Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN LIMFOMA NON HODGKIN

A. KONSEP TEORI
1. Definisi
Limfoma Non Hodgkin adalah keganasan primer berupa gangguan
proliferatif tidak terkendali dari jaringan limfoid (limfosit B dan sistem
sel limfosit T). (Schwartz M William, 2010)
Limfoma non Hodgkin (LMNH) adalah neoplasma yang ganas
pada sistem limfatik dan jaringan limfoid.Seperti halnya kebanyakan
neoplasma anak, penyebab LMNH juga tidak diketahui.Sejumlah faktor,
seperti infeksi virus, imunodefisiensi, aberasi kromosom, imunostimulasi
kronis, dan pemajanan terhadap lingkungan memicu terjadinya limfoma
maligna. (Betz, 2009).
2. Anatomi Fisiologi
Limfa adalah organ lunak yang berada pada sisi kiri abdomen,
dibawah perlindungan iga-iga tepat dibawah diafragma.Beratnya kira-kira
200 g dan panjangnya kira-kira 125 mm. limfa tidak selalu dapat dirasakan
pada dinding abdomen, tetapi dapat sangat membesar pada penyakit
tertentu. Limfa terdiri dari massa daging merah dengan jutaan kelenjar
berbentuk kepala paku dari daging putih yang menyebar menyelimutinya
sehingga memberika penampilan granular. Limfa kaya akan suplai darai
melalui arteri splenik. Darah mengalir ke vena porta melalui vena splenik.
(Pearce Evelyn, 2009)
Limfa merupakan organ ungu lunak kurang lebih berukuran satu
kepalan tangan.Limpa terletak pada pojok atas kiri abdomen di bawah
kostae.Limfa memiliki permukaan luar konveks yang berhadapan dengan
diafragma dan permukaan medial yang konkaf serta berhadapan dengan
lambung, fleksura linealis kolon dan ginjal kiri. (Handayani, 2008)
Limfa terdiri atas kapsula jaringan fibroelastin, folikel limpa (masa
jaringan limfa), dan pulpa merah (jaringan ikat, sel eritrosit, sel
leukosit).Suplai darah arteri linealis yang keluar dari arteri coeliaca.
(Handayani, 2008). Fungsi limfa adalah sebagai berikut (Handayani, 2008)
a. Pembentukan sel eritrosit (hanya pada janin)
b. Destruksi sel eritrosit tua
c. Penyimpanan zat besi dari sel-sel yang dihancurkan
d. Pembentukan limfosit dalam folikel limfa

1
e. Pembentukan immunoglobulin
f. Pembuangan partikel asing darah
3. Etiologi
Penyebab LNH belum jelas diketahui.Para pakar cenderung
berpendapat bahwa terjadinya LNH disebabkan oleh pengaruh rangsangan
imunologis persisten yang menimbulkan proliferasi jaringan limfoid tidak
terkendali. Diduga ada hubungan dengan virus Epstein Barr LNH
kemungkinan ada kaitannya dengan factor keturunan karena ditemukan
fakta bila salah satu anggota keluarga menderita LNH maka risiko anggota
keluarga lainnya terjangkit tumor ini lebih besar disbanding dengan orang
lain yang tidak termasuk keluarga itu. Pada penderita AIDS : semakin
lama hidup semakin besar risikonya menderita limfoma.
Terdapat beberapa fakkor resiko terjadinya LNH, antara lain :
a. Imunodefisiensi : 25% kelainan heredier langka yang berhubungan
dengan terjadinya LNH antara lain adalah :severe combined
immunodeficiency, hypogammaglobulinemia, common variable
immunodeficiency, Wiskott Aldrich syndrome dan ataxia-telangiectasia.
Limfoma yang berhubungan dengan kelainan-kelainan tersebut
seringkali dihubugkan pula dengan Epstein Barr Virus (EBV) dan
jenisnya beragam.
b. Agen infeksius : EBV DNA ditemukan pada limfoma Burkit sporadic.
Karena tidak pada semua kasus limfoma Burkit ditemukan EBV,
hubungan dan mekanisme EBV terhadap terjadinya limfoma Burkit
belum diketahui.
c. Paparan lingkungan dan pekerjaan : Beberapa pekerjaan yang sering
dihubugkan dengan resiko tinggi adalah peternak serta pekerja hutan
dan pertanian. Hal ini disebabkan adanya paparan herbisida dan pelarut
organic.
d. Diet dan Paparan lsinya : Risiko LNH meningkat pada orang yang
mengkonsumsi makanan tinggi lemak hewani, merokok, dan yang
terkena paparan UV4,5.
4. Klasifikasi
a. Limfoma non Hodgkin agresif.
Limfoma non Hodgkin agresif kadangkala dikenal sebagai
limfoma non Hodgkin tumbuh cepat atau level tinggi. Karena sesuai
dengan namanya, limfoma non Hodgkin agresif ini tumbuh dengan

