Anda di halaman 1dari 23

Makalah Oral Biologi 4

Faktor Genetik dan Predisposisi Sistemik dari Penyakit Periodontal

Disusun Oleh:
Kelompok 5

Cheni Dwi Putri (04031181520001)

Anin Esta Rauna (04031181520002)

Nabilah Putri (04031181520003)

Rahmasari Zuleika (04031181520004)

Aulia Nulfah Harmita (04031181520005)

Nurul Annisa (04031181520006)


Wilda Hayati (04031981520075)

Dosen Pembimbing:

drg. Shanty Chairani, M.Si

198010022005012001

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2016/2017
A. GANGGUAN ENDOKRIN DAN PERUBAHAN HORMON
1. Diabetes
Diabetes merupakan penyakit metabolik kelebihan gula darah didalam tubuh. DM terbagi
menjadi DM tipe 1 dan tipe 2 dimana pada DM tipe 1 terjadi kerusakan fungsi pankreas
sehingga tidak bisa menghasilkan insulin, sedangkan pada DM tipe 2 terjadi resistensi
insulin.

Pada penyakit ini fungsi sel imun, termasuk neutrofil, monosit dan makrofag sering diubah.
Fungsi neutrofil seperti perlekatan, kemotaksis dan fagositosis diubah, menghambat
pertahanan melawan mikroorganisme dalam infeksi periodontal, sehingga secara signifikan
meningkatkan kerusakan membran periodontal.

Bakteri Patogen

Glukosa yang terkandung dalam cairan gingiva dan darah lebih tinggi pada individu dengan
diabetes daripada individu tanpa diabetes. Meningkatnya glukosa dalam cairan gingiva dan
darah pada pasien dengan diabetes dapat merubah lingkungan mikroflora, meliputi perubahan
kualitatif bakteri yang berpengaruh terhadap keparahan dari penyakit periodontal.

Pada DM tipe 1 bakteri yang dominan bersifat sakarolitik, artinya bakteri tersebut dapat
memecah gula sedangkan pada DM tipe 2 bakteri yang dominan bersifat asakarolitik, artinya
bakteri tersebut tidak dapat memecah gula dan menjadikan protein sebagai sumber energinya.

Efek diabetes pada penyakit periodontal:

1. Perubahan degeneratif vaskular


Pada pasien diabetes melitus terjadi perubahan vaskular, yakni banyaknya gula di
dalam darah sehingga mengakibatkan nutrisi. Oksigen, serta sel imun sulit untuk
migrasi secara normal. Hal ini mengakibatkan penurunan suplai oksigen dan nutrisi
pada sel, khususnya pada sel asinar, yakni sel pada kelenjar ludah. Hal ini
menyebabkan penurunan fungsi pada sel asinar sehingga kelenjar ludah mengalami
penurunan sekresi ludah. Sehingga pasien diabetes melitus dapat mengalami
xerostomia yang menyebabkan resistensi plak meningkat dan memicu perkembangan
penyakit periodontal.
2. Penundaan penyembuhan luka
Terhambatnya penyembuhan luka dihubungkan dengan penurunan growth factor dan
fungsi fibroblas. Pada pasien diabetes melitus terjadi kelebihan glukosa, sehingga
terdapat struktur glukosa pada protein. Hal inilah yang menyebabkan penurunan
fungsi dari growth factor. Meningkatnya glukosa pada cairan krevikular gingiva
menyebabkan penurunan fungsi fibroblas. Pada fibroblas terjadi penurunan fungsi
berhubungan dengan penurunan oksigen dan nutrisi . Fibroblas mengalami penurunan
asupan oksigen dan nutrisi menyebabkan penurunan fungsi fibroblas tersebut.
3. Peran AGEs (Advanced Glycation Endproducts)
Pada pasien hiperglikemia, terjadi pembentukan AGE. Protein dan lipid mengalami
glikasi non enzimatik sehingga terbentuklah AGE. Pada AGE akan berikatan dengan
reseptor AGE (RAGE) yang berada di makrofag dan sel endotelial. Kemudian akan
menyebabkan peningkatan produksi sitokin pro Inflamasi IL-1β dan TNF-α. Sitokin
pro inflamasi akan mengakibatkan kerusakan pada jaringan ikat.
Pada pasien diabetes terjadi perubahan sintesis, maturasi, pergantian homeostatik
kolagen. Dibawah kondisi hiperglikemia, fibroblast gingival terjadi penurunan
produksi kolagen. Kemudian, kolagen yang baru dibentuk rentan terhadap degradasi
oleh MMP seperti kolagenase. Serabut kolagen yang baru dibentuk terdegradasi oleh
kolagenase sedangkan serabut yang sudah ada diikat-silang oleh AGE (Advanced
Glycation Endproducts), sehingga menurunkan daya larut serabut-serabut tersebut.
Kejadian ini menyebabkan pergantian kolagen yang abnormal dan homeostatis
kolagen menjadi terganggu.
4. Penurunan fungsi neutrofil
Pada pasien diabetes, terjadi penurnan fungsi kemotaksis, perlekatan dan fagositosis
pada neutrofil. Apabila fungsi dari neutrofil terganggu maka akan mengakibatkan
jaringan rentan terhadap bakteri dan terjadinya perkembangan penyakit periodontal.
Neutrofil membunuh bakteri dengan membangun oxidative burst. Oxidative burst
memerlukan pembentukan NADPH. Dalam neutrofil, jalur fosfat pentose bertanggung
jawab untuk pembentukan NADPH dan ribose-5-phosphate untuk sintesis asam
lemak dan nukleotida. NADPH penting untuk oksidase NADPH dan aktivitas
glutation dalam neutrofil. Pada pasien diabetes, produksi NADPH berkurang, yang
nantinya menyebabkan penurunan fungsi neutrofil.
2. Hormon Seks Wanita

