Anda di halaman 1dari 58

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Dewasa ini perkembangan dan perubahan zaman yang serba modern, menyebabkan nilai

luhur sebuah kehidupan tidak lagi dianggap sebagai sesuatu yang patut dijaga dan dijunjung

tinggi oleh setiap orang. Dalam hidup berkeluarga pasangan suami istri juga cenderung

melakukan tindakan yang melunturkan nilai–nilai perkawinan. Hal ini dapat dilihat dalam

Konstitusi Pastoral, Konsili Vatikan II yang menyatakan bahwa “ Martabat lembaga

perkawinan itu sama-sama berhenti semarak, sebab disuramkan oleh poligami, malapetaka

perceraian, apa yang disebut percintaan bebas, dan cacat cedera lainnya. Selain itu cinta

perkawinan cukup sering dicemarkan oleh cinta diri, gila kenikmatan dan ulah cara yang

tidak halal melawan timbulnya keturunan” (GS.47).1

Poligami adalah perkawinan yang salah satu pihak memiliki atau mengawini beberapa

lawan jenisnya dalam waktu yang bersamaan, hal ini bertolak belakang dengan salah satu

sifat hakiki dari perkawinan yaitu perkawinan yang unitas (satu). Yang dimaksud dengan

sifat unitas (satu) ialah perkawinan hanya terjadi antara satu pria dan satu wanita. Perkawinan

yang didasarkan pada kasih, kasih menyatukan suami-istri bukan lagi dua melainkan menjadi

satu. Penyerahan diri yang penuh, yang total hanya kepada satu orang, seperti Kristus yang

menyerahkan diri-Nya kepada Gereja, satu-satunya yang dikasihi-Nya. Penyerahan diri

suami-istri satu sama lain tidak memberi tempat kepada orang ketiga. Sifat satu ini menuntut

kesetiaan suami-istri satu terhadap yang lainnya.2 Sifat hakiki dari perkawinan katolik yang

unitas (satu), tidak terlepas dari peran salah satu nilai perkawinan katolik yakni nilai

1
R.Hardawiryana, SJ, (Penterj), “Gaudium et Spes” , dalam Dokumen Konsisli Vatikan II (Jakarta: Dep.
Dokpen KWI - Obor, 1993), hal. 568.
Selanjutnya akan disingkat GS menyusul nomor artikelnya.
2
Eduardus Jebarus, Keluarga Sejahtera (Larantuka: SEKPAS Keuskupan Larantuka, 1993), hal.38

1
kesetiaan, karena cinta yang ideal dari pasangan suami istri adalah cinta yang bercirikan

kesetiaan, yang tidak tergantikan dan tidak terceraikan oleh apapun. Kesetiaan merupakan

dasar dari monogami dan kesetiaan itu sendiri tersirat dalam gagasan janji perkawinan: kasih-

setia dalam suka- duka, untung- malang, sehat sakit.3 Kesetiaan lebih berarti menyerahkan

diri kepada pasangan, selalu dan dalam segala situasi. Tetap Memperhatikan, demi

kebahagiaan. Kesetiaan untuk membina keutuhan perkawinan, bukan untuk

memecahkannnya. Kesetiaan tidak berubah oleh umur, keadaan fisik teman hidup , atau

keadaan lingkungan.

Percintaan bebas artinya hubungan pria dan wanita berdasarkan kemesraan, tanpa ikatan

adat atau hukum yang berlaku. Cinta diri, mengagumi diri sendiri sehingga menganggap

apapun yang dilakukan baik, walaupun hal ini bersifat merugikan ataupun menguntungkan

baik bagi diri sendiri ataupun orang lain, cinta diri yang berlebihan menyebabkan orang tidak

memperhatikan perasaan orang lain. Cacat cedera lain itu seperti perselingkuhan juga

melunturkan sifat dan nilai hakiki dari perkawinan, perselingkuhan terkait dengan perbuatan

yang tidak jujur dan menyeleweng terhadap pasangannya, perbuatan yang melanggar

kesepakatan atas kesetiaan hubungan seseorang. 4 Kesetiaan merupakan hal penting dalam

relasi suami-istri yang tidak boleh diabaikan dalam hidup berkeluarga. Dalam keluarga-

keluarga katolik, kesetiaan menjadi tolak ukur keutuhan sebuah perkawinan. Kesetiaan lebih

berat lagi diuji apabila pada saat-saat mengecewakan, masing-masing dari pasangan lari dari

kenyataan atau bahkan lari mencari orang lain. Seharusnya suami-istri berdialog, bertukar

pendapat untuk memecahkan masalah secara bersama-sama. Pasangan suami- istri juga tidak

mampu mengatasi kekecewaan dan kejengkelan dan tidak mampu memaafkan kesalahan

pasangan sehingga akhirnya memilih untuk berpisah. Kesibukan suami- istri, tidak terjalinnya

3
Piet Go, Hukum Perkawinan Gereja Katolik (Malang: Obita, 2005),hal.17
4
http://artikata diakses,2019/02/12

2
komunikasi yang baik, tidak ada waktu untuk berdoa bersama, masalah keuangan, hilangnya

kepercayaan. Dari hilangnya rasa kepercayaan terhadap pasangannya masing-masing,

timbulah rasa cemburu, dan kurangnya rasa keterbukaan terhadap pasangannya. Rasa nyaman

mulai menurun, ini yang menjadi alasan pasangan untuk mulai bertindak kearah yang negatif,

yang menyebabkan keutuhan suatu rumah tangga mengalami masalah atau mungkin berada

pada ambang keretakan.

Dalam pengamatan penulis, fenomena tersebut di atas melanda juga keluarga-keluarga

muda di Paroki Santa Perawan Maria La Sallate Lato. Berdasarkan data yang diambil dari

hasil pleno paroki Tahun 2018, ada Tujuh (7) pasangan suami-istri dengan usia perkawinan

yang masih belia, mengalami keretakan rumah tangga dalam hal ini berpisah ranjang atau

tidak hidup bersama lagi. Dari Tujuh pasangan yang tersebar di Enam (6) stasi, Stasi Lato ada

Dua pasangan suami-istri, dan pasangan ini berdomisili di lingkungan Santu Kristoforus yang

di tangani oleh Sie Keluarga Paroki Santa Perawan Maria La Sallate untuk menyelamatkan

hidup perkawinan pasangan suami-istri.5 Ada gejala yang muncul, yakni penghayatan nilai

perkawinan terkhususnya nilai kesetiaan mulai luntur. Sikap- sikap hidup seperti

keterbukaan, saling mengampuni, saling memberi masukan ,saling mendengarkan,

bekerjasama, berdoa bersama, dan bersama-sama bertanggung jawab terhadap anak

perlahan- lahan mulai luntur. Ini menunjukkan bahwa nilai kesetiaan belum dihayati secara

utuh dalam kehidupan keluarga-keluarga katolik yang terancam keutuhannya. Kesadaran dan

penghayatan akan nilai kesetiaan adalah mutlak perlu sebagai suatu syarat demi keutuhan

sebuah keluarga. Memang kesetiaan suami istri bukanlah hal yang mudah untuk dijalankan

dan dihidupi, namun kesetiaan itu tetap merupakan nilai yang sangat penting dalam

perkawinan. Karena itu, penulis berasumsi bahwa hal ini dapat diatasi dengan cara

mengembalikan semangat penghayatan yang tepat dan benar tentang nilai kesetiaan dalam

5
Hasil Pleno Paroki, di Lato, Larantuka, Pada tanggal 13 Mei 2019.

3
perkawinan katolik. Lebih jauh, penulis berkehendak untuk mendalami masalah ini dalam

bentuk penelitian ilmiah. Penelitian ini berfokus pada penghayatan keluarga-keluarga muda

di Lingkungan Santu Kristoforus stasi Lato Paroki Santa Perawan Maria La Sallate Lato

terhadap nilai kesetiaan dalam perkawinan katolik. Keluarga muda dalam hal ini keluarga-

keluarga yang usia perkawinannya kurang lebih Sepuluh Tahun hidup berkeluarga.

Mengingat pentingnya nilai kesetiaan dalam perkawinan maka, penulis berniat

menjadikan penelitian ilmiah ini sebagai sebuah karyai ilmiah berbentuk skripsi. Berdasarkan

realita, persoalan dan akar persoalan, secara defenitif, dan berdasarkan latar belakang yang

telah diuraikan, penulis menetapkan judul skripsi yaitu “ PENGHAYATAN PASANGAN

SUAMI-ISTRI DENGAN USIA PERKAWINAN KURANG LEBIH SEPULUH TAHUN

TERHADAP NILAI KESETIAAN DALAM PERKAWINAN KATOLIK DI

LINGKUNGAN SANTU KRISTOFORUS STASI LATO PAROKI SANTA PERAWAN

MARIA LA SALLATE LATO ”

1.2. RUMUSAN MASALAH

Bertolak dari latar belakang di atas, adapun rumusan masalah penelitian ini adalah :

bagaimana penghayatan pasangan suami-istri dengan usia perkawinan kurang lebih Sepuluh

Tahun terhadap nilai kesetiaan dalam perkawinan Katolik di lingkungan Santu Kristoforus

stasi Lato Paroki Santa Perawan Maria La Sallate Lato?

4
1.3. TUJUAN PENELITIAN

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah, adapun tujuan dari penelitian ini, yaitu:

1. untuk mengetahui penghayatan pasangan suami-istri dengan usia perkawinan kurang

lebih Sepuluh Tahun terhadap nilai kesetiaan dalam perkawinan Katolik di lingkungan

Santu Kristoforus stasi Lato Paroki Santa Perawan Maria La Sallate Lato

2. Agar pasangan suami-istri dengan usia perkawinan kurang lebih Sepuluh Tahun di

lingkungan Santu Kristoforus stasi Lato Paroki Santa Perawan Maria La Sallate Lato

dapat menghayati nilai kesetiaan dalam kehidupan berumah tangga demi keutuhan

perkawinan Katolik

1.4. MANFAAT PENELITIAN

Berdasarkan tujuan penelitian yang hendak di capai, maka penelitian ini diharapkan

mempunyai manfaat, yaitu:

