Anda di halaman 1dari 25

ASUHAN KEPERAWATAN pada AGREGAT dalam KOMUNITAS MASALAH

KESEHATAN

POPULASI PENYAKIT KRONIK

Disusun oleh :

Ary Wahyuningsih 010217A004

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS NGUDIWALUYO

2018

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat
Nya sehingga makalah ini dapat tersusun hingga selesai . Tidak lupa kami juga
mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah
berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya.

Kami berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan bagi


para pembaca, kami menyadari masih banyak kekurangan dalam makalah ini
,oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun
dari pembaca.

Ungaran, November 2018

Penulis

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Proses menua adalah keadaan yang tidak dapat dihindarkan. Manusia seperti
halnya semua makhluk hidup didunia ini mempunyai batas keberadaannya dan akan
berakhir dengan kematian. Perubahan-perubahan pada usia lanjut dan kemunduran
kesehatannya kadang-kadang sukar dibedakan dari kelainan patologi yang terjadi akibat
penyakit
Penyakit kronik adalah suatu penyakit yang perjalanan penyakit berlangsung
lama sampai bertahun-tahun,bertambah berat,menetap,dan sering kambuh.
(Purwaningsih dan Karlina, 2009).
Penyakit kronis bisa menyebabkan kematian. Contoh penyakit kronis adalah
diabetes militus, STROKE,hipertensi, kanker dan penyakit jantung
Ketidakmampuan merupakan persepsi individu bahwa segala hal yang
dilakukan tidak akan mendapatkan hasil atau suatu keadaan dimana individu kurang
dapat mengendalikan kondisi tertentu atau kegiatan yang baru dirasakan. (Purwaningsih
dan Karlina, 2009).
Kesimpulan yang didapat dari pengertian di atas adalah penyakit kronis yang
terjadi pada seseorang dalam waktu lama akan membuat orang tersebut menjadi tidak
mampu melakukan sesuatu seperti biasanya.

B. Tujuan
1. Untuk mengetahui konsep dasar penyakit kronis
2. Untuk mengetahui konsep dasar diabetes melitus
3. Untuk mengetahui konsep dasar asuhan keperawatan komunitasn pada
agregat dalam komunitas masalah kesehatan populasi penyakit kronis

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. KONSEP DASAR PENYAKIT KRONIS

Penuaan merupakan proses perubahan yang menyeluruh dan spontan yang


dimulai dari masakanak-kanak, pubertas, dewasa muda dan kemudian menurun
pada pertengahan sampailanjut usia (lansia).
Kemajuan teknologi dan perbaikan dalam pelayanan kesehatan masyarakat
mengakibatkan meningkatnya sejumlah besar pasien yang
selamat dari kondisi yang dapat menimbulkan kematian.
Fenomena ini mengakibatkan perpanjangan usia hidup dan peningkatan pupulasi
lansia. Tahun 1996 -2025 populasi lansia di dunia yang berusia 65 tahun atau
lebih diperkirakan mengalami peningkatan dari 17% menjadi 82%. Tahun 2025
populasi lansia di dunia diperkirakan melebihi 1 milyar, di mana kebanyakan
dari mereka hidup di negara-negara sedang berkembang. Indonesia sendiri
memberikan kontribusi yang cukup signifikan dalam percepatan penambahan
lansia di dunia. Pada tahun 1971 jumlah lanjut usia di Indonesia sebanyak 5,3
juta jiwa atau 4,48 persen dari jumlah total penduduk Indonesia, pada tahun 2000
meningkat menjadi 14,4 juta jiwa (7,18%), dan pada tahun 2020 diperkirakan
28,8 juta jiwa (11,34%).
Peningkatan populasi lansia tentunya akan diikuti dengan peningkatan risiko
untuk menderita penyakit kronis seperti diabetes melitus,penyakit
serebrovaskuler, penyakit jantung koroner, osteoartritis, penyakit
musculoskeletal, dan penyakit paru. Pada tahun 2000, di Amerika Serikat
diperkirakan 57 juta penduduk menderita berbagai penyakit kronis dan akan
meningkat menjadi 81 juta lansia padatahun 2020.
Sekitar 50-80% lansia yang berusia 65 tahun akan menderita lebih dari satu
penyakit kronis. Penyakit kronis merupakan penyakit yang
berkepanjangan dan jarang sembuh sempurna. Walau tidak semua penyakit
kronis mengancam jiwa, tetapi akan menjadi beban ekonomi bagi individu,
keluarga, dan komunitas secara keseluruhan.
Penyakit kronik adalah suatu penyakit yang perjalanan penyakit berlangsung
lama sampai bertahun-tahun,bertambah berat,menetap,dan sering kambuh.
(Purwaningsih dan Karlina, 2009).
Penyakit kronis bisa menyebabkan kematian. Contoh penyakit kronis adalah
diabetes militus, TBC, kanker dan penyakit jantung
1. Sifat Penyakit Kronik
Penyakit kronik mempunyai beberapa sifat diantaranya adalah :
a. Progresi
Penyakit kronik yang semakin lama semakin bertambah parah. Contoh TBC.
b. Menetap
Setelah seseorang terserang penyakit, maka penyakit tersebut akan menetap
pada individu. Contoh penyakit diabetes mellitus.
c. Kambuh
Penyakit kronik yang dapat hilang timbul sewaktu-waktu dengan kondisi
yang sama atau berbeda. Contoh penyakit arthritis
2. Dampak Penyakit Kronik Terhadap Klien
Dampak yang dapat ditimbulkan dari penyakit kronik terhadap klien diantaranya
(Purwaningsih dan karlina, 2009) adalah :
a) Dampak psikologis
Dampak ini dimanifestasikan dalam perubahan perilaku, yaitu :
 Klien menjadi pasif
 Tergantung
 Kekanak-kanakan
 Merasa tidak nyaman
 Bingung
 Merasa menderita
b) Dampak somatic
Dampak somatic adalah dampak yang ditimbulkan oleh tubuh karena
keadaan penyakitnya. Keluhan somatic sesuai dengan keadaan penyakitnya.