Kondisi gingiva saat:

a. Pubertas (Puberty Gingivitis)

Pubertas sering disertai dengan meningkatnya respon gingival terhadap iritasi local. Gejala
inflamasi yaitu warna merah kebiruan, odema, dan pembesaran dihasilkan dari factor local
yang merupakan respon ringan gingival.

b. Menstruasi

Selama masa menstruasi, prevalensi gingivitis meningkat. beberapa pasien mengeluhkan


perdarahan pada gingival. Eksudat dari inflamasi gingival meningkat selama menstruasi,
tetapi cairan gingival tidak terpengaruh. Mobilitas gigi tidak berubah secara signifikan selama
siklus menstruasi. Jumlah bakteri saliva meningkat selama menstruasi dan pada ovulasi
sampai hari ke-14 sebelumnya.

c. Kehamilan

Pada kehamilan bakteri yang dominan adalah Prevotella Intermedia. Hal ini berhubungan
dengan peningkatan hormon estrogen pada ibu hamil. Prevotella Intermedia mengambil
nutrisi dari estrogen pada kehamilan tersebut.

Gambaran mikroskopik penyakit gingival selama kehamilan merupakan inflamasi yang non
spesifik, tervaskularisasi, dan inflamasi yang proloferatif. Terdapat infiltrasi sel inflamasi
dengan odema disertai degenerasi epitel gingival dan jaringan ikat. Epithelium hiperplastik
dengan adanya retepeg, mengurangi permukaan yang berkeratin, dan bermacam derajat
intraselular dan odema ekstraselular dan infiltrasi oleh leukosit.
Kemungkinan interaksi antara bakteri-hormon dapat merubah komposisi plak dan
menyebabkan inflamasi gingival belum diamati secara luas. Kornmen dan loesehe
melaporkan bahwa flora subgingiva berubah menjadi anaerob selama kehamilan. Satu-
satunya mikro organisme yang meningkat secara signifikan adalah P. Intermedia.
Peningkatan ini berhubungan dengan peningkatan kadar estradiol secara sistemik dan
progesterone bersamaan dengan tendensi bleeding yang tinggi.Disimpulkan juga bahwa
selama kehamilan, penurunan respon limfosit – T maternal mungkin merupakan factor yang
dapat merubah respon jaringan terhadap plak.

Adanya gingivitis selama kehamilan dihubungkan dengan peningkatan kadar progesterone


dimana menyebabkan pelebaran mikrovaskularisasi gingival, sirkulatori stasis dan
meningkatnya kerentanan terhadap iritasi mekanis, semuanya menyebabkan cairan masuk ke
dalam jaringan perivaskuler. Peningkatan progesterone dan estrogen terjadi selama
kehamilan, dan berkurang setelah persalinan. Keparahan gingivitis bervariasi sesuai kadar
hormonal selama kehamilan.

Disimpulkan juga bahwa terjadinya gingivitis selama kehamilan terjadi dalam dua periode :
yaitu selama trimester pertama, ketika terjadi produksi gonadotropin yang berlebihan, dan
selama trimester ketiga, dimana estrogen dan progesterone berada pada level tertinggi.
Kerusakan sel mast pada gingival terjadi karena meningkatnya hormone seks dan resultan
yang dikeluarkan oleh histamine dan enzim proteolitik yang berperan pada respon inflamasi
terhadap factor local.

d. Menopause

Gingiva dan mukosa oral tampak kering dan mengkilat, bervariasi warnanya dari pucat
hingga kemerahan, dan mudah berdarah. Terdapat fisur pada mucobucal fold pada beberapa
kasus dan perubahan dapat terjadi pada mukosa vagina. Pasien mengeluhkan burning
sensation dan mulut kering, sehubungan dengan sensitivitas yang ekstrim terhadap perubahan
termis, sensasi rasa yang abnormal yang disebut salty, peppery atau sour dan sulit memakai
gigi tiruan sebagian lepasan.

Secara mikroskopis gingival menunjukkan atropi pada germinal dan prickle cell layers dari
epitel dan pada beberapa kasus daerah tersebut terdapat ulserasi.
Gejala dari Menopausal Gingivostomatitis memiliki beberapa derajat perbandingan terhadap
kronik desquamative gingivitis . Gejala tersebut sama dengan Menopausal Gingivostomatitis
kadang-kadang terjadi setelah ovariektomi atau sterilisasi oleh radiasi pada saat terapi
neoplasma ganas.

3. Stress
Stres sangat memengaruhi keadaan psikologik termasuk emosi, faktor kognitif,
perilaku, yang dapat menyebabkan atau menimbulkan sakit. Stres ditemukan sebagai faktor
perusak penting dari regulasi homeostasis seperti antara bakteri oral dan sistem imun inang
baik secara langsung melalui mediator biokimiawi ataupun secara tidak langsung melalui
ketidakpatuhan dan perilaku yang mengganggu kesehatan.

Stres psikososial ditemukan turut berperan sebagai penyebab ataupun memperberat


penyakit kronis yang sudah ada melalui sistem psikoneuroimunologi dan imuno-
endokrinologi. Bergantung persepsi dan penanggulangan penderitanya, stress menyebabkan
terganggunya sistem imun inang dan meningkatkan kepekaan terhadap terjadinya berbagai
penyakit terutama yang berkaitan dengan mekanisme imunologi.

