Anda di halaman 1dari 50

Ibadah adalah satu kata yang mencakup segala hal yang dicintai Allah dan diridhai-Nya, baik

itu perkataan maupun perbuatan, perkara batin maupun zahir.

Asy-Syekh Al-Imam Al-Allamah Sang Penghidup Sunnah dan Pembunuh Bidah Abul
Abbas Ahmad bin Taimiyyah ditanya tentang firman-Nya Azza wa Jalla (yang artinya),
Wahai sekalian manusia, sembahlah Rabb kalian!, Apakah ibadah itu; apa pula cabangcabangnya? Apakah seluruh bagian agama termasuk ibadah atau tidak? Apakah hakikat
ibadah dan apakah ibadah menempati kedudukan tertinggi atau masih ada lagi kedudukan
lebih tinggi di atasnya? Mohon jelaskan kepada kami pendapat tentang masalah tersebut.

Beliau menjawab, Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Segala
puji hanya bagi Allah Rabb semesta alam. Ibadah adalah satu kata yang mencakup segala hal
yang dicintai Allah dan diridhai-Nya, baik itu perkataan maupun perbuatan, perkara batin
maupun zahir. Dengan demikian, mendirikan shalat, berzakat, berpuasa, berhaji, ucapan yang
jujur, menunaikan amanah, berbakti kepada kedua orang tua, menyambung tali kekerabatan,
menepati janji, memerintahkan berbuat maruf, mencegah kemungkaran, jihad melawan
kaum kafir dan kaum munafik, berlaku baik terhadap tetangga maupun anak yatim dan orang
miskin juga dalam kepemilikan atas manusia dan hewan ternak, berdoa, berzikir, membaca Al
Quran, dan hal semisal itu merupakan bentuk-bentuk ibadah.

Demikian pula, cinta kepada Allah dan Rasul-Nya, takut kepada Allah, bertaubat kepadaNya, memurnikan agama hanya untuk-Nya, sabar atas ketetapan-Nya, bersyukur atas segenap
nikmat-Nya, ridha atas keputusan-Nya, bertawakal kepada-Nya, mengharap rahmat-Nya,
takut akan azab-Nya, serta contoh semisal itu merupakan bentuk-bentuk ibadah kepada Allah.

Beribadah kepada Allah merupakan puncak tujuan yang dicintai Allah dan diridhai-Nya; yang
merupakan tujuan penciptaan alam semesta. Sebagaimana firman-Nya Taala (yang artinya),
Dan tidaklah Kuciptakan jin dan manusia melainkan untuk beribadah kepada-Ku. Pesan ini
dibawa seluruh rasul yang diutus, sebagaimana ucapan Nuh kepada kaumnya, Sembahlah
Allah yang tiada sesembahan bagi kalian selain Dia. Begitu pula perkataan Hud, Shalih,
Syuaib, dan ucapan selain mereka.

Dia Taala berfirman (yang artinya), Dan sungguh Kami telah mengutus rasul bagi tiap umat
(untuk menyerukan), Sembahlah Allah (saja) dan jauhilah Thaghut itu, maka di antara umat

itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang
yang telah pasti kesesatan baginya.

Dan Dia Taala berfirman (yang artinya), Dan tidak Kami utus seorang rasul pun sebelum
kamu melainkan Kami wahyukan kepadanya bahwa tiada sesembahan yang berhak disembah
selain Aku maka beribadahlah kepada-Ku.

Dan Dia Taala berfirman (yang artinya), Sesungguhnya (agama Tauhid) ini adalah agama
kamu semua; agama yang satu dan Aku adalah Tuhanmu, maka sembahlah Aku.

Sebagaimana dalam ayat yang lain (yang artinya), Wahai Rasul-rasul, makanlah dari
makanan yang baik-baik, dan kerjakanlah amal shaIih. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui
setiap hal yang kamu kerjakan.

Dia menjadikan hal tersebut sebuah kepastian bagi para rasul-Nya hingga maut menjemput,
sebagaimana firman-Nya (yang artinya), Sembahlah Rabbmu hingga suatu hal yang pasti
(ajal) mendatangimu.

Dengan yang demikian ini, Dia menyifatkan para malaikat dan para nabi-Nya. Kemudian Dia
Taala berfirman (yang artinya), Dan kepunyaan-Nyalah segala yang di langit dan di bumi.
Dan malaikat-malaikat yang di sisi-Nya, mereka tiada mempunyai rasa angkuh untuk
menyembah-Nya dan tiada (pula) merasa letih. Mereka selalu bertasbih malam dan siang
tiada henti-hentinya.

Dan Dia Taala berfirman (di akhir surat Al-Araf) (yang artinya), Sesungguhnya malaikatmalaikat yang ada di sisi Tuhanmu tidaklah merasa enggan menyembah Allah dan mereka
menasbihkan-Nya, dan hanya kepada-Nya-lah mereka bersujud.

Dia mencela orang-orang sombong melalui firman-Nya (yang artinya), Dan Tuhanmu
berfirman, Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya
orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam
dalam keadaan hina dina.

Dan Dia menyifati hamba-Nya pilihan dengan sifat penghambaan kepada-Nya. Dia Taala
berfiman (yang artinya), (Yaitu) mata air (dalam surga) yang daripadanya hamba-hamba
Allah minum, yang mereka dapat mengalirkannya dengan sebaik-baiknya.

Dan Dia berfirman (yang artinya), Dan hamba-hamba Tuhan yang Maha Penyayang itu
(ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati. Apabila orang-orang jahil
menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan. Dan
orang yang melalui malam hari dengan bersujud dan berdiri untuk Tuhan mereka.

Ayat yang mengisahkan perkataan setan (yang artinya), Oleh sebab Engkau telah
memutuskan bahwa aku sesat, pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik
(perbuatan masiat) di muka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya,
kecuali hamba-hamba Engkau yang mukhlis di antara mereka.

Dan Allah Taala berfirman (yang artinya), Sesungguhnya hamba-hamba-Ku tidak ada
kekuasaan bagimu terhadap mereka, kecuali orang-orang yang mengikut kamu, yaitu orangorang yang sesat.

Dan Dia Taala berfirman (yang artinya), Dan mereka berkata, Tuhan Yang Maha Pemurah
telah mengambil (mempunyai) anak, Mahasuci Allah! Sebenarnya (malaikat-malaikat itu)
adalah hamba-hamba yang dimuliakan. Mereka itu tidak mendahului-Nya dengan perkataan
dan mereka mengerjakan perintah-perintah-Nya. Allah mengetahui segala sesuatu di hadapan
mereka (malaikat) dan yang di belakang mereka, dan mereka tiada memberi syafaat
melainkan kepada orang yang diridhai Allah, dan mereka itu selalu berhati-hati karena takut
kepada-Nya.

Dan Dia Taala berfirman (yang artinya), Dan mereka berkata, Tuhan Yang Maha Pemurah
mengambil (mempunyai) anak. Sesungguhnya kamu telah mendatangkan suatu perkara yang
sangat mungkar; hampir-hampir langit pecah karena ucapan itu, dan bumi terbelah, dan
gunung-gunung runtuh, karena mereka mendakwakan bahwa Allah Yang Maha Pemurah
mempunyai anak.

Tidak ada seorang pun di langit dan di bumi, kecuali akan datang kepada Tuhan Yang Maha
Pemurah selaku seorang hamba. Sesungguhnya Allah telah menentukan jumlah mereka dan
menghitung mereka dengan hitungan yang teliti. Dan tiap-tiap mereka akan datang kepada
Allah pada hari kiamat dengan sendiri-sendiri.

Dan Dia Taala berfirman tentang Al-Masih yang dianggap sebagai tuhan sekaligus nabi
(yang artinya), Isa tidak lain hanyalah seorang hamba yang Kami berikan kepadanya nikmat
(kenabian) dan Kami jadikan dia sebagai tanda bukti (kekuasaan Allah) untuk Bani lsrail.

Oleh sebab itu, Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda dalam sebuah hadits shahih (yang
artinya), Jangan menyanjungku sebagaimana orang-orang nasrani memuja-muji Isa bin
Maryam. Sungguh aku ini hanya seorang hamba maka katakanlah, Hamba Allah dan RasulNya.

Allah menyebut nabi-Nya dengan kata hamba untuk kondisi-kondisi beliau (nabi) yang
sempurna

Dia berfirman tentang peristiwa Isra (yang artinya), Maha Suci Allah, yang telah
memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam.

Allah berfirman mengenai wahyu-Nya (yang artinya), Lalu dia menyampaikan kepada
hamba-Nya (Muhammad) sesuatu yang telah Allah wahyukan.

Dia berfirman tentang dakwah nabi (shalat beliau di bawah kurma), Dan bahwasanya tatkala
hamba Allah (Muhammad) berdiri menyembah-Nya (mengerjakan ibadah) hampir saja jin-jin
itu berdesak-desakan mengerumuninya. (karena mendengarkan bacaan shalat Nabi
shallallahu alaihi wa sallam)

Dan Dia berfirman mengenai tantangan kepada makhluk-Nya untuk membuat Al Quran
(yang artinya), Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang Al Quran yang Kami
wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad), buatlah satu surat (saja) yang semisal Al
Quran itu.

***
Muslimah.Or.Id

Marji: Al-Ubudiyyah, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, Maktabah Asy-Syamilah.

Diterjemahkan oleh Tim Penerjemah Muslimah.Or.Id


http://muslimah.or.id/aqidah/apa-itu-ibadah.html

DEFINISI IBADAH

Ibadah ( )secara etimologi berarti merendahkan diri serta tunduk. Di dalam syara, ibadah
mempunyai banyak definisi, tetapi makna dan maksudnya satu. Definisi ibadah itu antara lain
:

1.
Ibadah ialah taat kepada Allah dengan melaksanakan perintah-perintah-Nya (yang
digariskan) melalui lisan para Rasul-Nya,

2.
Ibadah adalah merendahkan diri kepada Allah , yaitu tingkatan ketundukan yang
paling tinggi disertai dengan rasa mahabbah (kecintaan) yang paling tinggi,

3.
Ibadah ialah sebutan yang mencakup seluruh apa yang dicintai dan diridhai Allah ,
baik berupa ucapan atau perbuatan, yang dzahir maupun bathin. Ini adalah definisi ibadah
yang paling lengkap.

Ibadah itu terbagi menjadi ibadah hati, lisan dan anggota badan. Rasa khauf (takut), raja
(mengharap), mahabbah (cinta), tawakkal (ketergantungan), raghbah (senang) dan rahbah
(takut) adalah ibadah qalbiyah (yang berkaitan dengan hati). Sedangkan shalat, zakat, haji,
dan jihad adalah ibadah badaniyah qalbiyah (fisik dan hati). Serta masih banyak lagi macammacam ibadah yang berkaitan dengan hati, lisan dan badan.

Ibadah inilah yang menjadi tujuan penciptaan manusia, Allah berfirman, Dan Aku tidak
menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku. Aku tidak
menghendaki rizki sedikitpun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka

memberi Aku makan. Sesungguhnya Allah, Dia-lah Maha Pemberi rizki yang mempunyai
kekuatan lagi Sangat Kokoh. (QS. Adz-Dzariyat: 56-58)

Allah memberitahukan, hikmah penciptaan jin dan manusia adalah agar mereka
melaksanakan ibadah kepada Allah . Dan Allah Maha Kaya, tidak membutuhkan ibadah
mereka, akan tetapi merekalah yang membutuhkan-Nya. Karena ketergantungan mereka
kepada Allah , maka mereka menyembah-Nya sesuai dengan aturan syariat-Nya. Maka siapa
yang menolak beribadah kepada Allah , ia adalah sombong. Siapa yang menyembah-Nya
tetapi dengan selain apa yang disyariatkan-Nya maka ia adalah mubtadi (pelaku bidah).
Dan siapa yang hanya menyembah-Nya dan dengan syariat-Nya, maka dia adalah mukmin
muwahhid (yang mengesakan Allah ).

==============================================

Makna Ibadah Menurut Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah Rahimahullah :

Ibadah adalah segala sesuatu yang mencakup semua hal yang dicintai dan diridhai Allah
Taala, baik berupa ucapan dan amalan, yang nampak dan yang tersembunyi.

Maka shalat, zakat, puasa, hajji, berkata benar, menyampaikan amanat, berbakti kepada
kedua orang tua, silaturrahim, menepati janji, amar maruf nahi mungkar, jihad menghadapi
orang kafir dan munafiq, berbuat baik kepada tetangga, anak yatim, orang miskin, ibnu sabil,
budak, hewan piaran, berdoa, berzikir, membaca al Quran, dan yang semisalnya termasuk
ibadah. Demikian juga mencintai Allah Subhanahu Wa Taala dan Rasul-Nya Shallallahu

Alaihi Wasallam, takut dan inabah kepada-Nya, ikhlas hanya kepada-Nya, bersabar atas
hukum-Nya, bersyukur atas nikmat-nikmat-Nya, ridha dengan qadha-Nya, bertawakkal
kepada-Nya, mengharap rahmat-Nya, takut kepada azab-Nya, dan yang semisalnya termasuk
dalam ibadah.

http://taimiah.org/index.aspx?function=item&id=949&node=4109

==============================================

B.

MACAM-MACAM IBADAH DAN KELUASAN CAKUPANNYA

Ibadah itu banyak macamnya. Ia mencakup semua ketaatan yang nampak pada lisan, anggota
badan dan yang lahir dari hati. Seperti dzikir, tasbih, tahlil, dan membaca Al-Quran; shalat,
zakat, puasa, haji, jihad, amar maruf nahi munkar, berbuat baik kepada kerabat, anak yatim,
orang miskin dan ibnu sabil. Begitu pula cinta kepada Allah dan Rasul-Nya, khassyatullah
(takut kepada Allah), inabah (kembali) kepada-Nya, ikhlas kepada-Nya, sabar terhadap
hukum-Nya, ridha dengan qadha-Nya, tawakkal, mengharap nikmat-Nya dan takut dari
siksa-Nya.

Jadi, ibadah mencakup seluruh tingkah laku seorang mukmin jika perbuatan itu diniatkan
sebagai qurbah (pendekatan diri kepada Allah ) atau apa-apa yang membantu qurbah itu.
Bahkan adat kebiasaan yang dibolehkan secara syariat (mubah) dapat bernilai ibadah jika
diniatkan sebagai bekal untuk taat kepada-Nya. Seperti tidur, makan, minum, jual-beli,
bekerja mencari nafkah, nikah dan sebagainya. Berbagai kebiasaan tersebut jika disertai niat
baik (benar) maka menjadi bernilai ibadah yang berhak mendapatkan pahala. Karenanya,
tidaklah ibadah itu terbatas pada syiar-syiar yang biasa dikenal semata.

C.

