Anda di halaman 1dari 28

Laporan Tutorial

Kelompok III
“ HIDUNG BERAIR DAN GATAL “

Disusun Oleh :

Ketua : Desy Lustiyani (12000049)


Sekretaris : Jesika Ita Niomi (12000034)
Anggota :
1. Dessy maria ( 12000004)
2. Christian agus (12000009)
3. Herlinawaty Tambunan (12000014)
4. Boscco Frengky (12000019)
5. Lis Morina Angriani S (12000044)
6. Jane Irene (12000029)
7. Lestari Desi Natalia (12000039)
8. Memory S.I. Zebua (12000024)

Fakultas Kedokteran
Universitas HKBP Nommensen
2013/2014

1
Pemicu :

D, Seorang wanita, 35 tahun, karyawan bank, datang ke klinik dengan keluhan hidung
tersumbat, bersin-bersin panjang, rasa gatal pada hidung. Keluhan ini kambuh-kambuhan dan
sudah diderita sejak lama.

Berdasarkan pemeriksaan pada cavum nasi dijumpai concha inferior berbenjol-benjol,


edema berwarna pucat/ lividae dan hipertropi.

Apa yang terjadi pada D ?

More Info 1:

Hasil pemeriksaan foto sinus paranasal :

 Tidak tampak perselubungan pada rongga sinus maksilaris kanan dan kiri
 Sinus-sinus paranasal lainnya baik
 Septum nasi di tengah
 Concha nasalis membesar

Unfamiliar Terms :

Masalah :

Hidung tersumbat, bersin-bersin panjang, rasa gatal pada hidung dan berulang-ulang

Analisa Masalah :

Alergi Suhu dingin

IgE (gatal) Concha bekerja


lebih keras

Respon tubuh bersin- Hipertrofi


bersin panjang
Benjol-benjol &
Edema, Pucat
2
Hipersekresi mukus

Hidung berair
tersumbat

Hipotesa :

Rhinitis Alergi

Learning Issue :

1. Anatomi Hidung
2. DD Hidung Berair dan Gatal
3. Hipersensitivitas
4. Klasifikasi Rhinitis
5. Rhinitis Alergi
- defenisi
- etiologi
- klasifikasi
- epidemiologi
- tanda dan gejala
- patofisiologi
- penegakan diagnose
- penatalaksanaan
- komplikasi dan prognosis
- SKDI

3
Pembahasan learning issue :

1. ANATOMI TELINGA

Secara umun telinga dibagi menjadi 3 bagian, yaitu:

• TELINGA LUAR (Auris Externa)

• TELINGA TENGAH (Auris Media)

• TELINGA DALAM (Auris Interna)

 TELINGA LUAR (Auris Externa)

Dibagi atas 2 bagian, yaitu:

o Auricula ( Daun Telinga = pinna): 1. Dibentuk oleh kartilago auriculae

4
2. concha, helix, antihelix, tragus, antitragus,
lobulus
 Meatus acusticus externa: Terdapat kelenjar keringat dan kel. Sebasea yangb
menghasilkan serumen.

Vaskularisasi: arteri auricularis posterior dan arteri temporalis superficialis

Persarafan:

 TELINGA TENGAH (Auris Media)

5
 MEMBRANA TYMPANICA

Merupakan batas antara meatus dgn cavum tympani

Strukturnya tipis, berbentuk oval, semitransparan dan diameter ± 1 cm

Membrana ini terdiri dari pars tensa & pars flaccida

Otoscope : gambaran segitiga puncak disebut umbo

6
Sangat sensitif terhadap rangsangan nyeri

Bagian eksternal dipersarafi oleh nervus auriculotemporalis (cabang dari CN V3) dan
nervus auricula cabang dari CN X, cabang kecil dari CN VII

Bagian internal dipersarafi oleh CN IX

 CAVUM TYMPANI

Memiliki Batas :

a. atap : paries tegmentalis tympani tipis, dibatasi permukaan superior


pyramis os petrosus

b. dasar : paries jugularis,lempeng tulang tipis dibawahnya lewat V. Jugularis

c. lateral : paries membranaceus membrana tympani

d. medial : paries labyrinthicus, terdapat prominentia canalis fascialis, ddg


telinga dlm  trdpt dua lubang :

7
i. Fenestra Vestibuli (oval vestibuli window)

ii. Fenestra Cochleae (round cochlea window)

e. anterior : paries caroticus  berbatasan dengan canalis caroticus dengan


arteria carotis di dalamnya

f. posterior : paries mastoideum  berbatasan dengan anthrum mastoideum,


cellulae mastoidea

 TUBA AUDITIVA

Ke arah depan cavitas tympani mempunyai saluran yg berhub dgn nasopharynx :


tuba auditiva (=tuba eustachii).

