Kelompok III
“ HIDUNG BERAIR DAN GATAL “
Disusun Oleh :
Fakultas Kedokteran
Universitas HKBP Nommensen
2013/2014
1
Pemicu :
D, Seorang wanita, 35 tahun, karyawan bank, datang ke klinik dengan keluhan hidung
tersumbat, bersin-bersin panjang, rasa gatal pada hidung. Keluhan ini kambuh-kambuhan dan
sudah diderita sejak lama.
More Info 1:
Tidak tampak perselubungan pada rongga sinus maksilaris kanan dan kiri
Sinus-sinus paranasal lainnya baik
Septum nasi di tengah
Concha nasalis membesar
Unfamiliar Terms :
Masalah :
Hidung tersumbat, bersin-bersin panjang, rasa gatal pada hidung dan berulang-ulang
Analisa Masalah :
Hidung berair
tersumbat
Hipotesa :
Rhinitis Alergi
Learning Issue :
1. Anatomi Hidung
2. DD Hidung Berair dan Gatal
3. Hipersensitivitas
4. Klasifikasi Rhinitis
5. Rhinitis Alergi
- defenisi
- etiologi
- klasifikasi
- epidemiologi
- tanda dan gejala
- patofisiologi
- penegakan diagnose
- penatalaksanaan
- komplikasi dan prognosis
- SKDI
3
Pembahasan learning issue :
1. ANATOMI TELINGA
4
2. concha, helix, antihelix, tragus, antitragus,
lobulus
Meatus acusticus externa: Terdapat kelenjar keringat dan kel. Sebasea yangb
menghasilkan serumen.
Persarafan:
5
MEMBRANA TYMPANICA
6
Sangat sensitif terhadap rangsangan nyeri
Bagian eksternal dipersarafi oleh nervus auriculotemporalis (cabang dari CN V3) dan
nervus auricula cabang dari CN X, cabang kecil dari CN VII
CAVUM TYMPANI
Memiliki Batas :
7
i. Fenestra Vestibuli (oval vestibuli window)
TUBA AUDITIVA
TULANG PENDENGARAN
Malleus (hammer)
Stapes ( stirrup,sanggurdi)
8
Otot tulang pendengaran:
a. M. tensor tympani: Menarik gendang telinga ke arah dalam mendorong kaki stapes
ke fenestra vestibuli
Labyrinthus osseus :
Cochlea
Vestibulum
Canalis semicirculares
Labyrynthus membranacea:
Utriculus
Sacculus
Ductus cochlearis
Ducti semicirculares
9
10
2. DD HIDUNG BERAIR DAN GATAL
3.HIPERSENSITIVITAS
Reaksi Hipersensitivitas
Reaksi imun yang patologik, terjadi akibat respon imun yang berlebihan sehingga menimbulkan
kerusakan jaringan tubuh
Terbagiatas 4 Tipe
HipersensitivitasTipe I (ReaksiAlergi/ReaksiAnafilaksis)
HipersensitivitasTipe II (ReaksiSitotoksik/Sitolitik)
HipersensitivitasTipe III (ReaksiKompleksImun)
HipersensitivitasTipe IV (hipersensitivitas yang diperantaraiselatautipelambat (delayed-type)
Reaksi HipersensitivitasTipe I
Disebut juga reaksi cepat atau reaksi anafilaksis atau reaksi alergi. Timbul segera setelah tubuh
terpajan dengan alergen.
12
Mekanisme :
1. Fase Sensitisasi
2. Fase Aktivasi
3. Fase Efektor
Yang berperan : antigen (alergen), IgE, sel mast, danbasofil
Jangka waktu sampai kemunculan tanda-tanda klinis :< 30 menit
Reaksi HipersensitivitasTipe II
Reaksi hipersensitifitas tipe II disebut juga dengan reaksi sitotoksik, atau sitolisis. Reaksi ini
melibatkan antibody IgG dan IgM yang bekerja pada antigen yang terdapat di permukaan sel
atau jaringan tertentu
Mekanisme :
1. Proses sitolisis oleh sel efektor
2. Proses sitolisis oleh komplemen.
3. Proses sitolisis oleh sel efektor dengan bantuan komplemen.
13
REAKSI HIPERSENSITIVITAS TIPE III
Yang berperan : antigen, IgG, kompleks imun, komplemen, neutrofilManifestasi khas : reaksi
arthus, glomerulonefritis, serum sickness. Mekanisme:
14
1.Terjadi akibat pembentukan & pengendapan kompleks imun (kompleks antigen-antibodi)
2.Sering kali antigen dihubungkan satu sama lain melalui imunoglobulin yang terlibat(IgG)
3.Penumpukan kompleks imun terjadi bila antigen dalam jumlah besar yang masuk kedalam
sirkulasi darah. Bila antigen jauh berlebihan dibanding antibodi, kompleksyang terbentuk kecil
yang tidak mudah untuk dibersihkan oleh fagosit.
