Anda di halaman 1dari 21

ANALISIS DESAIN KURSI TUNGGU ERGONOMIS

UNTUK MAHASISWA PTM ANGKATAN 2016


Dosen Pembimbing : Towip, S.Pd., M.T.

Disusun oleh ;
Dedi Usman Munandar (K2516015)
Vicky Satria Pramudita (K2516069)

PENDIDIKAN TEKNIK MESIN


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2019
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ergonomi adalah ilmu, seni dan penerapan teknologi untuk
menyerasikan atau menyeimbangkan antara segala fasilitas yang digunakan
baik dalam beraktivitas maupun istirahat dengan segala kemampuan,
kebolehan dan keterbatasan manusia baik secara fisik maupun mental sehingga
dicapai suatu kualitas hidup secara keseluruhan yang lebih baik (Tarwaka,
2015).
Antropometri merupakan salah satu ilmu terapan dalam bidang
ergonomi yang sangat berguna dalam tercapainya kinerja desain yang efektif
dan produktifitas tinggi. Dewasa ini, penelitian mengenai antropometri
telah banyak dilakukan oleh manusia dewasa dengan umur 19-22 tahun
khususnya dalam perancangan desain. Chuan et al (2010) mengumpulkan
245 laki-laki dan 132 perempuan warga negara Indonesia serta 206 laki-laki
dan 109 perempuan warga negara Singapura sebagai subjek penelitian
pengukuran yang dapat menyajikan informasi antropometri terbaru.
Selanjutnya, penelitian tersebut menjadi referensi perbedaan antara
warga negara Indonesia dan Singapura sehingga desainer dapat
memberikan ukuran kisaran produk sesuai dengan target yang dituju.
Saat ini, antropometri lebih memiliki banyak kegunaan dan fungsi
praktis, sebagian besar dari mereka telah memulainya. Sebagai contoh, data
antropometri digunakan untuk menilai status gizi, untuk memantau
pertumbuhan anak-anak, untuk mendesain bagi keperluan orang cacat maupun
lansia dan untuk mendesain peralatan perkantoran dan pabrik-pabrik dan
bahkan telah merambat ke berbagai aspek kehidupan sehari-hari (Tarwaka,
2015).
Perubahan waktu secara perlahan-lahan telah merubah manusia dan
keadaan. Disini manusia berusaha mengadaptasikan dirinya menurut situasi
dan kondisi lingkungannya. Banyak bukti yang menunjukkan perubahan
manusia untuk menyesuaikan diri dengan kondisi alam yang ada di sekitar
lingkungannya serta ditunjukkan oleh perkembangan kebudayaan dari waktu
ke waktu. Manusia melakukan perubahan rancangan peralatan-peralatan yang
dipakai adalah untuk memudahkan di dalam mengoperasikan penggunaannya
(Nurwahid, 2014).
Penerapan ergonomi untuk perusahaan maupun instansi lainnya dapat
bermanfaat dalam pembuatan desain alat-alat maupun tata letak peralatan yang
digunakan oleh pekerja. Dengan demikian pekerja dapat merasa nyaman
bekerja tanpa ada gangguan fisiologis tubuh yang diakibatkan salah posisi ssaat
bekerja maupun karena letak peralatan yang tidak ergonomis. Sebagai
Mahasiswa jurusan Kesehatan Masyarakat khususnya peminatan keselamatan
dan kesehatan kerja nantinya kita dituntut untuk menciptakan kondisi kerja
yang nyaman untuk pekerja. Usaha yang dapat dilakukan ialah dengan
mendesain peralatan maupun tata letak peralatan yang ergonomis agar tercipta
suasana yang nyaman saat bekerja.