c) Dampak terhadap gangguan seksual


Merupakan akibat dari perubahan fungsi secara fisik (kerusakan organ) dan
perubahan secara psikologis (persepsi klien terhadap fungsi seksual)
d) Dampak gangguan aktivitas
Dampak ini akan mempengaruhi hubungan sosial sehingga hubungan social
dapat terganggu baik secara total maupun sebagian.
4. Respon Klien Terhadap Penyakit Kronik
Penyakit kronik dan keadaan terminal dapat menimbulkan respon Bio-Psiko-
Sosial-Spritual ini akan meliputi respon kehilangan. (Purwaningsih dan karlina,
2009).
a. Kehilangan kesehatan
Respon yang ditimbulkan dari kehilangan kesehatan dapat berupa klien
merasa takut , cemas dan pandangan tidak realistic, aktivitas terbatas.
b. Kehilangan kemandirian
Respon yang ditimbulkan dari kehilangan kemandirian dapat ditunjukan
melalui berbagai perilaku, bersifat kekanak-kanakan, ketergantungan
c. Kehilangan situasi
Klen merasa kehilangan situasi yang dinikmati sehari-hari bersama keluarga
kelompoknya
d. Kehilangan rasa nyaman
Gangguan rasa nyaman muncul sebagai akibat gangguan fungsi tubuh seperti
panas, nyeri, dll
e. Kehilangan fungsi fisik
Contoh dampak kehilangan fungsi organ tubuh seperti klien dengan gagal
ginjal harus dibantu melalui hemodialisa
f. Kehilangan fungsi mental
Dampak yang dapat ditimbulkan dari kehilangan fungsi mental seperti klien
mengalami kecemasan dan depresi, tidak dapat berkonsentrasi dan berpikir
efisien sehingga klien tidak dapat berpikir secara rasional
g. Kehilangan konsep diri
Klien dengan penyakit kronik merasa dirinya berubah mencakup bentuk dan
fungsi sehingga klien tidak dapat berpikir secara rasional (bodi image) peran
serta identitasnya. Hal ini dapat akan mempengaruhi idealism diri dan harga
diri rendah
h. Kehilangan peran dalam kelompok dan keluarga

5. Perilaku Klien Dengan Penyakit Kronis


Ada beberapa respon emosional yang muncul pada pasien atas penyakit kronis
yang dideritanya oleh klien atau individu (Purwaningsih dan karlina, 2009),
yaitu:
a. Penolakan (Denial)
Merupakan reaksi yang umum terjadi pada penderita penyakit kronis seperti
jantung, stroke dan kanker. Atas penyakit yang dideritanya ini, pasien akan
memperlihatkan sikap seolah-olah penyakit yang diderita tidak terlalu berat
(menolak untuk mengakui bahwa penyakit yang diderita sebenarnya berat) dan
menyakini bahwa penyakit kronis ini akan segera sembuh dan hanya akan
memberi efek jangka pendek (menolak untuk mengakui bahwa penyakit kronis
ini belum tentu dapat disembuhkan secara total dan menolak untuk mengakui
bahwa ada efek jangka panjang atas penyakit ini, misalnya perubahan body
image).
b. Cemas
Setelah muncul diagnosa penyakit kronis, reaksi kecemasan merupakan
sesuatu yang umum terjadi. Beberapa pasien merasa terkejut atas reaksi dan
perubahan yang terjadi pada dirinya bahkan membayangkan kematian yang
akan terjadi padanya. Bagi individu yang telah menjalani operasi jantung, rasa
nyeri yang muncul di daerah dada, akan memberikan reaksi emosional
tersendiri. Perubahan fisik yang terjadi dengan cepat akan memicu reaksi
cemas pada individu dengan penyakit kanker.
c. Depresi
Depresi juga merupakan reaksi yang umum terjadi pada penderita penyakit
kronis. Kurang lebih sepertiga dari individu penderita stroke, kanker dan
penyakit jantung mengalami depresi