2
cepat. Meskipun nama ‘agresif’ kedengarannya sangat menakutkan,
limfoma ini sering memberikan respon sangat baik terhadap
pengobatan.Meskipun pasien yang penyakitnya tidak berespon baik
terhadap standar pengobatan lini pertama,sering berhasil baik
dengan kemoterapi dan transplantasi sel induk. Pada kenyataannya,
limfoma nonHodgkin agresif lebih mungkin
mengalami kesembuhan total daripada limfoma non Hodgkin indolen.
b. Limfoma non Hodgkin indolen.
Limfoma non Hodgkin indolen kadang-kadang dikenal sebagai
limfoma non Hodgkin tumbuh lambat atau level rendah. Sesuai dengan
namanya, limfoma non Hodgkin indolen tumbuh hanya sangat lambat.
Secara tipikal ia pada awalnya tidak menimbulkan gejala, dan mereka
sering tetap tidak terditeksi untuk beberapa saat. Tentunya, mereka
sering ditemukan secara kebetulan, seperti ketika pasien mengunjungi
dokter untuk sebab lainnya.Dalam hal ini, dokter mungkin menemukan
pembesaran kelenjar getah bening pada pemeriksaan fisik rutin.
Kadangkala, suatu pemeriksaan, seperti pemeriksaan darah, atau
suatu sinar-X, dada, mungkin menunjukkan sesuatu yang abnormal,
kemudian diperiksa lebih lanjut dan ditemukan terjadi akibat limfoma
non Hodgkin. Gejala yang paling sering adalah pembesaran kelenjar
getah bening, yang kelihatan sebagai benjolan, biasanya di leher, ketiak
dan lipat paha. Pada saat diagnosis pasien juga mungkin mempunyai
gejala lain dari limfoma non Hodgkin. Karena limfoma non Hodgkin
indolen tumbuh lambat dan sering tanpa menyebabkan stadium banyak
diantaranya sudah dalam stadium lanjut saat pertama terdiagnosis.
5. Patofisiologi
Telah diketahui bahwa perjalan penyakit LNH terjadi secara
limfogen dengan melibatkan rantai kelenjar getah bening yang saling
berhubungan dan merambat dari satu tempat ketempat yang berdekatan.
Meskipun demikian, hubungan antara kelenjar getah bening pada leher kiri
dan daerah aorta pada LNH jenis folikular tidak sejelas seperti apa yang
terlihat pada LNH jenis difus.
Walaupun pada LNH timbul gejala-gejala konstitusional (demam,
penurunan berat badan, berkeringat pada malam hari) : namun insidennya