B. Tujuan
Tujuan dari makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Mahasiswa mendapatkan data hasil pengukuran tubuh
2. Mahasiswa mendapatkan data ukuran peralatan kerja (Kursi tunggu
di Lantai 1)
3. Mahasiswa mampu menghitung dan menganalisis hasil pengukuran
antropometri

C. Rumusan Masalah
Dari uraian di atas dapat diperoleh rumusan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana cara melakukan pengukuran antropometri?
2. Bagaiman cara menganalisis hasil pengukuran antropometri?
3. Apakah desain kursi yang digunakan sudah ergonomis untuk
mahasiswa
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Ergonomi
Istilah ergonomi berasal dari bahasa Latin yaitu ergon (kerja) dan
nomos (hukum alam) dan dapat didefinisikan sebagai studi tentang aspek –
aspek manusia dalam lingkungan kerjanya yang ditinjau secara anatomi,
fisiologi, psikologi, engineering, manajemen dan desain perancangan.
Ergonomi berkenaan pula dengan optimasi, efisiensi, kesehatan, keselamatan
dan kenyamanan manusia di tempat kerja, di rumah dan tempat rekreasi. Di
dalam 4ontainer dibutuhkan studi tentang sistem dimana manusia, fasilitas
kerja dan lingkungannya saling berinteraksi dengan tujuan utama yaitu
menyesuaikan suasana kerja dengan manusianya (Nurmianto, 2004).
Ergonomi adalah suatu ilmu dimana dalam penerapannya berusaha
untuk menyerasikan pekerjaan dan lingkungan terhadap orang atau
sebaliknya, yang bertujuan demi tercapainya produktivitas kerja dan efisiensi
yang setinggi –tingginya melalui pemanfaatan 4ontai manusia seoptimal-
optimalnya. Ergonomi adalah komponen kegiatan dalam ruang lingkup
hiperkes yang antara lain meliputi penyerasian pekerjaan terhadap tenaga
kerja secara timbale balik untuk efisiensi dan kenyamanan kerj (Suma’mur,
1996).
Ergonomi adalah ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam
kaitannya dengan pekerjaan mereka. Sasaran penelitian ergonomi adalah
manusia pada saat bekerja dalam lingkungan. Secara singkat dapat dikatakan
bahwa ergonomi adalah penyesuaian tugas pekerjaan dengan kondisi tubuh
manusia yang ditujukan untuk menurunkan stress yang akan dihadapi.
Upayanya antara lain berupa penyesuaian ukuran tempat kerja dengan
dimensi tubuh agar tidak melelahkan, pengaturan suhu, cahaya dan
kelembaban sesuai dengan kebutuhan tubuh manusia (Depkes RI, 2007).
B. Tujuan Ergonomi
Tujuan dari ergonomi ini adalah untuk menciptakan suatu kombinasi
yang paling serasi antara sub sistem peralatan kerja dengan manusia sebagai
tenaga kerja. Tujuan utama ergonomi ada empat (Santoso, 2004;
Notoatmodjo, 2003), yaitu :
1. Memaksimalkan efisiensi karyawan.
2. Memperbaiki kesehatan dan keselamatan kerja.
3. Menganjurkan agar bekerja dengan aman, nyaman dan bersemangat.
4. Memaksimalkan bentuk kerja
Menurut Tarwaka (2004), ada beberapa tujuan yang ingin dicapai dari
penerapan 5ontainer, antara lain sebagai berikut:
1. Meningkatkan kesejahteraan fisik dan mental melalui upaya
pencegahan cidera dan penyakit akibat kerja, menurunkan beban
kerja fisik dan mental, mengupayakan promosi dan kepuasan kerja.
2. Meningkatkan kesejahteraan sosial melalui peningkatan kualitas
kontak sosial dan mengkoordinasi kerja secara tepat, guna
meningkatkan jaminan sosial baik selama kurun waktu usia
produktif maupun setelah tidak produktif.
3. Menciptakan keseimbangan rasional antara aspek teknis, ekonomis,
dan antropologis dari setiap sistem kerja yang dilakukan sehingga
tercipta kualitas kerja dan kualitas hidup yang tinggi.
Sasaran ergonomi adalah seluruh tenaga kerja, baik sektor modern,
maupun pada sektor tradisional dan informal. Pada sektor modern
penerapan ergonomi dalam bentuk pengaturan sikap, tata cara kerja dan
perencanaan kerja yang tepat adalah syarat penting bagi efisiensi dan
produktivitas kerja yang tinggi. Pada sistem tradisional pada umumnya
dilakukan dengan tangan dan memakai peralatan serta dalam sikap-sikap
badan dan cara-cara kerja yang secara ergonomi dapat diperbaiki
(Suma’mur, 1996).
C. Penerapan Ergonomi
Menurut Nurmianto (2008), peranan penerapan ergonomi antara lain :
1. Aktivitas rancang bangun (desain) ataupun rancang ulang (re-desain).
Hal ini dapat meliputi perangkat keras seperti misalnya perkakas kerja
(tools), bangku kerja (benches), platform, kursi, pegangan alat kerja
(workholders), sistem pengendali (controls), alat peraga (displays),
jalan/lorong (access ways), pintu (doors), jendela (windows) dan lain–lain.
2. Desain pekerjaan pada suatu organisasi.
Misalnya : penentuan jumlah jam istirahat, pemilihan jadwal pergantian
waktu kerja (shift kerja), meningkatkan variasi pekerjaan dan lain – lain.
3. Meningkatkan faktor keselamatan dan kesehatan kerja.
Misalnya : desain suatu sistem kerja untuk mengurangi rasa nyeri dan ngilu
pada sistem kerangka dan otot manusia, desain stasiun kerja untuk alat
peraga visual (visual display unit station). Hal itu adalah untuk mengurangi
ketidaknyamanan visual dan postur kerja, desain suatu perkakas kerja
(handtools) untuk mengurangi kelelahan kerja, desain suatu
peletakan instrumen dan sistem pengendalian agar didapat optimasi
dalam proses transfer informasi dan lain – lain.