PAHAM-PAHAM YANG SALAH TENTANG PEMBATASAN IBADAH

Ibadah adalah perkara tauqifiyah. Artinya tidak ada suatu bentuk ibadah pun yang
disyariatkan kecuali berdasarkan Al-Quran dan As-Sunnah. Apa yang tidak disyariatkan
berarti bidah mardudah (bidah yang ditolak), sebagaimana sabda Nabi :

Barang siapa melaksanakan suatu amalan tidak atas perintah kami, maka ia ditolak. (HR.
Bukhari no. 2697, Muslim no. 1718)

Maksudnya, amalnya ditolak dan tidak diterima, bahkan ia berdosa karenanya. Sebab amal
tersebut adalah maksiat, bukan taat.

Kemudian manhaj (jalan) yang benar dalam melaksanakan ibadah yang disyariatkan adalah
sikap pertengahan. Tidak meremehkan dan malas, serta tidak dengan sikap ekstrim dan
melampaui batas. Allah berfirman kepada Nabi-Nya , Maka tetaplah kamu pada jalan yang
benar, sebagaimana diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang telah taubat beserta kamu
dan janganlah kamu melampaui batas. (QS. Hud: 112)

Ayat Al-Quran ini adalah garis petunjuk bagi langkah manhaj yang benar dalam pelaksanaan
ibadah. Yaitu dengan ber-istiqomah dalam melaksanakan ibadah pada jalan tengah, tidak
kurang atau lebih, sesuai dengan petunjuk syariat (sebagaimana yang diperintahkan).
Kemudian pada akhir ayat, Allah menegaskan lagi dengan firman-Nya, Dan janganlah
kamu melampaui batas.

Tughyan adalah melampaui batas dengan bersikap terlalu keras dan memaksakan kehendak
serta megada-ada. Ia lebih dikenal dengan ghuluw.

Ketika Rasulullah mengetahui bahwa tiga orang dari sahabatnya melakukan ghuluw dalam
ibadah, dimana seorang dari mereka berkata, Saya akan terus berpuasa dan tidak berbuka,
yang kedua berkata, Saya akan shalat terus dan tidak tidur, lalu yang ketiga berkata, Saya
tidak akan menikahi wanita, maka beliau bersabda, Adapun saya, maka saya berpuasa dan
berbuka, saya shalat dan saya tidur, dan saya menikahi perempuan. Maka barang siapa tidak
menyukai jejakku maka dia bukan dari (bagian atau golongan)-ku. (HR. Bukhari no. 4675
dan Muslim no. 2487)

Ada 2 golongan yang saling bertentangan dalam soal ibadah :

1. Golongan pertama: Yang mengurangi makna ibadah serta meremehkan pelaksanaannya.


Mereka meniadakan berbagai macam ibadah dan hanya melaksanakan ibadah-ibadah yang
terbatas pada syiar-syiar tertentu dan sedikit, yang hanya diadakan di masjid-masjid saja.
Menurut mereka tidak ada ibadah di rumah, di kantor, di toko, di bidang sosial, juga tidak
dalam peradilan kasus sengketa dan dalam perkara-perkara kehidupan lainnya.

Memang masjid mempunyai keistimewaan dan harus dipergunakan dalam shalat fardhu lima
waktu. Akan tetapi ibadah mencakup seluruh aspek kehidupan muslim, baik di masjid
maupun di luar masjid.

2. Golongan kedua: Yang bersikap berlebih-lebihan dalam praktek ibadah sampai pada batas
ekstrim, yang sunnah sampai mereka angkat menjadi wajib, sebagaimana yang mubah
(boleh) mereka angkat menjadi haram. Mereka menghukumi sesat dan salah orang yang
menyalahi jalan (manhaj) mereka, serta menyalahkan pemahaman-pemahaman lainnya.

Padahal sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Nabi Muhammad dan seburuk-buruk perkara
adalah yang bidah.

D.

PILAR-PILAR UBUDIYAH YANG BENAR

Sesungguhnya ibadah itu berlandaskan pada tiga pilar sentral, yaitu: hubb (cinta), khauf
(takut) dan raja (harapan).

Rasa cinta (hubb) harus dibarengi dengan sikap rasa rendah diri, sedangkan khauf (takut)
harus dibarengi dengan raja (harapan). Dalam setiap ibadah harus terkumpul unsur-unsur ini.
Allah berfirman tentang sifat hamba-hamba-Nya yang mukmin, Dia mencintai mereka dan
mereka mencintai-Nya. (QS. Al-Maidah: 54).

Dan juga firman-Nya, Adapun orang-orang yang beriman sangat cinta kepada Allah. (QS.
Al-Baqarah: 165)

Dalam perkara ini, Allah juga berfirman menyifati para Rasul dan Nabi-Nya, Sesungguhnya
mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan
yang baik dan mereka berdoa kepada Kami dengan harap dan cemas. Dan mereka adalah
orang-orang yang khusyuk kepada Kami. (QS. Al-Anbiya: 90)

Sebagian salaf berkata, Siapa yang menyembah Allah dengan rasa hubb (cinta) saja maka
dia zindiq (istilah untuk setiap munafik, orang yang sesat dan mulhid). Siapa yang
menyembah-Nya dengan raja (harapan) semata maka ia adalah murji (orang Murjiah, yaitu
golongan yang mengatakan bahwa amal bukan dari iman. Iman hanya dengan hati saja). Dan
siapa yang menyembah-Nya hanya dengan khauf (takut) saja, maka dia adalah harury (orang
dari golongan Khawarij, yang pertama kali muncul di Harurro, dekat Kufah, yang
berkeyakinan bahwa orang mukmin yang berdosa adalah kafir). Siapa yang menyembah-Nya
dengan hubb, khauf dan raja maka dia adalah mukmin muwahhid.

Hal ini disebutkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah dalam Risalah Ubudiyah.
Beliau juga berkata, Dien Allah adalah menyembah-Nya, taat dan tunduk kepada-Nya. Asal
makna ibadah adalah adz-dzull (hina). Dikatakan jika jalan itu dihinakan dan
diinjak-injak oleh kaki manusia. Akan tetapi ibadah yang diperintahkan mengandung makna
dzull (hina/merendahkan diri) dan hubb (cinta). Yakni mengandung makna dzull yang paling
dalam dengan hubb yang paling tinggi kepada Allah . Siapa yang tunduk kepada seseorang
dengan perasaan benci kepadanya, maka ia bukanlah menghamba (menyembah) kepadanya.
Dan jika ia menyukai sesuatu tetapi tidak tunduk kepadanya, maka iapun tidak menghamba
(menyembah) kepadanya. Sebagaimana seorang ayah mencintai anak atau rekannya. Karena
itu tidak cukup salah satu dari keduanya dalam beribadah kepada Allah , tetapi hendaklah
Allah lebih dicintainya dari segala sesuatu dan Allah lebih diagungkan dari segala sesuatu.
Tidak ada yang berhak mendapat mahabbah (cinta) dan khudu (ketundukan) yang sempurna
selain Allah . (Majmuah Tauhid Najdiyah, 542). Inilah pilar-pilar kehambaan yang
merupakan poros segala amal ibadah.

Ibnu Qayyim rahimullah berkata dalam Nuniyyah-nya, Ibadah kepada Ar-Rahman adalah
cinta yang dalam kepada-Nya, beserta kepatuhan menyembah-Nya. Dua hal ini adalah ibarat
dua kutub. Di atas keduanyalah orbit ibadah beredar. Ia tidak beredar sampai kedua kutub itu
berdiri tegak. Sumbunya adalah perintah (perintah Rasul-Nya). Bukan hawa nafsu dan setan.

Ibnu Qayyim rahimullah menyerupakan beredarnya ibadah di atas rasa cinta dan tunduk bagi
yang dicintai, yaitu Allah dengan beredarnya orbit di atas dua kutubnya. Beliau juga
menyebutkan bahwa beredarnya orbit ibadah adalah berdasarkan perintah rasul dan
syariatnya, bukan berdasarkan hawa nafsu dan setan. Karena hal yang demikian bukanlah
ibadah. Apa yang disyariatkan baginda Rasul itulah yang memutar orbit ibadah. Ibadah
tidak diputar oleh bidah, nafsu dan khurafat.

E.

SYARAT DITERIMANYA IBADAH

Pembaca yang budiman, untuk melengkapi pembahasan ini, kami ingatkan lagi dengan syarat
diterimanya ibadah. Agar bisa diterima, ibadah disyaratkan harus benar. Dan ibadah itu tidak
benar kecuali dengan ada syarat :

1.

Ikhlas karena Allah semata, bebas dari syirik besar dan kecil,

2.

Sesuai dengan tuntunan Rasulullah .

Syarat pertama adalah merupakan konsekuensi dari syahadat laa ilaaha illallah, karena ia
mengharuskan ikhlas beribadah hanya untuk Allah dan jauh dari syirik kepada-Nya.

Sedangkan syarat yang kedua adalah konsekuensi dari syahadat Muhammad Rasulullah,
karena ia menuntut wajibnya taat kepada Rasul, mengikuti syariatnya dan meninggalkan
bidah atau ibadah-ibadah yang diada-adakan. Allah berfirman, (Tidak demikian) bahkan
barang siapa yang menyerahkan diri kepada Allah, sedang ia berbuat kebajikan, maka
baginya pahala pada sisi Tuhannya dan tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak
(pula) mereka bersedih hati. (QS. Al-Baqarah: 112)

Dalam ayat diatas disebutkan menyerahkan diri (aslama wajhahu) artinya memurnikan
ibadah kepada Allah . Dan berbuat kebajikan (wahuwa muhsin) artinya mengikuti RasulNya .

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan, Inti agama ada dua pokok yaitu
kita tidak menyembah kecuali kepada Allah , dan kita tidak menyembah kecuali dengan apa
yang dia syariatkan, tidak dengan bidah. Sebagaimana Allah berfirman, Barang siapa
mengharap perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaknya ia mengerjakan amal yang saleh
dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya. (QS. AlKahfi: 110). Yang demikian adalah manifestasi (perwujudan) dari dua kalimat syahadat Laa
ilaaha illallah dan Muhammad Rasulullah.

Pada yang pertama, kita tidak menyembah kecuali kepada-Nya. Pada yang kedua
bahwasannya Muhammad adalah utusan-Nya yang menyampaikan ajaran-Nya. Maka kita
wajib membenarkan dan mempercayai beritanya serta mentaati perintahnya. Beliau telah
menjelaskan bagaimana cara kita beribadah kepada Allah , dan beliau melarang kita dari halhal baru atau bidah. Beliau mengatakan bahwa bidah itu sesat (Al-Ubudiyah, hal 103; ada
dalam Majmuah Tauhid, hal. 645)

Rujukan : Kitab Tauhid lish-Shafil Awwal karya Dr. Shalih Al-Fauzan


https://kaahil.wordpress.com/2012/08/25/lengkap-definisi-makna-pengertianarti-ibadahyang-benar-dalam-islam-definisi-ibadah-menurut-syaikhul-islam-ibnu-taimiyyah-macammacam-ibadah-syarat-syarat-diterimanya-ibadah-pilar-pilar/

DEFINISI & RUANG LINGKUP IBADAH


Ibadah dalam bahasa Arab berarti kehinaan atau ketundukan. Dalam terminologi syariat,
ibadah diartikan sebagai sesuatu yang diperintahkan Alloh sebagai syariat, bukan karena
adanya keberlangsungan tradisi sebelumnya, atau karena tuntutan logika, atau akal manusia.
Namun definisi yang lebih konkret dari ibadah dapat dilihat dari definisi yang diberikan oleh
Ust. Ibrahim Muhammad Abdullah al Buraikan dalam bukunya Pengantar Studi Aqidah
Islam, yaitu : Ibadah adalah nama yang merangkum segala sesuatu yang dicintai dan
diridloi Alloh SWT, baik berupa perkataan, perbuatan yang tampak dan tidak tampak, dengan
kecintaan, kepasrahan, dan ketundukan yang sempurna, serta membebaskan diri dari segala
yang bertentangan dan menyalahinya.
Jadi, ruang lingkup ibadah adalah seluruh aktifitas manusia yang diniatkan semata-mata
untuk mencari ridlo Alloh SWT selama apa yang dilakukan sesuai dengan syariat yang Alloh
tentukan.

URGENSI IBADAH
1. Ibadah merupakan tujuan yang dicintai dan diridhoi Alloh dan sebagai tujuan penciptaan
Jin dan Manusia / MakhlukNya (QS. 51:56)
2. Alloh mengutus para Rasul dengan Risalah Ibadah (QS. 7:59, 16:36)
3. Alloh mencela orang-orang yang enggan melakukan ibadah (QS. 40:60)
DASAR-DASAR IBADAH
1. Cinta, maksudnya cinta kepada Alloh dan Rasul-Nya yang mengandung makna
mendahulukan kehendak Alloh dan Rasul-Nya atas yang lainnya. Adapun tanda-tandanya :
a. Mengikuti sunnah Rasulullah SAW
b. Jihad di jalan Alloh (berusaha sekuat tenaga untuk meraih segala sesuatu yang
dicintai Alloh ).
2. Takut, maksudnya tidak merasakan sedikitpun ketakutan kepada segala bentuk dan jenis
makhluk melebihi ketakutannya kepada Alloh SWT (QS 3:175)
3. Harapan, maksudnya seorang hamba dituntut untuk selalu berharap kepada Alloh dengan
harapan yang sempurna tanpa pernah merasa putus asa.
TUJUAN IBADAH
Mengapakah kita beribadah menyembah Allah ? Kenapakah Allah mewajibkan kita beribadah
dan menaatiNya ? Adakah faedah diperolehiNya dari perasaan khusyuk dan ikhlas kita yang
patuh kepada perintah dan meninggalkan laranganNya ? Kiranya ada manfaat maka apakah
hakikatnya manfaat itu ? Apakah sasarannya semata mata perintah Allah yang kita mesti
melaksanakannya ?
Aku tidak berhajatkan rezeki sedikitpun dari mereka itu dan Aku tidak menghendaki
mereka memberi Aku makan. Adz-dzaariyaat 57
Hai manusia, kamulah yang berkhendak kepada Allah, dan Allah Dialah Yang Maha Kaya
lagi Maha Terpuji. Faathir 15
Barangsiapa yang mengerjakan amal yang sholeh maka ( pahalanya ) untuk dirinya
sendiri. Fussilat 46
Dan barangsiapa yang mensucikan diri mereka, sesungguhnya ia mensucikan diri untuk
kebaikan diri sendiri.Faathir 18
Dan barangsiapa yang berjihad, maka sesungguhnya jihadnya untuk dirinya sendiri. Al
Ankabut 6
Adapun tujuan yang mendasar (pokok) di dalam Ibadah adalah Tawajjuh (menghadap)
kepada Yang Mahaesa, Tuhan yang disembah, dan mengesakan-Nya dengan niat ibadah
dalam setiap keadaan, hal itu diikuti tujuan penyembahan guna memeperoleh kedudukan di
akhirat, atau agar menjadi seorang di antara wali-wali Alloh atau yang serupa dengannya.
Termasuk dalam tujuan-tujuan yang mengikuti ibadah adalah untuk perbaikan jiwa dan
mencari anugerah.
Seluruh ibadah mempunyai fungsi ukhrawiyah, termasuk memperoleh keberuntungan dengan
surga dan selamat dari azab neraka. Jadi, hal ini termasuk dalam arti Ar-Rajaa (harapan)
memperoleh pahala dari Alloh, takut siksa-Nya, dan merupakan bagian dari ibadah yang

tertuju kepada Tuhan semesta alam. Al-Khauf (takut) dan Ar-Rajaa dalam arti ini tidak
tercela, selama ikhlas karena Alloh.
http://ibadah93.blogspot.com/2010/01/definisi-ruang-lingkup-ibadah-ibadah.html

