Anda di halaman 1dari 49

Tugas: Fisika Bangunan

PERPINDAHAN PANAS (PRINSIP DAN PROSES TERJADINYA


KONVEKSI, KONDUKSI DAN RADIASI)

OLEH:
KELOMPOK I
1. FATURAHMAN
2. NOVITASARI S. MUHAMMAD
3. SRI WAHYUNINGSI SOFYAN
4. KARTIKA WAHAB
5. AHMAD NOFRIZAL

FAKULTAS TEKNIK
PRODI ARSITEKTUR
UNIVERSITAS KHAIRUN
TERNATE
2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT. Yang telah memberikan kesempatan kepada kami
Kelompok I untuk menyelesaikan makalah Fisika Bangunan berjudul “Perpindahan Panas
(prinsip serta proses terjadinya Konveksi, Konduksi, dan Radiasi” dalam hal ini mencakup
materi terhadap bangunan Arsitektur. Penulisan makalah ini masih jauh dari sempurna,
sehingga sangat tidak menutup diri mengharapkan kritik dan saran dari Dosen dan teman-
teman pembaca.

Ternate, Senin - 18 Maret 2019

Kelompok I
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................

DAFTAR ISI.......................................................................................................................

BAB I. PENDAHULUAN ..................................................................................................

1.1. Latar belakang…………………………………………………………………...


1.2. Tujuan penulisan…………………………………………………………………

BAB II. PEMBAHASAN………………………………………………………………..

2.1. Prinsip dan proses terjadinya Konveksi, Konduksi dan Radiasi............................

2.1.1. Konveksi ......................................................................................................

2.1.2. Konduksi .....................................................................................................

2.1.3. Radiasi .........................................................................................................

2.2. Strategi pengendalian Termal serta aplikasi terhadap perpindahan panas.............

2.2.1. Shade & Filter .............................................................................................

2.2.2. Insulasi Termal ............................................................................................

2.2.3. Zone .............................................................................................................

2.2.4. Green ...........................................................................................................

2.2.5. Cooling effect ..............................................................................................

BAB III. PENUTUP ...........................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................................


BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perpindahan panas adalah salah satu dari displin ilmu teknik termal yang mempelajari
cara menghasilkan panas, menggunakan panas, mengubah panas, dan menukarkan panas di
antara sistem fisik. Perpindahan panas diklasifikasikan menjadi konduktivitas termal, konveksi
termal, radiasi termal, dan perpindahan panas melalui perubahan fasa.

1.2. Tujuan penulisan


Adapun tujuan penulisan ini adalah untuk: Mengetahui perpindahan panas secara
konveksi, konduksi, dan radiasi pada bangunan. Serta daya tahan material bangunan terhadap
panas sinar matahari.

1.3. Rumusan Masalah


1. Bagaimana prinsip dan proses terjadinya konveksi, konduksi, dan radiasi?

2. Bagaimana menganalisa perhitungan konveksi, konduksi, dan radiasi?


BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Prinsip dan Proses terjadinya Konveksi, Konduksi, dan Radiasi Termal.

2.1.1. Konveksi

Konveksi adalah perpindahan panas melalui aliran, di mana zat perantaranya ikut
berpindah. Jika partikel berpindah dan mengakibatkan panas merambat, maka terjadilah
konveksi. Konveksi terjadi pada zat cair dan gas (udara/angin). Panas seperti ini sangat
bergantung pada grafitasi, oleh karena itu panas tidak bergerak turun.

Arus konveksi alami cenderung menciptakan lapisan-lapisan dengan suhu berbeda,


dalam sebuah ruangan, udara panas berkumpul pada langit-langit sedangkan udara dingin
berada di sekitar lantai.

Konveksi lainnya dapat terjadi saat udara digerakkan oleh kipas atau angin. Saat udara
yang dipanaskan dihembuskan di antara area yang lebih panas atau dingin terjadi perpindahan
panas yang disebut konveksi buatan.

Gambar 2.1. Konveksi


Gambar 2.2. Konveksi pada bangunan.

2.1.2. Konduksi

Konduksi adalah perpindahan kalor/panas melalui perantara, di mana zat perantaranya


tidak ikut berpindah. Dalam arti lain. konduksi/hantaran yaitu perpindahan kalor pada suatu zat
tanpa disertai dengan perpindahan partikel-partikelnya.

Perpindahan panas secara konduksi dapat terjadi melalui selubung bangunan (dinding
dan partisi interior yang menyerap panas seperti kaca).
Gambar 2.3. Konduksi melalui material dinding dan kaca pada ruang diteruskan ke sekitar
objek bangunan [sumber: pinterest]

2.1.3. Radiasi

Radiasi adalah perpindahan panas tanpa zat perantara. Biasanya disertai cahaya. Radiasi
tidak dipengaruhi oleh grafitasi, karena itu benda dapat memancarkan radiasi ke bawah dan ke
atas sama besarnya. Bagaimanapun juga, radiasi juga dipengaruhi oleh interaksi benda
khususnya pada permukaan bahan.

Empat kemungkinan interaksi tersebut adalah:

1. Penembusan
Keadaan saat radiasi menembus sebuah bahan.

2. Penyerapan
Keadaan saat radiasi diubah menjadi panas di dalam sebuah bahan.
3. Pemantulan
Keadaan saat radiasi dipantulkan oleh permukaan benda.
4. Pemancaran
Keadaan saat radiasi dipancarkan melalui permukaan, sehingga mengurangi panas yang
terkandung benda tersebut.