D. Antropometri
Antropometri adalah suatu studi tentang pengukuran yang sistematis
dari fisik tubuh manusia, terutama mengenai dimensi bentuk tubuh yang dapat
digunakan dalam klasifikasi dan perbandingan antropologis. Seperti kita
ketahui, bahwa para ahli antropologi telah melakuka pengukuran tubuh
manusia ratusan tahun yang lalu. Tetapi baru kira-kira 60 tahun terakhir
dimensi ukuran tubuh manusia digunakan dalam perancangan model pakaian
untuk meningkatkan desain dan ukuran pakaian yang kita gunakan sehari-hari.
Permasalahan yang sering dihadapi dalam aplikasi antropometri untuk desain
adalah masalah kekurangan akomodasi rentangan ukuran yang sangat luas dari
variabilitas ukuran dan bentuk kedalam kebutuhan tunggaldan bahkan sering
terjadi permasalahan desain yang tidak fleksibel (Tarwaka,2015).
Menurut Nurmianto (2008) untuk memudahkan dalam
melakukan pengukuran antropometri, pengukuran dibagi menjadi dua
bagian yaitu:
1. Antropometri Statis
Antropometri statis lebih berhubungan dengan pengukuran ciri-ciri fisik
manusia dalam keadaan statis (diam) yang distandarkan. Dimensi yang
diukur pada antropometri statis diambil secara linier (lurus) dan
dilakukan pada permukaan tubuh pada saat diam.
2. Antropometri Dinamis
Antropometri dinamis lebih berhubungan dengan pengukuran ciri-ciri
fisik manusia dalam keadaan dinamis, dimana dimensi tubuh yang
diukur dilakukan dalam berbagai posisi tubuh ketika sedang bergerak
sehingga lebih kompleks dan sulit dilakukan. Terdapat tiga kelas
pengukuran dinamis, yaitu:
a. Pengukuran tingkat keterampilan sebagi pendekatan untuk
mengerti keadaan mekanis dari suatu aktivitas. Contoh : dalam
mempelajari performansi atlit.
b. Pengukuran jangkauan ruang yang dibutuhkan saat bekerja. Contoh :
jangkauan dari gerakan tangan dan kaki efektif pada saat bekerja, yang
dilakukan pada saat berdiri atau duduk.
c. Pengukuran variabilitas kerja. Contoh : analisis kemampuan jari-
jari tangan dari seorang juru ketik atau operator 7ontaine.