CONTOH MAKALAH

PEMBAHASAN
A. Definisi ibadah
Kata ibadah berasal dari bahasa arab telah menjadi bahasa melayu yang terpakai dan
dipahami secara baik oleh orang-orang yang menggunakan bahasa melayu atau Indonesia.
Ibadah dalam istilah bahasa Arab diartikan dengan berbakti, berkhidmat, tunduk, patuh,
mengesakan dan merendahkan diri. Dalam istilah melayu diartikan: perbuatan untuk
menyatakan bakti kepada Allah yang didasari ketaatan untuk mengerjakan perintah-Nya dan
menjauhi larangan-Nya. Juga diartikan: segalla usaha lahir dan batin sesuai dengan perintah
Tuhan untuk mendapatkan kebahagiaan dan keselarasan hidup, baikterhadap diri sendiri,
keluarga, masyarakat maupun terhadap alam semesta.[1] Syaikh Mahmud Syaltut dalam
tafsirnya mengemukakan formulasi singkat tentang arti ibadah, yaitu ketundukan yang tidak
terbatas bagi pemilik keagungan yang tidak terbatas pula.[2]
Secara garis besar ibadah dibagi dua yaitu ibadah pokok yang dalam kajian ushul fiqih
dimasukan kedalam hukum wajib, baik wajib aini atau wajib kifayah. Termasuk kedalam
kelompok ibadah pokok itu adalah apa yang menjadi rukun islam.
B. Pembagian Ibadah
Yusuf Musa berpendapat bahwa Ibadah dibagi menjadi lima: shalat, zakat, puasa, haji dan
jihad. Secara umum Wahban sependapat denga Yusuf Musa, hanya saja dia tidak memasukan
jihad dalam kelompok Ibadah mahdhah (Ibadah murni), dan sebaliknya dia memasukan
nadzar serta kafaraah sumpah. Kecenderungan Wahban untuk memasukan sumpah dan
nadzar sebagai Ibadah murni dapat diterima, karena keduanya sangat individual dan tidak
mempuyai sangsi-sangsi soal.[3]
Dari dua pendapat tersebut, dapat ditarik kesimpulan bawa yang dimaksud Ibadah murni
(mahdhah), adalah suatu rngkaian aktivitas ibadah yang ditetapkan Allah Swt. Dan bentuk
aktivitas tersebut telah dicontohkan oleh Rasul-Nya, serta terlaksana atau tidaknya sangat
ditentukan oleh tingkat kesadaran teologis dari masing-masing individu. Adapun bentuk
Ibadah mahdhoh tersebut meliputi: Thaharah, Shalat, Zakat, Shaum, Nadzar dan Kafarah
Sumpah.
Selain ibadah mahdhah, maka ada bentuk lain diluar ibadah mahdhah tersebut yaitu Ibadah

Ghair al-Mahdhah, yakni sikap gerak-gerik, tingkah laku dan perbuatan yang mempunyai tiga
tanda yaitu: pertama, niat yang ikhas sebagai titik tolak, kedua keridhoan Allah sebagai titik
tujuan, dan ketiga, amal shaleh sebagai garis amal. Firman Allah dalam surat Al-Bayyinah
ayat 5:
padahal mereka tidakdisuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan kepada
Allah dalam (menjalankan) agama yang lurus.
C. Ruang lingkup ibadah
Islam amat istimewa hingga menjadikan seluruh kegiatan manusia sebagai ibadah apabila
diniatkan dengan penuh ikhlas kerana Allah demi mencapai keredhaan-Nya serta dikerjakan
menurut cara-cara yang disyariatkan olehNya. Islam tidak membataskan ruang lingkup
ibadah kepada sudut-sudut tertentu sahaja. Seluruh kehidupan manusia adalah medan amal
dan persediaan bekalan bagi para mukmin sebelum mereka kembali bertemu Allah di hari
pembalasan nanti. Islam mempunyai keistimewaan dengan menjadikan seluruh kegiatan
manusia sebagai 'ibadah apabila ia diniatkan dengan penuh ikhlas kerana Allah demi untuk
mencapai keredaan Nya serta dikerjakan menurut cara cara yang disyariatkan oleh Nya. Islam
tidak menganggap 'ibadah 'ibadah tertentu sahaja sebagai 'amal saleh malah ia meliputi segala
kegiatan lain.[4]
Hakikat ini ditegaskan oleh Allah di dalam Al-Quran:
Dialah yang telah mentakdirkan adanya mati dan hidup (kamu) untuk menguji dan
menzahirkan keadaan kamu: Siapakah di antara kamu yang lebih baik amalnya; dan Dia
Maha Kuasa (membalas amal kamu), lagi Maha Pengampun, (bagi orang-orang yang
bertaubat). (QS: Al-Mulk:2)
Ruang lingkup 'ibadah di dalam Islam amat luas sekali. Ianya merangkumi setiap kegiatan
kehidupan manusia. Setiap apa yang dilakukan baik yang bersangkut dengan individu
maupun dengan masyarakat adalah 'ibadah menurut Islam selagi mana ia memenuhi syarat
syarat tertentu.
Syarat syarat tersebut adalah seperti berikut:
1. Amalan yang dikerjakan itu hendaklah diakui Islam, bersesuaian dengan hukum hukum
syara' dan tidak bercanggah dengan hukum hukum tersebut. Adapun 'amalan 'amalan yang
diingkari oleh Islam dan ada hubungan dengan yang haram dan ma'siyah, maka tidaklah
sekali kali ia dijadikan 'amalan 'ibadah.
2. 'Amalan tersebut dilakukan dengan niat yang baik bagi tujuan untuk memelihara
kehormatan diri, menyenangkan keluarga nya, memberi manfa'at kepada umat seluruhnya
dan bagi mema'murkan bumi sebagaimana yang dianjurkan oleh Allah
3. Amalan tersebut mestilah dibuat dengan seelok eloknya bagi menepati apa yang ditetapkan
oleh Rasulullah s.a.w yang mafhumnya: "Bahawa Allah suka apabila seseorang dari kamu
membuat sesuatu kerja dengan memperelokkan kerjanya." (Muslim)
4. Ketika membuat 'amalan tersebut hendaklah sentiasa menurut hukum hukum syara' dan
ketentuan batasnya, tidak menzalimi orang lain, tidak khianat, tidak menipu dan tidak
menindas atau merampas hak orang.
5. Tidak mencuaikan 'ibadah 'ibadah khusus seperti salat, zakat dan sebagainya dalam
melaksanakan 'ibadah 'ibadah umum. Firman Allah yang mafhumnya:
Oleh itu ruang lingkup ibadah dalam Islam sangat luas. Ia adalah seluas tempoh hidup

seseorang Muslim dan kesanggupan serta kekuatannya untuk melakukan apa saja amal yang
diredhai oleh Allah dalam tempo tersebut.
D. Tujuan Ibadah
Manusia, bahkan seluruh mahluk yang berkehendak dan berperasaan, adalah hamba-hamba
Allah. Hamba sebagaimana yang dikemukakan diatas adalah mahluk yang dimiliki.
Kepemilikan Allah atas hamba-Nya adalah kepemilikan mutklak dan sempurna, oleh karena
itu mahluk tidak dapat berdiri sendiri dalam kehidupan dan aktivitasnya kecuali dalam hal
yang oleh Alah swt. Telah dianugerahkan untuk dimiliki mahluk-Nya seperti kebebasan
memilih walaupun kebebasan itu tidak mengurangi kepemilikan Allah. Atas dasar
kepemilikan mutak Allah itu, lahir kewajiban menerima semua ketetapan-Nya, serta menaati
seluruh perintah dan larangan-Nya.[5]
Manusia diciptakan Allah bukan sekedar untuk hidup di dunia ini kemudian mati tanpa
pertanggungjawaban, tetapi manusia diciptakan oleh Allah untuk beribadahhal ini dapat
difahami dari firman Allah swt. :
maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya kami menciptakan kamu secara mainmain (saja), da bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepad kami.(QS al-Muminun:115)
Karena Allah maha mengetahui tentang kejadian manusia, maka agar manusia terjaga
hidupnya, bertaqwa, diberi kewajiban ibadah. Tegasnya manusia diberi kewajiban ibadah
agar menusia itu mencapai taqwa.[6]

KESIMPULAN
Dari pembahasan di atas dapat penyusun simpulkan bahwa :
Ibadah adalah ketundukan yang tidak terbatas bagi pemilik keagungan yang tidak terbatas
pula. Dalam Islam perhubungan dapat dilakukan oleh seorang hamba dengan Allah secara
langsung. 'Ibadah di dalam Islam tidak berhajat adanya orang tengah sebagaimana yang
terdapat pada setengah setengah agama lain. Begitu juga tidak terdapat dalam Islam tokoh
tokoh tertentu yang menubuhkan suatu lapisan tertentu yang dikenali dengan nama tokoh
tokoh agama yang menjadi orang orang perantaraan antara orang ramai dengan Allah.
Secara garis besar iadah dibagi menjadi dua:
Ibadah murni (mahdhah), adalah suatu rngkaian aktivitas ibadah yang ditetapkan Allah Swt.
Dan bentuk aktivitas tersebut telah dicontohkan oleh Rasul-Nya, serta terlaksana atau
tidaknya sangat ditentukan oleh tingkat kesadaran teologis dari masing-masing individu.
Ibadah Ghairu Mahdhah, yakni sikap gerak-gerik, tingkah laku dan perbuatan yang
mempunyai tiga tanda yaitu: pertama, niat yang ikhas sebagai titik tolak, kedua keridhoan
Allah sebagai titik tujuan, dan ketiga, amal shaleh sebagai garis amal.
Ruang lingkup 'ibadah di dalam Islam amat luas sekali. Ianya merangkumi setiap kegiatan
kehidupan manusia. Setiap apa yang dilakukan baik yang bersangkut dengan individu

maupun dengan masyarakat adalah 'ibadah menurut Islam selagi mana ia memenuhi syarat
syarat tertentu.
Manusia diciptakan Allah bukan sekedar untuk hidup di dunia ini kemudian mati tanpa
pertanggungjawaban, tetapi manusia diciptakan oleh Allah untuk beribadah. Karena Allah
maha mengetahui tentang kejadian manusia, maka agar manusia terjaga hidupnya, bertaqwa,
diberi kewajiban ibadah. Tegasnya manusia diberi kewajiban ibadah agar menusia itu
mencapai taqwa.
PENUTUP
Demikianlah makalah sederhana ini kami buat. Namun demikian, kami sebagai penyusun
menyadari makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Kami mohon maaf apabila masih
banyak ditemui kesalahan, itu datangnya dari kealpaan kami. Oleh karena itu, kritik dan saran
sangat kami harapkan dari pembaca semua. Terutama dari Bapak Baeti Rohman M. Ag.,
selaku pembimbing kami dan teman-teman pada umumnya.
Akhirnya, marilah kita kembalikan semua urusan kepada-Nya. Billahit taufiq wal hidayah
war ridho wal inayah.

DAFTAR PUSTAKA
Syarifudin, Amir, Garis-Garis Besar Fiqih, (Jakarta: Kencana, 2003), Cet. Ke-2.
Syihab, M. Quraisy, M. Quraisy Syihab Menjawab 1001 Soal Keislaman Yang Patut Anda
Ketahui, (Jakarta: Lentera Hati, 2008), Cet. Ke-1.
Al manar, Abduh, Ibadah Dan Syariah, (Surabaya: PT. pamator, 1999), Cet. Ke-1
Daradjat, Zakiyah, Ilmu Fiqih, (Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf, 1995), Cet. Ke-1.
Yusuf Qardhawi, Konsep Ibadah Dalam Islam, (Bandung: Mizan, 2002), Cet. Ke-2.
[1] Amir Syarifudin, Garis-Garis Besar Fiqih, (Jakarta: Kencana, 2003), Cet. Ke-2, hal. 17.
[2] M. Quraisy Syihab, M. QURAISY SYIHAB MENJAWAB 1001 SOAL KEISLAMAN
YANG PATUT ANDA KETAHUI, (Jakarta: Lentera Hati, 2008), Cet. Ke-1, Hal. 3.
[3] Abduh Al manar, IBADAH DA SYARIAH, (Surabaya: PT. pamator, 1999), Cet. Ke-1,
Hal. 82.
[4] Dr. Yusuf Qardhawi, Konsep Ibadah Dalam Islam, (Bandung: Mizan, 2002), Cet. Ke-2,
Hal. 67.
[5] M. Quraisy Syihab, M. QURAISY SYIHAB MENJAWAB 1001 SOAL KEISLAMAN
YANG PATUT ANDA KETAHUI, Hal.6.
[6] Zakiyah Daradjat, ILMU FIQIH, (Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf, 1995), Cet. Ke-1,
Hal. 5.

BAB I

PENDAHULUAN
1.

Latar Belakang

Setiap sendi kehidupan yang dijalani manusia mempunyai muatan ibadah di sisi Allah SWT.
Di dalam terminologi fiqih. Ibadah di bedakan menjadi dua macam yaitu ibadah mahdhah
dan ghairu mahdhah. Ibadah mahdhah adalah ibadah yang mempunyai tata cara tertentu dan
aturan-aturan yang tertentu pula. Sedangkan ibadah ghairu mahdhah adalah ibadah yang tidak
di tentukan tata cara dan bersifat umum.
Pada pembahasan tentang ibadah khususnya shalat, thaharah menempati posisi yang sangat
penting dalam pelaksanaannya karena thaharah adalah syarat mutlak sah dan tidaknya shalat
yang dilaksanakan oleh seorang muslim.
Thaharah secara bahasa berarti nazhafah (kebersihan) atau bersih dari kotoran baik yang
bersifat nyata seperti najis maupun yang bersifat maknawiyah seperti aib.
Adapun secara syarI thaharah adalah menghilangkan hal-hal yang dapat menghalangi
kotoran berupa hadast atau najis dengan menggunakan air dan sebagainya sedangkan untuk
mengangkat najis harus dengan tanah.
Shalat secara etimologi kata shalat berasal dari bahasa arab yang berarti doa. secara
terminologi shalat adalah yang terdiri atas beberapa ucapan dan perbuatan, yang dimulai
dengan takbir dan diakhiri dengan salam sesuai dengan syarat dan rukun-rukun yang telah
ditetapkan.
Menurut bahasa puasa berarti imsak atau menahan, sedangkan puasa menurut syariat ialah
menahan dengan niat ibadah dari makanan, minuman, hubungan suami istri dan semua halhal yang membatalkan puasa sejak terbitnya fajar hingga terbenam matahari.
Zakat menurut bahasa berarti kesuburan, kesucian, pensucian dan keberkataan. Sedangkan
menurut syara zakat adalah pemberian yang wajib diberikan dari harta tertentu, menurut
sifat-sfat dan ukuran tertentu kepada golongan tertentu.
2.

