Anda di halaman 1dari 7

Etika Bisnis dan Etika Profesi Akuntansi

Kasus Etika Profesi Akuntansi : Bank Lippo

Disusun Oleh :
Ghina Husnul Chotimah (16102152)

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


JURUSAN AKUNTANSI KARYAWAN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS TRILOGI
I. Latar Belakang

Bank lippo merupakan bank konvensional yang menarik dana publik melalui tabungan dan
deposito. Melalui kredit yang di berikan , dana yang ada digunakan untuk membiayai investasi di
perusahaan afiliasi. Perusahaan afiliasi adalah perusahaan yang di kendalikan dari perusahaan lain
karena memiliki kepemilikan / kepentingan ataupun pemegang saham yang sama.

Pada tahun 2002, Bank Lippo melakukan pemalsuan Laporan Keuangan 30 September 2002
dengan membuat laporan keuangan ganda yang berbeda dengan laporan keuangan yang di
publikasikan di publik dan di BEJ.

Dampak dari skandal Bank Lippo ini , nilai saham Bank Lippo di pasar modal menjadi turun
dari Rp.70 / lembar saham menjadi Rp. 25 / lembar saham. Dalam hal ini yang dirugikan adalah
investor yang sudah menanamkan modal di bank Lippo dan terutama yang merasakan rugi besar
adalah pemerintah sebagai pemilik saham mayoritas.
Karena terjadinya penurunan nilai saham ini Bank Lippo menjadi tertekan dan akhirnya
pada tahun 2008 PT Bank Lippo Tbk melakukan merger dengan PT Bank Niaga Tbk. Bank hasil
merger inipun dinamakan PT CIMB Niaga Tbk. Nama baru hasil merger Bank Niaga dan Bank
Lippo kemudian dikenal sebagai PT Bank CIMB Niaga Tbk.
Berdasarkan kejadian inilah kami mengangkat judul “MERGER SEBAGAI BENTUK
PENYELESAIAN SKANDAL BANK LIPPO” . sebagai langkah konkret yang dapat dilakukan
oleh Bank Lippo.
II. Deskiripsi

A. SEJARAH BERDIRINYA BANK LIPPO


Sejarah Grup Lippo bermula ketika Mochtar Riady yang memiliki nama Tionghoa, Lie
Mo Tie membeli sebagian saham di Bank Perniagaan Indonesia milik Haji Hasyim
Ning pada1981. Waktu dibeli, aset bank milik keluarga Hasyim telah merosot menjadi hanya
sekitar Rp 16,3 miliar. Mochtar sendiri pada waktu itu tengah menduduki posisi penting
di Bank Central Asia, bank yang didirikan oleh keluarga Liem Sioe Liong. Ia bergabung
dengan BCA pada 1975 dengan meninggalkan Bank Panin.
Di BCA, Mochtar mendapatkan share sebesar 17,5 persen saham dan menjadi orang
kepercayaan Liem Sioe Liong. Aset BCA ketika Mochtar Riady bergabung hanya Rp 12,8
miliar. Mochtar baru keluar dari BCA pada akhir 1990 dan ketika itu aset bank tersebut sudah
di atas Rp5 triliun.
Bergabung dengan Hasyim Ning membuat ia bersemangat. Pada 1987, setelah ia
bergabung, aset Bank Perniagaan Indonesia melonjak naik lebih dari 1.500 persen menjadi
Rp257,73 miliar. Hal ini membuat kagum kalangan perbankan nasional.Ia pun dijuluki
sebagai The Magic Man of Bank Marketing.
Dua tahun kemudian, pada 1989, bank ini melakukan merger dengan Bank Umum
Asia dan semenjak saat itu lahirlah Lippobank. Inilah cikal bakal Grup Lippo.