E. Sikap Kerja
Sikap kerja adalah sikap tubuh yang menggambarkan bagaimana posisi
badan, kepala badan, tangan dan kaki baik dalam hubungan antar bagian-
bagian tersebut maupun letak pusat gravitasinya. Faktor-faktor yang paling
berpengaruh meliputi sudut persendian, inklinasi vertical badan, kepala,
tangan dan kaki serta derajat penambahan atau penguranngan bentuk kurva
tulang belakang (Nurmianto,2008).
Sikap tubuh saat bekerja sangat ditentukan oleh jenis pekerjaan
yang dilakukan, dimana setiap posisi kerja memiliki pengaruh yang berbeda-
beda terhadap tubuh. Menurut Suma’mur (1996), dalam pekerja, sikap tubuh
sangat dipengaruhi oleh bentuk, susunan, ukuran dan tata letak peralatan
seperti macam gerak, arah dan kekuatan.
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan berkaitan dengan sikap
tubuh dalam melakukan pekerjaan, yaitu :
1. Semua pekerjaan hendaknya dilakukan dalam sikap duduk atau
sikap berdiri secara bergantian.
2. Semua sikap tubuh yang tidak alami harus dihindarkan. Seandainya
hal ini tidak memungkinkan, hendaknya diusahakan agar beban statis
diperkecil.
3. Tempat duduk harus dibuat sedemikian rupa, sehingga tidak
membebani melainkan dapat memberikan relaksasi pada otot – otot
yang sedang tidak dipakai untuk bekerja dan tidak menimbulkan
penekanan pada bagian tubuh (paha). Hal ini dimaksudkan untuk
mencegah terjadinya gangguan sirkulasi darah dan juga untuk mencegah
keluhan kesemutan yang dapat mengganggu aktivitas (Tarwaka,2015).
Ukuran tubuh yang penting untuk penerapan ergonomi, yaitu :
a. Pada sikap berdiri : tinggi badan berdiri, tinggi mata, tinggi bahu,
tinggi siku, tinggi pinggul, tinggi pangkal jari tangan, tinggi ujung –
ujung jari.
b. Pada sikap duduk : tinggi duduk, tinggi posisi mata, tinggi bahu, tinggi
siku, tebal paha, jarak bokong – lutut, jarak bokong – lekuk lutut, tinggi
lutut, lebar bahu, lebar pinggul (Harrianto, 2008).
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan berkaitan dengan
sikap tubuh dalam melakukan pekerjaan, yaitu :
a. Semua pekerjaan hendaknya dilakukan dalam sikap duduk atau sikap
berdiri secara bergantian.
b. Semua sikap tubuh yang tidak alami harus dihindarkan. Seandainya hal
ini tidak memungkinkan, hendaknya diusahakan agar beban statis
diperkecil.
c. Tempat duduk harus dibuat sedemikian rupa, sehingga tidak
membebani melainkan dapat memberikan relaksasi pada otot – otot
yang sedang tidak dipakai untuk bekerja dan tidak menimbulkan
penekanan pada bagian tubuh (paha). Hal ini dimaksudkan untuk
mencegah terjadinya gangguan sirkulasi darah dan juga untuk mencegah
keluhan kesemutan yang dapat mengganggu aktivitas (Tarwaka,2015).