Rumusan Masalah

Menurut tradisi kitab-kitab fiqih pembahasan thaharah selalu ditempatkan pada poin yang
pertama karena thaharah termasuk ibadah pokok yang diwajibkan sebagaimana halnya
ibadah-ibadah pokok lainnya seperti shalat, puasa dan zakat.
Di antara bersuci yang diperintahkan ialah wudhu, mandi dan membersihkan najis dari badan
dan pakaian dan semua itu inti dari bersuci.
Shalat dalam agama islam merupakan ibadah yang paling utama karena demikian utamanya,
maka shalat menjadi pembeda antara orang yang beriman dengan yang tidak beriman.
Rasulullah SAW menyatakan dalam hadistnya : barangsiapa yang meninggalkan shalat fardhu
dengan sengaja, maka ia telah kafir yang nyata (H.R Tabrani)

Kemudian Rasulullah SAW menegaskan bahwa shalat merupakan tiang agama.


Puasa di bulan Ramadhan adalah rukun Islam yang keempat. Hukumnya fardu ain atas setiap
muslim yang sudah baligh. Puasa diisyaratkan pada tahun kedua Hijriah sesudah turunnya
perintah shalat dan zakat.
Puasa sudah bermula sejak awal manusia diciptakan di tandai dengan peristiwa pelarangan
Allah SWT kepada nenek kita Adam dan Hawa pada saat memakan buah khuldi di surga.
Zakat adalah salah rukun Islam. Demikian pentingnya ibadah ini menduduki posisi ketiga
setelah shalat. Allah menyebutkan soal zakat selalu berdampingan penyebutannya dengan
shalat dalam Al-Quran. Ini menunjukkan bahwa keduanya mempunyai arti yang penting dan
memiliki hubungan yang erat, shalat merupakan ibadah jasmaniah yang paling utama
sedangkan zakat dipandang sebagai ibadah harta yang paling mulia.
BAB II
PEMBAHASAN
1.

PENGERTIAN IBADAH

Secara etimologi, kata ibadah berasal dari bahasa Arab, dari kata abdun artinya hamba (abdi),
ibadah artinya pengabdian. Jadi, ibadah dimaksudkan sebagai sarana pengabdian atau
penyembahan kepada Allah.
Secara termonologi, pengertian ibadah banyak ragamnya sesuai dengan sudut pandang
masing-masing ulama, antara lain sebagai berikut :
1.
Pengertian umum ibadah ialah : sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah
dengan melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya
2.
Menurut - ulama Tauhid, ibadah ialah : mengesakan Allah, membesarkan-Nya
dengan sepenuh-penuhnya, serta menghinakan diri kita dan menundukkan jiwa kepada-Nya.
Ulama tauhid menyamakan ibadah dengan Tauhid, sesuai dengan Q.S. al-Nisa (4) : 36.
3.
Menurut ulama tasawwuf, ibadah ialah : perbuatan seorang mukallaf yang
berlawanan dengan kehendak hawa nafsunya dalam rangka mengagungkan Tuhannya.
Menurut ulama tasawwuf, ibadah itu mempunyai tiga bentuk, yaitu :
1.

Mengharapkan pahala dan terhindar dari siksa-Nya.

2.
Karena memandang bahwa Allah berhak untuk di sembah tanpa memperdulikan
apakah yang akan diperoleh daripada-Nya.
3.
Nya.

Karena Allah sangat dicintainya, sehingga senantiasa berusaha untuk dekat dengan-

4.
Menurut ulama - fiqhi, ibadah ialah : segala yang dikerjakan untuk memperoleh
ridha Allah dan mengharapkan pahala di akhirat.

5.
Menurut ulama akhlak, ibadah ialah : melaksanakan dengan ketaatan badaniya, dan
menyelenggarakan segala ketentuan syariat.
2.

PENGERTIAN, MANFAAT, DAN CARA

Thaharah
Thaharah artinya bersuci. Thaharah menurut syara' ialah suci dari hadats dan najis.
Suci dari hadats ialah dengan mengerjakan wudhu, mandi dan tayammum. .
Suci dari najis ialah menghilangkan najis yang ada di badan, tempat dan pakaian.
Macam-macam Air
Air yang dapat dipakai bersuci ialah air yang bersih (suci dan mensucikan) yaitu air yang
turun dari langit atau keluar dari bumi yang belum dipakai untuk bersuci.
Air yang suci dan mensucikan ialah :
1.

Air hujan

2.

Air sumur

3.

Air laut

4.

Air sungai

5.

Air salju

6.

Air telaga

7.

Air embun

Pembagian Air
Ditinjau dari segi hukumnya, air itu dapat dibagi empat bagian :
1.
Air suci dan mensucikan, yaitu air mutlak artinya air yang masih murni, dapat
digunakan untuk bersuci dengan tidak makruh, (air mutlak artinya air yang sewajarnya.
2.
Air suci dan dapat mensucikan, tetapi rnakruh digunakan, yaitu air musyammas (air
yang dipanaskan dengan matahari) di tempat logam yang bukan emas.
3.
Air suci tetapi tidak dapat mensucikan, seperti: Air musta'mal (telah digunakan
untuk bersuci) menghilangkan hadats. Atau menghilangkan najis walaupun tidak berubah
rupanya, rasanya dan baunya
4.
Air mutanajis yaitu air yang kena najis (kemasukan najis), sedang jumlahnya
kurang dari dua kullah, maka air yang semacam ini tidak suci dan tidak dapat mensucikan.
Jika lebih dari dua kullah dan tidak berubah sifatnya, maka sah untuk bersuci.

Dua kullah sama dengan 216 liter, jika berbentuk bak maka besarnya = panjang 60cm dan
dalam / tinggi 60cm.
Macam-Macam Najis
Najis ialah satu benda yang kotor menurut syara', misalnya :
1.

Bangkai, kecuali manusia, ikan dan belalang

2.

Darah

3.

Nanah

4.

Segala sesuatu yang keluar dari kubul dan dubur

5.

Anjing dan babi

6.

Minuman keras seperti arak dan sebagainya

7.
Bagian anggota badan binatang yang terpisah karena dipotong dan sebagainya
selagi masih hidup.
Pembagian Najis
Najis itu dapat dibagi 3 bagian :
1.
Najis Mukhaffafah (ringan); ialah air kencing bayi laki-laki yang belum berumur 2
tahun dan belum pernah makan suatu kecuali air susu ibunya.
2.

Najis Mughallazhah (berat); ialah najis anjing dan babi dan keturunannya

3.
Najis Mutawassithah (sedang); ialah najis yang selain dari dua najis tersebut di
atas, seperti segala sesuatu yang keluar dari kubul dan dubur manusia dan binatang, kecuali
air mani, barang cair yang memabukkan, susu hewan yang tidak halal dimakan, bangkai, juga
tulang dan bulunya, kecuali bangkai-bangkai manusia dan ikan serta belalang
Najis mutawassithah dibagi menjadi dua:
1.

Najis 'ainiyah : ialah najis yang berwujud, yakni yang nampak dapat dilihat.

2.
Najis hukmiyah : ialah najis yang tidak kelihatan bendanya, seperti bekas kencing,
atau arak yang sudah kering dan sebagainya.
Cara Menghilangkan Najis
1.
Barang yang kena najis mughallazhah seperti jilatan anjing atau babi, wajib dibasuh
7 kali dan salah satu di antaranya dengan air yang bercampur tanah.
2.

Barang yang terkena najis mukhaffafah, cukup diperciki air pada tempat najis itu.

3.
Barang yang terkena najis mutawassithah dapat suci dengan cara dibasuh sekali,
asal sifat-sifat najisnya (warna, bau dan rasanya) itu hilang. Adapun dengan cara tiga kali
cucian atau siraman lebih baik.
Jika najis hukmiyah cara menghilangkannya cukup dengan mengalirkan air saja pada najis
tadi.
Berwudhu
Wudhu menurut bahasa artinya bersih dan indah, sedangkan menurut syara artinya
membersihkan anggota tubuh untuk menghilangkan hadast kecil.
Syarat-syarat wudhu
1.

Islam

2.

Tamyiz

3.

Tidak berhadats besar

4.

Dengan air suci lagi mensucikan

5.

Tidak ada sesuatu yang menghalangi air

Wudhu adalah bersuci dengan air yang dilakukan dengan cara khusus. Kewajiban berwudhu
ditetapkan dengan firman Allah swt., Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak
mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah
kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki. Dan jika kamu junub, maka
mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air
(kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah
dengan tanah yang baik (bersih). Sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah
tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan
menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur. (Al-Maidah: 6)
Sedangkan dari hadits kita dapati sabda Nabi saw. yang berbunyi, Allah tidak akan
menerima shalat salah seorang di antaramu jika berhadats sehingga berwudhu. (As
Syaikhani)
Abu Hurairah r.a. telah merilis tentang keutamaan wudhu. Bahwasannya Rasulullah saw.
bersabda, Tidakkah aku tunjukkan kepadamu tentang amal yang menghapus kesalahan dan
meninggikan kedudukan? Mereka menjawab, Mau, ya Rasulullah. Nabi saw. bersabda,
Menyempurnakan wudhu dalam kondisi yang tidak menyenangkan, memperbanyak langkah
ke masjid, menunggu shalat setelah shalat. Itulah ribath, itulah ribath, itulah ribath. (Malik,
Muslim, At Tirmidzi, dan An-Nasai)
Ribath adalah keterikatan diri di jalan Allah. Artinya, membiasakan wudhu dengan
menyempurnakannya dan beribadah menyamai jihad fi sabilillah.
Furudhul Wudhu

1.
Membasuh muka, para ulama membatasinya mulai dari batas tumbuh rambut
sampai bawah dagu, dari telinga ke telinga
2.

Membasuh kedua tangan sampai ke siku; yaitu pergelangan lengan

3.
Mengusap kepala keseluruhannya menurut Imam Malik dan Ahmad, sebagiannya
menurut Imam Abu Hanifah dan Asy Syafiiy
4.
Membasuh kedua kaki sampai ke mata kaki, sesuai dengan sabda Nabi kepada
orang yang hanya mengusap kakinya: Celaka, bagi kaki yang tidak dibasuh, ia diancam
neraka. Muttafaq alaih
Itulah empat rukun yang tercantum secara tekstual dalam ayat wudhu di Al-Maidah ayat 6.
Tapi, masih ada 2 tambah, yaitu:
1.
Niat. Ini menurut Imam Syafii, Malik, dan Ahmad sesuai dengan sabda Nabi saw.,
Sesungguhnya semua amal itu tergantung niat. (Muttafaq alaih). Urgensi niat adalah untuk
membedakan antara ibadah dari kebiasaan. Namun, tidak disyaratkan melafalkan niat karena
niat itu berada di dalam hati.
2.
Tertib. Maksudnya, berurutan. Dimulai dari membasuh muka, tangan, mengusap
kepala, lalu memabasuh kaki. Menurut Abu Hanifah dan Malikiyah, melakukan wudhu
dengan tertib hukumnya sunnah.
Sunnah Wudhu
1.
Membaca Basmalah. Ini adalah sunnah yang harus diucapkan saat memulai semua
pekerjaan. Rasulullah saw. bersabda, Berwudhulah dengan menyebut nama Allah. (AlBaihaqi)
2.
Bersiwak. Ini sesuai dengan sabda Nabi saw., Jika tidak akan memberatkan
umatku, akan aku perintahkan mereka bersiwak setiap kali berwudhu. (Malik, Asy Syafiy,
Al-Baihaqi, dan Al-Hakim). Disunnahkan pula bersiwak bagi orang yang berpuasa, seperti
dalam hadits Amir bin Rabiah r.a. berkata, Aku melihat Rasulullah saw. tidak terhitung
jumlahnya bersiwak dalam keadaan berpuasa. (Ahmad, Abu Daud, At-Tirmidzi). Menurut
Imam Syafii, bersiwak setelah bergeser matahari bagi orang yang berpuasa, hukumnya
makruh.
3.
Membasuh dua telapak tangan tiga kali basuhan di awal wudhu, sesuai hadits Aus
bin Aus Ats-Tsaqafiy r.a. berkata, Aku melihat Rasulullah saw. berwudhu dan membasuh
kedua tangannya tiga kali. (Ahmad dan An Nasai)
4.
Berkumur, menghisap [1] air ke hidung dan menyemburkannya keluar. Terdapat
banyak hadits tentang hal ini. Sunnahnya dilakukan secara berurutan, tiga kali, menggunakan
air baru, menghisap air ke hidung dengan tangan kanan dan menyemburkannya dengan
tangan kiri, menekan dalam menghisap kecuali dalam keadaan puasa.

5.
Menyisir jenggot dengan jari-jari tangan. At-Tirmidzi dan Ibnu Majah
meriwayatkannya dari Utsman dan Ibnu Abbas r.a.
6.

