Anda di halaman 1dari 5

Hal-hal yang Membatalkan Syahadat (Bagian 1)

Tim dakwatuna 02/11/07 | 12:29 Aqidah Ada 12 komentar 34.442 Hits

Dengan mengucapkan dua kalimat syahadat seseorang berarti telah mempersaksikan diri sebagai hamba Allah semata.
Kalimat Lailaaha illallahu dan Muhammadur rasulullah selalu membekas dalam jiwanya dan menggerakkan anggota
tubuhnya agar tidak menyembah selain Allah. Baginya hanya Allah sebagai Tuhan yang harus ditaati, diikuti
ajaranNya, dipatuhi perintahnya, dan dijauhi laranganNya. Caranya bagaimana, lihatlah pribadi Rasulullah saw. sebab
dialah contoh hamba Allah sejati.

Dalam pembukaan surat Al-Israa’, Allah telah mendeklarasikan bahwa Rasulullah saw. adalah hambaNya.

Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha
yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami.
Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. [QS. Al Israa’ (17): 1]

Begitu juga dalam pembukaan surat Al-Kahfi, Allah menegaskan bahwa Rasulullah adalah hambaNya yang mendapat
bimbingan Al-Qur’an.

Segala puji bagi Allah yang telah menurunkan kepada hamba-Nya Al-Kitab (Al-Qur’an) dan dia tidak mengadakan
kebengkokan di dalamnya. [QS. Al-Kahfi (18): 1]

Kedua ayat di atas menunjukkan bahwa makna dua kalimat syahadat –yang intinya adalah tauhid—harus benar-benar
tercermin dalam jiwa dan perbuatan orang yang mengikrarkannya. Dan bagi orang yang mengikrarkan syahadatain itu
bentuk pengakuan dirinya sebagai hamba Allah. Sebagai hamba Allah, orang yang berikrar tadi tidak ada pilihan
kecuali mencontoh pribadi Rasulullah saw. dalam segala sisi kehidupannya, baik dari sisi akidah dan ibadah, maupun
sisi-sisi lainnya seperti sikapnya terhadap istri dan pelayannya di rumah, pergaulannya bersama-sahabatnya,
akhlaknya dalam melakukan tansaksi bisnis dan kepemimpinannya sebagai kepala Negara. Kenapa? Karena
Rasulullah adalah seorang hamba Allah sejati yang memang dibentuk sebagai figur ideal yang wajib dicontoh
akhlaknya.

Untuk menjaga kemurnian tauhid, seperti yang dicontohkan Rasulullah saw., seorang hamba hendaknya menghindar
jauh-jauh dari hal-hal yang merusak kemurnian tauhid sebagai cerminan dua kalimat syahadat tersebut. Setidaknya
ada tiga hal yang bisa membatalkan syahadatnya, yaitu asy-syirku (menyekutukan Allah), al-ilhaadu (menyimpang
dari kebenaran), dan an-nifaaku (berwajah dua, menampakkan diri sebagai muslim, sementara hatinya kafir).

Syirik (menyekutukan Allah)

Definisi syirik adalah lawan kata dari tauhid, yaitu sikap menyekutukan Allah secara dzat, sifat, perbuatan, dan
ibadah. Adapun syirik secara dzat adalah dengan meyakini bahwa dzat Allah seperti dzat makhlukNya. Akidah ini
dianut oleh kelompok mujassimah. Syirik secara sifat artinya seseorang meyakini bahwa sifat-sifat makhluk sama
dengan sifat-sifat Allah. Dengan kata lain, mahluk mempunyai sifat-sifat seperti sifat-sifat Allah. Tidak ada bedanya
sama sekali.

Sedangkan syirik secara perbuatan artinya seseorang meyakini bahwa makhluk mengatur alam semesta dan rezeki
manusia seperti yang telah diperbuat Allah selama ini. Sedangkan syirik secara ibadah artinya seseorang menyembah
selain Allah dan mengagungkannya seperti mengagungkan Allah serta mencintainya seperti mencintai Allah. Syrik-
syirik dalam pengertian tersebut, secara eksplisit maupun implisit, telah ditolak oleh Islam. Karenanya, seorang
muslim harus benar-benar berhat-hati dan menghindar jauh-jauh dari syirik-syirik seperti yang telah diterangkan di
atas.

