SKRIPSI
Disusun Oleh
Ernasari (16040274070)
Dosen Pembimbing :
Dian Ayu Larasati, S.Pd, M.Sc
PENDAHULUAN
A. Konteks Penelitian
Posisi geografis Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempeng dunia yaitu
lempeng Eurasia, lempeng Pasifik, dan lempeng Indo-Australia yang selalu bergerak
dan saling bertumbukan. Indonesia juga merupakan zona pertemuan dua jalur gempa
sirkum pasifik dan alpide transasiatic. Kondisi tersebut menyebabkan sebagian besar
pulau di Indonesia secara alamiah rawan terjadi gempa bumi dan tsunami serta
terjadi gerakan tanah. Sebagian besar wilayah Indonesia merupakan daerah rawan
bencana gerakan tanah atau tanah longsor. Hal tersebut karena, posisi tektonik
wilayah Indonesia di apit oleh tiga lempeng utama dunia yang selalu bergerak aktif
dengan kecepatan 1 hingga 13 cm per tahun, Supriyono (2014).
Selain itu, karakteristik wilayah Indonesia yang terdiri atas dataran tinggi dan
rendah, curah hujan yang tinggi, dan berada pada rangkaian ring of fire memang
sangat rawan terhadap bencana gerakan tanah atau tanah longsor. Sebagian besar
wilayah Indonesia terletak pada rangkaian gunung berapi yang menyebabkan kondisi
batuan atau tanahnya menjadi sangat labil. Kondisi iklim menyebabkan proses
pelapukan batuan dan sisa-sisa makhluk hidup yang telah mati di wilayah Indonesia
sangat mudah terjadi. Kondisi tanah yang tebal dengan struktur yang kurang kuat,
ditambah dengan kondisi batuan yang labil dan lereng yang curam tentu sangat
rentan terhadap bencana gerakan tanah, Supriyono (2014).
Darsoatmodjo dkk (2002) menyebutkan bahwa terdapat beberapa ciri daerah
rawan akan gerakan tanah, yaitu: a) Adanya gunung api yang menghasilkan endapan
batuan volkanik yang umumnya belum padu dan dengan proses fisik dan kimiawi
maka batuan akan melapuk, berupa lempung pasiran atau pasir lempungan yang
bersifat sarang, gembur dan mudah meresapkan air. b) Adanya bidang luncur
(diskontinuitas) antara batuan dasar dengan tanah pelapukan, bidang luncuran
tersebut merupakan bidang lemah yang licin dapat berupa batuan lempung yang
kedap air atau batuan breksi yang kompak dan bidang luncuran tersebut miring
kearah lereng yang terjal. c) Pada daerah pegunungan dan perbukitan terdapat lereng
yang terjal, pada daerah jalur patahan /sesar juga dapat membuat lereng menjadi
terjal dan dengan adanya pengaruh struktur geologi dapat menimbulkan zona retakan
ehingga dapat memperlemah kekuatan batuan setempat. d) Pada daerah aliran sungai
tua yang bermeander dapat mengakibatkan lereng menjadi terjal, akibat pengikisan
air sungai ke arah lateral, bila daerah tersebut disusun oleh batuan yang kurang kuat
dan tanah pelapukan yang bersifat lembek dan tebal maka mudah untuk longsor. e)
Faktor air juga berpengaruh terhadap terjadinya tanah longsor, yaitu bila di lereng
bagian atas terdapat adanya saluran air tanpa bertembok, persawahan, kolam ikan
(genangan air), bila saluran tersebut jebol atau bila turun hujan air permukaan
tersebut meresap ke dalam tanah akan mengakibatkan kandungan air dalam massa
tanah akan lewat jenuh, berat massa tanah bertambah dan tahanan geser tanah
menurun serta daya ikat tanah menurun sehingga gaya pendorong pada lereng
bertambah yang dapat mengakibatkan lereng tersebut goyah dan bergerak menjadi
longsor.
