FINAL CONTROL
Disusun Oleh :
Kelompok 4
Dosen Pengampu :
PEKANBARU
2019
BAB IV
FINAL CONTROL ELEMENT
4.1 Pendahuluan
Elemen kontrol akhir adalah perangkat yang dikendalikan oleh kontroler
untuk mengubah kondisi operasi dari sebuah proses. Elemen kontrol akhir
membutuhkan energi untuk beroperasi melawan proses tersebut. Energi ini
biasanya dalam bentuk tekanan udara, tekanan hidrolik atau listrik (Actuator).
Ada berbagai macam elemen kontrol akhir dan aksesoris yang membuat masing-
masing memiliki karakteristik sendiri untuk beradaptasi dengan proses tertentu
(Lelumuh, 2016).
Unsur terakhir yang paling umum yang di gunakan adalah katup kontrol
baik berupa Control Valve (Steam, Gas, Water, Oil) dan Control
Flap (Pneumatic transport). Dari berbagai kontrol elemen tersebut pada dasarnya
memiliki fungsi yang sama hanya cara sistem kerjanya yang berbeda. Pentingnya
pemilihan ukuran dimensi maupun jenis tipe valve/flap yang benar harus
merupakan penekanan didalam desain suatu sistem kontrol agar tujuan
pengendalian suatu proses dapat terpenuhi. Dilihat dari segi operasinya ukuran
yang over size akan memberikan fungsi control yang tidak baik dan dapat
menyebabkan ketidak stabilan sistem (Lelumuh, 2016).
Berikut contoh final control element dalam suatu sistem :
Gambar 4.1 Final Control Element dalam Suatu Sistem (Johnson, 2006)
4.2 Mechanical Control Element
Mechanical control element adalah elemen control yang melakukan
beberapa operasi mekanis dalam proses. Posisi hopper valve’s menentukan aliran.
Posisi dari hopper valve’s diubah oleh actuator.
Ketebalan serat ditentukan oleh celah antara roller tetap dan roller bergerak.
Roller bergerak merupakan final control element dan posisi dari roller bergerak
diubah oleh aktuator.
Dilihat dari segi operasinya ukuran control valve yang terlalu kecil tidak
akan bisa melaksanakan tugas, dan harus diganti dengan yang lebih besar. Ukuran
yang terlampau besar akan menyedot biaya awal lebih besar serta biaya
pemeliharaan yang cukup besar (Johnson, 2006).
Gambar 4.10 High Pressure Globe-Style Control Valve Body (Pertamina, 2007)
Kelebihan :
• Rangeability : tinggi
• Tight shutoff : kebocoran sangat kecil atau tidak ada pada saat control
valve dalam kondisi baru atau baik.
• Tersedia plug yang dapat dibalik (reversible)
• Sering digunakan dalam ukuran di bawah 2 inch
Kekurangan :
• Control Valve dengan disain “unbalanced” membutuhkan actuator yang
relative lebih besar.
• Mempunyai karakteristik Low Pressure Recovery
Kelebihan :
• Kapasitas flow : tinggi dibanding dengan single port valve pada ukuran
yang sama.
• Rangeability : tinggi
• Control valve dengan desain “unbalanced” membutuhkan actuator yang
relative lebih kecil dibanding single port.
• Tersedia plug yang dapat dibalik (reversible)
• Sering digunakan dalam ukuran di atas 2 inches
Kekurangan :
• Rate kebocoran (leakage) pada saat shutoff relative tinggi
• Mempunyai karakteristik Low Pressure Recovery.
• Erosi terjadi pada aplikasi high pressure drop dalam kaitan dengan
karakteristik kebocoran.
• Tidak baik untuk flow yang tinggi, aplikasi low pressure drop.
Kelebihan :
• Baik untuk aplikasi blending atau diverting
• Dapat menggantikan 2 two-way valve pada aplikasi tertentu.