F. Sikap Kerja Duduk


Menurut Grandjean (2000), bekerja dengan posisi duduk
mempunyai keuntungan antara lain : pembebanan pada kaki, pemakaian
9ontai dan keperluan untuk sirkulasi darah dapat dikurangi. Namun
demikian sikap duduk yang terlalu lama dapat menyebabkan otot perut
melembek dan tulang belakang akan melengkung sehingga mempercepat
kelelahan.
Pada saat posisi duduk, otot rangka (muskuloskletal) dan tulang
belakang terutama pada pinggang harus dapat ditahan oleh sandaran kursi
agar terhindar dari rasa nyeri dan cepat lelah. Jika posisi duduk tidak benar
maka tekanan pada tulang belakang semakin meningkat (Nurmianto, 2008).
Sanders & McCormick (1987) memberikan pedoman untuk
mengatur ketinggian landasan kerja pada posisi duduk sebagai berikut :
1. Jika memungkinkan menyediakan meja yang dapat diukur turun dan naik.
2. Landasan kerja memungkinkan lengan menggantung pada posisi rileks
dari bahu, dengan lengan bawah mendekati posisi horizontal atau
sedikit menurun (shoping down slightly).
3. Ketinggian landasan kerja tidak memerlukan fleksi tulang
belakang yang berlebihan.
Pekerjaan sejauh mungkin sebaiknya dilakukan sambil duduk.
Keuntungan bekerja sambil duduk adalah mengurangi kelelahan pada
kaki, terhindar dari sikap- sikap yang tidak alamiah, berkurangnya
pemakaian 9ontai, berkurangnya tingkat keperluan sirkulasi darah
(Suma’mur,1996)
Berkaitan dengan proses operasi pekerjaan yang dilakukan dengan
duduk, maka perlu didesain sesuai dengan persyaratan untuk ruang kerja
duduk. Apabila memungkinkan, desain ruang kerja harus
memungkinkanadanya kemudahan untuk pemeliharaan baik secara rutin,
maupun untuk pemeliharaan secara singkat yang dilakukan baik dengan
posisi tubuh duduk maupun berdiri. Dalam desain ruang kerja untuk posisi
duduk ini, terdapat beberapa hal yang harus dipertimbangkan diantaranya
ialah:
1. Kompabilitas tempat duduk
2. Dimensi permukaan kerja
3. Permukaan kerja yang dapat disetel untuk pekerjaan posisi duduk
4. Permukaan kerja pekerjaan tulis menulis untuk posisi duduk
5. Penempatan display untuk posisi duduk
6. Penempatan alat control untuk posisi duduk
7. Persyaratan untuk ruang kerja yang berpindah-pindah (Tarwaka,2015)
Sikap duduk yang keliru merupakan penyebab adanya masalah –
masalah punggung. Hal ini dapat terjadi karena tekanan pada bagian tulang
belakang akan meningkat pada saat duduk dibandingkan dengan saat berdiri
ataupun berbaring. Jika diasumsikan tekanan tersebut sekitar 100% ;
maka cara duduk yang tegang atau kaku (erect posture) dapat menyebabkan
tekanan tersebut mencapai 140% dan cara duduk yang dilakukan dengan
membungkuk ke depan menyebabkan tekanan tersebut sampai 190%
(Nurmianto, 2008).
Sikap duduk paling baik yang tidak berpengaruh buruk terhadap
sikap badan dan tulang belakang adalah sikap duduk dengan sedikit lardosa
pada pinggang dan sedikit mungkin kifosa pada punggung (Suma’mur,
2009). Sikap duduk yang benar yaitu sebaiknya duduk dengan punggung
lurus dan bahu berada dibelakang serta bokong menyentuh belakang kursi.
Selain itu, duduklah dengan lutut tetap setinggi atau sedikit lebih tinggi
panggul (gunakan penyangga kaki) dan sebaiknya kedua tungkai tidak saling
menyilang. Jaga agar kedua kaki tidak menggantung dan hindari duduk
dengan posisi yang sama lebih dari 20-30 menit. Selama duduk, istirahatkan
siku dan lengan pada kursi, jaga bahu tetap rileks (Wasisto, 2005).