Gambar 2.4. Perpindahan panas secara radiasi pada bangunan [sumber: Pinterest]

Gambar 2.5. Perpindahan panas secara radiasi langsung masuk pada bangunan melalui selubung bangunan
[sumber: Pinterest]
2.2. Strategi pengendalian panas Termal serta aplikasi pada bangunan.

Strategi pengendalian panas termal untuk iklim tropis basah seperti Indonesia meliputi:

1. Shade & Filter


2. Thermal Insulation
3. Zone
4. Green
5. Cooling Effect

2.2.1. Shade & Filter.

Shade adalah strategi pengendalian termal menggunakan sun shader. Sun shader
merupakan komponen pada fasad bangunan atau bagian bangunan yang berfungsi sebagai
pembayang sinar matahari. Sun shader bersifat massif dan tanpa lubang, sehingga tidak ada
sinar matahari yang masih dapat ditransmisikan / diteruskan.

Filter adalah strategi pengendalian termal menggunakan sun filter. Sun filter merupakan
bagian dari fasad bangunan yang berfungsi sebagai penyaring sinar matahari. Sun filter
berlubang atau bersifat transparan, sehingga masih ada radiasi panas matahari yang masuk ke
dalam ruang atau bangunan.

Strategi Shade & Filter terdiri atas:

1. Shading Devices
Peneduh (shading devices) meliputi sirip penangkal sinar matahari (SPSM), bidang
dinding,atap balkon, atap lebar, kisi-kisi (louvre), dan kerai otomatis (automated blinds).

Gambar 2.6. Shading devices


Pertimbangan dimensi shading devices yaitu sebagai berikut.

a. Kebutuhan pembayangan
Pembayangan terkait sudut jatuh sinar matahari.
b. Kebutuhan view
Makin besar dimensi shading devices atau makin rapat komponen sirip/louvre/blind
view makin terbatas.
c. Kebutuhan estetika
Dimensi shading devices harus proporsional terhadap dimensi fasad.

Sirip penangkal sinar matahari berupa sirip pada fasad yang terintegrasi dengan desain
bukaan cahaya. Pada sebuah bukaan cahaya, jumlah sirip ada yang tunggal atau ganda
(bersusun/berjajar). Bidang dinding dapat berupa dinding tambahan pada bidang fasad
atau dinding pembentuk subtact yang mengelilingi bukaan cahaya.

a. SPSM
Tipe SPSM adalah sebagai berikut.
1) SPSM horizontal (horizontal devices)
SPSM horizontal efektif untuk sinar matahari dengan altitude tinggi (10.00-
14.00) pada fasad timur dan barat.

Gambar 2.7. Model SPSM horizontal

2) SPSM Vertikal (vertical devices)


SPSM vertical efektif untuk sinar matahari dengan altitude rendah (8.00-10.00,
14.00-16.00) pada fasad utara dan selatan.
Gambar 2.8. Model SPSM vertical

3) SPSM gabungan horizontal dan vertikal (egg-crate devices)


SPSM gabungan horizontal dan vertical efektif untuk berbagai altitude sinar
matahari

Gambar 2.9. Model SPSM gabungan

Gambar 2.10. Bidang dinding pembentuk subtact sebagai shading devices

b. Bidang dinding atap balkon


Adanya balkon akan memberi pembayangan pada fasad di bawahnya. Balkon yang
sempit hanya dapat memberikan pembayangan terbatas, sedangkan dengan balkon
yang lebar, perolehan pembayangan lebih banyak dan bukaan cahaya dapat dibuat
lebih besar

Gambar 2.11. Balkon sempit pada fasad hotel

Atap lebar cukup memberi pembayangan pada fasad dibawahnya. Udara pada ruang
eksterior yang dinaungi atap menjadi lebih sejuk sehingga dapat dioptimalkan untuk
penghawaan alami.

c. Kisi-kisi (louver)
Adalah sirip-sirip pendek yang disusun rapat dengan sudut kemiringan tertentu
secara horizontal atau vertical, sehingga dapat memvirtel penerimaan radiasi panas
matahari. Bila altitude sinar matahari sudah kecil (saat sore hari), pembayangan
dapat dibantu oleh screen/tirai.
Ditinjau dari kelancaran sirkulasi udara, ada perbedaan antara SPSM dan louvre.
Udara yang suhunya lebih panas akan memuai, lebih ringan, dan bergerak ke atas.
Louvre memiliki celah di antara sirip-siripnya, sehingga tidak terjadi akumulasi
udara panas di daerah yang dibayangi.

Gambar 2.12. Louvre dengan sirip yang miring (kiri) dan screen/tirai membantu pembayangan louvre
Gambar 2.13. Louvre horizontal

Gambar 2.14. Louvre vertical.

2. Recessed Sun Spaces


Adalah subtract pada suatu lantai bangunan, sehingga diperoleh pembayangan terhadap
radiasi panas matahari. Bentuknya dapat berupa balkon pada tiap lantai. Suhu udara yang
terbayang akan menjadi lebih sejuk, sehingga dapat dimanfaatkan untuk penghawaan
alami.