 TULANG PENDENGARAN

Malleus (hammer)

Incus (anvil, landasan

Stapes ( stirrup,sanggurdi)

8
Otot tulang pendengaran:

a. M. tensor tympani: Menarik gendang telinga ke arah dalam  mendorong kaki stapes
ke fenestra vestibuli

b. M. stapedius: Mengangkat lempeng kaki stapes ke luar fenestra vestibuli untuk


mencegah getaran yang berlebihan

 TELINGA DALAM (Auris Interna)

Labyrinthus osseus :

 Cochlea

 Vestibulum

 Canalis semicirculares

Labyrynthus membranacea:

 Utriculus

 Sacculus

 Ductus cochlearis

 Ducti semicirculares

9
10
2. DD HIDUNG BERAIR DAN GATAL

PENYAKIT DEFINISI TANDA & GEJALA


RHINITIS ALERGI Penyakit inflamasi yang  Bersin-bersin
disebabkan oleh reaksi alergi  Rinore
pada pasien atopi yang  Rasa gatal
sebelumnya sudah tersensitasi  Hidung tersumbat setelah
dengan alergen yang sama mukosa hidung terpapar
serta dilepaskannya suatu alergen yang diperantarai
mediator kimia ketika terjadi oleh Ig E
paparan ulangan dengan  Tampak adanya dilatasi
alergen spesifik tersebut pembuluh darah
 Ditemukan infiltrasi sel-sel
eosinofil pada jaringan
mukosa
RHINITIS VASOMOTOR Suatu keadaan idiopatik yang  Hidung tersumbat
di diagnosis tanpa adanya  Rinore yang
infeksi, alergi, perubahan mukoid/serosa
hormonal dan pajanan obat  Gejala dapat memburuk
pada pagi hari
 Bersin-bersin
 Ditemukan edema, konka
berwarna merah gelap
dan berbenjol (hipertrofi)
RHINITIS Suatu kelainan hidung berupa  Hidung tersumbat terus-
MEDIKAMENTOSA gangguan respon normal menerus
vasomotor yang diakibatkan  Rinore
oleh pemakaian  Tampak edema/hipertrofi
vasokontriktor topikal dalam konka hidung yang
11
waktu lama dan berlebihan berlebihan
 Apabila diberi tampon
adrenalin, edema konka
tidak berkurang
SINUSITIS Inflamasi mukosa sinus  Hidung tersumbat
paranasal  Nyeri/rasa tekanan pada
muka
 Rinore purulen
 Dapat disertai gejala
sistemik

3.HIPERSENSITIVITAS

Reaksi Hipersensitivitas
Reaksi imun yang patologik, terjadi akibat respon imun yang berlebihan sehingga menimbulkan
kerusakan jaringan tubuh

Terbagiatas 4 Tipe
HipersensitivitasTipe I (ReaksiAlergi/ReaksiAnafilaksis)
HipersensitivitasTipe II (ReaksiSitotoksik/Sitolitik)
HipersensitivitasTipe III (ReaksiKompleksImun)
HipersensitivitasTipe IV (hipersensitivitas yang diperantaraiselatautipelambat (delayed-type)

Reaksi HipersensitivitasTipe I
Disebut juga reaksi cepat atau reaksi anafilaksis atau reaksi alergi. Timbul segera setelah tubuh
terpajan dengan alergen.