Contoh bentuk-bentuk syirik ada banyak. Di antaranya, pertama, menyembah patung atau berhala (al-ashnaam). Allah
swt. menyebutnya dalam ayat berikut ini.

Demikianlah (perintah Allah). Dan barangsiapa mengagungkan apa-apa yang terhormat di sisi Allah, maka itu adalah
lebih baik baginya di sisi Tuhannya. Dan telah dihalalkan bagi kamu semua binatang ternak, terkecuali yang
diterangkan kepadamu keharamannya, maka jauhilah olehmu berhala-berhala yang najis itu dan jauhilah perkataan-
perkataan dusta. [QS. Al Hajj (22): 30]

Ingatlah ketika ia berkata kepada bapaknya, “Wahai Bapakku, mengapa kamu menyembah sesuatu yang tidak
mendengar, tidak melihat, dan tidak dapat menolong kamu sedikitpun?” [QS. Maryam (19): 42]

Menyembah matahari adalah bentuk syirik yang kedua. Allah menolak orang-orang yang menyebah matahari, bulan,
dan atau bintang.

Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia
bersemayam di atas ‘Arsy. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakan-
Nya pula) matahari, bulan dan bintang-bintang (masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah, menciptakan
dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam. [QS. Al A’raaf (7): 54]

“Dan sebagian dari tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah malam, siang, matahari, dan bulan. Janganlah bersujud kepada
matahari dan janganlah (pula) kepada bulan, tetapi bersujudlah kepada Allah Yang menciptakannya, jika kamu hanya
kepada-Nya saja menyembah”. [QS. Fushshilat (41): 37]

Bentuk syirik yang ketiga adalah menyembah malaikat dan jin.

Dan mereka (orang-orang musyrik) menjadikan jin itu sekutu bagi Allah, padahal Allah-lah yang menciptakan jin-jin
itu, dan mereka membohong (dengan mengatakan) bahwasanya Allah mempunyai anak laki-laki dan perempuan,
tanpa (berdasar) ilmu pengetahuan. Maha Suci Allah dan Maha Tinggi dari sifat-sifat yang mereka berikan. [QS. Al
An’aam (6): 100]

“Dan (ingatlah) hari (yang di waktu itu) Allah mengumpulkan mereka semuanya kemudian Allah berfirman kepada
malaikat, “Apakah mereka ini dahulu menyembah kamu?” Malaikat-malaikat itu menjawab, “Maha Suci Engkau.
Engkaulah pelindung kami, bukan mereka. Bahkan mereka telah menyembah jin; kebanyakan mereka beriman kepada
jin itu.”. [QS. Saba’ (34): 40-41]

Bentuk syirik keempat adalah menyembah para nabi, seperti Nabi Isa a.s. yang disembah kaum Nasrani dan Uzair
yang disembah kaum Yahudi. Keduanya sama-sama dianggap anak Allah.

Orang-orang Yahudi berkata, “Uzair itu putera Allah,” dan orang-orang Nasrani berkata, “Al masih itu putera Allah.”
Demikianlah itu ucapan mereka dengan mulut mereka, mereka meniru perkataan orang-orang kafir yang terdahulu.
Dilaknati Allah mereka, bagaimana mereka sampai berpaling?” [QS. At-Taubah (9): 30]

Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata, “Sesungguhnya Allah ialah Al-Masih putera Maryam.”
Padahal Al-Masih (sendiri) berkata, “Hai Bani Israil, sembahlah Allah Tuhanku dan Tuhanmu.” Sesungguhnya orang
yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga dan tempatnya
ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolongpun. [QS. Al-Maidah (5): 72]

Bentuk syirik yang kelima adalah menyembah rahib atau pendeta. Allah berfirman, “Mereka menjadikan orang-orang
alimnya, dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah, dan (juga mereka mempertuhankan) Al-Masih putera
Maryam; padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan Yang Maha Esa; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah)
selain Dia. Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.”

Adi bin Hatim r.a. pernah bertanya kepada Rasulullah mengenai hal tersebut, seraya berkata, “Sebenarnya mereka
tidak menyembah pendeta atau rahib mereka.” Rasululah saw. menjawab, “Benar, tetapi para rahib atau pendeta itu
telah mengharamkan yang halal dan menghalalkan yang haram, sementara mereka mengikutinya. Bukankah itu tindak
penyembahan terhadap mereka?”