1. Manfaat Teoritis

a) Memberikan sumbangan pemikiran baru bagi pasangan suami istri dalam

menghayati nilai kesetiaan perkawinan katolik dalam hidup berkeluarga

b) Memberikan sumbangan pemikiran bagi para agen pastoral di bagian keluarga,

dalam menentukan program dan pelaksanaan karya pastoral yang berkaitan

dengan penghayatan nilai- nilai perkawinan katolik khususnya nilai kesetiaan

c) Sebagai bahan referensi pada penelitian-penelitian selanjutnya yang

berhubungan dengan penghayatan nilai-nilai sakramen perkawinan katolik

terkhusunya nilai kesetiaan serta menjadi bahan kajian lebih lanjut

2. Manfaat Praktis

a) Bagi lembaga STP Reinha Larantuka

5
Agar dapat menyiapkan para mahasiswa/i untuk menjadi agen pastoral yang

handaldan professional dalam menjalankan tugas- tugas yang berkaitan

dengan pendampingan bagi pasangan pasangan suami istri muda dalam

mengahayati nilai- nilai perkawinan katolik khusunya nilai kesetiaan

b) Bagi peneliti

Dapat menambah wawasan dan memperdalam cakrawala pemikiran dan

pengetahuan khususnya tentang penghayatan nilai kesetiaan dalam

perkawinan katolik

1.5. ASUMSI DAN KETERBATASAN PENELITIAN

1. Asumsi dari penelitian ini adalah semakin baik penghayatan pasangan suami istri

tentang nilai kesetiaan dalam perkawinan katolik maka semakin baik kehidupan

pasangan suami istri dalam mempertahankan keutuhan perkawinan dan sebaliknya

jika kurangnya pengahayatan pasangan suami istri tentang nilai kesetiaan dalam

perkawinan katolik maka akan berpengaruh pada keutuhan perkawinan

2. Peneliti melakukan penelitian ini terfokus pada penghayatan nilai kesetiaan

perkawinan katolik pasangan suami-istri dengan usia perkawinan kurang lebih

sepuluh (10) tahun di Lingkungan Santu Kristoforus stasi Lato Paroki Santa

Perawan Maria La Sallate Lato

6
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1.KESETIAAN

2.1.1. Defenisi Kesetiaan

Kata kesetiaan berasal dari kata dasar setia yang berarti: (1) patuh; taat, (2)

tetap dan teguh hati, (3) berpegang teguh.6 Kesetiaan merupakan sikap manusia yang

harus menghadapi kesulitan yang rumit, namun masih mempertahankan arti, peranan

dan maknanya bagi proses pengembangan hidup. Kesetiaan menyangkut pengertian

kasih, kerahiman, karunia, yang ditawarkan dalam hidup, dan menuntut

pertanggungjawaban yang tetap dan terus menerus. Kesetian adalah tanda bukti kasih

yang tidak mudah luntur oleh kesulitan hidup. 7 Kesetiaan adalah kebajikan yang

membuat seorang pribadi teguh memegang kata- kata dan janjinya, dan tidak

mengecewakan orang lain dalam harapan- harapan yang sah.8

Kesetiaan mewajibkan seorang pribadi untuk menjaga keselarasan antara kata-

kata dan perbuatannya. Kesetiaan terutama terbukti di dalam pemenuhan janji yang

diucapkan seseorang. Kesetiaan terhadap Allah tentu saja mencakup dan menuntut

kesetiaan terhadap manusia. Semakin personalnya suatu hubungan, semakin besar

pula tuntutan agar hubungan itu terbentuk oleh kesetiaan, seperti kesetiaan anak atau

orangtua, suami atau teman. Gereja terutama menilai tinggi kesetiaan pernikahan,

imamat dan kaul kebiaraan.9 Ciri terpenting kesetiaan adalah seorang pribadi dapat

dipercayai dalam tindakan. Kesetiaan dengan hubungan dengan orang lain merupakan

6
Tim Penulis, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta; Balai Pustaka, 1999), hal. 832
7
St. Darmawijaya, Kesetiaan Suatu Tantangan, ( Yogyakarta: Kanisius, 1989), hal. 46
8
Alex Armanjaya (eds.), Etika Kristiani, Kewajiban Moral Dalam Hidup Pribadi, vol. III
(Maumere:Ledalero,2003), hal. 215
9
Ibid, hal. 216

7
landasan hakiki tumbuhnya rasa saling percaya dan jaminan pribadi dan sosial. Untuk

kebahagiaan dalam hidup, keberhasilan dan perkembangan individu ataupun

masyarakat.

2.1.2. Nilai Kesetiaan Sebagai Dasar Perkawinan

Nilai kesetiaan ini merupakan pegangan untuk menjaga agar ikatan

perkawinan itu tetap berlangsung. “Nilai kesetiaan akibat dari penyerahan diri

dalamnya suami dan istri saling memberi diri. Pasangan suami istri, dalam janji

perkawinan telah mengungkapkan janji yang berbunyi: dihadapan Allah aku

menerima engkau sebagai istriku/ suamiku, aku berjanji setia padamu, dalam suka-

duka, dalam keadaan sehat dan sakit, sampai kematian memisahkan kita, aku mau

mencintai engkau, menghargai dan menghormati engkau, sepanjang hidupku.

Terimalah cincin ini sebagai lambang kasih-setiaku, dalam Nama Bapa dan Putra dan

Roh Kudu”. 10 Kesetiaan merupakan hal yang sangat penting dan merupakan dasar

dari perkawinan katolik. Titik tolak dari kesetiaan adalah sifat dari perkawinan itu

sendiri. Dengan kesetiaan maka terbentuk kesatuan suami-istri yang tak terceraikan.

Kesetiaan juga bukanlah sesuatu yang baru ditambah dari luar atau hanya sekedar

persyaratan semata, melainkan sudah melekat erat pada perkawinan itu sendiri.

Kesetiaan itu terbangun di atas janji yang diucapkan dalam upacara pernikahan.

Pasangan suami-istri harus setia pada janji perkawinan untuk tetap saling mencintai

sampai akhir hidup. Dalam untung dan malang, keadaan sakit atau sehat, dalam

keadaan kaya atau miskin.

Ungkapan janji perkawinan tidak sekedar janji belaka, karena janji perkawinan

katolik tidak dilihat sebagai janji antara pasangan suami-istri, namun janji pasangan

10
Piet Go, Op.Cit., hal. 9

8
suami- istri dengan Tuhan, yang di percaya sebagai pemersatu hubungan suami istri.

Allah yang telah menganugerahkan hubungan pasangan suami dan istri, seperti yang

tersirat dalam Kitab Kejadian yang berbunyi: “Tidak baik, kalau manusia itu seorang

diri saja. Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia” (Kej 2:

18), pria dan perempuan diciptakan menurut gambaran Allah dan diperuntukkan satu

sama lain, saling membutuhkan, saling melengkapi, saling memperkaya. [....] menjadi

“ satu daging” (Kej 2: 24).11 Pasangan suami-istri jika di dalam hidup berkeluarga

tidak menjalankan atau bahkan mengingkari janji perkawinan tersebut, maka

pasangan suami- istri dapat dianggap sebagai orang yang tidak setia karena pasangan

suami-istri telah di teguhkan oleh Allah sendiri melalui sakramen perkawinan. Dalam

upaya menjaga keutuhan dan keharmonisan dalam pekawinan itu maka suami-istri

harus berpegang teguh pada janji perkawinan untuk saling setia, sehidup semati

karena telah menjadi satu daging.

2.2. AJARAN GEREJA TENTANG KESETIAAN DALAM PERKAWINAN

KATOLIK

2.2.1. Landasan Biblis Tentang Kesetiaan Suami Istri

2.2.1.1. Yahwe Yang Setia Kepada Bangsa Israel

Kasih setia Allah kepada umat pilihan-Nya selalu menjadi titik pangkal

refleksi iman bangsa Israel.Berbagai peristiwa yang dialami oleh bangsa Israel,

teruatam keluar dari perbudakan dan penindasan di Mesir, selalu menjadi tanda

kehadiran Allah yang menyelamatkan. Walaupun Israel sering jatuh dalam dosa,

namun Allah tetap setia dan karena kesetiaan-Nya bangsa Israel diselamatkan. Para

nabi dan para bijak berulang kali menggambarkan hubungan kasih setia Allah,

11
Ibid.

9
dengan menggunakan gambaran hubungan kasih setia suami-istri. Yehezkiel

menceritakan permulaan Israel dalam sebuah alegori mengenai Yerusalem sebagai

istri yang tidak setia kepada Allah (Yeh 16:1-63). 12 Allah digambarkan sebagai

suami dari Israel (Yerusalem) adalah istri-Nya. Yehezkiel menggambarkan Israel

(Yerusalem) sebagai anak yatim yang diterlantarkan oleh orangtua dan sanak

saudaranya. Allah menemukan Yerusalem yang terlantar itu dan memeliharanya.

Segala keperluan yang dibutuhkannya selalu dipenuhi. Kemudian Allah pergi,

ketika Yerusalem tumbuh menjadi dewasa Allah kembali lagi dan menikahi kota

itu, membanjirinya dengan hadiah dan mengambilnya sebagai istri. Yerusalem

termasyur diantara bangsa-bangsa karena kecantikannnya yang luar biasa.

Wibawanya bagaikan seorang putri raja. Namun kecantikan dan kemasyurannya

justru telah menyesatkan kota itu. Yerusalem bersundal dengan orang-orang yang

lewat, ia merenggangkan pahanya bagi siapa saja, termasuk orang Mesir, Asyur, dan

Babel. Ia merayu dan membayar para pecinta untuk datang kepadanya. Demikianlah

Yerusalem melacurkan dirinya dan berlaku tidak setia kepada Allah, suaminya. 13

Walaupun Israel (sang istri) berlaku tidak setia dengan melacurkan dirinya, namun

Allah (suami Israel) tetap setia kepada Israel.Allah mengadakan kembali perjanjian-

Nya dengan Yerusalem (Yeh 16;62-63). Dengan kemurahan yang melimpah, Allah

memaafkan Yerusalem.14 Demikian Allah tetap mencintai Israel dan berlaku setia

dengan cinta yang penuh.

Gambaran seperti tersebut di atas secara eksplisit dapat ditemukan dalam

Kitab Nabi Hosea, yang mempunyai bukti asli tentang realitas ganda ini dalam

keluarganya sendiri. Istri Hosea , Gomer, meninggalkannya dan melakukan

12
Lembaga Alkitab Indonesia, Alkitab (Jakarta: 2009), hal. 906-907
13
Dianne Bergant dan Robert J.Karris, (edit), Tafsir Alkitab Pejanjian Lama, diterjemahkan oleh
A.S.Hadiwiyata, (Yogyakarta: Kanisius, 2002), hal. 599
14
Ibid

10
perzinahan. Hosea diperintahkan oleh Yahwe untuk membujuknya dan membawa

kembali. Hal tersebut sebenarnya telah ia lakukan, memaafkannya dan membangun

kembali ikatan perkawinan yang telah dihancurkannya.15 Realitas perkawinan yang

dialami oleh Hosea menjadi simbol dari relasi kasih setia Allah kepada umat-Nya.

Kasih setia Allah menjadi titik tolak refleksi iman tentang kesetiaan suami-istri,

tentang penghayatan kesetiaan dalam hidup perkawinan. Perkawinan juga

mengungkapkan kenyataan bahwa meskipun seringkali umat Allah tidak setia,

Allah dengan kasih-Nya yang tidak terbatas dan total akan selalu mengampuni

umat-Nya. Kesetiaan-Nya dikondisikan oleh tingkah laku (sikap) orang yang

dikasihi-Nya, tetapi dalam segala peristiwa akhirnya kesetiaan Allah itu selalu

menjadi sumber pengorbanan semangat dan dukungan. 16 Karena Allah setia

mengasihi umat-Nya, maka komitmen untuk membangun kesetiaan dalam

perkawinan antara suami-istri merupakan dasar perjanjian cinta mereka sekaligus

menjadi lambang betapa eratnya hubungan persatuan Allah dengan umat-Nya.