• Sering digunakan untuk sistem kontrol temperatur heat exchanger.
Kekurangan :
• Tidak bias mengendalikan total flow.
• Bila diinginkan ukuran port yang berbeda, maka tidak tersedia.
• Harus diketahui kondisi flow dengan tepat.
B. Rotary Valve
1. Butterfly Valve Bodies
Kelebihan :
• Kapasitas : besar
• Hemat, terutama pada ukuran yang besar
• Mempunyai karakteristik High Pressure Recovery.
• Low pressure drop melalui valve
• Baik untuk service “slurry”
• Membutuhkan space yang minimum untuk instalasi.
• Tersedia dalam ukuran besar (hingga 200 inches)
Kekurangan :
• Torque tinggi, dibutuhkan actuator besar jika ukuran valve besar atau
pressure drop tinggi.
• Tight shut off tergantung pada penggunaan resilient seat dimana
temperaturnya terbatas.
• Throttling travel terbatas hingga 60
Kelebihan :
• Penggeraknya hanya mengunakan udara bertekanan.
• Laju aliran massa padatnya cepat (20 ton/jam).
• Pipa saluran berukuran besar.
Kelemahan :
• Sering terjadi kebocoran udara.
• Pemasangan nozzle untuk mencegah kebocoran menyebabkan kerugian
tekanan yang besar.
B. Diaphragm-valve
Diaphragm valve bisa digunakan untuk mengatur aliran (trhottling) dan
bisa juga digunakan sebagai on/off valve. Diaphgram valve handal dalam
penanganan material kasar seperti aliran yang mengandung pasir, semen, atau
lumpur, serta aliran yang mempunyai sifat korosif (Haryanda, 2018).
4.5 Aktuator
Aktuator (actuator) adalah bagian dari control valve yang menjadi
penggerak untuk mengatur pergerakan batang katup valve (valve steam), yang
dihubungkan dengan plug untuk mengatur aliran melalui control valve tersebut.
Dikenal ada enam jenis actuators, yaitu (Senbon et al, 1991) :
a. Spring and Diaphragm actuators (Pneumatic)
b. Piston Actuators
c. Electrohydraulic Actuators
d. Rack and Pinion Actuators
e. Electric Actuators
f. Manual Actuators
Kelebihan :
• Sederhana dan mudah dipelihara (maintain)
• Biaya relative murah (ekonomis)
• Aman untuk area hazardous
• Response time : cepat dan cukup baik untuk sebagian besar aplikasi.
Kekurangan :
• Tidak cukup cepat untuk beberapa aplikasi
• Untuk beberapa aplikasi yang mempersyaratkan actuator yang besar sulit
dipenuhi.
Kelebihan :
• Positioningnya relatif tepat sehubungan dengan sinyal kontrol.
• Response time : relatif cepat
• Dapat mengakomodir persyaratan kekuatan batang (stem) yang besar
• Aman untuk area hazardous.
Kekurangan :
• Membutuhkan tekanan air supply yang tinggi.
• Harga lebih mahal dibanding jenie spring – diaphragm
• Kadang-kadang sulit untuk mencapai kondisi fail-safe.
Kelebihan :
Response time : sangat cepat
Penggunaan tenaga dimaksimumkan dalam pergerakannya.
Akurasi positioning dari valve : tepat
Positioningnya relatif tepat sehubungan dengan sinyal kontrol.
Kekurangan :
Biaya pengadaan awal : tinggi (mahal)
Sistem hidrolik memerlukan sistem pemasangan pipa dengan filter yang
baik dan bersih.
Lebih sulit dipelihara
Kelebihan :
Ekonomis bilamana air instrument tidak tersedia.
Kekurangan :
Response time : lambat
Lebih mahal dibandingkan dengan pneumatic actuator.
