Cover
Daftar Isi
1. PENDAHULUAN………………………………………………………………………..1
1.1.Latar Belakang…………………………………………………………………..1
1.2.Rumusan Masalah……………………………………………………………….2
1.3.Tujuan…………………………………………………………………………….2
1.4.Manfaat…………………………………………………………………………..2
2. KAJIAN TEORI…………………………………………………………………………3
3. GAMBARAN RENCANA PELAKSANAAN KEGIATAN…………………………..9
3.1.Jenis Kegiatan……………………………………………………………………9
3.2.Rencana Kegiatan………………………………………………………………..9
4. UNSUR DALAM KOMUNIKASI KESEHATAN…………………………………...10
1. PENDAHULUAN
1.1 Latarbelakang
1
perawatan kehamilan, persalinan, dan nifas. Dalam tradisi ini sang Ibu hamil yang memeriksakan
kehamilannya ke paraji (dukun bayi) biasanya melakukan ritual ngaragap beteung, pada ritual ini
paraji akan melakukan pemijatan kepada ibu hamil. Saat masa nifas ibu tidak diperkenankan
menggunakan pakaian dalam termasuk pembalut, namun menggunakan kain samping yang dapat
menyebabkan infeksi (Ipa , Prasetyo, & Kasnodiharjo, 2016). Di Desa Gadingsari Yogyakarta
terdapat suatu budaya perawatan kehamilan, budaya ini terdapat pantangan-pantangan untuk
wanita hamil berupa larangan terhadap makanan-makanan tertentu seperti pisang, nanas,
mentimun, dan jenis makanan tertentu. Namun permasalahan yang besar adalah masalah gizi ibu
hamil, karena ibu hamil akan kurang asupan energy dari makanan tentunya akan berdampak
terhadap kesehatan ibu dan janinnya(Kasnodiharjo & Kristiana, 2013). Selain itu juga terdapat
sebuah tradisi dari Nusa Tenggara Timur yaitu Sifon yang mrupakan suatu ritual hubungan seksual
yang dilakukan oleh pria yang setelah di sunat secara tradisional dengan wanita dengan
kepercayaan dan maksud untuk menyembuhkan dan membuang sakit sial dan panas dari pria yang
di sunat (Zulkifli Natonis, 2014). Di Jayapura terdapat pratek budaya suku kampung yepase terkait
perawatan kehamilan, nifas dan bayi di distrik depapre kabupaten jayapura. Sang ibu akan
melakukan pemijitan di kandungan pertama kehamilan untuk menguatkan kandungan, kehamilan
5-6 bulan untuk mengatur letak dan posisi peranakan, mengeluarkan darah kotor dari kepala akibat
sakit yang berlebihan dan 9 bulan pemijitan untuk memperlancar kelahiran menggunakan minyak
kelapa dan ramuan (Ipa, Prasetyo, & Kasnodihardjo, 2016).
.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana hubungan kesehatan reproduksi dengan kebudayaan di Indonesia ?
2. Bagaimana cara untuk mempromosikan kesehatan reproduksi di Indonesia ?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui hubungan kesehatan reproduksi dengan kebudayaan di Indonesia
2. Untuk mengetahui cara mempromosikan kesehatan reproduksi di Indonesia
1.4 Manfaat
1. Untuk mempromosikan kesehatan reproduksi kepada masyarakat
2. Agar masyarakat mengetahui berbagai kebudayaan Indonesia yang berkaitan dengan
kesehatan reproduksi
2
3. Agar masyarakat mengetahui kekurangan dan kelebihan dari setiap kebudayan Indonesia
yang berhubungan dengan kesehatan reproduksi.
2. KAJIAN TEORI
.
a. Budaya Sifon pada Masyarakat Suku Atoni Pah Meto Nusa Tenggara Timur
Sifon merupakan suatu ritual hubungan seksual yang dilakukan oleh pria yang setelah di
sunat secara tradisional dengan wanita dengan kepercayaan dan maksud untuk
menyembuhkan dan membuang sakit sial dan panas dari pria yang di sunat (Zulkifli
Natonis, 2014).
Mayarakat di Suku Atoni Pah Meto Nusa Tenggara Timur sangat berisiko terkena penyakit
menular seksual (PMS) dan HIV/AIDS. Karena dalam Tradisi Sifon sang pria akan
berhubungan seksual dengan wanita lain sebagai syarat ritual ini (JohanBiaf, 2012). Selain
itu, teknik sunat yang masih tradisional yaitu menggunakan bambu yang diruncingkan
dapat membuat infeksi dan memperlambat penyembuhan luka setelah sunat. Penyebab
Infeksi bisa disebabkan karena bambu tersebut belum tentu steril dan terdapat banyak
bakteri dari bambu dan alat peruncing bambu tersebut (Khetye Romelya Saba, 2015).