Penyakit dapat terjadi secara langsung melalui proses fisiologis, atau secara tidak
langsung melalui perilaku yang berisiko terhadap status sehat. Penderita penyakit yang
berkaitan dengan stress umumnya peka terhadap penyakit periodonsium.

Mekanisme Terjadinya Penyakit Akibat Stres

Reaksi setiap individu terhadap stress bergantung pada kepribadian individu yang
bersangkutan maupun cara koping stress tersebut.

Jika koping atau penanggulangan stress tidak baik misalnya stress dihadapi dengan
penuh emosi, stress akan dirasakan oleh susunan saraf pusat dalam hal ini hipotalamus
sebagai respons yang mengakibatkan dikeluarkannya corticotropic releasing hormone
(CRH). Keadaan ini berjalan secara kronis, dan CRH menstimulasi kelenjar pituitari
menyekresikan hormone adreno-kortikotropik (ACTH). Lalu ACTH menstimulasi korteks
adrenal mengeluarkan kortisol. Kortisol akan menekan fungsi imun terutama SIgA, IgG, dan
sel neutrofil. Akibatnya, mudah terjadi infeksi. Banyaknya mediator interleukin 1 (IL-1) dan
matriks metalloproteinase yang terproduksi menyebabkan terjadinya penyakit kronis di
antaranya penyakit periodonsium.

Dengan koping stres secara baik, sistem saraf pusat akan mentransmisikan respons
stres kepada sistem saraf otonom. Jalur ini terjadi secara akut yang menstimulasi medulla
adrenal menyekresikan norepinefrin dan epinefrin. Jika koping stress baik, sekresi
norepinefrin dan epinefrin masih mengganggu individu yang terkait, menyebabkan kedua
katekolamin tersebut diproduksi terus. Kedua katekolamin ini dapat mengaktifkan produksi
dan sekresi berlebihan dari prostaglandin (PG) dan protease, dengan akibat meningkatnya
destruksi di jaringan periodonsium.

4. Obesitas

Hubungan obesitas dengan penyakit periodontal juga diduga didasarkan pada efek
sitokin proinflamasi yang dilepaskan oleh makrofag karena nekrosisnya sel adiposit. Pada
obesitas terjadinya hipertrofi sel adiposit yakni bertambah besarnya ukuran dari sel adiposit.
Hal ini menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah. Apabila aliran darah menjadi berkurang
maka suplai nutrisi dan oksigen menjadi terhambat sehingga sel tidak mendapatkan asupan
oksigen (hipoksia) dan menyebabkan sel menjadi nekrosis. Hal ini menyebabkan makrofag
lebih mudah menginfiltrasi ke dalam sel. Makrofag akan mensekresikan sitokin pro inflamasi
yakni TNF-α dan Il-6 dan memicu terjadinya periodontal disease. TNF-α dan Il-6 juga
menghambat kerja dari fosforilasi tirosin kinase yakni reseptor dari insulin sehingga
menyebabkan insulin menjadi resisten. Resistensi insulin berhubungan dengan diabetes
meilitus tipe 2 dan akan berhubungan dengan periodontal disease.

Selain itu, peningkatan sitokin pro-inflamasi yang dihasilkan oleh periodontitis


menyebabkan peningkatan kadar lipid serum kronis yang parah, mengubah fungsi sel
kekebalan tubuh dan mengakibatkan peningkatan produksi sitokin pro-inflamasi dengan
PMN dan penurunan produksi faktor pertumbuhan dari jaringan makrofag, mengurangi
kapasitas perbaikan jaringan dan menyebabkan kerusakan jaringan lebih lanjut, selain itu
monocytic hyperresponsive mengakibatkan peningkatan lebih lanjut dari serum sitokin pro-
inflamasi dan lipid.
5. Kelainan Hematologi

Sel-sel darah berperan penting dalam pemeliharaan jaringan periodonsium yang sehat
Sel Darah Putih  reaksi inflamasi
 pertahanan seluler,
 pelepasan sitokin proinflamasi
Sel Darah Merah  Pertukaran gas
 Suplai Nutrisi
Trombosit  Hemostasis yang normal
 Perekrutan sel selama peradangan
dan penyembuhan luka

Defisiensi respon imun host dapat mengarah kepada keparahan destruksi lesi periodontal.
Defisiensi tersebut ada yang primer (diwariskan) atau sekunder (diperoleh) dan disebabkan
oleh terapi obat immunosuppresif atau kerusakan patologi dari sistem limfoid.

1. Gangguan Neutrofil

a. Neutropenia

Neutropenia adalah kelainan darah yang menyebabkan rendahnya tingkat sirkulasi neutrofil.
Jumlah neutrofil mutlak (absolute neutrophil count/ ANC) pada pasien neutropenia
bervariasi.

b. Agranulositosis

Agranulositosis adalah neutropenia yang lebih parah dimana selain melibatkan neutrofil juga
melibatkan basofil dan eosinofil. ANC dari individu agranulositosis memiliki ANC kurang
dari 100 sel/ μL.

2. Leukemia

Leukemia adalah suatu keganasan sel darah yang berasal dari sumsum tulang dengan ditandai
adanya peningkatan sel darah putih abnormal, yang memiliki ciri-ciri berikut:
 Pergantian sumsum tulang dengan proliferasi sel leukemik;
 Jumlah dan bentuk abnormal dari WBC yang tidak matang dalam sirkulasi darah;
 Penyebaran infiltrasi dalam hati, limpa, nodulus limfe dan daerah tubuh lain.