12
Mekanisme :
1. Fase Sensitisasi
2. Fase Aktivasi
3. Fase Efektor
Yang berperan : antigen (alergen), IgE, sel mast, danbasofil
Jangka waktu sampai kemunculan tanda-tanda klinis :< 30 menit

Reaksi HipersensitivitasTipe II
Reaksi hipersensitifitas tipe II disebut juga dengan reaksi sitotoksik, atau sitolisis. Reaksi ini
melibatkan antibody IgG dan IgM yang bekerja pada antigen yang terdapat di permukaan sel
atau jaringan tertentu
Mekanisme :
1. Proses sitolisis oleh sel efektor
2. Proses sitolisis oleh komplemen.
3. Proses sitolisis oleh sel efektor dengan bantuan komplemen.

13
REAKSI HIPERSENSITIVITAS TIPE III

Yang berperan : antigen, IgG, kompleks imun, komplemen, neutrofilManifestasi khas : reaksi
arthus, glomerulonefritis, serum sickness. Mekanisme:

14
1.Terjadi akibat pembentukan & pengendapan kompleks imun (kompleks antigen-antibodi)
2.Sering kali antigen dihubungkan satu sama lain melalui imunoglobulin yang terlibat(IgG)
3.Penumpukan kompleks imun terjadi bila antigen dalam jumlah besar yang masuk kedalam
sirkulasi darah. Bila antigen jauh berlebihan dibanding antibodi, kompleksyang terbentuk kecil
yang tidak mudah untuk dibersihkan oleh fagosit.
4.Kompleks imun terutama mengendap dikapiler glomerulus (granular), tetapi dapatditemukan
ditempat lain seperti pada sendi dan kulit
5.Kompleks imun akan mengaktivasi sistem komplemen juga makrofag, granulosit,
dantrombosit6.

Komplemen yang diaktifkan melepaskan anafilatoksin (C3a, C5a) yang memacu selmast dan
basofil melepaskan histamin yang mengakibatkan peningkatanpermeabilitas vaskular, serta
menarik lebih banyak neutrofil untuk datang danmemfagosit kompleks imun yang ada

Terjadi akibat pembentukan & pengendapan kompleks imun (kompleks antigen-antibodi)2.

Sering kali antigen dihubungkan satu sama lain melalui imunoglobulin yang terlibat(IgG)3.

15
Penumpukan kompleks imun terjadi bila antigen dalam jumlah besar yang masuk kedalam
sirkulasi darah. Bila antigen jauh berlebihan dibanding antibodi, kompleksyang terbentuk kecil
yang tidak mudah untuk dibersihkan oleh fagosit.4.

Kompleks imun terutama mengendap dikapiler glomerulus (granular), tetapi dapatditemukan


ditempat lain seperti pada sendi dan kulit5.

Kompleks imun akan mengaktivasi sistem komplemen juga makrofag, granulosit, dantrombosit6.

Komplemen yang diaktifkan melepaskan anafilatoksin (C3a, C5a) yang memacu selmast dan
basofil melepaskan histamin yang mengakibatkan peningkatanpermeabilitas vaskular, serta
menarik lebih banyak neutrofil untuk datang danmemfagosit kompleks imun yang ada

Reaksi Hipersensitivitas Tipe IV

Reaksi tipe IV disebut juga reaksi hipersensitivitas lambat, cell mediatif immunity (CMI),
Delayed Type Hypersensitivity (DTH) atau reaksi tuberculin yang timbul lebih dari 24 jam
setelah tubuh terpajan dengan antigen. Reaksi terjadi karena sel T yang sudah disensitasi
tersebut, sel T dengan reseptor spesifik pada permukaannya akan dirangsang oleh antigen yang
sesuai dan mengeluarkan zat disebut limfokin. Limfosit yang terangsang mengalami transformasi
menjadi besar seperti limfoblas yang mampu merusak sel target yang mempunyai reseptor di
permukaannya sehingga dapat terjadi kerusakan jaringan.
Antigen yang dapat mencetuskan reaksi tersebut dapat berupa jaringan asing (seperti reaksi
allograft), mikroorganisme intra seluler (virus, mikrobakteri, dll).Protein atau bahan kimia yang
dapat menembus kulit dan bergabung dengan protein yang berfungsi sebagai carrier.Selain itu,
bagian dari sel limfosit T dapat dirangsang oleh antigen yang terdapat di permukaan sel di dalam
tubuh yang telah berubah karena adanya infeksi oleh kuman atau virus, sehingga sel limfosit ini
menjadi ganas terhadap sel yang mengandung antigen itu (sel target).Kerusakan sel atau jaringan
yang disebabkan oleh mekanisme ini ditemukan pada beberapa penyakit infeksi kuman

16
(tuberculosis, lepra), infeksi oleh virus (variola, morbilli, herpes), infeksi jamur (candidiasis,
histoplasmosis) dan infeksi oleh protozoa (leishmaniasis, schitosomiasis).