Bentuk syirik yang keenam, menyembah Thaghuut. Istilah thaghuut diambil dari kata thughyaan artinya melampaui
batas. Maksudnya, segala sesuatu yang disembah selain Allah. Setiap seruan para rasul intinya adalah mengajak
kepada tauhid dan menjauhi thaghuut. Allah berfirman, “Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap
umat (untuk menyerukan): Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu. Maka di antara umat itu ada orang-orang
yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya. Maka
berjalanlah kamu di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul-
rasul).” [QS. An-Nahl (16): 36].

Dan tauhid yang murni tidak akan bisa dicapai tanpa menghindar dari menyembah thaghuut. Allah berfirman, “Tidak
ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar dari jalan yang sesat. Karena
itu, barangsiapa yang ingkar kepada thaghuut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang
kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” [QS.
Al-Baqarah (2): 256]

Allah bangga dengan orang-orang beriman yang menjauhi thaghuut. “Dan orang-orang yang menjauhi thaghut (yaitu)
tidak menyembahnya dan kembali kepada Allah, bagi mereka berita gembira; sebab itu sampaikanlah berita itu kepada
hamba-hamba-Ku.” [QS. Az-Zumar (39): 17]

Bentuk syirik yang ketujuh adalah menyembah hawa nafsu. Hawa nafsu adalah kecendrungan untuk melakukan
keburukan. Seseorang yang menuhankan hawa nafsu, mengutamakan keinginan nafsunya di atas cintanya kepada
Allah. Dengan demikian ia telah mentaati hawa nafsunya dan menyembahnya. Allah berfirman, “Terangkanlah
kepadaku tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya. Maka apakah kamu dapat menjadi
pemelihara atasnya?” [QS. Al-Furqaan (25): 43]

“Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya, dan Allah membiarkannya
sesat berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya, dan meletakkan tutupan atas
penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka
mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?” [QS. Al-Jatsiyah (45): 23]

Macam-macam Syirik

Ada dua macam syirik, yaitu syirik besar dan syirik kecil. Masing-masing dari kedua macam ini mempunyai dua
dimesi: zhahir (tampak) dan khafiy (tersembunyi).

Syirik besar (asy-syirkul akbar) adalah tindakan menyekutukan Allah dengan makhlukNya. Dikatakan syirik besar
karena pelakunya tidak akan diampuni dosanya dan tidak akan masuk surga. Allah berfirman, “Sesungguhnya Allah
tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia; dan Dia mengampuni dosa yang selain dari syirik itu
bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, maka sesungguhnya
ia telah tersesat sejauh-jauhnya.” [QS. An-Nisaa’ (4): 116]

Syirik besar ini dibagi dua dimensi: zhahir dan kafiy. Contoh syirik besat yang zhahir adalah seperti menyembah
bintang, matahari, bulan, patung-patung, batu-batu, pohon-pohon besar, dan manusia (seperti menyembah Fir’un, raja-
raja, Budha, Isa bin Maryam, malaikat, jin dan Setan). Sementara yang khafiy bisa dicontohkan seperti meminta
kepada orang-orang yang sudah mati dengan keyakinan bahwa mereka bisa memenuhi apa yang mereka yakini, atau
menjadikan seseorang sebagai pembuat hukum, menghalalkan dan mengharamkan seperti yang seharusnya menjadi
hak Allah swt.

Adapun syirik kecil (asy-syirkul ashghar) adalah suatu tindakan yang mengarah kepada syirik, tetapi belum sampai ke
tingkat keluar dari tauhid, hanya saja mengurangi kemurniannya. Syirik kecil juga dua dimensi: dzahir dan khafiy.
Yang zhahir bisa berupa lafal (pernyataan) dan perbuatan.

Contoh yang berupa lafal adalah bersumpah dengan nama selain Allah dan mengarah ke syirik seperti “demi Nabi,
demi Ka’bah, demi kakek dan nenek.” Dalam sebuah hadits Rasulullah saw. bersabda, “Man halafa bighairillahi
faqad kafara wa asyraka (siapa yang bersumpah dengan selain Allah, maka ia kafir dan musyrik).” (HR. Turmidzi
nomor 1535). Termasuk lafal yang mengarah ke syirik pernyataan, “Kalau tidak karena Allah dan si fulan niscaya ini
tidak akan terjadi.” Contoh yang lain adalah memberikan nama anak dengan Abdul Ka’bah dan lain sebagainya.