Gambar 2.15. Recessed sun spaces


Pertimbangan dimensi recessed sun spaces yaitu:

a. Kebutuhan pembayangan
Pembayangan terkait sudut jatuh sinar matahari
b. Kebutuhan view
Makin dalam subtract maka view makin terbatas
c. Kebutuhan estetika
Dimensi subtract harus proporsional terhadap dimensi fasad
Berikut contoh recessed sun spaces pada The Peak Apartment.
Fasad menghadap ke selatan dengan subtract berupa balkon pada setiap lantai dapat
diperoleh pembayangan optimal di depan bukaan udara (pintu).

Gambar 2.16. Recessed sun spaces berupa balkon pada The Peak Apartment
3. Transitional Spaces
Adalah subtract pada bangunan dengan dimensi cukup besar sebagai pembayang
terhadap radiasi panas matahari dan ruang transisi dara sebelum masuk ke dalam
bangunan, sehingga dapat diperleh iklim mikro.

Gambar 2.17. Transitional spaces


Pertimbangan dimensi transitional spaces yaitu sebagai berikut.
a. Kebutuhan pembayangan
Pembayangan terkait sudut jatuh sinar matahari.
b. Kebutuhan estetika
Dimensi subtract tetap memberi estetika pada fasad.

Gambar 2.18. Transitional spaces pada Sahid Sudirman Residence di Jakarta

Transitional spaces pada sahid sudirman Residence berupa subtract setinggi dua dan tiga
lanta, dengan pengadaan balkon di lantai pertama. Dengan adanya ruang trasisi
(transitional spaces), ada bagian lantai yang harus dialihkan menjadi ruang terbuka.
Untuk sirkulasi udara, pada fasad dibuat bukaan bukaan udara dan pintu untuk
aksesibilitas ke luar bangunan. Sementara untuk estetika dan suplai O2, ruang terbuka
dapat diolah menjadi taman (skycourt).

Transitional spaces berdampak pada efektifitas luas ruang yang disewakan atau dijual
oleh bangunan komersial. Tetapi di sisi lain terdapat keuntungan dari perolehan udara
alami yang dapat mengurangi beban AC. Selain itu diperoleh pembayangan terhadap
bukaan udara/cahaya. Maka biaya operasional bangunan untuk pengkondisian udara
dapat ditekan, sedangkan ruang tetap dapat diusahakan dalam kondisi yang dibutuhkan.
Keuntungan jangka panjang inilah yang menutup kerugian karena pengurangan jumlah
luas lantai yang dioperasikan.

Arsitektur bioklimatik berperan dalam memperkenalkan transitional spaces. Berikut


contoh arsitektur bioklimatik di antaranya Menara Mesiniaga, kantor IBM di Malaysia
yang didesain oleh Ken Yeang. Transitional spaces dibuat spiral melingkari bangunan
dengan dimensi dua hingga tiga lantai.

Gambar 2.19. Lokasi transitional space pada Menara Mesiniaga (kiri), dan bentuk dari transitional
spaces pada Menara Mesiniaga (kanan)

4. Secondary skin
Kulit/selubung bangunan kedua (secondary skin) berfungsi sebagai filter penerimaan
radiasi panas matahari. Alokasinya tidak sekedar di depan bukaan, tetapi dapat menutupi
keseluruhan fasad.
Pertimbangan secondary skin yaitu:

a. Kebutuhan filter
Makin rapat lubang maka makin kecil radiasi panas matahari yang diteruskan.
b. Kebutuhan view
View menjadi terbatas karena umumnya secondary skin diletakkan pada fasad yang
ruang di dalamnya tidak dioreintasikan ke luar bangunan.

Ada berbagai macam material yang dapat digunakan sebagai secondary skin dan
terdapat teknis pemasangan tertentu agar sirkulasi udara yang keluar masuk bukaan tetap
lancar.
Gambar 2.20. Secondary skin sebagai pembayang dan penyaring panas sinar matahari. [Sumber:
Pinterest]

5. Double Glass
Double glass adalah kaca ganda yang digunakan untuk memfilter transmisi radiasi panas
matahari masuk ke dalam bangunan. Secara teoritis hanya sebagian kecil energi panas
(termasuk sinar ultraviolet) yang ditansmisikan. Sementara di sisi lain sebagian besar
energi cahaya dapat masuk ke dalam bangunan (penhematan energi operasional
bangunan dengan penerangan alami). Keuntugan lain pemakaian double glass dapat
mereduksi bising dari kemampuan insulasi spacer/rongga udara.

Dengan penggunaan double glass beban kerja AC dapat diturunkan berdasarkan


percobaan, dengan tebal total double glass 24 mm (gabungan clear glass pertama 6 mm
+ spacer 12 mm + clear glass kedua 6 mm) dapat diperoleh reduksi energi listrik hingga
hanya 35,5% semula.

Gambar 2.21. Lapisan double glass. [sumber: Broco]


Gambar 2.22. Simulasi radiasi panas matahari masuk ke bangunan menembus kaca double glass. [sumber:
Broco]
6. Absorbing & Reflective Glass
Energi radiasi matahari terdiri atas energi panas dan energi cahaya. Setiap jenis kaca
memiliki kemampuan spesifik terkait radiasi matahari ini.

Spesifikasi kaca serap (absorbing glass) dan kaca pantul (revlective glass) meliputi
beberapa kemampuan di antaranya:

Secara teoritis jika dijumlahkan angaka absorption, reflectance, dan transmittance pada
energy characteristic bernilai 1 atau 100%

Solar factor adalah jumlah radiasi matahari (radiasi panas dan radiasi cahaya) yang
diperoleh di dalam ruang, dari transmittance dan absorption.
Gambar 2.23. Kemampuan transmisi kaca bening (clear glass).