Para istri atau perempuan yang menolak pelaksanaan Tradisi Sifon didasarkan pada tiga
hal. Pertama berisiko terhadap penularan penyakit kelamin, kedua disebabkan oleh
kecemburuan para istri karena melaksanakan hubungan seksual dengan perempuan lain,
ketiga biaya Tradisi Sifon sangat mahal sedangkan ada kebutuhan lain yang harus dipenuhi
seperti biaya pendidikan anak. Selain itu sikap penolakan para istri terhadap pelaksanaan
Tradisi Sifon ini tentu saja menimbulkan tekanan dari masyarakat sekitarnya. Tekanan itu
berupa cemoohan bahkan sampai pada pembedaan perlakuan pada acara-acara adat yang
lain (Yoseph Yapi Taum, 2013).
Jika Tradisi terus-menerus dilaksanakan maka risikonya terbesarnya yaitu penyakit
menular seksual dan HIV/AIDS yang secara pasti akan dialami seorang pria yang pernah
berhubungan seksual dengan perempuan lain atau dengan pasangan lain. Maka dari itu
resiko terkena penyakit HIV/AIDS sangat besar sehingga tradisi ini sebaiknya tidak terus-
menerus di laksanakan. Selain itu di tradisi ini pasien beresiko terkena Infeksi karena alat
yang digunakan untuk memotong adalah kayu atau bambu yang di runcingkan sehingga
alat yang digunakan kurang steril. Infeksi ini dapat memperhambat proses penyembuhan
pada penis . Selain itu di tradisi ini penis yang telah di sunat akan direndam ke dalam sungai
dengan tujuan mengurangi pendarahan pada penis. Hal ini sangat berbahaya karena di
sungai banyak mengandung bakteri yang berbahaya bagi tubuh, belum lagi luka di penis
yang masih terbuka dapat mempermudah bakteri yang masuk ke tubuh dan menyebabkan
infeksi (Nur Azizah Hidayat, 2016).
b. Praktik Budaya Suku Badui Dalam pada Perawatan Kehamilan, Persalinan, Dan
Nifas
3
Budaya kesederhanaan tampak pada masyarakat Baduy Dalam, termasuk dalam
segi kesehatannya. Masyarakat Baduy dalam lebih sering mengobati penyakit dengan obat-
obat tradisional. Bagi mereka mengaksesfasilitas kesehatan merupakan pilihan yang paling
akhir, termasuk dalam pemilihan persalinan. Mereka lebih memilih melahirkan di dukun
bayi daripada di bidan atau dokter. Ibu hamil yang memeriksakan kehamilannya ke paraji
(dukun bayi) biasanya melakukan ritual ngaragap beteung, pada ritual ini paraji akan
melakukan pemijatan kepada ibu hamil. Dalam segi kesehatan proses pemijatan ini baik
jika dilakukan dengan baik dan benar, namun jika dilakukan dengan penuh tekanan dapat
menganggu janin. Mengurut perut ibu hamil terutama pada trimester tiga tidak
diperbolehkan dalam praktik kedokteran/kebidanan. Pengurutan hanya boleh dilakukan
jika kondisi janin sungsang. Prosesi melahirkan Etnik Baduy Dalam dilakukan dengan
posisi kedua kaki diangkat nyaris seperti jongkok. Berdasarkan hasil penelitian Iskandar
menunjukkan bahwa tindakan persalinan dengan posisi duduk bersandar dan kaki
diluruskan ke depan dapan menyebabkan pendarahan dan pembengkakan. Pemotongan
ari-ari pada ibu juga menggunakan media sembilu yang berasal dari bambu, penggunaan
sembilu tanpa sterilisasi dapat menimbulkan infeksi pada bayi yang baru dilahirkan. Pada
saat masa nifat ibu tidak diperkenankan menggunakan pakaian dalam termasuk pembalut,
sehingga darah nifas yang keluar hanya menggunakan kain sampingyang dikenakannya.
Kain samping ini berisiko terhadap kesehatan alat reproduksinya mengingat kontaminasi
agent baik bakteri maupun parasite dapat menyebabkan infeksi (Ipa , Prasetyo, &
Kasnodiharjo, 2016).
