Anda di halaman 1dari 24

PEMBERDAYAAN KATEKISE

PAROKI
MELALUI PENDAMPINGAN
DALAM PENINGKATAN
KESEJAHTERAAN KELUARGA

OLEH
Rm. KRISWINARTO, MSF
DASAR

Ardas Keuskupan Agung Semarang 2016-


2020 Umat Allah Keuskupan Agung Semarang,
sebagai persekutuan paguyuban-paguyuban murid-
murid Yesus Kristus dalam bimbingan Roh Kudus
bertekad dan bergotong royong memperjuangkan
hidup bersama yang sejahtera, bermartabat, beriman,
demi terwujudnya peradaban kasih, tanda kehadiran
Kerajaan Allah.
PENGANTAR
 Bersama dan atas nama Kristus, Sang Gembala yang
sesungguhnya, para imam dan para tokoh awam dipanggil
dan diutus untuk mendampingi umat beriman,
berdasarkan ajaran dan teladan Kristus, Sang Gembala itu.
 Pendampingan bagi umat beriman itu dapat dilaksanakan
secara intensif di tingkat paroki, wilayah, maupun
lingkungan. Bahkan, usaha pendampingan itu juga dapat
dilaksanakan di tingkat yang lebih sempit dan lebih 
A. Pengertian Pokok
Yang dimaksud dengan pendampingan keluarga
dalam uraian ini adalah pendampingan bagi
keluarga katolik. Pendampingan tersebut
terutama didasarkan pada iman dan moral
katolik, bukan pada ilmu psikologi, meskipun
setiap pendamping keluarga diharap sungguh-
sungguh memperhatikan aspek-aspek psikis dari
keluarga yang didampinginya.
. PRINSIP-PRINSIP DASAR

B. Tujuan Pokok
 Tujuan pokok dari pendampingan keluarga adalah tercapainya
kesejahteraan dan berkembangnya iman dalam keluarga yang didampingi.
 Dalam konteks ini, kesejahteraan maupun iman perlulah dipahami dalam
artinya yang paling luas. Kesejahteraan janganlah dipahami sebagai
kemakmuran ekonomis belaka. Sementara itu, iman janganlah dipahami
sebagai doa-doa dan ibadat belaka.
 Dalam artinya yang paling luas itu, kesejahteraan meliputi aspek-aspek
fisik, mental, sosial, moral dan spiritual. Dalam Kitab Suci, kesejahteraan
itu disebut shalom, atau damai sejahtera. Sementara itu, iman sejati
meliputi aspek-aspek pengetahuan, pengungkapan, perayaan,
pengamalan, pewartaan, kesaksian, dan persaudaraan dengan saudara-
saudara seiman.
.

C. Penanggungjawab
Karena para pastor paroki adalah imam-imam yang ditugaskan oleh
bapak Uskup untuk menggembalakan umat di paroki, para pastor
paroki itulah para penanggungjawab utama dari semua karya
pendampingan pastoral bagi seluruh umat katolik di paroki.
Namun, mengingat tanggungjawab mereka yang sangat luas, para
pastor paroki sebaiknya melibatkan beberapa tokoh awam untuk ikut
memikul tanggungjawab tersebut. Para pastor paroki dan tokoh-tokoh
awam itu, yang berhimpun dalam wadah yang biasa disebut Dewan
Paroki, diharap bertindak terutama sebagai policy maker atau pembuat
kebijakan.
Untuk menyelenggarakan dan meng-koordinasi-kan berbagai karya
pendampingan bagi keluarga-keluarga katolik di paroki, sebaiknya
Dewan Paroki membentuk sebuah tim kerja yang khusus, yang
sebaiknya disebut Tim Kerja Pendampingan Keluarga Paroki (TKPKP).
Dalam tim tersebut perlulah dilibatkan beberapa orang yang
dipandang cakap untuk tugas luhur itu. Tim tersebut sebaiknya
merupakan bagian integral dari Dewan Paroki, supaya karya-karyanya
sejalan dengan karya-karya dari tim-tim pastoral yang lain.
.

Pelaksana
Di samping para penanggungjawab, yakni para anggota Dewan
Paroki dan Tim Kerja Pendampingan Keluarga Paroki (TKPKP),
diperlukan keterlibatan banyak orang lain yang bersedia untuk ikut
melaksanakan pendampingan nyata bagi keluarga-keluarga katolik
di paroki, sebab jumlah keluarga katolik di setiap paroki itu
sangatlah besar.
Yang dapat dilibatkan dalam pendampingan keluarga adalah tokoh-
tokoh awam yang perkawinan dan hidup keluarganya cukup baik,
biarawan-biarawati yang punya bekal dan minat pada
pendampingan keluarga, dan para profesional katolik (seperti
dokter, bidan, perawat, ahli hukum, psikolog, dan sebagainya) yang
bersedia membantu keluarga-keluarga katolik, yang membutuhkan
pertolongan profesional mereka.
Dalam pelaksanaan karya pendampingan bagi keluarga-keluarga
katolik itu sebaiknya dilibatkan juga kelompok-kelompok peduli
keluarga, seperti ME (Marriage Encounter), CFC (Couples For
Christ), gerakan Pro-Life, Jaringan Mitra Perempuan (JMP), Forum
Refleksi Gender (FRG), Wanita Katolik Republik Indonesia (WKRI),
Ibu-Ibu paroki, dan lembaga-lembaga bantuan hukum bagi keluarga
.