Gambar 1.1 Sikap kerja pada Visual Display Terminal (VDT)


yang direkomendasikan oleh Cakir et al. (1980) (kiri) dan Grandjean et
al. (1982, 1984) (kanan). (Sumber Pheasant, S, 1986)

G. Sikap Kerja Berdiri


Menurut Sutalaksana (2006), sikap berdiri merupakan sikap siaga
baik fisik, maupun mental, sehingga aktivitas kerja yang dilakukan lebih
cepat, kuat dan teliti. Pada dasarnya berdiri itu sendiri lebih melelahkan
daripada duduk dan 11ontai yang dikeluarkan untuk berdiri lebih banyak 10-
15% dibandingkan dengan duduk. Salah satu hal yang harus diperhatikan
oleh pekerja yang berdiri adalah sikap kepala. Dimana keadaan kepala harus
member kemudahan saat bekerja. Leher yang berada dalam keadaan fleksi
atau ekstensi secara terus menerus dapat mengakibatkan kelelahan. Sudut
penglihatan yang baik untuk sikap berdiri adalah antara 23°-27° kea rah
bawah dari garis horizontal.
Grandjean (1987) memberikan rekomendasi ergonomis tentang
ketinggian landasan kerja posisi berdiri didasarkan pada ketinggian siku
berdiri sebagai berikut ini :
1. Untuk pekerjaan memerlukan ketelitian dengan maksud untuk
mengurangi pembebanan statis pada otot bagian belakang, ketinggian
landasan kerja adalah 5-10 cm di atas tinggi siku berdiri.
2. Selama kerja manual, di mana pekerja sering memerlukan
ruangan untuk peralatan, material dan 12ontainer dengan berbagai
jenis, ketinggian landasan kerja adalah 10-15 cm di bawah tinggi siku
berdiri.
3. Untuk pekerjaan yang memerlukan penekanan yang kuat,
ketinggian landasan kerja adalah 15-40 cm di bawah tinggi siku
berdiri.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian


1. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sebelas Maret dengan mengacu pada metodologi penelitian
yang disusun sebagai pedoman sistematis untuk melakukan penelitian.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan secara bertahap di bulan Desember tahun
2019 yang secara garis besarnya dibagi menjadi tiga tahap, yaitu tahap
persiapan, tahap penelitian, dan tahap penyelesaian.
a. Tahap Persiapan
Tahap persiapan meliputi: menetukan judul penelitian, survey alat
atau kursi yang digunakan untuk penelitian.
b. Tahap Pengumpulan Data
Tahap penelitian meliputi: semua kegiatan yang berlangsung di
lapangan antara lain: uji coba instrumen, pelaksanaan eksperimen
dan pengambilan data.
c. Tahap Penyelesaian
Tahap penyelesaian meliputi: analisis data, dan penyusunan laporan.

B. Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data pada tahapan penelitian yang dilakukan yaitu :
1. Data Antropometri, merupakan data diri mahasiswa PTM angkatan
2016 yang diperoleh dari tugas Ergonomi.
2. Menentukan hasil Presentil dari data Antropometri yang didapat.
3. Melakukan pengukuran Kursi

C. Deskripsi dan Prosedur Pengambilan Data


1. Mempersiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
a. Meteran
b. Kursi tunggu
2. Melakukan pengukuran
Posisi duduk :
1) Tinggi Badan Posisi Duduk : Diukur dari jarak lantai sampai
kepala dalam posisi duduk
2) Tinggi Bahu Posisi Duduk : Diukur dari jarak lantai sampai
bahu dalam posisi duduk
3) Tinggi Siku Posisi Duduk : Diukur dari jarak lantai sampai siku
dalam posisi duduk
4) Jarak Dari Pantat Ke Lutut : Diukur dari jarak pantat sampai
dengan lutut
5) Jarak Dari Lipat Lutut (Popliteal) : Diukur dari jarak paha belakang
sampai lipat lutut
6) Tinggi Lipat Lutut (Popliteal) : Diukur dari jarak alas kaki sampai
lipat lutut pada posisi duduk
7) Lebar Panggul : Diukur dari jarak lebar pantat kiri hingga pantat
kanan
8) Jarak Dari Siku Ke Ujung Jari : Diukur dari jarak siku sampai
dengan ujung jari
9) Lebar Bahu : Dukur dari jarak lebar bahu kiri hingga bahu kanan
3. Catat hasil dalam tabel
4. Melakukan perhitungan rata-rata, standar deviasi, persentil 5%,
persentil 50%, persentil 95%