17
4. KLASIFIKASI RHINITIS
1) Menurut sifatnya dapat dibedakan menjadi :
a. Rhinitis akut (coryza, commond cold) merupakan peradangan membran mukosa
hidung dan sinus-sinus aksesoris yang disebabkan oleh suatu virus dan bakteri. Penyakit
ini dapat mengenai hampir setiap orang pada suatu waktu dan sering kali terjadi pada
musim dingin dengan insidensi tertinggi pada awal musim hujan dan musim semi.
b. Rhinitis kronis adalah suatu peradangan kronis pada membran mukosa yang
disebabkan oleh infeksi yang berulang, karena alergi, atau karena rinitis vasomotor.

2) Berdasarkan penyebabnya, dapat dibedakan menjadi:


a. Rhinitis alergi
Merupakan penyakit umum yang paling banyak di derita oleh perempuan dan laki-laki
yang berusia 30 tahunan. Merupakan inflamasi mukosa saluran hidung yang disebabkan
oleh alergi terhadap partikel, seperti: debu, asap, serbuk/tepung sari yang ada di udara.
Macam-macam rhinitis alergi, yaitu:
1. Rinitis alergi musiman (Hay Fever),
Biasanya terjadi pada musim semi.Umumnya disebabkan kontak dengan allergen dari
luar rumah, seperti benang sari dari tumbuhan yang menggunakan angin untuk
penyerbukannya, debu dan polusi udara atau asap.
2. Rinitis alergi yang terjadi terus menerus (perennial)
Disebabkan bukan karena musim tertentu ( serangan yang terjadi sepanjang masa
(tahunan)) diakibatkan karena kontak dengan allergen yang sering berada di rumah
misalnya kutu debu rumah, bulu binatang peliharaan serta bau-bauan yang menyengat
3) Rhinitis Non Alergi
Rhinitis non allergi disebabkan oleh infeksi saluran napas karena masuknya benda asing
kedalam hidung, deformitas struktural, neoplasma, dan massa, penggunaan kronik
dekongestan nasal, penggunaan kontrasepsi oral, kokain dan anti hipertensif.
Macam-macam rhinitis non alergi, yaitu:
a. Rhinitis vasomotor

18
Rhinitis vasomotor adalah terdapatnya gangguan fisiologik lapisan mukosa hidung yang
disebabkan oleh bertambahnya aktivitas parasimpatis.
b. Rhinitis medikamentosa
Rhinitis medikamentosa adalah suatu kelainan hidung berupa gangguan respon normal
vasomotor sebagai akibat pemakaian vasokonstriktor topical (obat tetes hidung atau obat
semprot hidung) dalam waktu lama dan berlebihan.
c. Rhinitis atrofi
Rhinitis Atrofi adalah satu penyakit infeksi hidung kronik dengan tanda adanya atrofi
progesif tulang dan mukosa konka.

5. RHINITIS

a. Definisi
Rinitis alergi secara klinis didefinisikan sebagai gangguan fungsi hidung yang
terjadi setelah paparan alergen melalui inflamasi yang diperantarai IgE pada mukosa hidung.

b. Klasifikasi
Dahulu rinitis alergi dibedakan dalam 2 macam berdasarkan sifat berlangsungnya, yaitu :
 Rinitis alergi musiman (seasonal, hay fever, polinosis)
 Rinitis alergi sepanjang tahun (perenial)
 Gejala keduanya hampir sama, hanya berbeda dalam sifat berlangsungnya.

Saat ini digunakan klasifikasi rinitis alergi berdasarkan rekomendasi dari WHO Iniative
ARIA (Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma) tahun 2000, yaitu berdasarkan sifat
berlangsungnya dibagi menjadi :
 Intermiten (kadang-kadang) : bila gejala kurang dari 4 hari/minggu atau kurang dari 4
minggu
 Persisten/menetap bila gejala lebih dari 4 hari/minggu dan atau lebih dari 4 minggu.