2.2.1.2.Kristus Yang Setia Kepada Gereja-Nya

Lambang cinta kasih Allah kepada umat-Nya diteruskan dalam relasi Yesus

dengan Gereja-Nya. Yesus sabagai mempelai pria dan Gereja-Nya sebagai

mempelai wanita. Relasi setia antara Yesus dengan Gereja-Nya direfleksikan

dengan sangat mendalam oleh Santu Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Efesus

5: 22-32. Relasi Kristus dengan Gereja-Nya merupakan dasar sebagai suami-istri

dalam hidup perkawinannya. Selanjutnya Santu Paulus menjelaskan misteri

perkawinan itu sebagai lambang cinta kasih Kristus kepada Gereja-Nya. Relasi

suami-istri harus selalu mengacu pada gambaran kasih setia Kristus kepada Gereja-

15
Maurice Eminiyan , Sj, Teologi Keluarga, (Yogyakarta: Kanisius, 2001), hal. 69
16
Ibid.

11
Nya. Karena itu ada dua pola yang selalu digunakan Santu Paulus untuk

menggambarkan pola relasi tersebut. Pola pertama digunakan untuk menunjuk apa

yang seharusnya dibuat oleh seorang istri: “karena itu sebagaimana jemaat tunduk

kepada Kristus demikian jugalah istri kepada suami dalam segala sesuatu (Efesus

5:24)”. Pola kedua digunakan untuk menunujuk kepada tugas dan peran seorang

suami: “hai suami, kasihanilah istrimu sebagaiman Kristus telah mengasihi jemaat

dan telah menyerahkan diri-Nya baginya (Efesus 5:25), demikian juga suami harus

mengasihi istrinya sama seperti tubuhnya sendiri (Efesus 5:28)”.17 Seperti Kristus

adalah kepala Gereja , demikian pula suami adalah kepala dari istrinya. Gereja taat

kepada Kristus, demikian juga seorang istri taaat sepenuhnya kepada suaminya.

Seperti Kristus mengasihi Gereja dan memberikan diri sepenuhnya kepada Gereja,

demikian pula seoarang suami harus mengasihi istrinya. Maka, setiap suami

didorong untuk mengasihi istrinya dan istri dinasihati untuk hormat dan taat

terhadap suaminya.

Relasi perkawinan seperti yang digambarkan di atas sesungguhnya

menerangkan kekayaan relasi pria dan wanita dalam perkawinan sebagai simbol

relasi Kristus dengan Gereja-Nya. Gereja sebagai umat Allah, termasuk di dalamnya

suami-istri sebagai bagian dari umat Allah. Relasi cinta kasih antara suami-istri

dilihat sebagai relasi cinta kasih Kristus Kepada Gereja-Nya, yang tidak lain adalah

suami-istri itu sendiri. 18 Kesetian Kristus inilah yang menjadi model atau dasar

kesetiaan suami-istri dalam membina sebuah keluarga. Dengan kata lain, melalui

perkawinan terealisasikan kesetiaan dan Kristus yang selalu hadir untuk

membimbing dan menuntun suami-istri kepada hidup yang benar.

17
Dianne Bergant dan Robert J.Karris,Op.Cit., hal. 349
18
Robert Mirsel, Pasanganku seoarang Katolik: Sebuah Inspirasi Bagi Pangan Kawin Campur Katolik-Non
Katolik, (Maumere: LPBAJ, 2001), hal. 100

12
2.2.2. Kesetiaan Perkawinan Dalam Magisterium

2.2.2.1. Kesetiaan Perkawinan Dalam Konsili Vatikan II

Konsili mengartikan perkawinan sebagai “ suatu persekutuan hidup dan

kesatuan cinta”.19 Dalam arti ini, Konsili menekankan pemberian atau penyerahan diri

seutuhnya. Karena itu, perkawinan tidak dilihat sebagai satu kesatuan antara dua

badan (tubuh), melainkan satu kesatuan antara dua pribadi. Cinta kasih suami-istri

menerima pengakuan sebagai unsur yang harus ada dalam hidup perkawinan yang

otentik. Cinta kasih suami-istri itu dipandang sebagai dasar dari perkawinan. Cinta

kasih itu adalah suatu yang sangat manusiawi karena berasal dari seoarang pribadi

kepada pribadi yang lain melalui suatu dorongan kehendak yang bebas. Kesejahteraan

seluruh pribadi tercakup di dalam pengungkapan cinta kasih itu.20 Konsili menyadari

sepenuhnya bahwa dewasa ini martabat luhur perkawinan oleh poligami, perceraian,

seks bebas danpenyelewengan lainnya.Cinta kasih dalam perkawinan dinodai oleh

hedonisme, cinta diri dan praktek kontrasepsi. 21 Di samping itu, pengguguran atau

aborsi dan pembunuhan anak melecehkan martabat manusia 22 dan berdampak pada

menurunnya nilai perkawinan. Terhadap berberapa tindakan-tindakan yang

mencederaikan martabat perkawinan itu, Konsili meneguhkan kembali pandangan

Kristen mengenai keluhuran dan kesucian perkawinan. Umat Kristen dihimbau untuk

memperbaharui semangat Kristen dalam bidang perkawinan dan hidup berkeluarga.23

Dalam Ensiklik Human Vitae yang dikeluarkan oleh Paus Paulus VI ( 25 Juli

1968), menyoroti pentingnya unsur cinta suami-istri yang bersifat manusiawi penuh

19
Josep Martos, Perkawinan, Seri Sakramen-Sakramen Gereja, (Jakarta: Obor, 1997), hal.16
20
GS, Art.49
21
GS,Art. 47
22
GS, Art. 51
23
GS, Art. 52

13
(full human), utuh (total), setia dan eksklusif, subur dan membuahkan (fruit full).24

Penyerahan diri secara total ini menunjukan bahwa, penyerahan diri sepenuhnya

kepada pasangan, dan hanya kepada pasangannya, setia menunjukan suatu sikap

untuk tidak melakukan suatu perbuatan yang menyeleweng dari komitmen dan janji

yang telah diucapkan. Suami-istri dalam persahabatannya yang khusus dengan

segenap hati saling berbagi kasih (sharing kasih) bukan karena apa yang diperoleh

tetapi demi pribadi itu sendiri. Cinta mereka itu adalah setia dan ekslusif. Kesetiaan

itu selaras dengan hakikat perkawinan, bahkan merupakan sumber kebahagiaan yang

mendalam dan lestari.25

Anjuran Apostolik Familiaris Consortio yang dikeluarkan oleh Paus

Yohanes Paulus II (22 November 1981). Didalammya ditegaskan bahwa persekutuan

hidup antara suami-istri yang dibangun atas dasar perjanjian dan kasih yang

menjadikan keduanya satu, kemudian dipanggil untuk menghayati kesatuan tersebut

dalam keunikannnya. Menurut Paus Yohanes Paulus II, suami-istri dipanggil kedalam

persekutuan hidup yang penuh dan menyeluruh berkat perkawinannya dalam arti

kodrati dan bahkan lebih lagi, berkat perkawinannya diangkat menjadi sakramen.

Dalam persekutuan hidup ini, suami-istri saling memberi diri atas dasar cinta kasih

satu sama lain. Tugas utamanya ialah menghidupi realiatas kebersamaan itu dengan

penuh cinta dan dengan seluruh keberadaannya turut serta membangun komunitas

pribadi-pribadi yang saling mencintai satu sama lain. 26 Paus Yohanes Paulus II

menegaskan bahwa “manusia diciptakan karena cinta dan diutus untuk mencintai.

Suami-istri menikah dalam kebersamaan seluruh hidupnya, harus saling mencintai

24
Benyamin Yosef Bria, Pastoral Perkawinan Gereja Katolik Menurut Kitab Hukum Kanonik 1983: Kajian
Dan Penerapannya, (Yogyakarta: Yayasan Pustaka Nusatama, 2007), hal. 37-38
25
Al. Purawa Hadiwardoyo, Perkawinan Dalam Tradisi Katolik, (Yogyakarta: Kanisius, 1988), hal. 29
26
Yohanes Paulus II, “Familiar Consortio”, Anjuran Apostolik (22 November 1981), dalam Seri Dokumen
Gerejawi 30 (Jakarta: Dapertemen Dokumentasi dan Penerangan KWI, 2005), No. 10
Selanjutnya akan disingkat FC menyusul nomor artikelnya.

14
secara penuh dan total, baik secara jasmaniah maupun batiniah, sebagai perwujudan

cinta antara Allah dan umat-Nya, perjanjian kasih yang setia. Maka ketidaksetiaan

suami-istri tidak cocok dengan hakikatnya sebagai simbol kesetiaan cinta Allah”.27

2.2.2.2.Kesetiaan Perkawinan Menurut Katekismus Gereja Katolik

Kodratnya cinta perkawinan menuntut kesetiaan yang tidak boleh diganggu

gugat oleh suami-istri.Itu merupakan akibat dari penyerahan diri dalamnya suami istri

saling memberi diri. Cinta itu sifatnya defenitif.Ia tidak bisa berlaku hanya “untuk

sementara”. “Sebagaimana saling serah diri antara dua pribadi, begitu pula

kesejateraan anak-anak menuntut kesetiaan suami istri yang sepenuhnya, dan

menjadikan tidak terceraikannya kesatuan mereka mutlak perlu” (GS. 48, 1). 28

Kesatuan suami-istri merupakan kesatuan yang tidak dapat terceraikan oleh apapun.

Saling serah diri sepenuhnya, yang menuntut kesetiaan suami-istri. Kesetiaan suami-

istri juga memberi hikmah pada kesejahteraan anak-anak. Kesetiaan sebagai suatu

kewajiban yang harus dilakukan oleh suami-istri. Karena, dalam sakramen

perkawinan, pasangan suami-istri telah mengikat janji antara mereka dengan Allah.

Suatu janji yang menuntut suami-istri untuk mewartakan kebaikan Allah, yang telah

mempersatukan suami-istri.

2.3. FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KETIDAKSETIAAN DALAM PERKAWINAN


KATOLIK

Dalam bagian ini penulis akan menguraikan tentang beberapa problem aktual

yang berhubungan dengan kesetiaan dalam hidup perkawinan suami-istri. Masalah-

27
FC., No. 11
28
KGK.,No. 1646

15
masalah yang diangkat oleh penulis bertujuan untuk menampilkan pengaruhnya

terhadap penghayatan nilai kesetiaan dalam hidup perkawinan suami-istri itu sendiri.

Seiring dengan perkembangan zaman lembaga perkawinan pun mengalami

berbagai tantangan. Salah satu tantangan itu adalah menurunnya penghayatan

terhadap nilai luhur dari perkawinan itu sendiri. Ini adalah salah satu tantangan paling

nyata dengan kata lain dapat dikatakan bahwa telah terjadi kemerosotan dalam

penghayatan nilai perkawinan. Berkaitan dengan fakta kemerosotan ini, maka dapat

dilihat dalan ajaran iman Gereja yang dinyatakan dalam Konstitusi Pastoral Gereja,

Gaudium et Spes.

