BAB VI
ANALISIS PENGEMBANGAN
LAPORAN AKHIR | VI - 1
MASTERPLAN PARIWISATA HIJAU (GREEN TOURISM)
NUSA TENGGARA BARAT
a) Gunung Pegasingan
Gunung Pegasingan (1793 mdpl) adalah bagian dari peguunungan yang
membentang ke arah utara Desa Sembalun Lawang. Bentuk gunung ini
memanjang dari arah utara ke selatan dengan permukaan yang berbesa di
dua sisi yaitu timur dan barat, bila disebelah timur lebih didominasi oleh
hutan rimba maka di sebelah barat lebih didominasi dengan hamparan
padang rumput.
Gunung Pegasingan memiliki potensi atraksi wisata yang pada umumnya
dimiliiki oleh daerah dengan karakteristrik pegunungan pada umumnya
yaitu panorama matahari terbit, selain itu dari puncak gunung ini juga dapat
disaksikan pemandangan matahari tenggelam dari balik Gunung Rinjani.
Letaknya yang cukup tinggi dan berbatasan langsung dengan wilayah Pantai
Obel-obel di Kecamatan Sambela di sebelah utara menambah variasi atraksi
di kawasan ini.
Kata Pegasingan dibentuk oleh kata “GASING” yang merupakan sebuah nama
permainan tradisional memutar logam. Nama ini diambil dikarenakan
masyarakat lokal mempercayai bahwa pada zaman dahulu, penguasa
termahsyur Sembalun mengadakan sayembara permainan gasing di puncak
gunung ini untuk mencari putra mahkotanya.
b) Gunung Anak Dara
Gunung Anak Dara (1921 mdpl) adalah sebuah gunung yang berlokasi di
sebelah timur Desa Sembalun Lawang. Berdasarkan data informasi
masyarakat lokal, masyarakat Sembalun menganggap gunung ini dijaga oleh
dua orang wanita cantik yang biasa disebut peri.
c) Gunung Selong
Gunung Selong (1395 mdpl) adalah gunung terdekat dengan perkampungan
tradisional Desa Beleq. Bentang alam yang didominasi oleh padang rumput
di bagian gunung dan hutan bambu di kaki Gunung Selong menjadi suatu
daya tarik alam yang cukup menarik. Dari pucak Gunung Selong dapat dilihat
hamparan sawah masyarakat yang membentang dari Kawasan Sembalun
Lawang hingga ke wilayah Sembalun Bumbung.
LAPORAN AKHIR | VI - 2
MASTERPLAN PARIWISATA HIJAU (GREEN TOURISM)
NUSA TENGGARA BARAT
LAPORAN AKHIR | VI - 3
MASTERPLAN PARIWISATA HIJAU (GREEN TOURISM)
NUSA TENGGARA BARAT
f) Gunung Propok
Kawasan Gunung Propok (1600 mdpl) merupakan Kawasan Taman Nasional
Gunung Rinjani bagian timur dimana mayoritas bentang alamnya merupakan
padang savana yang luasnya hampir 4000 ha. Dari atas dapat disaksikan
peristiwa sunrise, pemandangan laut (Selat Alas) serta Pulau Sumbawa yang
dapat dilihat melalui puncak dan hamparan hutan di sekitar serta habitat
hewan liar seperti rusa, babi hutan dan burung.
Kondisi jalanan yang harus dilalui untuk menuju daeah Gunung Propok
berbentuk foot trail yang panjangnya 8 km dari ibukota Kecamatan
Sembalun.
2) Air Terjun
Selain wilayah pegunungan yang mendominasi bentuk topografi kawasan ini,
Sembalun memiliki potensi air terjun yang cukup bagus yang tersebar di Desa
Sajang yaitu air terjun Pinggeneman Jarang, air terjun Kaliaga serta air terjun
Mayung Putih di Bilok Petung.
a) Air Terjun Pinggeneman Jarang
Merupakan air terjun yang terletak kurang lebih 2 km dari arah selatan
Dusun Sajang, adalah air terjun yang mata airnya berasal dari limpahan
aliran air Danau Segara Anak di Gunung Rinjani. Air terjun ini memiliki
ketinggian dinding mencapai 10 m. Air terjun ini tidak memiliki kolam, air
yang jatuh langsung dialirkan ke Sungai Kokoq Putih.
b) Air Terjun Kaliaga
Air terjun yang juga terletak di Desa Sajang berjarak kurang lebih 250 m dari
air terjun Pinggeneman Jarang. Memiliki ketinggian dinding air terjun ± 25 m
dengan luas kolam 112 m2 serta kedalaman kolam mencapai kisaran 1-75 m.
