Anda di halaman 1dari 8

Keluarga Menumbuhkan dan Memelihara Panggilan Menjadi Imam dan Biarawan-Biarawati

A. Tujuan : Keluarga dapat memahami, menghayati, dan mewujudkan


Tugas Menumbuhkan dan Memelihara Panggilan Menjadi Imam dan
Biarawan-Biarawati
B. Sasaran : Pasutri/Keluarga
C. Alokasi Waktu : 90 menit
D. Sumber Bahan : Bacaan Kitab Suci
E. Sarana : Laptop, LCD, kertas karton, spidol, video
F. Metode : Ceramah, Diskusi, Sharing, Refleksi, Pemutaran Video
G. Rangkaian Kegiatan
1. Pembuka
a. Lagu Pembuka (Pemandu dapat memilih lagu lain yang sesuai)
Keluarga Tanda Cinta (https://youtu,be/N0xRkQ4bsGA)
1. Ya Allah sumber cinta, sumber segala rahmat.
Tanda bukti cinta-Mu, Kau utus Yesus Kristus
Yang lahir ke dunia, di keluarga kudus
Dalam Sabda karya-Nya, tampaklah kerahiman-Mu.
Reff.:
Keluarga tanda cinta, tanda rahmat di dunia
Keluarga Gereja kecil, hadirkan cinta Tuhan
2. Nyalakan hati kami, akan yang ilahi
Jadikan keluarga, tempat yang dirindukan
Berdoa melayani, mewartakan Injil-Mu
Saksi kerahiman-Mu, ‘bak keluarga Nazaret
Reff.
3. Hadirkanlah Roh Kudus, di keluarga kami
Menghayati pangggilan, serta perutusan-Nya
Sekolah yang pertama, dan juga yang utama
Sempurna dalam kasih, ‘bak keluarga Nazaret

b. Doa Pembuka
Allah Bapa Mahakasih, puji dan syukur kami haturkan ke hadirat-Mu karena
Engkau berkenan mengumpulkan kami keluarga-keluarga di tempat ini. Kami
bersyukur atas segala rahmat yang telah Engkau curahkan bagi keluarga-
keluarga ini. Kami mohon semoga kami dapat mengikuti seminar tentang
Keluarga menumbuhkan panggilan menjadi imam dan biarawan-biarawati ini
dengan baik, sehingga bertumbuhlah semangat panggilan dalam Gereja-Mu
melalui kesediaan kami mempersiapkan, mendidik dan merawat panggilan
dalam diri anak-anak kami. Demi Yesus Kristus Putera-Mu, Tuhan dan
pengantara kami. Amin.

c. Pengantar
Pemandu mengajak Pasutri untuk mendalami bersama dan terlibat aktif dalam
proses pembahasan “Keluarga Menumbuhkan dan Memelihara Panggilan
Menjadi Imam dan Biarawan-Biarawati”. Dengan terlibat aktif dan memahami
materi yang disampaikan dapat tercapai maksud dan tujuan sesi pertama yaitu
pasutri memahami, menghayati dan mewujudkan secara benar peranan
keluarga dalam menumbuhkan dan memelihara panggilan menjadi imam dan
biarawan-biarawati.
d. Aktivitas Pembuka
Pemandu pertama-tama mengajak peserta untuk mengemukakan pandangan
dan pemahaman tentang apa kaitan antara keluarga dan panggilan hidup
menjadi imam dan biarawan-biarawati. Memberi sedikit waktu, beberapa
menit untuk suami-istri merumuskannya. Kemudian beberapa peserta
menyampaikan pendapatnya.

2. Proses Pembinaan
Pemutaran Video Kisah Panggilan (https://youtu.be/g2hnBzhV0pE) tentang
bagaimana sebuah keluarga mempunyai tugas menumbuhkan dan memelihara
panggilan menjadi imam dan biarawan-biarawati.
Pertanyaan pendalaman Video
# Apa kesan Anda setelah melihat video/gambar
# Bagian mana yang sangat menarik, menyentuh yang selama ini belum
disadari?
# Bagian mana yang belum terwujud dalam perjalanan keluargamu?

a. Panggilan sebagai keluarga menurut Kitab Suci.


Keluarga dalam iman orang Israel nampak dalam konteks dunia Israel kuno
(Kejadian, Keluaran, Imamat, Bilangan, Ulangan). Kisah untuk menuntun
perilaku sehari-hari. Perkawinan nenek moyang seperti dalam Kejadian menjadi
model dalam hidup berkeluarga. Panggilan Tuhan tampak dalam keluarga. Kisah-
kisah itu menunjukkan hubungan antar kelompok, suku-suku, kerabat serta
menentukan bagaimana seharusnya mereka berprilaku sebagai orang terpanggil.
Keluarga melibatkan suku, klan, marga . berciri patriarkal. Semua diatur laki-laki.
Misal, Abraham mencari istri bagi Ishak. (Kej. 24:33-35). Perkawinan mula-mula
antar kelompok tetapi makin luas bagi seluruh Israel. Alasan perkawinan
ekonomis dan genealogis supaya kekayaan tetap milik kelompok. Berkaitan juga
dengan kesuburan seksual, secara religius menjaga kemurnian nasional bangsa
pilihan Allah. Laki-laki dipandang sebagai berkat Allah untuk melanjutkan iman
dan sejarah. Dalam keluarga, ayah bertindak sebagai imam. Keluarga menjadi
dasar komunitas kesatuan religius Israel.
Keluarga Kudus Nazaret, Yesus, Maria dan Yosef tinggal di Galilea, kota
Nazaret. Galilea, dari kata Ibrani galil, daerah Timur Palestina. Sering disebut
daerah kaum kafir, daerah kurang penting dalam
Perjanjian Lama. Namun dari daerah inilah Yesus memberikan kesaksian bahwa
Keluarga Kudus adalah keluarga biasa. Mereka menampilkan nilai-nilai
manusiawi dan religius tentang keluarga yang beriman.
Bagaimanakah keluarga Yesus yang sesungguhnya? Mark 3:31-35
memperlihatkan banyak orang duduk dan mendengarkan Dia. Keluarga Yesus
berada di luar. Dari jawaban Yesus tampak jelas bahwa keluarga Yesus sendiri
perlu belajar dari Yesus tentang bagaimana memahami keluarga.
Keluarga bukan pertama-tama ditentukan oleh ikatan darah, melainkan oleh
ketaatan pada kehendak Allah. Keluarga berfungsi menghadirkan kerajaan Allah
dan tidak ada fungsi yang lebih penting dari itu. Keluarga Yesus dituntun untuk
hidup dalam semangat pertobatan supaya melihat hubungan mereka dengan Yesus
ditentukan oleh apakah mereka melakukan kehendak Allah atau tidak. Dalam
konteks inilah kita dapat mengerti mengapa Yesus tidak taat kepada Maria dan
keluarga besar-Nya ( 12 tahun Yesus di Bait Allah). Dalam Mark 6; 1-6, tampak
orang sekampung Yesus sulit melihat Yesus sebagai Mesias. Yesus mengajarkan
paham baru mengenai keluarga yang bersifat terbuka untuk menyambut Kerajaan
Allah.
Di sini tampak gambaran sebuah keluarga, pertunangan, ayah, ibu dan anak.
Semuanya diletakkan dalam proses sejarah keselamatan. Rencana Allah mewujud
dalam keluarga; bukan keluarga menurut hukum, melainkan keluarga dalam
hubungannya dengan Allah. Keluarga kudus bekerjasama sehingga kehehndak
Allah menjadi nyata di bumi ini. Di dalamnya apa yang mustahil menjadi terjadi.
Di satu sisi, Keluarga Kudus seperti keluarga-keluarga lain, dari sisi lain penting
sekali pada ketaatan kepada kehehndak Allah: kisah pada Injil kanak-kanak.
Tampak bahwa iman terwujud dalam keluarga alami dalam bentuk sikap terbuka
terhadap Allah. Dan juga terhadap tanggungjawab kemasyarakatan. (Luk.1 :26-
28; Mat 1:19).
Maka penting disadari bahwa keluarga alami sekarang pun menpunyai panggilan
sebagai komunitas untuk menemukan kehendak Allah. Itulah panggilan umum
dalam keluarga orang-orang yang beriman kepada Kristus.
b. Keluarga dan Panggilan Khusus
Keluarga Kristen menerima panggilan untuk menciptakan persekutuan umat
beriman atas semangat kekeluargaan. Panggilannya adalah mengarahkan
perhatian pada tanggungjawab Gereja. Kelanjutan panggilan alami setiap
keluarga, bukan di luarnya. Panggilan umum dan khusus menyatu dalam
panggilan umat beriman ketika dibaptis, menyatu dalam komunitas beriman
karena Ekristi Kudus, mengembang dalam Roh berkat sakramen Krisma dan
diresmikan dalam sakramen Tahbisan. Dalam hidup sehari-hari keluarga
dipanggil memiliki “sentire cum ecclesia”(sebudi dan seperasaan dengan
Gereja). Terwujud dalam ikut memenuhi kebutuhan pembangunan Gereja dengan
segala kegiatannya. Kebutuhan Gereja adalah Paguyuban Umat Beriman di
tengah dunia. Karena itu ketika menerima sakramen perkawinan pasangan
dijharapkan menjadi anggota masyarakat yang bertanggungjawab dengan terlibat
di lingkungan tempat tingal, pekerjaan; mendidika anak-anak supaya menjadi
generasi yang baik lewat menyekolahkan dan pendidikan social religius.
Keinginan memenuhi panggilan membangun Gereja tampak dalam kesadaran
pentingnya menyediakan generasi yang professional melayani gereja dengan
sepenuh waktu. Profesional berarti: sebagai orang yang bekerja seprofesional
atau seahli mungkin. Bisa juga berarti dengan sepenuh iman, karena berani secara
public melayani Gereja.
Pemenuhan panggilan itu menjadi “panggilan” khusus sebagai bagian
pemenuhan panggilan umum. Itu dapat terlaksana dengan menjadi imam, daikon,
peserta hidup bakti dan selibater awam.
Dengan merenungkan kedua panggilan ini keluarga Katolik disadarkan akan
tanggungjawabnya akan panggilan umum maupun panggilan khusus. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa mereka yang menjalani panggilan khusus bukan
meninggalkan keluarga , melainkan mewujudkan panggilan umum sebagai orang
beriman yang bertanggungjawab dalam komitmen khusus.
c. Dekrit kerasulan awam (Apostolicam Actuositatem) No. 11.
 Suami isteri bagi anak-anak mereka menjadi pewarta iman dan pendidik
yang pertama. Dengan kata-kata maupun teladan mereka membina anak-
anak untuk menghayati hidup kristiani dan kerasulan. Dengan bijaksana
suami isteri membantu mereka dalam memilih panggilan mereka dan
sekiranya terdapat panggilan suci pada mereka, memupuk itu dengan
perhatian sepenuhnya.
 Keluarga mempunyai peran penting dalam menumbuhkan bibit panggilan,
mengembangkan, dan menyertai dalam perjalanan biarawan-biarawati.
Suasana keluarga, kerukunan, keakraban, cinta, dan hidup rohani keluarga
menjadi pupuk panggilan anak-anak mereka. Dukungan dan kasih
keluarga menjadi pendorong dan penguat biarawan-biarawati dalam
pergulatan panggilan mereka.
 Pasangan suami-istri yang telah direstui untuk hidup bersama diserahi
tugas dalam menghadirkan generasi baru di dalam dunia. Mewariskan
keturunan bukan dimaksud sekedar menghadirkan kehidupan baru
(kelahiran anak-anak), tetapi lebih ditekankan adalah bagaimana peranan
orangtua selanjutnya dalam mendidik dan membina anak-anak. Orangtua
harus memberikan contoh hidup yang baik, kesaksian hidup kristiani yang
benar sehingga anak juga dapat meneladaninya. Dengan demikian mereka
dapat meneruskan nilai-nilai kemanusiaan dan keagamaan yang dihidupi
orangtuanya.

d. Keluarga Katolik menumbuhkan dan memelihara panggilan menjadi imam dan


biarawan-biarawati
Rumusan IK 1 bersumber dari Laporan Akhir Sinode VI KAM, No. 25, 26, 27, 60,64,
65, 66,67, 88, 89,90, 110, 111, 112, 113, 114 dan nilai-nilai: menjemaat, mandiri,
misioner, dinamis, rela berkorban, militan, dan kudus.
Keluarga merupakan lembaga yang menyiapkan pribadi manusia, dan berperan
menentukan baik tidaknya masyarakat. Di situlah anak-anak dilahirkan, dididik untuk
pertama kali dan dilatih tentang keutamaan-keutamaan sosial yang dibutuhkan untuk
pengembangan masyarakat (Bdk. Gravissimum Educationis, No. 3; Bdk. Familiaris
Consortio, No. 42).
Selain menentukan baik tidaknya masyarakat, keluarga juga berperan menentukan baik
tidaknya Gereja (FC No. 49). Peranan itu ditampakkan dengan tanggung jawab dan tugas
keluarga untuk mendidik dan mewariskan iman bagi anak-anak yang lahir di dalamnya.
Secara khusus, peranan itu juga ditampakkan dengan melahirkan dan mendidik calon-
calon pribadi terpanggil, pastor dan biarawan-biarawati yang membaktikan dirinya secara
khusus bagi Gereja. Keluarga merupakan asal dan tempat bertumbuhnya benih panggilan,
serta sekolah perdana bagi pribadi-pribadi terpanggil. Maka Sinode menekankan perlunya
kesadaran setiap keluarga agar terbuka pada kelahiran anak lebih dari tiga (Bdk. LAS, No.
110).
Sinode VI KAM melihat pertumbuhan benih-benih panggilan sangat dipengaruhi oleh
suasana religius di dalam hidup keluarga. Keluarga yang memelihara kebiasaan-
kebiasaan religius yang baik berpotensi menumbuhkan panggilan. Sebaliknya keluarga
yang tidak biasa dengan suasana seperti itu, kurang berpotensi melahirkan calon-calon
imam dan biarawan-biarawati, atau umumnya akan mengalami kesulitan menghayati
panggilan (Bdk. LAS No. 106).
Untuk menjadikan keluarga sebagai tempat bertumbuhnya benih panggilan, perlulah
diciptakan suasana religius di dalamnya. Suasana itu dapat dicipta dengan kebiasaan doa
pribadi dan bersama dalam keluarga, ibadat harian, terlibat dalam kehidupaan jemaat
setempat, berhimpun pada hari Minggu, membaca Kitab Suci, berpuasa dan berpantang,
mengaku dosa dan menerima sakramen lainnya. Kebiasaan-kebiasaan tersebut akan
menumbuhkan kepekaan spiritual anggota keluarga untuk menjawab panggilan Tuhan
(Bdk. LAS No. 111).
Selain menumbuhkan kepekaan spiritual, keluarga merupakan lembaga yang menyiapkan
pribadi calon imam dan biarawan-biarawati yang memiliki kepekaan sosial. Di situlah
anak-anak untuk pertama kali dididik tentang nilai-nilai yang melahirkan kepekaan
sosial. Hal ini dapat diwujudkan dengan mengembangkan kebiasaan-kebiasaan, seperti,
makan bersama, rekreasi bersama, mengucapkan kata-kata permisi, maaf, terima kasih
dan tolong, komunikasi yang intensif di antara anggota keluarga. Selain itu, kepekaan
sosial ini juga dapat diwujudkan dengan keterlibatan dalam kehidupan sosial masyarakat,
dengan tetap menjaga agar terhindar dari penyakit-penyakit sosial. (Bdk. LAS No. 25).
Selain sebagai sumber panggilan, Sinode VI menekankan pentingnya tanggung jawab
keluarga untuk memelihara panggilan tersebut. Keluarga dapat mewujudkannya dengan
memberi dukungan material dan spiritual. Secara material dapat diwujudkan dengan
menjadi orangtua asuh, yakni dengan memberi dana solidaritas pendidikan imam dan
biarawan-biarawati (Bdk. LAS No. 113). Sementara secara spiritual dapat diwujudkan
dengan doa-doa untuk panggilan dan kesaksian hidup. Cara lain juga bisa ditempuh oleh
keluarga, yakni dengan cara terus menerus, mempromosikan panggilan imam dan
biarawan-biarawati sebagai salah satu panggilan hidup selain hidup berkeluarga (Bdk.
LAS No.110, 112).
e. Bentuk Penyemaian Panggilan dalam Keluarga.
Lewat suasana religius, pendidikan, keteladanan, suasana rumah yang akrab,
relasi saling mencinta, dan kebiasaan hidup keluarga yang baik, banyak anak
akhirnya terpanggil menjadi religius. Contohnya sebagai berikut:

1. Keluarga bersuasana religius memudahkan muncul panggilan:


o Ada doa bersama, kebiasaan doa keluarga, meditasi bersama
kebiasaan ikut ekaristi;
o Memperkenalkan kepada anak nama-nama orang kudus
o Memperkenalkan anak doa-doa pokok gereja dan devosi
kepada orang kudus.
o Mengajak dan selalu mengingatkan anak untuk rajin baca Kitab
Suci.
o Anak main-main sebagai imam, sebagai suster dengan teman-
temannya
o Rumah keluarga sering digunakan untuk ekaristi
o Sering didatangi pastor, suster, bruder.
2. Suasana keluarga yang rukun dan terbuka sering menjadi suasana yang
sangat membantu munculnya panggilan hidup membiara.
o Suasana keluarga rukun, saling mencintai, saling rela
berkorban dapat memunculkan panggilan dalam diri anak.
o Keluarga yang saling terbuka, saling percaya, saling
membantu, menjadi suasana yang baik untuk panggilan.
3. Beberapa anak tertarik menjadi biarawan/biarawati sejak di keluarga
karena orang tua menanyai, menekankan, dan menjelaskan.
o Orang tua sering menanyai anaknya nanti mau menjadi apa;
o Orang tua menyetujui anaknya mau menjadi biarawan-
biarawati.
o Orang tua menjelaskan dan memperkenalkan bagaimana hidup
religius itu.
o Orang tua mengajak anaknya mengunjungi seminari, biara,
atau rumah pembinaan religius.
4. Mengembangkan semangat perhatian kepada sesama (kepekaan social)
O mengajari anak untuk berbagi makanan kepada yang lapar.
O mengajari anak untuk peka terhadap temannya yang sakit.
O memberi anak kesempatan terbuka akan sesama (toleransi)

f. Sharing Kelompok
a. Pemandu mengajak keluarga mensharingkan pandangan mereka tentang:
1. Tantangan dalam mempersiapkan anak-anak menjadi imam dan
biarawan-biarawati.
2. Nilai-nilai apa yang mereka pertimbangkan sehingga sehingga sulit
merelakan anaknya menjadi imam dan biarawan-biarawati?
3. Nilai-nilai apa yang mereka perjuangkan sehingga mereka merelakan
anak-anaknya menjadi imam dan biarawan-biarawati?
b. Pleno
g. Keluarga Memelihara Panggilan
Keluarga mendukung panggilan anaknya
Peran penting keluarga adalah memberi dukungan pada anaknya yang masuk
seminari,masuk biara, agar tetap semangat, bertekun, kuat dan akhirnya menjadi
biarawan-biarawatiyang kuat dan setia.
Menyetujui anaknya masuk seminari, aspiran, postulat, atau novisiat;
Memberi dukungan berupa perhatian, doa;
Kadang mengunjungi anaknya agar tetap bersemangat;
Kalau liburan anaknya diterima, didukung, disemangati;
Kalau krisis anaknya dibantu untuk dapat mengatasinya

3. Peneguhan
Setiap keluarga bertanggungjawab untuk masa depan Gereja dan masyarakat.
Gereja membutuhkan orang-orang yang rela mempersembahkan diri secara total
sebagai pelayan. Pelayan-pelayan ini (imam dan biarawan-biarawati) lahir dan
tumbuh dari keluarga. Maka keluarga harus berusaha menciptakan suasana yang
mendukung untuk itu lewat kesaksian hidup suami-istri yang salaing mencintai,
sabar, saling mendukung dan penuh pengampunan. Penting dikembangkan hidup
keagaamaan dan suasana religius di tengah keluarga dengan berdoa, baca kitab
suci, mengajar dan bina rohani lainnya. Kepekaan spiritual ini sangat penting
untuk menumbuhkan semangat panggilan dalam diri anak. Selain itu kepekaan
social juga harus diasah dengan nilai-nilai cinta, persahabatan, tolong-menolong,
keprihatinan dan toleransi. Dengan semua itu anak-anak berbagi baik secara
rohani maupun jasmani kepada sesama
4. Penutup
a. Doa Penutup
Ya, Tuhan sumber panggilan hidup kami. Kami bersyukur telah Engkau
ikutsertakan berkarya untuk pengembangan Kerajaan-Mu di dunia ini dengan
hidup berkeluarga. Melaluinya kami kami mendapatkan keturunan yang akan
meneruskan karya Gereja-Mu melalui orang-orang yang menjawab panggilan-Mu
secara khusus dengan menjadi imam dan biarawan-biarawati. Kami bersyukur
atas seminar hari ini yang mengingatkan dan menyadarkan kami akan tugas kami
mempersiapkan benih panggilan dan menyemaikannya dalam kehidupan keluarga
kami. Tanamkanlah semangat panggilan dalam diri anak-anak kami sehingga
ketika tiba waktunya mereka menjawab ya ketika Engkau memanggil mereka.
Dengan pengantaraan Kristus Tuhan kami. Amin
b. Lagu Penutup
Yesus Mengutus Murid-Nya PS. 692 (https://youtu.be/c9RYZTKChw0) atau lagu
lain yang sesuai.
1. Yesus, mengutus murid-Nya, pergi berdua-dua
Keluar masuk kota menjelajah semua desa
Bawalah kabar gembira, kepada yang miskin papa
Di tangan Sang Pencipta, semua ‘kan dapat berkah
Reff.:
Marilah kita pergi, bekerja di ladang Tuhan
Menaburkan yang baik di dalam hati orang
Menaburkan yang baik di dalam hati orang
2. Lagukan madah syukurmu, Tuhan bersama kita
Yang kau takuti apa, bila Tuhan penguat kita
Pada-Nya kita bersyukur semua telah diutus
Membawa penghiburan dan warta keselamatan
Reff.

Anda mungkin juga menyukai