D. Hasil Pengukuran
1. Perolehan data ukuran kursi tunggu di Lantai 1 Gedung A :
Tinggi alas Kursi : 38 cm
Tinggi Siku Kursi dari alas duduk : 19 cm
Panjang sandaran lengan : 30 cm
Lebar Alas Duduk : 46 cm
Lebar Sandaran : 46 cm
Tinggi sandaran : 42 cm
Panjang alas duduk : 36 cm
2. Data antropometri mahasiswa ptm (Ukuran dalam mm)
Standar Persentil Persentil Persentil
Dimensi Rata-rata
Deviasi ke 5 ke 50 ke 95
Tinggi badan 950,57 168,9 673 951 1228
posisi duduk
Tinggi bahu 669,98 168,7 392 670 948
posisi duduk
Tinggi siku 334,43 170,9 53,3 334 616
posisi duduk
Jarak dari pantat 546,77 59,67 449 547 645
ke lutut
Jarak dari lipat 447,77 42,47 377 448 518
lutut (popliteal)
Tinggi lipat 414,43 38,36 351 414 478
lutut (popliteal)
Lebar panggul 378,02 56,54 285 378 471

Jarak dari siku 449,09 34,37 393 449 506


ke ujung jari
Lebar bahu 453,7 52,99 367 454 541

Tabel 1. Data Antropometri Mahasiswa PTM 2016


3. Gambar desain kursi tunggu di Lantai 1 Gedung A

Gambar 2.1 Kursi Tunggu Lantai 1 Gedung A


BAB IV
PEMBAHASAN

A. Analisis REBA (Rapid Entire Body Assesment)


Metode yang digunakan untuk menganalisi keergonomisan kursi adalah
dengan menggunakan motode REBA (Rapid Entire Body Assesment). Medote
ini digunakan untuk menganalisis posisi tubuh dan didesain untuk
mengevaluasi pekerjaan atau aktivitas yang memiliki kecenderungan
menimbulkan ketidaknyamanan seperti kelelahan pada leher, punggung,
lengan, dan sebagainya. Metode ini mengevaluasi pekerjaan dengan
memberikan nilai/skor pada 5 level yang berbeda-beda.
Pada kasus kali ini metode REBA akan digunakan untuk menganalisis
keergonomisan kursi tunggu di Lantai 1 Gedung A Kampus V UNS. Model
yang menjadi sampel adalah mahasiswa dengan syarat memiliki rata-rata data
antropometri satu angkatan PTM 2016.

300
0
6

400
850

700

Gambar 3.1 Posisi duduk pada kursi tunggu lantai 1 Gedung A


Langkah-langkah penilaian dan skoring dengan metode REBA :
GRUP A
Postur Sudut Skor
Leher 300 2
Punggung/Badan 60 2
Kaki 700 2

Kalkulasi skor dengan menggunakan tabel A :

Skor dari grup A adalah 4 tanpa adanya penambahan beban dan gaya.
Selanjutnya melakukan perhitungan grup B :
GRUP B
Postur Sudut Skor
Lengan Atas/ Bahu 450 2
Lengan Bawah/ Siku 850 1
Pergelangan Tangan 700 +Twist 2

Kalkulasi skor dengan menggunakan Tabel B :

Skor dari grup B adalah 2. Kemudian mencari skor C dengan tabel C :