Pada masing-masing dinding air terjun baik itu Pinggeneman Jarang maupun
Kaliaga terdapat goa-goa dengan vaiasi kuantitas serta kedalaman. Akses
menuju air terjun ini harus melewati jalur foot trail dengan lebar rata-rata
0,5 m yang melintas sepanjang perkebunan masyarakat dan area hutan
penyangga yang cukup luas.
LAPORAN AKHIR | VI - 4
MASTERPLAN PARIWISATA HIJAU (GREEN TOURISM)
NUSA TENGGARA BARAT
LAPORAN AKHIR | VI - 5
MASTERPLAN PARIWISATA HIJAU (GREEN TOURISM)
NUSA TENGGARA BARAT
a) Rumah adat memiliki tujuh anak tangga di depan pintu masuk sebagai simbol
jumlah hari dalam satu minggu.
b) Terdapat dua buah ruangan di dalam rumah yaitu Ruang Depan dan Bale
Dalem.
c) Bagian utama rumah ini terdiri dari bagian depat uang berfungsi sebagai
dapur, bagian dalam berfungsi sebagai kamar tidur dengan tiga tempat tidur
yang terletak di sebelah selatan tempat perapian atau sebelah utara tempat
perapian.
d) Bale Dalem berfungsi sebagai sebuah tempat menyimpan bahan makanan
selain itu juga berfungsi sebagai tempat beristirahat untuk anak remaja.
Tidak jauh dari kawasan wilayah desa tradisional ini tepatnya 400 m dari arah
selatan Desa Beleq terdapat suatu Petilasan Kerajaan Majapahit. Petilasan
peninggalan zaman Hindu Selaparang (akhir abad 14) ini dianggap sebagai suatu
situs yang sakral dan tidak semua kalangan masyarakat dapat memasuki
kawasan ini dengan bebas. Dahulu kala Petilasan ini dijadikan sebagai tempat
meditasi semenjak generasi Kerajaan Islam Sembalun yang dikuasai oleh Raden
Bambang Sari.
Di puncak bukit di kawasan Petilasan Majapahit ini terdapat sebuah batu besar
yang diyakini sebagai batu nisan kuburan Raden Bambang Sari yang dikelilingi
oleh pohon-pohon besar. Untuk memasuki kawasan Petilasan dan desa
tradisional terdapat area perkebunan bambu yang cukup luas dan tertata cukup
rapi.
Pola kehidupan dalam desa ini masih sangat tradisional dimana kehidupan
masyarakat masih sangat tergantung pada alam. Mata pencaharian masyarakat
yang bermukim di Desa Beleq mayoritas adalah sebagai petani perkebunan dan
juga sebagai peternak sapi. Selain bertani, berkebun dan beternak, penduduk
desa ini juga memiliki suatu budaya kerajinan tangan menenun. Perkebunan
bambu yang berada mengelilingi desa ini diberdayakan sebagai sumber daya
sandang untuk pembangunan rumah adat tradisional.
LAPORAN AKHIR | VI - 6
MASTERPLAN PARIWISATA HIJAU (GREEN TOURISM)
NUSA TENGGARA BARAT
Perkebunan bambu yang terletak di Desa Beleq ini juga sering digunakan oleh
masyarakat dengan berbagai kategori usia sebagai area bermain gasing yaitu
permainan tradisional khas Sembalun.