“Martabat lembaga perkawinan (keluarga) itu sama-sama berhenti semarak, sebab di


suramkan oleh poligami, malapetaka perceraian, apa yang disebut percintaan bebas,
dan cacat-cedera lainnya. Selain itu cinta perkawinan cukup dicemarkan oleh cinta
diri, gila kemikmatan dan ulah cara yang tidak halal melawan timbulnya keturunan.
Kecuali itu situasi ekonomis, sosio-psikologis dan kemasyarakatan dewasa ini
menimbulkan gangguan-gangguan yang tak ringan terhadap keluarga.Akhirnya di
wilayah-wilayah tertentu dunia ini dengan cukup prihatin munculnya masalah
persoalan akibat pertambahan penduduk.Itu semua serba menggelisakan suara hati”.29

Berangkat dari persoalan yang diangkat Konstitusi Pastoral Gereja, Gaudium

et Spes di atas, dapat dikatakan bahwa keluarga-keluarga Kristiani juga tidak luput

dari persoalan ini. Terdapat begitu banyak keluarga kristiani yang mengalami

persoalan dalam menghayati nilai-nilai dasar perkawinan katolik. Tantangan dan

persoalan-persoalan tersebut berkaitan dengan penghayatan terhadap nilai kesetiaan

secara utuh terhadap pasangan hidup. Tentu ada begitu banyak hal yang bisa

disebutkan sebagai penyebab merosotnya penghayatan terhadap nilai

perkawinan.Namun dalam bagian ini penulis hanya akan mengangkat tiga fenomena

penyebab kemerosotan terhadap nilai kesetiaan dalam perkawinan yakni:

perselingkuhan, perceraian, dan hidup bersama sebagai persetuan bebas de facto.

29
GS., Art, 47.

16
2.3.1. Perselingkuhan

Dalam zaman modern ini, masyarakat dihadapkan pada suatu keadaan dan

situasi dimana perkawinan yang seharusnya mendapattempat istimewa dan harus

dijunjung tinngi dalam hidup masyarakat mengalami kemerosotan yang sangat

memprihatinkan.Penyebab terjadinya perselingkuhan adalah sikap bosan terhadap

pasangan hidup yang telah terpilih. Selain persoalan bosan terhadap pasangan, ada

juga persoalan lain yang juga menyebabkan perselingkuhan terjadi. Sebut saja,

persoalan merosotnya kehidupan ekonomi keluarga, minimnya perhatian terhadap

pasangan hidup, sifat atau kebiasaan selalu ingin mencoba sesuatu yang baru dan

adanya dan adanya dorongan seksual yang besar yang tidak bisa dipenuhi oleh

pasangan.30

2.3.2. Perceraian

Sudah pasti bahwa setiap pasangan suami-istri tidak ingin agar hidup

perkawinannyaberantakan atau kandas di tengah jalan. Yang diinginkan hanyalah

membangun hidup berumah tangga yang penuh dengan kebahagiaan. Namun dalam

kenyataan yang terjadi saat ini ialah ada sekian banyak pasangan suami-isti yang

karena tidak dapat mewujudkan kebahagiaan itu kemudian memilih jalan lain dengan

cara mengakiri perkawinan mereka, yaitu perceraian. Termasuk di dalamnya ialah

keluarga-keluarga katolik. Kenyataan ini bisa ditemukan di dalam Katekismus Gereja

Katolik. Di situ di tulis: dalam banyak negara, dewasa ini terdapat banyak orang

Katolik yang meminta perseraian menurut hukum sipil dan mengadakan perkawinan

baru secara sipil.31

Perceraian tidak terjadi dengan sendirnya. Tentu ada sesuatu yang menjadi

penyebab dibalik peristiwa perceraian itu. Penyebab perceraian terdiri dari banyak

30
Albert J. smith, Sungguh Aku Cinta Kamu, (Ende: Ndeusa Indah, 1991), hal. 25.
31
KGK.,No. 1650.

17
segi. Perceraian dalam keluarga biasanya berawal dari suatu konflik antara anggota

keluarga. Bila konflik ini sampai pada titik di mana sikap ego lebih dimunculkan,

maka peristiwa perceraian itu sudah berada di depan mata. Penyebab lain terjadi

perceraian adalah berkaitan dengan dinamika kehidupan modern. Makin banyaknya

tuntutan hidup dalam dunia dewasa ini menyebabkan suami-istri itu hidup terpisah.

Karena tuntutan tugas salah satu dari pasangan, entah itu suami atau istri, maka

suami-istri harus tinggal terpisah dalam jangka waktu tertentu. Dalam situasi seperti

ini, maka masing-masing dapat merasa kesepian dan seperti seakan-akan tidak

diperhatikan oleh pasangannya. Dalam keadaan sperti itu bisa saja istri atau suami

tergoda untuk memutuskan sesuatu sebagai jalan pintas, demi kebutuhan

jasmaninya. 32 Perceraian juga bisa terjadi karena kurangnya kesempatan untuk

berkomunikasi satu sama lain, tidak dewasa dalam tindakan, sikap dan ucapan, sering

menimbulkan pertentangan, serta menonjolkan sifat selalu mementingkan diri sendiri

dan tidak menghargai pasangan. Dapat juga di sebutkan faktor lain yang menjadi

penyebab terjadinya perceraian, yaitu faktor ekonomi, relasi dengan orang lain,

perkawinan yang tidak dilandasi rasa cinta, kemandulan, beda agama dan kurangnya

keterbukaan suami-istri. 33 Ada fenomena perceraian dalam kehidupan berkeluarga

menunjukkan bahwa penghayatan terhadap nilai perkawinan mengalami kemunduran

yang sangat besar. Orang tidak lagi menghargai keluhuran martabat perkawinan.,

perkawinan dianggap seakan-akan sebagai sebuah sandiwara belaka.

2.3.3. Hidup Bersama Sebagai Persatuan Bebas De Facto

Yang dimaksudkan dengan hidup bersama sebagai persatuan bebas de facto

adalah hidup bersama pria dan wanita sebagaimana layaknya suami istri, diakui di
32
Tonci R. salawaney, Apakah Rumah Tangga Kamu Bahagia?, (Bandung: Lembaga Literatur Babtis, 1998),
hal. 73.
33
Anonim, Problem Perkawinan, (Yogyakarta: Kanisius, 1982), hal.9.

18
muka umum, namun tanpa ikatan atau pengakuan publik oleh lembaga sosial dan

keagamaan.34 Pria dan wanita memilih untuk memulai hidup bersama secara diam-

diam dan membiarkan kedaan itu berlangsung untuk waktu yang tidak terbatas.

Dalam konteks masyarakat Indonesia, kita mengenai istilah yang menunjuk pada

bentuk hidup seperti itu, yaitu kumpul kebo.Istilah tersebut menunjuk pada fakta

hidup bersama pria dan wanita sebagaimana layaknya suami-istri.Sama seperti kerbau

yang berkumpul dan melakukan kawin-mawin tanpa upacara tertentu, demikian juga

pria dan wanita yang de facto memilih hidup bersama sebagimana layaknya suami-

istri, tanpa upacara dan pengakuan publik.

Terdapat rupa-rupa alasan yang dapat dikemukakan sebagai penyebab

terjadinya hidup bersama de facto itu. Misalnya alasan keadaan terpakasa karena

kesuliatan di bidang ekonomi. Biasanya pria dan wanita yang hidup bersama model

ini memberi alasan bahwa jika keduanya menikah dengan cara biasa, akan mengalami

kerugian ( karena mas kawin yang terlalu mahal). Atau akan mengalami diskriminasi

(karena pindah agama), atau akan ditolak menjadi anggota suku. Ada yang memilih

cara hidup itu karena menolak semua bentuk campur tangan masyarakat dan agama

dalam hal kehidupan pribadi. Pasangan ini melawan tatanan sosial dan politik serta

agama yang mencampuri urusan pribadi. Sebagian lagi memutuskan untuk hidup

bersama de facto karena mengalami situasi yang tidak adil yang menghalangi

keduanya untuk menikah secara normal. 35 Apapun alasan yang diberikan, hidup

bersama pria dan wanita seperti itu justru menjungkirbalikan nilai perkawinan.

Persatuan bersama de facto itu menghilangkan makna religius dari perkawinan.

Konsekuensi sosial yang ditimbulkannya juga tidak kecil. Konsep tentang keluarga

34
FC.,No. 81
35
FC., N o. 81

19
menjadi hancur, melemahkan rasa kesetiaan dan komitmen pada hal-hal yang serius

dalam masyarakat pada umumnya.36

2.4. USAHA-USAHA UNTUK MEMPERTAHANKAN NILAI KESETIAAN DALAM

PERKAWINAN KATOLIK

“Menjaga dan memelihara kesetiaan antara dua orang yang berbeda merupakan hal

yang tidak mudah, apalagi hidup di tengah semua tawaran yang menarik. […]. Untuk

mempertahankan kesetiaan dalam kebersamaan, perlu ada” :37

1. Komitmen terhadap janji-janji perkawinan. Suci sampai dialtar, setia sampai mati.

2. Perlu sekali membangun hidup doa karena dalam doa ada kesadaran akan tugas dan

tanggung jawab serta komitmen sebagai suami- istri dan sebagai orang tua bagi anak-

anak

3. Perlu ada keseimbangan hidup antara rohani dan jasmani. Nikmatilah hidup dengan

doa dan bekerja besama dalam hidup berkeluarga

4. Bila ada tantangan yang menyerang kesetiaan dalam hidup perkawinan, perlu adanya

saling keterbukaan, sharing dan mintalah pendapat satu sama lain untuk memecahkan

secara bersama-sama. Membangun dialog bersama seperti ketika mulai saling

mengenal satu sama lain dan hindarilah diri dari pihak ketiga yang menjadi sumber

perusuhan kesetiaan dalam hidup berkeluarga.

36
Ibid
37
Keuskupan Agung Kupang, Kursus Persiapan Perkawinan (KPP), (Kupang: Gita Kasih, 2006), hal. 50-51

20
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. JENIS PENELITIAN

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan penelitian

yang berdasarkan studi pustaka dan wawancara. Menurut Bogdan dan Taylor mendefenisikan

penelitian kualitatif sebagai penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata

tertulis, atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.38

Maka perlu menekankan pentingnya kedekatan dengan orang-orang dan situasi

penelitian, agar peneliti memperoleh pemahaman jelas tentang realitas dan kehidupan nyata.

Penelitian ini menggunakan wawancara sebagai proses memperoleh keterangan untuk tujuan

penelitian dengan tanya jawab (interview) yang dilakukan secara sistematis dan berlandaskan

kepada tujuan penelitian.

3.2. DATA DAN SUMBER DATA

a). Data Primer

Data primer adalah data yang langsung dikumpulkan oleh peneliti, yang

diperoleh peneliti dari hasil wawancara dengan pasangan suami-istri yang usia

perkawinan kurang lebih Sepuluh Tahun di lingkungan Santu Kristoforus stasi Lato

paroki Santa Perawan Maria La Sallate Lato

b). Data Sekunder

Data sekunder adalah data-data yang melengkapi data primer. Sumber data

sekunder dari hasil wawancara dengan ketua lingkungan Santu Kristoforus, ketua-

ketua KBG dan Pastor Paroki. Data yang terkumpul digunakan untuk mendapatkan

38
L.J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2007), hal. 4.

21
gambaran penghayatan nilai kesetiaan dalam perkawinan katolik di lingkungan Santu

Kristoforus stasi Lato paroki Santa Perawan Maria La Sallate Lato.