Gambar 2.24. Kemampuan transmisi kaca bening (clear glass).

Heat gain adalah jumlah radiasi panas matahri (tidak termasuk radiasi cahaya) yang
diperoleh di dalam ruang dari transmittance dan absorption. Besarnya perolehan panas
(heat gain) relatif, tergantung sudut jatuh sinar matahari terhadap bidang kaca.
Shading coefficient (SC) adalah kemampuan transmisi radiasi matahari (radiasi panas
dan radiasi cahaya) kaca dibandingkan kemampuan transmisi kaca tunggal bening/clear
glass 1/8 inci (sekitar 3 mm).

Kemampuan absorbing glass dan reflective glass ditentukan oleh:

a. Ketebalan kaca
Variasi tebal kaca meliputi 3, 4, 5, 6, 8, 10 dan 12 mm. Dengan warna yang sama
makin tebal kaca kemampuan serap (absorption) makin tinggi dan sebaliknya
kemampuan transmitan (transmittance) makin rendah. Kemampuan rata-rata
absorption 55%, sedangkan kemampuan rat-rata transmittance 45%. Dengan warna
yang sama pula, makin tebal kaca, angka solar factor, relative heat gain, dan
shading coefficient makin rendah. Khusus untuk reflective glass, dengan warna
yang sama, makin tebal kaca maka angka reflectance cenderung makin rendah.

b. Warna kaca
Dengan ketebalan kaca yang sama, makin gelap warna, kemampuan serap
(absorption) makin tinggi dan sebaliknya kemampuan transmisi (transmittance)
makin rendah. Dengan ketebalan kaca yang sama pula, makin gelap warna, angka
solar factor, relative het gain, dan shading coefficient makin rendah. Terang
gelapnya warna kaca juga akan mempengaruhi kualitas view.

Kaca serap (absorbing glass) adalah momo tinted glass, yaitu kaca tunggal dengan
pemberian sedikit warna dari logam sehingga memilki kemampuan menyerap energi
radiasi panas matahari. Logam yang digunakan adalah kobalt dan selenium.

Karena di Indonesia radiasi panas adalah kendala sedangkan radiasi cahaya adalah
potensi maka dalam pemilihan absorbing glass angka yang harus diperhatika adalah
absorbing dan solar factor dari karakteristik energy (energy characteristic), serta
transmittance dari karakteristik cahaya (light characteristic).

Berikut contoh spesifikasi absorbing glass jenis Panasap Blue dan Panasap Dark Blue
untuk ketebalan kaca 6, 8, 10, dan 12 mm.
Tabel 2.1. Spesifikasi solar heat absorbing colored glass – Panasap Blue. [sumber: Asahimas,
2008]

Tabel 2.2. Spesifikasi solar heat absorbing colored glass – Panasap Dark Blue. [sumber:
Asahimas, 2008]
Reflectice glass adalah kaca berlapis satu (mono coted glass), yaitu kaca tunggal dengan
lapisan tipis (coating) campuran oksida logam sehingga memiliki kemampuan
memantulkan energi radiasi panas matahari. Coating dilakukan pada salah satu sisi
bidang kaca dan dalam pemakaian permukaan kaca yang di-coating dapat diletakkan di
luar atau di dalam dalam bangunan (dalam membaca table spesifikasi harus dibedakan
antara kondisi outside coating #1 dan inside coating #2).

Gambar 2.25. Reflective glass [sumber: indotrading]

Karena di Indonesia radiasi panas adalah kendala, sedangkan radiasi cahaya adalah
potensi maka dalam pemilihan reflective glass, angka yang harus diperhatikan adalah
reflectance dan solar factor dari karakteristik energy (energy characteristic), serta
transmittance dari karakteristik cahaya (light characteristic).
Berikut contoh spesifikasi reflective glass jenis Stopsol Supersilver Clear untuk
ketebalan kaca 6 mm dan 8 mm yang dibandingkan dengan clear glass 6 mm.
Energy Characteristic

Gambar 2.26. Energy characteristic – kiri Stopsol Supersilver Clear 6 mm #1, kanan clear glass 6 mm
[sumber: Asahimas, 2008]

Dibandingkan dengan kaca bening (clear glass), dengan ketebalan sama 6 mm, kaca
Stopsol Supersilver Clear #1 mentansmisikan radiasi matahari lebih rendah
(transmittance 61%) sehingga angka solar factor pun lebih rendah (66%).

Tabel 2.3. Spesifikasi energy characteristic dari solar heat reflective glass – stopsol
supersilver clear [sumber: Asahimas, 2008]

Light Characteristic

Gambar 2.27. Light characteristic – kiri Stopsol Supersilver Clear 6 mm #1, kanan Clear glass 6 mm
[sumber: Arashimas, 2008]
Dibandingkan dengan kaca bening (clear glass), dengan ketebalan yang sama 6 mm,
kaca Stopsol Supersilver Clear #1 mentransmisikan radiasi cahaya matahari lebih
rendah (transmittance hanya 67 %).