2) Desa Sajang
Desa Sajang merupakan salah satu Desa pecahan dari Kecamatan Sambelia
setelah Sembalun dimekarkan menjadi Ibukota Kecamatan secara definitive
pada tahun 2000, maka Desa Sajang masuk ke dalam wilayah Kecamatan
Sembalun. Adapun jarak Desa Sajang dengan Ibukota Kecamatan Sembalun
kurang lebih 9 km. Secara administratif Desa Sajang ini terbagi ke dalam
beberapa dusun yaitu Dusun Bawak Nao, Dusun Bawak Nao Lauk, Sajang, dan
Lelongken dan berbatasan dengan:
Sebelah Barat : Hutan Taman Nasional Gunung Rinjani
Sebelah Utara : Kawasan Hutan Lindung
Sebelah Selatan : Desa Sembalun Lawang
Sebelah Timur : Kawasan Gunung Prigi
Wilayah desa ini berada di ketinggian 800 mdpl dengan luas wilayah 42,39 km2
berdiri di hamparan lahan yang dikelilingi hutan produksi dengan topografi
yang landai yang menjadi bagian hutan Taman Nasional Gunung Rinjani dihuni
oleh 4.619 jiwa (data demografi tahun 2002; laporan Taman Nasional Gunung
Rinjani), umumnya bermata pencaharian di sektor pertanian dan perkebunan.
Mayoritas masyarakatnya beragama Islam dengan kaum minoritas beragama
Hindu menciptakan corak kebudayaan khas campuran budaya Islam dan Hindu.
Sajang termasuk ke dalam wilayah Desa Sajang, Kecamatan Sembalun,
Kabupaten Lombok Timur. Sedangkan untuk mencapai dusun terdekat, dapat
ditempuh melalui Dusun Sajang Daya. Di Dusung Sajang terdapat beberapa
komplek rumah tradisional yang mana diperkirakan salah satu rumah
tradisional tersebut telah berusia lebih dari 300 tahun. Karakteristik rumah adat
di Sajang sedikit berbeda dengan karakteristik rumah adat di Desa Beleq. Di
Sajang rumah adat ini dibangun menghadap utara.
LAPORAN AKHIR | VI - 7
MASTERPLAN PARIWISATA HIJAU (GREEN TOURISM)
NUSA TENGGARA BARAT
LAPORAN AKHIR | VI - 8
MASTERPLAN PARIWISATA HIJAU (GREEN TOURISM)
NUSA TENGGARA BARAT
jalur ini dan mekar berbunga pada musim penghujan tepatnya pada bulan Januari.
Jenis flora seperti Bajur (Pterospermum javanicum), Suren (Toona sureni), Klokos
(Eugenia sp), Rike, Ritip, Kumni, Lingsar, Goa, Rerantik Beringin, Bak-bakan dapat
ditemukan di wilayah hutang Sajang, Propok dan Pegasingan.
a. Kondisi produk wisata secara makro di Desa Sembalun yang akan menjadi dasar
pijakan bagi penyusunan arahan strategi pengembangan produk, khususnya jenis-
jenis obyek dan daya tarik wisata yang potensial dikembangkan untuk
meningkatkan daya tarik dan diversifikasi produk wisata di Desa Sembalun.
b. Kondisi produk wisata secara mikro dari masing-masing obyek dan daya tarik
wisata di Desa Sembalun yang akan menjadi dasar pijakan bagi arahan
pengembangan dari masing-masing obyek dan daya tarik wisata yang ada. Sehingga
masing-masing obyek akan memiliki arahan strategi dan rencana pengembangan
secara jelas sesuai kondisi dan potensi yang dimilikinya, namun tetap
dikembangkan dalam kerangka terpadu dalam konteks Desa Wisata Sembalun.
Secara mendalam analisis terhadap komponen obyek dan daya tarik wisata dapat
dijabarkan sebagai berikut :
Secara makro, posisi obyek dan daya tarik wisata Desa Sembalun cukup
mendapatkan tempat dalam konstelasi kunjungan wisatawan lokal maupun domestik. Hal
ini bisa dilihat dari kunjungan masyarakat lokal dan sekitarnya ke obyek wisata Desa
Sembalun.