Adapun contoh syirik kecil zhahir yang berupa perbuatan seperti mengalungkan jimat dengan keyakinan bahwa itu
bisa menyelamatkan dari mara bahaya.

Syirik kecil yang khafiy biasanya berupa niat atau keinginan, seperti riya’ dan sum’ah. Yaitu melakukan tindak
ketaatan kepada Allah dengan niat ingin dipuji orang. Seperti menegakkan shalat dengan tampak khusyu’ karena
sedang di samping calon mertua. Seseorang berbuat seperti itu dengan harapan supaya dipuji sebagai orang shalih.
Padahal di saat sendirian, shalatnya tidak demikian. Riya’ adalah termasuk dosa hati yang sangat berbahaya. Karena
itu, Islam sangat memperhatikan sebab perbuatan hati adalah faktor yang menentukan bagi baik tidaknya perbuatan
zhahir.

Allah berfirman, “Hai orang-orang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-
nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya’ kepada
manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang
di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah dia bersih (tidak bertanah). Mereka tidak
menguasai sesuatupun dari apa yang mereka usahakan; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang
kafir.” [QS. Al-Baqarah (2): 264]

Dalam sebuah hadits Rasulullah saw. bersabda, “Man samma’a sammallahu bihii, waman yaraa’ii yaraaillahu bihii
(siapa yang menampakkan amalnya dengan maksud riya’ Allah akan menyingkapnya di hari Kiamat, dan siapa yang
menunjukkan amal shalihnya dengan maksud ingin dipuji orang, Allah mengeluarkan rahasia tersebut di hari
Kiamat).” (HR. Bukhari 11/288 dan Muslim nomor 2987)

Bahaya-bahaya Syirik

Perbuatan syirik sangat berbahaya. Berikut ini beberapa bahaya yang akan menimpa orang-orang pelaku syirik.

Pertama, syirik adalah kezhaliman yang nyata. Allah berfirman, “Innasy syirka ladzlumun adziim (sesungguhnya
mempersekutukan Allah adalah benar-benar kezaliman yang besar).” [QS. Luqman (31): 13]. Mengapa disebut
kezhaliman yang besar? Sebab dengan berbuat syirik seseorang telah menjadikan dirinya sebagai hamba makhluk
yang sama dengan dirinya yang tidak berdaya apa-apa.

Kedua, syirik merupakan sumber khurafat. Sebab, orang-orang yang meyakini bahwa selain Allah –seperti bintang,
matahari, kayu besar dan lain sebagainya– bisa memberikan manfaat atau bahaya, berarti ia telah siap melakukan
segala khurafat dengan mendatangi para dukun, kuburan-kuburan angker, dan mengalungkan jimat di lehernya.

Ketiga, syirik adalah sumber ketakutan dan kesengsaraan. Allah berfirman, “Akan Kami masukkan ke dalam hati
orang-orang kafir rasa takut disebabkan mereka mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah sendiri tidak
menurunkan keterangan tentang itu. Tempat kembali mereka ialah neraka; dan itulah seburuk-buruk tempat tinggal
orang-orang yang zhalim.” [QS. Ali Imran (3): 151]

Keempat, syirik merendahkan derajat kemanusiaan si pelakunya. Allah berfirman, “Barangsiapa mempersekutukan
sesuatu dengan Allah, maka adalah ia seolah-olah jatuh dari langit lalu disambar oleh burung, atau diterbangkan angin
ke tempat yang jauh.” [QS. Al-Hajj (22): 31]

Kelima, syirik menghancurkan kecerdasan manusia. Allah berfirman, “Dan mereka menyembah selain daripada Allah
apa yang tidak dapat mendatangkan kemudharatan kepada mereka dan tidak (pula) kemanfaatan. Dan mereka berkata,
‘Mereka itu adalah pemberi syafa`at kepada kami di sisi Allah.’ Katakanlah, ‘Apakah kamu mengabarkan kepada
Allah apa yang tidak diketahui-Nya baik di langit dan tidak (pula) di bumi?’ Maha Suci Allah dan Maha Tinggi dari
apa yang mereka mempersekutukan (itu).” [QS. Yunus (10): 18]