Leukemia cenderung mengganti komponen normal dari elemen sumsum tulang dengan sel-
sel leukemik, hal itu menyebabkan menurunnya produksi normal dari RBC, WBC, dan
platelet sehingga nantinya mengarah pada anemia, leukopenia dan trombositopenia.

Penurunan jumlah sel darah Efek terhadap jaringan periodontal

Anemia Okigenasi jaringan yang rendah,


menyebabkan jaringan periodontal menjadi
lebih rapuh dan rentan terhadap kerusakan.

Leukopenia Pertahanan selular menjadi rendah dan


meningkatkan kerentanan terkena infeksi.

Trombositopenia Kecenderungan pendarahan, bisa terjadi pada


jaringan manapun, khususnya sulkus gingiva.

6. Nutrisi
1. Defisiensi vitamin
a. Kekurangan vitamin larut lemak
Vitamin A, D, E, dan K termasuk vitamin yang larut dalam lemak.Vitamin larut
lemak yang diserap melalui saluran usus dengan bantuan lipid (lemak). Kemungkinan besar
menumpuk di dalam tubuh, vitamin yang larut dalam lemak lebih cenderung menyebabkan
hypervitaminosis daripada vitamin yang larut dalam air. Tanda-tanda pertama dari
kekurangan beberapa mikronutrien terlihat pertama dalam mulut, seperti glositis, cheilitis,
dan radang gusi
Pada defisiensi vitamin A terjadi hyperkeratosis dan hyperplasia pada gingiva dengan
kecenderungan pembentukan poket periodontal yang meningkat. Pada defisiensi vitamin D
terjadi osteoporosis pada tulang alveolar, osteoid yang membentuk pada tingkat normal,
tetapi tetap tidak terkalsifikasi, kegagalan osteoid untuk menyerap, yang mengarah ke
akumulasi yang berlebihan, pengurangan lebar ligamen periodontal, tingkat normal
pembentukan sementum, tetapi kalsifikasi rusak dan beberapa resorpsi, dan distorsi pola
pertumbuhan tulang alveolar. Pada vitamin E mempercepat penyembuhan luka pada gingiva.

b. Kekurangan vitamin larut air


Vitamin B dan C termasuk vitamin larut dalam air. Vitamin yang larut dalam air larut
dalam air dan secara umum dapat segera dikeluarkan dari tubuh, asupan harian begitu
konsisten penting. Pada defisiensi vitamin B terjadi gingivitis, glositis, glossodynia, angular
cheilitis, dan inflamasi seluruh mukosa rongga mulut. Pada defisiensi vitamin C terjadi
gingivitis dengan pembesaran, hemoragik, gingiva merah kebiruan.

2. Protein
Hasil deplesi protein di hypoproteinemia dengan banyak perubahan
patologis. Kekurangan protein telah terbukti menyebabkan perubahan pada periodonsium,
seperti degenerasi jaringan ikat gingiva dan ligamen periodontal, osteoporosis tulang
alveolar, deposisi gangguan sementum, tertundanya penyembuhan luka dan atrofi dari epitel
lidah .

3. Hipopospatasia
Hypophosphatasia adalah penyakit keturunan yang jarang terjadi, gejala klinis satu
yang sering yaitu kehilangan dini gigi sulung. Deposisi mineral seperti kalsium dan fosfat
juga terpengaruh. Akibatnya ada tulang yang rusak dan mineralisasi sementum. Hal ini
diyakini sebagai sumber perubahan gigi yang terlihat di hypophosphatasia. Perubahan gigi
terutama mempengaruhi gigi primer. Perubahan ini mungkin termasuk hipoplasia sementum,
kalsifikasi tidak teratur pada dentin, ruang pulpa membesar dan penurunan ketinggian tulang
alveolar. Sebuah teori yang lebih baru menunjukkan bahwa meskipun sementum adalah
hipoplasia resorpsi sebenarnya sementum yang terjadi karena serangan bakteri. Tanda-tanda
klinis oral Hypophosphatasia adalah hilangnya dini gigi primer dengan atau tanpa riwayat
trauma ringan. Pada radiografi terlihat ruang pulpa membesar dan penurunan ketinggian
tulang alveolar.Histologi gigi yang ditandai dengan kurangnya sementum.
Tabel:
B. FAKTOR GENETIK PADA PENYAKIT PERIODONTAL

Secara umum, penyakit periodontal terdiri dari dua macam, yaitu periodontitis agresif
dan periodontitis kronis. Periodontitis adalah infeksi kronis yang disebabkan oleh berbagai
jenis mikroba. Kehadiran bakteri pada area sulkus gingiva menyebabkan inflamasi dan dapat
berlanjut pada kerusakan ligamen periodontal dan tulang alveolar, sehingga menyebabkan
hilangnya gigi. Kerusakan jaringan yang disebabkan oleh bakteri tergantung dari respons
imun host.

Salah satu faktor penyebab keparahan periodontitis adalah gen modifikasi-penyakit.,


Karena periodontitis merupakan penyakit yang multifaktorial, faktor genetik dan kebiasaan
lain dapat berpengaruh pada perkembangan penyakit.

