Anda di halaman 1dari 89

PANDUAN PRAKTIK KLINIS

SMF ILMU BEDAH


SUMBING/SKISIS, FACIAL CLEFT, ANOMALI
KRANIOFACIAL, ANOMALI DENTOFACIAL
2015

BRSU TABANAN

1. No. ICD 10 Q 35, Q 36, Q37, Q75, K07


2. Diagnosis Sumbing / Skisis, Facial Cleft, Anomali Kraniofacial, Anomali
Dentofacial
3. Pengertian Kelainan bawaan lahir berupa adanya celah pada bibir atau langit-langit
dapat di satu sisi, di tengah atau kedua sisi.
4. Anamnesis Ada celah pada bibir atas dan langit-langit sejak lahir
5. Pemeriksaan Fisik 1. Didapatkan celah pada bibir, langit-langit komplit atau tidak
komplit.
2. Didapatkan celah pada wajah dan tulang wajah.
3. Didapatkan defek / anomali pada tulang tengkorak.
6. Kriteria Diagnosis Kelainan bawaan lahir berupa:
1. Celah pada bibir atas
2. Celah pada bibir dan gnatum atas
3. Celah pada bibir, gnatum dan langitan
4. Celah pada langitan saja.
5. Celah pada muka / wajah (facial cleft), dibagi menurut klasifikasi
Tessier
6. Disproporsi kranio-facial atau dento-facial dengan atau tanpa
Kraniosinostosis
Klasifikasi:
1. Syndromic anomaly
2. Non-syndromic anomaly
7. Diagnosis Banding -
8. Pemeriksaan Foto kepala AP & lateral, CT scan (3 dimensi) untuk sumbing muka
Penunjang
9. Konsultasi Bila perlu :
1. Dokter Gigi: untuk kebersihan mulut dan pembuatan obturator
2. Dokter THT :
a. Bila ada radang telinga tengah
b. Bila ada defisit pendengaran
3. Speech Therapist : untuk belajar bicara
4. Psikoloog Anak :
a. Untuk pemeriksaan IQ
b. Untuk defisit kepribadian
5. Orthodontist : untuk perbaikan pertumbuhan gigi.
10. Perawatan Rawat jalan kecuali untuk keperluan operasi berencana.
Rumah Sakit
11. Terapi / tindakan Bedah
(ICD 9-CM) 1. Penutupan bibir / labioplasti pada usia 3 bulan keatas.
2. Penutupan langitan / palatoplasti pada usia 10-15 bulan

134 | P a n d u a n P r a k t i k K l i n i s 2 0 1 5
3. Perbaikan parut bibir operasi pertama pada usia 4-5 tahun
4. Penyempitan faring / faringoplasti, kalau perlu, pada usia 6 tahun
keatas.
5. Orthodonsi pada usia 6-7 tahun
6. Alveolar Bone Graft rahang atas pada usia 8-9 tahun.
7. Perbaikan bentuk muka / maxillary advancement (Osteotomi LF 1)
pada usia 15-17 tahun keatas.
8. Bedah kraniofasial atau distraksi osteogenesis untuk anomali
kraniofasial dan dentofacial
Nonbedah
1. Speech therapy oleh Speech Therapist pada usia 4 tahun ke atas
2. Orthodonsi pada usia 6-7 tahun sebelum Alveolar Bone Graft.
12. Tempat BRSU TABANAN
Pelayanan
13. Penyulit Untuk labiognatopalatoskisis dan palatoskisis :
1. Karena penyakit:
a. OMP
b. Pendengaran kurang
c. Maloklusi gigi
d. Suara sengau, kata-kata tidak jelas
2. Karena operasi:
a. Parut tidak baik
b. Fistula oronasal
3. Untuk bedah kraniofasial
a. Gangguan penghiduan karena cedera lamina cribriformis
b. Relaps pada distraksi osteogenesis
14. Informed Consent Perlu (tertulis)
15. Tenaga Standar 1. Dokter Spesialis Bedah Plastik untuk semua tindakan operatif.
Dokter Spesialis Bedah Umum untuk sumbing bibir atau unilateral
komplit bila tidak ada tenaga Bedah Plastik.
2. Speech therapist untuk terapi bicara
3. Ortodontist untuk perbaikan gigi.
16. Lama Perawatan Bervariasi
17. Masa Pemulihan 3-6 bulan
18. Hasil 1. Normal:
Bentuk bibir dan hidung simetris, bentuk muka normal, gigi geligi
tumbuh bagus, suara normal, parut operasi halus. Perbaikan proporsi
estetik kepala- wajah, oklusi baik
2. Kurang normal:
Parut kasar, asimetri bibir dan lubang hidung, gigi tak beraturan,
suara sengau, bentuk muka bagian tengah lebih ke dalam.
19. Patologi Tidak perlu
20. Otopsi Tidak perlu
21. Prognosis Baik
22. Tindak Lanjut 1. Penderita keluar dengan keadaan klinis baik, hasil operasi
memuaskan.
2. Pasien kontrol teratur
23. Tingkat Evidens 1a / A

135 | P a n d u a n P r a k t i k K l i n i s 2 0 1 5
& Rekomendasi
24. Indikator Medis Luka operasi baik, tidak ada infeksi, dan koloboma.
25. Edukasi 1. Untuk operasi bibir sumbing: Diet cair pakai sendok khusus, tidak
boleh mengedot dan mengisap selama 2 sampai 3 minggu.
2. Untuk operasi langit-langit : Diet cair pakai sendok khusus, tidak
boleh mengedot dan mengisap selama 4 minggu.
26. Kepustakaan Grabb and Smith’s, Plastic Surgery, Fifth Edition, 1997.

136 | P a n d u a n P r a k t i k K l i n i s 2 0 1 5
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF ILMU BEDAH
MICROTIA
2015

BRSU TABANAN

1. No. ICD 10 ICD Q16.0, Q16.1, Q17.2


2. Diagnosis Microtia
3. Pengertian Kelainan kongenital berupa daun telinga tidak terbentuk sebagian atau
seluruhnya dan dapat disertai kelainan pada struktur telinga tengah dan
dalam
4. Anamnesis Didapatkan kelainan bentuk telinga sejak lahir.