B. SKANDAL BANK LIPPO


Semenjak didirikan Bank Lippo berkembang sangat pesat hal ini dibuktikan
dengan pencapaian mereka yang menempati posisi ke sembilan sebagai pemilik nilai aset
terbanyak di Indonesia.
Kasus Lippo bermula pada tahun 2002, Bank Lippo melakukan pemalsuan Laporan
Keuangan 30 September 2002 dengan membuat laporan keuangan ganda yang berbeda
dengan laporan keuangan yang di publikasikan di publik dan di BEJ. Hal ini terjadi ketika
sedang terjadi krisis dan Bank Sentral yang dalam hal ini Bank Indonesia ( BI ) melakukan
uji Batas Maksimum Pemberian Kredit ( BMPK ). BI melihat apakah bank – bank yang ada
melanggar batas maksimum pemberian kredit kepada perusahaan afiliasi atau tidak.
Mendengar hal ini Bank LIPPO pun bergerak cepat dan melakukan pengambilan alih AYDA
( Agunan / Aset yang di ambil alih ) yang berupa surat – surat berharga di perusahaan afiliasi
sehingga kredit yang ada menjadi terlihat lunas dan terhapus dari pembukuan.
Menejemen Bank Lippo menyebutkan bahwa menurut peraturan BI tidak ada aset yang
tercatat dibuku yang merupakan afiliasi dengan pinjaman Grup, nyatanya dari laporan
keuangan Bank Lippo tahun 1998 menjelaskan bahwa AYDA adalah surat surat berharga
yang meliputi saham PT. Lippo Karawaci Tbk., PT. Lippo Cikarang Tbk., PT. Lippo
Securities Tbk., PT. Bukit Sentul Tbk., PT. Hotel Prapatan Tbk., PT. Matahari Putra Perkasa
Tbk., PT. Pania Insurance Tbk.
Bank Lippo melaporkan laporan keuangan periode 28 November 2002 ke publik dengan
Aktiva berjumlah 24 Triliun rupiah dan Laba bersih sebesar 98 miliar rupiah, sedangkan BEJ
mencatat total aktiva 22,8 triliun rupiah dengan rugi bersih 1,3 triliun rupiah.

C. DAMPAK SKANDAL BANK LIPPO


Perbedaan laporan keuangan itu segera memunculkan kontroversi dan polemik. Hal ini
juga sampai ketelinga para investor yang kemudian menyebabkan hilangnya kepercayaan
para Investor untuk menanamkan modal dan sahamnya kepada Bank Lippo.
Ironisnya, sejauh ini belum ada pernyataan dan tindakan tegas dari Bapepam atau BEJ.
Otoritas bursa seolah-olah menganggap sepi masalah itu. Bahkan beberapa waktu lalu salah
satu direksi BEJ menyatakan tidak ditemukan pelanggaran dalam transaksi Bank Lippo di
BEJ.
Penjelasan itu tentu sulit diterima akal sehat karena sangat tidak logis manajemen secara
sengaja melakukan transaksi untuk menurunkan harga sahamnya. Logika awam menyatakan
itu mustahil terjadi. Karena, biasanya pemegang saham selalu berusaha meningkatkan nilai
dan harga sahamnya di pasar.
Kelembekan sikap otoritas bursa juga menimbulkan kecurigaan bahwa mereka tidak
berani bertindak tegas karena ada beberapa "orang kuat" yang menjadi komisaris di
perusahaan tersebut.
Karena tidak adanya tindakan dari Bapepam atau BEJ dan semakin terpuruknya Bank
Lippo, akhirnya pemilik terbesar saham Bank Lippo yaitu Khazanah turun tangan dan
memutuskan untuk menyetujui dilakukannya merger dengan Bank CIMB Niaga.
III. Landasan Hukum
Dari kronologi kasus yang telah di uraikan di bab sebelumnya atas kasus laporan keuangan
PT. Bank Lippo Tbk per 30 september 2002 yang disampaikan ke publik per 28 november 2002,
Bank Lippo telah melakukan pelanggaran pasal 93 Undang-undang Pasar Modal.
Yang dimana dalam pasal 93 Undang–undang Pasar Modal menyebutkan bahwa setiap
pihak dilarang dengan cara apapun, membuat pernyataan atau memberikan keterangan yang
secara material tidak benar atau menyesatkan sehingga mempengaruhi harga efek di Bursa Efek
apabila pada saat pernyataan di buat atau keterangan diberikan :
1) Pihak yang bersangkutan mengetahui atau sepatutnya mengetahui bahwa pernyataan atau
keterangan tersebut secara material tidak benar atau menyesatkan; atau
2) Pihak yang bersangkutan tidak cukup berhati-hati dalam menentukan kebenaran material
dan pernyataan atau keterangan tersebut.

Unsur-unsur dalam pasal 93 Undang-undang Pasar Modal tersebut adalah sebagai berikut :

1) Tindakan tersebut mempengaruhi harga efek di bursa efek


2) Setiap pihak dilarang dengan cara apapun, membuat pernyataan atau memberikan
keterangan yang secara material tidak benar atau menyesatkan
3) Pihak yang bersangkutan mengetahui atau sepatutnya mengetahui bahwa pernyataan atau
keterangan tersebut secara material tidak benar atau menyesatkan atau tidak cukup berhati-
hati dalam menentukan kebenaran material pernyataan atau keterangan tersebut.

Di dalam kasus PT. Lippo Bank Tbk tersebut mengandung 3 (tiga) unsur dari pasal 93
Undang-Undang Pasar Modal.Pertama, tindakan tersebut mempengaruhi harga Efek di Bursa
Efek.

Dari fakta menunjukan bahwa tindakan PT. Bank Lippo Tbk dengan memberikan informasi
yang menyesatkan pada laporan keuangan per 30 September 2002 telah menimbulkan
ketidakpastian di masyarakat sehingga mempengaruhi harga Efek diBursa.Saham PT. Lippo Bank
Tbk pun mengalami fluktuasi yang tajam disebabkan oleh missleading information tersebut.