3
lebih rendah dari pada penyakit Hodgkin. Ditemukan adanya
limfadenopati difus tanpa rasa nyeri, Dapat menyerang satu atau seluruh
kelenjar limfe perifer.
Biasanya adenopati hilus tidak ditemukan, tetapi sering ditemukan
adanya efusi pleura.Kira-kira 20% atau lebih penderita menunjukkan
gejala-gejala yang berkaitan dengan pembesaran kelenjar limfe
retroperitoneal atau mesentrium dan timbul bersama nyeri abdomen atau
defekasi yang tidak teratur.Sering didapatkan dapat menyerang lambung
dan usus halus yang ditandai dengan gejala yang mirip dengan gejala
tukak lambung, anoreksia, penurunan berat badan, nausea, hematemesis,
dan melena.Penyakit-penyakit susunan saraf pusat walaupun jarang terjadi
tetap dapat timbul pada limfoma histisitik difus (imunoblastik sel besar).
Criteria diagnosis medic LNH adalah sebagai berikut:
1. Riwayat pembesaran kelenjar getah bening atau timbulnya massa tumor
ditempat lain.
2. Riwayat demam yang tidak jelas.
3. Penurunan berat badan 10% dalam waktu enam bulan
4. Keringat malam yang banyak tanpa sebab yang sesuai
5. Pemeriksaan histopatologis tumor sesuai dengan LNH

6. Pathway

4
7. Manifestasi Klinis
Gejala umum penderita limfoma non-Hodgkin yaitu
a) Pembesaran kelenjar getah bening tanpa adanya rasa sakit.
b) Demam.
c) Keringat malam.
d) Rasa lelah yang dirasakan terus menerus.
e) Gangguan pencernaan dan nyeri perut.
f) Hilangnya nafsu makan.
g) Nyeri tulang.
h) Bengkak pada wajah dan leher dan daerah-daerah nodus limfe yang
terkena.
i) Limphadenopaty.
 Limfadenopati superficial. Sebagian besar pasien datang
dengan pembesaran kelenjar getah bening asimetris yang tidak
nyeri pada satu atau lebih region kelenjar getah bening perifer.
 Gejala konstitusional. Demam, keringat pada malam hari
dan penurunan berat badan lebih jarang terjadi dibandingkan
pada penyakit Hodgkin. Adanya gejala tersebut biasanya
menyertai penyakit diseminata. Dapat terjadi anemia dan
infeksi dengan jenis yang ditemukan pada penyakit Hodgkin.
 Gangguan orofaring. Pada 5-10% pasien, terdapat penyakit
distruktur limfoid orofaringeal (cincin waldeyer) yang dapat
menyebabkan timbulnya keluhan “sakit tenggorok” atau napas
berbunyi atau tersumbat.
 Anemia, netropenia dengan infeksi, atau trombositopenia
dengan purpura mungkin merupakan gambaran pada penderita
penyakit sumsum tulang difus. Sitopenia juga dapat
disebabkan oleh autoimun.
 Penyakit abdomen. Hati dan limpa sering kali membesar
dan kelenjar getah bening retroperitoneal atau mesenterika
sering terkena. Saluran gastrointestinal adalah lokasi
ekstranodal yang paling sering terkena setelah sumsum tulang
dan pasien dapat datang dengan gejala abdomen akut.
 Organ lain. Kulit, otak, testis dan tiroid sering terkena.
Kulit juga secara primer terkena pada dua jenis limfoma sel T
yang tidak umum dan sindrom sezary.

5
8. Pemeriksaan Penunjang
a) Pemeriksaan laboratorium lengkap, meliputi hal berikut.
 Darah tepi lengkap termasuk retikulosit dan LED
 Gula darah
 Fungsi hati termasuk y-GT, albumin, dan LDH
 Fungsi ginjal
 Immunoglobulin.
b) Pemeriksaan biopsy kelenjar atau massa tumor untuk mengetahui
subtype LNH, bila perlu sitologi jarum halus (FN HB) ditempat lain
yang dicurigai.
c) Aspirasi dan biopsy sumsum tulang
d) Ct-Scan atau USG abdomen, untuk mengetahui adanya pembesaran
kelenjar getah bening pada aorta abdominal atau KGB lainnya, massa
tumor abdomen, dan metastase kebagian intraabdominal.
e) Pencitraan toraks (PA dan lateral) untuk mengetahui pembesaran
kelenjar media stinum, bila perlu CT scan toraks.
f) Pemeriksaan THT untuk melihat keterlibatan cincin waldeyer terlibat
dilanjutkan dengan tindakan gastroskopi
g) Jika diperlukan pemeriksaan bone scan atau bone survey untuk melihat
keterlibatan tulang.
h) Jika diperlukan biopsy hati (terbimbing)