B. KONSEP DASAR DIABETES MELITUS


1. Definisi Diabetes Melitus
Diabetes melitus merupakan kelainan metabolisme yang kronis terjadi defisiensi
insulin atau retensi insulin, di tandai dengan tingginya keadaan glukosa darah
(hiperglikemia) dan glukosa dalam urine (glukosuria) atau merupakan sindroma
klinis yang ditandai dengan hiperglikemia kronik dan gangguan metabolisme
karbohidrat, lemak dan protein sehubungan dengan kurangnya sekresi insulin
secara absolut / relatif dan atau adanya gangguan fungsi insulin.
Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh
kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia (Mansjoer, 2007).
Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh
kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. (Smeltzer&Bare, 2013).
Diabetes mellitus merupakan penyakit sistemis, kronis, dan multifaktorial yang
dicirikan dengan hiperglikemia dan hipoglikemia. ( Mary,2009)
Diabetes mellitus (DM) merupakan kelainan metabolisme hidrat arang akibat
berkurangnya hormone insulin, baik kekurangan relatif maupun absolut. Hasil
penelitan departemen kesehatan yang di publikasiakan pada tahun 2008
menunjukkann angka prevalensi DM di Indonesia sebesar 5,7%, yang berarti
lebih dari 12 juta penduduk Indonesia saat ini menderita DM ( Hartini, 2007)
Diabetes mellitus adalah salah satu diantara penyakit yang tidak menular yang
akan meningkat jumlahnya dimasa datang, diabetes mellitus sudah merupakan
salah satu ancaman utama bagi kesehatan umat manusaia pada abad 21.
WHO membuat perkiraan bahwa pada tahun 2000 jumlah 2025pengidap
diabetes diatas umur 20 tahun berjumlah 150 juta orang dan dalam kurun waktu
25 tahun kemudian , pada tahun, jumlah itu akan membengkak menjadi 300 juta
orang. (Sudoyo, 2007)
Penyakit DM tipe 2 di Indonesia merupakan salah satu penyebab utama penyakit
tak menular atau sekitar 2,1% dari seluruh kematian. Diperkirakan sekitar 90%
kasus DM di seluruh dunia tergolong tipe 2. Jumla h penderita DM tipe 2
semakin meningkat pada kelompok umur > 30 tahun dan pada seluruh status
social ekonomi (Perkeni, 2010)
Di Provinsi Jawa Tengah berdasarkan laporan program yang berasal dari Rumah
Sakit, Kasus DM yang ditemukan sebanyak 151.075. tertinggi Diabetes Mellitus
adalah di Kota Semarang yaitu sebesar 46.225 kasus (30,59%) dibanding dengan
jumlah keseluruhan Diabetes Mellitus di kabupaten/kota lain di Jawa Tengah.
Dilihat berdasarkan jumlah kasus PTM lain di Kota Semarang adalah 36,98%.
Sedangkan kasus tertinggi kedua adalah Kabupaten Klaten yaitu sebesar 16.067
kasus (10,22%%) dan apabila dibanding dengan jumlah keseluruhan PTM
tertentu lain di Kabupaten Klaten adalah sebesar 25,44%. Kasus Diabetes
Mellitus paling sedikit adalah Kabupaten Semarang yaitu 52 kasus (0,03%).
Sedangkan rata - rata kasus pertahun di Jawa Tengah adalah 4.316,42 kasus.
Diabetes Mellitus merupakan penyakit peringkat sepuluh besar penyakit rawat
jalan.
Hal yang paling dibutuhkan agar tidak terkena diabetes adalah dengan
pengaturan pola makan dan menjaga gaya hidup sehat karena banyaknya orang
yang menderita diabetes disebabkan pola makan dangaya hidup sehat.
2. Etiologi
Beberapa ahli berpendapat bahwa dengan bertambahnya umur, intoleransi
terhadap glukosa juga meningkat, jadi untuk golongan usia lanjut diperlukan
batas glukosa darah yang lebih tinggi daripada orang dewasa non usia lanjut.
Pada NIDDM, intoleransi glukosa pada lansia berkaitan dengan obesitas,
aktivitas fisik yang berkurang,kurangnya massa otot, penyakit penyerta,
penggunaaan obat-obatan, disamping karena pada lansia terjadi penurunan
sekresi insulin dan insulin resisten. Lebih dari 50% lansia diatas 60 tahun yang
tanpa keluhan, ditemukan hasil Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) yang
abnormal. Intoleransi glukosa ini masih belum dapat dikatakan sebagai diabetes.
Pada usia lanjut terjadi penurunan maupun kemampuan insulin terutama pada
post reseptor.
Pada lansia cenderung terjadi peningkatan berat badan, bukan karena
mengkonsumsi kalori berlebih namun karena perubahan rasio lemak-otot dan
penurunan laju metabolisme basal. Hal ini dapat menjadi faktor predisposisi
terjadinya diabetes mellitus. Penyebab diabetes mellitus pada lansia secara
umum dapat digolongkan ke dalam dua besar :
a. Proses menua/kemunduran (Penurunan sensitifitas indra pengecap, penurunan
fungsi pankreas, dan penurunan kualitas insulin sehingga insulin tidak berfungsi
dengan baik).
b. Gaya hidup (life style) yang jelek (banyak makan, jarang olahraga, minum
alkohol, dan lain-lain.)
Keberadaan penyakit lain, sering menderita stress juga dapat menjadi penyebab
terjadinya diabetes mellitus.
Selain itu perubahan fungsi fisik yang menyebabkan keletihan dapat menutupi
tanda dan gejala diabetes dan menghalangi lansia untuk mencari bantuan medis.
Keletihan, perlu bangun pada malam hari untuk buang air kecil, dan infeksi yang
sering merupakan indikator diabetes yang mungkin tidak diperhatikan oleh lansia
dan anggota keluarganya karena mereka percaya bahwa hal tersebut adalah
bagian dari proses penuaan itu sendiri.
3. Klasifikasi
a. Diabetes melitus tipe I
Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut baik
melalui proses imunologik maupun idiopatik. Karakteristik Diabetes Melitus
tipe I:
 Mudah terjadi ketoasidosis
 Pengobatan harus dengan insulin
 Onset akut
 Biasanya kurus
 Biasanya terjadi pada umur yang masih muda
 Berhubungan dengan HLA-DR3 dan DR4
 Didapatkan antibodi sel islet
 10%nya ada riwayat diabetes pada keluarga

b. Diabetes melitus tipe II :


