Anda di halaman 1dari 7

Hal-hal Yang Merusak Tauhid

 Dengan mengucapkan dua kalimat syahadat seseorang berarti telah


mempersaksikan diri sebagai hamba Allah semata. Kalimat laa ilaaha illallaahu dan
Muhammadur Rasuulullah selalu membekas dalam jiwanya dan menggerakkan anggota
tubuhnya agar tidak menyembah selain-Nya. Baginya hanya Allah sebagai Tuhan yang harus
ditaati, diikuti ajaran-Nya, dipatuhi perintah-Nya dan dijauhi larangan-Nya. Caranya bagaimana,
lihatlah pribadi Rasulullah saw. sebab dialah contoh hamba Allah sejati.

Dalam pembukaan surat Al-Israa’, Allah telah mendeklarasikan bahwa Rasulullah saw. adalah
hamba-Nya: Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari
Al-Masjidil Haram ke Al-Masjidil Aqsha (Al-Israa’:1). Begitu juga dalam pembukaan surat Al-
Kahfi, Allah berfirman: Segala puji bagi Allah yang telah menurunkan kepada hamba-Nya Al-
Kitab (Al-Qur’an) dan Dia tidak mengadakan kebengkokan di dalamnya (Al-Kahfi:1).

Ini menunjukkan bahwa agar makna dua kalimat syahadat – yang intinya adalah tauhid – benar-
benar tercermin dalam jiwa dan perbuatan, tidak ada pilihan bagi seorang hamba kecuali
mencontoh pribadi Rasulullah saw. dalam segala sisi kehidupannya, baik dari sisi aqidah dan
ibadah, maupun sisi-sisi lainnya seperti sikapnya terhadap istri dan pelayannya di rumah,
pergaulannya bersama-sahabatnya, akhlaqnya dalam melakukan transaksi bisnis dan
kepemimpinannya sebagai kepala Negara. Maka untuk menjaga kemurnian tauhid, seperti yang
dicontohkan Rasulullah saw. seorang hamba hendaknya menghindar jauh-jauh dari hal-hal yang
merusak kemurnian tauhid sebagai cerminan dua kalimat syahadat tersebut, yang setidaknya
ada tiga: (a) Syirik ( menyekutukan Allah (b) Ilhad (menyimpang dari kebenaran) (c) Nifaq
(berwajah dua, menampakkan diri sebagai muslim, sementara hatinya kafir).

1. Syirik (menyekutukan Allah)

a). Definisi: Syirik adalah lawan kata dari tauhid. Yaitu sikap menyekutukan Allah secara zat,
sifat, perbuatan dan ibadah. Adapun syirik secara zat adalah dengan meyakini bahwa zat Allah
seperti zat makhluk-Nya. Aqidah ini dianut oleh kelompok mujassimah. Syirik secara sifat
artinya: seseorang meyakini bahwa sifat-sifat makhluk sama dengan sifat-sifat Allah. Dengan
kata lain bahwa makhluk mempunyai sifat-sifat seperti sifat-sifat Allah, tidak ada bedanya sama
sekali. Syirik secara perbuatan artinya: seseorang meyakini bahwa makhluk mengatur alam
semesta dan rezki manusia seperti yang telah diperbuat Allah selama ini. Sedangkan syirik
secara ibadah artinya: seseorang menyembah selain Allah dan mengagungkannya seperti
mengagungkan Allah serta mencintainya seperti mencintai Allah. Syirik-syirik dalam pengertian
tersebut secara eksplisit maupun implisit telah ditolak oleh Islam. karenanya seorang muslim
harus benar-benar hat-hati dan menghindar jauh-jauh dari syirik-syirik seperti yang telah
diterangkan di atas.

b) Bentuk-bentuk Syirik: Pertama, menyembah patung atau berhala (al ashnaam). Allah swt.
dalam surat Al-Hajj:30 berfirman, “maka jauhilah olehmu berhala-berhala yang najis itu dan
jauhilah perkataan-perkataan dusta”. Dalam surat Maryam:42 diceritakan bahwa Nabi Ibrahim
menegur ayahnya karena menyembah patung: Ingatlah ketika ia berkata kepada bapaknya,
“Wahai bapakku, mengapa kamu menyembah sesuatu yang tidak mendengar, tidak melihat dan
tidak dapat menolong kamu sedikit pun?”