Terlihat bahwa akibat laporan keuangan yang diterbitkan tersebut menggerakkan


harga.Bahkan, tidak semata-mata berdampak pada saham PT Bank Lippo, tbk semata, tetapi juga
bursa efek secara keseluruhan.
Kedua, setiap Pihak dilarang dengan cara apapun, membuat pernyataan atau memberikan
keterangan yang secara material tidak benar atau menyesatkan. Dalam kasus tersebut ditemukan
fakta sebagai berikut bahwa dalam Laporan Keuangan per 30 September 2002 yang diiklankan di
media massa pada tanggal 28 November 2002, Manajemen PT. Bank Lippo Tbk menyatakan
bahwa Laporan Keuangan tersebut disusun berdasarkan Laporan Keuangan Konsolidasi yang telah
diaudit oleh KAP Prasetyo, Sarwoko dan Sandjaja dengan opini Wajar Tanpa Pengecualian.

Akan tetapi, Hasil pemeriksaan Bapepam menunjukan bahwa laporan keuangan PT. Bank
Lippo Tbk per 30 September 2002 yang diiklankan pada tanggal 28 November 2002 adalah
laporan keuangan yang tidak diaudit meskipun angka-angkanya sama seperti yang tercantum
dalam Laporan Auditor Independen. Hal ini menunjukan bahwa pernyataan atau keterangan yang
diberikan oleh pihak manajemen PT. Bank Lippo Tbk dalam laporan tersebut secara material tidak
benar atau menyesatkan.

Ketiga, pihak yang bersangkutan mengetahui atau sepatutnya mengetahui bahwa pernyataan
atau keterangan tersebut secara material tidak benar atau menyesatkan atau tidak cukup berhati-
hati dalam menentukan kebenaran material dari pernyataan atau keterangan tersebut.

Pencantuman kata “audited” pada Laporan Keuangan PT. Bank Lippo Tbk per 30 September
2002 membawa implikasi pada perhitungan akun-akun didalamnya yang terlihat baik namun
sesungguhnya bukan keadaan yang sebenarnya. Laporan keuangan yang disampaikan ke publik
tanggal 28 November 2002 mencatat total aktiva per 30 September 2002 sebesar Rp. 24,185 triliun,
laba tahun berjalan sebesar Rp. 98,77 miliar dan CAR sebesar 24,77%.

Sekilas dengan membaca laporan ini, Investor melihat bahwa kinerja perusahaan berjalan
dengan bagus. Dengan demikian keputusan-keputusan yang diambil investor akan menguntungkan
perusahaan misalnya Investor melakukan pembelian saham Lippo secara besar-besaran.

Hal ini tentunya merugikan Investor sebab dengan dasar informasi yang salah maka
keputusan yang diambilnya juga tidak tepat. Keadaan yang sebenarnya adalah sebagaimana
Laporan Keuangan per 30 September yang disampaikan ke BEJ tanggal 27 Desember 2002 yang
sudah diaudit oleh KAP Prasetyo, Sarwoko dan Sandjaja dimana total aktiva per 30 September
2002 sebesar Rp. 22,8 triliun, rugi bersih sebesar Rp. 1,273 triliun dan CAR sebesar 4,23%.
IV. Kesimpulan dan Saran

A. Kesimpulan
Skandal Bank Lippo ini berupa pemalsuan laporan keuangan yang berbeda dengan yang
dilaporkan di publik dan di BEJ. Kelembekan sikap otoritas bursa dalam menyelesaikan masalah
Bank Lippo ini diduga karena adanya orang kuat yang menjadi dewan komisaris di Bank Lippo.
Dari kasus ini terlihat ke tidak profesionalan BEJ, BPPN, dan manajemen Bank Lippo itu
sendiri. Mereka pun terbukti melakukan pelanggaran hukum atas Pasal 93 Undang Undang Pasar
Modal. Pelanggaran hukum ini terjadi karena sistem yang ada dalam dalam laporan keuangan yang
cukup rumit dan rentan menghadirkan kelalaian dari pihak pelaku pasar modal.

B. Saran
Berdasarkan kasus ini, sebuah perusahaan hendaklah mengambil hikmah atas kejadian ini.
Mereka perlu bercermin untuk memperbaiki manajemen, sistem pada laporan keuangan dan
meningkatkan pengawasan dalam perusahaan atau organisasinya agar tindak kecurangan dapat
diminimalisir. Selain itu peran pemerintah juga sangat diperlukan dalam proses pelaksanaan dan
pengawasan, terutama bagi perusahaan yang dipegang oleh negara agar kerugian negara juga dapat
diminimalisir.

Anda mungkin juga menyukai