Bervariasi mulai yang predominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin
relatif sampai yang predominan gangguan sekresi insulin bersama resistensi
insulin. Karakteristik DM tipe II :
 Sukar terjadi ketoasidosis
 Pengobatan tidak harus dengan insulin
 Onset lambat
 Gemuk atau tidak gemuk
 Biasanya terjadi pada umur > 45 tahun
 Tidak berhubungan dengan HLA
 Tidak ada antibodi sel islet
 30%nya ada riwayat diabetes pada keluarga
 ± 100% kembar identik terkena
4. Patofisiologi
Dalam proses metabolisme, insulin memegang peranan penting yaitu
memasukkan glukosa ke dalam sel yang digunakan sebagai bahan bakar. Insulin
adalah suatu zat atau hormon yang dihasilkan oleh sel beta di pankreas. Bila
insulin tidak ada maka glukosa tidak dapat masuk sel dengan akibat glukosa
akan tetap berada di pembuluh darah yang artinya kadar glukosa di dalam darah
meningkat.
Pada Diabetes melitus tipe 1 terjadi kelainan sekresi insulin oleh sel beta
pankreas. Pasien diabetes tipe ini mewarisi kerentanan genetik yang merupakan
predisposisi untuk kerusakan autoimun sel beta pankreas. Respon autoimun
dipacu oleh aktivitas limfosit, antibodi terhadap sel pulau langerhans dan
terhadap insulin itu sendiri.
Pada diabetes melitus tipe 2 yang sering terjadi pada lansia, jumlah insulin
normal tetapi jumlah reseptor insulin yang terdapat pada permukaan sel yang
kurang sehingga glukosa yang masuk ke dalam sel sedikit dan glukosa dalam
darah menjadi meningkat
5. Manifestasi Klinis
Keluhan umum pasien DM seperti poliuria, polidipsia, polifagia pada lansia
umumnya tidak ada. Osmotik diuresis akibat glukosuria tertunda disebabkan
ambang ginjal yang tinggi, dan dapat muncul keluhan nokturia disertai gangguan
tidur, atau bahkan inkontinensia urin. Perasaan haus pada pasien DM lansia
kurang dirasakan, akibatnya mereka tidak bereaksi adekuat terhadap dehidrasi.
Karena itu tidak terjadi polidipsia atau baru terjadi pada stadium lanjut.
Sebaliknya yang sering mengganggu pasien adalah keluhan akibat komplikasi
degeneratif kronik pada pembuluh darah dan saraf.
Pada DM lansia terdapat perubahan patofisiologi akibat proses menua, sehingga
gambaran klinisnya bervariasi dari kasus tanpa gejala sampai kasus dengan
komplikasi yang luas. Keluhan yang sering muncul adalah adanya gangguan
penglihatan karena katarak, rasa kesemutan pada tungkai serta kelemahan otot
(neuropati perifer) dan luka pada tungkai yang sukar sembuh dengan pengobatan
lazim.

Menurut Supartondo, gejala-gejala akibat DM pada usia lanjut yang sering


ditemukan adalah :
a. Katarak k. Amiotropi
b. Glaukoma l. Ulkus Neurotropik
c. Retinopati m. Penyakit ginjal
d. Gatal seluruh badan n.Penyakit pembuluh darah
e. Pruritus Vulvae perifer
f. Infeksi bakteri kulit o. Penyakit koroner
g. Infeksi jamur di kulit p. Penyakit pembuluh darah otak
h. Dermatopati q. Hipertensi
i. Neuropati perifer
j. Neuropati viseral

6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan dalam diabetes melitus terbagi menjadi 2, yakni :
penatalaksanaan secara medis dan penatalaksanaan secara keperawatan.
Penatalaksanaan secara medis adalah sebagai berikut:
a. Obat Hipoglikemik oral
 Golongan Sulfonilurea / sulfonyl ureas
Obat ini paling banyak digunakan dan dapat dikombinasikan denagn obat
golongan lain, yaitu biguanid, inhibitor alfa glukosidase atau insulin.
Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan produksi insulin
oleh sel- sel beta pankreas, karena itu menjadi pilihan utama para
penderita DM tipe II dengan berat badan yang berlebihan. Obat – obat
yang beredar dari kelompok ini adalah:
 Glibenklamida (5mg/tablet)
 Glibenklamida micronized (5 mg/tablet)
 Glikasida (80 mg/tablet).
 Glikuidon (30 mg/tablet).
 Golongan Biguanid / Metformin
Obat ini mempunyai efek utama mengurangi glukosa hati, memperbaiki
ambilan glukosa dari jaringan (glukosa perifer). Dianjurkan sebagai obat
tunggal pada pasien dengan kelebihan berat badan.

