Anda di halaman 1dari 21

Modul Etika Profesi Akuntansi Akuntansi-SI

PERTEMUAN 5:
PENYAJIAN DAN PEMBAHASAN KASUS: LAPORAN
GANDA BANK LIPPO

A. TUJUAN PEMBELAJARAN
5.1 Mampu mengidentifikasi penyebab dan permasalahan etika dalam kasus
yang dibahas.

B. URAIAN MATERI
Kontroversi

Bank Lippo dan Kelompok Usaha Lippo berhasil tumbuh dan berkembang
menjadi salah satu bank dan konglomerat terkemuka di Indonesia dalam tempo
yang relatif singkat. Namun demikian, keberhasilan yang mengesankan ini diikuti
pula oleh beberapa catatan kontroversi yang terjadi pada bank dan kelompok
usaha ini.

Kontroversi awal dari kelompok usaha Lippo ini bersumber dari strategi Lippo
untuk mengembangkan usahanya dengan memanfaatkan akuisisi internal. Akuisisi
internal merupkan strategi yang populer dilakukan oleh kelompok konglomerat
sejak tahu 1991 di mana perusahaan-perusahaan dalam kelompok usaha yang
sama saling melakukan akuisisi (cross holding) dengan harga yang ditetapkan
secara internal untuk perusahaan yang tidak tercatat di bursa atau menggunakan
harga pasar yang telah direkayasa untuk perusahaan tercatat. Tren akuisisi internal
terjadi karena belum ada peraturan pasar modal yang membatasi strategi tersebut.
Konglomerat memanfaatkan akuisisi internal sebagai strategi pertumbuhannya
karena dengan akuisisi internal, perusahaan dalam satu grup dapat meningkatkan
permodalannya sekaligus memperkuat kekuatannya untuk membuat utang.
Dengan akuisisi, perusahaan dapat mengeluarkan sejumlah saham baru sehingga
kembali mendapat agio. Agio ini kemudian dapat dijadikan saham bonus.

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 43


Modul Etika Profesi Akuntansi Akuntansi-SI

Lippo memulai rekayasa akuisisi internal pada pertengahan tahun 1992 melalui
Lippo Pasific Finance (LPF) yang sudah terdaftar di BEJ sebelum Bank Lippo.
LPF melakukan akuisisi internal terhadap kepemilikan keluarga Mochtar Riady di
enam perusahaan dalam Kelompok Usaha Lippo, yaitu Bank Lippo, Lippo Life,
Lippo Land, Lippo Industries, Multipolar, dan Orient Pride Leasing. Dari akuisisi
internal ini, Lippo berhasil memperoleh dana sebesar Rp 257 miliar dan
meningkatkan aset LPF, 25 kali lipat, dari 129 miliar menjadi Rp 3,4 triliun.
Akuisisi internal yang dilakukan oleh LPF tersebut menduduki peringkat ketiga
pada saat itu, dilihat dari jumlah perusahaan yang diakuisisi dan dan yang
dilibatkan, setelah akuisisi internal yang dilakukan oleh Indocement dan Japfa.

Tiga tahun kemudian, pada tahun 1996, Lippo kembali melakukan restrukturisasi
kepemilikannya di tiga perusahaan, yaitu Lippo Securities, Lippo Life, dan Bank
Lippo melalui sejumlah transaksi rekayasa akuisisi internal. Setelah itu, berkali-
kali kelompok usaha Lippo menggelar aksi penambahan modal melalui penerbitan
saham baru. Akibatnya, di kalangan pasar modal, anak-anak perusahaan
kelompok usahan Lippo dikenal black hole, istilah untuk makhluk yang sellau
rakus menyedot dana publik.

Setelah terjadi krisis ekonomi pada tahun 1998, lebih banyak lagi terjadi
kontroversi pada kelompok usaha Lippo. Kontroversi pertama adalah masuknya
Bank Lippo dalam kelompok pertama program rekapitalisasi yang diumumkan
pada bulan Februari 1999. Pada program rekapitalisasi kelompok pertama ini,
pemerintah akan memberikan penyertaan sebesar Rp 4,26 triliun kepada dua belas
bank yang terdiri atas sepuluh bank pembangunan daerah dan dua bank swasta
nasional. Satu dari dua bank swasta nasional tersebut adalah Bank Lippo yang
akan memperoleh dana rekapitalisasi sebesar Rp 3,75 triliun atau hampir 90% dari
dana yang disediakan. Program rekapitalisasi ini diikat dalam suatu perjanjian
investasi, manajemen, dan kinerja (IMK) yang memberikan keuntungan bagi
kelompok usaha Lippo sebagai pemilik Bank Lippo, yaitu tidak dilarang untuk
tetap terlibat dalam pengelolaan bank dan dapat memiliki kembali bank.

Masuknya Bank Lippo ke dalam kelompok pertama ini menjadi pertanyaan


karena banyak yang berpendapat seharusnya pemerintah lebih mengutamakan

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 44


Modul Etika Profesi Akuntansi Akuntansi-SI

bank pemerintah. Pada akhir bulan Desember 1998, Bank lippo telah melakukan
hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD) dan menghasilkan Rp 950 miliar
atau 20% dari kebutuhan tambahan modal yang sebesar Rp 4,75 triliun. Dengan
tambahan modal sebesar 20% dari total kebutuhan tambahan modal, Bank Lippo
telah memenuhi syarat untuk mengikuti program rekapitulasi. Kontroversi terjadi
karena Bank Lippo telah melakukan penambahan modal melalui HMETD ini
sebelum ada ketentuan apa pun mengenai program rekapitulasi termasuk
persyaratan tambahan modal sebesar 20% yang jumlahnya sesuai dengan
penambahan modal yang telah dilakukan.

Kontroversi yang terkait dengan Bank Lippo ini ternyata berlanjut karena hasil
audit bulan April 1999 menunjukkan bahwa Bank Lippo membutuhkan tambahan
dana yang lebih besar, yaitu sebesar Rp 8,7 triliun. Sementara itu, pemerintah
belum melakukan penyetoran modal sebagaimana yang telah diputuskan
sebelumnya. Bank Lippo lalu menyiapkan penerbitan saham baru tahap kedua
untuk memenuhi persyaratan mengikuti program rekapitulasi. Namun, pada saat
proses penawaran disiapkan, pemerintah menyetorkan dana sebesar Rp 7,7 triliun.
Dengan masuknya tambahan modal dari penerbitan saham baru maka Bank Lippo
memperoleh kelebihan dana sebesar Rp 2,9 triliun yang seharusnya segera
dikembalikan kepada pemerintah. Namun, Bank Lippo baru mengembalikannya
pada bulan Maret 2000 sebesar Rp 1,67 triliun, sedangkan sisanya digunkaan
untuk menutupi negative spread yang terjadi antara bulan Maret 1999 sampai
dengan bulan Juli 1999.