A. Latar Belakang Genetik

1. Mutasi
Mutasi adalah perubahan permanen dalam urutan DNA yang membentuk gen,
berupa perubahan urutan rantai DNA yang terdiri dari protein dan polopeptida
sehingga urutannya berbeda dari apa yang ditemukan pada kebanyakan orang
Mutasi spesifik telah diidentifikasi sebagai dasar genetik berbagai kondisi
sindrom, seperti gen cathepsin-C pada sindrom PapillonLefevre, gen CHS pada
sindrom Chédiak-Higashi, dan rantai gen β-2 integrin pada defisiensi leukosit
adhesi tipe 1. Keterlibatan kondisi sindrom dengan periodontitis menunjukkan
bahwa transmisi genetik sederhana (Mendel) membuat mutasi genetik gen tunggal
dapat meningkatkan keparahan periodontitis pada pasien tersebut. Namun,
penyakit genetik ini sangat jarang dan tidak membentuk periodontitis secara
umum, karena faktor penting lainnya juga dapat memodifikasi risiko penyakit.
secara lengkap, beberapa sindrom yang berkaitan dengan penyakit periodontal
akan diulas pada pembahasan selanjutnya.
2. Polimorfisme
Poliferasi adalah variasi genetik pada suatu individu. Karena variasi gen (alel)
mengubah keparahan penyakit, maka dapat disebut sebagai variasi fungsional
yang dapat muncul dalam frekuansi tinggi pada populasi umum. Ketika alel
spesifik muncul setidaknya 1% dari populasi, maka ini disebut polimorfisme
genetik.
Polimorfisme timbul sebagai akibat dari mutasi. Jenis yang paling
sederhana dari hasil polimorfisme dari mutasi berbasis tunggal yang
menggantikan satu nukleotida yang lain, disebut sebagai polimorfisme nukleotida
tunggal (SNP). Jenis lain polimorfisme adalah restriction fragment length
polymorphism (RFLP) dan simple tandem repeat (STRs), yang terdiri dari alel
relevan atau nucleotide repetition. Jumlah SNP merupakan penentu penting dalam
kerentanan penyakit secara umum, penyakit genetik yang kompleks seperti
periodontitis kronis.

Gambar 1: Hubungan antara polimorfisme pada penyakit periodontal dengan sitokin, HLA
gen, reseptor inflamasi, dan reseptor vitamin D

Sitokin
inflamasi dan
anti-inflamasi,
IL-1, IL-2, IL-4,
TNF-α, IL-10

Pengenal Antigen Reseptor yang


HLA berhubungan
Polimorfisme dengan inflamasi,
CD 14 genotip pada
penyakit
TNF reseptor 2,
nFMLP TLR-2TLR-4,
periodontal
FcγRIIa, FcγRIIb,
FcγRIIIa, FcγRIIIa

Metabolisme
Reseptor Vitamin D
Matrix
Metalloproteinase 1
Esterogenreceptor-a
Tabel 1: Hubungan antara polimorfisme genetik dengan perubahan kerja gen

Polimorfisme Hubungan terhadap periodontitis akibat


Sel yang berperan Fungsi dan Karakteristik
pada polimorfisme
Sitokin
- IL-1 Sel Terdiri dari IL-1α dan IL-1β yang agonis, dan IL-1Ra sebagai IL-1α memiliki hubungan lemah, sementara IL-1β
monosit/makrofag, inhibitor. IL-1α dan IL-1β umumnya berfungsi sebagai mediator memiliki hubungan sedang terhadap periodontitis.
sel epitel inflamasi dan berkontribusi dalam kerusakan jaringan ikat dan
resorpsi tulang.