PENDUDUK ( FASILITAS
NO NAMA DESA RUMAH RUSAK
JIWA) UMUM
1 2 3 4 5
1 PARAKAN 23 9 1
2 SUMBERDADI 33 10
3 DEPOK 125 40
4 MASARAN 2 2
5 PUCANGANAK 80 31
6 PRAMBON 1 1
7 SIMOMULYO 2 2
8 WONOANTI 33 17
9 MLIJON 19 6
10 TERBIS 231 61 1
11 DAWUHAN 28 3
12 KERTOSONO 21 5
JUMLAH 598 187 2
Sumber : BPBD Kabupaten Trenggalek 2016
KAJIAN PUSTKA
A. Bencana Alam
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang
Penanggulangan Bencana, pengertian bencana adalah peristiwa atau rangkaian
peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan
masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam
maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia,
kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 mendefinisikan mengenai
bencana alam, bencana non alam dan bencana sosial. Bencana Alam yaitu
bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang
disebabkan oleh alam anatara lain berupa gempa bumi, gunung meletus, banjir,
angin topan, dan tanah longsor. Bencana Non Alam yaitu bencana yang
diakibatkann oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa non alam yang antara lain
berupa gagal teknologi, gagal moderenisasi, epidemic, dan wabah penyakit.
Bencana Sosial yaitu bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian
peristiwa yang disebabkan oleh manusia meliputi konflik sosial antar komunitas
masyarakat, dan eror.
Menurut Hermon (2015) Bencana alam merupakan bencana yang terjadi
akibat terganggunya keseimbangan komponen-komponen alam tanpa campur
tangan manusia. Bencana alam selalu menimbulkan keresahan pada masyarakat,
baik pada saat pra bencana, masa tanggap darurat bencana, maupun pada masa
pasca bencana, karena dapat mengganggu keberlanjutan kehidupan pada kawasan
tersebut. Bencana merupakan pemicu rusaknya subsistem kehidupan makhluk
hidup di muka bumi, sehingga terjadi degradasi ekosistem, perubahan pola
perekonomian, degredasi moral, perubahan struktur masyarakat, perubahan tata
pemerintahan, degredasi kualitas lingkungan, dan lain sebagainya.
Secara horizontal, bencana alam dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu
bencana aktual dan bencana potensial. Bencana aktual merupakan bencana yang
terjadi saat ini, bersifat secara tiba-tiba, cepat, daerahnya sempit, dan korban
jiwanya relatif sedikit kalau dibandingkan dengan bumi secara keseluruhannya.
Bencana actual ini memberikan dampak psikologis yang besar pada masyarakat
yang terdampak bencana. Bencana-bencana yang bersifat aktual dapat dibedakan
atas: bencana gempa, bencana tsunami, letusan gunung api, banjir, banjir
bandang, longsor/ gerakan tanah, kebakaran dan bencana sosial lainnya, Hermon
(2015).
B. Gerakan Tanah
Gerakan tanah merupakan salah satu jenis gerakan massa tanah atau
batuan, ataupun percampuran keduanya, menuruni atau keluar lereng akibat dari
terganggunya kestabilan tanah atau batuan penyusun lereng tersebut. Gerakan
tanah akan terjadi pada suatu lereng, jika ada keadaan ketidakseimbangan yang
menyebabkan terjadinya suatu proses mekanis, mengakibatkan sebagian dari
lereng tersebut bergerak mengikuti gaya gravitasi, dan selanjutnya setelah terjadi
longsor lereng akan seimbang atau stabil kembali. Jadi longsor merupakan
pergerakan massa tanah atau batuan menuruni lereng mengikuti gaya gravitasi
akibat terganggunya kestabilan lereng. Apabila massa yang bergerak pada lereng
ini didominasi oleh tanah dan gerakannya melalui suatu bidang pada lereng, baik
berupa bidang miring maupun lengkung, maka proses pergerakan tersebut disebut
sebagai longsoran tanah, ESDM (2005).
Tipe-tipe Gerakan Tanah/Longsor Menurut Noor (2006), gerakan tanah
dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) yaitu:
1. Gerakan tanah tipe aliran lambat (slow flowage), yang terdiri dari:
a. Rayapan (creep), yaitu perpindahan material batuan dan tanah ke
arah lereng dengan pergerakan yang sangat lambat.
b. Rayapan tanah (soil creep), merupakan perpindahan material tanah
ke arah kaki lereng.
c. Rayapan talus (Talus creep), merupakan perpindahan ke arah kaki
lereng dari material talus/scree.
d. Rayapan batuan (Rock creep), merupakan perpindahan ke arah
kaki lereng dari blok-blok batuan.
e. Rayapan batuan glacier (Rock-glacier creep), merupakan
perpindahan ke arah kaki lereng dari limbah batuan.
f. Solifluction/Liquefaction, merupakan aliran yang sangat perlahan
ke arah kaki lereng dari material debris batuan yang jenuh air.