3.3. TEKNIK PENGUMPULAN DATA 39

Untuk memperoleh data yang tepat, relavan, dan sesuai dengan kebutuhan penelitian

ini, maka teknik pengumpulan data yang digunakan teknik wawancara dan instrumen

berbentuk pertanyaan

 Surat keterangan dari Validasi Ahli (terlampir)

 Kisi –kisi Instrumen

 Pertanyaan wawancara (terlampir)

Tabel 3.1
Variabel, Indikator, dan banyaknya Data
VARIABEL INDIKATOR BANYAKNYA JUMLAH

penghayatan nilai 1. Komitmen pada 1,2 2

kesetiaan dalam janji perkawinan dan

perkawinan katolik setia

di lingkungan Santu 2. Doa bersama dan 3,4 3

Kristoforus stasi bertanggung jawab

Lato paroki Santa terhadap anak

Perawan Maria La 3. Bekerja besama 5 2

Sallate Lato. dalam hidup

berkeluarga

4. Saling 6,7,8 3

keterbukaan, sharing,

membangun dialog

39
L.J. Moleong, Op.Cit.,hal. 188-195

22
bersama tidak ada

pihak ketiga yang

menjadi sumber

perusuhan kesetiaan

dalam hidup

berkeluarga.

3.4. PENGOLAHAN DATA DAN ANALISIS DATA

Pada penelitian kualitatif prosedur penelitian tidak distandardisasi dan bersifat

fleksibel. Jadi yang ada adalah petunjuk yang dapat dipakai tetapi bukan aturan. Teknik

analisis data dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis yang dianjurkan oleh Miles

dan Huberment40 yang dibagi dalam tiga bagian yang dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Data Reduction ( Reduksi data)

Data yang diperoleh di lapangan dicatat secara teliti dan rinci. Oleh karena itu

peneliti perlu mereduksi data yang artinya merangkum, memilih hal-hal yang pokok,

memfokuskan pada hal-hal yang penting sehingga memberikan gambaran yang jelas.

Berkaitan dengan ini fokus reduksi data pada penelitian ini berkisar pada

penghayatan pasangan suami-istri dengan usia perkawinan kurang lebih Sepuluh

Tahun terhadap nilai kesetiaan dalam perkawinan Katolik di lingkungan Santu

Kristoforus stasi Lato Paroki Santa Perawan Maria La Sallate Lato.

40
Sugiono, Metode Penelitian Manajemen (Bandung: Alfabeta, 2013), hal.373

23
2. Data Display (Penyajian Data)

Dalam penelitian kualitatif, penyajian data dilakukan dalam bentuk uraian

singkat. Paling sering digunakan adalah dengan teks yang bersifat naratif yang

terorganisir, tersusun dalam pola hubungan sehingga semakin mudah dipahami. 41

Dalam penelitian ini, data yang disajikan adalah olahan data yang dihasilkan dari

wawancara dengan para informan yang berkisar pada penghayatan pasangan suami-

istri dengan usia perkawinan kurang lebih Sepuluh Tahun terhadap nilai kesetiaan

dalam perkawinan Katolik di lingkungan Santu Kristoforus stasi Lato Paroki Santa

Perawan Maria La Sallate Lato.

3. Conclusing Drawing / Verification

Langkah ini adalah penarikan kesimpulan atau verifikasi. Hal ini merupakan

temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada. Temuan ini bisa berupa deskripsi

atau gambaran suatu objek yang sebelumnya masih remang-remang atau gelap

sehingga setelah diteliti menjadi jelas, dapat berupa hubungan kausal atau interaktif,

hipotesis atau teori.42

3.5. PROSES PENELITIAN

Penelitiam ini menggunakan data yang bersifat wawancara. Guna memperlancar

pengumpulan data, prosedur yang ditempuh peniliti adalah meminta ijin kepada Pastor Paroki

Santa Perawan Maria La Sallate Lato, ketua lingkungan Santu Kristoforus Lato , melakukan

pendekatan dengan pasangan suami-istri sebagai informan utama, selanjutnya peneliti

menjadwalkan waktu yang tepat untuk melakukan wawancara kepada informan.

41
Ibid., hal. 408.
42
Ibid., hal.412.

24
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

4.1.1. Gambaran Lokasi Penelitian

Paroki Santa Perawan Maria La Sallate Lato berdiri sebagai paroki mandiri

pada tanggal 19 September 2000.Sebelummnya merupakan bagian dari paroki Santa

Maria Immaculata Lewolaga.Paroki Santa Perawan Maria La Sallate Lato berada di

kecamatan Titehena, Flores Timur. Paroki ini terdiri dari enam (6) stasi yaitu:

1. Stasi Santa Perawan Maria La Sallate Lato (Desa Watowara)

a). Jumlah umat: 1257 jiwa dengan 298 kk

b). Jumlah lingkungan 4 dan 22 KBG

2. Stasi Santu Fransiskus Xaverius Baujawa (Dusun Baujawa, Desa Watowara)

a) Jumlah Umat: 80 jiwa dengan 19 kk

b) Jumlah KBG : 2

3. Stasi Santa Elizabeth Pagong (Desa Adabang)

a) Jumlah Umat: 380 jiwa dengan 97 kk

b) Jumlah KBG : 8

4. Stasi Santu Petrus Tanameang (Dusun Tanameang. Desa Adabang)

a) Jumlah Umat: 282 jiwa dengan 66 kk

b) Jumlah KBG: 4 KBG

5. Stasi Santu Agustinus Tenawahang (Desa Tenawahang)

a) Jumlah Umat: 577 jiwa dengan 131 kk

b) Jumlah KBG : 12

25
6. Stasi Santu Hendrikus Waidang (Dusun Waidang, Desa Tenawahang)

a) Jumlah Umat: 265 jiwa dengan 65 kk

b) Jumlah KBG: 8

Struktur kepengurusan Dewan Paroki Santa Perawan Maria La Sallate Lato

adalah sebagai berikut:

1. Ketua Umum : Rm.Agustinus Eko Wahyu Krisputranto, MSF

2. Wakil Ketua : Rm. Antonius Kustiyanto, MSF

3. Ketua DPP : Wilhelmus Darang Weking

4. Wakil Ketua DPP : Frans Juang Openg

5. Sekertaris I : Dominikus Leki Seran

6. Sekertaris II : Ambrosius Atu Weruin

7. Bendahara I : Sesilia Bota Teluma

8. Bendahara II : Anastasia Tupa Sogen

1). Koordinator Bidang I(Missio) : Ketua Yohanes Lagaua Sogen

a). Sie Keluarga

a) Blasius Belawa Openg

b) Silvester Subang Sogen

b). Sie Pendidikan

a) Ambrosius Atu Weruin

b) Imelda Lambertini Boleng Hayon

c). Sie PSE

a) Br. Fransiskus Xaverius Totok Purwanto, MSF

b) Krispianus Muda Thalar

c) Martinus Dale Weking

26
d). Sie Kerawam Sos

a) Yohanes Sira Bela

b) Yohanes F. K. Darma Sogen

e). Sie Pastoral Migran dan Perantuan, Gender dan Pemberdayaan Perempuan

a) Anastasia Tupa Sogen

b) Sofia Barek Sogen

f). Sie Keadilan dan Perdamaian dan Hubungan antar agama

a) Frans Barang Wato

b) Eduardus Ludok Teluma

2). Koordinator Bidang II (Sanctificatio) : Ketua Patrisia Lena Aran

a). Sie Liturgi

a) Pangkrasius Wadang Kumanireng

b). Sie KS

a) Lusia Sia Subah

b) Maria Gute Maran

C). Sie KKI dan Komsos

a) Ambrosius Hera

b) Wenslaus Sowe Teluma

c) Fransiska Bota Jawan

d). Sie Pewartaan

a) Simon Setu

b) Martinus Lawe Hera

3). Ketua Bidang III (Familiaritas ) : Ketua Fransiskus Juang Openg

27
a). Sie Persekutuan

a) Elisabeth Wunga Tukan

b) Marietha Krova

b). Sie Kepemudaan

a) Donatus Doni Kelen

b) Odilia Lodang Sogen

c). Sie Rumah Tangga

a) Yustina Jawa Makin

b) Elisabeth Barek Openg

c) Gabrielinda Nena Hayon

d). Sie Perlengkapan dan Pembangunan

a) Sabianus Umbu Taua

b) Antonius Sowe Open

4.1.2. Data Pasangan Suami-Istri Di Lingkungan Santu Kristoforus

Lingkungan Santu Krirtoforus terdiri dari Lima Komunitas Basis Gerejani.

Jumlah kepala keluarga seluruh sampai dengan Desember 2018 adalah 93 KK

(Kepala Keluarga). Perinciannya dapat dilihat dalam tabel di bawah ini.

Tabel 4.1
Data KBG dan KK

Nama KBG Pasutri Yang Pasutri Yang Pasutri Yang Jumlah

Belum Menerima Sudah Menerima Usia Perkawinan KK (Kepala

Sakramen Sakramen Kurang Lebih Keluarga)

Perkawinan Perkawinan Sepuluh (10)

Tahun

28
PINTU 5 21 2 26

SURGA

(KBG 1)

RUMAH 2 22 5 24

KENCANA

(KBG 2)

BUNDA 8 15 3 23

TAK

BERNODA

(KBG 3)

BINTANG 1 8 2 9

KEJORA

(KBG 4)

BUNDA _ 11 9 11

PEMBANTU

ABADI

(KBG 20)

93

Jumlah

(Sumber: Reduksi Data Tahun 2018)

29
Tabel 4.2
Data KK (Informan Utama)

No KBG Nama Pasutri Usia Status KK

Perkawinan

1. PINTU SURGA Felix Jimi Kelore Dua (2) Hidup Bersama

(KBG 1) Natalia Dosantus Filiga Tahun

(Informan 1)

2. RUMAH Wilhelmus Weruin Sepuluh Pisah

KENCANA Maria Linda Weking (10) Tahun

(KBG 2) (Informan 2)

3. BUNDA TAK Rofinus Lewo Sogen Empat (4)

BERNODA Margaretha Yulita Liwu Tahun Pernah Pisah

(KBG 3) (Informan 3)

4. BINTANG Simon Salu Kelen Sepuluh Hidup Bersama

KEJORA Lodia Lota Kaka (10) Tahun

(KBG 4) (Informan 4)

5. BUNDA Wilhelmus Darang Weking Tujuh (7) Hidup Bersama

PEMBANTU Maria Magdalena L. Tahun

ABADI Keray

(KBG 20) (Informan 5)

Jumlah 5

(sumber: Reduksi Data Tahun 2018)

30
4.2. HASIL PENELITIAN

4.2.1. Penyajian Data

Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian kualitatif dengan

teknik wawancara mendalam yang dilakukan pada lima pasangan suami-istri umat

Lingkungan Santu Kristoforus yang dilaksanakan pada tanggal 07 Mei 2019 sampai

dengan tanggal 17 Mei 2019. Hasil wawancara diuraikan dalam bentuk tabel seperti

di bawah ini:

Tabel 4.3
Hasil Wawancara

No Indikator Pertanyaan Jawaban Informan

1 Komitmen Pada Janji 1. Apa saja yang 1.Informan 1

Perkawinan dan setia dilakukan oleh Susah senang selalu

suami istri untuk bersama, saling mengalah,

tetap berkomitmen memaafkan

pada janji 2. Informan 2

perkawinan? Saling membahagiakan,

setia, saling melengkapi,

saling mendengarkan,

saling menghargai

3.Informan 3

Sehidup semati dalam

suka dan duka, saling

membantu, berdoa

4. Informan 4

31
Selalu bersama-sama

dalam suka dan duka,

Berdoa, mendukung,

saling membantu, tidak

mengecewakan pasangan

(berlaku jujur)

5. Informan 5

Berlaku setia,

membahagiakan

pasangan, tidak egois,

saling memaafkan

2. Apakah dalam 1. Informan 1

kehidupan Suami dan istri belum

berkeluarga, suami- pernah berlaku tidak setia,

istri berlaku saling karena selalu jujur dan

setia terhadap terbuka

pasangan? 2. Informan 2

Suami pernah berlaku

tidak setia (berselingkuh)

kurang lebih satu (1 )

tahun, dengan istri orang

lain, dengan alasan istri

kurang memberi perhatian,

istri tidak memperhatikan

32
keluarga suami dan istri

memilih untuk berpisah

dari suami (tidak serumah)

3. Informan 3

Suami pernah berlaku tidak

setia (berselingkuh),

berlangsung kurang lebih

tiga (3) tahun, dengan alas

an istri selalu marah-marah

sehingga suami merasa

tidak nyaman dan di urus

ke pihak adat (denda), dan

ke pihak pemerintahan

(surat pernyataan)

4. Informan 4

Suami dan istri berlaku

setia, karena adanya saling

keterbukaan

5. Informan 5

Suami dan istri selalu

berlaku setia, karena

adanya saling keterbukaan

2. Doa bersama dan 1. Apakah dalam keluarga 1. Informan 1

bertanggung jawab ada waktu untuk berdoa Tidak ada waktu untuk

terhadap anak bersama di rumah, berdoa bersama (berdoa

33
mengikuti doa bersama pribadi), berdoa di KBG

di KBG maupun ke hanya istri dan anak,

gereja untuk mengikuti selalu bersama-sama ke

perayaan Ekaristi? gereja

2. Informan 2

Tidak ada waktu untuk

berdoa bersama di rumah

(berdoa pribadi), berdoa di

KBG kadang-kadang

(karena kecapean), ke

gereja tidak bersama-sama

3. Informan 3

Tidak ada waktu untuk

berdoa di rumah (berdoa

pribadi), berdoa di KBG

kadang-kadang tetapi

hanya istri dan anak-

anak,suami jika ada acara

di KBG, tidak bersama-

sama ke gereja

( suami tidak pergi ke

gereja)

4. Informan 4

Tidak ada waktu untuk

berdoa bersama di rumah

34
(berdoa pribadi), berdoa di

KBG biasanya istri

bersama anak-anak (suami

menjual barang kios) dan

ke gereja kadang-kadang

bersama

5. Informan 5

Pernah dibuat jadwal

untuk berdoa bersama,

dan di jalankan tetapi

tidak berlangsung lama,

karena suami pindah tugas

(hari sabtu pulang

kerumah) dan istri

bersama anak-anak

dirumah sehingga tidak di

jalankan lagi, selalu

bersama-sama berdoa di

KBG dan bersama-sama

ke gereja

2. Bagaimana tanggung 1. Informan 1

jawab sebagai orang tua Merencanakan masa

dalam membesarkan, depan anak sejak anak

mendidik dan dalam kandungan ,

merencanakan masa berusaha menyekolahkan

35
depan anak? anak-anak, jika anak

berbuat salah bersama-

sama memberikan nasihat

kepada anak

2. Informan 2

Menyekolahkan anak-

anak, suami

bertanggungjawab

terhadap 4 anak, dan istri

bertanggungjawab

terhadap 1 anak, berusaha

memenuhi kebutuhan

anak-anak, jika anak

berbuat salah suami

bersikap tegas, dan istri

bersikap memberikan

nasihat

3. Informan 3

Menabung uang untuk

menyekolahkan anak-

anak, ketika anak-anak

berbuat salah, suami

bersikap kasar terhadap

anak, istri bersikap lembut

terhadap anak-anak

36
sehingga sering berbeda

pendapat dalam mendidik

anak-anak

4. Informan 4

Menabung uang untuk

pendidikan anak-anak,

selalu memberi perhatian

kepada anak-anak (belajar

bersama anak-anak),

selalu bersama-sama

memberi nasihat kepada

anak-anak

5. Informan 5

Bersama-sama

merencanakan masa depan

anak-anak

(menyekolahkan anak-

anak sampai ke jenjang

perguruan tinggi),

menabung uang untuk

pendidikan anak-anak,

anak berbuat salah selalu

bersama-sama memberi

nasihat

3. Bekerja bersama dalam 1. Apakah selalu 1. Informan 1

37
hidup berkeluarga bekerjasama dalam Selalu bersama-sama ke

hidup berkeluarga? kebun, suami membantu

Kegiatan seperti apa? istri mengurus anak-anak

( ketika anak pergi

kesekolah), bersama-sama

memelihara hewan

peliharaan

2. Informan 2

Istri sibuk denga urusan

dapur, dan suami sibuk

dengan pekerjaannya

(tukang kayu)

3. Informan 3

Bersama memanen hasil

kebun (mente,kemiri),

kadang-kadang suami

menjaga anak-anak

4. Informan 4

Bersama-sama menjual

barang kios, kadang-

kadang suami membantu

istri masak, bersama-sama

mengurus anak-anak

(anak laki-laki dengan

bapak, anak-anak

38
perempuan dengan ibu)

5. Informan 5

Bersama-sama

memelihara hewan

peliharaan, merawat

tanaman hias (bunga-

bunga), bersama-sama

mengurus anak (jika

suami berada di rumah)

4. Saling keterbukaan, 1. Apakah suami-istri 1. Informan 1

sharing, membangun dalam hidup Suami pernah berlaku

dialog bersama tidak ada berkeluarga adanya tidak terbuka terhadap

pihak ketiga yang menjadi saling keterbukaan, istri ketika di ganggu oleh

sumber skandal kesetiaan termasuk jika tidak mantan kekasih, dan

dalam hidup berkeluarga. setia pada pasangan? sempat bertemu.

2. Informan 2

Suami tidak bersikap

terbuka terhadap istri

(berselingkuh), istri

pernah menjual perhiasaan

tanpa sepengetahuan

suami

3. Informan 3

Suami tidak bersikap

terbuka terhadap istri

39
(berselingkuh), istri

selalu meminta ijin

kepada suami ketika

bepergian dari rumah

4. Informan 4

suami dan istri saling

terbuka dalam mengola

keuangan usaha kios,

suami dan istri selalu

setia, suami selalu

meminta ijin kepada istri

jika bepergian dari rumah

5. Informan 5

Suami jujur kepada istri

ketika di ganggu oleh

siswanya (melalui

Facebook), jika ada

urusan lain di luar rumah

selalu meminta ijin

kepada pasangannya,

suami dan istri selalu

bersikap jujur dan

terbuka sehingga mereka

tetap setia

2. Apakah ada waktu 1. Informan 1

40
untuk berdialog, saling Berdialog jika ada hal

mendengarkan, sharing yang penting, selalu

bersama pasangan, dan saling mendengarkan,

memberikan nasihat istri memberi nasihat

jika pasangan berbuat kepada suami ketika

salah? suami terbawa emosi

dalam memimpin

masyarakat (dusun)

2. Informan 2

Berdialog ketika duduk

makan bersama, suami

kurang mendengarkan istri

3. Informan 3

Berdialog seperti biasa

ketika ada hal yang

penting, suami sering

tidak mendengarkan istri,

istri memberi nasihat

kepada suami untuk tidak

mabuk-mabukan karena

miras (minuman keras)

4. Informan 4

Selalu ada waktu

berdialog untuk

kelancaran usaha, suami

41
menasihati istri untuk

tidak menceritakan

keburukan orang (gossip)

5. Informan 5

Selalu ada waktu untuk

berdialog walaupun

berjauhan, ketika

berkumpul ada sesuatu

yang selalu di

sharingakan, istri

menasihati suami untuk

tidak merokok, suami

menasihati istri dalam

cara berpakaian

3. Usaha–usaha apa yang 1. Informan 1

dilakukan untuk Saling mendengarkan,

menciptakan setia, memahami,

keharmonisan dalam berkomitmen

keluarga agar dapat 2. Informan 2

mempertahankan Memaafkan,

keutuhan keluarga? mendengarkan, setia

3. Informan 3

Saling keterbukaan, tidak

menghakimi,

memaafkan,berdoa

42
4. Informan 4

Saling mendengarkan,

memahami, bekerjasama,

mendukung, berdoa

5. Informan 5

Berdoa, mendukung,

saling keterbukaan, setia,

saling percaya

4.1.2.Analisis Data

Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan teknik data reduction (

reduksi data) dan data display (Penyajian Data). Kedua teknik dipakai dalam memilih dan

mencari point-point penting yang dihasilkan dari proses pengumpulan data berupa

wawancara terstruktur. Analisis data dapat dilihat dalam penjelasan di bawah ini:

4.1.2.1. Data Reduction ( Reduksi Data)

Data yang diperoleh di lapangan dicatat secara teliti dan rinci. Maka peneliti perlu

mereduksi data yang artinya merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada

hal-hal yang penting sehingga memberikan gambaran yang jelas. Adapun hasil reduksi data

dapat dilihat sebagai berikut:

A. Komitmen Pada Janji Perkawinan Dan Setia

1. Apa saja yang dilakukan oleh suami-istri untuk tetap berkomitmen pada janji

perkawinan?

43
Tabel 4.3.1
Reduksi hasil wawancara pertanyaan 1

Hasil Wawancara Hasil Reduksi

1. Susah senang selalu Dalam perkawinan Katolik ada janji perkawinan


yang tidak dapat diingkari oleh pasangan suami-
bersama
istri yang telah menerima Sakramen Perkawinan.
2. Setia Seumur Hidup
Janji perkawinan tersebut diwujudkan oleh
3. Sehidup semati dalam suka pasangan suami-istri dalam hidup berumah
tangga. Pasangan suami-istri saling setia dalam
dan duka
suka maupun duka, susah maupun senang,
4. Selalu bersama-sama dalam
sehidup semati seumur hidup.
suka dan duka

5. Berlaku setia,

2. Apakah dalam kehidupan berkeluarga, suami-istri berlaku saling setia

terhadap pasangan?

Tabel 4.3.2
Reduksi hasil wawancara pertanyaan 2

Hasil Wawancara Hasil Reduksi

1. Suami dan istri belum pernah berlaku tidak Keutuhan sebuah rumah tangga

setia dilihat dari kesetiaan pasangan

2. Suami pernah berlaku tidak setia suami-istri itu sendiri. Jika pasangan

(berselingkuh) dan istri memilih untuk suami-istri berlaku setia, hidup

44
berpisah dari suami (tidak serumah) rumah tangga aman. Suami tidak

3. Suami pernah berlaku tidak setia setia terhadap istri, dan istri

(berselingkuh) memutuskan untuk berpisah.