Keenam, di akhirat nanti orang-orang musyrik tidak akan mendapatkan ampunan Allah dan akan masuk neraka
selama-lamanya. Allah berfirman, “Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan
Dia, dan Dia mengampuni dosa yang selain dari syirik itu bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang
mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, maka sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhnya.” [QS. An-Nisaa’ (4):
116]

Allah juga berfirman, “Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah
mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka. Tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang
penolong pun.” [QS. Al-Maidah (5): 72]

Sebab-sebab Syirik

Ada tiga sebab fundamental munculnya prilaku syirik, yaitu al-jahlu (kebodohan), dha’ful iiman (lemahnya iman), dan
taqliid (ikut-ikutan secara membabi-buta).
Al-jahlu sebab pertama perbuatan syirik. Karenanya masyarakat sebelum datangnya Islam disebut dengan masyarakat
jahiliyah. Sebab, mereka tidak tahu mana yang benar dan mana yang salah. Dalam kondisi yang penuh dengan
kebodohan itu, orang-orang cendrung berbuat syirik. Karenanya semakin jahiliyah suatu kaum, bisa dipastikan
kecendrungan berbuat syirik semakin kuat. Dan biasanya di tengah masyarakat jahiliyah para dukun selalu menjadi
rujukan utama. Mengapa? Sebab mereka bodoh, dan dengan kobodohannya mereka tidak tahu bagaimana seharusnya
mengatasi berbagai persoalan yang mereka hadapi. Ujung-ujungnya para dukun sebagai narasumber yang sangat
mereka agungkan.

Penyebab kedua perbuatan syirik adalah dha’ful iimaan (lemahnya iman). Seorang yang imannya lemah cendrung
berbuat maksiat. Sebab, rasa takut kepada Allah tidak kuat. Lemahnya rasa takut kepada Allah ini akan dimanfaatkan
oleh hawa nafsu untuk menguasai diri seseorang. Ketika seseorang dibimbing oleh hawa nafsunya, maka tidak
mustahil ia akan jatuh ke dalam perbuatan-perbuatan syirik seperti memohon kepada pohonan besar karena ingin
segera kaya, datang ke kuburan para wali untuk minta pertolongan agar ia dipilih jadi presiden, atau selalu merujuk
kepada para dukun untuk suapaya penampilannya tetap memikat hati orang banyak.

Taqliid sebab yang ketiga. Al-Qur’an selalu menggambarkan bahwa orang-orang yang menyekutukan Allah selalu
memberi alasan mereka melakukan itu karena mengikuti jejak nenek moyang mereka. Allah berfirman, “Dan apabila
mereka melakukan perbuatan keji, mereka berkata, ‘Kami mendapati nenek moyang kami mengerjakan yang demikian
itu, dan Allah menyuruh kami mengerjakannya.’ Katakanlah, ‘Sesungguhnya Allah tidak menyuruh (mengerjakan)
perbuatan yang keji.’ Mengapa kamu mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui?” [QS. Al-A’raf
(7): 28]

Dan apabila dikatakan kepada mereka, “Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah.” Mereka menjawab, “(Tidak), tetapi
kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami.” “(Apakah mereka akan
mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apapun, dan tidak mendapat petunjuk?”
[QS. Al-Baqarah (2): 170]

Apabila dikatakan kepada mereka, “Marilah mengikuti apa yang diturunkan Allah dan mengikuti Rasul.” Mereka
menjawab, “Cukuplah untuk kami apa yang kami dapati bapak-bapak kami mengerjakannya.” Dan apakah mereka
akan mengikuti juga nenek moyang mereka walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui apa-apa dan tidak
(pula) mendapat petunjuk?” [QS. Al-Maidah (5): 104]

Sumber: http://www.dakwatuna.com/2007/11/02/295/hal-hal-yang-membatalkan-syahadat-bagian-
1/#ixzz4VYbCEDuH
Follow us: @dakwatuna on Twitter | dakwatunacom on Facebook

Anda mungkin juga menyukai