Karakter obyek wisata Desa Sembalun yang cukup kuat dengan unsur alamnya
merupakan magnet yang mampu menyerap banyak pasar potensial di Nusa Tenggara
Barat. Lokasinya yang berada diketinggian 1156 meter dpl dan merupakan wilayah paling
dekat dengan Gunung Rinjani menjadi tema sentral dan panduan bagi pengembangan
LAPORAN AKHIR | VI - 9
MASTERPLAN PARIWISATA HIJAU (GREEN TOURISM)
NUSA TENGGARA BARAT
obyek wisata Desa Sembalun. Selain itu terdapat beberapa kondisi yang dapat dijadikan
dasar rencana pengembangan obyek wisata Desa Sembalun, yaitu:
a. Kebutuhan akan rekreasi yang semakin meningkat.
b. Perkembangan tren pasar, dalam hal ini rekreasi keluarga (family group
recreation)
c. Unsur ekowisata yang sekarang menjadi pengembangan utama sektor wisata
d. Hidden-value yang masih belum banyak digali, yang dapat berupa event
tradisional, kesenian daerah, adat-istiadat, dan lain-lain.
e. Meningkatnya kegiatan wisata hijau
f. Adanya kepentingan berbagai pihak yang tentunya memerlukan suatu
manajemen pengelolaan yang teratur.
Dilihat dari beberapa obyek wisata yang sudah berkembang di Desa Sembalun,
kekuatan alam merupakan faktor pertama yang akan dikembangkan, hal ini merupakan
sesuatu kekuatan bagi Desa Sembalun untuk memposisikan dirinya diantara obyek-obyek
lain yang sudah berkembang di Nusa Tenggara Barat. Selain itu masih sedikitnya
pengelolaan manajemen desa wisata yang terdapat di Nusa Tenggara Barat juga
menjadikan peluang pengembangan Desa Wisata Sembalun semakin besar.
LAPORAN AKHIR | VI - 10
MASTERPLAN PARIWISATA HIJAU (GREEN TOURISM)
NUSA TENGGARA BARAT
LAPORAN AKHIR | VI - 11
MASTERPLAN PARIWISATA HIJAU (GREEN TOURISM)
NUSA TENGGARA BARAT
LAPORAN AKHIR | VI - 12
MASTERPLAN PARIWISATA HIJAU (GREEN TOURISM)
NUSA TENGGARA BARAT
LAPORAN AKHIR | VI - 13
MASTERPLAN PARIWISATA HIJAU (GREEN TOURISM)
NUSA TENGGARA BARAT
ARAHAN PENGEMBANGAN
Strategi S-T (strategi
diversifikasi produk dengan ARAHAN PENGEMBANGAN
ANCAMAN (THREATH) memperhatikan Strategi W-T(strategi
pembangunan berwawasan defensif) :
lingkungan dan
berkelanjutan) :
Pemberdayaan masyarakat Menciptakan daya tarik baru, Meningkatkan dan
yang belum optimal, baik secara fisik teknis mengembangkan sikap
sehingga masyarakat maupun sosial budaya. tanggung jawab masyarakat
terkesan kurang apresiatif Melebarkan daya tarik terhadap lingkungan obyek
dengan keberadaan Desa dengan menarik obyek lain wisata, sehingga timbul rasa
Sembalun. untuk masuk kedalam obyek memiliki untuk
Pengelolaan yang masih wisata Desa Sembalun. memeliharanya
bias, yang dapat
Mempertahankan dan Membangkitkan partisipasi
menimbulkan konflik masyarakat dalam
memulihkan kondisi alam
apabila tidak diantisipasi perencanaan, pelaksanaan
lingkungan secara serasi dan
lebih dini. dan pengawasan kegiatan
seimbang sebagai aset wisata
Benturan kepentingan kepariwisataan melalui
yang berkelanjutan melalui
antara penggunaan untuk penyuluhan dan pembinaan
pembinaan dan penyuluhan
masyarakat dan serta monitoring.
wisata serta kegiatan konkret
kepentingan pariwisata. lainnya.
Stagnasi atraksi yang
membuat pengunjung
semakin jenuh.
LAPORAN AKHIR | VI - 14
MASTERPLAN PARIWISATA HIJAU (GREEN TOURISM)
NUSA TENGGARA BARAT
Analisis fisik tata ruang dan potensi tapak pada konteks makro dimaksudkan untuk
menemukenali kondisi dan permasalahan keruangan secara makro khususnya obyek-
obyek wisata yang berbasis alam dan kebudayaan yang tersebar di Desa Sembalun,
Kabupaten Lombok Timur. Permasalah ini baik yang terkait dengan rencana tata ruang
yang ada maupun kondisi riil di lapangan. Identifikasi ini akan menjadi dasar pijakan bagi
penyusunan Masterplan Pariwisata Hijau (Green Tourism) Nusa Tenggara Barat.