Mengulang tiga kali basuhan. Banyak sekali hadits yang menerangkannya

7.
Memulai dari sisi kanan sebelum yang kiri, seperti dalam hadits Aisyah r.a.,
Rasulullah saw. sangat menyukai memulai dari yang kanan ketika memakai sandal,
menyisir, bersuci, dan semua aktivitasnya. (Muttafaq alaih)
8.
Menggosok, yaitu menggerakkan tangan ke anggota badan ketika mengairi atau
sesudahnya. Sedang bersambung artinya terus menerus pembasuhan anggota badan itu tanpa
terputus oleh aktivitas lain di luar wudhu. Hal ini diterangkan dalam banyak hadits.
Menggosok menurut madzhab Maliki termasuk dalam rukun wudhu, sedang terus menerus
termasuk dalam rukun wudhu menurut madzhab Maliki dan Hanbali.
9.
Mengusap dua telinga, seperti yang diriwayatkan oleh Abu Daud, Ahmad dan AtThahawiy dari Ibnu Abbas dan Al-Miqdam bin Ma di Kariba
10.
Membasuh bagian depan kepala, dan memperpanjang basuhan di atas siku dan mata
kaki. Seperti dalam hadits Nabi saw., Sesungguhnya umatku akan datang di hari kiamat
dalam keadaan putih berseri dari basuhan wudhu.
11.
Berdoa setelah wudhu, seperti dalam hadits Ibnu Umar r.a., Rasulullah saw.
bersabda, Tidak ada seorangpun di antara kalian yang berwudhu dan menyempurnakannya,
kemudian berdoa: Aku Bersaksi
bahwa tiada Tuhan yang berhak disembah selain Allah, Maha Esa tiada sekutu bagi-Nya, dan
aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya. Pasti akan dibukakan
baginya pintu-pintu surga yang delapan itu, dan dipersilahkan masuk dari mana saja.
(Muslim)
12.
Sedangkan doa ketika berwudhu, tidak pernah ada riwayat yang menerangkan
sedikitpun.
13.
Shalat sunnah wudhu dua rakaat, seperti dalam hadits Uqbah bin Amir r.a. berkata,
Rasulullah saw. bersabda, Tidak ada seorangpun yang berwudhu dan menyempurnakan
wudhunya, kemudian shalat dua rakaat dengan menghadap wajah dan hatinya, maka wajib
baginya surga. (Muslim, Abu Daud, dan Ibnu Majah)
Cara Berwudhu
Dari Humran mantan budak Utsman bin Affan r.a. bahwa Utsman minta diambilkan air
wudhu, kemudian ia basuh kedua tangannya tiga kali, kemudian berkumur, menghisap air ke
hidung, menyemburkannya, lalu membasuh mukanya tiga kali, membasuh tangan kanannya
samapai ke siku tiga kali, kemudian yang kiri seperti itu, kemudian mengusap kepalanya, lalu
membasuh kaki kanannya sampai ke mata kaki tiga kali, dan yang kiri seperti itu. Kemudian
Utsman berkata, Saya melihat Rasulullah saw. berwudhu seperti wudhuku ini dan

Rasulullah saw. bersabda, Barangsiapa yang berwudhu seperti wudhuku ini kemudian shalat
dua rakaat, maka akan diampuni dosanya. (Muttafaq alaih)
Yang Membatalkan Wudhu
1.
Segala sesuatu yang keluar dari dua jalan pembuangan (kencing, tinja, angin,
madzi, atau wadi), kecuali mani yang mengharuskannya mandi. Dalilnya adalah firman Allah
swt. atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan. (AlMaidah: 6) dan sabda Nabi saw., Allah tidak menerima shalat salah seorang di antaramu
ketika berhadats sehingga ia berwudhu. (Muttafaq alaih). Hadats adalah angin dubur baik
bersuara atau tidak. Sedangkan madzi adalah karena sabda Nabi saw., Wajibnya wudhu.
(Muttafaq alaih). Sedangkan wadiy adalah karena ungkapan Ibnu Abbas, Basuhlah
kemaluanmu, dan berwudhulah sebagaimana wudhu untuk shalat. (Al-Baihaqi dalam AsSunan).
2.
Tidur lelap yang tidak menyisakan daya ingat, seperti dalam hadits Shafwan bin
Assal r.a. berkata, Rasulullah saw. pernah menyuruh kami jika dalam perjalanan untuk tidak
melepas sepatu kami selama tiga hari tiga malam, sebab buang air kecil, air besar maupun
tidur, kecuali karena junub. (Ahmad, An Nasai, At-Tirmidzi dan menshahihkannya). Kata
tidur disebutkan bersama dengan buang air kecil dan air besar yang telah diketahui sebagai
pembatal wudhu. Sedang tidur dengan duduk tidak membatalkan wudhu jika tidak bergeser
tempat duduknya. Hal ini tercantum dalam hadits Anas r.a. yang diriwayatkan oleh AsySyafii, Muslim, dan Abu Daud, Adalah para sahabat Rasulullah saw. pada masa Nabi
menunggu shalat Isya sehingga kepala mereka tertunduk, kemudian mereka shalat tanpa
berwudhu.
3.
Hilang akal baik karena gila, pingsan, mabuk atau obat. Karena hal ini menyerupai
tidur dari sisi hilangnya kesadaran.
Tiga hal itu disepakati sebagai pembatal wudhu, tapi para ulama berbeda pendapat dalam
beberapa hal berikut ini:
1.
Menyentuh kemaluan tanpa sekat, membatalkan wudhu menurut Syafii dan Ahmad,
seperti dalam hadits Busrah r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda, Barangsiapa yang
menyentuh kemaluannya hendaklah ia berwudhu. (Al-Khamsah dan disahihkan oleh AtTirmidziy dan Ibnu Hibban). Al-Bukhari berkata, Inilah yang paling shahih dalam bab ini.
Telah diriwayatkan pula hadits yang mendukungnya dari tujuh belas orang sahabat.
2.
Darah yang mengucur, membatalkan wudhu menurut Abu Hanifah, seperti dalam
hadits Aisyah r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda, Barangsiapa yang muntah atau
mengeluarkan darah, maka berpaling dan berwudhulah. (Ibnu Majjah dan didhaifkan oleh
Ahmad, dan Al-Baihaqi). Dan menurut Asy-Syafii dan Malik bahwa keluarnya darah tidak
membatalkan wudhu. Karena hadits yang menyebutkannya tidak kuat menurutnya, juga
karena hadits Anas r.a., Bahwa Rasulullah saw. dibekam dan shalat tanpa wudhu lagi.
Hadits ini meskipun tidak sampai pada tingkat shahih, tapi banyak didukung hadits lain yang

cukup banyak. Al-Hasan berkata, Kaum muslimin melaksanakan shalat dengan luka-luka
mereka. (Al-Bukhari)
3.
Muntah yang banyak dan menjijikkan, seperti dalam hadits Madan bin Abi Thalahah
dari Abu Darda, Bahwa Rasulullah saw. muntah lalu berwudhu. Ia berkata, kemudian aku
berjumpa dengan Tsauban di Masjid Damaskus, aku tanyakan kepadanya tentang ini. Ia
menjawab, Betul, saya yang menuangkan air wudhunya. (At-Tirmidzi dan
mensahihkannya). Demikiamlah Madzhab Hanafi. Dan menurut Syafii dan Malik, muntah
tidak membatalkan wudhu karena tidak ada hadits yang memerintahkannya. Hadits Madan
di atas dimaknai istihbab/sunnah.
4.
Menyentuh lawan jenis atau bersalaman, membatalkan wudhu menurut Mazhab Syafii
dengan dalil firman Allah swt. Al-Maidah ayat 6. Tidak membatalkan menurut Jumhurul
Ulama karena banyaknya hadits yang menyatakan tidak membatalkannya. Diantaranya hadits
Aisyah r.a., Bahwa Rasulullah saw. mencium isterinya, kemudian shalat tanpa berwudhu.
(Ahmad dan Imam empat). Juga ucapan Aisyah r.a., Saya tidur di hadapan Rasulullah dan
kakiku ada di arah kiblatnya, jika ia hendak sujud ia memindahkan kakiku. (Muttafaq alaih).
Tidak ada bedanya dalam pembatalan ini, apakah wanita itu isteri atau bukan. Sedang jika
menyentuh mahram, tidak membatalkan wudhu.
5.
Tertawa terbahak ketika shalat yang ada rukuk dan sujudnya, membatalkan wudhu
menurut Madzhab Hanafi karena ada hadits, kecuali karena tertawa terbahak-bahak,
maka ulangilah wudhu dan shalat semuanya. Sedang menurut jumhurul ulama, tertawa
terbahak-bahak membatalkan shalat, tetapi tidak membatalkan wudhu karena hadits tersebut
tidak kuat sebagai hadits yang membatalkan wudhu. Juga karena hadits Nabi saw., Tertawa
itu membatalkan shalat, dan tidak membatalkan wudhu. Demikian Imam Bukhari
mencatatnya sebagai hadits mauquf dari Jabir. Pembatalan wudhu karena tertawa
membutuhkan dalil, dan tidak ditemukan dalil yang kuat.
6.
Jika orang yang berwudhu ragu apakah sudah batal atau belum? Tidak membatalkan
wudhu sehingga ia yakin bahwa telah terjadi sesuatu yang membatalkan wudhu. Karena
hadits Nabi saw. menyatakan, Jika salah seorang diantaramu merasakan sesuatu di perutnya,
lalu dia ragu apakah sudah keluar sesuatu atau belum, maka janganlah keluar masjid sehingga
ia mendengar suara atau mendapati baunya. (Muslim, Abu Daud dan At-Tirmidzi). Sedang
jika ragu apakah sudah wudhu atau belum, ia wajib berwudhu sebelum shalat.
Kapan Wudhu Menjadi Wajib dan Kapan Sunnah
Wudhu menjadi wajib jika:
1.
Untuk shalat, baik shalat fardhu maupun sunnah. Meskipun shalat jenazah, karena
firman Allah swt., jika kamu mau shalat, maka hendaklah kamu basuh. (Al-Maidah: 6)
2.
Thawaf di Kabah, karena hadits Nabi saw., Thawaf adalah shalat. (At-Tirmidziy
dan Al-Hakim)

3.
Menyentuh mushaf, karena hadits Nabi saw., Tidak boleh menyentuh Al-Quran
kecuali orang yang suci. (An-Nasai dan Ad-Daruquthni). Demikianlah pendapat jumhurul
ulama. Ibnu Abbas, Hammad, dan Zhahiriyah berpendapat bahwa menyentuh mushaf boleh
dilakukan oleh orang yang belum berwudhu, jika telah bersih dari hadats besar. Sedangkan
membaca Al-Quran tanpa menyentuh mushaf, semua sepakat memperbolehkan.
Wudhu menjadi sunnah:
1.
Ketika dzikrullah. Pernah ada seseorang yang memberi salam kepada Nabi saw.
yang sedang berwudhu, dan Nabi tidak menjawab salam itu sehingga menyelesaikan
wudhunya dan bersabda, Sesungguhnya tidak ada yang menghalangiku menjawab salammu,
kecuali karena aku tidak ingin menyebut nama Allah kecuali dalam keadaan suci. (AlKhamsah, kecuali At Tirmidzi).
2.
Ketika hendak tidur, seperti hadits Nabi saw., Jika kamu mau tidur hendaklah
berwudhu sebagaimana wudhu shalat. (Ahmad, Al-Bukhari dan At Tirmidzi)
3.
Bagi orang junub yang hendak makan, minum, mengulangi hubungan seksual, atau
tidur. Demikianlah yang diriwayatkan dari Rasulullah saw oleh Bukhari, Muslim dan
muhadditsin lainnya.
4.
Disunnahkan pula ketika memulai mandi, seperti yang disebutkan dalam hadits
Aisyah r.a.
5.
Disunnahkan pula memperbaharui wudhu setiap shalat, seperti yang diriwayatkan
oleh Bukhari, Muslim dan kebanyakan ulama hadits.
Shalat
1.

Definisi & Pengertian Sholat Fardhu / Wajib Lima Waktu

Menurut bahasa shalat artinya adalah berdoa, sedangkan menurut istilah shalat adalah suatu
perbuatan serta perkataan yang dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam sesuai
dengan persyaratan yang ada.
2.

Hukum, Tujuan dan Syarat Solat Wajib Fardhu 'Ain

Hukum sholat fardhu lima kali sehari adalah wajib bagi semua orang yang telah dewasa atau
akil baligh serta normal tidak gila. Tujuan shalat adalah untuk mencegah perbuatan keji dan
munkar.
Untuk melakukan shalat ada syarat-syarat yang harus dipenuhi dulu, yaitu :
1.

Beragama Islam

2.

Memiliki akal yang waras alias tidak gila atau autis

3.

Berusia cukup dewasa

4.

Telah sampai dakwah islam kepadanya

5.

Bersih dan suci dari najis, haid, nifas, dan lain sebagainya

6.

Sadar atau tidak sedang tidur

Syarat sah pelaksanaan sholat adalah sebagai berikut ini :


1.

Masuk waktu sholat

2.

Menghadap ke kiblat

3.

Suci dari najis baik hadas kecil maupun besar

4.

Menutup aurat

Rukun Shalat
Dalam sholat ada rukun-rukun yang harus kita jalankan, yakni :
1.

Niat

2.

Posisis berdiri bagi yang mampu

3.

Takbiratul ihram

4.

Membaca surat al-fatihah

5.

Ruku / rukuk yang tumakninah

6.

I'tidal yang tuma'ninah

7.

Sujud yang tumaninah

8.

Duduk di antara dua sujud yang tuma'ninah

9.

Sujud kedua yang tuma'ninah

10.

Tasyahud

11.

Membaca salawat Nabi Muhammad SAW

12.

Salam ke kanan lalu ke kiri

Yang Membatalkan Aktivitas Sholat Kita


Dalam melaksanakan ibadah shalat, sebaiknya kita memperhatikan hal-hal yang mampu
membatalkan shalat kita, contohnya seperti :
1.

Menjadi hadas / najis baik pada tubuh, pakaian maupun lokasi

2.

Berkata-kata kotor

3.

Melakukan banyak gerakan di luar sholat bukan darurat

4.

Gerakan sholat tidak sesuai rukun shalat dan gerakan yang tidak tuma'ninah.

Faedah Puasa
Arti puasa menurut bahasa adalah menahan. Menurut syariat islam puasa adalah suatu bentuk
aktifitas ibadah kepada Allah SWT dengan cara menahan diri dari makan, minum, hawa
nafsu, dan hal-hal lain yang dapat membatalkan puasa sejak terbit matahari / fajar / subuh
hingga matahari terbenam / maghrib dengan berniat terlebih dahulu sebelumnya.
Puasa mempunyai banyak faedah bagi rohani dan jasmani kita, antara lain:
1.
Puasa adalah ketundukan, kepatuhan, dan keta'atan kepada Allah swt., maka tiada
balasan bagi orang yang mengerjakannya kecuali pahala yang melimpah-ruah dan baginya
hak masuk surga melalui pintu khusus bernama 'Ar-Rayyan'. Orang yang berpuasa juga
dijauhkan dari azab pedih serta dihapuskan seluruh dosa-dosa yang terdahulu. Patuh kepada
Allah Swt berarti meyakini dimudahkan dari segala urusannya karena dengan puasa secara
tidak langsung kita dituntun untuk bertakwa, yaitu mengerjakan segala perintahnya dan
menjauhi larangannya. Sebagaimana yang terdapat pada surat Al-Baqarah: 183, yang
berbunyi ; "Hai orang-orang yang beriman diwajibkan bagi kamu untuk berpuasa
sebagaimana orang-orang sebelum kamu, supaya kamu bertakwa".
2.
Berpuasa juga merupakan sarana untuk melatih diri dalam berbagai masalah seperti
jihad nafsi, melawan gangguan setan, bersabar atas malapetaka yang menimpa. Bila mencium
aroma masakan yang mengundang nafsu atau melihat air segar yang menggiurkan kita harus
menahan diri sampai waktu berbuka. Kita juga diajarkan untuk memegang teguh amanah
Allah swt, lahir dan batin, karena tiada seorangpun yang sanggup mengawasi kita kecuali
Ilahi Robbi.
Adapun puasa melatih menahan dari berbagai gemerlapnya surga duniawi, mengajarkan sifat
sabar dalam menghadapi segalaa sesuatu, mengarahkan cara berfikir sehat serta menajamkan
pikiran (cerdas) karena secara otomatis mengistirahatkan roda perjalanan anggota tubuh.
Lukman berwasiat kepada anaknya :"Wahai anakku, apabila lambung penuh, otak akan diam
maka seluruh anggota badan akan malas beribadah".
3.
Dengan puasa kita diajarkan untuk hidup teratur, karena menuntun kapan waktu
buat menentukan waktu menghidangkan sahur dan berbuka. Bahwa berpuasa hanya dirasakan
oleh umat Islam dari munculnya warna kemerah-merahan di ufuk timur hingga lenyapnya di
sebelah barat. Seluruh umat muslim sahur dan berbuka pada waktu yang telah ditentukan
karena agama dan Tuhan yang satu.
4.
Begitupun juga menumbuhkan bagi setiap individu rasa persaudaraan serta
menimbulkan perasaan untuk saling menolong antar sesama. Saling membahu dalam
menghadapi rasa lapar, dahaga dan sakit. Disamping itu mengistirahatkan lambung agar
terlepas dari bahaya penyakit menular misalnya. Rasulullah Saw bersabda, "Berpuasalah
kamu supaya sehat". Seorang tabib Arab yang terkenal pada zamannya yaitu Harist bin
Kaldah mengatakan bahwa lambung merupakan sumber timbulnya penyakit dan sumber obat
penyembuh".