c. Praktek Budaya Perawatan Kehamilan di Desa Gadingsari Yogyakarta
Pada budaya yang ada di Yogyakarta, terdapat pantangan-pantangan untuk wanita
hamil. Pantangan pada wanita hamil adalah larangan terhadap makanan-makanan tertentu
seperti pisang, nanas, mentimun, dan lain-lain. Jenis makanan tertentu. Berdasarkan
penelitian buah-buah tersebut jika dimakan akan menimbulkan pengaruh jikadimakan ibu
hamil. Jika ibu hamil mengonsumsi buah nanas dan durian akan menyebabkan rasa panas
pada perut. Rasa panas ini timbul karaena efek gas yang dihasilkan oleh buah-buahan
tersebut dan hal itu tidak baik bagi ibu dan janin yang dikandungangnya. Namun
permasalahan yang besar adalah masalah gizi ibu hamil, karena ibu hamil mendapatkan
pantangan-pantangan untuk makan-makanan tertentu seperti telur, apabila kurang asupan
energy dari makanan tentunya akan berdampak terhadap kesehatan ibu dan janinnya. Tidak
mengherankan jika masalah kurang gizi dan anemia sering terjadi pada masyarakat yang
menganut tradisi daerahnya (Kasnodiharjo & Kristiana, 2013).
d. Pratek Budaya Suku Kampung Yepase Terkait Perawatan Kehamilan, Nifas dan
Bayi Di Distrik Depapre Kabupaten Jayapura
Praktek Perawatan Kehamilan Suku Yepase
Dalam perawatan kehamilan masyarakat kampung Yepase, ibu melakukan
pemijitan pada usia kandungan pertama kehamilan untuk menguatkan kandungan,
kehamilan 5-6 bulan untuk mengatur letak dan posisi peranakan, mengeluarkan darah kotor
dari kepala akibat sakit yang berlebihan dan 9 bulan pemijitan untuk memperlancar
kelahiran menggunakan minyak kelapa dan ramuan dengan mantra “nameng tena setena
4
tapenya wela basu mewe” (eh cepat keluar sudah jangan bikin berat mama)”. Dalam segi
kesehatan proses pemijatan ini baik jika dilakukan dengan baik dan benar, namun jika
dilakukan dengan penuh tekanan dapat menganggu janin. Mengurut perut ibu hamil
terutama pada trimester tiga tidak diperbolehkan dalam praktik kedokteran/kebidanan.
Pengurutan hanya boleh dilakukan jika kondisi janin sungsang (Ipa, Prasetyo, &
Kasnodihardjo, 2016).
Selama kehamilan masyarakat kampung Yepase memiliki pantangan terhadap
makanan tertentu seperti ikan yang berukuran besar karena dapat mengakibatkan
pendarahan, buah yang banyak mengandung air karena dapat mengakibatkan vagina berair,
dan ibu hamil dianjurkan lebih banyak makan sagu dari pada nasi, serta selama masa
kehamilan ibu lebih sering mengkonsumsi sagu (papeda) campur kelapa tua serta kuah
garam. Selama kehamilan juga ada pantangan yang harus diperhatikan ibu dan suami
misalnya :
1) Ibu hamil dilarang tidur apalagi sore hari dan pada saat bulan purnama, karena rohnya
dapat keluar dan berjalan. Jika ada orang yang tidak senang pada ibu atau keluarga
dari ibu hamil mereka bisa membunuh rohnya dan ibu meninggal di rumah.
2) Ibu dianjurkan melakukan aktifitas dan pekerjaan berat supaya proses persalinannya
lebih lancar.
3) Ibu dianjurkan tidak menggunakan pakaian yang ketat. Khususnya pada malam hari
ibu mengggunakan sarung atau kain dan ibu tidur diteras sampai larut malam.
Manfaatnya bagi keluarga ibu tidak kepanasan karena dapat melancarkan pernafasan.
Hal ini menyebabkan ibu mudah terkena malaria.
4) Ibu dianjurkan tidak mandi lebih dari jam 6 sore karena dapat diikuti oleh mashe
detro dan mengakibatkan anggota tubuh ibu hamil ada yang hilang atau hamil
kembar air.
5) Suami dilarang masuk ke dalam tempat keramat milik suku lain dan memegang
parang memotong tanaman milik orang lain saat ibu hamil karena anak dapat lahir
cacat.
Pantangan-pantangan tersebut sebagian tidak berpengaruh pada kesehatan dan
sebagiannya lagi berpengaruh baik bagi kesehatan seperti ibu tidak dianjutkan tidak
menggunakan pakaian ketat dan ibu dianjurkan tidak mandi lebih dari jam 6 sore.
Pada masa kehamilan ibu hamil masih tetap melakukan hubungan seks dengan suaminya,
kadang kondisi suami dalam keadaan mabuk atau kotor. Hal ini karenakan suami dalam
tradisi masyarakat kampung yepase harus didengar dan dituruti. Menurut (Farhani, 2014),
hubungan seksual tidak dilarang dalam kehamilan, kecuali 6 minggu sebelum dan 6
minggu setelah persalinan.