Kontroversi kedua terjadi ketika kelompok usaha Lippo mengubah nama PT


Lippo Life yang bergerak dalam bidang asuransi jiwa menjadi PT Lippo e-Net.
Selama periode Januari-Februari 2000, Lippo e-Net menerbitkan sembilan rilis
pers (press release) terutama yang menyangkut perubahan bisnis inti dari asuransi
ke internet dan adanya dana segar sebesar Rp 2 triliun untuk membiayai
perubahan ini. Rilis pers ini sebagian terdapat terdapat informasi yang kurang
tuntas dan kurang didukung fakta. Selanjutnya, bersamaan dengan penerbitan rilis
pers, perusahaan dalam kelompok usaha Lippo lainnya, yaitu PT Lippo Securities,
aktif mentransaksikan saham Lippo e-Net, Lippo Securities, dan beberapa

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 45


Modul Etika Profesi Akuntansi Akuntansi-SI

pegawai dari Lippo Securities, Ciptadana, dan Intan Artha Pratama memperoleh
sanksi dari Bapepam.

Kontroversi ketiga menyangkut dua perusahaan Lippo, yaitu Pt Multipolar dan PT


Broadband Multimedia. Pt Multipolar memberikan depositonya sebesar US$ 2
juta dan Rp 17,3 miliar sebagai jaminan kredit PT Broadband Multimedia di Bank
Lippo dan deposito sebesar US$ 0,3 juta untuk jaminan pinjaman di Bank
Mayapada. Penjaminan ini diberikan tanpa persetujuan Rapat Umum Pemegang
Saham (RUPS), baik pada PT Multipolar maupun pada PT Broadband
Multimedia. Kedua perusahaan ini mendapat sanksi dari Bapepam.

Kontroversi lainnya adalah tuduhan pemerintah AS kepada James Riady yang


telah melakukan pelanggaran ketentuan dana kampanye untuk kepentingan
pencalonan Bill Clinton pada pemilihan presiden tahun 1992 dan 1996. Selain itu,
James juga dituduh telah melakukan spionase bisnis dan korupsi. Pelanggaran ini
terungkap berdasarkan penyelidikan Gugus tugas Pendanaan Kampanye yang
dibentuk oleh Jaksa Agung Janet Reno. James Riady menccoba untuk bertahan
dengan menyatakan tidak bersalah. Namun pada tanggal 12 Januari 2001, ia
mengaku bersalah dan menandatangani plea agrement dengan Depertemen
Kehakiman Amerika Serikat. Dalam kesepakatan itu, James hanya dikenai satu
tuduhan pelanggaran ketentuan dana kampanye.

Di Balik Laporan Ganda

Dalam tulisan-tulisannya yang dianggap mencemarkan nama baik, Lin Che Wei
mengungkapkan bahwa Laporan Ganda Bank Lippo hanyalah bagian kecil dari
rangkaian manuver yang dilakukan oleh Bank Lippo dan Kelompok Usaha Bank
Lippo untuk meguasai kembali aset mereka dengan harga murah yang
mengakibatkan pemerintah harus menanggung kerugian besar.

Permasalahan laporan keuangan ganda Bank Lippo bersumber dari penurunan


nilai aset yang diambil alih (AYDA) dan dapat ditelusuri mulai pada asaar adet
diambil alih pada tahun 1998. Menjelang rekapitalisasi, Bank Lippo melakukan
pengambilalihan atas aset yang dijaminkan. Pada prospektus penawaran umum
terbatas saham Bank Lippo keempat pada bulan Juni 1999 disebutkan bahwa

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 46


Modul Etika Profesi Akuntansi Akuntansi-SI

hingga akhir tahun 1998 kredit bermasalah Bank Lippo mencapai 84,88%.
Sebelum direkapitalisasi, Bank Lippo melakukan pengambilalihan jaminan
(foreclosure) atas kredit bermasalah tersebut. Aset yang diambil alih sekitar Rp
2,4 triliun. Dengan menyita jaminan maka pada nerasa Bank Lippo sudah bersih
dari kredit bermasalah. Pembersihan neraca ini membebaskan Bank Lippo dari
kewajiban menyelesaikan permasalahan Batas Maksimum pemberian Kredit
(BMPK) yang menjadi prasyarat rekapitalisasi sekaligus menghindari
pemeriksaan BI yang berisiko untuk menjadikan pengelola bank sebagai daftar
orang terlarang (DOT). Strategi penyitaan ini memungkinkan kelompok usaha
Lippo serta memungkinkan kelompok usaha Lippo untuk membeli kembali saham
Bank Lippo.

Upaya kelompok usaha Lippo untuk memperoleh kembali AYDA dirintis pada
tahun Agustus 2000. Pada saat itu, dilakukan pengalihan OREO (Other Real
Estate Owned), yang merupakan bagian dari AYDA, senilai Rp 1,2 triliun kepada
Pasific Growth Recovery Fund Ltd., sebuah perusahaan yang berbasis di
Kepulauan Cayman dengan memberikan potongan sebesar 20% dan sisanya
dicicil. Direktur Bank Lippo, Eddi Handoko, mengakui bahwa 40% saham Pasific
Growth Recovery Fund Ltd., tersebut dimiliki oleh kelompok usaha Lippo.
Penjualan ini dilakukan tanpa persetujuan RUPS. Setahun kemudian, transaksi ini
dibatalkan oleh BPPN dengan alasan penjualan tersebut tidak menghasilkan dana
yang masuk ke Bank Lippo.

Upaya untuk memperoleh kembali AYDA dilakukan kembali pada bulan Oktober
2002, pada saat manajemen Bank Lippo menghadap BPPN. Pada saat itu,
dialporkan bahwa kondisi bank mengkhawatirkan karena diperhitungkan akan
merugi sebesar Rp 1,3 triliun pada akhir tahun. Jika perhitungan modal
disesuaikan dengan International Best Practice dan kondisi ekonomi maka pad
akhir tahun 2002 CAR Bank Lippo akan minus sebesar 0,99 persen.

Manajemen Bank Lippo telah membuat tiga skenario untuk penambahan modal.
Skenario pertama, jika hanya untuk memenuhi ketentuan BI, Bank Lippo hanya
memerlukan suntikan modal sebesar Rp 782 miliar. Dengan demikian, pada akhir
tahun 2003, CAR Bank Lippo akan mencapai 8,53 persen. Skenario kedua, Bank

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 47


Modul Etika Profesi Akuntansi Akuntansi-SI

Lippo membutuhkan Rp 1 triliun agar CAR-nya dapat menembus angka 10, 69


persen. Namun, jika bank Lippo hendak menyesuaikan diri dengan Basel Accord
II (Basel II), suntikan modal yang diperlukan mencapai Rp 1,25 triliun agar CAR
bank Lippo pada akhir tahun 2003 dapat mencapai 12, 87 persen.