- IL-2 Limfosit Merupakan sitokin pro-inflamasi yang merupakan derivate dari sel Terdapat pendapat bahwa IL-2 memiliki peran aktif
Th1, yang menginduksi aktivasi sel B dan stimulasi makrofag, sel dalam penyakit periodontal
NK, sel T proliferasi, dan aktivitas osteoklas pada resorpsi tulang.
- IL-4 Sel T helper Merupakan sitokin yangdirilis oleh sel T helper 2 dan berperan Banyak studi memnunjukkan tidak terdapat peran
dalam menstimulasi sel B untuk aktif. Pada sel B belum aktif dan signifikan pada IL-4 polimorfisme pada penyakit
makrofag, IL-4 menunjukkan peningkatan ekspresi MHC II. periodontal, namun terdapat dua penelitian yang
merujuk bahwa IL-4 berperan dalam agresif dan
kronis periodontitis.
- IL-6 Monosit, makrofag, Sitokin ini dirilis oleh banyak sel, seperti monosit, makrofag, dan Penelitian menyebutkan bahwa IL-6 polimorfisme
dan sel Th2 sel Th2. IL-6 berperan dalam proliferasi sel B untuk berdiferensiasi menunjukkan peran penting dalam penurunan serum
menjadi sel plasma, dan juga menstimulasi sekresi antibody. IL-6 di krevis gingival dan menaikkan kerentanan
host.
- IL-10 Sel Th2 Merupakan factor inhibitor sintesis sitokin yang dirilis oleh sel Th2 Studi menyebutkan bahwa ada kemungkinan
dan menurunkan ekspresi MHC II pada APC. Selain itu, IL-10 penurunan kerja IL-10 menghasilkan auto-antibodi
bersama dengan IL-4 juga menurunkan aktivitas inflamasi yang lebih tinggi sehingga memperparah kerusakan
makrofag, dan dapat menjadi sitokin penting dalam regulasi system jaringan.
imun.
- TNF-α Sitokin ini berfungsi menginduksi resorpsi tulang secara tidak Pada beberapa studi, disimpulkan bahwa tidak
langsung dengan mempengaruhi produksi nfaktor diferensial terdapat hubungan yang signifikan antara
osteoklas, reseptor activator NF-kB ligan (RANKL), OPG, dan polimorfisme TNF-α dengan penyakit periodontal.
secara langsung dengan meningkatkan proliferasi osteoklas.
HLA gen MHC 1 pada semua Human leukocyte antigens (HLA) (disebut juga MHC) termasuk ke Beberapa studi menunjukkan bahwa tidak terdapat
sel, kecuali SDP dalam respons imun humoral dengan mengenali antigen asing. hubungan signifikan antara polimorfisme HLA
MHC 2 pada sel B Kompleks HLA memainkan peranan penting dalam respons imun, dengan periodontitis. Namun, ada kemungkinan
dan T, makrofag termasuk mengenali antigen dari pathogen periodontal. bahwa pasien dengan genotip HLA-DRB1*1501-
DQB1*0602 dapat mempercepat jalannya respon sel
T dan meningktakan kerentanan terhadap
periodontitis.
CD 14 Neutrofil, CD14, merupakan glikoprotein terlokalisir pada permukaan sel Akibat polimorfisme, CD 14 dapat mengalami
monosit/makrofag, myeloid, berfungsi sebagai reseptor pengenal pada beberapa produk perubahan fungsi, yaitu tidak dapat mengenali
dan fibroblast bakteri, seperti LPS. Diekspresikan pada neutrofil, antigen atau sedikit jumlahnya.
monosit/makrofag, dan fibroblast yang hadir pada penyakit
periodontitis.
Reseptor
- FcγR Makrofag, neutrofil Leukocyte IgG receptors (FcgR) menjadi penghubung antara Beberapa penelitian menunjukkan bahwa
system imun humoral dan seluler. Polimorfisme FcγR polimorfisme Fcg pada penyakit periodontal kronis,
mempengaruhi efek respons seluler, dan dapat berhubungan dengan agresif, dan sukar disembuhkan pada populasi etnis
penyakit inflamasi dan keparahan penyakit. Leukosit ini berasal yang berbeda
dari Ig superfamili dan dibagi menjadi tiga kelas yang berbeda pada
distribusi sel afinitas IgG, yaitu FcgRI (CD64), FcgRII (CD32), and
FcgRIII (CD16), meliputi sedikitnya 12 isoform. FcgR
menginduksi fungsi efektor leukosit, seperti fagositosis, sitotoksik,
produksi sitokin, degranulasi, presentasi antigen, and regulasi of
produksi antibodi.
- TLR Sel myeloid TLR merupakan inisiator penting dalam system imun bawaan, yang Beberapa studi menunjukkan bahwa tidak terdapat
(Toll-like dapat mengenali bermacam-macam produk mikroba yang hubungan signifikan antara polimorfisme TLR
receptor) dikelompokkan dan deketahui sebagai pola molecular yang dengan periodontitis.
berhubungan dengan pathogen (PAMP). Jalur sinyal diaktivasi
hingga memuncak pada induksi protein pro-inflamasi yang
menggerakkan system imun bawaan dan didapat.
- MMP Makrofag, PMN, dan Matrix metalloproteinase (MMP) merupakan famili besar calcium- Beberapa investigasi mengungkapkan hubungan
(Matrix sel-sel yang memiliki dependent zinc-containing endopeptidases, yang bertanggung antara polimorfisme gen MMP dengan periodontitis.
metallopro nukleus jawab terhadap remodeling jaringan dan degradasi matriks Namun, karena terbatasnya penelitian, untuk
teinase) ekstraseluler. menarik hubungan antara SNP MMP dengan
Pada kondisi patologis, keseimbangan MMP berubah menyebabkan periodontitis sedikit sulit.
peningkatan aktivitas MMP, dan menyebabkan kerusakan jaringan.
Vitamin D Sel NK , sel T, dan Reseptor vitamin D merupakan hormon intraseluler yang secara Polimorfisme vitamin D receptor Taq-I TT
Reseptor sel B, makrofag. spesifik mengikat bentuk aktif vitamin D (1,25-dihydroxyvitamin berhubungan dalam skala sedang terhadap kehadiran
(VDR) D3 or calcitriol) dan berinteraksi dengan nucleus sel target untuk dan progress periodontitis pada perokok, namun
memproduksi berbagai efek biologis. Memiliki efek tidak terdeteksi hubungan signifikan pada individu
imunomodulator pada banyak sel imun. tidak merokok.
Sindrom-sindrom yang berhubungan dengan penyakit periodontal :