 Golongan Inhibitor Alfa Glukosidase


Mempunyai efek utama menghambat penyerapan gula di saluran
pencernaan, sehingga dapat menurunkan kadar gula sesudah makan.
Bermanfaat untuk pasien dengan kadar gula puasa yang masih normal.
b. Insulin
 Indikasi insulin
Pada DM tipe I yang tergantung pada insulin biasanya digunakan Human
Monocommponent Insulin (40 UI dan 100 UI/ml injeksi), yang beredar
adalah Actrapid. Injeksi insulin juga diberikan kepada penderita DM tipe
II yang kehilangan berat badan secara drastis. Yang tidak berhasil dengan
penggunaan obat – obatan anti DM dengan dosis maksimal, atau
mengalami kontraindikasi dengan obat – obatan tersebut, bila mengalami
ketoasidosis, hiperosmolar, dana sidosis laktat, stress berat karena infeksi
sistemik, pasien operasi berat, wanita hamil dengan gejala DM
gestasional yang tidak dapat dikontrol dengan pengendalian diet.
 Jenis Insulin
 Insulin kerja cepat Jenis – jenisnya adalah regular insulin,
cristalin zink, dan semilente.
 Insulin kerja sedang Jenis – jenisnya adalah NPH (Netral
Protamine Hagerdon)
 Insulin kerja lambat Jenis – jenisnya adalah PZI (Protamine Zinc
Insulin)
Sedangkan unuk penatalaksanaan secara keperawatan adalah sebagai
berikut:
 Diet
Salah satu pilar utama pengelolaan DM adalah perencanaan
makan. Walaupun telah mendapat tentang penyuluhan
perencanaan makanan, lebih dari 50 % pasien tidak
melaksanakannya. Penderita DM sebaiknya mempertahankan
menu diet seimbang, dengan komposisi idealnya sekitar 68 %
karbohidrat, 20 % lemak dan 12 % protein. Karena itu diet yang
tepat untuk mengendalikan dan mencegah agar berat badan tidak
menjadi berlebihan dengan cara : Kurangi kalori, kurangi lemak,
konsumsi karbohidrat komplek, hindari makanan yang manis,
perbanyak konsumsi serat.

 Olahraga
Olahraga selain dapat mengontrol kadar gula darah karena
membuat insulin bekerja lebih efektif. Olahraga juga membantu
menurunkan berat badan, memperkuat jantung, dan mengurangi
stress. Bagi pasien DM melakukan olahraga dengan teratur akan
lebih baik, tetapi jangan melakukan olahraga yang berat – berat
7. Pemeriksaan Diagnostik
Glukosa darah sewaktu
a. Kadar glukosa darah puasa
b. Tes toleransi glukosa
Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali
pemeriksaan:
 Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
 Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
 Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah
mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dl
8. Komplikasi
Komplikasi diabetes mellitus diklasifikasikan menjadi akut dan kronis. Yang
termasuk dalam komplikasi akut adalah hipoglikemia, diabetes ketoasidosis
(DKA), dan hyperglycemic hyperosmolar nonketocic coma (HHNC). Yang
termasuk dalam komplikasi kronis adalah retinopati diabetic, nefropati diabetic,
neuropati, dislipidemia, dan hipertensi.
a. Komplikasi akut
Diabetes ketoasidosis adalah akibat yang berat dari deficit insulin yang berat
pada jaringan adipose, otot skeletal, dan hepar. Jaringan tersebut termasuk
sangat sensitive terhadap kekurangan insulin. DKA dapat dicetuskan oleh
infeksi ( penyakit)
b. Komplikasi kronis:
 Retinopati diabetic
Lesi paling awal yang timbul adalah mikroaneurism pada pembuluh