Sesuai dengan dokumen “Rencana Strategis bank, Presentasi kepada BPPN” yang
disampaikan dalam rapat tersebut, manajemen Bank Lippo telah mengusulkan
penambahan modal melalui HMETD, yang didahului dengan reverse stock
(membesarkan nilai nominal saham dengan menjadikan sepuluh saham menjadi
satu saham) dan penjualan AYDA.

Rencana pelaksanaan reverse stock dan penjualan AYDA kemudian mendapat


persetujuan dari RUPS Luar Biasa (LB) yang diadakan pada akhir November.
Bank Lippo juga memperoleh kesempatan untuk menjelaskan masalah reverse
stock, AYDA, dan kebutuhan penambahan modal dalam acara dengan pendapat
dengan Komisi IX DPR. Pada awal bulan Desember 2002, Bank Lippo
mengadakan paparan publik untuk menjelaskan masalah yang sama.

Reverse stock yang dilaksanakan pada pertengahan bulan Desember 2002 dinilai
oleh analis pasar mdoal sebagai bagian dari upaya penguasaan kembali Bank
Lippo. Harga saham yang naik sepuluh kali lipat akibat reverse stock
menghindarkan saham Bank Lippo dari ketentuan batas saham minimum yang
boleh diperdagangkan sebesar Rp 10,00. Dengan demikian, reverse stock
memberikan ruang yang lebih leluasa bagi saham Bank Lippo untuk bergerak
turun naik. Reverse stock juga memudahkan saham Bank Lippo untuk dikuasai
karena tingkat penyebarannya relatif rendah.

Untuk melakukan penjualan AYDA, Bank Lippo melakukan penilaian atas


AYDA dengan menunjuk tiga perusahaan penilai sekaligus, yaitu Satyagama
Graha Tara, Profalindo Nusa, dan Pronilai Konsulis Indonesia, karena waktunya
sangat terbatas. Pada pertengahan Desember, tiga perusahaan penilai memberikan
laporan hasil valuasinya kepada Bank Lippo yang berisi tentang penurunan nilai
AYDA menjadi sebesar Rp 972,3 miliar. Manajemen Bank Lippo langsung
melaporkan hasil valuasi tersebut kepada komisaris karena penurunan nilai

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 48


Modul Etika Profesi Akuntansi Akuntansi-SI

AYDA tersebut mengakibatkan kebutuhan Penyisihan Penghapusan Aset/Aktiva


Produktif (PPAP) sebesar Rp 1,37 triliun. Diperhitungkan, akibat penurunan nilai
dan kebutuhan pencadangan ini, Bank Lippo membutuhkan tambahan modal
sebesar Rp 600 miliar – 1 triliun yang, sebagaimana usulan semula, akan
diperoleh melalui HMETD. Pada rapat tersebut, jadwal pelaksanaan HMETD.
Pada rapat tersebut, jadwal pelaksanaan HMETD ditetapkan. Sementara itu, di
tengah-tengah persiapan pelaksanaan reverse stock, penjualan AYDA dan
penyusunan rencana penambahan modal melalui HMETD, Bank Lippo
memublikasikan Laporan Keuangan Triwulan 3 yang pertama di surat kabar yang
melaporkan laba dan CAR di atas 20%.

Menjelang akhir tahun, Bank Lippo mulai melaksanakan rencana penjualan


AYDA. Lin Che Wei mencurigai bahwa AYDA yang dijual merupakan aset
kelompok usaha Lippo yang ingin dibeli kembali dengan harga murah. Menurut
Lin Che Wei, Bank Lippo sengaja mengumumkan penjualan ini pada sebuah
koran kecil pada saat orang sudah bersiap untuk berlibur sehingga tidak banyak
yang mengetahui penjualan ini. Kemudian, Bank Lippo menetapkan waktu
pendaftaran yang relatif singkat, yaitu antara tanggal 14-17 Januari 2003. Jangka
waktu pendaftaran ini kemudian terpaksa diperpanjang sampai akhir bulan
Februari setelah BI memberikan surat peringatan kepada BPPN. Selanjutnya,
peminat yang ingin mendaftar harus memenuhi persyaratan pendaftaran yang
tidak masuk akal, yaitu menyetor uang jaminan yang relatif besar, yakni Rp 10
miliar. Akibatnya, hanya sembilan penawar yang memasukkan penawarannya.
Penawaran (bid) pada beberapa aset properti dirasakan sangat rendah sehingga
proses penjualan aset ini dipertanyakan oleh Oversight Committee (OC) BPPN
dan pada akhirnya dibatalkan oleh dewan komisaris.

Bersamaan dengan penjelasan dan paparan publik Bank Lippo mengenai rencana
penambahan modal, Lin Che Wei mengamati beberapa broker secara bergantian
berusaha untuk menekan harga saham Bank Lippo di pasar dengan melakukan
transaksi ganjil satu menit sebelum penutupan pasar selama empat puluh hari
berturut-turut sejak tanggal 4 November 2002 sampai dengan 10 Januari 2003.

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 49


Modul Etika Profesi Akuntansi Akuntansi-SI

Akibatnya, harga saham Bank Lippo jatuh dari Rp 450 pada tanggal 4 November
menjadi Rp 210 (titik terendah).

Penilaian Kembali Aset yang Diambil Alih (AYDA)

Dalam tulisannya, Lin Che Wei mempersoalkan turunnya nilai AYDA yang
sangat signifikan. Berdasarkan data yang diperoleh, 70% dari AYDA ini
merupakan properti, sedangkan sisanya adalah saham milik kelompok usaha
Lippo, yaitu Lippo Cikarang, Lippo Karawaci, Lippo Securities, Bukit Sentul,
Hotel Prapatan, dan Panin Insurance. Menurutnya, berdasarkan konsultasi dengan
ahli properti, harga properti di Indonesia tahun 2002 jauh lebih tinggi
dibandingkan dengan tahun 1998. Dalam banyak kasus, harga tahun 2002 telah
mencapai dua sampai tiga kali harga tahun 1998. Sementara itu, dalam Laporan
Tahunan Bank Lippo dijelaskan bahwa Bank Lippo menggunakan pendekatan
mark-to-market dalam melaporkan nilai aset-aset tersebut, pelaporan aset yang
dinilai mengikuti harga pasar, ia sulit memahami terjadinya penurunan aset yang
sangat signifikan.

