - -
10b
11 Sampel - - - -
11a +
Sampel - - - +
11b
12 Sampel - - - -
12a -
Sampel - - - -
12b
13 Sampel - - - -
13a -
Sampel - - - -
13b
14 Sampel - - - -
14a -
Sampel - - - -
14b
41

15 Sampel - - - -
15a -
Sampel - - - -
15b
Positif 5
Negatif 10
Jumlah 15

Tabel 3. Hasil persentase identifikasi kapang pada bedak tabur

No Sampel Keterangan

1 5 Sampel Bedak Tabur 33 % Positif

2 10 Sampel Bedak Tabur 67% Negatif

Jumlah 15 Sampel Bedak Tabur 100%

(Sumber : Hasil Penelitian 2016)

Diagram Hasil Penelitian


Positif Aspergillus sp Positif Mucor sp Negatif

27%

6%
67%

Diagram Persentase Identifikasi Kapang Pada Bedak Tabur


Mahasiswi AAK An Nasher Cirebon
42

Dengan menggunakan statistik SPSS Binomial Test. Selanjutnya

dilakukan analisa statistik untuk uji hipotesis ini :

Tabel 4. Hasil Pengolahan data statistik

Binomial Test

Observed Asymp. Sig.


Category N Prop. Test Prop. (2-tailed)
a
kapangpadabedaktabu Group 1 negatif 23 .77 .50 .005
r
Group 2 positif 7 .23

Total 30 1.00

a. Based on Z Approximation.

Berdasarkan tabel di atas diketahui sig.(2-tailed) 0.005

Artinya bahwa H0 ditolak dan H1 diterima 0.005 ≤ 0.05.

4.2 Pembahasan

Dari hasil identifikasi pada 15 sampel bedak tabur mahasiswi AAK

An Nasher Cirebon dengan cara penanaman sampel ditabur pada media

Saboraud Dextose Agar (SDA) dan mengidentifikasi kapang yang berumur

inkubasi 7 hari ditemukan adanya kontaminasi oleh kapang dengan spesies

Aspergillus Sp sebanyak 4 sampel, dan Mucor Sp sebanyak 1 sampel. Sesuai

dengan tujuan penelitian untuk diketahui ada atau tidaknya kontaminasi

kapang maka berdasarkan hasil tersebut diperoleh adanya kontaminasi

kapang dengan spesies Aspergillus Sp dan Mucor Sp.


43

Spesies Aspergillus Sp diketahui terdapat di mana-mana dan hampir

tumbuh pada setiap substrat (DwiJoseputro,2010). Spesies Mucor sp dapat

menimbulkan infeksi secara tiba-tiba, parah dan cepat pada jaringan-jaringan

dan dengan cepat menyerang sistem syaraf pusat.

Aspergillus Sp dan Mucor Sp menyebar melalui udara atau bersifat

oportunis, dan mudah mencemari bedak tabur karena dalam keadaan terbuka

oleh karena itu kapang Aspergillus Sp dan Mucor Sp dengan mudah

mencemari bedak tabur yang digunakan mahasiswi AAK An Nasher Cirebon.

Berdasarkan observasi sederhana yang dilakukan untuk

mengidentifikasi kapang pada bedak tabur mahasiswi AAK An Nasher

Cirebon bisa dipengaruhi beberapa faktor yaitu keadaan kamar mahasiswi

AAK An Nasher yang kurang menjaga kebersihan, cara penggunaan bedak

yang kurang baik, penggunaan bedak yang sudah terkontaminasi dalam

jangka waktu yang lama, dan penyimpanan bedak tabur yang terbuka

mengakibatkan tumbuhnya kapang dan berperan dalam penyebaran penyakit

infeksi.

Dari hasil pengujian statistik Binomial Test dan uji didapatkan hasil

sig 0.005. Berarti berada dibawah 0.05 (0.005 ≤ 0.05). Hal ini berarti H0

ditolak dan H1 diterima yang menunjukan terdapat kontaminasi kapang yang

tumbuh pada beberapa sampel bedak tabur yang digunakan mahasiswi AAK

An Nasher Cirebon.
BAB V

KESIMPLAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat ditarik

kesimpulan :

1. Terdapat kapang pada bedak tabur yang digunakan mahasiswi AAK An

Nasher Cirebon, berdasarkan uji statistik Binomial Test yang diketahui

sig.(2-tailed) 0.005. Artinya bahwa H0 ditolak dan H1 diterima 0.005 ≤

0.05.

2. Persentase bedak tabur yang digunakan mahasiswi AAK An Nasher yang

terkontaminasi kapang sebanyak 33% dan yang tidak terkontaminasi

kapang sebanyak 67%.

