Disusun Oleh :
Ghina Husnul Chotimah (16102152)
Bank lippo merupakan bank konvensional yang menarik dana publik melalui tabungan dan
deposito. Melalui kredit yang di berikan , dana yang ada digunakan untuk membiayai investasi di
perusahaan afiliasi. Perusahaan afiliasi adalah perusahaan yang di kendalikan dari perusahaan lain
karena memiliki kepemilikan / kepentingan ataupun pemegang saham yang sama.
Pada tahun 2002, Bank Lippo melakukan pemalsuan Laporan Keuangan 30 September 2002
dengan membuat laporan keuangan ganda yang berbeda dengan laporan keuangan yang di
publikasikan di publik dan di BEJ.
Dampak dari skandal Bank Lippo ini , nilai saham Bank Lippo di pasar modal menjadi turun
dari Rp.70 / lembar saham menjadi Rp. 25 / lembar saham. Dalam hal ini yang dirugikan adalah
investor yang sudah menanamkan modal di bank Lippo dan terutama yang merasakan rugi besar
adalah pemerintah sebagai pemilik saham mayoritas.
Karena terjadinya penurunan nilai saham ini Bank Lippo menjadi tertekan dan akhirnya
pada tahun 2008 PT Bank Lippo Tbk melakukan merger dengan PT Bank Niaga Tbk. Bank hasil
merger inipun dinamakan PT CIMB Niaga Tbk. Nama baru hasil merger Bank Niaga dan Bank
Lippo kemudian dikenal sebagai PT Bank CIMB Niaga Tbk.
Berdasarkan kejadian inilah kami mengangkat judul “MERGER SEBAGAI BENTUK
PENYELESAIAN SKANDAL BANK LIPPO” . sebagai langkah konkret yang dapat dilakukan
oleh Bank Lippo.
II. Deskiripsi
Unsur-unsur dalam pasal 93 Undang-undang Pasar Modal tersebut adalah sebagai berikut :
Di dalam kasus PT. Lippo Bank Tbk tersebut mengandung 3 (tiga) unsur dari pasal 93
Undang-Undang Pasar Modal.Pertama, tindakan tersebut mempengaruhi harga Efek di Bursa
Efek.
Dari fakta menunjukan bahwa tindakan PT. Bank Lippo Tbk dengan memberikan informasi
yang menyesatkan pada laporan keuangan per 30 September 2002 telah menimbulkan
ketidakpastian di masyarakat sehingga mempengaruhi harga Efek diBursa.Saham PT. Lippo Bank
Tbk pun mengalami fluktuasi yang tajam disebabkan oleh missleading information tersebut.
Akan tetapi, Hasil pemeriksaan Bapepam menunjukan bahwa laporan keuangan PT. Bank
Lippo Tbk per 30 September 2002 yang diiklankan pada tanggal 28 November 2002 adalah
laporan keuangan yang tidak diaudit meskipun angka-angkanya sama seperti yang tercantum
dalam Laporan Auditor Independen. Hal ini menunjukan bahwa pernyataan atau keterangan yang
diberikan oleh pihak manajemen PT. Bank Lippo Tbk dalam laporan tersebut secara material tidak
benar atau menyesatkan.
Ketiga, pihak yang bersangkutan mengetahui atau sepatutnya mengetahui bahwa pernyataan
atau keterangan tersebut secara material tidak benar atau menyesatkan atau tidak cukup berhati-
hati dalam menentukan kebenaran material dari pernyataan atau keterangan tersebut.
Pencantuman kata “audited” pada Laporan Keuangan PT. Bank Lippo Tbk per 30 September
2002 membawa implikasi pada perhitungan akun-akun didalamnya yang terlihat baik namun
sesungguhnya bukan keadaan yang sebenarnya. Laporan keuangan yang disampaikan ke publik
tanggal 28 November 2002 mencatat total aktiva per 30 September 2002 sebesar Rp. 24,185 triliun,
laba tahun berjalan sebesar Rp. 98,77 miliar dan CAR sebesar 24,77%.
Sekilas dengan membaca laporan ini, Investor melihat bahwa kinerja perusahaan berjalan
dengan bagus. Dengan demikian keputusan-keputusan yang diambil investor akan menguntungkan
perusahaan misalnya Investor melakukan pembelian saham Lippo secara besar-besaran.
Hal ini tentunya merugikan Investor sebab dengan dasar informasi yang salah maka
keputusan yang diambilnya juga tidak tepat. Keadaan yang sebenarnya adalah sebagaimana
Laporan Keuangan per 30 September yang disampaikan ke BEJ tanggal 27 Desember 2002 yang
sudah diaudit oleh KAP Prasetyo, Sarwoko dan Sandjaja dimana total aktiva per 30 September
2002 sebesar Rp. 22,8 triliun, rugi bersih sebesar Rp. 1,273 triliun dan CAR sebesar 4,23%.
IV. Kesimpulan dan Saran
A. Kesimpulan
Skandal Bank Lippo ini berupa pemalsuan laporan keuangan yang berbeda dengan yang
dilaporkan di publik dan di BEJ. Kelembekan sikap otoritas bursa dalam menyelesaikan masalah
Bank Lippo ini diduga karena adanya orang kuat yang menjadi dewan komisaris di Bank Lippo.
Dari kasus ini terlihat ke tidak profesionalan BEJ, BPPN, dan manajemen Bank Lippo itu
sendiri. Mereka pun terbukti melakukan pelanggaran hukum atas Pasal 93 Undang Undang Pasar
Modal. Pelanggaran hukum ini terjadi karena sistem yang ada dalam dalam laporan keuangan yang
cukup rumit dan rentan menghadirkan kelalaian dari pihak pelaku pasar modal.
B. Saran
Berdasarkan kasus ini, sebuah perusahaan hendaklah mengambil hikmah atas kejadian ini.
Mereka perlu bercermin untuk memperbaiki manajemen, sistem pada laporan keuangan dan
meningkatkan pengawasan dalam perusahaan atau organisasinya agar tindak kecurangan dapat
diminimalisir. Selain itu peran pemerintah juga sangat diperlukan dalam proses pelaksanaan dan
pengawasan, terutama bagi perusahaan yang dipegang oleh negara agar kerugian negara juga dapat
diminimalisir.