Tabel tes diagnostic dan interpretasi pada klien LNH

Jenis pemeriksaan Interpretasi hasil

Hitung darah lengkap:

a) Sel darah putih (SDP) Variasi normal, menurun atau meningkat


secara nyata.

b) Diferensial SDP Neutofilia, monosit, basofilia, dan eosinofilia


mungkin ditemukan. Limfofenia sebagai
gejala lanjut.

c) Sel darah merah dan Hb/Ht Menurun

6
Eritrosit

d) Morfologi SDM Normositik, hipokromik ringan sampai


sedang

e) Kerapuhan eritrosit osmotik Meningkat

Laju endap darah (LED) Meningkat selam tahap aktif (inflamasi,


malignansi)

Trombosit Menurun (sumsum tulang digantikan oleh


limfomi atau hipersplenisme)

Test comb Reaksi positif (anemia hemolitik), reaksi


negative pada tahap lanjut.

Alkalin fosfatase Mungkin meningkat bila tulang terkena

Kalsium serum Meningkat pada eksaserbasi

BUN Mungkin meningkat bila ginjal terlibat

Globulkin Hipogammaglobulinemia umum dapat terjadi


pada penyakit lanjut

Foto toraks, vertebra, Dilakukan untuk area yang terkena dan


ekstremitas proksimal serta membantu penetapan stadium penyakit
nyeru tekan pada area pelvis

CT scan dada, abdominal, tulang Dilakukan bila terjadi adenopati hilus dan
memastikan keterlibatan nodus limfe
mediatinum, abdominal, dan keterlibatan
tulang.

USG abdominal Mengevaluasi luasnya keterlibatan nodus


limferetroperitoneal

Biopsy sumsum tulang Menentukan keterlibatan sumsum tulang,


invasi sumsum tulang terlihat pada tahap
luas.

Biopsy nodus limfe Memastikan klasifikasi diagnosis limfoma

7
Penentuan stadium merupakan salah satu pola penting dalam manajemen LNH yang
bertujuan untuk mengetahui status penyakit dan memilih pengobatan yang relevan serta memudahkan
evaluasi hasil terapi. Klasifikasi yang populer digunakan adalah klasifikasi menurut Arnn Arborr
(1971) sebagai berikut:

STADIUM INTERPRETASI
Stadium I Terserang satu kelenjar limfe pada daerah tertentu atau ekstra
Stadium II limfatik
Terserang lebih dari satu kelenjar limfe di daerah di atas
Stadium III diafragma dengan atau tanpa ekstra limfatik
Terserang kelenjar limfe diatas dan di bawah diafragma atau
Stadium IV
disertai limfoma ekstra limfatik, limpa atau keduanya.
Tersebar menyeluruh pada organ ekstra limfatik dengan atau
tanpa melibatkan kelenjar limfe.

9. Komplikasi
a) Akibat langsung penyakitnya
 Penekanan terhadap organ khususnya jalan nafas, usus dan
saraf
 Mudah terjadi infeksi, bisa fatal
b) Akibat efek samping pengobatan
 Aplasia sumsum tulang
 Gagal jantung oleh obat golongan antrasiklin
 Gagal ginjal oleh obat sisplatinum
 Neuritis oleh obat vinkristin6
10. Penatalaksanaan
1. Medik.
Konsultasi dengan ahli onkology medik ( di RS type A dan B).
a. Limfoma non hodkin derajat keganasan rendah (IWF)
 Tanpa keluhan : tidak perlu therapy.Bila ada keluhan dapat
diberi obat tunggal siklofosfamide dengan dosis permulaan po
tiap hari atau 1000 mg/m2 iv selang 3 – 4 minggu.
 Bila resisten dapat diberi kombinasi obat COP, dengan cara
pemberian seperti pada LH diatas
 Limfona non hodgkin derajat keganasan sedang (IWF)
 Untuk stadium I B, IIB, IIIA dan B, IIE A da B, terapi
medik adalah sebagai terapy utama
 Untuk stadium I A, IE, IIA diberi therapy medik sebagai
therapy anjuran