Kedua, menyembah matahari, dalam surat Al-A’raaf:54 Allah menolak orang-orang yang
menyembah matahari, bulan dan bintang, “Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang telah
menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas `Arsy. Dia
menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakan-Nya pula)
matahari, bulan dan bintang-bintang (masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah,
menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam”. Lalu
dalam surat Fushshilat:37 lebih tegas lagi Allah berfirman, “Dan sebagian dari tanda-tanda
kekuasaan-Nya ialah malam, siang, matahari dan bulan. Janganlah bersujud kepada matahari
dan janganlah (pula) kepada bulan, tetapi bersujudlah kepada Allah Yang menciptakannya, jika
kamu hanya kepada-Nya saja menyembah”.
Ketiga, menyembah malaikat dan jin, dalam surat Al-An’aam:100 Allah berfirman: Dan mereka
(orang-orang musyrik) menjadikan jin itu sekutu bagi Allah, padahal Allah-lah yang menciptakan
jin-jin itu, dan mereka membohong (dengan mengatakan), “Bahwasanya Allah mempunyai anak
laki-laki dan perempuan”, tanpa (berdasar) ilmu pengetahuan. Maha Suci Allah dan Maha Tinggi
dari sifat-sifat yang mereka berikan”. Dalam surat Saba’:40-41, “Dan (ingatlah) hari (yang di
waktu itu) Allah mengumpulkan mereka semuanya kemudian Allah berfirman kepada malaikat,
“Apakah mereka ini dahulu menyembah kamu?”. Malaikat-malaikat itu menjawab, “Maha Suci
Engkau. Engkaulah pelindung kami, bukan mereka: bahkan mereka telah menyembah jin;
kebanyakan mereka beriman kepada jin itu”.

Keempat, menyembah para nabi, seperti Nabi Isa as. yang disembah kaum Nasrani dan Uzair
yang disembah kaum Yahudi. Keduanya sama-sama dianggap anak Allah. Allah berfirman,
“Orang-orang Yahudi berkata, “Uzair itu putra Allah” dan orang Nasrani berkata, “Al-Masih itu
putra Allah”. Demikian itulah ucapan mereka dengan mulut mereka, mereka meniru perkataan
orang-orang kafir yang terdahulu. Dilaknati Allah-lah mereka; bagaimana mereka sampai
berpaling?” (At-Taubah:30). Dalam surat Al-Maidah:72, “Sesungguhnya telah kafirlah orang-
orang yang berkata, “Sesungguhnya Allah adalah Al-Masih putra Maryam”, padahal Al-Masih
(sendiri) berkata, “Hai Bani Israel, sembahlah Allah Tuhanku dan Tuhanmu” Sesungguhnya
orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan
kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zhalim itu
seorang penolong pun”.

Kelima, Menyembah Rahib atau Pendeta, Allah berfirman, “Mereka menjadikan orang-orang
alimnya, dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah, dan (juga mereka
mempertuhankan) Al-Masih putra Maryam; padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan
Yang Maha Esa; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Maha Suci Allah dari apa
yang mereka persekutukan”. Adi bin Hatim ra. pernah bertanya kepada Rasulullah mengenai hal
tersebut, seraya berkata, “Sebenarnya mereka tidak menyembah Pendeta atau Rahib mereka?”
Rasululah saw. menjawab: Benar, tetapi para rahib atau pendeta itu telah mengharamkan yang
halal dan menghalalkan yang haram, sementara mereka mengikutinya. Bukankah itu tindak
penyembahan terhadap mereka?

Keenam, menyembah Thagut. Istilah thagut diambil dari kata thughyaan artinya melampaui
batas. Maksudnya: segala sesuatu yang disembah selain Allah. Setiap seruan para rasul intinya
adalah mengajak kepada tauhid dan menjauhi thagut. Allah berfirman, “Dan sesungguhnya
Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan), “Sembahlah Allah (saja),
dan jauhilah Thagut itu”, maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh
Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya. Maka
berjalanlah kamu di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang
mendustakan (rasul-rasul)” (An-Nahl:36). Dan tauhid yang murni tidak akan bisa dicapai tanpa
menghindar dari menyembah thagut, Allah berfirman: Tidak ada paksaan untuk (memasuki)
agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu
barangsiapa yang ingkar kepada Thagut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia
telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha
Mendengar lagi Maha Mengetahui (Al-Baqarah:256). Allah bangga dengan orang-orang beriman
yang menjauhi thagut, “Dan orang-orang yang menjauhi thagut (yaitu) tidak menyembahnya dan
kembali kepada Allah, bagi mereka berita gembira; sebab itu sampaikanlah berita itu kepada
hamba-hamba-Ku: (Az Zumar:17).

Ketujuh, menyembah hawa nafsu. Hawa nafsu adalah kecenderungan untuk melakukan
keburukan. Seseorang yang menuhankan hawa nafsu ia mengutamakan keinginan nafsunya di
atas cintanya kepada Allah. Dengan demikian ia telah mentaati hawa nafsunya dan
menyembahnya. Allah berfirman: Terangkanlah kepadaku tentang orang yang menjadikan hawa
nafsunya sebagai tuhannya. Maka apakah kamu dapat menjadi pemelihara atasnya? (Al-
Furqaan:43). Dalam surat Al-Jatsiyah:23, “Maka pernahkah kamu melihat orang yang
menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya, dan Allah membiarkannya sesat berdasarkan
ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas
penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah
(membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?”
c) Macam-macam Syirik: Ada dua macam syirik: (a) Syirik besar (b) syirik kecil. Masing-masing
dari kedua macam ini mempunyai dua dimensi: zhahir (nampak) dan khafiy (tersembunyi).
Marilah kita bahas satu-satu persatu dari kedua macam syirik tersebut.

Pertama, Syirik besar (Asy Syirkul Akbar), yaitu tindakan menyekutukan Allah dengan makhluk-
Nya. Dikatakan syirik besar karena dengannya seseorang tidak akan diampuni dosanya dan
tidak akan masuk surga. Allah berfirman, “Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa
mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan Dia mengampuni dosa yang selain dari syirik itu
bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah,
maka sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhnya” (An Nisaa’:116). Ilustarsi syirik besar ini
dibagi dua dimensi: dzahir dan khafiy. Yang zhahir bisa dicontohkan seperti menyembah
bintang, matahari, bulan, patung-patung, batu-batu, pohon-pohon besar, manusia (seperti
menyembah Fir’un, raja-raja, Budha, Isa ibn Maryam, malaikat, Jin dan Syetan. Sementara yang
khafiy bisa dicontohkan seperti meminta kepada orang-orang yang sudah mati dengan
keyakinan bahwa mereka bisa memenuhi apa yang mereka yakini, atau menjadikan seseorang
sebagai pembuat hukum, menghalalkan dan mengharamkan seperti Allah swt.

Kedua, syirik kecil (Asyirkul Ashghar), yaitu suatu tindakan yang mengarah kepada syirik, tetapi
belum sampai ketingkat keluar dari tauhid, hanya saja mengurangi kemurnian nya. Syirik
Ashghar ini juga dua dimensi: zhahir dan khafiy. Yang zhahir bisa berupa lafal (pernyataan) dan
perbuatan. (a) Yang berupa lafal contohnya: bersumpah dengan nama selain Allah dan
mengarah ke syirik, seperti pernyataan: demi Nabi, demi Ka’bah, demi Kakek dan Nenek dan
lain sebagainya. Dalam sebuah hadits Rasulullah saw. bersabda: man halafa bighirillahi faqad
kafara wa asyraka (siapa yang bersumpah dengan selain maka ia kafir dan musyrik) (HR.
Turmidzi no 1535). Termasuk lafal yang mengarah ke syirik pernyataan: kalau tidak karena
Allah dan si fulan niscaya ini tidak akan terjadi, atau memberikan nama seperti abdul ka’bah dan
lain sebagainya. (b) Adapun yang berupa perbuatan contohnya: mengalungkan jimat dengan
keyakinan bahwa itu bisa menyelamatkan dari mara bahaya dan sebagainya.