Bekal yang harus dimiliki oleh para


pendamping keluarga ialah : iman katolik
yang memadai, kesediaan membantu
orang-orang lain dengan tulus dan sabar,
kemampuan menyimpan rahasia, dan
kesediaan untuk tetap belajar, baik dari
pengalaman maupun dari sumber-sumber
pengetahuan yang lain
.

E. Titik Tolak dan Sasaran


Pendampingan tidaklah hanya berarti
kesediaan berjalan bersama mereka yang
didampingi. Pendampingan haruslah
punya titik tolak dan sasaran yang jelas.
Titik tolaknya adalah realitas, kondisi
keluarga yang nyata saat ini. Sementara
itu, sasarannya adalah kenyataan baru,
yang lebih sesuai dengan ajaran dan
teladan Kristus, lebih sesuai dengan
harapan dan cita-cita Gereja katolik
.

Dengan perkataan lain, ada dua hal yang pertama-tama harus dipahami
oleh para penanggungjawab dan para pelaksana pendampingan bagi
keluarga-keluarga katolik, yakni : realitas yang ada pada keluarga-
keluarga sekarang ini, dan idealisme katolik mengenai perkawinan dan
hidup berkeluarga.
Selanjutnya, para pendamping keluarga dipanggil dan diutus mencari dan
menemukan cara-cara yang tepat untuk mendampingi keluarga-keluarga
katolik, agar keluarga-keluarga itu mau dan mampu bergerak maju, dari
kenyataan yang sudah ada menuju kenyataan baru, yang lebih sesuai
dengan harapan dan cita-cita Gereja katolik.
Gerak maju tersebut bisa saja merupakan suatu perjalanan yang tidak
pernah selesai. Oleh karena itu, dari para pendamping maupun keluarga-
keluarga yang didampingi dituntut kesabaran, ketekunan, dan kesediaan
bekerjasama. Di samping itu, tentu saja, semua pihak diharap rajin
memohon rahmat dan berkat Tuhan, yang akan melengkapi dan
menyempurnakan apa saja yang kurang dalam diri mereka.
Berhubungan dengan realitas yang ada sekarang ini, satu hal penting
perlu disadari dan diperhatikan, yakni besarnya pengaruh globalisasi di
tingkat internasional dan reformasi di tingkat nasional atas pasangan-
pasangan suami-istri dan keluarga-keluarga di paroki kita
II. RUANG LINGKUP DAN METODE

A. Persiapan Perkawinan
Perkawinan dan hidup berkeluarga
perlu dipersiapkan dengan baik dan
secara bertahap, yakni dalam tiga
tahap yang berurutan sebagai
berikut.
.

1. Persiapan jauh :
Persiapan jauh selambat-lambatnya dimulai
sejak awal usia remaja. Anak-anak remaja,
sejak berusia sekitar 12 tahun, perlu diberi
pendidikan yang baik di bidang seksualitas.
Mereka perlu dibantu untuk memahami
kepriaan atau kewanitaan mereka, agar
mereka dapat menerima seksualitas mereka
dengan penuh rasa syukur. Mereka juga perlu
dibantu untuk memahami dan mengolah
secara bijaksana pengalaman seksual dan
rasa tertarik kepada jenis kelamin lain.
.

2. Persiapan dekat :
Persiapan dekat selambat-lambatnya dimulai sejak
awal masa pacaran. Pemuda atau pemudi yang sudah
punya pacar perlu didampingi secara intensif, agar
mereka dapat berpacaran secara bijaksana. Artinya :
berpacaran dengan kasih sayang yang murni,
berpacaran secara etis dan sopan. Mereka perlu
disadarkan, bahwa perkawinan tidak cukup hanya
disiapkan dengan berpacaran, melainkan juga
dengan merintis pekerjaan dan kedewasaan pribadi.
Hidup berkeluarga juga membutuhkan biaya, tidak
hanya kasih mesra. Pendampingan semacam itu lebih
mendesak sifatnya, bila pemuda atau pemudi katolik
berpacaran dengan pemudi atau pemuda yang tidak
katolik
.