8
 Minimal : seperti therapy LH
 Ideal : Obat kombinasi cyclophospamide, hydrokso –
epirubicin, oncovin, prednison (CHOP) dengan dosis :
 C : Cyclofosfamide 800 mg/m 2 iv hari I
 H : hydroxo – epirubicin 50 mg/ m 2 iv hari
 P : Prednison 60 mg/m 2 po hari ke 1 – 5
 Perkiraan selang waktu pemberian adalah 3 – 4 minggu

2. Keperawatan
a. Promotif
Meningkatkan pengetahuan klien tentang LNH melalui penyuluhan
b. Prefentif
Upaya untuk mencegah terjadinya penyakit atau kondisi yang
memperberat .
c. Kuratif dan rehabilitatif
Upaya pengobatan untuk mencegah atau menurunkan infeksi atau
keparahaan.

9
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian Keperawatan
a. Data biografi
Nama, umur, jenis kelamin, agama , suku dana kebangsaan,
pendidikan, pekerjaan, alamat, nomor regester, tanggal Masuk Rumah
Sakit , diagnosa medis
b. Keluhan Utama
Pada umumnya pasien mengeluh tidak nyaman karena adannya
bejolan.
c. Riwayat penyakit sekarang
Pada umumnya pasien dengan limfoma didapat keluhan benjolan
terasa nyeri bila ditelan kadang-kadang disertai dengan kesulitan
bernafas, gangguan penelanan, berkeringat di malam hari. Pasien
biasanya mengalami demam dan disertai dengan penurunan BB.
d. Riwayat kesehatan Dahulu
Pada Limfoma biasanya diperoleh riwayat penyakit seperti
pembesaran pada area leher , ketiak dan lain-lain. pasien dengan
transplantasi ginjal atau jantung.
e. Riwayat kesehatan keluargaMelihat apakah terdapat riwayat pada
keluarga dengan penyekit vaskuler : HT, penyakit metabolik :DM atau
penyakit lain yang pernah diderita oleh keluarga pasien
f. Pemeriksaan Fisik
Dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum (status generalisata)
untuk mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat
(lokalis). Hal ini perlu untuk dapat melaksanakan total care karena ada
kecenderungan dimana spesialisasi hanya memperlihatkan daerah yang
lebih sempit tetapi lebih mendalam.

1. Gambaran Umum :
a) Keadaan umum: baik atau buruknya yang dicatat adalah
tanda-tanda, seperti: Kesadaran penderita: apatis, sopor,
koma, gelisah, komposmentis tergantung pada keadaan klien.
Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang,
berat dan pada kasus fraktur biasanya akut.

10
b) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik
fungsi maupun bentuk.
2. Secara sistemik dari kepala sampai kelamin
a. Sistem Integumen
Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma meningkat,
bengkak, oedema, nyeri tekan.
b. Kepala
Tidak ada gangguan yaitu, normo cephalik, simetris, tidak ada
penonjolan, tidak ada nyeri kepala.
c. Leher
Sangat penting untuk dikaji secara mendetail karena LNH
berawal pada serangan di kelenjar lymfe di leher mel;iputi
diameter (besar), konsistensi dan adanya nyeri tekan atau
terjadi pembesaran
d. Muka
Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada perubahan
fungsi maupun bentuk. Tak ada lesi, simetris, tak oedema.
e. Mata
Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (karena
tidak terjadi perdarahan)
f. Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada
lesi atau nyeri tekan.
g. Hidung
Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping hidung.
h. Mulut dan Faring
Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan,
mukosa mulut tidak pucat.
i. Thoraks
Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris.

j. Paru
Inspeksi : Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya
tergantung pada riwayat penyakit klien yang
berhubungan dengan paru.
Palpasi : Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama.
Perkusi : Suara ketok sonor, tak ada erdup atau suara tambahan
lainnya.
Auskultasi : Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau suara
tambahan lainnya seperti stridor dan ronchi.
k. Jantung