Tabel 2.4. Spesifikasi Light Characteristic dari Solar Heat Reflective Glass – Stopsol
Supersilver Clear [sumber: Asahimas, 2008]

Berikut contoh spesifikasi reflective glass jenis Stopsol Supersilver Blue dan Stopsol
Supersilver Dark Blue untuk ketebalan kaca 6, 8, dan 10 mm
Tabel 2.5. Spesifikasi Solar Heat Reflective Glass – Stopsol Supersilver Dark Blue [sumber:
Asahimas, 2008]

Gambar 2.28. Fasad Summit Apartment dan bukaan cahaya dengan absorbing glass/reflective glass pada The
Summit Apartment.
Gambar 2.29. Fasad Nirvana Avana Apartment dan bukaan cahaya dengan absorbing glass/reflective
glass pada Nirvana Avana Apartment

Gambar 2.30. Kualitas view dengan pemilihan warna kaca yang gelap [sumber: The Peak Apartment]

7. Low-E Glass

Gambar 2.31. Low-e glass

Low-e glass (low emissivity glass) adalah kaca dengan emisivitas rendah, sehingga
mampu memfilter penerimaan radiasi panas matahari. Emisivitas (emissivity) adalah
kemampuan permukaan material untuk melepas energi panas dengan cara radiasi dengan
angka 0 – 1 secara teoretis, angka 0 dimilki oleh benda yang mutlak berfungsi sebagai
reflector hingga tak ada energi panas yang dapat diserap untuk kemudian dilepaskan.
Sementara angka 1 dimiliki oleh benda hitam sempurna yang dapat menyerap seluruh
energi panas yang diterima untuk dilepaskan kemudian.

Gambar 2.32. Kinerja Low-e glass

Sinar matahari memiliki rentang gelombang panjang infrared hingga gelombang pendek
ultraviolet. Low-e glass mampu memantulkan sebagian besar gelombang panjang yang
mengandung energi panas (solar heat) juga sinar ultraviolet (UV light), dan di sisi lain
tetap mentrasmisikan energi cahaya yang terlihat mata (visible light) untuk masuk ke
dalam bangunan. Kemampuan lain low-e glass adalah adalah memantulkan sebagian
besar energi panas (warmth) agar tidak keluar bangunan, sehingga mengurangi
terjadinya heat loss (sangat diperlukan di zona yang mengalami musim dingin).
Kualitas low-e glass ditentukan oleh beberapa hal berikut.
a. Kualitas coating
terkait jumlah layer/lapisan coating (satu atau dua kali), dan komposisi metal yang
digunakan untuk coating yaitu perak (Ag), tin-okside (SnO2), dan nikel-kromium
(NiCr).
b. Lokasi coating metal
Low-e glass adalah kaca ganda (double glass) (terdapat spacer/rongga udara di
antaranya), dengan keistimewaan coating khusus pada salah satu permukaan
kacanya. Jika setiap permukaan kaca diberi nomor urut dari luar ke dalam
bangunan. Coating metal ada pada permukaan nomor 2 atau 3. Secara normal lokasi
coating di nomor 2. Lokasi coating di nomor 3 untuk mencegah heat loss. Dari
dalam bangunan.
c. Jenis gas pengisi rongga udara (spacer)
Rongga udara (spacer) dapat berfungsi sebagai insulasi termal. Gas yang umum
diisikan pada rongga adalah udara kering atau gas argon untuk mencegah heat loss
dari dalam bangunan.
d. Jenis kaca
Perbedaan jenis kaca menentukan kemampuan spesifik terkait radiasi matahari
(absorption, reflectance, transmittance, solar factor, UV transmission, heat gain,
dan shading coefficient).

Gambar 2.33. Low e-glass – kiri Posisi coating pada low-e glass di nomor 2 #1, kanan posisi coating
pada low e-glass di nomor 2 #2.
Berikut contoh spesisfikasi low e-glass jenis Hybrid Glazing SPACIA-21 setebal 18 mm
dan 21 mm. low e-glass ini memiliki kemampuan setara dengan 50 mm glass wool dalam
menginsulasikan radiasi panas matahari. Angka yang harus diperhatikan adalah
transmittance dan reflectace dari solar radiation (radiasi panas dari cahaya) serta solar
heat gain.
Tabel 2.6. Spesifikasi low e-glass jenis Hybrid Glazing SPACIA-21
Low E (1) = single layer silver coating
Low E (2) = double layer silver coating

Dari spesifikasi low-e glass pada table diperoleh kesimpulan sebagai berikut.

a. Sedikit perbedaan ketebalan kaca (3 mm) tidak memengaruhi spesifikasi


b. Agar low-e glass makin efektif, pilih coating metal dua lapis dengan kualitas kaca
dalam (inner glass) yang baik.
c. Makin rendah angka transmittance dan solar heat gain, makin tinggi angka
reflectance.

Berikut contoh penerapan low-e glass (disebut clear reflective insulating vision glass)
pada fasad Burj khalifa di Dubai yang iklimnya sangat panas (siang hari pada bulan
Agustus dapat mencapai 48 derajat Celcius) dan kering. Coating metal ada pada
permukaan nomor 3.

Gambar 2.34. Fasad low-e glass pada fasad Burj Khalifa di Dubai
Gambar 2.35. Detail fasad Burj Khalifa di Dubai.

8. Pemilihan Kaca
Pertimbangan dalam pemilihan kaca yaitu sebagai berikut.
a. Kemampuan kaca melalui selectivity
Di iklim trops basah seperti di Indonesia, energy cahaya adalah potensi sedangkan
energy panas adalah kendala. Berdasarkan semua angka pada table spesifikasi kaca,
cara tercepat dan termudah dalam memilih kaca adalah dengan melihat selectivity.
Selectivity adalah hasil bagi atau rasio antara transmittance dari light characteristic
(hanya transmisi radiasi cahaya) terhadap angka solar factor. Angka solar factor
adalah jumlah radiasi matahari (radiasi panas dan radiasi cahaya) yang diperoleh di
dalam ruang, dari transmittance dan absorption. Makin besar angka selectivity,
berarti kaca makin efektif karena makin besar perolehan energy cahaya
dibandingkan energy panas.

Selectivity = LT/SF = light trasmittance/solar factor


Sebagai contoh, berikut spesifikasi dari kaca Stopsol Supersilver Bluegreen 6 mm #1.
Tabel 2.7. Spesifikasi Solar heat Reflective Glass – Stopsol Super Silver Bluegreean
[sumber: Asahimas, 2008]

Gambar 2.36. Spesifikasi Energy Characteristic Stopsol Supersilver Bluegreen 6 mm (kiri) dan
Spesifikasi Light Characteristic Stopsol Supersilver Bluegreen 6 mm (kanan).
2.2.2 Insulasi Termal (Thermal Insulation)

Insulasi Termal (Thermal Insulation) adalah strategi pengendalian Termal melalui


penggunaan material yang mampu mereduksi perpindahan panas. Perpindahan panas dapat
direduksi Karen material tersebut memiliki kemampuan konduksi panas (thermal conduction)
yang rendah dan kemampuan memantulkan daripada menyerap radiasi panas (thermal
conductivity).
Kemampuan insulasi termal ditentukan oleh:
1. Konduktivitas panas (thermal conductivity)
2. Kerapatan massa (density)
3. Transmitans panas (thermal transmittance)
4. Kapasitas panas spesifik (specific heat capacity)

Strategi insulasi termal terdiri atas:

1. Insulative Wall

Gambar 2.37. Insulative wall pada bangunan

Insulative wall adalah pengendalian termal menggunakan material dinding bangunan


dengan konduktivitas panas (thermal conductivity) rendah, sehingga memiliki
kemampuan menginsulasi panas, maka perpindahan panas masuk ke dalam bangunan
pun dapat direduksi.

Pertimbangan pemilihan material insulative wall:

a. Kerapatan (density)
Makin rendah density maka cenderung makin sulit menghantarkan panas
b. Warna dan tekstur
Makin muda warna dan makin halus tekstur maka akan makin memantulkan panas.

Tabel 2.8. Thermal Conductivity

No Material Sumber
[43] [25] [t] [u] [v] [w]
BETON
1 Beton kepadatan sedang 1,35 1,05 0,84 0,935
2 Beton kepadatan tinggi
BATU ALAM & BATU BATA
3 Adobe

4 Batu bata ringan 0,5 0,0806

5 Batu bata padat 1,4 1,47


6 Granit 2,8 2,92 4,673
7 Limestone/batu gamping 1,575 6,231
8 Marmer 3,5 6,231
9 Sandstone/batu pasir 2,3 7,788
10 Slate/batu kali 2,2
KAYU
11 Kayu lunak 0,138
12 Kayu keras 0,16
13 Plywood 0,175 0,138
LOGAM
14 Alumunium 160 220 250 200
15 Baja 50 58 46 40 45 34,7
16 Besi 50 50 50,2
17 Seng 110 110
18 Tembaga 380 350 401 380 393
PLASTIC
19 PVC 0,17 0,19 0,151
PLESTER & ADUKAN
20 Pasir 0,277
21 Plester 0,9
22 Semen 1
INSULASI TERMAL
23 Glass wool 0,034
24 Rock wool 0,04 0,037 0,01
LAIN-LAIN
25 Air 0,6 0,58 0,58 0,56
26 Bitumen (aspal) 0,17
27 Fiberglass 0,048 0,15
28 Gypsum board 0,25 0,159
29 Kaca 1 1,05 0,84 0,8
30 Keramik 1,3
31 Styrofoam
32 Udara 0,025 0,026 0,024 0,023
*rata – rata

Keterangan table:

2.2.3. Zone
Zone adalah strategi pengendalian termal melalui pengaturan orientasi bangunan
(alokasi bukaan) terkait penerimaan radiasi panas matahari dan alokasi zona bangunanyang
dapat digunakan sebagai buffer/penahan radiasi panas matahari (zona servis, zone core (inti)).

Strategi zone terdiri atas:

1. Building orientation

Orientasi bangunan (building orientation) adalah pengendalian termal dengan cara


perencanaan alokasi bukaan cahaya (termasuk bukaan udara) yang berpotensi dalam
penerimaan radiasi panas matahari ke dalam bangunan.

Gambar 2.38. Building orientation


Pertimbangan dalam alokasi bukaan pada strategi building orientation:
a. Sudut jatuh sinar matahari
Sudut jatuh sinar matahari tergantung pola lintasan matahari (sunpath) yang spesifik
untuk setiap daerah di bumi.
b. Arah angin
Bila angin merupakan potensi untuk penghawaan alami untuk Indonesia dengan
iklim tropis yang panas, radiasi panas adalah kendala. Maka usahakan bukaan
diletakkan di fasad utara dan selatan.

2.2.4. Green
Green adalah strategi pengendalian termal menggunakan vegetasi melalui desain
lanskap dan pengadaan vegetasi di bangunan, baik pada atap maupun dindingnya, sehingga
diperoleh iklim mikro yang menunjang perolehan kenyamanan termal. Vegetasi mampu
membentuk iklim mikro melalui efek pembayangan, fungsi insulasi termal, dan pendinginan
udara secara pasif (passive cooling), dimana uap air hasil respirasi/pernapasan tumbuhan saat
menguap mengambil panas dari udara.