Sedangkan untuk tingkat berat ringannya penyakit, rinitis alergi dibagi menjadi :

19
 Ringan, bila tidak ditemukan gangguan tidur, gangguan aktifitas harian, bersantai,
berolahraga, belajar, bekerja dan hal-hal lain yang mengganggu.
 Sedang atau berat bila terdapat satu atau lebih dari gangguan tersebut diatas.

c. Tanda dan Gejala


 Obstruksi
 Bersin
 Gatal
 Rinore
 Sakit tenggorokan
 Anosmia

d. Etiologi
Rinitis alergi biasanya disebabkan adanya paparan alergen tertentu. Berdasarkan cara masuknya,
alergen dapat dibagi menjadi :
 Alergen inhalan, yaitu alergen yang masuk bersama dengan udara pernapasan, misalnya
tungau debu rumah (D. pteronyssinus, D. farinae, B. tropicalis), kecoa, serpihan epitel
kulit binatang (kucing, anjing), rerumputan (Bermuda grass) serta jamur (Aspergillus,
Alternaria).
 Alergen ingestan, yaitu alergen yang masuk ke saluran cerna berupa makanan, misalnya
susu, sapi, telur, coklat, ikan laut, udang, kepiting, dan kacang-kacangan.
 Alergen injektan, yaitu alergen yang masuk melalui suntikan atau tusukan, misalnya
penisilin dan sengatan lebah.
 Alergen kontaktan, yaitu alergen yang masuk melalui kontak kulit atau jaringan mukosa,
misalnya bahan kosmetik, dan perhiasan.

e. Epidemiologi
Rinitis alergi merupakan masalah kesehatan global yang menyerang setidaknya 10
sampai 25% dari populasi, dan merupakan penyakit saluran nafas kronis yang mempengaruhi
kualitas hidup, produktivitas, serta kondisi komorbid seperti asma dan sinusitis. Survei yang
dilakukan oleh badan layanan kesehatan masyarakat Amerika Serikat menunjukkan bahwa rinitis

20
merupakan salah satu penyakit kronik yang paling sering terjadi. Pada survei tahun 2001,
diperkirakan 58 juta orang menderita rinitis alergi (RA) dan 19 juta orang menderita rinitis
nonalergi. Statistik ini menunjukkan bahwa rinitis alergi menjadi beban yang berat bagi
masyarakat. Rerata usia pasien rinitis alergi yang terdiagnosis berada pada rentang usia 9 sampai
11 tahun. Meskipun penyakit ini sering didiagnosis sebelum usia 6 tahun, gejala yang muncul
sering pada usia 10 sampai 40 tahun. Angka insiden rinitis alergi pada anak-anak diperkirakan
akan meningkat tajam dalam 10 tahun mendatang.

f. Patofisiologi Rhinitis Alergi

Alergan inhalan, Alergen ingestan, alergan injektan, Alergen kontaktan

Makrofag dan monosit

Tangkap alergen yang menempel di mukosa hidung

PROSES

Antigen membentuk fragmen pendek peptida bergabung dengan HLA kelas 2

Peptida MHC kelas 2

Presentasi ke T helper

Sel penyaji atau APC

21
Lepas sitokin (IL 1 aktifin Tho jadi Th1 dan Th2)

Th2 menghasilkan sitokin (IL 3,IL 4,IL 5,IL 13)

IL 4 dan IL 13 diikat oleh reseptor di permukaan limfosit B

Sel B aktif

Produksi IGE

Sirkulasi di darah masuk jaringan

Diikat reseptor IgE di basofil (aktif sehingga menghasilkan mediator tersensitisasi)

Terpapar kembali dengan alergen

Mastosit dan basofil pecah

Histamin dan newly formed mediators

22
(prostaglandin D2 ,leukotrien C4, Bradikinin, platelet activating factor dan berbagai sitokin)

Keluar

Vasodilatasi Kelenjar mukosa sel Merangsang reseptor


sinusoid goblet hipereksresi H1 di ujung saraf
dan permeabilitas vidianus : GATAL PADA
kapiler ↑ : RINORE HIDUNG
g. Penegakkan Diagnose
 Anamnesis