Faktor yang bersifat aktif pada gerakan tanah, antara lain: Gangguan yang
tejadi secara alamiah ataupun buatan. Lereng yang terjal akan semakin terjal
karena terjadinya erosi air. Proses infilitrasi air hujan yang meresap ke dalam
tanah, yang melebihi kapasitasnya sehingga tanah menjadi jenuh air. Getaran-
getaran tanah yang diakibatkan oleh seismisitas atau kendaraan berat.
a. Sikap masyarakat
Menurut Ntoadmodjo (2003) Sikap adalah reaksi atau respon
seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau obyek.
Jika sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan
bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap memiliki 3
komponen pokok, yang meliputi; kepercayaan (keyakinan), ide dan
konsep terhadap suatu obyek, kehidupan emosional atau elevasi
emosional terhadap suatu obyek, serta kecenderungan untuk
bertindak (trend to behave)
Ketiga komponen ini secara bersama membentuk sikap yang
utuh, dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, berfikir,
keyakinan dan emosi memegang perananan penting. Seperti halnya
dengan pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tindakan yaitu;
1. Menerima (receiving), bahwa orang (subyek) akan
memperhatikan stimulus yang diberikan (obyek)
2. Merespon (responding), pemberian jawaban atau
melakukan tindakan ketika menerima stimulus
3. Menghargai (valuing), kesediaan mengajak subyek di
sekitarnya untuk mengerjakan sesuatu atau mendiskusikan
untuk penyelesaian masalah
4. Bertanggung Jawab (respobsible), bertanggungjawab atas
segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko
merupakan perwujudan sikap yang paling tinggi.
b. Presepsi Masyarakat
Presepsi merupakan salah satu bentuk perilaku kognitif
yaitu sama proses mengenal lingkungan dengan menggunakan
alat indera. Proses pengamatan terjadi karena adanya
rangsangan dari lingkungan yang diterima oleh individu
melalui alat indera. Rangsangan tersebut kemudian di teruskan
ke pusat kesadaran otak untuk diberi makna atau tafsiran.
Dalam mengidentifikasi presepsi masyarakat khusunya
terhadap bencana, menurut Mesnerr dan Meyer dalam Hardoyo
(2011), mengatakan bahwa presepsi akan di pengaruhi oleh
perbedaan informasi yang dimilki tiap individu, perbedaan nilai
dalam bersikap dan kepentingan individu. Presepsi masyarakat
terhadap bencana gerakan tanah secara umum merupakan suatu
proses penerimaan informasi atau stimulus dari lingkungan
terhadap bencana gerakan tanah dan mengubahnya dalam
kedalam kesadaran psikologis, ada suatu tanggapan masyarakat
tentang kondisi suatu wilayah yang memilki kecenderungan
dan potensi terkena gerakan tanah yang tinggi meliputi
kekhawatiran mereka terhadap bahaya gerakan tanah.
2. Kondisi Ekonomi Masyarakat
a. Pendapatan
b. Jenis Pekerjaan
METODE PENELITIAN
3. Kesimpulan
Langkah selanjutnya adalah penarikan kesimpulan (Sugiyono, 2013)
Kesimpulan dalam penelitian kualitatif merupakan penemuan baru yang
sebelumnya belum pernah ada. Temuan dapat berupa deskripsi atau
gambaran suatu onyek yang sebelumnya masih remang-remang atau gelap
sehingga setelah di teliti menjadi jelas, dapat berupa kausal atau interaktif,
hipotesis dan teori.