Adapun syirik Ashghar yang khafiy, biasanya berupa niat atau keinginan, seperti riya’ dan
sum’ah. Yaitu melakukan tindak ketaatan kepada Allah dengan niat ingin dipuji orang dan lain
sebagainya. Seperti menegakkan shalat dengan nampak khusyu’ karena sedang di samping
calon mertuanya, supaya dipuji sebagai orang saleh, padahal di saat shalat sendirian tidak
demikian. Riya’ adalah termasuk dosa hati yang sangat berbahaya. Sebab Islam sangat
memperhatikan perbuatan hati sebagai factor yang menentukan bagi baik tidaknya perbuatan
zhahir. Allah berfirman, “Hai orang-orang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala)
sedekahmu dengan menyebut-nyebut nya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang
yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah
dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah,
kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah dia bersih (tidak bertanah). Mereka tidak
menguasai sesuatupun dari apa yang mereka usahakan; dan Allah tidak memberi petunjuk
kepada orang-orang yang kafir” (Al-Baqarah:264). Dalam sebuah hadits Rasulullah saw.
bersabda: man samma’a sammallahu bihii, waman yraa’ii yraaillahu bihii (Siapa yang
menampakkan amalnya dengan maksud riya’ Allah akan menyingkapnya di hari Kiamat, dan
siapa yang menunjukkan amal shalehnya dengan maksud ingin dipuji orang, Allah
mengeluarkan rahasia tersebut di hari Kiamat (HR. Bukhari:288 dan Muslim no. 2987).

d) Bahaya-bahaya Syirik: Pertama, Syirik adalah kezhaliman yang nyata. Allah berfirman:
innasy syirka ladzlumun adziim (sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar
kezhaliman yang besar) (Luqman:13). Mengapa sebab dengan berbuat syirik seseorang telah
menjadikan dirinya sebagai hamba makhluk yang sama dengan dirinya, tidak berdaya apa-apa.

Kedua, Syirik merupakan sumber khurafat, sebab orang-orang yang meyakini bahwa selain
Allah seperti bintang, matahari, kayu besar dan lain sebagainya bisa memberikan manfaat atau
bahaya berarti ia telah siap melakukan segala khurafat dengan mendatangi para dukun,
kuburan-kuburan angker dan mengalungkan jimat di lehernya.
Ketiga, Syirik sumber ketakutan dan kesengsaraan, Allah berfirman, “Akan Kami masukkan ke
dalam hati orang-orang kafir rasa takut, disebabkan mereka mempersekutukan Allah dengan
sesuatu yang Allah sendiri tidak menurunkan keterangan tentang itu. Tempat kembali mereka
ialah neraka; dan itulah seburuk-buruk tempat tinggal orang-orang yang zhalim” (Ali Imran:151)

Keempat, Syirik merendahkan derajat kemanusiaan, Allah berfirman, “Barangsiapa


mempersekutukan sesuatu dengan Allah, maka adalah ia seolah-olah jatuh dari langit lalu
disambar oleh burung, atau diterbangkan angin ke tempat yang jauh” (Al-Hajj:31).

Kelima, syirik menghancurkan kecerdasan manusia, Allah berfirman, “Dan mereka menyembah
selain daripada Allah apa yang tidak dapat mendatangkan kemudaratan kepada mereka dan
tidak (pula) kemanfaatan, dan mereka berkata, “Mereka itu adalah pemberi syafaat kepada kami
di sisi Allah”. Katakanlah, “Apakah kamu mengabarkan kepada Allah apa yang tidak diketahui-
Nya baik di langit dan tidak (pula) di bumi?” Maha Suci Allah dan Maha Tinggi dari apa yang
mereka mempersekutukan (itu)” (Yunus:18).

Keenam, di akhirat nanti orang-orang musyrik tidak akan mendapatkan ampunan Allah, dan
akan masuk neraka selama-lamanya. Allah berfirman, “Sesungguhnya Allah tidak mengampuni
dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan Dia mengampuni dosa yang selain dari
syirik itu bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan (sesuatu)
dengan Allah, maka sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhnya” (An Nisaa’:116) Dalam
surat Al-Maidah:72, “Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah,
maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada
bagi orang-orang zhalim itu seorang penolong pun”.

e) Sebab-sebab Syirik: Ada beberapa sebab fundamental munculnya syirik: (a) Al-Jahlu
(kebodohan). Karenanya masyarakat sebelum datangnya Islam disebut dengan masyarakat
jahiliyah. Sebab mereka tidak tahu mana yang benar dan mana yang salah. Dalam kondisi yang
penuh dengan kebodohan itu, orang-orang cenderung berbuat syirik. Karenanya semakin
jahiliyah suatu kaum, bisa dipastikan kecenderungan berbuat syirik semakin kuat. Dan biasanya
di tengah masyarakat jahiliyah para dukun selalu menjadi rujukan utama. Mengapa, sebab
mereka bodoh, dan dengan kebodohannya mereka tidak tahu bagaimana seharusnya
mengatasi berbagai persoalan yang mereka hadapi. Ujung-ujungnya para dukun sebagai nara
sumber yang sangat mereka agungkan.