Anamnesis dimulai dengan menanyakan riwayat penyakit secara umum dan dilanjutkan dengan
pertanyaan yang lebih spesifik meliputi gejala di hidung termasuk keterangan mengenai
tempattinggal, tempat kerja dan pekerjaanpasien.Gejala-gejala rinitis alergi yang perlu
ditanyakan adalah diantaranya adanya rinore (cairan hidung yang bening encer), bersin berulang
dengan frekuensi lebih dari 5 kali setiap kali serangan, hidung tersumbat baik menetap atau
hilang timbul, rasa gatal di
hidung, telinga atau daerah langit -langit, mata gatal, berair atau kemerahan, hiposmia atau
anosmia

23
 Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan hidung (rinoskopi anterior) diperhatikan adanya edema dari konka media atau
inferior yang diliputi sekret encerbening, mukosa pucat dan edema. Perhatikan juga keadaan
anatomi hidung lainnya seperti septum nasi dan kemungkinan adanya polip nasi.

 Pemeriksaan penunjang

 Uji kulit cukit


(Skin Prick Test). Tes ini mudah dilakukanuntuk mengetahui jenis alergen penyebab alergi.
Pemeriksaan inidapat ditoleransi oleh sebagian penderita termasuk anak-anak. Tes ini
mempunyai sensitifitas dan spesifisitas tinggi terhadap hasil pemeriksaan IgE spesifik. Akan
lebih ideal jika bisa dilakukan Intradermal Test atau Skin End Point Titration Test bila fasilitas
tersedia.

 IgE serum total


.
Kadar meningkat hanya didapati pada 60% penderita rinitis alergi dan 75% penderita asma.
Kadar IgE normal tidak menyingkirkan rinitis alergi. Kadar dapat meningkat pada infeksi
parasit, penyakit kulit dan menurunpadaimunodefisiensi. Pemeriksaan ini masih dipakai sebagai
pemeriksaan penyaring tetapi tidak untuk diagnostic

 IgE serum spesifik


.
Pemeriksaan ini dilakukan apabila pemeriksaan penunjang diagnosis rinitis alergi seperti tes kulit
cukit menghasilkan hasil negatif tapi dengan gejala klinis yang positif. Sejak ditemukan teknik
RAST (Radioallergosorbent test) pada tahun 1967, teknik pemeriksaan IgE serum spesifik
disempurnakan dan komputerisasi sehingga pemeriksaan menjadi lebih efektif dan sensitif tanpa
kehilangan spesifisitasnya, seperti Phadebas RAST, Modified RAST, Pharmacia CAP system
dan lain-lain. Waktu pemeriksaan lebih singkat dari 2-3 hari menjadi kurang dari 3 jam saja.

 In vito

24
Hitung eusinofil dalam darah tepi dapat normal atau meningkat .jika ditemukan eusinofil
dalam jumlah banyak menunjukkan kemungkinan alergi inhalan,jika basofil (>5 sel/lap) mun
mungkin disebaabkan makanan.

 Foto polos sinus paranasal/CT Scan/MRi.

Dilakukan bila ada indikasi sinus paranasal, seperti adakah komplikasi rinosinusitis, menilai
respon terhadap terapi dan jika direncanakan tindakan operasi

h. Penatalaksanaan
1. Terapi yang paling ideal adalah dengan menghindari kontak dengan alergen penyebabnya
(avoidance) dan eliminasi.
2. MEDIKAMENTOSA
a. Anti Histamin

Antihistamin yang dipakai adalah adalah agonis histamin H-1.Antihistamin dibagi dalam dua
golongan, yaitu golongan antihistamin generasi-1 (klasik) dan golongan-2 (non sedatif).
Antihistamin dapat menanggulangi gejalanya secara efektif, terutama bersin dan gatal-gatal di
mata. Bila digunakan pada waktunya, obat ini berdaya pula menekan produksi mediator dalam
mast cell, dengan efek meringankan reaksi alergi lambat. Obat-obat golongan-2 lebih disukai
karena long acting dan (hampir) tidak bekerja sedatif, yakni :

 Loratadin (tablet 10 mg)

Plasma-t½- 12 jam. Dewasa dan anak-anak diatas 12 tahun : 10 mg per hari.