5. Pemeriksaan Fisik Didapatkan kelainan anatomi dan fisiologi telinga.

6. Kriteria Diagnosis Kelainan bawaan pada daun telinga berupa telinga kurang terbentuk /
kecil
7. Diagnosis Banding Tak ada

8. Pemeriksaan Rontgen foto untuk melihat pembentukan organ telinga tengah bila perlu
Penunjang
9. Konsultasi Spesialis THT bila ada defisit pendengaran

10. Perawatan Rawat jalan kecuali operasi.


Rumah Sakit
11. Terapi / tindakan Rekonstruksi telinga dapat berupa:
(ICD 9-CM) 4. Tahap I : Operasi tahap I dilakukan pada usia 8-9 tahun. Inserting
cartilage diambil dari tulang rawan kosta diatas fascia m.
temporalis.
5. Tahap II : dilakukan 3-6 bulan setelah operasi tahap I. Elevasi
telinga yang telah ditanam dan defek sekunder ditutup dengan skin
graft atau flap dari fascia m. tempotalis.
6. Menyempurnakan kekurangan-kekurangan pada operasi
sebelumnya.
12. Tempat BRSU TABANAN
Pelayanan
13. Penyulit 1. Garis batas rambut rendah, kulit pembungkus rangka telinga tidak
cukup.
2. Komplikasi pada area donor (pneumotoraks, atelektasis, deformitas
dinding dada, parut hipertropi).
3. Komplikasi pada telinga yang direkonstruksi (iskemia, nekrosis flap
kulit, rangka tulang rawan terpapar, infeksi, hematom, ekstrusi
kawat, resorbsi rangka tulang rawan).
14. Informed Consent Perlu (tertulis)

15. Tenaga Standar Dokter Spesialis Bedah Plastik

16. Lama Perawatan 1. 4-7 hari untuk tahap I


2. 7 hari untuk tahap II
3. Bergantung pada tindakan untuk tahap III
17. Masa Pemulihan 1. Berkisar antara 2-3 rninggu untuk tahap I – 6 bulan

137 | P a n d u a n P r a k t i k K l i n i s 2 0 1 5
2. 2 minggu untuk tahap II – 6 bulan
18. Hasil Sembuh dengan terbentuknya aurikula

19. Patologi Tidak diperlukan

20. Otopsi Tidak diperlukan

21. Prognosis Baik

22. Tindak Lanjut Evaluasi penyembuhan luka

23. Tingkat Evidens 1a / A


& Rekomendasi
24. Indikator Medis Luka operasi baik

25. Edukasi Luka operasi harus tetap bersih.

26. Kepustakaan Grabb and Smith’s, Plastic Surgery, Fifth Edition, 1997.

138 | P a n d u a n P r a k t i k K l i n i s 2 0 1 5
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF ILMU BEDAH
HIPOSPADI
2015

BRSU TABANAN

1. No. ICD 10 ICD Q54


2. Diagnosis Hipospadi
3. Pengertian Kelainan kongenital pada laki-laki dengan muara uretra eksternus
terletak pada ujung penis, melainkan lebih kearah proksimalis dan
berada di sisi ventralis penis.
4. Anamnesis Pasien pada saat kencing tidak seperti anak normal lainnya.
5. Pemeriksaan Fisik Didapatkan
1. Chordee
2. Undescended testis
3. Anomall traktus urinarius
4. Penis kecil (Penis mikro)
5. Skrotum bifidum
6. Kriteria Diagnosis Cacat bawaan berupa muara urethra terletak lebih proksimal dari
biasanya, ada atau tidak ada korde
7. Diagnosis Banding Genetalia ambigua
8. Pemeriksaan Kromosum seks bila ada kesulitan identifikasi jenis kelamin.
Penunjang
9. Konsultasi Bagian kesehatan anak untuk pemeriksaan kromosum seks, bila perlu
10. Perawatan Rawat jalan kecuali untuk tindakan operasi
Rumah Sakit
11. Terapi / tindakan 1. Tahap I eksisi korde
(ICD 9-CM) 2. Tahap II berjarak paling sedikit 6 bulan setelah tahap I, rekonstruksi
urethra (urethroplasty).
12. Tempat BRSU TABANAN
Pelayanan
13. Penyulit 1. Komplikasi awal : perdarahan, hematom, dehicensi, infeksi
2. Komplikasi lanjut : Fistula urethra, Batu urethra, Divertikel Urethra,
Striktura urethra, Stenosis meatus, Sisa korde
14. Informed Consent Perlu (tertulis)
15. Tenaga Standar 1. Dokter Spesialis Bedah Plastik
2. Dokter spesialis Bedah Urologi
3. Dokter Spesialis Bedah Anak
16. Lama Perawatan Masing-masing tahap memerlukan perawatan 7 hari, tergantung metoda
operasinya
17. Masa Pemulihan Untuk masing-masing tahap selama 2 minggu - 6 bulan
18. Hasil Sembuh dengan penis lurus dengan meatus uretra eksterna letaknya di

139 | P a n d u a n P r a k t i k K l i n i s 2 0 1 5
ujung penis
19. Patologi Tidak perlu
20. Otopsi Tidak Perlu
21. Prognosis Dubius ad bonam
22. Tindak Lanjut Evaluasi hasil operasi
23. Tingkat Evidens 1a / A
& Rekomendasi
24. Indikator Medis Luka operasi baik tanpa ada Fistal, penyempitan dan pancaran kencing
baik.
25. Edukasi 1. Luka operasi harus tetap bersih.
2. Rutin kontrol.
26. Kepustakaan Grabb and Smith’s, Plastic Surgery, Fifth Edition, 1997

140 | P a n d u a n P r a k t i k K l i n i s 2 0 1 5
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF ILMU BEDAH
TRAUMA KRANIO-MAKSILO-FACIAL
(FRAKTUR TULANG WAJAH)
2015
BRSU TABANAN