Menurut Standar Penilaian Indonesia (SPI) terdapat dua tujuan utama penilaian,
yaitu penilaian untuk laporan keuangan dan penilaian untuk jaminan pelunasan
utang. Basis nilai terdiri atas nilai pasar (market value) dan nilai nonpasar (non-
market value). Basis nilai nonpasar antara lain berupa nilai jual paksa (forced sale
value/liquidation value), nilai realisasi bersih (net realizable value), nilai pasar
untuk penggunaan yang ada (market value for the existing use), dan beberapa
lainnya. Pernyataan Stndar Akuntansi Keuangan (PSAK) Nomor 31 mengatur
bahwa agunan kredit yang diambil alih diakui sebesar nilai bersih yang dapat
direalisasikan, yaitu nilai wajar agunan kredit yang diambil alih diakui sebesar
nilai bersih yang dapat direalisasikan, yaitu nilai wajar agunan dikurangi dengan
estimasi biaya pelepasan.

Bank Lippo menggunakan nilai jual paksa dalam penilaian AYDA yang dilakukan
pada bulan Desember 2002 karena pada saat itu memang akan dilakukan
penjualan AYDA dalam waktu yang relatif singkat. Dengan demikian, perubahan
nilai AYDA menjadi sangat signifikan akibat pendekatan yang berbeda.

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 50


Modul Etika Profesi Akuntansi Akuntansi-SI

Andang Kosasih, penilai dari PT Provalindo Nusa, mengungkapkan


pengalamannya dalam melakukan penilaian AYDA Bank Lippo. Sesuai dengan
kontrak yang ditandatangani oleh kedua belah pihak, mereka mendapatkan
penugasan dari Bank Lippo guna menilai sebelas aset dengan tujuan untuk
menentukan nilai pasar yang digunakan untuk keperluan internal manajemen.
Provalindo tidak mengetahui aset yang dinilai merupakan AYDA. Dengan
pemahaman hasil penilaian akan digunakan untuk keperluan internal manajemen,
Andang mengasumsikan hasilnya tidak untuk dipublikasikan, apalagi digunakan
sebagai dasar laporan keuangan bank Lippo dalam konteks AYDA secara
keseluruhan.

Andang melihat penilaian AYDA yang dilakukan oleh Bank Lippo memiliki
kelemahan. Menurutnya, penilaian AYDA secara keseluruhan harus dilakukan
oleh satu perusahaan penilai saja, atau paling tidak satu konsorsium perusahaan
penilai. Berbagai instrumen penilaian, seperti pendekatan, asumsi, dan
penyesuaian data pembanding yang digunakan dalam penilaian harus sama.
Menurutnya, “Dengan tiga penilai, tidak bisa kalau kemudian penilaian berbagai
aset yang menggunakan pendekatan berbeda-beda tersebut digabungkan begitu
saja. Tidak valid. Apalagi untuk dijadikan dasar untuk laporan keuangan.”

Manajemen Bank Lippo memang memcah-mecah penilaian AYDA agar dapat


memperoleh hasil penilaian secepat mungkin. Sebanyak sebelas aset kepada
Provalindo dengan hasil penilaian sebesar Rp 248,458 miliar. Kemudian, empat
belas aset lagi kepada PT Pronilai Konsulis Indonesia dengan penilai Bagus
Wijoyo dan hasil penilaian sebesar Rp 206,002 miliar. Sisanya, sebanyak 42 aset
kepada PT Satyagama Graha Tara dengan penilai Firman Sagaf dan hasil
penilaian Rp 836,645 miliar. Dari ketiga hasil penilaian, nilai dari keseluruhan
aset adalah sebesar Rp 1,291 triliun.

Andang juga menjelaskan bahwa dalam melakukan penilaian, mereka hanya


menilai tanah dan mengabaikan bangunan yang berada di atas tanah tersebut atas
dasar permintaan manajemen. Bangunan yang tidak dihitung nilainya adalah
bangunan bekas pabrik perakitan Cherokee. Padahal, bangunan itu masih baru,
baru berumur sekitar empat atau lima tahun sehingga masih memiliki nilai

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 51


Modul Etika Profesi Akuntansi Akuntansi-SI

signifikan. Hal serupa juga terjadi dalam penilaian tanah bangunan dan
kelengkapan Water Boom seluas 34.000 meter persegi.

Pada akhir bulan Januari 2003, BPPN meminta Bank Lippo untuk menugasi
Satyagama guna melakukan penghitungan ulang atas AYDA. Dari laporan hasil
revaluasi aset yang disampaikan pada akhir bulan Februari 2001, penurunan nilai
AYDA tidak seperti perhitungan sebelumnya. Dari nilai buku Rp 2,685 triliun,
nilai pasar aset tersebut kini Rp 2,347 triliun. Dengan nilai aset Lippo sebesar Rp
2,347 triliun maka CAR Bank Lippo diperkirakan mencapai di atas 20%. Dengan
pencapaian CAR sebesar itu, Bank Lippo tidak memerlukan suntikan modal baru.

Tekanan Terhadap Manajemen Bank Lippo

Kasus pelaporan ganda Bank Lippo memunculkan tekanan terhadap manajemen


Bank Lippo, bahkan jauh sebelum munculnya tulisan Lin Che Wei di harian
Kompas. Pada akhir Januari, Kompas memublikasikan satu berita dengan judul
“Manajemen Lippo Diduga Langgar Pasal Penyesatan Informasi” untuk sebuah
pernyataan dari Ketua Bapepam, Herwidayatmo, bahwa Bapepam telah
memanggil dan memeriksa manajemen Bapepam dan masih akan diperiksa
apakah manajemen telah melanggar pasal penyesatan informasi (misleading
information) dari Undang-Undang Pasar Modal atau tidak.

OC BPPN telah memberikan rekomendasi kepada Kepala BPPN untuk mengganti


manajemen Bank Lippo. Menanggapi rekomendasi kepada Kepala BPPN,
Syafruddin Temenggung, menjelaskan bahwa BPPN telah memberikan peringatan
keras kepada manajemn Bank Lippo meyangkut pengurangan nilai CAR yang
tidak dilaporkan kepada badan itu sebagai pemegang saham tersebar. Syafruddin
cenderung untuk tidak melaksanakan rekomendasi OC dengan alasan pihaknya
harus memperhatikan berbagai konsekuensi dalam memutuskan pergantian itu.
“Corporate action yang tidak prudent dapat menjadi bumerang bagi bank itu
sendiri.”