 Cetirizin

t½ 8-10 jam. Dewasa dan anak-anak diatas 12 tahun : 10 mg per hari, 1 kali sehari pada malam
hari.

 Fexofenadin

Dosis oral pada dewasa 120 mg per hari, satu kali sehari. Anak 6-12 tahun 30 mg, dua kali
sehari.

25
b. Preparat Simpatomimetik sebagai Dekongestan

Dekongestan merupakan agen simpatomimetik yang bertindak dalam reseptor mukosa nasal
yang menyebabkan pembuluh darah mengecil, mengurangi pembengkakan, dan melegakan
pernafasan, membuka saluran yang tersumbat (hidung mampat). Untuk ini banyak digunakan
adrenergika dalam bentk tetes hidung atau spray, adakalanya juga se vggcara oral.

 Efedrin

Dosisnya 3-4 kali sehari 25-50 mg. Anak-anak 2-3 mg/kgBB sehari.

 Pseudo-efedrin

Plasma t½ 7 jam. Dosis oral 3-4 kali sehari 60 mg.

 Derivat Imidazolin

Menghasilkan efek vasokontriksi.

Oksimetazolin, diteteskan di hidung, dalam waktu 5-10 menit terjadi vasokontriksi mukosa.
Dewasa dan anak-anak 1-3 kali sehari 2-3 tetes larutan 0,05% (HCl) di setiap lubang hidung.
Anak-anak 2-10 tahun larutan 0,025%.

Silometazolin, nasal 1-3 kali sehari 2-3 tetes larutan 0,1% (HCl) maks 6 kali sehari. Anak-anak
2-6 tahun larutan 0,05%.

c. Anti Inflamasi

Kortikosteroid dalam dosis rendah sering digunakan sebagai spray dan sangat efektif terhadap
hiperreaktivitas dan semua gejala lambat. Yang sering digunakan adalah beklometason,
budesonida, dan flutikason.

d. Anti Kolinergika

Seperti Ipratropium bromida. Berdaya mengurangi hpersekresi di bronchi, maka efektf untuk
mengeluarkan dahak. Digunakan sebagai inhalasi.

Dosis inhalasi 3-4 kali sehari 2 semprotan dari 20mcg (bromida).

26
3. OPERATIF

Tindakan konkotomi parsial (pemotongan sebagian konka inferior), konkoplasti atau multiple
outfractured, inferior turbinoplasty perlu dipikirkan bila konka inferior hipertrofi berat dan tidak
berhasil dikecilkan dengan cara kauterisasi memakai AgNO3 25% atau triklor asetat.

i. Komplikasi

1. Polip hidung. Rinitis alergi dapat menyebabkan atau menimbulkan kekambuhan polip
hidung.
2. Otitis media yang sering residif, terutama pada anak-anak.
3. Sinusitis paranasal.
4. Masalah ortodonti dan efek penyakit lain dari pernafasan mulut yang lama khususnya
pada anak-anak.
5. Asma bronkial. Pasien alergi hidung memiliki resiko 4 kali lebih besar mendapat asma
bronkial.(1,3,7,8)

j. Prognosis

Banyak gejala rinitis alergi dapat dengan mudah diobati. Pada beberapa kasus (khususnya pada
anak-anak), orang mungkin memperoleh alergi seiring dengan sistem imun yang menjadi kurang
sensitif pada alergen.

27
Kesimpulan

Berdasarkan anamnese, pemeriksaan fisik, Dan pemeriksaan foto sius paranasal, maka
wanita yang berusia 35 tahun Dan bekerja sebagai karyawan bank di diagnosa Rhinitis Alergi
klasifikasi Permitten dengan derajat ringan.

Daftar Pustaka

1. Sherwood,Lauralee.Fisiologi manusia : dari sel ke sistem.Edisi 6.Jakarta:EGC,2011


2. Snell,Richard S.Anatomi Klinis berdasarkan sistem.Edisi 1.Jakarta:EGC,2011
3. Mescher,Antony L.Histologi dasar :Teks & Atlas.Edisi 12.Jakarta:EGC,2011
4. Efianty, dkk. 2007. Buku ajar Umum kesehatan Telinga Hidung Tenggorokkan Kepala
dan Telinga leher. Edisi 6. Jakarta: FK UI

28

Anda mungkin juga menyukai