Anda di halaman 1dari 2

Nama : Silvi Yuslam N.

Nim : 13020104044

Zuiten

Pada zaman dahulu, ada seorang biksu kecil bernama Zuiten yang tinggal di sebuah
otera ditengah gunung. Zuiten adalah anak yang pandai, yaitu mengikuti ajaran pada kitab
budha, serta bersih – bersih, dan tiap hari dengan sungguh – sungguh membaca kitab budha.

Suatu hari, oshou-san (guru) akan pergi ke suatu tempat sendirian. Lalu rubah gunung
pun datang, memanggil zuiten dari pintu dapur “zuiten, zuiten”, “ya, siapa diluar?” zuiten
pun keluar dengan tergesa – gesa untuk melihatnya, rubah terlihat senang, dengan segera ia
pergi. Zuiten selalu tertipu oleh rubah.

Karena sangat kesal, pada suatu hari zuiten mengintip rubah dengan cara menaruh
lehernya di jendela yang berada diruang utama otera, ketika rubah memanggil “Zuiten”, maka
zuitenpun dapat melihatnya dengan jelas.

Dengan mengejutkan di pintu dapur berdiri seekor rubah dengan membalikkan


punggungnya. Pertama, waktu didepan pintu, ekornya yang gemuk digesek – gesekan dan
timbullah suara “zui”, lalu dengan segera kepalanya dibenturkan (dipukulkan) ke pintu
sehingga muncul bunyi “ten”. Setelah itu sang rubah mengulanginya lagi, jadi suaranya
seperti memanggil “zuiten, zuiten”

(hahaha, sekarang aku mengerti, ternyata rubah nakal itu yang melakukannya) batin
zuiten. Dengan segera zuiten yang cerdas pun kembali ke dapur. Secara perlahan – lahan di
tengah pintu masuk, diletakkan buaya. Begitu rubah menimbulkan bunyi “zui”, dengan
segera pintunya dibuka. Lalu rubah membenturkan kepalanya, dan ia pun terguling masuk ke
tengah pintu, dan zuitenpun akan menangkapnya. Rubah berlarian dari satu tempat ketempat
lainnya, begitu pula zuiten yang tengah mengejarnya. “tunggu, tunggu” teriak zuiten. Tapi,
ditempat itu sosok sang rubah tiba – tiba menjadi tidak terlihat. zuiten berpikir bahwa hal
tersebut sangat aneh, lalu dia mencarinya di tengah kuil.

Diruangannya Shaka-sama, entah bagaimana rubah berubah shaka-sama. Tidak ada


perbedaan sama sekali pada keduanya. Besarnya sama, wajahnya sama, yang mana yang asli
berapa kalipun dibandingkan tidak akan tahu yang mana yang asli.

(cling, dengan mudah sang rubah berubah). Zuiten memperingatkan rubah, kalau
rubah berubah seperti itu, maka shaka-sama akan mengangkat sutranya dan ketika
menjulurkan lidahnya yang panjang, rubah akan ketahuan .

Dengan segera zuiten menepuk – nepukkan ikan kayunya, puk puk puk, dan mula
menombak nanmaida. Lalu waktu itu zuiten menipu rubah dengan mengatakan kalau
sekarang sebagai saatnya shaka-sama untuk menjulurkan lidahnya. (wah, rubah, rubah.
Shaka-sama benar – benar menjulurkan lidahnya.)Zuiten pun merasa menjadi lucu, dia
memampangkan wajah rajinnya. “shaka-sama, silahkan ini makananya.” Kata zuiten berpura
– pura, Zuiten pun menjadi ingin tertawa.

Zuiten berkata “oh iya, shaka-sama, sebelum makan silahkan anda mandi di tengah
okama”, lalu shaka-sama pun masuk kedalam okama. dengan tepat pintunya ditutup, dan
apinya dinyalakan. Setelah itu airnya pun mulai memanas, rubah shaka-sama mulai protes
dan bertingkah kasar.

“kenapa?” tanya zuiten. Dari dalam okama rubah menjawab dengan pelan “keluarkan,
keluarkan”. Zuiten pun menjawabnya lagi “kenapa? Sudahkan kamu merasakannya? Jangan
nakal lagi” rubah pun lalu meminta maaf kpada zuiten.

Latar tempat : di otera yang terletak di tengah gunung

Suasana : menegangkan dan lucu.

Waktu : pagi hari dan siang hari

Tokoh dan penokohan :

 Rubah : licik dan nakal.


 Zuiten : rajin, pintar, cerdik.

Filosofi :

 Biksu : di negara jepang sangat kental dengan agama budha. Dan dalam cerita diatas
zuiten merupakan biksu kecil. Biksu merupakan kata terapan yang digunakan untuk
seseorang pria yang telah di tahbiskan dalam lingkungan agama budhis. Biksu sering
dirujukkan sebagai rohaniawan agama budha.
 Kitsune : dalam berbagai cerita rakyat jepang rubah sering ditampilkan dalam
berbagai cerita sebagai makhluk cerdas dengan kemampuan sihirnya yang semakin
sempurna sejalan dengan semakin bijak dan semakin tua rubah tersebut. Selain itu,
rubah mampu berubah bentuk menjadi manusia. Dalam legenda rubah sering
diceritakan sebagai penjaga yang setia, walaupun terdapat kisah rubah menipu
manusia. Di zaman jepang kuno rubah dan manusia hidup saling berdekatan. Dalam
kepercayaan shinto, kitsune disebut sebagai inari yang bertugas sebagai pembawa
pesan dari kami. Semakin banyak ekor yang dimiliki rebah maka semakin tua,
semakin bijak, dan semakin kuat pula kitsune tersebut.
 Katsuobushi : adalah makanan awetan yang terbuat dari ikan cakalang (katsuo).
Katsuobushi diserut sehingga menjadi seperti serutan kayu.

Anda mungkin juga menyukai