Lebih sulit dipelihara di area hazardous
4.6 Kalibrasi
Kalibrasi dalam istilah instrument adalah sebuah tabel yang menyatakan
hubungan input dan output suatu elemen dan aktivitas yang dilakukan pada saat
mengkalibrasi adalah penyetelan. Syarat utama dalam melakukan kalibrasi adalah
dengan membuat simulasi input yang akurat. Kalibrasi control valve diperlukan
untuk memastikan bahwa control valve dapat menghasilkan respon aktuasi
sebagaimana dikehendaki oleh sistem kontrol pada suatu proses. Respon aktuasi
yang dimaksud meliputi ketepatan pada value, linearity, dan juga respon time
tentunya. Control valve sebagai aktuator dalam suatu loop kontrol mempunyai
peranan penting dalam meregulating suatu proses. Kegagalannya dalam
meregulating suatu proses adalah merupakan indikasi abnormality suatu proses
yang apabila berkelanjutan berefek kepada shutdown (Somad, 2012).
Ada 2 macam kalibrasi yang umum dikenal pada control valve yaitu
Manual Calibration dan Auto Calibration (Somad, 2012) :
a. Manual calibration
Manual calibration adalah kalibrasi dengan menggunakan input manual untuk
control valve dan sebagai pembanding adalah si pengkalibrasi. Inti dari pada
kalibrasi adalah untuk membawa value kepada nilai sebenarnya. Value dari suatu
control valva adalah bukaan / opening. Bukaan di value kan berupa percentage.
Common sense mengatakan bahwa lima titik standar yang dijadikan patokan
sebagai opening control valve. 0%, 25%, 50%, 75%, 100%. Aktivitas kalibrasi
adalah untuk mengsinkronkan input kontrol valve yang berupa analogue signal
(assumed HART) dengan opening control valve. Nilai 4-20 mA sebagai standar
instrumentasi direntangkan untuk mewakili opening menjadi 4mA, 8mA, 12mA,
16mA, 20mA.
b. Autocalibration
Autocalibration dapat dilakukan dengan menggunakan Handheld Fisher 375.
Pilih menu calibration and auto. Valve secara otomatik mencari highest postition
dengan menstroke secara penuh control valve, nilai itu akan secara otomatik
dianggap sebagai nilai 100%. Kemudian valve akan mencari nilai fully closed,
dan nilai itu adalah 0%, dan valve calibration siap.
Langkah-langkah melakukan kalibrasi control valve meliputi (Somad,
2012) :
1. Menyiapkan alat standar
Alat standar untuk kalibrasi disiapkan sesuai dengan spesifikasi.
Metode kalibrasi disiapkan sesuai SOP.
Permasalahan yang timbul dalam penyiapan peralatan dilaporkan kepada
pihak terkait.
2. Menyiapkan control valve yang akan dikalibrasi
Control valve yang akan dikalibrasi disiapkan.
Pengecekan control valve yang akan dikalibrasi secara visual dilakukan.
Pencatatan dilakukan terhadap identitas peralatan yang akan dikalibrasi.
Permasalahan yang timbul dalam penyiapan peralatan dilaporkan kepada
pihak terkait.
3. Melakukan langkah kalibrasi
Control valve yang akan dikalibrasi dipasang/dihubungkan dengan alat
standar.
Langkah-langkah dalam kegiatan kalibrasi dilakukan sesuai prosedur.
Pencatatan dilakukan terhadap hasil kalibrasi.
4. Melakukan evaluasi hasil kalibrasi
Analisis dilakukan untuk mengetahui penyimpangan.
Evaluasi dilakukan dari hasil antara pembacaan alat yang dikalibrasi
dengan alat standar.
Hasil kalibrasi untuk perbaikan lebih lanjut dilaporkan pada pihak yang
lebih berwenang.
5. Mendokumentasikan kegiatan
Kejadian dari setiap kegiatan yang perlu tindak lanjut dicatat dengan
menggunakan format yang berlaku.
Tindakan penyelesaian dari setiap kegiatan dicatat dengan menggunakan
format yang berlaku.