5.2 Saran

1. Untuk Mahasiswi

Sebaiknya menggunakan bedak yang baik jangan menggunakan

bedak yang sudah terkontaminasi dalam jangka waktu yang lama, menjaga

kebersihan kamar, menyimpan bedak tabur dengan benar jangan dibiarkan

terbuka agar menghindari kontaminasi kapang.

2. Untuk Institusi

Disediakannya referensi buku-buku yang berkaitan dengan Karya

Tulis Ilmiah ini.

44
DAFTAR PUSTAKA

Ali, A., 2005. MikrobiologiDasarJilid I. State University of Makassar


Press.Makassar.

Anonim., 1998. Parasitologi Kedokteran. Jakarta, FKUI.

Anonim., 2011. Persyaratan Teknis Bahan Kosmetik. [Online]


Tersedia : http://www.scribd.com/mobile/doc/130661208/HK-03-1-23-
08-11-07517-TAHUN-2011-Tentang-Persyaratan-Teknis-Bahan-
Kosmetika

Anonim.,(2015). Pendahuluan.[Online]
Tersedia:http://digilib.unimed.ac.id/public/UNIMED-Undergraduate-
22533-4.%20BAB%20I%20PENDAHULUAN.pdf

Arif, A., 2013. Penelitian Penyakit Aspergillosis. [Online]


Tersedia : http://www.academia.edu/9888178/Penyakit_Aspergillosis

Dwidjoseputro, D. 2010. Dasar-DasarMikrobiologi.Jakarta Djambatan.

Fardiaz, S., 1992.MikrobiologiPangan I. Jakarta, PT GramediaPustakaUtama.

Harti, A., 2012. MikrobiologiKesehatan. Yogyakarta: CV ANDI OFFSET

Irianto,K.,2014.Bakteriologi, Mikologi dan Virologi panduan medis dan


klinis.Bandung, ALFABETA,cv.

Jawetz, Ernest J. Metnick. (1996). MikrobiologiKedokteran, edisi 20, Jakarta


EGC.

Pelczar, Mihael. 2006. Dasar-DasarMikrobiologi. Jakarta UI.

Putri, A., 2009. Morfologi kapang [Online]


Tersedia:http://www.academia.edu/9561651/Laporan_Praktikum_Peng
amatan_Morfologi_Koloni_Mikroorganisme

Rusdy,I.,(2015). Makalah Bedak. [Online]


Tersedia :https://ml.scribd.com/doc/299635138/Makalah-Bedak [14
Desember 2015]

Siregar, R.S. 2002. Penyakitjamurkulit. Jakarta: PenerbitBukuKedokteran EGC.


Sopandi, T., 2014.MikrobiologiPangan. Yogyakarta: C.V ANDI OFFSET

Waluyo, Lud. 2007. MikrobiologiUmum. Malang: UMM

Wiwik, A.,(2005). Jurnal Penelitian Identifikasi kapang pada media serbuk.


Tersedia : http://eprints.undip.ac.id/29891/Isolasi-dan-Identifikasi-
Kapang-Aspergillus sp [24 April 2016]
45

Lampiran 1

Hasil uji statistik

Binomial Test

Observed Asymp. Sig.


Category N Prop. Test Prop. (2-tailed)
a
kapangpadabedaktabu Group 1 negatif 23 .77 .50 .005
r
Group 2 positif 7 .23

Total 30 1.00

a. Based on Z Approximation.
46

Lampiran 2

Perhitungan media Sabouraud dextose Agar

Diketahui konsistensi SDA (sabouraud dextose agar) = 65 gr/1000 ml

Banyaknya media yang dibuat = 31 plate

Banyaknya media yang dituang dalam plate = 20 ml

Banyaknya aquadest yang dibutuhkan = 620

Banyaknya media SDA (sabouraud dextose agar) yang dibutuhkan 40,3 gram

= 65 x 620 = 40,3
1000

Jadi, Media SDA yang dibutuhkan sebanyak 40,3 gram.


47

Lampiran 3

Foto Penelitian

Sampel Bedak Tabur A Sampel Bedak Tabur B

Media Sabouraud Agar


48

Menimbang SDA Menimbang Sampel

Penuangan media pada cawan petri (plate)


49

Kontrol Media SDA Penanaman pada media SDA

Hasil Penelitian pada media SDA Hasil Penelitian pada media SDA
Sampel A Sampel B
50

Kapang Aspergillus Sp perbesaran 40x

Kapang Mucor Sp Perbesaran 40x


51

Pengamatan Mikroskop Cara Pengambilan Sampel

Cara Memasukkan Sampel Kedalam


Kantong Plastic Strip Steril

Anda mungkin juga menyukai