1. No. ICD 10 ICD SO2 (Fracture of skull and facial bone)


ICD SO3 ( Dislokasi, sprain & strain ligament dan sendi)
2. Diagnosis Trauma Kranio-Maksilo-Facial (Fraktur Tulang Wajah)
3. Pengertian Tindakan operatif untuk mengembalikan hubungan maksila-mandibula
serta maksilo-zygomatika-orbita yang normal; selain juga
mengembalikan tinggi maksila, proyeksi anterior, lebar transversal dan
oklusi yang normal.
4. Anamnesis Terdapat riwayat trauma pada tulang muka
5. Pemeriksaan Fisik 1. Perdarahan lewat lubang hidung dan mulut, salah satu hidung terasa
tersumbat, hematom atau edema pada tempat benturan
2. Adanya deformitas wajah, asimetri
3. Untuk tiga jenis yang pertama bisa ditemukan maloklusi
4. Deviasi hidung atau septum nasi
5. Gangguan pergerakan bola mata, diplopia, dystopia
6. Gangguan membuka dan menutup rahang bawah
7. Teraba diskontinuitas tulang
6. Kriteria Diagnosis 1. Perdarahan lewat lubang hidung dan mulut, salah satu hidung terasa
tersumbat, hematom atau edema pada tempat benturan
2. Adanya deformitas wajah, asimetri
3. Untuk tiga jenis yang pertama bisa ditemukan maloklusi
4. Deviasi hidung atau septum nasi
5. Gangguan pergerakan bola mata, diplopia, dystopia
6. Gangguan membuka dan menutup rahang bawah
7. Teraba diskontinuitas tulang
7. Diagnosis Banding Tidak ada
8. Pemeriksaan Foto rontgen jenis dan proyeksi bergantung pada keperluan (Foto tulang
Penunjang muka AP & lateral, Water`s photo/Reverse Water`s, Foto panoramic,
foto TM joint)
9. Konsultasi 1. Dokter Spesialis Bedah Saraf untuk cedera kepala.
2. Dokter Spesialis Mata bila dengan cedera bola mata.
10. Perawatan 1. Rawat inap untuk tindakan operasi
Rumah Sakit 2. Bila memberikan gangguan saluran napas, disertai cedera kepala
3. Persiapan operasi
4. Kumur betadine untuk higiene oral
5. Antibiotika
11. Terapi / tindakan 1. Konservatif:
(ICD 9-CM) Bila tidak memberikan gangguan fungsi maupun bentuk dan fraktur
dianggap cukup stabil.
141 | P a n d u a n P r a k t i k K l i n i s 2 0 1 5
2. Operatif:
Dilakukan apabila keadaan intrakranial sudah stabil, dan trauma
berat lainnya sudah diatasi. Pertimbangan estetik dan fungsional
harus diberikan dan dijelaskan sebaik-baiknya kepada pasien.
12. Tempat BRSU TABANAN
Pelayanan
13. Penyulit 1. Gangguan bentuk atau fungsi
2. Infeksi
3. Kematian bila ada cedera kepala berat.
14. Informed Consent Perlu (tertulis)
15. Tenaga Standar 1. Personil unit gawat darurat pada pertolongan pertama
2. Dokter Spesialis Bedah Plastik
16. Lama Perawatan 2 sampai 20 hari, bervariasi bergantung pada jenis berat fraktur
17. Masa Pemulihan 1. Untuk 3 fraktur pertama 8 minggu atau lebih.
2. Untuk fraktur lainnya 2 rninggu
18. Hasil 1. Sembuh, normal.
2. Sembuh dengan deformitas / cacat fungsi.
19. Patologi Tidak ada
20. Otopsi Tidak ada
21. Prognosis Dubius ad bonam
22. Tindak Lanjut Evaluasi hasil operasi
23. Tingkat Evidens 1a / A
& Rekomendasi
24. Indikator Medis Luka operasi baik, tanpa ada maloklusi, tanpa ada deformitas.
25. Edukasi 1. Luka operasi harus tetap bersih.
2. Oral higiene, diet lunak sementara.
3. Rutin kontrol.
26. Kepustakaan Grabb and Smith’s, Plastic Surgery, Fifth Edition, 1997

142 | P a n d u a n P r a k t i k K l i n i s 2 0 1 5
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF ILMU BEDAH
TRAUMA JARINGAN LUNAK
2015

BRSU TABANAN

1. No. ICD 10 Cedera Kulit dan Jaringan Lunak (Soft tissue Injury) Cedera Kulit Dan
Jaringan Lunak Ekstremitas (S40, S41, S50, S51, S57, S60, S61)
Cedera Superfisial dan Luka Terbuka Daerah Kepala dan Wajah (ICD
SO0, SO1, SO9)
Crush Injury Kepala dan Muka (SO7) Avulsi Kulit
2. Diagnosis Trauma Jaringan Lunak
3. Pengertian Tercabiknya jaringan kulit dengan atau tanpa jaringan dibawahnya
hingga terlepas dari dasarnya, yang berupa :
1. Skin loss (avulse kulit komplit)
2. Flap avulse (avulse kulit parsial)
3. Degloving (terbuka atau tertutup)
4. Anamnesis Riwayat trauma besar pada jaringan lunak atau terlindas
5. Pemeriksaan Fisik Terlepasnya kulit dari dasar / kulit sekitarnya, sebagian besar atau total,
bisa tanpa luka (closed avulsion / degloving), bisa dengan luka (open
avulsion / degloving)
6. Kriteria Diagnosis Terlepasnya kulit dari dasar / kulit sekitarnya, sebagian besar atau total,
bisa tanpa luka (closed avulsion / degloving), bisa dengan luka (open
avulsion / degloving)
7. Diagnosis Banding Tidak ada
8. Pemeriksaan Rontgen untuk diagnostik fraktur penyerta
Penunjang
9. Konsultasi Tidak ada
10. Perawatan Diperlukan bila tindakan operasi dilakukan dengan bius total (GA)
Rumah Sakit
11. Terapi / tindakan Operatif
(ICD 9-CM) 1. Penilaian vitalitas kulit yang terlepas dan pembuangan kulit yang
ternyata mati.
2. Penjahitan situasi tanpa tegangan sisa kulit yang masih vital.
3. Skin graft (tandur kulit) pada luka terbuka yang tersisa.
4. Hanya pencucian luka tidak dijahit, delayed STSG
5. Drain untuk closed avulsion / degloving
6. Operasi rekonstruksi dengan tehnik Bedah Mikro
12. Tempat BRSU TABANAN
Pelayanan
13. Penyulit 1. Kematian sebagian atau seluruh kulit yang terangkat
2. Infeksi
3. Parut yang jelek

143 | P a n d u a n P r a k t i k K l i n i s 2 0 1 5
14. Informed Consent Perlu (tertulis)
15. Tenaga Standar Spesialis Bedah Plastik
16. Lama Perawatan 2 minggu atau lebih
17. Masa Pemulihan 4 minggu sampai 1-2 tahun tergantung faktor-faktor yang menyertainya
18. Hasil 1. Sembuh baik
2. Sembuh dengan cacat
19. Patologi Tak diperlukan
20. Otopsi Tak diperlukan
21. Prognosis Dubia ad bonam
22. Tindak Lanjut Evaluasi parut dan fungsi
23. Tingkat Evidens 1a / A
& Rekomendasi
24. Indikator Medis Luka sembuh tanpa timbul skar atau keloid
25. Edukasi Rutin kontrol
26. Kepustakaan Grabb and Smith’s, Plastic Surgery, Fifth Edition, 1997