4. Suami dan istri berlaku setia

5. Suami dan istri berlaku setia,

B. Doa Bersama Dan Bertanggung Jawab Terhadap Anak


3. Apakah dalam keluarga ada waktu untuk berdoa bersama di rumah, mengikuti

doa bersama di KBG maupun ke gereja untuk mengikuti perayaan Ekaristi?

Tabel 4.3.3
Reduksi hasil wawancara pertanyaan 3

Hasil Wawancara Hasil Reduksi

1. Tidak ada waktu untuk berdoa bersama, Kesetiaan pasangan suami-

tidak bersama-sama untuk berdoa di istri dapat dilihat dalam

KBG, selalu bersama-sama ke gereja kebersamaan untuk selalu ada

2. Tidak ada waktu untuk berdoa bersama di waktu untuk berdoa bersama

rumah, tidak bersama-sama untuk berdoa baik dirumah, di KBG

di KBG, ke gereja tidak bersama-sama maupun bersama-sama ke

3. Tidak ada waktu untuk berdoa di rumah , gereja.Namun kebersamaan

tidak bersama-sama untuk berdoa di dalam hal berdoa dan ke

KBG, tidak bersama-sama ke gereja gereja tidak dijalankan dengan

4. Tidak ada waktu untuk berdoa bersama di baik

rumah, berdoa di KBG istri bersama

anak-anak, dan ke gereja kadang-kadang

bersama

45
5. Tidak ada waktu untuk berdoa bersama,

selalu bersama-sama berdoa di KBG dan

bersama-sama ke gereja

4. Bagaimana tanggung jawab sebagai orang tua dalam membesarkan, mendidik

dan merencanakan masa depan anak?

Tabel 4.3.4
Reduksi hasil wawancara pertanyaan 4

Hasil Wawancara Hasil Reduksi

1. Menyekolahkan anak-anak memberikan Pasangan suami-istri

nasihat kepada anak bersama-sama merencanakan

2. Tidak bersama-sama bertanggung jawab masa depan anak, bersama-

terhadap anak, memenuhi kebutuhan sama menyekolahkan anak-

anak-anak, memberi nasihat anak, dengan menabung

3. Menabung uang untuk menyekolahkan uang, memenuhi kebutuhan

anak-anak, bersama-sama menasihati anak-anak, memberi nasihat

anak jika anak berbuat salah kepada anak jika anak

4. Menabung uang untuk pendidikan anak- berbuat salah

anak, selalu memberi perhatian kepada

anak-anak, selalu bersama-sama

memberi nasihat kepada anak-anak

5. Bersama-sama menyekolahkan anak-

anak sampai ke jenjang perguruan tinggi,

46
menabung uang untuk pendidikan anak-

anak, anak berbuat salah selalu bersama-

sama memberi nasihat

C. Bekerja Bersama Dalam Hidup Berkeluarga

5. Apakah selalu bekerjasama dalam hidup berkeluarga? Kegiatan seperti apa?

Tabel 4.3.5
Reduksi hasil wawancara pertanyaan 5

Hasil Wawancara Hasil Reduksi

1. Selalu bersama-sama ke kebun, suami Pasangan Suami-istri saling

membantu istri mengurus anak-anak, membantu atau bekerjasama

bersama-sama memelihara hewan dalam hidup berumah

peliharaan tangga baik dalam usaha

2. Tidak bekerjasama dalam hidup untuk memenuhi kebutuhan

berkeluargaIstri sibuk denga urusan keluarga maupun untuk

dapur, dan suami sibuk dengan mengurus anak-anak, tidak

pekerjaannya (tukang kayu) baik jika pasangan suami-

3. Bersama-sama memanen hasil kebun istri sibuk dengan

(mente,kemiri), kadang-kadang suami pekerjaannya masing-

menjaga anak-anak masing

4. Bersama-sama menjual barang kios,

kadang-kadang suami membantu istri

masak, bersama-sama mengurus anak-

anak

47
5. Bersama-sama memelihara hewan

peliharaan, merawat tanaman hias

bersama-sama mengurus anak

D. Saling Keterbukaan, Sharing, Membangun Dialog Bersama Tidak Ada Pihak

Ketiga Yang Menjadi Sumber Perusuhan Kesetiaan Dalam Hidup Berkeluarga.

6. Apakah suami-istri dalam hidup berkeluarga adanya saling keterbukaan,

termasuk jika tidak setia pada pasangan?

Tabel 4.3.6
Reduksi hasil wawancara pertanyaan 6

Hasil Wawancara Hasil Reduksi

1. Suami pernah bersikap tidak terbuka Pasangan suami-istri

terhadap istri bersikap terbuka, tidak ada

2. Suami dan istri bersikap tidak terbuka yang disembunyikan hal

3. Suami tidak bersikap terbuka terhadap istri sekecil apapun itu atau

4. suami dan istri saling terbuka serumit sekalipun

5. Suami dan istri bersikap saling terbuka

7. Apakah ada waktu untuk berdialog, saling mendengarkan, sharing bersama

pasangan, dan memberikan nasihat jika pasangan berbuat salah?

48
Tabel 4.3.7
Reduksi hasil wawancara pertanyaan 7

Hasil Wawancara Hasil Reduksi

1. Ada waktu berdialog, saling mendengarkan, Pasangan suami-istri saling

memberi nasihat kepada mendengarkan, memberi

2. Kurang berdialog, suami kurang nasihat kepada

mendengarkan istri pasangannya, berdialog

3. Berdialog seperti biasa ketika ada hal yang tidak hanya untuk sesuatu

penting, suami sering tidak mendengarkan yang penting, ada waktu

istri, istri memberi nasihat kepada suami untuk sharing bersama

4. Selalu ada waktu berdialog, saling

menasihati

5. Selalu ada waktu untuk berdialog , waktu

sharingakan, saling menasihati

49
8. Usaha–usaha apa yang dilakukan untuk menciptakan keharmonisan dalam

keluarga agar dapat mempertahankan keutuhan keluarga

Tabel 4.3.8
Reduksi hasil wawancara pertanyaan 8

Hasil Wawancara Hasil Reduksi

1. Saling mendengarkan, setia, memahami, Untuk menjaga keutuhan

berkomitmen rumah tangga dan tetap

2. Memaafkan, mendengarkan, setia berkomitmen pada janji

3. Saling keterbukaan, tidak menghakimi, perkawinan pasangan suami-

memaafkan,berdoa istri perlu saling

4. Saling mendengarkan, memahami, mendengarkan, setia,

bekerjasama, mendukung, berdoa memaafkan, berdoa besama,

5. Berdoa, mendukung, saling keterbukaan, setia, saling keterbukaan, saling

saling percaya percaya, saling memaafkan

4.1.2.2. Data Display (Penyajian Data) dan Verification

Penyajian data dan dilakukan dalam bentuk uraian singkat. Paling sering digunakan

adalah dengan teks yang bersifat naratif yang terorganisir, tersusun dalam pola hubungan

sehingga semakin mudah dipahami. Penyajian data dan verifikasi dapat di lihat dalam

pembahasan di bawah ini.

50
4.3. PEMBAHASAN

4.3.1. Komitmen pada janji perkawinan dan setia

Hasil penelitian berkaitan dengan komitmen pada janji perkawinan setia

menunjukkan bahwa semua informan mengerti dan memahami tentang janji perkawinan dan

sikap yang dilakuka untuk tetap berkomitmen pada janji perkawinan. Pasangan suami-istri

harus tetap bersama-sama dalam suka maupun duka, sehat maupun sakit. Seperti yang telah

dijabarkan oleh kelima informan bahwa sebagai pasangan suami-istri yang telah menerima

sakramen perkawinan pasangan suami-istri harus saling setia dalam suka maupun duka, susah

maupun senang, sehidup semati seumur hidup.

Berkaitan dengan saling setia, berdasarkan hasil wawancara terhadap kelima informan

hanya tiga informan saja yaitu informan pertama yang menjawab bahwa sampai dengan

sekarang, baik suami maupun istri saling setia, karena berusaha untuk bersikap jujur terhadap

pasangan.43 Informan empat mengatakan bahwa baik suami maupun istri, masih setia dengan

pasangannya, karena selalu ada keterbukaan diantara pasangan.44 Informan lima mengatakan

bahwa suami maupun istri sejak menikah, suami maupun istri tidak pernah berlaku tidak setia

dengan pasangan. 45 Ada dua informan yang tidak berlaku setia terhadap pasangannya.

Informan dua, istri mengatakan bahwa suami pernah berlaku tidak setia (berselingkuh) hal

ini yang menyebabkan istri merasa sakit hati dan memutuskan untuk berpisah. Istri tidak

dapat memberi maaf kepada suami yang telah berbuat salah. Suami mengatakan bahwa istri

kurang peduli dengan suami, hal ini yang menyebabkan suami untuk mencari seseorang yang

43
Hasil wawancara dengan Informan 1. Felix Jimi Kelore dan Natalia Dosantos Filiga, Jumad, 10/05/2019. Pkl
15.00.
44
Hasil wawancara dengan Informan 4. Simon Salu Kelen dan Lodia Lota Kaka, Selasa ,14/05/2019. Pkl 16.00.

45
Hasil wawancara dengan Informan 5. Wilhelmus Darang Weking dan Maria Magdalena L. Keray, Jumad,
17/05/2019. Pkl 15.00.

51
lebih peduli dengan dirinya.46 Informan tiga, suami mengatakan dengan jujur bahwa pernah

tidak setia terhadap istri. Namun hal ini tidak berlangsung lama, suami kembali kepada istri

dengan alasan tidak ingin menelantarkan anak-anak dan ingat akan janji perkawinan yang

telah diikrarkan. Istri memaafkan suami, dan kembali hidup bersama.47

Dalam hidup berumah tangga, pasangan suami-istri berusaha untuk mempertahankan

keutuhan perkawinan dengan tetap berkomitmen pada janji perkawinan dengan selalu setia

dalam suka maupun duka, saling memaafkan jika pasangan berbuat salah dengan menerima

pasangan untuk hidup bersama lagi. Memberi kenyamanan, perhatian pada pasangan agar

pasangan tidak beralih untuk mencari orang lain.

4.3.2. Berdoa Bersama Dan Bertanggung Jawab Terhadap Anak

Berkaitan dengan berdoa bersama, dari hasil wawancara lima informan ini

tidak ada waktu untuk berdoa di rumah. Informan lebih banyak berdoa pribadi.

Berdoa di KBG, kadang-kadang di jalankan secara bersama-sama dan pergi ke gereja

bersama-sama kadang-kadang dilakukan.