Sementara itu, di kalangan pasar modal dan perbankan muncul wacana bahwa
para pengelola Bank Lippo, termasuk presiden Komisaris dan pendiri Bank Lippo,
Mochtar Riyadi, dapat dimasukkan dalam DOT BI. Hal itu dapat dilakukan jika

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 52


Modul Etika Profesi Akuntansi Akuntansi-SI

pemeriksaan Bapepam menemukan adanya pelanggaran atau tindak pidana oleh


yang bersangkutan. Pendapat ini didukung oleh Deputi Gubernur Senior (DGS)
BI, Anwar Nasution, dan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara (BUMN),
Laksamana Sukardi.

Sejumlah pengamat pasar modal dan perbankan, seperti Mirza Adityaswara dan
Lin Che Wei, bahkan bersikap lebih keras. Mereka menyatakan para pengelola
Bank Lippo harus masuk DOT agar Kelompok Usaha Lippo tidak dapat
mengambil kepemilikan saham yang ada di tangan pemerintah dengan cara tidak
wajar.

Penjelasan Bank Lippo

Sesuai dengan permintaan BEJ, Bank Lippo melakukan pemaparan publik pada
tanggal 11 Februari 2003. Paparan ini dinilai kabur. Banyak pertanyaan yang
tidak diberikan jawaban langsung. Ketika ditanya, apakah AYDA yang kemudian
turun nilainya itu dijual kepada perusahaan afiliasi, Direktur Bank Lippo,
Rachmawati, hanya mengatakan bahwa menurut Peraturan Bank Indonesia (PBI),
tidak ada aset yang tercatat di buku yang merupakan afiliasi dengan pinjaman
grup. Sebelumnya, Presiden Direktur Bank Lippo, I Gusti Made Mantera, bahkan
mengatakan tidak dapat menjawab pertanyaan tersebut karena pada saat kejadian
dirinya belum menjabat sebagai Presdir. Lebih lanjut, menjawab pertanyaan
mengenai penurunan nilai merupakan penilaian dari penilai (appraisal) dan
manajemen tidak tahu-menahu mengenai penurunan nilai aset tersebut.

Menjawab pertanyaan mengenai laporan keuangan yang berbeda, Mantera


mengakui sebenarnya hanya ada satu laporan audit. Namun, laporan tersebut
menggunakan opini auditor yang dua tanggal (dual dating), yaitu opini yang
tertanggal 20 November dan opini yang bertanggal 22 November. Mantera tidak
menjawab pertanyaan mengapa laporan yang dilaporkan melalui media massa
tersebut ditulis telah diaudit (audited).

Menurut Mantera, dalam laporan audit, angka-angka setelah tanggal neraca sudah
mengalami perubahan. Laporan ke BEJ pada tanggal 27 Desember tersebut
dilakukan setelah adanya peristiwa setelah tanggal neraca (subsequent event).

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 53


Modul Etika Profesi Akuntansi Akuntansi-SI

Subsequen event tersebut meliputi tambahan PPAP, surat berharga, tambahan


PPAP kredit, dan penurunan nilai AYDA.

Sementara itu, Komisaris Bank Lippo yang merupakan wakil dari BPPN, Anggito
Abimanyu-yang kebetulan ditanya sebelum mengikuti rapat kerja Menteri
Keuangan, Boediono, dan Panitia Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)-
menyatakan bahwan sebenarnya tidak ada kesalahan yang dilakukan oleh Direksi
Bank Lippo dalam laporan keuangannya. Kalaupun terjadi kelalaian, itu adalah
kesalahan mencantumkan kata “audited” (sudah diaudit), padahal laporan
keuangan itu sebenarnya belum diaudit (unaudited). Dengan kelalaian itu,
masalahnya sebenarnya sudah jelas dan hanya tinggal menunggu keputusan
Bapepam saja.

Ketika ditanya mengenai tanggung jawabnya sebagai Komisaris Bank Lippo,


Anggito balik bertanya, “Tanggung jawab yang mana? Saya mau tanya, salahnya
apa. Kalau salahnya hanya mencantumkan audit atau belum, itu kan sudah.
Bapepam sendiri sedang memeriksa. Apa ada salah lainnya? Kalau kesalahannya
hanya pencatuman kata itu, masa Komisaris harus memeriksa satu per satu
kalimat dalam public expose itu?”

Penjelasan yang lebih lengkap dan lugas diberikan oleh Wakil Presiden Komisaris
Bank Lippo, Roy E. Tirtadji, Wakil Presiden Komisaris yang dikenal sebagai
wakil keluarga Mochtar Riady, dalam wawancaranya dengan beberapa media
pada awal bulan Maret 2003. Ia menegaskan bahwa pihaknya sama sekali tidak
memiliki intensi apalagi melakukan apa yang dituduhkan berbagai phak selama
ini dalam kasus Bank Lippo.

Roy menjelaskan bahwa laporan keuangan yang dilaporkan hanya satu.


Tanggalnya saja yang ganda: tanggal 20 November, 22 November, dan 16
Desember. Ini normal untuk standar internasional, tetapi memang baru di
Indonesia. Jadi tidak ada dua laporan audit. Hanya satu. Opininya satu, tanda
tangannya juga satu.

Roy kembali menjelaskan mengenai perbedaan angka yang disebabkan oleh


adanya kejadian yang disebuh sebagai subsequent event antara dua waktu

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 54


Modul Etika Profesi Akuntansi Akuntansi-SI

pelaporan. Kejadian itu pada tanggal 16 Desember 2002, yakni selesainya


penilaian oleh perusahaan penilai independen. Jadi, hanya satu laporan yang telah
diaudit dan memuat kejadian sebelum dan sesudah subsequent event tersebut.

Mengenai penurunan AYDA, Roy menjelaskan bahwa awalnya Bank Lippo


melihat bahwa BPPN mulai melakukan penjualan aset dengan berbagai cara. Dari
penjualan aset itu, BPPN memperoleh sekitar 30 persen. Lalu, Bank Lippo
berharap akan memperoleh tingkat pengembalian (return) sekitar 65 persen.
Kenyataannya, penawaran hanya 16% sehingga komisaris akhirnya memutuskan
untuk tidak menjualnya.

Roy tidak bersedia menjawab siapa debitur asli pemilik AYDA. “Ada asas
kerahasiaan bank sehingga saya tidak bisa memberi tahu Anda. Saya profesional
dan harus menuruti peraturan yang berlaku.” Roy membantah bahwa PBI hanya
mewajibkan kerahasiaan nasabah dan simpanannya, bukan soal kredit, dan ia
tidak tahu ada peraturan yang mengharuskan bank memublikasikan aset yang
diambil alih.

Roy mengakui bahwa sebagian dari AYDA berasal dari kelompok usaha Lippo
(Lippo Karawaci). Namun, ia menolak ada keterkaitan antara Lippo Karawai
dengan Bank Lippo karena berdasarkan peraturan yang berlaku, perusahaan
publik yang minimal 30% sahamnya dimiliki oleh masyarakat tidak dianggap
terafiliasi. Ia tidak membantah bahwa Lippo memanfaatkan celah hukum, tetapi
tidak melanggar hukum.