Hari-hari yang dilarang untuk puasa, yaitu :


o

Saat lebaran idul fitri 1 syawal dan idul adha 10 dzulhijjah

Hari tasyriq : 11, 12, dan 13 zulhijjah

Puasa memiliki fungsi dan manfaat untuk membuat kita menjadi tahan terhadap hawa nafsu,
sabar, disiplin, jujur, peduli dengan fakir miskin, selalu bersyukur kepada Allah SWT dan
juga untuk membuat tubuh menjadi lebih sehat.
Orang yang diperbolehkan untuk berbuka puasa sebelum waktunya adalah :
o

Dalam perjalanan jauh 80,640 km (wajib qodo puasa)

Sedang sakit dan tidak dapat berpuasa (wajib qodo puasa)

Sedang hamil atau menyusui (wajib qada puasa dan membayar fidyah)

o
Sudah tua renta atau sakit yang tidak sembuh-sembuh (wajib membayar fidyah liter
beras atau bahan makanan lain)
1.

Puasa Ramadhan

Puasa Ramadhan hukumnya adalah wajib bagi orang yang sehat. Sedangkan bagi yang sakit
atau mendapat halangan dapat membayar puasa ramadhan di lain hari selain bulan ramadan.
Puasa ramadhan dilakukan selama satu bulan penuh di bulan romadhon kalender hijriah /
islam. Puasa ramadhan diakhiri dengan datangnya bulan syawal di mana dirayakan dengan
lebaran ied / idul fitri.
2.

Puasa Senin Kamis

Puasa senin kamis hukumnya adalah sunah / sunat di mana tidak ada kewajiban dan paksaan
untuk menjalankannya. Pelaksanaan puasa senin kamis mirip dengan puasa lainnya hanya
saja dilakukannya harus pada hari kamis dan senin saja, tidak boleh di hari lain.
3.

Puasa Nazar

Untuk puasa nazar hukumnya wajib jika sudah niat akan puasa nazar. Jika puasa nazar tidak
dapat dilakukan maka dapat diganti dengan memerdekakan budak / hamba sahaya atau
memberi makan / pakaian pada sepuluh orang miskin. Puasa nazar biasanya dilakukan jika
ada sebabnya yang telah diniatkan sebelum sebab itu terjadi. Nazar dilakukan jika
mendapatkan suatu nikmat / keberhasilan atau terbebas dari musibah / malapetaka. Puasa
nazar dilakukan sebagai tanda syukur kepada Allah SWT atas ni'mat dan rizki yang telah
diberikan.
4.

Puasa Bulan Syaban / Nisfu Sya'ban

Puasa nisfu sya'ban adalah puasa yang dilakukan pada awal pertengahan di bulan syaban.
Pelaksanaan puasa syaban ini mirip dengan puasa lainnya.

5.

Puasa Pertengahan Bulan

Puasa pertengahan bulan adalah puasa yang dilakukan pada tanggal 13, 14 dan 15 setiap
bulan sesuai tanggalan hijriah. Pelaksanaan puasa pertengahan bulan mirip dengan puasa
lainnya.
6.

Puasa Asyura

Puasa asyura adalah puasa yang dilakukan pada tanggal 10 di bulan muharam / muharram.
Pelaksanaan puasa assyura mirip dengan puasa lainnya.
7.

Puasa Arafah

Puasa arafah adalah puasa yang dilaksanakan pada tanggal 9 di bulan zulhijah untuk orangorang yang tidak menjalankan ibadah pergi haji. Pelaksanaan arafah mirip dengan puasa
lainnya.
8.

Puasa Syawal

Puasa syawal dikerjakan pada 6 hari di bulan syawal. Puasa syawal boleh dilakukan pada 6
hari berturut-turut setelah lebaran idul fitri. Pelaksanaan arafah mirip dengan puasa lainnya.
Zakat
Zakat Fitrah ialah zakat diri yang diwajibkan atas diri setiap individu lelaki dan perempuan
muslim yang berkemampuan dengan syarat-syarat yang ditetapkan. Kata Fitrah yang ada
merujuk pada keadaan manusia saat baru diciptakan sehingga dengan mengeluarkan zakat ini
manusia dengan izin Allah akan kembali fitrah.
1.

Yang berkewajiban membayar

Pada prinsipnya seperti definisi di atas, setiap muslim diwajibkan untuk mengeluarkan zakat
fitrah untuk dirinya , keluarganya dan orang lain yang menjadi tanggungannya baik orang
dewasa, anak kecil, laki-laki maupun wanita. Berikut adalah syarat yang menyebabkan
individu wajib membayar zakat fitrah:

Individu yang mempunyai kelebihan makanan atau hartanya dari keperluan


tanggungannya pada malam dan pagi hari raya.

Anak yang lahir sebelum matahari jatuh pada akhir bulan Ramadhan dan hidup
selepas terbenam matahari.

Memeluk Islam sebelum terbenam matahari pada akhir bulan Ramadhan dan tetap
dalam Islamnya.

Seseorang yang meninggal selepas terbenam matahari akhir Ramadhan.

2.

Besar Zakat

Besar zakat yang dikeluarkan menurut para ulama adalah sesuai penafsiran terhadap hadits
adalah sebesar satu sha' atau kira-kira setara dengan 3,5 liter atau 2.5 kg makanan pokok
(tepung, kurma, gandum, aqith) atau yang biasa dikonsumsi di daerah bersangkutan (Mazhab
syafi'i dan Maliki)
3.

Waktu Pengeluaran

Zakat Fitrah dikeluarkan pada bulan Ramadhan, paling lambat sebelum orang-orang selesai
menunaikan Shalat Ied. Jika waktu penyerahan melewati batas ini maka yang diserahkan
tersebut tidak termasuk dalam kategori zakat melainkan sedekah biasa.
4.

Penerima Zakat

Penerima Zakat secara umum ditetapkan dalam 8 golongan/asnaf (fakir, miskin, amil,
muallaf, hamba sahaya, gharimin, fisabilillah, ibnu sabil) namun menurut beberapa ulama
khusus untuk zakat fitrah mesti didahulukan kepada dua golongan pertama yakni fakir dan
miskin. Pendapat ini disandarkan dengan alasan bahwa jumlah/nilai zakat yang sangat kecil
sementara salah satu tujuannya dikelurakannya zakat fitrah adalah agar para fakir dan miskin
dapat ikut merayakan hari raya.
5.

Sumber Hadits berkenaan dengan Zakat Fitrah

Diriwayatkan dari Ibnu Umar t.ia berkata : Rasulullah telah mewajibkan zakat
fithrah dari bulan Ramadhan satu sha' dari kurma, atau satu sha' dari sya'iir. atas seorang
hamba, seorang merdeka, laki-laki, wanita, anak kecil dan orang dewasa dari kaum
muslilmin. (H.R : Al-Bukhary dan Muslim)

Diriwayatkan dari Umar bin Nafi' dari ayahnya dari Ibnu Umar ia berkata ;
Rasulullah telah mewajibkan zakat fithrah satu sha' dari kurma atau satu sha' dari sya'iir atas
seorang hamba, merdeka, laki-laki, wanita, anak kecil dan orang dewasa dari kaum muslimin
dan beliau memerintahkan agar di tunaikan / dikeluarkan sebelum manusia keluar untuk
shalat 'ied. (H. R : Al-Bukhary, Abu Daud dan Nasa'i)

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra. ia berkata : Rasulullah saw telah memfardhukan
zakat fithrah untuk membersihkan orang yang shaum dari perbuatan sia-sia dan dari
perkataan keji dan untuk memberi makan orang miskin. Barang siapa yang mengeluarkannya
sebelum shalat, maka ia berarti zakat yang di terima dan barang siapa yang mengeluarkannya
sesudah shalat 'ied, maka itu berarti shadaqah seperti shadaqah biasa (bukan zakat fithrah).
(H.R : Abu Daud, Ibnu Majah dan Daaruquthni)

Diriwayatkan dari Hisyam bin urwah dari ayahnya dari Abu Hurairah ra. dari Nabi
saw. bersabda : Tangan di atas (memberi dan menolong) lebih baik daripada tangan di bawah
(meminta-minta), mulailah orang yang menjadi tanggunganmu (keluarga dll) dan sebaik-baik
shadaqah adalah yang di keluarkan dari kelebihan kekayaan (yang di perlukan oleh keluarga)
(H.R : Al-Bukhary dan Ahmad)


Diriwayatkan dari Ibnu Umar ra. ia berkata : Rasulullah sw. memerintahkan untuk
mengeluarkan zakat fithrah unutk anak kecil, orang dewasa, orang merdeka dan hamba
sahaya dari orang yang kamu sediakan makanan mereka (tanggunganmu). (H.R :
Daaruquthni, hadits hasan)

Artinya : Diriwayatkan dari Nafi' t. berkata : Adalah Ibnu Umar menyerahkan


(zakat fithrah) kepada mereka yang menerimanya (panitia penerima zakat fithrah / amil) dan
mereka (para sahabat) menyerahkan zakat fithrah sehari atau dua hari sebelum 'iedil fitri.
(H.R.Al-Bukhary)

Diriwayatkan dari Nafi' : Bahwa sesungguhnya Abdullah bin Umar menyuruh


orang mengeluarkan zakat fithrah kepada petugas yang kepadanya zakat fithrah di
kumpulkan (amil) dua hari atau tiga hari sebelum hari raya fitri. (H.R: Malik)
TABEL PERHITUNGAN ZAKAT
ZAKAT HARTA
MACAM ZAKAT
NISHAB
ZAKAT YANG
WAKTU
DIKELUARKAN
EMAS
85 gram
2.5%
1 Tahun
PERAK
595 gram
2.5%
1 Tahun
UANG
Senilai 595 gram perak
2.5%
1 Tahun

BARANG DAGANGAN
Senilai 595 gram perak
2.5%
1 Tahun
HARTA TEMUAN
Tidak ada nishob
20%
Ketika ditemukan
HASIL TAMBANG
Senilai nishob emas & perak
2.5%
1 Tahun
(Emas dan Perak)
KAMBING
40 s/d 120 ekor
1 ekor kambing betina
1 Tahun
121 s/d 200 ekor
2 ekor kambing betina
201 s/d 300 ekor
3 ekor kambing betina
300 ekor lebih
Setiap 100 ekor, zakatnya

1 ekor kambing betina


SAPI DAN KERBAU
30 ekor

1 ekor sapi jantan/betina umur 1 th


1 Tahun
40 ekor
1 ekor sapi jantan/betina umur 2 th
60 s/d 69 ekor
2 ekor sapi umur 1 th
70 s/d 79 ekor
1 ekor sapi betina umur 2 th &

1 ekor sapi umur 1 th jantan/betina


80 ekor lebih
Setiap 30 ekor, zakatnya 1 ekor sapi

jantan/betina umur 1 th

Dan setiap 40 ekor, zakatnya 1 ekor

sapi betina umur 2 th


ONTA
5 s/d 9 ekor
1 ekor kambing
1 Tahun
10 s/d 14 ekor
2 ekor kambing
15 s/d 19 ekor
3 ekor kambing
20 s/d 24 ekor

4 ekor kambing
25 s/d 35 ekor
1 ekor unta betina umur 1 th
36 s/d 45 ekor
1 ekor unta betina umur 2 th
46 s/d 60 ekor
1 ekor unta betina umur 3 th
61 s/d 75 ekor
1 ekor unta betina umur 4 th
76 s/d 90 ekor
2 ekor unta betina umur 2 th
91 s/d 120 ekor
2 ekor unta betina umur 3 th
120 ekor lebih
Setiap 40 ekor, zakatnya 1 ekor

unta betina umur 2 th

Dan setiap 50 ekor, zakatnya 1 ekor

unta betina umur 3 th


HASIL PERTANIAN
652,8 Kg
10 % tadah hujan
Ketika Panen
5 % irigasi dengan biaya/beban
PENERIMA

8 Golongan: Fakir, Miskin, Amil Zakat, Muallaf, Budak, Orang yang berhutang, Fi Sabilillah,
Musafir

ZAKAT FITRI
Memiliki kelebihan
bahan makanan
3 kg per jiwa (bahan makanan
Akhir bulan
ZAKAT FITRI
pokok untuk diri
pokok yang biasa dikonsumsi)
Ramadhan
sendiri dan orang
sampai sebelum
yang ditanggung (anak,
shalat 'idul fitrI
istri, orang tua, pembantu, dll)
PENERIMA
Fakir, Miskin
Maraji':
1. Ad-Durorul Bahiyyah, Al-Imam Asy-Syaukani
2. Al-Adillatur Rhodiyyah, Muhammad Subhi Hassan Hallaq
4. Taudhihul Ahkam, Asy-Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al-Bassam
3. At-Ta'liq 'Ala Kitabiz Zakati wash Shiyam min 'Umdatil Ahkam, Abu Abdillah Zayid bin
Hasan bin Sholih al-Umari al-Wushobi