retina. Terdapat pula bagian iskemik, yaitu retina akibat berkurangnya
aliran darah retina. Respon terhadap iskemik retina ini adalah
pembentukan pembuluh darah baru, tetapi pembuluh darah tersebut
sangat rapuh sehingga mudah pecah dan dapat mengakibatkan
perdarahan vitreous. Perdarahan ini bisa mengakibatkan ablasio retina
atau berulang yang mengakibatkan kebutaan permanen.
 Nefropati diabetic
Lesi renal yang khas dari nefropati diabetic adalah glomerulosklerosis
yang nodular yang tersebar dikedua ginjal yang disebut sindrom
Kommelstiel-Wilson. Glomeruloskleriosis nodular dikaitkan dengan
proteinuria, edema dan hipertensi. Lesi sindrom Kommelstiel-Wilson
ditemukan hanya pada DM.
 Neuropati
Neuropati diabetic terjadi pada 60 – 70% individu DM. neuropati diabetic
yang paling sering ditemukan adalah neuropati perifer dan autonomic.
 Displidemia
Lima puluh persen individu dengan DM mengalami dislipidemia.
 Hipertensi
Hipertensi pada pasien dengan DM tipe 1 menunjukkan penyakit ginjal,
mikroalbuminuria, atau proteinuria. Pada pasien dengan DM tipe 2,
hipertensi bisa menjadi hipertensi esensial. Hipertensi harus secepat
mungkin diketahuin dan ditangani karena bisa memperberat retinopati,
nepropati, dan penyakit makrovaskular.
 Kaki diabetic
Ada tiga factor yang berperan dalam kaki diabetic yaitu neuropati,
iskemia, dan sepsis. Biasanya amputasi harus dilakukan. Hilanggnya
sensori pada kaki mengakibatkan trauma dan potensial untuk ulkus.
Perubahan mikrovaskuler dan makrovaskuler dapat mengakibatkan
iskemia jaringan dan sepsis. Neuropati, iskemia, dan sepsis bisa
menyebabkan gangrene dan amputasi.
 Hipoglikemia
Hipoglikemia adalah keadaan dengan kadar glukosa darah di bawah 60
mg/dl, yang merupakan komplikasi potensial terapi insulin atau obat
hipoglikemik oral. Penyebab hipoglikemia pada pasien sedang menerima
pengobatan insulin eksogen atau hipoglikemik oral.
9. Program pemerintah dalam pemeliharaan kesehatan penyakit kronis
PROLANIS adalah suatu sistem pelayanan kesehatan dan pendekatan
proaktif yang dilaksanakan secara terintegrasi yang melibatkan Peserta,
Fasilitas Kesehatan dan BPJS Kesehatan dalam rangka pemeliharaan
kesehatan bagi peserta BPJS Kesehatan yang menderita penyakit kronis
untuk mencapai kualitas hidup yang optimal dengan biaya pelayanan
kesehatan yang efektif dan efisien.
a. Tujuan prolanis adalah Mendorong peserta penyandang penyakit
kronis mencapai kualitas hidup optimal dengan indikator 75% peserta
terdaftar yang berkunjung ke Faskes Tingkat Pertama memiliki hasil
“baik” pada pemeriksaan spesifik terhadap penyakit DM Tipe 2 dan
Hipertensi sesuai Panduan Klinis terkait sehingga dapat mencegah
timbulnya komplikasi penyakit.
b. Aktifitas PROLANIS
1. Konsultasi Medis Peserta Prolanis : jadwal konsultasi disepakati
bersama antara peserta dengan Faskes Pengelola
2. Edukasi Kelompok Peserta Prolanis
3. Reminder melalui SMS Gateway
Reminder adalah kegiatan untuk memotivasi peserta untuk
melakukan kunjungan rutin kepada Faskes Pengelola melalui pengingatan
jadwal konsultasi ke Faskes Pengelola tersebut
:
4. Home Visit
adalah kegiatan pelayanan kunjungan ke rumah Peserta PROLANIS
untuk pemberian informasi/edukasi kesehatan diri dan
lingkungan bagi peserta PROLANIS dan keluarga