b. Luas
Luas desa Terbis adalah 578,2 Ha terdiri dari lahan sawah, lahan
kering, tanah perkebunan, tanah fasilitas umum, dan lahan hutan. Dengan
rincian luas lahan Desa Terbis sebagai berikut:
Tabel 4.2 Luas Lahan Desa Terbis
2. Kondisi Demografi
3. Potensi Kebencanaan
a. Gerakan Tanah
Jml.Anggota
Klasifikasi Kerusakan
No Nama Korban Keluarga
Kk Jiwa R S B Jml
1 Sunarto 1 4 1
2 Roimin 1 4 1
3 Senen 1 4 1
4 Sarni 1 3 1
5 Kaderi 1 4 1
6 Tumiran 1 4 1
7 Sumiati 1 4 1
8 Sarnen 1 3 1
9 Ariyadi 1 1 1
10 Kukuh 1 2 1
11 Jemain 1 3 1
12 Sinto 1 4 1
13 Lamijan 1 5 1
14 Jaiman 1 4 1
15 Juwarno 1 3 1
Jml.Anggota
Klasifikasi Kerusakan
No Nama Korban Keluarga
Kk Jiwa R S B Jml
16 Ady Katuji 1 4 1
17 Ruslan 1 2 1
18 Kadiyem 1 3 1
19 Tariyem 1 1 1
20 Mispan 1 3 1
21 Sudarno 1 4 1
22 Juliwan 1 4 1
23 Senen 1 3 1
24 Paiyem 1 1 1
25 Sutarman 1 3 1
26 Boiran 1 4 1
27 Supriyanto 1 4 1
28 Jaeni 1 3 1
29 Soiman 1 3 1
30 Paidi 1 5 1
31 Danang 1 3 1
32 Suyitno 1 4 1
33 Jaelani 1 3 1
34 Paimin 1 5 1
35 Mursidik 1 4 1
36 Sanijo 1 2 1
37 Basir 1 5 1
38 Kurdi 1 6 1
39 Samijem 1 1 1
40 Tubilal 1 4 1
41 Paerah 1 1 1
42 Sumirah 1 5 1
43 Sanijan 2 9 1
44 Jarni 1 6 1
45 Saifudin 1 4 1
46 Boiman 1 7 1
47 Katijo 1 4 1
48 Jono 1 2 1
Jml.Anggota
Klasifikasi Kerusakan
No Nama Korban Keluarga
Kk Jiwa R S B Jml
49 Suroso 1 3 1
50 Paiman 1 5 1
51 Supriyanto 1 3 1
52 Poijan 1 2 1
53 Pardi 1 8 1
54 Tukiyo 1 5 1
55 Misdi 1 8 1
56 Miswan 1 5 1
57 Jatuk Rigeno 1 3 1
58 Miswan. W 1 3 1
59 Karmidi 1 3 1
60 Karmi 1 5 1
61 Katmi 1 4 1
62 Mushola 1
63 Lahan Perkampungan 30 Ha
64 Sawah 20 Ha
65 Jalan 720 Meter
66 Jembatan 1
Sumber : BPBD Kabupaten Trenggalek 2016
B. Hasil Penelitian
2. Sikap Mayarakat
Berdasarkan hasil wawancara di lapangan,
masyarakat terdampak gerakan tanah di Desa Terbis.
Masyarakat memiliki pandangannya masing-masing dalam
menyikapi rasa trauma yang pada intinya mereka hanya
pasrah jika terjadi bencana gerakan tanah kembali mereka
akan pindah, salah satunya seperti yang di sampaikan oleh
bapak Sinto dan Suyitno
“Nggeh pasrah lo mbak, nek umpami
wonten napa-napa nggeh pindah teng mriko
mbak, namung pasrah niku mbak. Nek wonten
bencana malih nggeh pindah lo mbak. Sak niki
gek padhos nedine wonten mriki pripun maleh”
“ya pasrah lo mbak, kalau seandainya
ada apa-apa ya pindah ke sana mbak, hanya
pasrah itu mbak. Kalau ada bencana lagi ya
pindah lo mbak, sekarang kerjanya kan disini
mau gimana lagi” (07/ W- SNT /04-12-2019)
“Yo wedi ora piye mbak, eneke ning kene
iki. Yo muga-muga mboten goyah maneh. Yo nek
dohblaene enek goyah bumine yo pindah mbak”
“Ya takut tidak gimana mbak adanya
disini ini, ya semoga tidak goyah lagi, ya kalau
seandainya goyah lagi buminya ya pindah
mbak”( 06/ W- SYT /03-12-2019)
3. Pendapatan Masyarakat
3. Pendapatan Masyarakat
Mengacu pada pengertian pendapatan yang bermakna
total penerimaan yang di terima pada periode tertentu.