Dengan memperhatikan profil potensi obyek dan daya tarik wisata yang ada, maka
dapat dijabarkan temuan tentang:
Untuk itu konsep pengembangan spasial perlu dirumuskan kembali agar dapat
mendorong pola pengembangan secara sistematik dan konseptual dengan memperhatikan
kepentingan spasial, kebudayaan dan perekonomian masyarakat disekitarnya.
Hal-hal yang menjadi perhatian dalam kaitan aspek keruangan kegiatan pariwisata:
Kondisi vegetasi, meliputi keanekaragaman hayati, jenis dan jumlah vegetasi
tertentu, letak (area tumbuh), pemanfaatan di tapak.
Karakter obyek wisata alam, meliputi pemandangan perbukitan, air terjun, dan
berbagai jenis hewan yang ada.
Kawasan permukiman (Desa Adat) dan pertanian, meliputi wisata budaya dan
wisata agro.
Daya tarik wisata dan fasilitas pendukung, meliputi kegiatan rekreasi, pasar
tradisional, kios souvenir dan lainnya.
Pemanfaatan keberadaan alam, untuk wisata, kebutuhan sehari-hari masyarakat
LAPORAN AKHIR | VI - 15
MASTERPLAN PARIWISATA HIJAU (GREEN TOURISM)
NUSA TENGGARA BARAT
sekitar.
Nilai spiritual dari obyek/ keterkaitan dengan obyek yang dianggap sakral.
Isu pengembangan pariwisata yang berkembang saat ini tidak lagi terikat pada
batas-batas wilayah administratif (borderless-tourism concept), dalam arti lain
pengembangan seminimal mungkin adanya ketergantungan pada pembagian batas-batas
wilayah administratif semata, seperti desa, kecamatan atau kabupaten. Sejalan dengan
dinamika kegiatan perekonomian masyarakat setempat, sebuah obyek wisata pun akan
mengalami perkembangan yang pesat yang memerlukan keterlibatan penanganan yang
lebih luas, melewati batas wilayah administratif dan kehidupan sosial. Demikian halnya
dengan obyek wisata Desa Sembalun yang saat ini semakin berkembang luas.
Pengembangan obyek wisata Desa Sembalun sangat terkait dengan obyek dan daya
tarik wisata lain yang ada disekitarnya, khususnya Kawasan Taman Nasional Gunung
Renjani. Karena kawasan TNGR ini merupakan daya tarik utama untuk mendorong wisata-
wisata lain yang ada disekitarnya dapat berkembang. Untuk itu pengembangan obyek
wisata Desa Sembalun juga harus melihat atau mempertimbangkan pengembangan obyek
dan daya tarik wisata TNGR tersebut. Untuk pengembangan berikutnya diharapkan akan
muncul simpul-simpul potensial yang terbentuk disekitar Desa Sembalun untuk
dikembangkan sebagai area pengembangan pendukung kegiatan wisata di TNGR. Simpul-
simpul ini dihubungkan oleh jalur sirkulasi yang melewati ruang-ruang terbuka, berupa
sawah, ladang, perkebunan dan tanah tegalan. Pola ini menciptakan suatu sequen wisata
baik dalam skala mikro maupun messo yang mampu memberikan pengalaman khusus.
Analisis mikro obyek wisata Desa Sembalun lebih difokuskan pada kondisi eksisting
dan permasalahan tata ruang dan tapak di lokasi obyek yang bersangkutan yang telah
difungsikan selama ini. Hasil dari analisis ini diharapkan akan dapat menjadi dasar pijakan
bagi perumusan program ruang dan upaya pengembangan ke depan yang akan
meningkatkan optimalisasi daya tarik obyek yang bersangkutan.
LAPORAN AKHIR | VI - 16
MASTERPLAN PARIWISATA HIJAU (GREEN TOURISM)
NUSA TENGGARA BARAT
Hasil amatan dan kajian di obyek wisata Desa Sembalun dapat diidentidikasikan
sebagai berikut:
2. Kondisi pemanfaatan ruang di sekitar lokasi obyek sebagian besar masih kurang
teratur dan kurang memberikan batasan pemanfaatan yang tepat untuk
mendukung kualitas dan keberadaan obyek sebagai daya tarik yang harus
ditonjolkan dan sekaligus dilestarikan. Dibeberapa tempat masih kurangnya
penataan lingkungan yang memadai untuk memungkinkan penikamatan visual
obyek yang bersangkutan oleh wisatawan.