BAB I
PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang

Kita sering mengenal seseorang dengan citra dirinya. Ketika kita


berbicara tentang kerakusan kita teringat pada Karun, dan kta membicarakan
tentang kultus individu dan pendewaan kita teringat pada Firaun. Begitulah
seterusnya, citra diri adalah kepribadian.[1]
Kepribadian seorang muslim adalah sifat tertentu dengan ciri yang
membedakannya dengan non muslim. Kepribadian seorang muslim terbentuk
dari interaksi antara pembawaan dan lingkungan, serta bimbingan wahyu yang
terdapat dalam Alquran dan Hadist. Kepribadian yang terbimbing oleh wahyu
pastilah kepribadian yang kuat dan tahan uji, yang akan mampu mendatangkan
kebahagiaan. Agar kepribadian islami terbentuk pada diri seseorang, islam
memberikan ajaran yang disebut; ikhsan, ikhlas, tawakal, sabar dan mahabbah.
Ihsan merupakan sikap mental yang timbul dari kesadaran bahwa Allah akan
terus mengawasi perbuatan hamba-hambaNya.
Ikhlas adalah sikap memelihara niat suci, batin yang bersih, lurus hati
dalam bertindak, tidak berlaku pamer, berpura-pura dan mengharapkan pamrih.
Ikhlas adalah hanya mengharapkan ridha Allah. Ikhlas bisa membuat seorang
muslim tidak mudah tergoda oleh apapun, sebaliknya ikhlas memperkukuh
pertahanan dan ketahanan uji seseorang.
Tawakal identik dengan sikap berserah diri setelah melakukan upaya
yang optimal. Tawakal mendorong seorang muslim untuk terus berupaya dan
mempercayakan hasil akhir upayanya semata-mata hanya kepada Allah SWT.
Sabar menunjukan sikap mental yang tidak suka mengeluh ketika ditimpa
bencana dan kesulitan. Dengan mengembangkan sikap sabar, seorang muslim
sanggup menghadapi ujian apapun dalam melaksanakan bakti dan perjuangan.
[2]
Mahabbah adalah cinta kepada sang Pencipta. Dengan menyadari
kemuliaan, kesempurnaan, kemahakuasaan dan kasih sayangNya, terjelmalah
hati sanubari seorang muslim. Dengan memiliki mahabbah, seorang muslim
akan menunjukan kesetiaan dalam menjalankan bakti perjuangan, sekalipun
untuk itu ia memberikan pengorbanan.[3]
Manusia diciptakan bukan sekedar hidup mendiami dunia ini dan
kemudian mengalami kematian tanpa adanya pertanggung-jawaban kepada
penciptanya, melainkan manusia itu diciptakan oleh Allah SWT untuk mengabdi
kepada-Nya. Sebagaimana dinyatakan dalam Al Quran surah Al Bayyinah ayat
5:


Artinya : "Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah
dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang
lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang
demikian Itulah agama yang lurus.[4]

Dapat kita pahami dari ayat ini bahwa manusia diciptakan bukan sekedar
sebagai unsur pelengkap isi alam saja yang hidupnya tanpa tujuan, tugas dan
tanggung-jawab. Sebagai makhluk yang diciptakan paling sempurna, pada
hakikatnya manusia diperintahkan untuk mengabdi kepada penciptanya, Allah
SWT.[5]
Pada prinsipnya pengabdian manusia (ibadah) merupakan sari dari ajaran
Islam yang mempunyai arti penyerahan diri secara total pada kehendak Allah
SWT. Dengan demikian, hal ini akan mewujudkan suatu sikap dan perbuatan
dalam bentuk ibadah. Apabila ini dapat dicapai sebagai nilai dalam sikap dan
perilaku manusia, maka akan lahir suatu keyakinan untuk tetap mengabdikan diri
kepada Allah SWT dan tentunya bila keyakinan itu kemudian diwujudkan dalam
bentuk amal keseharian akan menjadikan maslahah dalam kehidupan sosial.
Sering kita dengar dari kalangan Muslim, orang yang mempertentangkan
antara kesalehan individual dan kesalehan sosial. Mereka memisahkan secara
dikotomis antara dua bentuk kesalehan ini. Seolah-olah dalam Islam memang
ada dua macam kesalehan: kesalehan individual/ ritual dan kesalehan sosial.
Dalam kenyataannya, kita juga melihat masih terdapat ketimpangan yang tajam
antara kesalehan individual dan kesalehan sosial. Banyak orang yang saleh
secara individual, namun tidak atau kurang saleh secara sosial.
Dalam sebuah hadis dikisahkan, bahwa suatu ketika Nabi Muhammad SAW
mendengar berita tentang seorang yang rajin shalat di malam hari dan puasa di
siang hari, tetapi lidahnya menyakiti tetangganya. Apa komentar nabi tentang
dia, singkat saja, Ia di neraka. Kata nabi. Hadis ini memperlihatkan kepada kita
bahwa ibadah ritual saja belum cukup. Ibadah ritual mesti dibarengi dengan
kesalehan sosial.
Dalam hadis lain diceritakan, bahwa seorang sahabat pernah memuji
kesalehan orang lain di depan Nabi. Nabi bertanya, Mengapa ia kau sebut
sangat saleh?" tanya Nabi. Sahabat itu menjawab, "Soalnya, tiap saya masuk
masjid ini dia sudah salat dengan khusyuk dan tiap saya sudah pulang, dia masih
saja khusyuk berdoa." "Lho, lalu siapa yang memberinya makan dan minum?"
tanya Nabi lagi. "Kakaknya," sahut sahabat tersebut. Lalu kata Nabi, "Kakaknya
itulah yang layak disebut saleh." Sahabat itu diam.[6]

B.

Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka yang menjadi rumusan masalah


dalam makalah ini adalah :
1.

Apakah definisi, pembagian, ruang lingkup, serta tujuan ibadah?

2.

Apakah definisi dan ciri kesalehan social ?

3.
Apakah definisi, sumber, ruang lingkup, kedudukan dan keistimewaan serta
ciri-ciri akhlak dalam islam ?
4.

Apa hubungan antara ibadah, akhlak dan kesalehan sosial ?

BAB II
PEMBAHASAN

A.
1.

Definisi, Pembagian, Ruang Lingkup, Serta Tujuan Ibadah.


Definisi Ibadah

Ibadah diambil dari bahasa Arab yang artinya adalah menyembah. Konsep
ibadah memiliki makna yang luas yang meliputi seluruh aspek kehidupan baik
sosial, politik maupun budaya. Ibadah merupakan karakteristik utama dalam
sebuah agama, karena pusatnya ajaran agama terletak pada pengabdian
seorang hamba pada Tuhannya.[7]



Artinya: Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan


sesuatupun. dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat,
anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang
jauh, dan teman sejawat, Ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah
tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri.
(QS. Annisa : 36).[8]

Berbicara tentang ibadah berarti membahas mengenai posisi diantara dua


dimana yang satu kedudukannya lebih tinggi dari yang lain seperti hubungan
antara seorang majikan dan budaknya. Seorang budak tidak memiliki kekuatan
lain kecuali hanya tunduk dan patuh pada perintah majikannya. Seorang budak
tentu didasari oleh kesadarannnya sebagai hamba yang lemah dan tak berdaya.
Oleh karena itu kesadaran ibadah bersifat fitrah, karena manusia menyadari
akan kekurangan dan kelemahan dirinya, sehingga ia membutuhkan kekuatan
lain yang dapat memberikan bantuan dan pertolongan. Begitulah seharusnya
manusia, ia harus tunduk dan patuh kepada sang Pencipta, yakni Allah SWT.
Sebagaimana Firman Allah SWT dalam surat Adzariyat ayat 56 :


Artinya : Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka
beribadah kepada-Ku.[9]
Ayat ini menjelaskan tentang kecendrungan fitrah manusia untuk beribadah.
Tidak mungkin ada mahluk yng keluar dari kecendrungannya sebagai hamba,
namun kecendrungan ini jika tidak diiringi oleh wahyu maka ketundukan manusia
sebagai bentuk penghambaan diri pada yang mutlak menjadi pembelengguan
diri manusia, sehingga manusia jatuh ke dalam derajat yang hina.

2.

Pembagian Ibadah

Ibadah dibagi menjadi dua, yaitu ibadah mahdhoh dan ibadah ammah. Ibadah
mahdhah (murni), adalah suatu rangkaian aktivitas ibadah yang ditetapkan Allah
Swt. Dan bentuk aktivitas tersebut telah dicontohkan oleh Rasul-Nya, serta
terlaksana atau tidaknya sangat ditentukan oleh tingkat kesadaran teologis dari
masing-masing individu. Yang termasuk Ibadah mahdhoh misalnya: Shalat,
puasa, Zakat, dan haji.[10]
Selain ibadah mahdhah, maka ada bentuk lain diluar ibadah mahdhah tersebut
yaitu Ibadah Ghair al-Mahdhah atau ibadah ammah, yakni sikap gerak-gerik,
tingkah laku dan perbuatan yang mempunyai tiga tanda yaitu: pertama, niat
yang ikhas sebagai titik tolak, kedua keridhoan Allah sebagai titik tujuan, dan
ketiga, amal shaleh sebagai garis amal. Ada pula yang memberikan definisi

ibadah ammah dengan semua perbuatan yang mendatangkan kebaikan dan


dilaksanakan dengan niat yang ikhlas karena Allah SWT, seperti minum, makan,
dan bekerja mencari nafkah.[11]

3.

Ruang Lingkup Ibadah

Islam amat istimewa hingga menjadikan seluruh kegiatan manusia sebagai


ibadah apabila diniatkan dengan penuh ikhlas karena Allah demi mencapai
keridhaan-Nya serta dikerjakan menurut cara-cara yang disyariatkan olehNya.
Islam tidak membatasi ruang lingkup ibadah kepada sudut-sudut tertentu saja.
Seluruh kehidupan manusia adalah medan amal dan persediaan bekal bagi para
mukmin sebelum mereka kembali bertemu Allah di hari pembalasan nanti. Islam
mempunyai keistimewaan dengan menjadikan seluruh kegiatan manusia sebagai
ibadah apabila ia diniatkan dengan penuh ikhlas karena Allah demi untuk
mencapai keridaan Nya serta dikerjakan menurut cara cara yang disyariatkan
oleh Nya. Islam tidak menganggap ibadah ibadah tertentu saja sebagai amal
saleh akan tetapi meliputi segala kegiatan yang mengandung kebaikan yang
diniatkan karena Allah SWT. Ruang lingkup ibadah di dalam Islam sangat luas
sekali. Mencakup setiap kegiatan kehidupan manusia. Setiap apa yang dilakukan
baik yang bersangkut dengan individu maupun dengan masyarakat adalah
ibadah menurut Islam ketika ia memenuhi syarat syarat tertentu.
Syarat syarat tersebut adalah :
a)
Amalan yang dikerjakan itu hendaklah diakui Islam, sesuai dengan hukum
hukum syara' dan tidak bertentangan dengan hukum hukum tersebut. Adapun
amalan - amalan yang diingkari oleh Islam dan ada hubungan dengan yang
haram dan maksiyat, maka tidaklah bisa dijadikan amalan ibadah.
b)
Amalan tersebut dilakukan dengan niat yang baik dengan tujuan untuk
memelihara kehormatan diri, menyenangkan keluarga nya, memberi manfaat
kepada seluruh umat dan untuk kemakmuran bumi seperti yang telah
diperintahkan oleh Allah.
c)

Amalan tersebut haruslah dikerjakan dengan sebaik-baiknya.

d)
Ketika membuat amalan tersebut hendaklah sentiasa menurut hukum hukum syara' dan ketentuan batasnya, tidak menzalimi orang lain, tidak khianat,
tidak menipu dan tidak menindas atau merampas hak orang.
e)
Tidak melalaikan ibadah - ibadah khusus seperti salat, zakat dan
sebagainya dalammelaksanakan ibadah - ibadah umum.[12]

4.

Tujuan ibadah

Manusia, bahkan seluruh mahluk yang berkehendak dan berperasaan, adalah


hamba-hamba Allah. Hamba sebagaimana yang dikemukakan diatas adalah

mahluk yang dimiliki. Kepemilikan Allah atas hamba-Nya adalah kepemilikan


mutklak dan sempurna, oleh karena itu mahluk tidak dapat berdiri sendiri dalam
kehidupan dan aktivitasnya kecuali dalam hal yang oleh Alah swt. Telah
dianugerahkan untuk dimiliki mahluk-Nya seperti kebebasan memilih walaupun
kebebasan itu tidak mengurangi kepemilikan Allah. Atas dasar kepemilikan
mutak Allah itu, lahir kewajiban menerima semua ketetapan-Nya, serta menaati
seluruh perintah dan larangan-Nya.[13]
Manusia diciptakan Allah bukan sekedar untuk hidup di dunia ini kemudian mati
tanpa pertanggungjawaban, tetapi manusia diciptakan oleh Allah untuk
beribadahhal ini dapat difahami dari firman Allah swt. :

Artinya : Maka apakah kamu mengira, bahwa Sesungguhnya kami menciptakan
kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada
Kami? (QS al-Muminun:115)[14]
Karena Allah maha mengetahui tentang kejadian manusia, maka agar manusia
terjaga hidupnya, bertaqwa, diberi kewajiban ibadah. Tegasnya manusia diberi
kewajiban ibadah agar menusia itu mencapai taqwa.

B.
Definisi, Sumber, Ruang Lingkup, Kedudukan dan Keistimewaan Akhlak,
serta Ciri-ciri Akhlak.
1.

Definisi Akhlak

Secara etimologis (lughatan) akhlak (Bahasa Arab) adalah bentuk jamak dari
khuluk yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. Berakar dari
kata khalaqa yang berarti menciptakan. Seakar dengan kata Khaliq (Pencipta),
makhluq (yang diciptakan) dan khalq (penciptaan).[15]
Secara terminologis akhlak (khuluq) adalah sifat yang tertanam dalam jiwa
manusia, sehingga ia muncul secara spontan bilamana diperlukan, tanpa
memerlukan pemikiran atau pertimbangan lebih dahulu, serta tidak memerlukan
dorongan dari luar.[16]
Dari keterangan diatas bahwa akhak itu haruslah bersifat konstan, spontan, tidak
temporer dan tidak tidak memerlukan pemikiran dan pertimbangan serta
dorongan dari luar. Sekalipun dari beberapa definisi diatas kata akhlak bersifat
netral, belum menunjuk kepada baik dan buruk, tapi pada umumnya apabila
disebut sendirian, tidak dirangkai dengan sifat tertentu, maka yang dimaksud
adalah akhla mulia. Misalnya bila seseorang tidak sopan kita mengatakan
padanya, kamu tidak berakhlak. Padahal tidak sopan itu dalah akhlaknya.
Tentu yang kita maksud adalah kamu tidak memilki akhlak yang mulia, dalam hal
ini sopan.[17]

2.

Sumber Akhlak

Yang dimaksud dengan sumber akhlak adalah yang menjadi ukuran baik dan
buruk atau mulia dan tercela. Sebagaimana keseluruhan ajaran islam, sumber
akhlak adalah Alquran dan Sunnah, bukan akal pikiran atau pandangan
masyarakat sebagaimana pada konsep etika dan moral. Dan bukan pula karena
baik atau buruk dengansendirinya sebagai pandangan Mutazilah. Dalam konsep
akhlaq, segala sesuatu dinlai baik atau buruk, terpuji atau tercela, semata-mata
karena syara (Alquran dan Sunnah) menilainya demikian.[18]

3.

Ruang Lingkup Akhlak

Muhammad Abdullah Draz dalam buku Yunahar Ilyas membagi ruang lingkup
akhlak kepada lima bagia :
a.
Akhlaq pribadi, terdiri dari : 1) yang diperintahkan, 2) yang dilarang, yang
dibolehkan, 3) akhlak dalam keadaan darurat.
b.
Akhlak berkeluarga, terdiri dari : 1) kewajiban timbal balik antara orang tua
dan anak, 2) kewajiban suami istri, 3) kewajiban kepada karib kerabat.
c.
Akhlak bermasyarakat, terdiri dari : 1) yang dilarang, 2) yang
diperintahkan, 3) kaedah-kaedah adab.
d.
Akhlak bernegara, terdiri dari : 1) hubungan antara pemimpin dan rakyat,
2) hubungan luar negeri.
e.