Skor Akhir dengan metode REBA :
Skor dari Tabel C, ditambah dengan skor akticitas. Skor aktivitas
didapatkan dengan :
Aktivitas Skor
Jika 1 atau lebih bagian tubuh statis ditahan +1
lebih dari satu menit
Jika penggulangan gerakan dan rentang waktu +1
singkat, diulang lebih dari 4 kali permenit
Jika gerakan menyebabkan perubahan atau +1
pergeseran postur yang cepat dari posisi awal
Karena duduk merupakan posisi statis dengan waktu tunggu lebih dari satu
menit maka skor ditambah +1

Final Skol : Skor C + Aktivitas = 4 + 1 = 5


Membandingkan dengan Tabel Action Level, maka didapatkan hasil sebagai
berikut :
REBA Skor Risk Level Action
1 Diabaikan Tidak Diperlukan
2-3 Rendah Mungkin Diperlukan
4-7 Sedang Diperlukan
8-10 Tinggi Diperlukan Sekarang
11-15 Sangat Tinggi Sangat Diperlukan

B. Hasil Analisis REBA


Dari hasil analisis perhitungan REBA diatas didapatkan hasil akhir
melalui Tabel Action Level yaitu dengan Skor REBA adalah 5 dengan Risk
Level Sedang dan Action diperlukan adanya tindakan pencegahan.
Penggunaan kursi tunggu di Lantai 1 Gedung A secara terus menerus
dengan intensitas yang lama dapat mengakibatkan dampak negatif pada postur
tubuh mahasiswa PTM 2016. Sehingga diperlukan adanya redesign atau
perbaikan agar kursi tunggu tersebut menjadi ergonomis dan memberikan
kenyamanan bagi penggunanya.
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan

B. Saran
Daftar Pustaka

Chuan, T.K., et al. (2010) Anthropometry of the Singaporean & Indonesia


Populations. International Journal of Industrial Ergonomics 40 (2010)
757e766
Depkes RI.2007.Pedoman Penerapan Ergonomi Bagi Petugas.Jakarta:Depkes RI
Grandjean,E.2000.Fitting the Task to the Man.London: Taylor and Francis Inc
Harrianto, R.2008.Buku Ajar Kesehatan Kerja.Jakarta:EGC
Notoadmodjo, S.2003.Ergonomi Konsep Dasar dan Aplikasinya.Jakarta:Rineka
Cipta
Nurmianto, Eko. (2004). Ergonomi : Konsep Dasar dan Aplikasinya. Surabaya:
Penerbit Guna Widya.
Nurwahid, M Dedy.2014.”Laporan Praktikum Antropometri”(on-
line),(http://www.academia.edu/9493605/Laporan_Antropometri, diakses 30
Mei 2016).
Pheasant, S. (1997). Bodyspace: Anthropometry, Ergonomics, and the Design of
Work. London: Taylor & Francis.
Sanders, M.S and Mc Cormick.1987. Human Factors In Engineering and
Design.USA:Hill book Company
Santoso, S,dkk.2004.Kesehatan dan Gizi.Cetakan Kedua.Jakarta:Bumi Aksara
Suma’mur, P. K. 1996. Ergonomi Untuk Produktivitas Kerja.Jakarta:CV Haji
Masagung. 2009. Hiegene Perusahaan dan Kesehatan Kerja.Jakarta:Gunung
Agung.
Sutalaksana, Iftikar Z. Anggawisastra, Ruhana dan Jann H. Tjakraatmadja.
2006. Teknik dan Tata Cara Kerja. Bandung: Departemen Teknik Industri
ITB.
Tarwaka.2015. Ergonomi Industri Revisi Edisi II. Surakarta:Harapan Press.
Wasisto, S.W.2005.”Bekerja dengan Komputer Secara Ergonomis dan Sehat” (on-
line),(http://www.wahanakom.com/infotek/ergonomis.html ,Diakses 30
Mei 2016).

Anda mungkin juga menyukai