3. Kondisi pemanfaatan ruang di wilayah inti (Desa Sembalun) masih belum tegas.
Hal tersebut antara lain dapat dilihat pada pemanfaatan area disekitarnya yang
mempunyai guna lahan campuran. Belum jelas antara penggunaan lahan
budidaya (pertanian, perdagangan jasa, permukiman) dan fungsi lindung.
Kondisi ini apabila tidak diantisipasi sejak awal akan berdampak pada rusaknya
kualitas lingkungan dan visual kawasan Desa Sembalun.
LAPORAN AKHIR | VI - 17
MASTERPLAN PARIWISATA HIJAU (GREEN TOURISM)
NUSA TENGGARA BARAT
Investasi yang ditanamkan pada aktivitas yang terkait dengan pariwisata maupun
ODTW hendaknya tidak hanya dipandang dari aspek keuangan yang sifatnya jangka
pendek, tetapi lebih kepada penanaman investasi bagi kepentingan yang lebih makro dan
bersifat jangka panjang.
Dengan bertitik tolak pada pandangan di atas, maka motivasi apapun dengan
penanaman modal oleh siapa saja mesti dikaitkan dengan kepentingan jangka panjang.
Kepentingan jangka panjang dimaksud mestinya juga tidak lepas dengan kepentingan
publik yang ada. Pertimbangannya tidak hanya aspek ekonomi yang menguntungkan
daerah setempat tetapi juga pertimbangan aspirasi masyarakat, lingkungan dan sebagainya
menjadi ukuran kepentingan yang penting juga. Sehingga jangan sampai penanaman modal
oleh suatu pihak justru akan menimbulkan pertentangan publik. Banyak kasus privatisasi
ruang publik dengan berbagai macam dalih menimbulkan permasalahan kontroversial,
apalagi pada masa dimana informasi dan transparansi dituntut sebagai prasyarat
pengembangan suatu wilayah.
LAPORAN AKHIR | VI - 18
MASTERPLAN PARIWISATA HIJAU (GREEN TOURISM)
NUSA TENGGARA BARAT
Satu hal yang tidak dapat terlupakan adalah penilaian kelayakan atas investasi
tersebut juga harus ditempatkan pada pertimbangan awal. Kelayakan dalam hal ini tidak
harus selalu yang bersifat cost recovery tetapi lebih pada aspek pemanfaatannya serta
dampak-dampak yang dapat diprediksi.
Persoalan khusus bagi investasi di sektor pariwisata yang sangat terkait dengan
wilayah-wilayah publik yakni wisata alam, tanah-tanah negara, dan sebagainya, perlu ada
kejelasan dan keberpihakan instansi terkait yang menjadi pengambil keputusan perijinan.
Keberpihakan dimaksud adalah kepada penonjolan-penonjolan kepentingan publik.
Investasi Masyarakat. Selama ini investasi dari masyarakat masih belum terencana
dengan baik. Hal ini dapat dilihat dari berbagai usaha wisata yang dijalankan oleh
masyarakat setempat, mereka hanya memanfaatkan Alam Taman Nasional Gunung Rinjani
sebagai obyek wisata dengan membuka warung makanan, warung minuman ringan,
homestay, guide (pemandu), dan porter (pengangkut barang). Karakteristik investasi
LAPORAN AKHIR | VI - 19
MASTERPLAN PARIWISATA HIJAU (GREEN TOURISM)
NUSA TENGGARA BARAT
tersebut, selain sifatnya parsial juga umumnya nilainya kecil sekali. Oleh karena itu, adalah
penting mengintegrasikan investasi tersebut kedalam skema-skema yang lebih besar yang
juga melibatkan sektor swasta dan juga pemerintah. Untuk itu, pemerintah dapat dan perlu
bertindak sebagai mediasi untuk melaksanakan hal tersebut.