(b) dhu’ful iimaan (lemahnya iman). Seorang yang lemah imannya cenderung berbuat maksiat.
Sebab rasa takut kepada Allah tidak kuat. Lemahnya rasa takut akan dimanfaatkan oleh hawa
nafsu untuk menguasai dirinya. Ketika seseorang dibimbing oleh hawa nafsunya maka tidak
mustahil ia akan jatuh ke dalam perbuatan-perbuatan syirik, seperti memohon kepada pohonan
besar karena ingin segera kaya, datang ke kuburan para wali untuk minta pertolongan agar ia
dipilih jadi presiden atau selalu merujuk kepada para dukun untuk supaya penampilannya tetap
memikat hati banyak orang dan lain sebagainya.

(c) taqliid (taklid buta). Di dalam Al-Qur’an selalu digambarkan orang-orang yang menyekutukan
Allah dengan alasan karena mengikuti jejak nenek moyang mereka. Allah berfirman, “Dan
apabila mereka melakukan perbuatan keji, mereka berkata, “Kami mendapati nenek moyang
kami mengerjakan yang demikian itu, dan Allah menyuruh kami mengerjakannya. Katakanlah,
“Sesungguhnya Allah tidak menyuruh (mengerjakan) perbuatan yang keji.” Mengapa kamu
mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui?” (Al-A’raf:28). Dalam surat Al-
Baqarah:170, “Dan apabila dikatakan kepada mereka, “Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah,”
mereka menjawab, “(Tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari
(perbuatan) nenek moyang kami”. “(Apakah mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek
moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apapun, dan tidak mendapat petunjuk?” Dalam surat
Al-Maidah:104, “Apabila dikatakan kepada mereka, “Marilah mengikuti apa yang diturunkan
Allah dan mengikuti Rasul”. Mereka menjawab, “Cukuplah untuk kami apa yang kami dapati
bapak-bapak kami mengerjakannya”. Dan apakah mereka akan mengikuti juga nenek moyang
mereka walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui apa-apa dan tidak (pula)
mendapat petunjuk?
2. Al-Ilhaad (Menyimpang Dari Kebenaran)

Penggunaan istilah al ilhaad dalam Al-Qur’an: Al-Qur’an menggunakan istilah ilhaad di banyak
tempat, kadang berbentuk kosa kata yulhiduun sebagaimana berikut: Dalam surat Al-A’raf:

َ ُ‫ون فِي َأسْ مَاِئ ِه َسيُجْ َز ْو َن َما َكا ُنوا َيعْ َمل‬
‫ون‬ َ ‫َوهَّلِل ِ اَأْلسْ َما ُء ْالحُسْ َنى َف ْادعُوهُ ِب َها َو َذرُوا الَّذ‬
َ ‫ِين ي ُْل ِح ُد‬
Hanya milik Allah asma-ul husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaa-ul
husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut)
nama-nama-Nya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka
kerjakan. Dalam surat An Nahl 10:

ٌ‫ون ِإلَ ْي ِه َأعْ َجمِيٌّ َو َه َذا ل َِسانٌ َع َر ِبيٌّ م ُِبين‬ َ ُ‫َولَ َق ْد َنعْ لَ ُم َأ َّن ُه ْم َيقُول‬
َ ‫ون ِإ َّن َما ُي َعلِّ ُم ُه َب َش ٌر ل َِسانُ الَّذِي ي ُْل ِح ُد‬
Dan sesungguhnya Kami mengetahui bahwa mereka berkata, “Sesungguhnya Al-Qur’an itu
diajarkan oleh seorang manusia kepadanya (Muhammad)”. Padahal bahasa orang yang mereka
tuduhkan (bahwa) Muhammad belajar kepadanya bahasa `Ajam, sedang Al-Qur’an adalah
dalam bahasa Arab yang terang. Dalam surat Fushshilat:4:

َ ُ‫ار َخ ْي ٌر َأ ْم َمنْ َيْأتِي َءا ِم ًنا َي ْو َم ْالقِ َيا َم ِة اعْ َملُوا َما شِ ْئ ُت ْم ِإ َّن ُه ِب َما َتعْ َمل‬
‫ون بَصِ ي ٌر‬ ‫َأ‬
ِ ‫ون فِي َءا َيا ِت َنا اَل َي ْخ َف ْو َن َعلَ ْي َنا َف َمنْ ي ُْل َقى فِي ال َّن‬
َ ‫ِين ي ُْل ِح ُد‬
َ ‫ِإنَّ الَّذ‬
Sesungguhnya orang-orang yang mengingkari ayat-ayat Kami, mereka tidak tersembunyi dari
Kami. Maka apakah orang-orang yang dilemparkan ke dalam neraka lebih baik ataukah orang-
orang yang datang dengan aman sentosa pada hari kiamat? Perbuatlah apa yang kamu
kehendaki; sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.Kadang berbentuk kosa
kata ilhaad, Allah berfirman:

ُ ‫اس َس} َوا ًء ْال َع} اكِفُ فِي} ِه َو ْال َب}ا ِد َو َمنْ يُ}ر ْد فِي} ِه بِِإ ْل َح} ا ٍد ِب‬
ْ‫ظ ْل ٍم ُن ِذ ْق} ُه مِن‬ ِ ‫يل هَّللا ِ َو ْال َمسْ ِج ِد ْال َح َر ِام الَّذِي َج َع ْل َن}}اهُ لِل َّن‬
ِ ‫ُّون َعنْ َس ِب‬
َ ‫صد‬ َ ‫ِإنَّ الَّذ‬
ُ ‫ِين َك َفرُوا َو َي‬
ِ
‫ب َأل ٍِيم‬
ٍ ‫َع َذا‬
Sesungguhnya orang-orang yang kafir dan menghalangi manusia dari jalan Allah dan Masjidil
haram yang telah Kami jadikan untuk semua manusia, baik yang bermukim di situ maupun di
padang pasir dan siapa yang bermaksud di dalamnya melakukan kejahatan secara zhalim,
niscaya akan Kami rasakan kepadanya sebahagian siksa yang pedih (Al-Hajj:25) Dan kadang
berbentuk kosa kata multahadaa Allah berfirman:

‫ِّك اَل ُم َب ِّد َل لِ َكلِ َما ِت ِه َولَنْ َت ِجدَ مِنْ ُدو ِن ِه م ُْل َت َح ًدا‬ َ ‫َوا ْت ُل َما ُأوح َِي ِإلَ ْي‬
ِ ‫ك مِنْ ِك َتا‬
َ ‫ب َرب‬
Dan bacakanlah apa yang diwahyukan kepadamu, yaitu kitab Tuhan-mu (Al-Qur’an). Tidak ada
(seorang pun) yang dapat mengubah kalimat-kalimat-Nya. Dan kamu tidak akan dapat
menemukan tempat berlindung selain daripada-Nya (Al-Kahfi:27)

‫يرنِي م َِن هَّللا ِ َأ َح ٌد َولَنْ َأ ِجدَ مِنْ ُدو ِن ِه م ُْل َت َح ًدا‬


َ ‫قُ ْل ِإ ِّني لَنْ ُي ِج‬
Katakanlah, “Sesungguhnya aku sekali-kali tiada seorang pun yang dapat melindungiku dari
(azab) Allah dan sekali-kali tiada akan memperoleh tempat berlindung selain daripada-Nya” Al-
Jin:22).Arti al ilhaad menurut para ulama: Al-Farra’ mengatakan bahwa kata yulhiduun atau
yalhaduun artinya condong kepadanya. Imam Al-Harrani dari Ibn Sikkit mengatakan: al mulhid
artinya orang yang menyimpang dari kebenaran, dan memasukkan sesuatu yang lain
kepadanya. Dalam Lisanul Arab dikatakan: al ilhaad artinya menyimpang dari maksud yang
sebenarnya. Meragukan Allah juga termasuk ilhaad. Dikatakan juga bahwa setiap tindak
kezhaliman dalam bahasa Arab disebut ilhaad. Karenanya dalam sebuah riwayat dikatakan
bahwa monopoli makanan di tanah haram itu termasul ilhad. Ketika dikatakan laa tulhid fil
hayaati itu artinya jangan kau menyimpang dari kebenaran selama hidupmu.