Penerimaan dari gaji atau balas jasa dari usaha yang diperoleh
individu atau kelompok rumah tangga dalam satu bulan dan
digunakan untuk memenuhi kehidupan sehari-hari.
Melalui uraian pada hasil penelitian pendapatan
masyarakat terdampak bencana gerakan tanah pasca benca
selama tiga bulan mencukupi kebutuhan sehari-harinya dengan
hasil sumbangan yang diperoleh. setelah itu pendapatannya
mengalami penurunan akibat dari lahan yang rusak sehingga
mempengaruhi hasil tanaman.
Mengacu pada paham posibilisme masyarakat Desa
Terbis yang memberikan penjelasan bahwa manusia ialah
makhluk yang berkal, dan dengan kemampuan akalnya itu
manusia mampu merespon apa yang diberikan oleh alam.
Manusia tidak lagi berperan pasif atau pasrah menerima
apapun yang diberikan alam seperti paham determinisme,
tetapi aktif dalam pemanfaatan dan pengelolaan alam, Supriya
(2007). Berdasarkan definisi tersebut masyarakat terdampak
bencana gerakan tanah di Desa Terbis mencerminkan
perwujudan sikap yang mengarah pada paham posibilisme.
Melaui uraian pada hasil penelitian masyrakat
terdampak bencana gerakan tanah di Desa Terbis memiliki
cara untuk memperbaiki lahan mereka yang rusak agar
lahannya bisa ditanami kembali dan bisa memperoleh
pendapatan.
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai strategi
adaptasi dan faktor yang mempengaruhi masyarakat tetap tinggal di lokasi
terdampak bencana gerakan tanah di peroleh kesimpulan:
1. Masyarakat desa terbis memiliki strategi adaptasi fisik berupa
mempertahankan fungsi bangunan dengan cara menggunakan
kembali bahan-bahan bangunan yang telah rusak akibat dari
bencana
2. Presepsi masyarakat terjadinya bencana gerakan tanah di akibatkan
dari salah satu sumber mata air yang dianggap mempengaruhi
terjadinya bencana gerakan tanah
3. Masyarakat memiliki strategi dalam menyikapi bencana gerakan
tanah dengan pasrah dan mempercayai bahwa tidak akan bencana
lagi jika tidak ada yang mengganggu Kali Sambeng.
4. Masyarakat masih bersifat determinisme karena bersikap pasif
karena menerima apapun yang diterima oleh alam
5. Masyarakat terdampak bencana gerakan tanah mengalami
penurunan pendapatan akibat dari bencana, strategi yang digunakan
adalah mencukupi kebutuhan sehari-hari dengan hasil sumbangan
kemudian mengolah kembali lahannya yang rusak
6. Faktor yang mempengaruhi masyarakat tetap tinggal di lokasi
terdampak bencana gerakan tanah adalah faktor ekonomi dan lahan
pertanian sebagai tempat pekerjaan mereka di lokasi bencana.
7. Masyarakat tidak mau menempati relokasi yang di sediakan oleh
pemerintah Kabupaten Trenggalek karena dianggap belum layak
dan susah mendapatkan air di lokasi tersebut.
B. Saran
Berdasarkan dari pembahasan dan kesimpulan yang telah di buat,
peneliti mengajukan saran sebagai berikut:
1. Bagi pemerintah di harapkan dapat menentukan kebijakan yang
tepat untuk masyarakat terdampak bencana gerakan tanah.
Sehingga di harapkan masyarakat dapat mengikuti kebijakan
pemerintah seperti menempati relokasi.
2. Bagi masyarakat Desa Terbis Kecamatan Panggul Kabupaten
Trenggalek di harapkan dapat waspada terhadap bahaya bencana
gerakan tanah karena di prediksi daerah tersebut memiliki tingkat
kerawanan yang tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi. 2016, Data dan Informasi Bencana
Gerakan Tanah Kabupaten Trenggalek. (http://www.vsi.esdm.go.id/).
Diakses tanggal 26 April 2019
Darsoatmodjo, A dan Soedrajat, G.M. 2002. Bencana Tanah Longsor tahun 2001.
Year book Mitigasi Bencana Tahun 2001.