Berkaitan dengan bersama-sama bertanggung jawab terhadap anak, dari lima

informan ada satu informan yang tidak bersama-sama dalam bertanggung jawab

terhadap anak. Informan dua, suami bertanggung jawab terhadap empat anak dan istri

satu anak. Hal ini terjadi karena suami dan istri telah berpisah atau tidak serumah.48

46
Hasil wawancara dengan Informan 2. Wilhelmus Weruin dan Maria Linda Weking, Rabu, 15/05/2019,
Pkl 16.30.
47
Hasil wawancara dengan Informan 3. Rofinus Lewo Sogen dan Margaretha Yulita Liwu,
Minggu,12/05/2019, pkl 18.00

48
Hasil wawancara dengan Informan 2. Wilhelmus Weruin dan Maria Linda Weking, Rabu, 15/05/2019, Pkl
16.30

52
Pasangan suamu-istri disatukan oleh Allah melalui Sakramen Perkawinan.

Setelah menerima Sakramen, pasangan suami istri dituntut untuk mewartakan karya

keselamatan Allah dan tetap bersyukur, memuji Allah dan selalu berharap pada Allah

agar hidup keluarga pasangan suami-istri tetap aman, damai dan tak terceraikan oleh

manusia itu sendiri. Rasa syukur dan cinta pasangan suami istri ini dilihat dalam

kebersamaan untuk selalu ada waktu untuk berdoa bersama baik dirumah, di KBG

maupun bersama-sama ke gereja.

4.3.3. Bekerja Bersama Dalam Hidup Berkeluarga

Berkaitan dengan bekerja bersama dalam hidup berkeluarga, dari hasil

wawancara lima informan ada empat informan yang selalu bekerja bersama dalam

setiap kegiatan dirumah,saling membantu dalam mengurus anak-anak, saling

membantu untuk memanen hasil kebun untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga

maupun kebutuhan anak-anak.49 namun terkadang pasangan suami-istri sibuk

dengan pekerjaannya masing-masing, hal ini dikemukakan oleh informan dua50

Bekerja bersama dalam hidup berkeluarga bukanlah hal yang sulit untuk

dilakukan. Pasangan Suami-istri saling membantu meringankan pekerjaan rumah agar

terasa ringan untuk diselesaiakan. Bekerja bersama dalam hidup berumah tangga baik

dalam usaha untuk memenuhi kebutuhan keluarga maupun untuk mengurus anak-anak,

49
Hasil wawancara dengan lima informan, informan 1: Selalu bersama-sama ke kebun, suami membantu
istri mengurus anak-anak, bersama-sama memelihara hewan peliharaan

Informan 3: Bersama-sama memanen hasil kebun (mente,kemiri), kadang-kadang suami menjaga anak-anak
Informan 4: Bersama-sama menjual barang kios, kadang-kadang suami membantu istri masak, bersama-sama
mengurus anak-anak

Informan 5: Bersama-sama memelihara hewan peliharaan, merawat tanaman hias, bersama-sama mengurus
anak
50
Hasil wawancara dengan Informan 2. Wilhelmus Weruin dan Maria Linda Weking, Rabu, 15/05/2019, Pkl
16.30. Tidak bekerja bersama dalam hidup berkeluarga, istri sibuk denga urusan dapur, dan suami sibuk dengan
pekerjaannya (tukang kayu)

53
tidak baik jika pasangan suami-istri sibuk dengan pekerjaannya masing-masing.

Bekerja bersama menunjukan bahwa pasangan suami-istri peduli dan tidak ingin

melihat pasangannya merasa kesulitan, bahkan jatuh sakit.

4.3.4. Saling Keterbukaan, Saling Mendengarkan, Sharing, Membangun Dialog

Bersama Dan Tidak Ada Pihak Ke Tiga 51Yang Menjadi Sumber Skandal

Kesetiaan Dalam Hidup Berkeluarga

Berkaitan dengan Saling keterbukaan, sharing, membangun dialog bersama

tidak ada pihak ketiga yang menjadi sumber skandal kesetiaan dalam hidup

berkeluarga. Dari hasil wawancara, informan satu, dua dan tiga suami tidak terbuka

terhadap istri. Informan satu, pernah diganggu oleh mantan kekasih dan sempat

bertemu, namun tidak terbuka kepada istri.52 Informan dua suami tidak terbuka dengan

istri ketika tidak setia, istri juga tidak berkata jujur ketika menjual barang perhiasan 53

informan tiga, suami tidak terbuka kepada istri ketika berselingkuh dengan wanita

lain54 sedangkan informan empat dan lima selalu bersikap terbuka antara suami dan

istri. Suami selalu terbuka dan meminta ijin kepada istri jika bepergian dari rumah

begitu juga istri. Ketika mengalami kesulitan atau masalah selalu terbuka kepada

pasangan.55

52
Hasil wawancara dengan Informan 1. Felix Jimi Kelore dan Natalia Dosantos Filiga, Jumad, 10/05/2019. Pkl
15.00
53
Hasil wawancara dengan Informan 2. Wilhelmus Weruin dan Maria Linda Weking, Rabu, 15/05/2019, Pkl
16.30
54
Hasil wawancara dengan Informan 3. Rofinus Lewo Sogen dan Margaretha Yulita Liwu,
Minggu,12/05/2019, pkl 18.00
55
Hasil wawancara dengan Informan 4. Simon Salu Kelen dan Lodia Lota Kaka, Selasa ,14/05/2019. Pkl 16.00
dan Hasil wawancara dengan Informan 5. Wilhelmus Darang Weking dan Maria Magdalena L. Keray, Jumad,
17/05/2019. Pkl 15.00.

54
Berkaitan denga dialog dan sharing informan kadang-kadang melakukan

sharing jika ada hal yang sangat penting untuk dibicarakan. Dialog selalu dilakukan

ketika makan bersama dan bersantai. Ada pihak ke tiga yang menjadi sumber skandal

kesetiaan pasangan suami-istri. Informan dua, suami melibatkan pihak ke tiga dalam

masalah keluarga, karena tidak puas dengan pelayanan istri, suami memilih untuk

mencari pihak ke tiga dan hal ini yang menyebabkan istri keluar dari rumah.56 Informan

tiga, suami lebih sering berdialog dengan wanita lain ketika mengalami masalah di

dalam keluarga.57

Saling terbuka terhadap pasangan membuahkan hikmat dalam keluarga.

Pasangan merasa dihargai dengan sikap terbuka dari pasangan. Saling terbuka dalam

segala hal, artinya baik atau buruk, kurang atau lebih, yang terjadi pada diri masing-

masing, harus dikatakan dengan terbuka kepada pasangan. Dialog dalam rumah tidak

hanya dilakukan ketika ada masalah yang serius, tetapi dilakukan setiap hari untuk

mengetahui keadaan pasangan. Sharing dalam keluarga untuk berbagi pengalaman

baik pengalaman yang mengesankan,menggembirakan atau menyedihkan dan

bersama-sama mencari solusi jika ada masalah yang terjadi. Jika hal ini dijalankan

dengan baik, maka pasangan suami istri merasa bahagia dan terhindar dari masalah-

masalah yang menghancurkan keutuhan ikatan perkawinan pasangan suami-istri

56
Hasil wawancara dengan Informan 2. Wilhelmus Weruin dan Maria Linda Weking, Rabu, 15/05/2019, Pkl
16.30
57
Hasil wawancara dengan Informan 3. Rofinus Lewo Sogen dan Margaretha Yulita Liwu,
Minggu,12/05/2019, pkl 18.00

55
BAB V

PENUTUP

5.1. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil wawancara dalam penelitian ini maka dapat ditarik kesimpulan:

Kesetiaan itu mudah untuk diucapkan, tapi sulit untuk dilaksanakan, kesetiaan

menuntut pasangan suami-istri untuk bersama-sama dalam menjalankan kehidupan rumah

tangga. Pasangan suami-istri berusaha untuk mempertahankan keutuhan perkawinan dengan

tetap berkomitmen pada janji perkawinan dengan selalu setia dalam suka maupun duka,

saling memaafkan berbesar hati menerima pasangan untuk hidup bersama lagi jika pasangan

pernah tidak setia. Memberi kenyamanan, perhatian pada pasangan agar pasangan tidak

beralih untuk mencari orang lain dan selalu ada ucapan terima kasih kepada pasangan.

Pasangan suami istri dituntut untuk bersama-sama mewartakan karya keselamatan Allah

bersyukur, memuji, selalu berharap pada Allah agar hidup keluarga pasangan suami-istri

tetap aman, damai dan tak terceraikan oleh manusia itu sendiri. Selalu ada waktu untuk

berdoa bersama baik dirumah, di KBG maupun bersama-sama ke gereja agar selalu

diteguhkan oleh Allah. Bekerja bersama dalam hidup berkeluarga. untuk memenuhi

kebutuhan keluarga maupun untuk mengurus anak-anak, bekerja bersama menunjukan bahwa

pasangan suami-istri peduli dengan pasangannya. Saling terbuka terhadap pasangan

membuahkan hikmat dalam keluarga. Dialog dalam rumah, sharing dalam keluarga untuk

berbagi pengalaman baik pengalaman yang mengesankan,menggembirakan atau

menyedihkan dan bersama-sama mencari solusi jika ada masalah yang terjadi. Untuk

mempertahankan keutuhan ikatan perkawinan pasangan suami-istri maka nilai kesetiaan

56
menjadi salah satu syarat agar keutuhan rumah tangga pasangan suami-istri tetap utuh dan

bahagia.

5.2. SARAN

Berdasarkan pembahasan dan analisis data yang ada maka penulis

mengajukan beberapa saran kepada:

1. Bagi Pasangan Suami-istri di lingkungan Santu Kristoforus stasi Lato Paroki Santa

Perawan Maria La Sallate Lato

a) Agar tetap berkomitmen pada janji perkawinan yang telah diikrarkan

dihadapan Tuhan dan sesama, karena didalam Sakramen Perkawinan pasangan

suami-istri telah menerima tanda keselamatan Allah yang patut dijaga dan

pasangan suam-istri tidak mengingkari janji perkawinan

b) Agar pasangan suami-istri dapat bersikap setia terhadap pasangan, ada waktu

untuk berdialog dan sharing, selalu bersama-sama dalam menjalani hidup

berkeluarga sehingga keutuhan ikatan perkawinan tetap terjaga dan tidak

mudah terceraikan

c) Pasangan suami-istri lebih terlibat aktif dalam kegiatan-kegiatan rohani agar

tetap teguh dalam iman akan Tuhan dan terlibat aktif dalam kegiatan sosial

2. Bagi Tim DPP Paroki Santa Perawan Maria La Sallate Lato, terkhusunya Sie Kelurga:

Dalam kaitannya dengan penghayatan pasangan suami-istri terhadap nilai

kesetiaan maka saran yang diberikan adalah: Agar dibuat program kerja untuk

keluarga-kelurga Katolik dalam meningkatkan penghayatan pasangan suami-istri

terhadap Sakramen Perkawinan terkhususnya pada nilai-nilai perkawinan yakni nilai

kesetiaan sehingga tidak ada lagi pasangan suami-istri yang hidup berpisah. Program

57
yang diberikan tidak hanya pada Kursus Persiapan Perkawinan, namun tetap

dilaksanakan secara berkelanjutan

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan rujukan bagi

peneliti selanjutnya yakni dalam hal pastoral keluarga. Sedangkan justification objek

penelitiannya bisa diperluas dengan menggunakan lebih dari satu objek penelitian.

58

Anda mungkin juga menyukai