Selanjutnya, Roy menjelaskan bahwa dengan turunnya nilai CAR, Bank Lippo
harus menambah modal agar bank tetap hidup. Pada bank Lippo, ada uang
pemerintah senilai Rp 6 triliun yang harus diselamatkan. Selain itu, Bank Lippo
memiliki nasabah sebanyak 33,5 juta orang dan 6.462 orang karyawan. Roy juga
dengan lugas menjawab tuduhan pengamat mengenai rekayasa harga saham. “
Saya berani mengonfirmasikan bahwa tidak ada pengurus Bank Lippo yang
bermain saham. Cek saja,” ujarnya.

Putusan Bapepam atas Laporan Ganda

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 55


Modul Etika Profesi Akuntansi Akuntansi-SI

Seminggu menjelang pengumuman putusan Bapepam mengenai laporan keuangan


Bank Lippo, dalam rapat yang sebenarnya membahas masalah rancangan undang-
undang (RUU) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di Departemen Keuangan
(Depkeu), Herwidayatmo, Kepala Bapepam, dikabarkan membuat kejutan dengan
melaporkan keputusan lembaganya untuk meningkatkan stayus pemeriksaan Bank
Lippo, dan pemeriksaan administratif menjadi penyidikan pidana. Penjelasan itu
spontan mendapat dukungan dari beberapa koleganya, termasuk Menteri
Boediono.

Sebelumnya, banyak pihak skeptis yang beranggapan bahwa Herwidayatmo akan


bersikap lunak sebagaimana yang terjadi pada kasus-kasus kelompok usaha Lippo
di pasar modal sebelumnya. Padahal, setidaknya ada dua pelanggaran serius yang
dapat diselidiki oleh Bapepam, yakni manipulasi perdagangan saham dan
lapooram keuangan ganda yang menyesatkan. Sebenarnya, seminggu sebelumnya,
seorang petinggi otoritas pasar modal mengatakan bahwa Bapepam sudah
merencanakan hanya akan menjatuhkan sanksi administratif berupa denda
maksimal sebesar Rp 5 miliar kepada manajemen Bank Lippo atas pelanggaran
penyampaian Laporan Keuangan per 30 September 2002.

Pergeseran keputusan ini diduga akibat “tekanan” yang diberikan oleh Koalisi
Masyarakat Antiskandal Bank Lippo. Selasa minggu lalu, sehari sebelum rapat di
Kemenkeu itu, Teten Masduki, Faisal Basri, Lin Che Wei, Iskandar Sonhadji, dan
lainnya mendatangi kantor Bapepam di Lapangan Banteng. Menurut Teten
Masduki, koordinator koalisi, kedatangan mereka didasarkan atas kekecewaan
terhadap pernyataan Herwidayatmo sebelumnya yang dinilai terlalu membela
manajemen Bank Lippo.

Dalam pertemuan tertutup itu, Herwidayatmo menjelaskan dua hal. Untuk kasus
laporan keuangan ganda, pihaknya akan mengenakan sanksi administratif saja
meskipun sebenarnya itu tergolong pelanggaran pidana. Langkah itu diambil
karena jika diserahkan kepada kejaksaan maka akan berlarut-larut, belum tentu
berhasil, sedangkan publik meminta hukuman segera dijatuhkan. Penyelidikan
unsur pidana hanya akan diarahkan pada hal manipulasi perdagangan saham
meskipun masih memerlukan dua-tiga bulan lagi untuk dirampungkan. Rencana

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 56


Modul Etika Profesi Akuntansi Akuntansi-SI

keputusa ini kemudian diprotes oleh koalisi karena Undang-Undang Pasar Modal
menyatakan penyesatan informasi masuk ke dalam kategori pelanggaran pidana.

Pada hati yang dijanjikan, yaitu tanggal 17 Maret 2003, Ketua Bapapem,
Herwidayatmo, mengumumkan putusan atas kasus laporan ganda Bank Lippo di
Gedung BI Jakarta. Ia tidak sendiri, tetapi didampingi oleh DGS BI, Anwar
Nasution, Kepala BPPN Syafruddin Temenggung, da Direktur Utama BEJ Erry
Firmansyah-di Gedung BI, Jakarta.

Herwidayatmo kembali memberikan kejutan. Bapepam hanya menjatuhkan sanksi


administratif kepada direktur dengan nilai denda sebesar Rp 2,5 miliar. Direksi
dinyatakan bersalah karena kurang hati-hati dalam menyatakan Laporan
Keuangan per 30 September 2002 yang belum diaudit (unaudited), sebagai telah
diaudit (audited). Komisaris dinyatakan tidak bersalah karena pelanggaran itu
terjadi untuk laporan triwulan yang dalam proses penyampaiannya tidak
melibatkan jajaran komisaris. Selain itu, Direksi Bank Lippo sendiri telah
mengakui laporan ganda itu terjadi semata karena kelalaian mereka.

Bapepam belum menemukan pelanggaran pasal penyesatan informasi dalam


Undang-Undang Pasar Modal sebagaimana yang diduga sebelumnya. Namun,
Bapepam masih membuka kemungkinan meningkatkan kasus Bank Lippo ke
penyidikan apabila ditemukan laporan keuangan Bank Lippo yang mengandung
kesalahan material. “ Jadi, kami masih menunggu penelitian Ditjen Lembaga
Keuangan membuktikan ada nilai-nilai yang tidak benar, atai pihak akuntan
publik tidak bekerja secara independen, kasusnya bisa kita lihat lagi dan bisa kita
tingkatkan ke penyelidikan,” ujar Herwidayatmo. Bapepam juga menjatuhkan
sanksi denda sebesar Rp 3,5 juta kepada auditor Ruchyat Kosasih karena
terlambat melaporkan peristiwa materia turunnya nilai AYDA.

Seusai pengumuman, majalah Tempo mengungkapkan keganjilan dalam


keputusan Bapepam itu. Tim pemeriksa sebenarnya merekomendasikan supaya
sanksi atas pelanggaran itu juga harus ikut dipikul oleh jajaran komisaris, bukan
hanya direksi, dengan denda maksimum 5 miliar. Muncul kecurigaan bahwa

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 57


Modul Etika Profesi Akuntansi Akuntansi-SI

manuver ini bagian dari skenario meloloskan Mochtar Riady agar terbebas dari
kemungkinan tindak lanjut penyelidikan oleh Kejaksaan Agung dan BI.