Masyarakat kampung Yepase tidak menggunakan obat berbahan kimia dalam
mengatasi masalah atau gangguan saat hamil. Upaya pencegahan yang dilakukan dalam
mengatasi keluhan-keluhan atau gangguan saat kehamilan masyarakat menggunakan
ramuan tradisioanal berupa: daun meyana untuk menguatakan dan mencegah kurang darah,
5
daun pandan hutan untuk menguatkan kandungan, minyak kelapa untuk melicinkan anak
pada saat persalinan. Meskipun menurut kesehatan upaya pencegahan perlu dilakukan jika
ada pemeriksaan atau diagnosa yang dilakukan oleh petugas kesehatan dan ramuan yang
digunakan sudah dilakukan pengujian kualitas dan khasiatnya.
6
diyakini dapat memperlancar peredaran darah dan mencegah darah putih. Tradisi dalam
masa perawatan nifas ini membuat masyarakat tidak memerlukan kunjungan ulang pasca
melahirkan pada tenaga kesehatan.
Pada masa nifas ibu dianjurkan melakukan pekerjaan rumah tangga 2 hari pasca
melahirkan untuk mempercepat proses pemulihan, namun pekerjaan yang dilakukan
seperti membelah kayu bakar, mencuci pakaian dan memasak yang masih merupakan
pekerjaan berat. Budaya positif pada masyarakat kampung Yepase adalah melakukan
perawatan payudara agar ASI tetap lancar. Selama masa nifas ibu tidak melakukan
hubungan seks karena menurut masyarakat ibu masih kotor, setelah masa nifas tergantung
pada keinginan suami. Namun untuk mengatur jarak kehamilan yang informasinya sudah
disampaikan oleh dukun pasca melahirkan dengan melihat jarak titik hitam apabila
jaraknya selebar dua jari dukun maka hubungan seks harus diperhitungkan karena jarak
anak akan sangat dekat, apabila jarak titik hitam sejengkal tangan dukun maka jarak anak
akan jauh.
11
Hubungan aspek sosiokultural dengan komunikasi kesehatan yaitu, masyarakat
mempercayai segala instruksi yang disampaikan oleh tokoh masyarakat dan kemudian diterapkan
dalam kehidupan sehari-hari termasuk juga terhadap tindakan yang berhubungan dengan
kesehatan. Untuk itu, diperlukan adanya kerja sama antara tokoh masyarakat dengan tenaga
kesehatan agar komunikasi kesehatan yang dilakukan dapat diterima oleh masyarakat.
12
Gambar 2. Desain ruang 2
13
DAFTAR PUSTAKA
Christiana, N.R., Budiyono, B., Setiani, O., 2018. HUBUNGAN KONDISI KESEHATAN
LINGKUNGAN RUMAH BULAT SUKU DAWAN DAN TRADISI SE’I DENGAN
KEJADIAN ISPA PADA BAYI DI PUSKESMAS KUANFATU KECAMATAN
KUANFATU. Jurnal Kesehatan Masyarakat (e-Journal) 6, 496–504.
Korbaffo, A.R., Prasetyo, B., Soedirham, O., 2018. The Roast Tradition (se’i/nu) and Acute
Respiratory Infection in Infants. Health Notions 2, 376–379.
https://doi.org/10.33846/hn.v2i3.155
Ipa , M., Prasetyo, D. A., & Kasnodiharjo. (2016). Praktik Budaya Perawatan dalam Kehamilan
Persalinan dan Nifas pada Etnik Baduy Dalam. 25-36.
Kasnodiharjo, & Kristiana, L. (2013). Praktek Budaya Perawatan Kehamilan di Desa Gadingsari
Yogyakarta. Jurnal Kesehatan Reproduksi, 113-123.
Yoseph Yapi Taum. (2013). SUNAT RITUAL, RELIGIOSITAS, DAN IDENTITAS
KULTURAL ORANG DAWAN DI NTT 1, 21.
Zulkifli Natonis. (2014). Larangan Berzina dalam Al-Qur’an dan Ritual “SIFON” pada Etnis
Suku Timor NTT, 67.
JohanBiaf. (2012). PEMAHAMANPRIADEWASAATOINMETOFATUMNASI
TERHADAPSIFON,RASABERSALAHDANUPAYAPENYADARANMELALUI
KONSELINGLINTASBUDAYA.
Khetye Romelya Saba. (2015). WANITA SIFON (Studi Ethno-Phenomenology).
Nur Azizah Hidayat. (2016). KONFLIK HUKUM DALAM TRADISI SIFON SUKU ATONI
PAH METO DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR, 15.
Farah Aziizah. (2018). HUBUNGAN POLA ASUH ORANGTUA DAN PENGETAHUAN
TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI TERHADAP PERILAKU SEKSUAL
PRANIKAH MURID SEKOLAH MENENGAH ATAS. (UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH SURAKARTA).
Nydia Rena Benita. (2012). Pengaruh Ppenyuluhan Terhadap Tingkat Pengetahuan Kesehatan
Reproduksi Pada Remaja Siswa SMP KRISTEN GERGAJI. (UNIVERSITAS
DIPONEGORO).
14