4.Kompleks imun terutama mengendap dikapiler glomerulus (granular), tetapi dapatditemukan
ditempat lain seperti pada sendi dan kulit
5.Kompleks imun akan mengaktivasi sistem komplemen juga makrofag, granulosit,
dantrombosit6.
Komplemen yang diaktifkan melepaskan anafilatoksin (C3a, C5a) yang memacu selmast dan
basofil melepaskan histamin yang mengakibatkan peningkatanpermeabilitas vaskular, serta
menarik lebih banyak neutrofil untuk datang danmemfagosit kompleks imun yang ada
Sering kali antigen dihubungkan satu sama lain melalui imunoglobulin yang terlibat(IgG)3.
15
Penumpukan kompleks imun terjadi bila antigen dalam jumlah besar yang masuk kedalam
sirkulasi darah. Bila antigen jauh berlebihan dibanding antibodi, kompleksyang terbentuk kecil
yang tidak mudah untuk dibersihkan oleh fagosit.4.
Kompleks imun akan mengaktivasi sistem komplemen juga makrofag, granulosit, dantrombosit6.
Komplemen yang diaktifkan melepaskan anafilatoksin (C3a, C5a) yang memacu selmast dan
basofil melepaskan histamin yang mengakibatkan peningkatanpermeabilitas vaskular, serta
menarik lebih banyak neutrofil untuk datang danmemfagosit kompleks imun yang ada
Reaksi tipe IV disebut juga reaksi hipersensitivitas lambat, cell mediatif immunity (CMI),
Delayed Type Hypersensitivity (DTH) atau reaksi tuberculin yang timbul lebih dari 24 jam
setelah tubuh terpajan dengan antigen. Reaksi terjadi karena sel T yang sudah disensitasi
tersebut, sel T dengan reseptor spesifik pada permukaannya akan dirangsang oleh antigen yang
sesuai dan mengeluarkan zat disebut limfokin. Limfosit yang terangsang mengalami transformasi
menjadi besar seperti limfoblas yang mampu merusak sel target yang mempunyai reseptor di
permukaannya sehingga dapat terjadi kerusakan jaringan.
Antigen yang dapat mencetuskan reaksi tersebut dapat berupa jaringan asing (seperti reaksi
allograft), mikroorganisme intra seluler (virus, mikrobakteri, dll).Protein atau bahan kimia yang
dapat menembus kulit dan bergabung dengan protein yang berfungsi sebagai carrier.Selain itu,
bagian dari sel limfosit T dapat dirangsang oleh antigen yang terdapat di permukaan sel di dalam
tubuh yang telah berubah karena adanya infeksi oleh kuman atau virus, sehingga sel limfosit ini
menjadi ganas terhadap sel yang mengandung antigen itu (sel target).Kerusakan sel atau jaringan
yang disebabkan oleh mekanisme ini ditemukan pada beberapa penyakit infeksi kuman
16
(tuberculosis, lepra), infeksi oleh virus (variola, morbilli, herpes), infeksi jamur (candidiasis,
histoplasmosis) dan infeksi oleh protozoa (leishmaniasis, schitosomiasis).
17
4. KLASIFIKASI RHINITIS
1) Menurut sifatnya dapat dibedakan menjadi :
a. Rhinitis akut (coryza, commond cold) merupakan peradangan membran mukosa
hidung dan sinus-sinus aksesoris yang disebabkan oleh suatu virus dan bakteri. Penyakit
ini dapat mengenai hampir setiap orang pada suatu waktu dan sering kali terjadi pada
musim dingin dengan insidensi tertinggi pada awal musim hujan dan musim semi.
b. Rhinitis kronis adalah suatu peradangan kronis pada membran mukosa yang
disebabkan oleh infeksi yang berulang, karena alergi, atau karena rinitis vasomotor.
18
Rhinitis vasomotor adalah terdapatnya gangguan fisiologik lapisan mukosa hidung yang
disebabkan oleh bertambahnya aktivitas parasimpatis.
b. Rhinitis medikamentosa
Rhinitis medikamentosa adalah suatu kelainan hidung berupa gangguan respon normal
vasomotor sebagai akibat pemakaian vasokonstriktor topical (obat tetes hidung atau obat
semprot hidung) dalam waktu lama dan berlebihan.
c. Rhinitis atrofi
Rhinitis Atrofi adalah satu penyakit infeksi hidung kronik dengan tanda adanya atrofi
progesif tulang dan mukosa konka.