C. KONSEP ASUHAN
KEPERAWATAN KOMUNITAS
 Pengkajian umum komunitas
Pada tahap pengkajian ini terdapat beberapa kegiatan yaitu mulai dari
pengumpulan data, pengolahan data, analisis data, perumusan atau penentuan
masalah perioritas. Kumpulan individu/ keluarga di komunitas merupakan
“Core“ dari asuhan keperawatan komunitas. Demografi, populasi, nilai- nilai,
keyakinan dan riwayat individu termasuk riwayat kesehatannya, serta
dipengaruhi pula oleh delapan sub sistem: fisik dan lingkungan perumahan,
pendidikan , keselamatan dan transportasi, politik dan kebijakan pemerintah,
kesehatan dan pelayanan sosial, komunikasi, ekonomi dan rekreasi.
a. Data inti :

1) Usia yang berisiko 5) Agama

2) Pendidikan 6) Keyakinan

3) Jenis kelamin 7) Nilai – nilai

4) Pekerjaan

b. Riwayat komunitas, yang dapat merupakan stressor timbulnya gangguan


yang perlu dikaji pada kelompok atau komunitas adalah :
 Core atau inti: data demografi kelompok atau komunitas yang terdiri:
umur, pendidikan, jenis kelamin, pekerjaan, agama, nilai-nilai,
keyakinan serta riwayat timbulnya kelompok atau komunitas.
 Delapan subsistem yang mempengaruhi komunitas (Betty Neuman) :
 Perumahan: Rumah yang dihuni oleh penduduk, penerangan,
sirkulasi dan kepadatan. Pendidikan: Apakah ada sarana
pendidikan yang dapat digunakan untuk meningkatkan
pengetahuan
 Keamanan dan keselamatan di lingkungan tempat tinggal: Apakah
tidak menimbulkan stress.
 Politik dan kebijakan pemerintah terkait dengan kesehatan:
Apakah cukup menunjang sehingga memudahkan komunitas
mendapat pelayanan di berbagai bidang termasuk kesehatan.
 Pelayanan kesehatan yang tersedia untuk melakukan deteksi dini
gangguan atau merawat atau memantau apabila gangguan sudah
terjadi.
 System komunikasi: Sarana komunikasi apa saja yang dapat
dimanfaatkan di komunitas tersebut untuk meningkatkan
pengetahuan terkait dengan gangguan nutrisi misalnya televisi,
radio, Koran atau leaflet yang diberikan kepada komunitas
 Ekonomi: Tingkat sosial ekonomi komunitas secara keseluruhan
apakah sesuai dengan UMR (Upah Minimum Regional), dibawah UMR
atau diatas UMR sehingga upaya pelayanan kesehatan yang
diberikan dapat terjangkau, misalnya anjuran untuk konsumsi
jenis makanan sesuai status ekonomi tersebut.
 Rekreasi: Apakah tersedia sarananya, kapan saja dibuka, dan
apakah biayanya terjangkau oleh komunitas. Rekreasi ini
hendaknya dapat digunakan komunitas untuk mengurangi stress.
 Kebutuhan dalam kehidupan sehari hari
 Kebutuhan nutrisi
 Kebutuhan eliminasi
 Kebutuhan istirahat dan tidur d. Personal hygiene
 Rekreasi
 Lingkungan
 Karakteristik rumah
 Karakteristik tetangga dan komunikasi RW
 Perkumpulan keluarga dan interaksi dengan masyarakat
 Sistem pendukung keluarga
 Fungsi ekonomi
 Stress dan koping keluarga
 Stressor jangka pendek
 Stressor jangka panjang
 Kemampuan keluarga berespon terhadap situasi
 Strategi dan koping yang digunakan
 Derajat kesehatan
 Kejadian sakit
 Perilaku keluarga dalam penanggulangan penyakit
 Analisa data
 Diagnosa keperawatan komunitas
Menurut NANDA diagnosa keperawatan (NANDA) pada kelompok penyakit
kronis sebagai berikut :
 Domain 1 : Promosi Kesehatan
Kelas : Manajemen Kesehatan
Diagnosa : Perilaku kesehatan cenderung berisiko (00188)
Definisi : hambatan kemampuan untuk mengubah gaya hidup dalam
cara yang memperbaiki status kesehatan.
Batasan karakteristik : gagal melakukan tindakan mencegah masalah
kesehatan, meminimalkan perubahan status kesehatan
Faktor yang berhubungan:
 kurang pemahaman
 sikap negatif terhadap pelayanan kesehatan
 status sosio ekonomi rendah

Tujuan :

domain 4 : pengetahuan tentang kesehatan dan perilaku

kelas 2Q : perilaku sehat

level 3 : perilaku promosi kesehatan

Kriteria hasil (NOC):


 menggunakan perilaku yang menghindari resiko
 memonitor perilaku personal terkait dengan resiko
 mengikuti diet sehat
 melakukan perilaku kesehatan secara rutin
 domain 1 : komunitas

kelas 2C : penigkatan kesehatan komunitas

level 3 : pendidikan kesehatan

Intervensi :
 Targetkan sasaran pada kelompok berisiko tinggi dan rentan usia yang akan
mendapat besar dari pendidikan kesehatan
 Identifikasi faktor imternal atau eksternal yang dapat meningkatkan atau
mengurangi motivasi untuk berperilaku sehat
 Tentukan penegtahuan kesehatan dan gaya hidup perilaku saat ini pada individu,
keluarga atau kelompok sasaran
 Identifikasi karakteristik populasi target yang mengetahui strategi belajar
 Rumuskan tujuan dalam program pendidikan kesehatan tersebut
 Pertimbangkan kemudahan akses, hal-hal yang disukai konsumen, dan biaya dalam
perencanaan program
 Hindari penggunaan teknik dengan menakut –nakuti sebagai strategi untuk
memotivasi orang agar mengubah perilaku kesehatan atau hidup wajar
 Berikan ceramah untuk penyampaikan informasi dalam jumlah besar, pada saat
yang tepat
 Berikan diskusi kelompok dan bermain peran untuk mempengaruhi keyakinan
terhadap kesehatan, sikap dan niali-nilai
 Lakukan demonstrasi ulang, partisipasi belajar, dan manipulasi bahan
pembelajaran ketika mengerjakan keterampilan psikomotorik
 Libatkan individu, keluarga dan kelompok dalam perencanaan dan rencana
implementasi gaya hidup atau modivikasi perilaku kesehatan
 Pertimbangkan dukungan keluarga, teman sebaya dan masyarakat terhadap
perilaku yang kondusif bagi kesehatan
 Gunakan berbagai strategi dan interfensi dalam program pendidikan
 Domain 1 : promosi kesehatan
Kelas 2 : manajemen kesehatan
Diagnosa : Ketidakefektifan pemeliharaan kesehatan (00099)
Defenisi : ketidakmampuan mengidentifikasi, mengelola dan / atau mencari
bantuan untuk mempertahankan kesehatan
Batasan karakteristik :

- Kurang pengetahuan tentang praktik kesehatan dasar

- Pola perilaku kurang mencari bantuan kesehatan

- Tidak menunjukkan minat pada perbaikan perilaku sehat


Factor yang berhubungan :

- sumber daya tidak cukup (pengetahuan)