Imam Ashfahani dalam bukunya mufradaat alfadhil Qur’an mengatakan bahwa kata al ilhaad
artinya menyimpang dari kebenaran. Dalam hal ini –kata Al-Ashfahani- ada dua makna:
Pertama, ilhad yang identik dengan syirik, bila ini dilakukan maka otomatis seseorang menjadi
kafir. Kedua, ilhad yang mendekati syirik, ini tidak membuat seseorang menjadi kafir, tetapi
setidaknya telah mengurangi kemurnian tauhid nya. Termasuk sikap ini apa yang digambarkan
dalam firman Allah:
‫ب َأل ٍِيم‬ ُ ‫َو َمنْ يُر ْد فِي ِه بِِإ ْل َحا ٍد ِب‬
ٍ ‫ظ ْل ٍم ُن ِذ ْق ُه مِنْ َع َذا‬ ِ
siapa yang bermaksud di dalamnya melakukan kejahatan secara zalim, niscaya akan Kami
rasakan kepadanya sebahagian siksa yang pedih (Al-Hajj:25).Dalam menafsirkan ayat

‫ون فِي َأسْ مَاِئ ِه‬


َ ‫ِين ي ُْل ِح ُد‬
َ ‫َو َذرُوا الَّذ‬
(dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-
nama-Nya), Imam Al-Ashfahani menyebutkan bahwa ada dua macam dalam ilhaad kepada
nama-nama Allah: (a) menyifati Allah dengan sifat-sifat yang tidak pantas disebut sebagai sifat
Allah (b) menafsirkan nama-nama Allah dengan makna yang tidak sesuai dengan
keagungannya (Lihat Mufradat Alfaadzul Qur’an h.737).

Hakikat Ilhad

berdasarkan keterangan di atas baik ditinjau dari segi bahasa maupun definisi yang
disampaikan para ulama nampak bahwa istilah ilhad digunakan untuk segala tindakan yang
menyimpang dari kebenaran. Jadi setiap penyimpangan dari kebenaran disebut ilhad. Tetapi
secara definitif ia lebih khusus digunakan untuk sikap yang menafikan sifat-sifat, nama-nama
dan perbuatan Allah. Dengan kata lain para mulhidun adalah mereka yang tidak percaya
adanya sifat-sifat, nama-nama dan perbuatan Allah.

Berbeda dengan kafir yang di dalamnya bisa berupa pengingkaran kepada Allah,
menyekutukan-Nya dan pengingkaran terhadap nikmat-nikmat-Nya. Sementara ilhad lebih
kepada pengingkaran sifat-sifat, nama-nama dan perbuatan Allah saja. Dari sini nampak bahwa
tidak setiap kafir ilhad. Karenanya –seperti dikatakan dalam buku Al-Furuuq Al-Lughawiyah-
orang-orang Yahudi dan Nasrani sekalipun mereka tergolong kafir, tetapi mereka tidak termasuk
mulhiduun. Tetapi setiap tindakan ilhad itu termasuk kafir.

Bahaya-bahaya ilhaad

Pertama, bahwa para ulama sepakat bahwa tauhid mempunyai tiga dimensi: (a) tauhid uluhiyah,
(b) tauhid rububiyah (c) tauhid asma’ dan sifat. Karena ilhad adalah tindakan menafikan sifat-
sifat, nama-nama dan perbuatan Allah maka dengan melakukan ilhad seseorang telah
menghapus satu dimensi dari dimensi tauhid yang sudah baku. Para ulama sepakat bahawa
mengingkari salah satu dari dimensi-dimensi tauhid adalah kafir. Karena itu orang-orang mulhid
tergolong orang kafir.

Kedua, bahwa dengan menafikan sifat-sifat dan nama-nama Allah berarti ia telah mengingkari
ayat-ayat Al-Qur’an yang menegaskan adanya nama-nama dan sifat-sifat Allah. Para ulama
sepakat bahwa mengingkari satu ayat dari ayat-ayat Al-Qur’an adalah kafir.

Ketiga, bahwa mengingkari perbuatan Allah berarti mengingkari segala wujud di alam ini
sebagai ciptaan-Nya. Bila ini yang diyakini berarti telah mengingkari kekuasaan Allah sebagai
Pencipta. Mengingkari kekuasaan Allah adalah kafir.