Herwidayatmo menjelaskan bahwa kesimpulan dan sanksi yang dijatuhkan itu


merupakan keputusan kolektif rapim (rapat pimpinan/pemimpin) Bapepam, bukan
pribadi Herwidayatmo. Menjawab pertanyaan mengenai pemotongan jumlah
denda dan bebasnya komisaris komisaris, Herwidayatmo menjelaskan bahwa ia
telah merekomendasikan banyak alternatif pada rapim Bapepam, dari yang paling
berat hingga pembebasan dari sanksi. Hasilnya, seperti itulah keputusan final yang
ditetapkan, yakni soal laporan keuangan.

Sementara itu, Herwidayatmo juga menjelaskan bahwa Bapepam masih terus


melakukan penyelidikan mengenai dugaan manipulasi perdagangan saham. Tim
yang dibentuk masih membutuhkan waktu dua-tiga bulan lagi untuk
menyelesaikan pemeriksaan. BI juga memastikan tidak akan menjatuhkan sanksi
apa-apa kepada manajemen dan Komisaris bank Lippo. DGS BI, Anwar Nasution,
menyatakan bahwa temuan Bapepam perihal kelalaian penyampaian laporan
keuangan ganda itu tak akan diperhitungkan dalam penyelidikan BI. “Pelanggaran
itu terjadi di laporan triwulanan, sedangkan BI hanya mengenal laporan tahunan.
Tidak ada sanksi untuk itu”

Beberapa minggu kemudian, Indonesia Corruption Watch (ICW) melakukan


somasi (teguran) kepada Ketua Bapepam, Herwidayatmo, dalam kaitan kasus
Bank Lippo, ICW berharap, dalam tujuh hari setelah somasi dilayangkan,
Bapepam mengeluarkan surat perintah penyidikan terhadap kasus Bank Lippo.
Jika ini tidak dilakukan, ICW akan mengambil langkah hukum.

Putusan Departemen Keuangan RI

Dua minggu setelah pemberian sanksi kepada Direksi Bank Lippo dan Auditor
Ruchyat Kosasih, Kemenkeu mengumumkan pemberian sanksi peringatan kepada
Ruchyat Kosasih. Ia dinyatakan bersalah karena tidak menjalankan prosedur
pengujian yang cukup atas informasi manajemen Bank Lippo yang menurunkan
kategori kredit salah satu debitur dan membentuk PPAP untuk kategori tersebut.
Namun demikian, kesalahan tersebut tidak berpengaruh terhadap Laporan

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 58


Modul Etika Profesi Akuntansi Akuntansi-SI

Keuangan Bank Lippo per 30 September 2002 dan secara keseluruhan audit atas
PPAP investasi dalam surat berharga, PPAP kredit yang diberikan , dan AYDA
posisi per 30 September 2002 telah sesuai dengan Standar Profesional Akuntan
Publik (SPAP).

Sementara itu, Kemenkeu memberikan sanksi berupa pencabutan izin selama satu
tahun kepada dua penilai AYDA Bank Lippo, yaitu Andang Kosasih dari
perusahaan penilai PT Provalindo Nusa dan Bagus Wiyono dari perusahaan
penilai PT Pronilai Konsulis Indonesia, dan sanksi peringatan kepada Firman
Sagaf dari PT Satyagama Graha Tara.

Andang Kosasih dinyatakan bersalah karena menggunakan metode perbandingan


pasar terhadap delapan objek tanah kosong. Ia dinilai telah melakukan kekeliruan
dalam penyesuaian data pembanding terhadap objek penilaian. Pada sebuah objek
yang seharusnya dilakukan penyesuaian negatif (pengurangan), sedangkan pada
objek lain dilakukan cara sebaliknya, Andang juga dinyatakan bersalah karena
pada penilaian tanah yang di atasnya terdapat pabrik, keberadaan pabrik tidak
diperhitungkan dalam menentukan estimasi nilai tanah. Padahal, keberadaan
pabrik telah diungkapkan pada laporan penilaian.

Bagus Wiyono dinyatakan bersalah karena tidak konsisten menggunakan dasar


penilaian. Pada surat penawaran yang telah disetujui oleh Bank Lippo dan surat
pengantar laporan penilaian PT Pronilai Konsulis Indonesia kepada pemberi
tugas, bagus Wiyono menggunakan Nilai Pasar. Namun, pada laporan penilaian,
yang digunakan adalah Nilai Dalam Penggunaan. Bagus Wiyono juga dianggap
tidak konsisten dalam penggunaan metode penilaian. Dalam laporan penilaian
disebutkan bahwa metode yang digunakan adalah perbandingan data pasar,
sedangkan dalam kertas kerja penilaian disebutkan metode yang digunakan adalah
metode arus kas terdiskonto.

Kesalahan lainnya adalah pada penilaian tanah yang di atasnya terdapat bangunan
mal. Dalam laporan penilaian, Bagus Wiyono tidak mengungkapkan dan
memperhitungkan keberadaan mal. Sementara itu, dalam penilaian terhadap ruang
perkantoran delapan lantai seluas 4.668 meter persegi, Bagus Wiyono

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 59


Modul Etika Profesi Akuntansi Akuntansi-SI

memperhitungkan unsur keuntungan pengembang. Seharusnya unsur tersebut


tidak diperhitungkan karena bangunan sudah berdiri.

Kesalahan Firman Sagaf adalah dalam menilai dua puluh objek tanah kosong. Ia
menggunakan data pembanding yang hanya didasarkan pada harga per meter
persegi. Spesifikasi data lainnya tidak diungkapkan dalam leporan penilaian dan
kertas kerja. Sementara itu, pada penilaian terhadap tiga objek penilaian berupa
hotel, kondominium, dan resor ditemukan ketidakkonsistenan dalam
memperhitungkan unsur beban, yaitu antara data historis dengan data pasar.

Penilai dari PT Provalindo Nusa, Andang Kosasih, mengajukan kepada Dewan


Penilai beberapa hal yang menjadi keberatan. Pertama, dirinya selaku penilai
menjalankan penilaian sesuai dengan kontrak yang ditandatangani. Andang
membantah hanya menggunakan penyesuaian negatif. Pada objek pembanding
dengan nilai lebih rendah, ia melakukan penyesuaian positif. Andang juga
menolak dinyatakan bersalah karena tidak melakukan kombinasi pendekatan
pendapatan dan pendekatan biaya. Menurutnya, penilai boleh menggunakan salah
satu pendekatan saja atau kombinasi ketiganya. Provalindo sendiri mengusulkan
penggunaan pendekatan pendapatan, tetapi ditolak oleh manajemen Bank Lippo.
Bank Lippo tidak memberikan data kinerja dengan alasan pendekatan tersebut
justru akan semakin mengecil nilai aset karena perusahaan masih merugi.