Akhlak beragama, yakni : kewajiban terhadap Allah SWT.[19]

4.

Kedudukan dan Keistimewaan Akhlak Dalam Islam

Dalam keseluruhan ajaran islam akhlaq menempati kedudukan yang


istimewa dan sangat penting. Hal ini dapat dilihat dari beberapa poin berikut:
a.
Rasulullah SAW menempatkan penyempurnaan akhlak yang mulia sebagai
misi pokok Risalah Islam. (HR. Baihaqi)
b.
Akhlaq merupakan salah satu ajaan pokok agama islam, sehingga
Rasulullah SAW pernah mendefinisikan agama itu denga akhlak baik (husn
Alkhulq).
c.
Akhlak yang baik akan memberatkan timbangan kebaikan seseorang nanti
pada hari kiamat. (HR. Tirmidzi)
d.
Rasulullah menjadikan baik buruknya akhlak seseorang sebagai ukuran
kualitas imannya. Hal ini dapat kita lihat dari beberapa hadits: HR. Tirmidzi, HR.
Hakim dan Thabrani, HR. Bukhari, HR.Bukhari dan Muslim.

e.
Islam menjadikan akhlak yang baik sebagai bukti da buah dari ibadah
kepada Allah SWT. Misalnya; shalat, puasa, zakat dan haji. (QS. Al-Ankabut:45)
f.
Nabi Muhammad SAW selalu berdoa agar Allah SWT membaikkan akhlak
beliau. HR. Muslim
g.
Di dalam Alquran banyak ayat-ayat yang berhubungan dengan akhlak,
baik berupa perintah untuk berakhlak yang baik serta pujian dan pahala yang
diberikan kepada orang-orang yanng mematuhi perintah itu, maupun larangan
berakhlak yang buruk serta celaan dan dosa yang melanggarnya. [20]

5.

Ciri-ciri Akhlak Dalam Islam


Yang menjadi ciri-ciri akhlak dalam Islam yaitu :

a.

Akhlak Rabbani

Ajaran akhlak dalam islam bersumber dari wahyu ilahi yang termaktub dalam
Alquran dan Assunnah. Di dalam Alquran terdapat kira-kira 1500 ayat yang
mengandung ajaran akhlak, baik yang teoritis maupun yang praktis. Demkian
pula hadits-hadits nabi, amat banyak jumlahya yang memberikan pedoman
akhlak sifat rabbani, dari akhlak juga menyangku tujuannya, yaitu untuk
memperoleh kebahagiaan dunia ini, da akhirat nanti.[21]
b.

Akhlak Manusia

Ajaran akhlak dalam islam sejalan dan memenuhi tuntunan fitrah manusia.
Kerinduan jiwa manusia akan kebaikan terpenuhi dengan mengikuti ajaran
akhlak dalam islam. Ajaran akhlak dalam islam diperuntukan bagi manusia yang
merindukan kebahagiaan dalam arti hakiki, bukan kebahagiaan semu. Akhlak
islam adalah akhlak yang benar-benar memelihara eksistensi manusia sebagai
makhluk terhormat, sesuai dengan fitrahnya.[22]
c.

Akhlak Universal

Ajara akhlak dalam islam sesuai dengan kemanusiaan yang universal dan
mencakup segala aspek hidup manusia, baik yang dimensinya vertikal maupun
yang horizontal. Sebagai contoh Alquran menyebutkan sepuluh macam
keburukan yang dijauhi oleh setiap orang, yaitu ; menyekutukan Allah, durhaka
kepada kedua orang tua, membunuh anak kerana takut miskin,
d.

Akhlak keseimbangan

Ajaran akhlak didalam islam berada ditengah antara menghayalka manusia


sebagai malaikat yang menitik beratkan segi kebaikannya da menghayalkan
manusia seperti hewan yang menitik beratkan sifat buruknya saja. Manusia
menurut pandangan islam meiliki dua kekuatan dalam dirinya, yakni kekuatan
baik pada hati nurani dan akalnya dan kekuatan buruk pada hawa nafsunya.[23]

C.

1.

Definisi dan Ciri-ciri Kesalehan Sosial.

Definisi Kesalehan Sosial

Secara bahasa kita bisa memaknai kesalehan sosial adalah kebaikan


atau keharmonisan dalam hidup bersama, berkelompok baik dalam lingkup kecil
antar keluarga, RT, RW, dukuh, desa kota, Negara sampai yang paling luas dunia.
Allah SWT berfirman, Jikalau sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa,
pastilah kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi
(Al Quran) Pesan utama ayat ini, disatu sisi, dapat dilihat dari sebagai janji Allah
yang menyatakan bahwa jiwa sesuatu masyarakat beriman dan bertaqwa, maka
mereka akan memperoleh keberuntungan. Disisi lain, pesan utama ayat ini juga
mengilustrasikan hubungan kausalitas antara iman takwa dengan
kesejahteraan hidup para pemeluknya.
Iman-takwa dalam ini, dapat dipahami sebagai keadaan kualitas jiwa
seseorang yang membimbing dan memandu hidupnya dalam mewujudkan
kondisi sosial yang makmur dan sejahtera bagi seluruh alam semesta.
Kesejahteraan kolektif ini akan terwujud dengan sendirinya jika setiap individu
telah melaksanakan ketentuan-ketentuan iman takwa secara utuh dan benar,
yang mana manifestasi iman dan takwa itu harus diwujudkan dengan perilaku
yang baik dalam hubunganya dengan sang pencipta atau dalam hubungannya
dengan sesama manusia dan lingkungan yang kemudian kita kenal dengan
perilaku ibadah. Bahkan, keberkahan yang datang dari langit dan bumi itu hanya
akan lahir dari keimanan dan ketakwaan.[24]

2.

Ciri-ciri Kesalehan Sosial

Untuk melihat dimensi-dimensi ketakwaan seseorang khususnya dalam


kaitanya dengan ukuran-ukuran kesalehan individu dan sosial, lima ciri penting
manusia yang shaleh secara sosial yakni :
a)
Memiliki semangat spiritualitas yang diwujudkan dalam sistem
kepercayaan kepada sesuatu yang gaib serta berketuhanan dan pengertian
beragama atau menganut sesuatu kepercayaan agama. Masyarakat yang
memiliki kualitas kesalehan sosial itu adalah masyarakat beragama, masyarakat
yang percaya pada hal-hal yang gaib. Ciri ini juga sekaligus menjadi ukuran
kedewasaan seseorang, baik dalam kehidupan sosial, politik maupun kehidupan
beragama sendiri. Masyarakat yang memiliki kesalehan sosial yang tinggi akan
mengedepankan etika beragama dan keberagamaan.
b)
Terikat pada norma, hukum, dan etika seperti tercermin dalam struktur
ajaran sholat. Sholat juga mengajarkan kepada para pelakunya untuk terbiasa
disiplin. Disiplin dalam hidup sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku.
Artinya masyarakat yang memiliki kesalehan sosial itu adalah mereka yang
konsisten menegakan hukum dan hukum menjadi aturan main.

c)
Memiliki kepedulian sosial yang salah satu perwujudanya ditandai dengan
kesanggupan berbagi terhadap golongan yang lemah. Keadilan sosial itu harus
diwujudkan secara bersama oleh seluruh komponen masyarakat dan bukan
hanya oleh penguasa.
d)
Memiliki sikap toleran sebagai salah satu dari perwujudan dari keimanan
terhadap adanya pengikut kitab-kitab suci selain kitab sucinya sendiri. Ajaran ini
juga sekaligus mengisyaratkan adanya pluralitas kehidupan, baik pada aspek
agama dan kepercaan maupun pada aspek sosial budaya lainya. Dinamika
masyarakat juga akan terus berubah membentuk struktur sosial yang semakin
beragam. Di sinilah arti penting mengembangkan sikap toleran, khususnya
dalam menyikapi secara terbuka perbedaan-perbedaan sebagai suatu
keniscayaan.
e)
Berorientasi kedepan sebagai salah satu wujud dari keimanan terhadap
adanya hari akhir. Masyarakat yang memiliki dimensi kesalehan sosial itu adalah
mereka yang berorientasi kedepan , sehingga akan selalu mementingkan kerja
keras untuk membangun hari esok yang lebih gemilang.[25]

D.

Hubungan Antara Ibadah, Akhlak dan Kesalehan Sosial.

Antara ibadah, akhlak dan kesalehan sosial adalah merupakan satu


kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, utamanya dalam membangun bangsa
dan agama. Ibadah merupakan tunduk dan patuh, serta wujud kebaktian kita
terhadap sang pencipta. Akhlak adalah sifat dan perilaku kita yang baik dan
mulia yang kita tunjukan kepada manusia atau individu lain. Kesalehan sosial
merupakan kebaikan serta keharmonisan yang tercipta dalam kehidupan
bersama dalam suatu lingkungan masyarakat, bangsa, dan negara.
Bila masyarakat suatu kampung atau wilayah taat beribadah maka akan
terwujud ketenangan jiwa bagi yang taat beribadah tersebut. Dari unsur
ketaatan beribadah inilah maka akan lahir ataupun timbul akhlaq mulia. Ketika
manusia telah mengedepankan akhlaq yang mulia maka akan timbul
keharmonisan antara sesama warga masyarakat. Dengan demikian akan
menwujudkan suatu wilayah atau daerah yang aman dan tentram.
Segala kejadian yang pernah terjadi, telah terjadi dan akan terjadi
tergantung dari amalan manusia. Pengaruh amalan manusia sangat besar
karena akan dibalas oleh Allah SWT, walaupun hanya sebesar dzar-ah, baik dunia
maupun akhirat. Jika seseorang manusia beramal saleh ia akan ditempatkan di
Jannah dan jika beramal buruk maka tempatnya adalah Jahannam. [26]
Keadaan dipengaruhi oleh amal, sedangkan amal dipengaruh oleh iman. Bila
iman betul, maka Allah SWT akan memberikan keberkahan dari atas langit dan
dari bawah bumi. Sebaliknya, bila ima rusak, amal pun ikut menjadi rusak dan
amal ini akan terangkat ke langit lalu Allah menurunkan kembali ke bum berupa
bencana.[27]

Dari pengaruh perbuatan manusia, berpengaruh pada lautan, udara, sampai


mempengaruhi pada lapisan ozon di atmosfir bumi. Abu Hurairah RA berkata
Akibat perbuatan manusia, burung-burung pun menjadi kurus dan mati dalam
sarangnya.[28] Firman Allah SWT dalam Alquran :



Artinya : Telah tampak kerusakan di muka bumi ini, didarat dan di laut
disebabkan karena tangan manusia. Supaya Allah merasakan kepada mereka
sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali ke yang benar.
(QS. Ar-Ruum: 41)[29]
Binatang tak pernah disebut-sebut sebagai biang keladi kerusakan bumi.
Sejahat-jahat binatang tak akan menjadi sebab kerusakan alam. Apa yang akan
terjadi bila seanadainya kerbau memiliki alat yang canggih utuk memenuhi
kebutuhan perutnya. Tentu dan aneka ragam tanaman akan habis untuk mengisi
perutnya. Bila musang mempunyai radar untuk mendeteksi mangsanya dengan
pesawat pemburu, tentu tidak ada ayam yang dibiarkan hidup di muka bumi.
Apabila harimau memiliki tank dan beberapa peralatan canggih, mungkin
makhluk-makhluk lain tidak diberi kesempatan hidup. Andai kuda dan kambing
jantan yang sarat dengan nafsu bisa menonton tayangan film atau gambar
porno, siapakah yang mampu membendung hawa nafsunya. Jika kambingkambing betina pandai bersolek, bergaya seksi, menantang dan merangsang
lawan jenisnya bagaimana dengan kehidupan ini.[30]
Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum apabila mereka tidak mau
memperbaiki iman dan amalan mereka. Allah SWT menciptakan manusia dan
juga menciptakan keperluan manusia, bila manusia taat kepada Allah SWT maka
segala keperluannya akan datang dengan mudah. Firman Allah SWT :


Artinya : Jika seandainya penduduk-penduduk negeri-negeri itu beriman dan
bertakwa, pastilah kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit
dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat kami) itu, maka Kami siksa
mereka disebabkan perbuatannya. (QS. Al-Araf:96)[31]

Datangnya kemakmuran dengan harta yang melimpah, sangat berbahaya


bagi orang yang tidak beriman, sebab mereka tidak tahu bagaimana
menggunakan hartanya sesuai dengan perintah Allah SWT. Seluruh potensi yang
dia miliki akan ia gunakan untuk menyempurnakan hawa nafsunya.

BAB III
KESIMPULAN
Ibadah diambil dari bahasa Arab yang artinya adalah menyembah. Konsep
ibadah memiliki makna yang luas yang meliputi seluruh aspek kehidupan baik
sosial, politik maupun budaya. Ibadah merupakan karakteristik utama dalam
sebuah agama, karena pusatnya ajaran agama terletak pada pengabdian
seorang hamba pada Tuhannya. Pembagian ibadah ada 2 macam yakni ibadah
maghdah dan ibadah ammah.
Secara terminologis akhlak (khuluq) adalah sifat yang tertanam dalam jiwa
manusia, sehingga ia muncul secara spontan bilamana diperlukan, tanpa
memerlukan pemikiran atau pertimbangan lebih dahulu, serta tidak memerlukan
dorongan dari luar. Sumber akhlaq adalah Alquran dan Assunah. Ruang lingkup
akhlak meliputi; akhlaq pribadi, akhlaq keluarga, akhlaq bermasyarakat, akhlaq

bernegara, dan akhlaq beragama. Ada beberapa keistimewaan akhlaq


sebagaimana yang telah dijelaskan dalam hadits. Ciri-ciri akhlaq ; akhlaq rabani,
akhlaq manusia, akhlaq universal dan akhlaq keseimbangan.
Kesalehan sosial adalah kebaikan atau keharmonisan dalam hidup bersama,
berkelompok baik dalam lingkup kecil antar keluarga, RT, RW, dukuh, desa kota,
Negara sampai yang paling luas dunia.
Antara ibadah, akhlak dan kesalehan sosial adalah merupakan satu kesatuan
yang tidak dapat dipisahkan, utamanya dalam membangun bangsa dan agama.
Ibadah merupakan tunduk dan patuh, serta wujud kebaktian kita terhadap sang
pencipta. Akhlak adalah sifat dan perilaku kita yang baik dan mulia yang kita
tunjukan kepada manusia atau individu lain. Kesalehan sosial merupakan
kebaikan serta keharmonisan yang tercipta dalam kehidupan bersama dalam
suatu lingkungan masyarakat, bangsa, dan negara.

Anda mungkin juga menyukai