Purwoko, Joko Suranto. 2008. Kajian Pemanfaatan Lahan Pada Daerah Rawan
Bencana Tanah Longsor Di Gununglurah, Cilongok, Banyumas. Tesis.
Semarang : PPs Universitas Diponegoro
Kusnadi. 2000. Nelayan: Strategi Adaptasi Dan Jaringan Sosial. Bandung: Humaniora
Utama Press.
Effendy, Onong Uchjana. 2007. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, Bandung : PT
Remaja Rosdakarya.
Gerungan, W.A. 2004. Psikologi Sosial. Bandung: PT Refika Aditama
Soekanto, Soerjono, 2006. Sosiologi Suatu Pengantar Edisi IV. Jakarta : PT Raja
Grafindo Persada
Narwoko, J.D. dan Suyanto, Bagong. 2011. Sosiologi : Pengantar dan Terapan.
Jakarta : Kencana
Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: CV.
Alfabeta
Yin, R. K. 2011. Studi Kasus: Desain & Metode. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada.
LAMPIRAN
1. Identitas Responden
a. Nama :
b. Umur:
c. Alamat:
d. Pekerjaan:
e. Kode:
2. Daftar Pertanyaan
A. Faktor- faktor yang mempengaruhi masyarakat tetap memilih tinggal di
lokasi terdampak gerakan tanah di Desa Terbis, Kecamatan Panggul,
Kabupaten Trenggalek
1. Sudah berapa lama Bapak/Ibu tinggal di sini?
2. Apakah Bapak/Ibu mengungsi pada saat terjadi bencana gerakan
tanah pada tahun 2016?
3. Mengapa Bapak/Ibu memutuskan untuk bertempat tinggal di Desa
Terbis yang terdampak bencana gerakan tanah ini?
4. Apakah Bapak/Ibu tidak takut bencana gerakan tanah akan terjadi
lagi?
5. Mengapa Bapak/Ibu tidak menempati rumah yang telah di sediakan
oleh pemerintah Kabupaten Trenggalek?
6. Apakah Bapak/Ibu punya tanah di tempat lain?
7. Jika punya mengapa tidak tertarik dengan tanah di lokasi lain?
8. Apakah Bapak/Ibu bersepakat dengan warga lain untuk tetap tinggal
disini?
9. Apakah ada kepercayaan yang membuat Bapak/ibu yakin untuk tetap
tinggal di lokasi ini?
10. Apakah pemerintah Kabupaten Trenggalek pernah
mensosilisasikan tentang daerah rawan bencana gerakan tanah pada
masyarakat desa ini?
B. Strategi Adaptasi Masyarakat terdamapak bencana gerakan tanah di Desa
Terbis, Kecamatan Panggul, Kabupaten Trenggalek
Strategi Adaptasi Fisik
1. Apakah terjadi perubahan tata guna lahan setelah terjadinya
bencana gerakan tanah?
2. Bagaimana Bapak/Ibu mengolah kembali lahan yang telah
mengalami kerusakan saat terjadi bencana gerakan tanah?
3. Bagaiamana cara Bapak/Ibu mempertahankan fungsi bangunan
yang rusak?
4. Bagaiamana pendapat Bapak/Ibu untuk memperbaiki kondisi jalan,
jembatan, dan lainnya yang rusak?
Strategi Adaptasi Sosial Ekonomi
1. Bagaimana pengaruh bencana gerakan tanah terhadap pekerjaan
Bapak/Ibu?
2. Apakah jenis pekerjaan Bapak/Ibu mengalami perubahan sesudah
terjadinya bencana gerakan tanah?
3. Apakah yang pertama kali anda lakukan untuk mecukupi
kebutuhan keluarga pasca terjadinya bencana gerakan tanah?
4. Apakah anggota keluarga juga bekerja seperti Bapak/ibu?
5. Apakah pendapatan anda berkurang atau bertambah sesudah
terjadinya bencana gerakan tanah?
6. Apakah bencana gerakan tanah itu menganggu?
7. Apakah perasaan terganggu tersebut berlangsung lama?
8. Bagaiama cara Bapak/Ibu merasa aman ?
9. Bagaiamana hubungan Bapak/ibu dengan pihak luar?
TRANSKIP WAWANCARA
c. Rumah reloasi
d. Kali Sambeng dan Telaga