11
Inspeksi : Tidak tampak iktus jantung.
Palpasi : Nadi meningkat, iktus tidak teraba.
Auskultasi : Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur.
l. Abdomen
Inspeksi : Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.
Palpasi : Tugor baik, tidak ada defands muskuler, hepar tidak
teraba.
Perkusi : Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan.
Auskultasi : Peristaltik usus normal  20 kali/menit.
m. Ekstrimitas Bawah
Inspeksi : Lihat adanya odema, perubahan integritas kulit,
adanya patahan terbuka atau tertutup.
Palpasi : adanya nyeri tekan
n. Inguinal-Genetalia-Anus
Tak ada hernia, tak ada pembesaran lymphe, tak ada kesulitan.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Hipertermi berhubungan dengan tak efektifnya termoregulasi
sekunder terhadap inflamasi
b. Nyeri akut yang berhungan dengan kompresi saraf perifer,
pembesaran kelenjar limfe, efek sekunder pemberian agen
antileukimia, peningkat produksi asam laktat jaringan local.
c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan intake yang kurang, meningkatnya
kebutuhan metabolic, dan menurunnya absorbsi zat gizi.
d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan,
pertukaran oksigen, malnutrisi, kelelahan
e. Pola pernapasan tidak efektif bd obstruksi trakeo
bronkhial
3. Intervensi Keperawatan
1. Hipertermi berhubungan dengan tak efektifnya termoregulasi
sekunder terhadap inflamasi
 Tujuan : suhu badan dalam batas normal ( 36 – 37,5ºC)
 Intervensi :
a) Observasi suhu tubuh pasien
Rasional : dengan memantau suhu diharapkan
diketahuikeadaan sehingga dapat mengambil tindakan yang
tepat.
b) Anjurkan dan berikan banyak minum (sesuai kebutuhan
cairan anak menurut umur)

12
Rasional : dengan banyak minum diharapkan dapat
membantu menjaga keseimbangan cairan dalam tubuh.
c) Berikan kompres hangat pada dahi, aksila, perut dan lipatan
paha.
Rasional : kompres dapat membantu menurunkan suhu
tubuh pasien secara konduksi.
d) Anjurkan untuk memakaikan pasien pakaian tipis, longgar
dan mudah menyerap keringat.
Rasional : Dengan pakaian tersebut diharapkan dapat
mencegah evaporasi sehingga cairan tubuh menjadi
seimbang.
e) Kolaborasi dalam pemberian antipiretik.
Rasional : antipiretik akan menghambat pelepasan panas
oleh hipotalamus.
2. Nyeri akut yang berhungan dengan kompresi saraf perifer,
pembesaran kelenjar limfe, efek sekunder pemberian agen
antileukimia, peningkat produksi asam laktat jaringan local
 Tujuan : nyeri berkurang
 .Intervensi :
a) Tentukan karakteristik dan lokasi nyeri, perhatikan isyarat
verbal dan non verbal setiap 6 jam
Rasional : menentukan tindak lanjut intervensi.
b) Pantau tekanan darah, nadi dan pernafasan tiap 6 jam
Rasional : nyeri dapat menyebabkan gelisah serta tekanan
darah meningkat, nadi, pernafasan meningkat
c) Terapkan tehnik distraksi (berbincang-bincang)
Rasional : mengalihkan perhatian dari rasa nyeri
d) Ajarkan tehnik relaksasi (nafas dalam) dan sarankan untuk
mengulangi bila merasa nyeri
Rasional : relaksasi mengurangi ketegangan otot-otot
sehingga mengurangi penekanan dan nyeri.
e) Beri dan biarkan pasien memilih posisi yang nyaman
Rasional : mengurangi keteganagan area nyeri.
f) Kolaborasi dalam pemberian analgetika.
Rasional : analgetika akan mencapai pusat rasa nyeri dan
menimbulkan penghilangan nyeri.
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake yang kurang, meningkatnya kebutuhan metabolic, dan
menurunnya absorbsi zat gizi.