Strategi green terdiri atas:

1. Landscape
Pengertian Landscape terkait strategi pengendalian panas (Thermal) dibatasi pada
pemilihan dan penataan vegetasi pada site, agar terbentuk iklim mikro yang menunjang
perolehan kenyamanan termal melaui pembayangan dan passive cooling. Efektivitas
strategi ini berubah sesuai pertumbuhan vegetasi yang tumbuh membesar dan dapat
rontok daunnya.

Pertimbangan pemilihan dan penataan vegetasi pada landscape, yaitu sebagai berikut.

a. Optimasi pembayangan
Pilih vegetasi yang mampu memberi pembayangan secara optimal pada bagian
yang dibutuhkan pada fasad. Vegetasi tersebut dapat berupa pohon besar berdaun
lebat dengan kanopi lebar. Bentuk kanopi dapat dipilih adalah full-crowned, vase,
spreading, layered, dan weaping.
b. Alokasi vegetasi
Titik tumbuh vegetasi ditata agar terintegrasi dengan dengan system penghawaan
alami. Bila angin adalah potensi maka jarak vegetasi dapat dibuat lebih rapat dan
menjadi buffer/penahan untuk menurunkan kecepatan angin.

Gambar 2.39. Bentuk kanopi pohon

Keterangan gambar :

A. Piramid (pyramidal)
B. Mahkota (full crowned)
C. Jambangan/vas bunga (vase)
D. Air mancur (mountain)
E. Menyebar (spreading)
F. Berlapis (layering)
G. Berlajur (columnar)
H. Cucuran (weaping)

Gambar 2.40. alokasi vegetasi pada site dengan jarak yang cukup untuk kelancaran aliran udara
Gambar 2.41. alokasi vegetasi yang dapat memberi pembayangan tetapi tidak menghalangi kelancaran udara.

2. Green Roof & Skycourt


Atap hijau (green roof) adalah strategi pengendalian termal dengan cara pengadaan
vegetasi di atap agar diperoleh insulasi termal terhadap radiasi panas matahari dan
terbentuk iklim mikro pada bangunan.

Gambar 2.42. Green roof

Gambar 2.43. Kemampuan insulasi termal pada green roof

Pertimbangan pada strategi green roof, antara lain:


a. Jenis tanaman
Jenis taman-taman intensif (intensive garden) atau taman ekstensif (extensive
garden) tergantung pemilihan vegetasi
b. Teknis
Struktur bangunan (terkait beban dari vegetasi, media tanam, dan air), sistem
waterproof, sistem irigasi, dan sistem drainase.

Intensive garden adalah green roof untuk vegetasi keras seperti pohon tonggi besar.
Dengan bobot vegetasi yang lebih berat, juga akar yang lebih besar dan lebih dalam
maka dibutuhkan media tanam yang lebih tebal dan berat (dapat mencapai ketebalan 1,5
m). Hal ini sangat berpengaruh pada desain dan kekuatan bangunan. Agar akar tidak
terlalu dalam, pilih vegetasi dengan akar serabut.

Gambar 2.44. Lapisan pada intensive garden


Extensive garden adalah green roof untuk vegetasi lunak seperti semak, perdu, dan
rumput. Dengan bobot vegetasi yang lebih ringan, juga akar akar yang lebih dangkal
maka tidak dibutuhkan media tanam yang tebal dan berat (keseluruhan tebal green roof
dapat hanya 15 cm).

Gambar 2.45. Lapisan pada extensive garden

Dengan desain green roof yang tepat, dapat diperoleh insulasi termal yang efektif. Dari
100% panas yang diterima, sebanyak 87% panas dapat ditahan agar tidak masuk ke
dalam bangunan.

Kemampuan insulasi termal pada green roof dipengaruhi oleh:

a. Ketebalan media tanam


Makin tebal lapisan media tanam maka insulasi termal makin efektif
b. Jenis vegetasi
Makin lebat kanopi vegetasi maka diperoleh efek pembayangan yang membantu
menurunkan suhu udara di atas atap.

Gambar 2.46. Intensive garden di atas atap carpark Punggol 21 Apartment di Singapura
Gambar 2.47. wxtensive garden dengan vegetasi rumput

Gambar 2.48. skycourt

Taman gantung (skycourt) adalah strategi pengendalian termal dengan cara pengadaan
vegetasi di recessed sun spaces dan transitional space agar diperoleh passive cooling
dan terbentuk iklim mikro pada bangunan yang diperlukan untuk sistem penghawaan
alami.

Pertimbangan pada strategi skycourt:

a. Jenis vegetasi
Jenis vegetasi yang tepat sesuai dengan ruang yang tersedia
b. Teknis
Struktur bangunan (terkait beban dari vegetasi, media tanam dan air), sistem
waterproof, sistem irigasi, dan sistem drainase.
Gambar 2.49. Penerapan skycourt pada bangunan perkantoran Solaris desain Ken Yeang di Singapura

3. Green Wall
Dinding hijau (green wall) adalah strategi pengendalian termal dengan cara pengadaan
vegetasi di fasad atau dinding bangunanagar diperoleh insulasi termal dan passive
cooling sehingga terbentuk iklim mikro pada bangunan yang diperlukan untuk sistem
penghawaan alami.