Sebagai dinas teknis, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan memiliki kewajiban untuk
membina masyarakat ataupun pemerintah desa agar mampu mengelola suatu ODTW
tertentu. Prinsip pemerintah didalam melaksanakan fungsi fasilitator pembangunan adalah
seminimal mungkin melakukan aksi untuk mengelola, apalagi pada obyek yang memiliki
motif untuk mencari keuntungan. Hal ini sudah sering terbukti bahwa kepentingan
pemerintah pada akhirnya bukan pada pemeliharaan dan pengutamaan pelayanan kepada
masyarakat (termasuk pengunjung ODTW) tetapi lebih kepada bagaimana meningkatkan
retribusi (pendapatan asli daerah).
Persoalan yang terkait dengan desa ataupun masyarakat desa adalah apakah
mereka memiliki wewenang untuk mengelola suatu aset wisata (ODTW). Penjelasan yang
gamblang mengenai hal tersebut belum pernah diatur dalam UU Nomor 22 tahun 1999
maupun Keputusan Menteri (KepMen) sebagai turunannya atau Peraturan pemerintah
(PP) serta Perda manapun yang mengatur tentang hal tersebut. Oleh karena itu, sekali lagi
persoalan dikembalikan kepada mekanisme kompetensi dan kesiapan masyarakat dan
LAPORAN AKHIR | VI - 20
MASTERPLAN PARIWISATA HIJAU (GREEN TOURISM)
NUSA TENGGARA BARAT
desa di dalam mengelola. Ukuran kesiapan dan kompetensi tersebut harus diatur secara
jelas, sehingga tidak muncul hal-hal yang dapat termanipulasi didalam implementasinya.
LAPORAN AKHIR | VI - 21
MASTERPLAN PARIWISATA HIJAU (GREEN TOURISM)
NUSA TENGGARA BARAT
Komponen Deskripsi
(1) (2)
Jumlah angkatan kerja (usia produktif) yang ada di kawasan
KEKUATAN
Desa Sembalun cukup memadai sehingga dapat memenuhi
kebutuhan dari tenaga kerja yang ada di wilayah ini
Tingkat pendidikan masyarakat pada umumnya adalah
sekolah menengah, sehingga apabila diberi arahan/pelatihan
tentang kepariwisataan akan lebih mudah menerima.
SDM profesional/terlatih yang biasa melayani jasa wisata
KELEMAHAN
masih terbatas.
Masyarakat di sekitar obyek wisata Desa Sembalun belum
sepenuhnya mengetahui prinsip kepariwisataan (tourism
minded yang masih kurang).
Adanya paguyuban-paguyuban yang tentunya akan
PELUANG
menambah wacana masyarakat tentang pariwisata.
Tidak adanya inisiatif dari masyarakat lokal dan pemerintah
ANCAMAN
untuk mengembangkan SDM akan mengurangi antusiasme
LAPORAN AKHIR | VI - 22
MASTERPLAN PARIWISATA HIJAU (GREEN TOURISM)
NUSA TENGGARA BARAT
Pengembangan obyek wisata Desa Sembalun tidak akan berhasil tanpa adanya
segmen pasar yang jelas yang menjadi sasaran pengembangan dan dukungan masyarakat
yang kuat. Mengingat obyek wisata Desa Sembalun baru merupakan embrio yang akan
dikembangkan, maka aspek pasar yang dilihat bukan hanya dari dalam obyek wisata Desa
Sembalun, akan tetapi melihat segmen pasar obyek lain yang merupakan pasar potensial
bagi obyek wisata Desa Sembalun.
Saat ini pengunjung yang datang ke obyek wisata Desa Sembalun berasal dari
wisatawan lokal dan ada sebagian dari wisatawan domestik, dan sebagian besar dari
mereka datang untuk istirahat dan mengumpulkan tenaga sebelum melakukan pendakian
ke Puncak Gunung Rinjani. Sedangkan pengunjung yang hanya datang ke obyek wisata
Desa Sembalun tanpa melakukan pendakian, sebagian besar yang mencari hiburan dengan
menikmati suhu sejuk, melihat pepohonan vegetasi pegunungan, melihat bukit-
bukit/tebing-tebing batu, dan semua kegiatan yang berhubungabn dengan alam. Dilihat
dari respon pasar, mereka sangat antusias dengan pengembangan obyek wisata Desa
Sembalun, karena dengan demikian mereka memiliki taman rekreasi yang lebih layak
untuk mereka berelaksasi.
LAPORAN AKHIR | VI - 23