1. Sindrom Papiliom-Lefevre
Papiliom-Lefevre syndrome (PLS) merupakan penyakit pada autosomal-resesif yang
disebabkan oleh mutasi cathepsin C yaitu gen yang berlokasi pada kromosom 11q14. Gen
cathepsin c penting dalam pertumbuhan struktur dan perkembangan kulit dan sangat penting
untuk respon kekebalan. Gen ini juga berkaitan dengan koordinator aktivasi protease serin
(berasal dari sel neutrofil) di sel imun/radang. Mutasi pada gen cathepsin C dapat
menyebabkan gangguan aktivasi serin protease pada sel-sel imun. Sehingga menurunkan
produksi kemokin dan sitokin di sel yang terjadi infeksi. Penurunan produksi kemokin dan
sitokin menyebabkan PMN tidak ada pada daerah infeksi. Sehingga menyebabkan penurunan
fungsi kemotaksis dan fagositosis sel radang polimorfonuklear. Inflamasi yang meningkat,
sehingga terjadi kerusakan pada tulang alveolar dan kolagen pada ligament periodontal.
Sindrom Haim-Munk
Sindrom Haim-Munk atau keratosis palmoplantaris disertai periodontopathia dan
onychogryposis merupakan kongenital palmoplantar keratosis dan kerusakan periodontal
yang berlanjut dari fase awal, penemuan klinis mengatakan bahwa sindrom ini memiliki
karakteristik pyogenic berulang pada kulit yang terkena infeksi, acroosteolysis, perubahan
atropik dari kuku, arachnodacty, bentuk jari yang meruncing berbentuk cakar.
Sindrom ini diakibatkan mutasi gen cathepsin c. Adanya destruksi progresif early
onset periodontitis. Terdapat juga inflamasi gingiva dan destruksi tulang alveolar.6
2. Sindrom Ehlers-Danlos
Sindrom Ehlers-Danlos yang dikenal juga dengan sebutan dystrophia mesodermalis
dan fibrodysplasia elastica generealisatica, merupakan kelompok heterogen dari penyakit
keturunan pada jaringan ikat, yang berefek pada kulit, ligamen, sendi, mata, dan sistem
vaskular. EDS dibagi menjadi 11 tipe berdasarkan klinis, genetik dan biokimiinya. EDS
disebabkan oleh mutasi gen ADAMIS2, COL1A1, COL1A2, COL3A1, COLA5A2, PLOD1,
TNXB.
Pada sindrom Ehler-Danlos, penyakit periodontal dapat dihubungkan dengan sindrom
tipe IV dan tipe VIII. Terdiri dari koleksi kelainan jaringan ikat yang dikarakteristikkan oleh
defek sintesis kolagen. Individu dengan tipe IV dan VIII mewariskan defek pada bentuk
autosomal dominan dan dapat meningkatkan kerentanan terhadap periodontitis.
3. Neutropenia Cyclic
Neutopenia cyclic disebabkan olehmutasi gen ELANE. Gen ELANE berupa protein
yang disebut elastase neutrofil. Ketika tubuh mulai melakukan respon imun untuk melawan
infeksi, neutrofil melepaskan elastase neutrofil. Protein ini memiliki peranan penting dalam
proses inflamasi dan melawan infeksi bakteri karena memiliki fungsi degenerasi. Mutasi gen
ELANE menyebabkan protein elastase terakumulasi pada neutrofil dan menyebabkan
kerusakan serta kematian pada neutrofil. Kematian netrofil ini menyebabkan pemendekkan
umur neutrofil dan terjadilah neutropenia.6
4. Familial neutropenia
Familial neutropenia diwariskan melalui autosomal dominant, dan pada pasien
neutrofil tidak dibebaskan sempurna dari sum-sum tulang. Monositosis sedikit terjadi,
mungkin sebagai kompensasi neutropenia moderat. Manifestasi periodontal meliputi
pembengkakan serta kemerahan pada gingiva, yang sering hiperplastik dan disertai dengan
hilangnya tulang periodontal.6

5. Sindrom Chediak-Higashi
Karena diwariskan sebagai sifat autosomal resesif, sindrom Chediak-Higashi
merupakan suatu penyakit yang jarang terjadi. Sindrom Chediak-Higashi adalah penyakit
yang disebakan oleh mutasi gen LYST. Gen ini memainkan peran penting dalam transportasi
bahan ke dalam struktur selular yang disebut lisosom. Meskipun gen LYST berpengaruh
terhadap fungsi normal lisosom, namun tidak diketahui pasti fungsi sebenarnya dari gen ini.
Dari beberapa penelitian, diduga bahwa LYST berpengaruh dalam menentukan ukuran serta
regulasi lisosom antar sel.

Mutasi pada gen ini mengganggu fungsi normal dari protein lysosomal trafficing
regulator. Yang kemudian mengganggu ukuran, struktur, dan fungsi lisosom dan struktur
terkait dalam sel. Neutrofil mengandung lisosom yang besar dan abnormal yang bisa berfusi
dengan fagosom, namun kemampuannya untuk melepas kandungannya sangat lemah.
Akibatnya, pembunuhan terhadap mikroorganisme yang dimakan pun tertunda. Pasien
dengan Sindrom Chediak-Higashi biasanya rentan terhadap infeksi berulang yang lebih parah
atau lebih lama.6

6. Defisiensi Adhesi Leukosit (LAD)


Merupakan suatu penyakit yang diwariskan sebagai autosomal resesif. Pada umunya,
penyakit ini memblok interaksi sel leukosit endotelial. Manifestasinya dapat berupa gingivitis
parah yang progresiv dengan kehilangan gigi susu dini, diikuti dengan kehilangan dini gigi
permanen, bone loss atau total. Permukaan yang mengerosi sementum dan dentin merupakan
penyebab terjadinya kehilangan percepatan yang cepat.6