3. Persiapan akhir :
Persiapan akhir selambat-lambatnya
dilaksanakan dalam beberapa minggu
sebelum pernikahan. Dalam waktu yang
relatif pendek itu para calon mempelai
hendaknya dibantu mempersiapkan
pernikahan mereka dengan baik,
sekurang-kurangnya dengan menjalani
penyelidikan kanonik, mengikuti kursus
persiapan perkawinan, dan
mempersiapkan liturgi pernikahan yang
mengesankan.
B. Pendampingan Keluarga Dalam
Kondisi Biasa

1. Tujuan pendampingan :
Pendampingan bagi keluarga-keluarga yang
berada dalam kondisi biasa terutama
dimaksud untuk : menyemangati suami-istri
dalam usaha mencapai kesejahteraan
keluarga; mendukung mereka dalam
menghayati perkawinan mereka secara
kristiani; dan membantu mereka dalam
mendidik anak-anak mereka secara kristiani
.

2. Metode pendampingan :
a. Pendampingan secara personal : Cara
pertama
untuk mendampingi keluarga-keluarga dalam
kondisi biasa ialah dengan mengunjungi
keluarga-keluarga tersebut di tempat tinggal
mereka. Demi keberhasilan kunjungan-
kunjungan tersebut, para pendamping
keluarga perlu dibekali dengan pedoman-
pedoman yang memadai dan dilatih dengan
cara tertentu, sehingga mereka mampu
mengunjungi keluarga-keluarga katolik
dengan semangat Kristus, Sang Gembala.
.

b. Pendampingan timbal-balik : Cara kedua


yang kiranya dapat dikembangkan ialah
pendampingan secara timbal-balik, yang
terjadi melalui paguyuban-paguyuban
suami-istri katolik, seperti misalnya
paguyuban-paguyuban suami-istri ME
(Marriage Encounter) atau CFC (Couples
For Christ). Melalui paguyuban-paguyuban
semacam itu, para suami-istri katolik mau
dan mampu saling mendampingi.
.

c. Pendampingan secara massal :


Cara ketiga untuk mendampingi
keluarga-keluarga adalah
pendampingan dalam kelompok
besar, misalnya melalui ceramah,
diskusi, seminar, rekoleksi, retret,
dan sebagainya. Demi berhasilnya
acara-acara itu, perlu dipilih para
nara sumber yang kompeten dan
tema-tema yang aktual dan relevan.
C. Pendampingan Keluarga Dalam
Kondisi Khusus
1. Konseling :
Keluarga yang sedang berada dalam kondisi sulit
dapat didampingi melalui suatu cara yang biasa
disebut : konseling pastoral. Bila kesulitan itu belum
terlalu rumit, konseling itu dapat dilaksanakan
oleh penasihat yang trampil (yang cukup
berpengalaman, walaupun tidak profesional). Bila
penasihat trampil ternyata tidak mampu menolong,
keluarga tersebut dapat dirujuk kepada seorang
konselor profesional.
.

2. Pengesahan perkawinan :
Bila status yuridis dari perkawinan
suami-istri yang didampingi,
menurut hukum gereja katolik,
belum sah, pendampingan
sebaiknya memuat usaha ke arah
pengesahan perkawinan mereka,
dengan atau tanpa pembaharuan
janji-nikah, sesuai dengan
kemungkinan yang ada.
.

3. Rehabilitasi pastoral :
Bila perkawinan pasangan suami-istri yang
didampingi tidak dapat atau sangat sulit
disahkan, pendampingan dapat memuat
usaha ke arah rehabilitasi pastoral,
misalnya agar Panitia Pastoral Perkawinan
di tingkat keuskupan mengijinkan pihak
katolik menerima komuni lagi, meskipun
perkawinannya belum dapat disahkan
menurut hukum gereja katolik.
.

4. Pembatalan perkawinan :
Bila pasangan suami-istri yang didampingi tidak
mampu meneruskan hidup-bersama, lagi pula
perkawinan mereka memang belum sah,
pendampingan dapat memuat usaha ke arah
pembatalan perkawinan mereka, melalui Tribunal
atau Pengadilan Gereja di tingkat keuskupan.
5. Pendampingan bagi yang sudah bercerai :
Bila orang yang didampingi sudah bercerai di luar
Gereja katolik, ia perlu mendapat perhatian
khusus. Bila ia tidak menikah lagi, di luar Gereja,
janganlah ia dilarang menerima komuni kudus.
.

1. dengan kotbah, katekese yang disesuaikan bagi anak-anak,


kaum muda, serta dewasa, juga dengan menggunakan alat-alat
komunikasi sosial, agar dengan itu umat beriman mendapat
pengajaran mengenai makna perkawinan kristiani serta
mengenai tugas suami-istri dan orang tua kristiani;
2. dengan persiapan individual untuk menikah, supaya dengan itu
mempelai disiapkan untuk kesucian dan tugas-tugas
kedudukannya yang baru;
3. dengan perayaan liturgi perkawinan yang bermakna agar
dengan itu tampak bahwa suami-istri menandakan serta
mengambil bagian dalam misteri kesatuan dan cintakasih yang
subur antara Kristus dan GerejaNya;
4. dengan bantuan yang diberikan kepada suami-istri, agar
mereka dengan setia memelihara serta melindungi perjanjian
perkawinan itu, sampai pada penghayatan hidup di dalam
keluarga yang semakin hari semakin suci dan semakin penuh”
.

TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai