Anda di halaman 1dari 4

Nama : Adinda Alsya Denissa

NIM : 17082758

Fallacy / Sesat Pikir

1. Kekeliruan Relevansi
Fallacy ini merupakan ketidaksesuaian pernyataan atau argumentasi dengan
konklusinya. Fallacy ini digunakan untuk memaksakan suatu pernyataan agar terlihat
logis.
Contoh :
 Perempuan identik dengan pekerjaan rumah, bersih-bersih dan menjaga anak.
Ketika ada perempuan yang memutuskan untuk tidak melakukan hal-hal
tersebut (berkarir, menggunakan jasa cleaning service, atau tidak akan punya
anak), menurut anggapan awam hal tersebut tidak sesuai kodratnya.
 Seorang dosen yang selalu mendebat mahasiswanya saat siding skripsi agar
mahasiswanya terlihat tidak menguasai materi, sehingga tidak ada kesimpulan
dalam diskusinya.
2. Fallacies of defective induction
Pada fallacy jenis ini, meskipun konstruksi premis dalam tiap argumen terlihat memiliki
relevansi atau keterkaitan dengan konklusinya, namun kerangka pemikirannya terlalu
lemah dan tidak efektif. Kerangka pemikiran yang lemah akan menghasilkan konklusi
yang tidak akurat pula. Hal tersebut dapat menjadi serangan balik.

Contoh :

 Orang tua beranggapan jika anaknya tidak menurutinya itu durhaka. Padahal
mungkin saja anak tersebut tidak menurut karena apa yang diperintahkan orang
tuanya ternyata salah atau bahkan sesat.
 Saat presiden A menjabat, banyak korupsi yang bisa diberantas disbanding saat
presiden B menjabat. Berarti presiden A lebih baik disbanding presiden B.
3. The Fallacy Fallacy
Fallacy ini merupakan fallacy yang menggunakan pola karena seseorang melakukan
logical fallacy dalam memperkuat argumennya, maka argumen itu pasti salah.
Contoh :
 Jim mengatakan bahwa merokok itu berbahaya karena dapat menyebabkan
diare. Hal ini tentu saja salah dan Andy membantahnya. Andy berkesimpulan
bahwa merokok itu menyehatkan. (Padahal meskipun tidak menyebabkan diare,
belum tentu rokok menyehatkan)
4. Black or White (false dichotomy)
Fallacy yang argumentasinya bersifat memberikan dua alternatif pilihan saja padahal
sebenarnya ada pilihan lain.
Contoh :
 Kalau kamu tidak mendukung A, berarti kamu mendukung B.
5. Bulverisme
Fallacy yang argumennya berpola mempertanyakan niat lawan bicara.
Contoh :
 Kamu pasti melakukan itu hanya agar semua orang menyukaimu kan?
6. Slippery Slope
Fallacy yang berpola kita tidak setuju dengan kejadian A karena kekhawatiran jika
dibiarkan akan muncul kejadian B, C, D, E, dan seterusnya sampai Z dengan pola pikir
yang tidak berpola benar.
Contoh:
 Khawatirnya, jika kita bekerja sama dengan perusahaan yang pemiliknya
pernah merasakan bangkrut, perusahaan kita juga ikut bangkrut.
 Jika presiden melakukan kerjasama dengan negara X, maka negara ini akan
menjadi bangkrut, teracuni oleh paham sesat, dan akan dipecah belah untuk
terjadinya perang saudara.
7. The Texas Sharpshooter
Yaitu fallacy yang memilih data tertentu agar sesuai dengan argumen yang ingin
dihasilkan.
Contoh : Calon gubernur A didukung oleh mayoritas warga Kota X karena kebijakannya
yang telah mampu memberantas lokalisasi. Berdasarkan data yang dihimpun dari
masyarakat sekitar lokalisasi, 88% responden memilih calon Gubernur A.
Pernyataan di atas mengandung fallacy karena data yang disajikan tidak memenuhi
syarat untuk dijadikan landasan dalam pengambilan kesimpulan bahwa calon gubernur
A didukung oleh mayoritas warga kota X. Ini disebabkan karena data yang disajikan
hanya data dari responden yang berasal dari masyarakat di sekitar lokalisasi saja.
Semestinya disajikan dari data yang berasal dari data penduduk Kota X secara sampling
yang benar.
8. Two Wrongs Make a Right
Yaitu fallacy yang terjadi ketika diasumsi bahwa jika dilakukan suatu hal yang salah,
tindakan salah yang lain akan menyeimbanginya.
Contoh :
 Seorang ustadz yang belum naik haji mengajak jamaahnya untuk menyisihkan
uang agar jamaahnya bisa naik haji. Namun seorang jamaahnya berkata, “Situ
nyuruh saya naik haji padahal situ juga belum.” Seseorang yang menyuruh naik
haji namun ia juga belum melakukannya tidak menjadikan bahwa naik haji itu
tidak perlu dilakukan.
9. Perfect Solution Fallacy
Fallacy yang terjadi ketika suatu argumen berasumsi bahwa sebuah solusi sempurna itu
ada, dan sebuah solusi harus ditolak karena sebagian dari masalah yang ditangani akan
tetap ada setelah solusi tersebut diterapkan.
Contoh:
 Penerapan UU Pornografi ini tidak akan berjalan dengan baik. Pemerkosaan
akan tetap terjadi.
Pernyataan di atas mengandung fallacy karena ia tidak mempertimbangkan
penurunan tingkat kriminalitas asusila yang terjadi. Dianggapnya jika masih ada
kasus asusila maka artinya UU Pornografi tidak berjalan baik atau tidak efektif.
Ini merupakan bentuk perfeksionisme yang salah.
10. Ipse-dixitism
Fallacy yang argumennya didasarkan pada keyakinan yang dogmatis. Seseorang yang
menggunakan Ipse-dixitism mengasumsikan secara sepihak premisnya sebagai sesuatu
yang disepakati, padahal tidak demikian. Premis yang diajukan dalam argumen seolah-
olah merupakan fakta mutlak dan telah disepakati bersama kebenarannya, padahal itu
hanya dipegang oleh pemberi argumen, tidak bagi lawannya. Sesat-pikir ini akan
berujung pada debat kusir.
Contoh:
 Karena Pancasila merupakan ideologi gagal dalam membangun negara yang
kuat dan mensejahterakan rakyatnya, maka kita wajib beralih ke sistem
khilafah. (Padahal lawan bicara tidak setuju Pancasila itu ideology gagal)

Anda mungkin juga menyukai