a. Tipe I
Disebabkan oleh kegagalan dalam memproduksi gen CD18 (protein yang
terdapat pada manusia yang dikodekan sebagai gen ITGβ2). CD18 dibutuhkan
leukosit untuk melekat ke pembuluh darah di tempat infeksi. Terjadinya mutasi
menyebabkan penurunan perlekatan leukosit ke endotel varkuler di lokasi infeksi.
Dengan penurunan ini, leukosit tidak bisa bermigrasi ke tempat infeksi. Apabila hal
itu terjadi bakteri penyebab infeksi terus berkembang dan melakukan perlawanan
terhadap pertahanan host. Akibatnya, terjadilah peningkatan inflamasi di daerah
infeksi.
b. Tipe II
Disebabkan oleh mutasi gen SLC35C1 sehingga tidak terjadi pengkodean
Guanosine 5’ Diphospate (GDP)-fucose transporter-1 di badan golgi sel,
mengakibatkan :
 Penurunan Ligan L-Selektin, dimana Ligan L-Selektin berfungsi mendukung
pelepasan stem cell dari sumsum tulang menuju aliran darah yang selanjutnya
akan berperan besar dalam regenerasi sel tubuh.
 Penurunan ekspresi antigen sLe, apabila terjadi penurunan tersebut, akan
mengakibatkan penurunan regulasi sistem imun sehingga menyebabkan
terjadinya early tooth loss.
7. Sindrom Marfan
Sindrom Marfan, adalah gangguan autosomal dominan yang mempengaruhi jaringan
ikat. Terjadi akibat mutasi gen FBN1. Gen FBN1 menyediakan instruksi untuk pembuatan
protein yang disebut-fibrilin 1. Fibrilin adalah suatu glikoprotein yang merupakan bagian
integral dari jaringan ikat pada tubuh (misalnya ligamen, pembuluh darah dan lensa mata).
Fungsi normal fibrilin-1 adalah menghasilkan mikrofibril. Mikrofibril adalah filamen benang
yang merupakan bagian dari serat elastik yang memberikan kekuatan dan fleksibilitas untuk
jaringan ikat. Selain itu, mikrofibril memegang peranan penting untuk mengontrol faktor
pertumbuhan (TGF-β) untuk inaktif. Pada saat dilepaskan dari mikrofibril maka akan
menyebabkan pertumbuhan terus menerus jaringan tubuh yang bersangkutan.
8. Sindrom down
Sindrom Down termasuk penyakit kongenital yang disebabkan oleh kelainan
kromosom 21 dan ditandai dengan defisiensi mental dan pertumbuhan yang terhambat.
Penyakit periodontal pada orang-orang dengan sindrom Down ditandai dengan pembentukan
pocket periodontal dalam dan berhubungan dengan akumulasi plak berat dan moderet
gingivitis. Temuan ini biasanya umum, dan cenderung lebih parah di daerah anterior bawah.
Resesi moderat kadang-kadang terlihat di daerah ini juga sehingga penyakit bisa berkembang
cepat. Pada prevalensi tinggi, terjadi peningkatan keparahan kerusakan periodontal yang
diakibatkan oleh miskinnya PMN kemotaksis, dan fagositosis.

Pada pasien dengan keterbelakangan mental yang terkait dengan sindrom Down,
prevalensi ditemukannya oral hygiene pasien yang rendah lebih tinggi dikarenakan
kemampuan mereka untuk menjaga kebersihan mulut seperti menyikat gigi dan kontrol plak
sulit di lakukan dan akibatnya meningkatkan kerentanan mereka terhadap periodontitis. 6
Autosomal Dominan Autosomal Resesif

Gen
ELANE LYST CD18 SLC35C1 Catepsin C Kromosom 21
ADAMTS2,
Gen FBN1 Belum
COL1A1,
COL1A2, Diketahui
COL3A1, Neutrophil ↓ ↓ Over expression
COLA5A2, elatase Lisossomal Perlekata Pengekspresian Gangguan SOD1,
↓ produksi ↓ Jumlah
Gangguan
PLOD1, TNXB
protein
Enzym n leukosit ligan pada aktivasi asam COL6A1, ET2,
sitokin endotel selektin E & P serin amino CAF1A, CBS,
fibrilin-1 mediator vaskuler DYRK1A,
(Leukosit) protease sel- catepsin
Cacat dalam struktur Lisossomal di tempat CRYA1, GART,
Penurunan sel imun
kolagen yaitu fibril infeksi
kolagen PMN tidak Enzym fungsi dan
perubahan
hadir di Degradasi
↓ produksi ukuran ↓ Ligan selektin ↓ Limfosit T, Down
mikrofibril daerah lisosom L & perlekatan Mental
disfungsi kolagen Elatase Sel NK, Sel
inflamasi Leukosit tidak terjadi
terakumulasi Mast, PMN
tidak
pada PMN bermigras
Hipermobilitas ↓ TGF-β i ke OH Buruk
tempat Haim- Papillo
ligament & fleksibilita Chediak
Pemendekan infeksi Munk n
hiperekstensibilita s jaringan Higashi LAD Type II
Inhibitor siklus hidup Leferve
s jaringan tubuh ikat
limfosit PMN Retensi Plak
termasuk mukosa
mulut. LAD Type I

Neutropenia
Kerusakan jaringan ikat dan
Neutropenia Siklik
kehilangan gigi dini Familial
Penurunan Fungsi Respon imun

Ehler Danlos Marfan


Infeksi Bakteri Meningkat

Kerusakan Jaringan Periodontal


Daftar Pustaka

1. Periodontology, American Academy. 2001. Glossary of periodontal terms 4th Ed.


Chicago, Ill. : American Academy of Periodontology.
2. Newman Michael G, Takei Henry H, Carranza Fermin A. 2015. Carranza's clinical
periodontology 12th Ed. Missouri, USA : Elsevier - Saunders.
3. Shaddox L, Wiedey J, Bimstein E, Magnuson I, Clare-Salzer M, Iaukhil I, et al. 2010.
Hyper-responsive Phenotype in localized aggressive periodontitis. J Dent Res. 2010
Feb; 89(2): 143–148.
4. Bouziane A, Benrachadi L, Redouane A, Oumkeltoum E. 2014. Outcomes of
nonsurgical periodontal therapy in severe generalized aggressive periodontitis. J
Periodontal Implant Sci. 2014 Aug; 44(4): 201–206.
5. Shantipriya Reddy. 2011. Essentials of Clinical Periodontology and Periodontics
,Third Edition. JPBMP
6. Dumitrescu Alexandrina L. 2010. Etiology and Pathogenesis of Periodontal Disease
Norway : Sringer-Verlag Berlin Heidelberg

Anda mungkin juga menyukai