5. RHINITIS
a. Definisi
Rinitis alergi secara klinis didefinisikan sebagai gangguan fungsi hidung yang
terjadi setelah paparan alergen melalui inflamasi yang diperantarai IgE pada mukosa hidung.
b. Klasifikasi
Dahulu rinitis alergi dibedakan dalam 2 macam berdasarkan sifat berlangsungnya, yaitu :
Rinitis alergi musiman (seasonal, hay fever, polinosis)
Rinitis alergi sepanjang tahun (perenial)
Gejala keduanya hampir sama, hanya berbeda dalam sifat berlangsungnya.
Saat ini digunakan klasifikasi rinitis alergi berdasarkan rekomendasi dari WHO Iniative
ARIA (Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma) tahun 2000, yaitu berdasarkan sifat
berlangsungnya dibagi menjadi :
Intermiten (kadang-kadang) : bila gejala kurang dari 4 hari/minggu atau kurang dari 4
minggu
Persisten/menetap bila gejala lebih dari 4 hari/minggu dan atau lebih dari 4 minggu.
Sedangkan untuk tingkat berat ringannya penyakit, rinitis alergi dibagi menjadi :
19
Ringan, bila tidak ditemukan gangguan tidur, gangguan aktifitas harian, bersantai,
berolahraga, belajar, bekerja dan hal-hal lain yang mengganggu.
Sedang atau berat bila terdapat satu atau lebih dari gangguan tersebut diatas.
d. Etiologi
Rinitis alergi biasanya disebabkan adanya paparan alergen tertentu. Berdasarkan cara masuknya,
alergen dapat dibagi menjadi :
Alergen inhalan, yaitu alergen yang masuk bersama dengan udara pernapasan, misalnya
tungau debu rumah (D. pteronyssinus, D. farinae, B. tropicalis), kecoa, serpihan epitel
kulit binatang (kucing, anjing), rerumputan (Bermuda grass) serta jamur (Aspergillus,
Alternaria).
Alergen ingestan, yaitu alergen yang masuk ke saluran cerna berupa makanan, misalnya
susu, sapi, telur, coklat, ikan laut, udang, kepiting, dan kacang-kacangan.
Alergen injektan, yaitu alergen yang masuk melalui suntikan atau tusukan, misalnya
penisilin dan sengatan lebah.
Alergen kontaktan, yaitu alergen yang masuk melalui kontak kulit atau jaringan mukosa,
misalnya bahan kosmetik, dan perhiasan.
e. Epidemiologi
Rinitis alergi merupakan masalah kesehatan global yang menyerang setidaknya 10
sampai 25% dari populasi, dan merupakan penyakit saluran nafas kronis yang mempengaruhi
kualitas hidup, produktivitas, serta kondisi komorbid seperti asma dan sinusitis. Survei yang
dilakukan oleh badan layanan kesehatan masyarakat Amerika Serikat menunjukkan bahwa rinitis
20
merupakan salah satu penyakit kronik yang paling sering terjadi. Pada survei tahun 2001,
diperkirakan 58 juta orang menderita rinitis alergi (RA) dan 19 juta orang menderita rinitis
nonalergi. Statistik ini menunjukkan bahwa rinitis alergi menjadi beban yang berat bagi
masyarakat. Rerata usia pasien rinitis alergi yang terdiagnosis berada pada rentang usia 9 sampai
11 tahun. Meskipun penyakit ini sering didiagnosis sebelum usia 6 tahun, gejala yang muncul
sering pada usia 10 sampai 40 tahun. Angka insiden rinitis alergi pada anak-anak diperkirakan
akan meningkat tajam dalam 10 tahun mendatang.
PROSES
Presentasi ke T helper
21
Lepas sitokin (IL 1 aktifin Tho jadi Th1 dan Th2)
Sel B aktif
Produksi IGE
22
(prostaglandin D2 ,leukotrien C4, Bradikinin, platelet activating factor dan berbagai sitokin)
Keluar
Anamnesis dimulai dengan menanyakan riwayat penyakit secara umum dan dilanjutkan dengan
pertanyaan yang lebih spesifik meliputi gejala di hidung termasuk keterangan mengenai
tempattinggal, tempat kerja dan pekerjaanpasien.Gejala-gejala rinitis alergi yang perlu
ditanyakan adalah diantaranya adanya rinore (cairan hidung yang bening encer), bersin berulang
dengan frekuensi lebih dari 5 kali setiap kali serangan, hidung tersumbat baik menetap atau
hilang timbul, rasa gatal di
hidung, telinga atau daerah langit -langit, mata gatal, berair atau kemerahan, hiposmia atau
anosmia
23
Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan hidung (rinoskopi anterior) diperhatikan adanya edema dari konka media atau
inferior yang diliputi sekret encerbening, mukosa pucat dan edema. Perhatikan juga keadaan
anatomi hidung lainnya seperti septum nasi dan kemungkinan adanya polip nasi.
Pemeriksaan penunjang
In vito
24
Hitung eusinofil dalam darah tepi dapat normal atau meningkat .jika ditemukan eusinofil
dalam jumlah banyak menunjukkan kemungkinan alergi inhalan,jika basofil (>5 sel/lap) mun
mungkin disebaabkan makanan.
Dilakukan bila ada indikasi sinus paranasal, seperti adakah komplikasi rinosinusitis, menilai
respon terhadap terapi dan jika direncanakan tindakan operasi
h. Penatalaksanaan
1. Terapi yang paling ideal adalah dengan menghindari kontak dengan alergen penyebabnya
(avoidance) dan eliminasi.
2. MEDIKAMENTOSA
a. Anti Histamin
Antihistamin yang dipakai adalah adalah agonis histamin H-1.Antihistamin dibagi dalam dua
golongan, yaitu golongan antihistamin generasi-1 (klasik) dan golongan-2 (non sedatif).
Antihistamin dapat menanggulangi gejalanya secara efektif, terutama bersin dan gatal-gatal di
mata. Bila digunakan pada waktunya, obat ini berdaya pula menekan produksi mediator dalam
mast cell, dengan efek meringankan reaksi alergi lambat. Obat-obat golongan-2 lebih disukai
karena long acting dan (hampir) tidak bekerja sedatif, yakni :
Cetirizin
t½ 8-10 jam. Dewasa dan anak-anak diatas 12 tahun : 10 mg per hari, 1 kali sehari pada malam
hari.
Fexofenadin
Dosis oral pada dewasa 120 mg per hari, satu kali sehari. Anak 6-12 tahun 30 mg, dua kali
sehari.
25
b. Preparat Simpatomimetik sebagai Dekongestan
Dekongestan merupakan agen simpatomimetik yang bertindak dalam reseptor mukosa nasal
yang menyebabkan pembuluh darah mengecil, mengurangi pembengkakan, dan melegakan
pernafasan, membuka saluran yang tersumbat (hidung mampat). Untuk ini banyak digunakan
adrenergika dalam bentk tetes hidung atau spray, adakalanya juga se vggcara oral.
Efedrin
Dosisnya 3-4 kali sehari 25-50 mg. Anak-anak 2-3 mg/kgBB sehari.
Pseudo-efedrin
Derivat Imidazolin
Oksimetazolin, diteteskan di hidung, dalam waktu 5-10 menit terjadi vasokontriksi mukosa.
Dewasa dan anak-anak 1-3 kali sehari 2-3 tetes larutan 0,05% (HCl) di setiap lubang hidung.
Anak-anak 2-10 tahun larutan 0,025%.
Silometazolin, nasal 1-3 kali sehari 2-3 tetes larutan 0,1% (HCl) maks 6 kali sehari. Anak-anak
2-6 tahun larutan 0,05%.
c. Anti Inflamasi
Kortikosteroid dalam dosis rendah sering digunakan sebagai spray dan sangat efektif terhadap
hiperreaktivitas dan semua gejala lambat. Yang sering digunakan adalah beklometason,
budesonida, dan flutikason.
d. Anti Kolinergika
Seperti Ipratropium bromida. Berdaya mengurangi hpersekresi di bronchi, maka efektf untuk
mengeluarkan dahak. Digunakan sebagai inhalasi.
26
3. OPERATIF
Tindakan konkotomi parsial (pemotongan sebagian konka inferior), konkoplasti atau multiple
outfractured, inferior turbinoplasty perlu dipikirkan bila konka inferior hipertrofi berat dan tidak
berhasil dikecilkan dengan cara kauterisasi memakai AgNO3 25% atau triklor asetat.
i. Komplikasi
1. Polip hidung. Rinitis alergi dapat menyebabkan atau menimbulkan kekambuhan polip
hidung.
2. Otitis media yang sering residif, terutama pada anak-anak.
3. Sinusitis paranasal.
4. Masalah ortodonti dan efek penyakit lain dari pernafasan mulut yang lama khususnya
pada anak-anak.
5. Asma bronkial. Pasien alergi hidung memiliki resiko 4 kali lebih besar mendapat asma
bronkial.(1,3,7,8)
j. Prognosis
Banyak gejala rinitis alergi dapat dengan mudah diobati. Pada beberapa kasus (khususnya pada
anak-anak), orang mungkin memperoleh alergi seiring dengan sistem imun yang menjadi kurang
sensitif pada alergen.
27
Kesimpulan
Berdasarkan anamnese, pemeriksaan fisik, Dan pemeriksaan foto sius paranasal, maka
wanita yang berusia 35 tahun Dan bekerja sebagai karyawan bank di diagnosa Rhinitis Alergi
klasifikasi Permitten dengan derajat ringan.
Daftar Pustaka
28