Gambar 2.50. Green wall

Pertimbangan pada strategi green wall:

a. Jenis vegetasi
Jenis vegetasi yang dapat tumbuh pada media tanam sangat terbatas
b. Teknik
Struktur bangunan (terkait beban dari vegetasi, media tanam, dan air), sistem
waterproof, sistem irigasi, dan sistem drainase

Ada dua bentuk strategi green wall:

a. Fasad hijau (green facades)


Berupa dinding fasad yang langsung dirambati oleh vegetasi. Akar vegetasi tetap
ada di tanah. Dinding dapat rusak karena lembab
b. Living wall/biowalls
Berupa dinding modular, umunya terbuat dari vertical greening module (VGM)
berbahan plastic plypropylene lengkap dengan geotextile, sistem irigasi, dan media
tanam, yang disusun vertical untuk dipasang pada dinding bangunan.

Gambar 2.51. Green facades


Gambar 2.52. Penerapan Living wall pada interior

Gambar 2.52. Penerapan Living wall menggunakan greening module

2.2.5. Cooling Effect


Cooling Effect adalah strategi pengendalian termal melalui efek pendinginan, dalam hal
ini udara didinginkan secara pasif tanpa bantuan alat mekanis oleh proses penguapan air.
Karena kandungan uap air pada udara menjadi bertambah (terjadi peningkatan kelembapan
udara) maka agar tidak menghambat perolehan kenyamanan termal strategi ini membutuhkan
sistem ventilasi/sirkulasi udara yang baik.
Gambar 2.53. Pengadaan air kolam pada site untuk cooling effect pada hunian
PENUTUP

Kesimpulan.

1. Arsitektur sangat berhubungan erat dengan kenyamanan termal, visual, serta audial.
Salah satu yang kami bahas di atas berhubungan dengan kenyaman termal.
2. Pemilihan material permukaan serta orientasi bangunan dan bukaan akan
menentukan perolehan radiasi panas matahari yang dapat meningkatkan suhu udara
dan memengaruhi perolehan kenyamanan termal.
3. Perpindahan panas secara Konveksi, Konduksi, dan Radiasi berkaitan Penghawaan
alami untuk mendukung kenyaman termal, dan penerangan alami untuk mendukung
kenyamanan visual.
DAFTAR ISTILAH
CATATAN/DAFTAR PENANYA KELOMPOK DISKUSI

1. Nama : M. Farhan Haikal Albar


Kelompok : 3
Pertanyaan : Jelaskan bagaimana cara penanggulangan radiasi material pada bangunan?

2. Nama : Bunaiya Mufatis


Kelompok : 7
Pertanyaan : Material seperti apa yang cocok dipakai untuk mengurangi panas tehadap
bangunan yang berada di daerah dengan intensitas cahaya yang tinggi?

3. Nama : Mahmud Rahmat


Kelompok : 5
Pertanyaan : Jelaskan mengapa beton dapat menyerap suhu panas dengan baik dan
sebutkan beton-beton apa sajakah itu?

4. Nama : Erasmus K.T.N


Kelompok : 2
Pertanyaan : Jelaskan secara detail apa itu zone, green, cooling effect?

5. Nama : Dwi Putri Aini


Kelompok : 5
Pertanyaan : Bagaimana cara menentukan nilai densitas kaca?

6. Nama : Eka Puspitasari


Kelompok : 6
Pertanyaan : Mengapa perpindahan panas dengan arah radiasi tidak menggunakan
penghantar?

7. Nama : Rusdi Amin


Kelompok : 4
Pertanyaan : Jelaskan tentang kurva Eksononvensial?
8. Nama : Moh. Wijayanto
Kelompok : 4
Pertanyaan : Apa yang menyebabkan sehingga suhu panas lebih sering berada di langit-
langit dan suhu dingin berada di lantai ?

9. Nama : M. Ikbal Tawakal


Kelompok : 4
Pertanyaan : Jelaskan keadaan saat radiasi berubah menjadi panas di dalam sebuah
bahan/material?

10. Nama : Aprillia Purnama


Kelompok : 6
Pertanyaan : Bagaimana dengan pernyataan semakin panas benda maka semakin kecil
konduktivitas tersebut ?

11. Nama : Rivaldi Priatma


Kelompok : 6
Pertanyaan : contoh desain kamar tidur pada bangunan jika terkena paparan sinar
matahari secara langsung ?
DAFTAR PUSTAKA

Latifah, Nurlaela. 2000. dalam buku FISIKA BANGUNAN 1 Penghawaan alami dan
penerangan alami, pengendalian termal (solar chart & SPSM).

http://vitrefilm.ca/en-solar-energy-and-glass.html

https://www.sunlouvrebali.com/id/vertikal-sunlouvre

https://www.ilmubeton.com/2018/03/sifat-daya-tahanresistan-bahan-bangunan.html

https://materialsupply.wordpress.com/2007/08/13/sifat-sifat-kayu-dan-penggunaannya/

http://mudiasa.blogspot.com/2014/08/sifat-dan-karakteristik-kayu.html

https://danitranslatorpenerjemah.wordpress.com/2011/05/27/resistensi-termal-daya-
tahan-terhadap-panas%E2%80%8E/

https://www.mallardsgroups.com/material-tahan-panas-tinggi/

https://www.batatahanapi.info/ceramic-fiber-material-peredam-panas.html

https://logamceper.com/karakteristik-stainless-steel/

Anda mungkin juga menyukai