- strategi kopping yang tidak efektif

tujuan :

domain 4 : pengetahuan tentang kesehatan dan perilaku

kelas 2FF : manajemen diri : penyakit kronis

Kriteria hasil (NOC) :

 menerima diagnosa
 mencari informasi tentang penyakit
 memantau tanda dan gejala komplikasi
 memantau perubahan penyakit
 menggunakan sumber sumber yang ada di komunitas perencanaan :

domain 7 : komunitas
kelas 2D : manajemen resiko kemunitas
level : manajemen lingkungan komunitas
Intervensi :
 inisiasi skring risiko kesehatan yang berasal dari lingkungan
 monitor status risiko kesehatan yang sidah diketahui
 berpartisipasi dalam program dikomunitas untuk mengatasi risiko yang sudah
diketahui
 tingkatkan kebijakan pemerintash untuk menurunkan risiko tertentu
 lakukan program edukasi untuk kelompok berisiko
 koordinasikan layanan terhadap kelompok dan komunitas berrisiko
 bekerjasama dengan kelompok dilakukan untuk memastikan aturan pemerintah yang
sesuai
 Domain 1 : promosi kesehatan
Kelas 2 : manajemen kesehatan
Diagnosa : Ketidakefektifan manajemen kesehatan (00078)
Definisi : pola pengaturan dan pengintegrasian ke dalam kebiasaan terapeutik
hidup sehari hari untuk pengobatan penyakit dan sekuelenya yang tidak
memuaskan untuk memenuhi tujuan kesehatan spesifik’
Batasan karakteristik : kegagalan melakukan tindakan untuk mengurangi faktor
resiko
Faktor yang berhubungan :
 Kesulitan ekonomi
 Kurang dukungan sosial
 Kurang pengetahuan tentang program terapeutik

 Domain 7 : komunitas
Kelas : peningkatan kesehatan komunitas
Level : pengembangan kesehatan komunitas
Intervensi :
 Identifikasi bersama komunitas mengenai masalah, kekuatan , dan
prioritas kesehatan
 Berikan kesempatan berpartisipasi bagi semua segmen komunitas
 Bantu anggota komunitas untuk meningkatkan kesabaran dan
memberikan perhatian mengenai masalah-masalah kesehatan
 Lakukan dialog untuk menentukan masalah-masalah ksehatan
komunitas dan mengembangkan rencana tindakan
 Fasilitasi implementasi dan revisi dari rencana komunitas
 Bantu anggota komunitas terkait dengan pengembangan dan prngadaan
sumber daya
 Tingkatkan jaringan mengenai dukungan komunitas
 Kembangkan strategi untuk mengelola konflik
 Pastikan bahwa anggota komunitas mempertahankan kontrol
pengambilan keputusan
 Domain 1 : promosi kesehatan
Kelas 2 : menejemen kesehatan
Diagnosa : ketidakpatuhan (00079)
Definisi : perilaku individu yang tidak sesuai dengan rencana promosi
kesehatan yang ditetapka oleh pfofesional pelayanan kesehatan
Batasan karakteristik :
 Gagal mencapai hasil
 Perilaku tidak taat
Faktor yang berhubungan :
 Durasi pengobatan
 Intensitas pengobatan
 Kompleksitas regimen kesehatan
 Pengobatan berbiaya tinggi perencanaan

 domain 1 : komunitas
kelas 2C : penigkatan kesehatan komunitas
level 3 : pendidikan kesehatan
Intervensi :
 Targetkan sasaran pada kelompok berisiko tinggi dan rentan usia yang akan
mendapat besar dari pendidikan kesehatan
 Identifikasi faktor imternal atau eksternal yang dapat meningkatkan atau
mengurangi motivasi untuk berperilaku sehat
 Tentukan penegtahuan kesehatan dan gaya hidup perilaku saat ini pada
individu, keluarga atau kelompok sasaran
 Identifikasi karakteristik populasi target yang mengetahui strategi belajar
 Rumuskan tujuan dalam program pendidikan kesehatan tersebut
 Pertimbangkan kemudahan akses, hal-hal yang disukai konsumen, dan biaya
dalam perencanaan program
 Hindari penggunaan teknik dengan menakut –nakuti sebagai strategi untuk
memotivasi orang agar mengubah perilaku kesehatan atau hidup wajar
 Berikan ceramah untuk penyampaikan informasi dalam jumlah besar, pada
saat yang tepat
 Berikan diskusi kelompok dan bermain peran untuk mempengaruhi keyakinan
terhadap kesehatan, sikap dan niali-nilai
 Lakukan demonstrasi ulang, partisipasi belajar, dan manipulasi bahan
pembelajaran ketika mengerjakan keterampilan psikomotorik
 Libatkan individu, keluarga dan kelompok dalam perencanaan dan rencana
implementasi gaya hidup atau modivikasi perilaku kesehatan
 Pertimbangkan dukungan keluarga, teman sebaya dan masyarakat terhadap
perilaku yang kondusif bagi kesehatan
 Gunakan berbagai strategi dan interfensi dalam program pendidikan
DAFTAR PUSTAKA

NANDA. 2015-2017. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA Definisi dan Klasifikasi.


Philadelpia

NIC. 2015. IOWA Outcome Project Nursing Intervention Classification. Mosby : New York.

NOC. 2015. IOWA Outcome Project Nursing Outcomes Classification. Mosby : New York

Mansjoer, arif. 2007. Kapita selekta kedokteran edisi 3 jilid 2. Jakarta : Media Aesculapius

Purwaningsih, wahyundan karlina, Ina. (2009). Asuhan keperawatan jiwa. Yogyakarta : Nuha
medika

Smeltzer, S.C.,& Bare, B., G.(2013) Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner
Suddarth, (ed,8.vol. 2), Jakarta ; EGC

Anda mungkin juga menyukai