3. An Nifaaq (Wajahnya Islam, Hatinya Kafir)

Imam Al-Ashfahani menerangkan bahwa an nifaaq diambil dari kata an nafaq artinya jalan
tembus. Dalam surat Al-An’aam dikatakan:

‫ض َأ ْو ُسلَّمًا فِي ال َّس َما ِء َف َتْأ ِت َي ُه ْم ِبآ َي ٍة َولَ ْو َش }ا َء هَّللا ُ لَ َج َم َع ُه ْم َعلَى ْال ُه}}دَ ى َفاَل‬
ِ ْ‫ِي َن َف ًقا فِي اَأْلر‬
َ ‫ت َأنْ َت ْب َتغ‬
َ ْ‫ض ُه ْم َفِإ ِن اسْ َت َطع‬ َ ‫ان َكب َُر َعلَ ْي‬
ُ ‫ك ِإعْ َرا‬ َ ‫َوِإنْ َك‬
ْ
َ ‫َت ُكو َننَّ م َِن ال َجا ِهل‬
‫ِين‬
Dan jika perpalingan mereka (darimu) terasa amat berat bagimu, maka jika kamu dapat
membuat lubang di bumi atau tangga ke langit lalu kamu dapat mendatangkan mukjizat kepada
mereka, (maka buatlah). Kalau Allah menghendaki tentu saja Allah menjadikan mereka semua
dalam petunjuk, sebab itu janganlah kamu sekali-kali termasuk orang-orang yang jahil (Al-
An’aam:35). Orang Arab berkata: naafaqal yarbu’ binatang yarbu’ telah melakukan nifak, karena
ia masuk ke satu lubang lalu keluar dari lubang yang lain. Dalam pengertian ini kata an nifaaq
digunakan. Sebab orang-orang munafik ketika bertemu dengan orang-orang Islam mereka suka
menampakkan dirinya sebagai seorang muslim, sementara ketika bertemu dengan kawan-
kawan mereka sesama kafir, mereka kembali lagi ke wajah mereka yang asli, sebagai orang-
orang kafir. Karenanya Allah berfirman, “Sesungguhnya orang-orang munafik itulah orang-orang
yang fasik” (At Taubah:67).

Ciri-ciri orang munafik:

Di pembukaan surat Al-Baqarah setelah menceritakan ciri-ciri orang-orang beriman dan ciri-ciri
orang-orang kafir, Allah lalu menceritakan ciri-ciri orang-orang munafik secara panjang lebar.
Ringkasnya sebagai berikut: (a) Di mulut mereka mengatakan beriman kepada Allah dan hari
Kiamat, sementara hati mereka kafir (lihat Al-Baqarah:8-10) (b) Ketika dikatakan kepada mereka
agar jangan berbuat kerusakan, mereka mengaku berbuat baik(lihat Al-Baqarah:11-12). (c)
Ketika bertemu dengan orang-orang beriman mereka menampakkan keimanan, tetapi ketika
kembali ke kawan-kawan mereka sesama syaitan mereka kembali kafir. (d) Ibarat orang
berbisnis mereka sedang membeli kekafiran dengan keimanan. Sebab setiap saat wajah
mereka berganti-ganti tergantung dengan siapa mereka pada saat itu sedang bersama-sama.
(e) Ibarat pejalan dalam kegelapan, setiap kali mereka menyalakan obor, seketika obor itu
padam kembali. (d) Ibarat orang-orang yang ketakutan mendengarkan petir saat hujan turun,
mereka selalu menutup telinga karena takut kebenaran yang disampaikan Rasulullah saw.
Masuk ke hati mereka.

Penutup

Demikianlah hal-hal yang merusak kemurnian tauhid (baca: menghancurkan makna dua kalimat
syahadat), yang secara singkat setidaknya ada tiga: Syirik, ilhaad dan nifaq. Masing-masing dari
komponen tersebut mempunyai tujuan sendiri, hanya saja syirik lebih mengarah kepada sikap
menyekutukan Allah, sementara ilhad lebih mengarah kepada sikap menafikan sifat, asma dan
perbuatan Allah. Adapun nifaq lebih mengarah kepada penampilan dengan wajah dua. Tetapi
ujung-ujungnya adalah kekafiran. Wallahu a’lam bishshawab.

Anda mungkin juga menyukai