Andang juga menjelaskan bahwa ia tidak memperhitungkan keberadaan pabrik


karena penilai hanya melakukan sesuai permintaan manajemen. “Sebenarnya
bukan pabrik, melainkan bangunan bekas pabrik perakitan Cherokee. Bangunan
itu masih baru, baru berumur sekitar empat atau lima tahun sehingga masih
memiliki nilai signifikan. Namun, kami hanya diminta menilai tanahnya. Jadi,
kami nilai tanahnya saja sesuai kontrak.” Keberatan Andang didukung oleh
Masyarakat Profesi Penilai Indonesia (MAPPI).

Putusan Bapepam Mengenai Manipulasi Perdagangan Saham


Bank Lippo

Pada bulan Agustus 2003, Bapepam mengumumkan putusannya mengenai dugaan


manipulasi perdagangan saham. Putusan ini terlambat dua bulan dari waktu yang

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 60


Modul Etika Profesi Akuntansi Akuntansi-SI

dijanjikan. Dalam putusannya, Bapepam menyatakan tidak menemukan


pelanggaran dalam perdagangan saham Bank Lippo pada kurun waktu Agustus
2002 sampai dengan Februari 2003. Bapepam menilai, kesalahan yang terjadi
justru pada penyelenggaraan pembukuan perusahaan efek PT Ciptadana Sekuritas
yang terlibat dalam transaksi saham itu.

PT Ciptadana Sekuritas tidak mempunyai rekening efek nasabah, buku pembantu


efek, buku besar, dan buku pembantu transaksi. Padahal, sejumlah transaksi
saham Bank Lippo di beberapa perusahaan efek ditransfer ke rekening PT
Ciptadana Sekuritas. Atas kesalahan ini, Bapepam memutuskan PT Ciptadana
Sekuritas harus membayar denda sebesar Rp 1 miliar.

Putusan Bapepam ini menimbulkan reaksi tajam dan kritik dari berbagai pihak,
termasuk dari dalam Bapepam sendiri. Tersebar berita bahwa sebenarnya dari
pemeriksaan awal sudah ditemukan indikasi pelanggaran Pasal 91 dan 92
Undang-Undang Pasar Modal. Kedua pasal itu masing-masing mengatur tentang
larangan membuat transaksi semu dan larangan melakukan dua transaksi saham
atau lebih-yang menyebabkan harga saham naik atau turun-dengan tujuan
memengaruhi pihak lain untuk menjual atau membeli.

Indikasi tersebut dapat ditemui pada laporan BEJ kepada Ketua Bapepam pada
tanggal 3 Mei 2003. Laporan tersebut disusun setelah BEJ memeriksa 46
perusahaan sekuritas selama masa perdagangan tanggal 1 Agustus 2002 hingga 25
Februari 2003. Selama masa itu, BEJ menganggap ada transaksi yang tidak wajar,
terutama pada periode yang disebut anomali, dari 28 November hinggan 27
Desember 2002. Laporan tersebut menyebutkan bahwa terdapat enam nasabah
yang sangat aktif melakukan mutasi saham dan mengirimkan hasil dana penjualan
saham ke sebuah rekening di Bank Lippo. Setelah ditelusuri, pemilik rekening itu
ternyata Ciptadana.

Hasil pemeriksaan BEJ juga menunjukkan bahwa saham itu hanya dimiliki oleh
nasabah tertentu. Aliran saham pun menunjukkan sumbernya berasal dari para
nasabah yang mengirimkan dana hasil penjualan saham Bank Lippo ke rekening
milik Ciptadana. Abraham Bastari, Kepala Biro Pemeriksaan dan Penyidikan

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 61


Modul Etika Profesi Akuntansi Akuntansi-SI

Bapepam, menyatakan bahwa fakta-fakta dalam laporan BEJ tersebut belum


cukup membuktikan telah terjadi pelanggaran Pasal 91 dan 92. Sebab, untuk
menyimpulkan terjadinya pelanggaran, dua unsur minimal-transaksi semu dan
persekongkolan-harus terbukti.

Persengkolan baru dapat dibuktikan jika para pelakunya ketahuan seara bersama-
sama memiliki iktikad dan merencanakan untuk melakukan manipulasi pasar. “ini
yang tidak bisa dibuktikan.” Dengan alasan ini, Bapepam memutuskan tidak
meningkatkan status pemeriksaan menjadi penyidikan pidana. “ Kami bisa
ditertawakan kejaksaan,” begitu dalih Abraham.

Abraham mengaku mengalami kesulitan mengumpulkan bukti karena kelihaian


pada pelaku pasar dalam mengakali peraturan. Celah-celah regulasi, yang menurut
dia cukup banyak, sering dimanfaatkan untuk menghindari jerat pidana sehingga
meskipun secara umum dugaan akan pelanggaran itu sangat kuat, pembuktiaannya
secara hukum tidak lantas menjadi mudah.

Penjelasan Abraham menuai kritik. Untuk membuktikan iktikad tersebut,


Bapepam sebenarnya dapat menyelidiki maksud penyatuan rekening nasabah
pada rekening milik Ciptadana. Selain itu, Bapepam juga dapat menelusuri aliran
dana nasabah melalui fasilitas yang dimiliki oleh BI karena jauh sebelum kasus
manipulasi saham ini meledak, BI sebenarnya sedang menyelidiki dugaan
penyalahgunaan kredit di Bank Lippo. BI mencurigai kredit ini disalurkan kepada
pihak tertentu justru untuk “menggoreng” saham Bank Lippo. “Tapi, kami
akhirnya tidak meneruskan penyelidikan ini karena tidak ada request dari
Bapepam,” kata salah satu sumber di BI. Lebih lanjut, Abraham sendiri tidak
bersedia untuk membeberkan semua perincian proses pemeriksaan kasus ini
meskipun untuk alasan transparansi. “Ini tidak untuk konsumsi publik,” demikian
ia menegaskan. “Terserah orang mau bilang apa,” ujarnya lagi, mengunci
pembicaraan.

C. SOAL DISKUSI
Diskusikanlah kasus di atas dan jawablah pertanyaan di bawah ini:
1. Jelaskan pelanggaran etika apa yang terjadi dan dalam bentu apa?

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 62


Modul Etika Profesi Akuntansi Akuntansi-SI

2. Sanksi dalam bentuk apa yang seharusnya diberikan atas pelanggaran


tersebut?
3. Apa saran Anda agar kasus tersebut tidak berulang lagi?

D. DAFTAR PUSTAKA
Bachtiar, Emil, Kasus-Kasus Etika Bisnis dan Profesi, Salemba Empat, 2008.

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 63

Anda mungkin juga menyukai