13
 Tujuan : kebutuhan nutrisi terpenuhi
 Intervensi :
a) Beri makan dalam porsi kecil tapi sering
Rasional : memberikan kesempatan untuk meningkatkan
masukan kalori total
b) Timbang BB sesuai indikasi
Rasional : berguna untuk menentukan kebutuhan kalori,
evaluasi keadequatan rencana nutrisi
c) Sajikan makanan dalam keadaan hangat dan bervariasi
Rasional : meningkatkan keinginan pasien untuk makan
sehingga kebutuhan kalori terpenuhi
d) Ciptakan lingkungan yang nyaman saat makan
Rasional : suasana yang nyaman membantu pasien untuk
meningkatkan keinginan untuk makan
e) Beri HE tentang manfaat asupan nutrisi
Rasional : makanan menyediakan kebutuhan kalori untuk
tubuh dan dapat membantu proses penyembuhan dan
meningkatkan daya tahan tubuh
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan, pertukaran
oksigen, malnutrisi, kelelahan.
 Tujuan : aktivitas dapat ditingkatkan
 Intervensi :
a) Evaluasi respon pasien terhadap aktivitas, peningkatan
kelemahan/kelelahan dan perubahan tanda-tanda vital
selama dan setelah aktivitas
Rasional : menetapkan kemampuan/kebutuhan pasien dan
memudahkan pilihan intervensi
b) Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhan ADL
Rasional : meminimalkan kelelahan dan membantu
keseimbangan suplay dan kebutuhan oksigen
c) Libatkan keluarga dalam perawatan pasien
Rasional : membantu dan memenuhi ADL pasien
d) Beri aktivitas sesuai dengan kemampuan pasien
Rasional : meminimalkan kelelahan dan membantu
keseimbangan suplay dan kebutuhan oksigen).

5. Pola pernapasan tidak efektif bd obstruksi trakeo bronkhial

14
a) Kaji/awasi frekuensi pernapsan, kedalaman, irama, adanya
dispnea, penggunaan otot bantu pernapasan dan gangguan
ekspansi dada.
Rasional : Perubahan seperti takipnea, dispnea, penggunaan
otot aksesori dapat mengindikasikan berlanjutnya keterlibatan
kelenjar limfe mediastinal yang membutuhkan intervensi
lebih lanjut.
b) Bantu perubahan posisi secara periodic
Rasional Meningkatkan aerasi semua segmen paru dan
membantu mobilisasi sekresi
c) Ajarkan teknik napas dalam (bibir, difragma, abdomen)
Rasional : Meningkatkan aerasi semua segmen paru dan
membantu mobilisasi sekresi
d) Kaji/awasi warna kulit, perhatikan adanya tanda
pucat/sianosis)
Rasional : Proliferasi SDP dapat menurunkan kapasitas
pembawa oksigen darah dan dapat menimbulkan hipoksemia.
e) Kaji respon pernapasan terhadap aktivitas
Rasional : Penurunan oksigenasi seluler menurunkan
toleransi aktivitas, istirahat menurunkan kebutuhan oksigen
dan mencegah kelelahan dan dispnea.
f) Observasi distensi vena leher, nyeri kepala, pusing, edema
preorbital, dispnea, stridor.
Rasional : Klien LNH dengan sindrom vena cava superior
dan obstruksi jalan napas menunjukkan kedaruratan
onkologis.

DAFTAR PUSTAKA

Barbara, C. B., (1999). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal-Bedah, Volume


I, EGC: Jakarta.

15
Doenges, dkk, (2005).Rencana asuhan keperawatan pedoman untuk perencanaan
dan pendokumentasian perawatan pasien. EGC: Jakarta

Mansjoer, dkk., (2000). Kapita Selekta Kedokteran, edisi 3. Media Aesculapius:


Jakarta

Price & Wilson, (2006).Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses


Penyaki.Volume 2.Edisi 6. EGC : Jakarta.

Sjamsuhidajat R., (1997). Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi, EGC: Jakarta

Smeltzer & Bare, (2003).Bukuajar keperawatan medical bedah.Volume 3.Edisi 8.


EGC: Jakarta

16

Anda mungkin juga menyukai