144 | P a n d u a n P r a k t i k K l i n i s 2 0 1 5
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF ILMU BEDAH
AMPUTASI ORGAN DAN EKSTREMITAS
2015

BRSU TABANAN

1. No. ICD 10 ICD S08, ICD S38.2, ICD S48, S58, ICD S67, S68
2. Diagnosis Amputasi Organ (Avulsi Kulit Kepala, Telinga, Hidung, Penis,
Vulva) dan Ekstremitas (Jari, Tangan, Lengan, Kaki Tungkai
Bawah)
3. Pengertian Terpisahnya sebagian atau sama sekali ekstremitas atas dari tempat
asalnya.
4. Anamnesis Teramputasinya organ
5. Pemeriksaan Fisik 1. Terpisahnya sama sekali bagian atau ekstremitas dari tubuh tersebut
2. Clean cut (amputasi secara tajam) atau bukan
6. Kriteria Diagnosis 1. Terpisahnya sama sekali bagian atau ekstremitas dari tubuh
tersebut.
2. Clean cut (amputasi secara tajam) atau bukan
7. Diagnosis Banding Amputasi partial
8. Pemeriksaan 1. Laboratorium
Penunjang 2. Radiologi
9. Konsultasi Tidak perlu
10. Perawatan Rawat inap segera untuk persiapan operasi
Rumah Sakit
11. Terapi / tindakan Amputasi dirawat sebagai berikut:
(ICD 9-CM) 1. Masukkan ke dalarn kantong plastik bersih (tanpa cairan)
2. Kantong tersebut ditutup rapat lalu dimasukkan ke kantong kedua
berisi air biasa (2/3 bagian) + potongan es (1/3 bagian).
3. Sebaiknya tindakan ini dilakukan segera di tempat kejadian.
4. Operasi replantasi dengan rnikroskop + instrumen Bedah mikro.
12. Tempat BRSU TABANAN
Pelayanan
13. Penyulit 1. Perdarahan
2. Trombus
3. Infeksi
4. Kegagalan replantasi akibat thrombus.
14. Informed Consent Perlu (tertulis)
15. Tenaga Standar Dokter Spesialis Bedah Plastik
16. Lama Perawatan 10 hari sampai 1 bulan
17. Masa Pemulihan 6 minggu sampai setahun
18. Hasil 1. Sembuh total atau amputat tersambung kembali dan berfungsi baik.

145 | P a n d u a n P r a k t i k K l i n i s 2 0 1 5
2. Sembuh kurang sempurna
3. Gagal
19. Patologi Tidak perlu
20. Otopsi Tidak perlu
21. Prognosis Dubia ad bonam
22. Tindak Lanjut Evaluasi parut dan fungsi
23. Tingkat Evidens 1a / A
& Rekomendasi
24. Indikator Medis Luka baik dan viable
25. Edukasi Rutin kontrol
26. Kepustakaan Grabb and Smith’s, Plastic Surgery, Fifth Edition, 1997

146 | P a n d u a n P r a k t i k K l i n i s 2 0 1 5
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF ILMU BEDAH
COMBUSTIO / BURN INJURY / LUKA BAKAR
2015

BRSU TABANAN

1. No. ICD 10 ICD T20-T25, T26-T35


2. Diagnosis Combustio / Burn Injury / Luka Bakar
3. Pengertian Kerusakan kulit dan atau tanpa jaringan dibawahnya yang dapat
disebabkan oleh api, air panas, benda panas, uap panas, bahan kimia,
listrik, radiasi, blast injury (Quarternary blast injury).
4. Anamnesis Ada riwayat trauma bakar karena api, panas, listrik, kimia, radiasi, suhu
dingin
5. Pemeriksaan Fisik 1. Derajat kedalaman:
I. Hanya eritem
II. Bila superfisial kerusakan sampai sebagian dermis, bila dalam
kerusakan pada seluruh dermis
III. Kerusakan lebih dalarn dari dermis (sudah mengenai subkutis)
2. Dalam penilaian derajat I tidak diperhitungkan.
3. Luas luka bakar dalam %, untuk kemudahan menggunakan rumus 9.
4. Lokasi luka bakar.
5. Komplikasi penyerta seperti syok hipovolemik, cedera inhalasi dan
cedera penyerta
6. Penyakit premorbid
6. Kriteria Diagnosis 1. Derajat kedalaman:
I. Hanya eritem
II. Bila superfisial kerusakan sampai sebagian dermis, bila dalam
kerusakan pada seluruh dermis
III. Kerusakan lebih dalarn dari dermis (sudah mengenai subkutis)
2. Dalam penilaian derajat I tidak diperhitungkan.
3. Luas luka bakar dalam %, untuk kemudahan menggunakan rumus 9.
4. Lokasi luka bakar.
5. Komplikasi penyerta seperti syok hipovolemik, cedera inhalasi dan
cedera penyerta
6. Penyakit premorbid
7. Diagnosis Banding Tidak ada
8. Pemeriksaan Tidak ada
Penunjang
9. Konsultasi Disiplin ilmu lain sesuai dengan penyakit yang menyertai atau
komplikasi yang timbul
10. Perawatan Rawat inap untuk :
Rumah Sakit 1. Luka bakar derajat II / III lebih dan 10% pada anak-anak, 15% pada
dewasa.

147 | P a n d u a n P r a k t i k K l i n i s 2 0 1 5
2. Derajat III > 2%.
3. Luka bakar disertai trauma berat lain: inhalasi dan sebagainya.
4. Luka bakar listrik.
5. Luka bakar daerah wajah, tangan, kaki, perineal / genital
6. Disertai trauma penyerta lain atau penyakit sistemik berat lain,
retardasi mental
7. Penderita tidak mampu merawat dirinya sendiri.
11. Terapi / tindakan 1. Didahulukan penanggulangan terhadap gangguan jalan pernapasan
(ICD 9-CM) dan sirkulasi
2. Perawatan Intensif Luka Bakar
3. Perkiraan jumlah dan pemberian cairan dengan menggunakan rumus
Baxter:
a. Hari I diperkirakan memerlukan:
a) Untuk orang dewasa rumusnya :
4cc x berat badan dalam kg x % luas luka bakar, dimana ½
diberikan pada 8 jam pertama dari trauma dan ½ nya
diberikan 16 jam berikutnya. Cairan yang diberikan Ringer
Lactat. Dan pada jam ke 18 diberikan tambahan Koloid 500
cc.
b) Untuk anak-anak < 5 tahun rumusnya :
(2cc x berat badan dalam kg x % luas luka bakar) +
kebutuhan maintanance.
b. Kebutuhan maintanance untuk anak-anak :
a) < 10 kg : berat badan dikalikan 100 cc
b) 10-20 kg : 1000 cc + penambahan berat badan dikali 75.
c) - >20 kg : 1000 cc + penambahan berat badan dikali 50
Cairan yang diberikan pada anak-anak :
RL + Koloid (Dextran) dengan perbandingan 17 : 3, ½ diberikan
pada 8 jam pertama dari trauma dan ½ nya diberikan 16 jam
berikutnya.
Hari berikutnya pemberian cairan hipertonik ( albumin
hiperonkotik dan NaCl 3%)
Escharotomy untuk daerah dada dan extrimitas pada eskar yang
konstriktif

Terapi pada luka:


1. Derajat II, superfisial obat topikal untuk luka, bactigrass, kasa
lembab NaCl 0,9%)
2. Derajat II dalam Derajat III, obat topikal yang dapat menembus skar
(silver sulfadiazin)
3. Antibiotika (bila luka kotor) ada infeksi sistemik, dengan cedera
inhalasi, selanjutnya berdasarkan hasil kultur
4. Toksoid 1 cc untuk tiap 2 mg, 3 x berturut-turut, ATS diberikan pada
semua yang belum pemah mendapat toksoid.
5. Sukralfat untuk protekor mukosa lambung.
6. Diet kalori dan protein tinggi, nutrisi enteral dini dengan sonde
feeding sejak 8 jam psca trauma
7. Fisioterapi
8. Bila penyebab adalah bahan kimia, perlu dibilas secara tuntas
148 | P a n d u a n P r a k t i k K l i n i s 2 0 1 5
dengan air segera pada jam-jam permulaan.
9. Eksisi tangential dini dan skin grafting setelah pasien stabil.
10. Eksisi dini dan rekonstruksi flap untuk luka bakar listrik derajat III
12. Tempat BRSU TABANAN
Pelayanan
13. Penyulit 1. Gangguan saluran napas
2. Gangguan sirkulasi bila berlanjut dapat rnenyebabkan kegagalan
organ multipel.
3. Kelebihan atau kekurangan cairan maupun elektrolit.
4. Infeksi pada kulit, saluran napas, saluran kemih.
5. Ulkus stres.
6. Parut hipertrofi dan kontraktur, untuk jangka panjang
7. Deformitas penampakan yang hebat.
14. Informed Consent Perlu (tertulis)
15. Tenaga Standar 1. Dokter Umum untuk luka bakar ringan.
2. Dokter Spesialis Bedah yang berkecimpung pada luka bakar (Burn
Surgeon)
3. Dokter Spesialis Bedah Plastik untuk semua luka bakar.
4. Dokter Spesialis Anestesi.
5. Dokter Spesialis Penyakit Dalam.
6. Paramedis yang berkecimpung pada perawatan luka bakar
16. Lama Perawatan Sangat dipengaruhi oleh kedalaman dan luas luka. Dirawat sampai luka
lebih kecil dari indikasi perawatan
17. Masa Pemulihan Sangat bervariasi, mungkin 2 tahun atau lebih bergantung pada parut
yang terjadi.
18. Hasil 1. Sembuh dengan kecacatan warna kulit saja sampai kecacatan berat,
tidak dapat menggerakkan sendi-sendi.
2. Kematian
19. Patologi Tidak perlu
20. Otopsi Mungkin diperlukan bila terjadi kematian
21. Prognosis Dubia tergantung dari kedalaman dan luas luka bakar
22. Tindak Lanjut Evaluasi parut dan deformitas
23. Tingkat Evidens 1a / A
& Rekomendasi
24. Indikator Medis Luka sembuh dengan baik (Epitelisasi)
25. Edukasi Rutin kontrol perawatan luka.
26. Kepustakaan Grabb and Smith’s, Plastic Surgery, Fifth Edition, 1997

149 | P a n d u a n P r a k t i k K l i n i s 2 0 1 5
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF ILMU BEDAH
BEDAH PLASTIK ESTETIK / KOSMETIK
2015

BRSU TABANAN

1. No. ICD 10 ICD Z41, Z42, Z44, Y98


2. Diagnosis Bedah Plastik Estetik / Kosmetik
3. Pengertian Bedah estetik atau kosmetik dilakukan pada pasien-pasien normal dan
sehat, namun menurut pasien bentuk tubuh yang dimiliki kurang baik
atau harmonik misalnya mempunyai hidung yang kurang mancung atau
pesek, adanya operasi plastik ini diharapkan mendapatkan bentuk tubuh
yang mendekati sempurna.
4. Anamnesis Pesien mengeluh ketidakharmonisan dari segi penampilan di wajah atau
tubuh pasien
5. Pemeriksaan Fisik 1. Semua keluhan yang menyangkut masalah penampilan.
2. Semua keluhan yang pada dasarnya ingin mengubah penampilan
kearah yang lebih baik / harmonis
6. Kriteria Diagnosis 1. Semua keluhan yang menyangkut masalah penampilan.
2. Semua keluhan yang pada dasarnya ingin mengubah penampilan
kearah yang lebih baik / harmonis
7. Diagnosis Banding Tidak ada
8. Pemeriksaan 1. Laboratorium
Penunjang 2. Radiologi dan lain-lain
9. Konsultasi Dokter spesialis yang dianggap perlu
10. Perawatan Pasca operasi, tidak selalu perlu rawat inap
Rumah Sakit
11. Terapi / tindakan 1. Operatif
(ICD 9-CM) 2. Mengubah penampilan pasien dengan menambah-mengurangi-
menggeser jaringan yang diperlukan
12. Tempat BRSU TABANAN
Pelayanan
13. Penyulit 1. Seperti halnya pembedahan umumnya dan hal khusus misal parut
berlebih
2. Masa pernulihan: bervariasi
14. Informed Consent Perlu (tertulis)
15. Tenaga Standar Dokter Spesialis BedahPlastik
16. Lama Perawatan Bervariasi
17. Masa Pemulihan 3 minggu – 6 bulan
18. Hasil Penampilan pasien setelah operasi plastik tambah baik dan terdapat
peningkatan kepercayaan

150 | P a n d u a n P r a k t i k K l i n i s 2 0 1 5
19. Patologi Tidak diperlukan
20. Otopsi Tidak diperlukan
21. Prognosis Baik
22. Tindak Lanjut Evaluasi hasil operasi
23. Tingkat Evidens 1a / A
& Rekomendasi
24. Indikator Medis Pasien puas dengan hasil sesuai harapan
25. Edukasi Kontrol dan perawatan luka secara teratur
26. Kepustakaan Grabb and Smith’s, Plastic Surgery, Fifth Edition, 1997

151 | P a n d u a n P r a k t i k K l i n i s 2 0 1 5
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF ILMU BEDAH
KELOID DAN PARUT HIPERTROFI
2015

BRSU TABANAN

1. No. ICD 10 ICD L 90.5, L 91


2. Diagnosis Keloid dan Parut Hipertrofi
3. Pengertian 1. Parut Hipertrofi: Parut dengan proliferasi jaringan ikat yang
berlebihan tetapi tidak melewati batas tepi luka.
2. Keloid: Parut dengan proliferasi jaringan ikat yang berlebihan dan
melewati batas tepi luka.
4. Anamnesis Didapatkan keloid dan skar pada daerah tertentu
5. Pemeriksaan Fisik Didapatkan keloid dan skar sesuai dengan kriteria diagnosis.
6. Kriteria Diagnosis 1. Keloid: parut yang menonjol menyebuk ke kulit yang sehat jauh
diluar trauma dengan tanda-tanda inflamasi (tambah besar, gatal,
sakit) berkepanjangan
2. Parut Hipertrofik: bila parut yang menonjol tidak melebihi batas luka
awal.
7. Diagnosis Banding Fibrosarkoma
8. Pemeriksaan Tidak diperlukan
Penunjang
9. Konsultasi Dokter Spesialis Patalogi Anatomi bila perlu.
10. Perawatan Rawat jalan kecuali untuk operasi
Rumah Sakit
11. Terapi / tindakan 1. Farmakologis
(ICD 9-CM) Suntikan kortikosteroid yang bekerja lokal. Balut penekan
2. Bedah
Eksisi kalau perlu full thickness skin graft, dilanjutkan dengan
radiasi atau suntikan kostikosteroid pasca eksisi
12. Tempat BRSU TABANAN
Pelayanan
13. Penyulit Karena penyakit cacat tubuh yang menyebabkan cacat kepribadian
fungsi alat tubuh yang terkena berkurang
14. Informed Consent Perlu (tertulis)
15. Tenaga Standar 1. Dokter Spesialis Bedah Plastik.
2. Dokter Spesialis Radioterapi untuk radiasi.
3. Dokter Umum untuk suntikan kortikosteroid.
16. Lama Perawatan 1 hari – 2 minggu
17. Masa Pemulihan Sangat bervariasi
18. Hasil Sembuh dengan estetika baik

152 | P a n d u a n P r a k t i k K l i n i s 2 0 1 5
Residif
Depigmentasi akibat radiasi
19. Patologi Bila ada keraguan dengan sarkoma
20. Otopsi Tidak diperlukan
21. Prognosis Dubia ad Bonam
22. Tindak Lanjut Evaluasi penyembuhan luka
23. Tingkat Evidens 1a / A
& Rekomendasi
24. Indikator Medis Luka sembuh
25. Edukasi Rajin Kontrol
26. Kepustakaan Grabb and Smith’s, Plastic Surgery, Fifth Edition, 1997

153 | P a n d u a n P r a k t i k K l i n i s 2 0 1 5
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF ILMU BEDAH
SINDACTILY
2015

BRSU TABANAN
1. No. ICD 10 Q 70
2. Diagnosis Sindactily
3. Pengertian Kelainan kongenital berupa kegagalan pemisahan jari-jari tangan atau
kaki.
4. Anamnesis Didapatkan jari yang menyatu.
5. Pemeriksaan Fisik Didapatkan jari yang menyatu
6. Kriteria Diagnosis Kelainan kongenital berupa kegagalan pemisahan jari-jari tangan atau
kaki
7. Diagnosis Banding -
8. Pemeriksaan Foto rontgen tangan AP & oblique, Arteriografi bila diperlukan terutama
Penunjang sindactily yang komplek.
9. Konsultasi Spesialis terkait sesuai kebutuhan
10. Perawatan 1. Rawat inap untuk tindakan operasi
Rumah Sakit 2. Persiapan operasi
3. Pemberian Antibiotika
11. Terapi / tindakan Separasi jari  penutupan defek dengan penjahitan primer, skin Graft
(ICD 9-CM) atau flap

12. Tempat Pelayanan BRSU TABANAN


13. Penyulit Perdarahan, infeksi, nekrosis flap / jari, kegagalan skin graft, kontaktur,
rekurensi
14. Informed Consent Perlu (tertulis)
15. Tenaga Standar Dokter Spesialis Bedah Plastik
16. Lama Perawatan Bervariasi
17. Masa Pemulihan 3 minggu-6 bulan
18. Hasil Jari-jari terpisah dengan baik serta fungsi sendi.
19. Patologi Tidak diperlukan
20. Otopsi Tidak diperlukan
21. Prognosis Dubius ad bonam
22. Tindak Lanjut Rehabilitasi jari
23. Tingkat Evidens 1a / A
& Rekomendasi
24. Indikator Medis Luka sembuh

154 | P a n d u a n P r a k t i k K l i n i s 2 0 1 5
25. Edukasi Rajin kontrol
26. Kepustakaan Grabb and Smith’s, Plastic Surgery, Fifth Edition, 1997

155 | P a n d u a n P r a k t i k K l i n i s 2 0 1 5
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF ILMU BEDAH
KARSINOMA SEL BASAL
2015

BRSU TABANAN

1. No. ICD 10 ICD C 44


2. Diagnosis Karsinoma Sel Basal
3. Pengertian Tumor ganas kulit yang berasal dari kratinisit lapisan basal epidermis,
bersifat invasif tetapi jarang bermetastasis.
4. Anamnesis Terdapat riwayat tahi lalat yang mudah berdarah, tidak sembuh-sembuh,
bertambah besar dan luas, serta ada riwayat terpapar matahari pada
waktu yang cukup lama.
5. Pemeriksaan Fisik Didapatkan tumor berbatas tegas, tepi tidak rata, mudah berdarah, bisa
didapatkan tanda infeksi. Tumor ganas berasal dari lapisan keratinosit
bersifat lokal invasif tetapi jarang bermetastase
6. Kriteria Diagnosis Didapatkan tumor berbatas tegas, tepi tidak rata, mudah berdarah, bisa
didapatkan tanda infeksi. Tumor ganas berasal dari lapisan keratinosit
bersifat lokal invasif tetapi jarang bermetastase
7. Diagnosis Banding Papiloma sel basal, keratosis aktinik, nevus melanositik, melanoma
maligna
8. Pemeriksaan Pemeriksaan PA, Radiologi, thoraks foto, USG.
Penunjang
9. Konsultasi Spesialis terkait sesuai kebutuhan
10. Perawatan Rawat jalan atau rawat inap untuk tindakan operasi
Rumah Sakit
11. Terapi / tindakan Eksisi luas, penutupan primer / skin graft / flap lokal / free flap.
(ICD 9-CM)
12. Tempat BRSU TABANAN
Pelayanan
13. Penyulit Perdarahan, infeksi, destruksi jaringan sekitar termasuk otot, saraf dan
tulang, kemungkinan residif. Nekrosis flap, kegagalan graft.
14. Informed Consent Perlu (tertulis)
15. Tenaga Standar 1. Dokter Spesialis Bedah Plastik
2. Dokter Spesialis Bedah Onkologi untuk join operasi.
16. Lama Perawatan Bervariasi
17. Masa Pemulihan 3 minggu- 6 bulan
18. Hasil Tumor terangkat dan hasil eksisi bebas tumor.
19. Patologi Diperlukan
20. Otopsi Tidak diperlukan
156 | P a n d u a n P r a k t i k K l i n i s 2 0 1 5
21. Prognosis Baik bila hasil eksisi bebas tumor
22. Tindak Lanjut Evaluasi parut dan rekurensi, menghindari sinar matahari, penggunaan
krim tabir surya, berhati-hati terhadap pemakaian obat-obatan yang
bersifat sun-sensitivising.
23. Tingkat Evidens Penderita diwajibkan kontrol setiap 6 bulan selama 5 tahun
& Rekomendasi
24. Indikator Medis Luka sembuh
25. Edukasi Rajin kontrol
26. Kepustakaan Grabb and Smith’s, Plastic Surgery, Fifth Edition, 1997

157 | P a n d u a n P r a k t i k K l i n i s 2 0 1 5
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF ILMU BEDAH
HERNIA INGUINALIS LATERALIS
2015

BRSU TABANAN

1. No. ICD 10 K 40.9


2. Diagnosis Hernia Inguinalis Lateralis, Unilateral
3. Pengertian Protrusi organ viscus atau bagian dari organ viscus melalui pembukaan
pada inguinal canal
4. Anamnesis 1. Terdapat riwayat adanya benjolan yang timbul hilang di daerah
inguinal. Benjolan dapat hilang timbul (reponibilis) atau menetap
(irreponibilis), atau timbul gejala ileus obstruksi (incarcerata), atau
timbul gejala strangulasi (strangulata).
2. Faktor predisposisi: PPOK, BPH
5. Pemeriksaan Fisik 1. Pemeriksaan fisik umum: kondisi pasien baik (pada pasien hernia
reponibilis dan irreponibilis), tanda ileus obstruksi pada hernia
incarcerata, tanda strangulasi pada hernia strangulasi.
2. Pemeriksaa fisik di daerah inguinal: dapat terlihat atau teraba
benjolan bulat lonjong mulai dari inguinal hingga scrotum
6. Kriteria Diagnosis Pemeriksaan Klinis:
1. Anamnesa:
a. Benjolan di daerah inguinal, bila inkarserata terasa nyeri
b. Faktor predisposisi: PPOK, BPH
2. Pemeriksaan fisik:
a. Ku Baik
b. Benjolan di daerah inguinal
c. Inspeksi:
a) Hilang timbul (reponibilis)
b) Tidak bisa dimasukkan (irreponibilis)
d. Auskultasi: diatas benjolan terdengar bising usus (bila isi
kantong adalah usus)
e. Palpasi:
a) Finger test
b) Thumb test
c) Ziemen test
7. Diagnosis Banding 1. Hidrokel funikuli
2. Limfadenopati inguinal
3. Abses inguinal
4. Hidrokel
5. Lipoma pada pelipatan paha
8. Pemeriksaan 1. Untuk tindakan pembedahan: thorax foto, EKG
Penunjang 2. Pemeriksaan laboratorium: Darah lengkap
9. Konsultasi 1. Penyakit Dalam untuk toleransi operasi

158 | P a n d u a n P r a k t i k K l i n i s 2 0 1 5
2. Anestesi untuk toleransi pembiusan
10. Perawatan Diperlukan bila terjadi penyulit (di Ruang perawatan BRSU
Rumah Sakit TABANAN)
11. Terapi / tindakan 1. Untuk hernia inguinal reponibilis dan ireponibilis dikerjakan
(ICD 9-CM) herniotomi (teknik bassini, teknik halsted) dan pemasangan mesh
secara elektif.
2. Untuk hernia inguinal incarcerata dilakukan urutan tindakan sebagai
berikut: dekompresi NGT, pemasangan DK, resusitasi cairan dan
elektrolit, reduksi manual kantung hernia. Bila reduksi manual
berhasil maka dilakukan herniotomy urgent. Sedangkan bila reduksi
manual tidak berhasil dalam waktu kurang dari 6 jam, maka
disiapkan operasi emergensi.
3. Untuk hernia inguinal strangulata dilakukan tindakan operasi
emergensi.
4. Bila isi kantung hernia adalah usus yang tidak viable maka dilakukan
tindakan reseksi anastomose
12. Tempat RS tipe C/B/A
Pelayanan
13. Penyulit 1. Hernia residif, hematome luka operasi
2. Inkarserata / strangulasi dengan segala akibatnya
14. Informed Consent Perlu
15. Tenaga Standar Konsultan Bedah Digestif, Dokter Bedah Umum
16. Lama Perawatan One day care untuk hernia inguinal tanpa penyulit dan usia kurang dari
50 tahun. Bila ada penyulit, perawatan bisa lebih lama
17. Masa Pemulihan 3-5 hari
18. Hasil Tidak terjadi kekambuhan hernia inguinalis
19. Patologi Tidak perlu
20. Otopsi Tidak perlu
21. Prognosis Baik
22. Tindak Lanjut 1. Setelah pasien pulang dari RS dilakukan evaluasi pasca bedah:
penilaian penyembuhan luka dan kekambuhan
2. Jangka panjang: evaluasi kekambuhan dan munculnya hernia pada
sisi lain.
23. Tingkat Evidens IA
& Rekomendasi
24. Indikator Medis Keluhan, klinis
25. Edukasi 1. Mengenai penyakit, rencana tindakan pembedahan
2. Menghindari mengangkat beban yang berlebihan
3. Pengobatan terhadap penyakit yang mendasari: PPOK, BPH
26. Kepustakaan 1. Dodson TF : Hernia In : Manual of Clinical Problem in Surgery. Ist ed.
Litle Brown and Co Boston. 1984, p. 215-218
2. Dudley. HAF : Hamilton Bailey’s Emergency Surgery. 11th ed. John
Wright & Sons. Bristol. 1986. p. 375-381
3. Way LW : Hernia other lesion of the abdominal wall In : Current Surgical
4. Diagnosis and Treatment. 10th ed. Prentice Hall International Inc. 1994. p.
712-724
5. Devlin HB : Management of Abdominal Hernia. Ist ed. Butterworth & Co.

159 | P a n d u a n P r a k t i k K l i n i s 2 0 1 5
London 1988
6. Skandalakis JE : Hernia Surgical Anatomy and Technique. Mc Graw Hill
Inc. USA.1988.

160 | P a n d u a n P r a k t i k K l i n i s 2 0 1 5
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF ILMU BEDAH
GASTER PERFORASI
2015

BRSU TABANAN

1. No. ICD 10 K25.5 Chronic or unspecified gastric ulcer with perforation


2. Diagnosis Gaster Perforasi
3. Pengertian Perforasi gastroduodenal umum yang sering diakibatkan oleh komplikasi
ulkus peptikum (ulkus gaster dan ulkus duodenum)
4. Anamnesis Demam, nyeri tiba-tiba, berat, konstan, terutama di epigastrium menjalar
ke punggung, perut kembung, selanjutnya nyeri menjalar ke seluruh
perut
5. Pemeriksaan Fisik 1. Demam, tachycardia, letargic
2. R. abdomen:
a. Inspeksi: distensi
b. Auskultasi: bising usus menurun
c. Palpasi: nyeri tekan (+), defans (-)
d. Perkusi: hypertimpani, pekak hepar menghilang
6. Kriteria Diagnosis 1. Gejala: Demam, nyeri tiba-tiba, berat, konstan, terutama di
epigastrium menjalar ke punggung, perut kembung, selanjutnya
nyeri menjalar ke seluruh perut
2. Tanda:
a. Demam, tachycardia, letargic
b. R. abdomen:
a) Inspeksi: distensi
b) Auskultasi: bising usus menurun
c) Palpasi: nyeri tekan (+), defans (-)
d) Perkusi: hypertimpani, pekak hepar menghilang
3. Penunjang:
a. Laboratorium: DL, kimia darah, elektrolit, AGD
b. Radiologi: BOF 3 posisi, CT scan abdomen (bila meragukan).
7. Diagnosis Banding Perforasi usus
8. Pemeriksaan 1. Laboratorium: DL, kimia darah, elektrolit, AGD
Penunjang 2. Radiologi: BOF 3 posisi, CT scan abdomen (bila meragukan).
9. Konsultasi Anestesi untuk preoperasi
10. Perawatan 1. EGDT
Rumah Sakit 2. Pembedahan:
Laparotomi- primer hacting + omental patch (graham-steele closure)
/ laparoscopic
11. Terapi / tindakan Koreksi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
(ICD 9-CM) EGDT bila sepsis
Dekompresi (NGT, DK)
Laparotomi- primer hacting + omental patch (graham-steele closure) /

161 | P a n d u a n P r a k t i k K l i n i s 2 0 1 5
laparoscopic
12. Tempat RS kelas A, B, C
Pelayanan
13. Penyulit Sepsis, syok sepsis, MOF, dehidrasi
14. Informed Consent Diperlukan
15. Tenaga Standar Konsultan Bedah Digestif, Dokter Bedah Umum.
16. Lama Perawatan ± 7 hari
17. Masa Pemulihan 14 hari
18. Hasil Sembuh (bebas keluhan)
Infeksi luka operasi
19. Patologi Perlu
20. Otopsi Tidak perlu
21. Prognosis Tergantung kecepatan diagnosis dan tindakan:
Bila tindakan operasi dan antibiotika cepat dilakukan prognosis baik
Bila diagnosis, tindakan dan antibiotika terlambat maka prognosis dubia
ad malam
22. Tindak Lanjut Follow up poliklinis
23. Tingkat Evidens Level 1A: Pembedahan merupakan pilihan yang tepat untuk perforasi
& Rekomendasi ulcus pepticum
Level 1A: Simple closure dengan atau tanpa omental patch efektif dan
aman untuk perforasi ulkus kecil (< 2 cm)
Level 1B: Pada ulkus perforasi besar, perdarahan atau stricture
diperlukan reseksi gastroduodenal
24. Indikator Medis Keluhan, klinis
25. Edukasi Edukasi mengenai perawatan luka, diet, dan kontrol pasca operasi.
26. Kepustakaan 1. Livingstone EH. Stomach and duodenum. In Norton JA, Bollinger
RR, Chang AE, et al, editors. Surgery basic science and clinical
evidence. 1st ed. New York: Springer-Verlag;2001.p.492-496
2. Schwartz SI : Principles of Surgery, 5th ed, Mc Graw Hill, 1989
3. Way LW : Current Surgical Diagnosis and Treatment, 9th ed,
Prentice Hall International Inc.

162 | P a n d u a n P r a k t i k K l i n i s 2 0 1 5
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF ILMU BEDAH
TUMOR GASTER
2015

BRSU TABANAN

1. No. ICD 10 C.16.9 Malignant Neoplasm of Stomach


2. Diagnosis Tumor Gaster
3. Pengertian Benjolan berbentuk eksofitik, polipod atau ulkus di gaster atau infiltrasi
secara difus tanpa terbentuk massa di dinding gaster
4. Anamnesis Perut kembung, berat badan turun, nafsu makan turun, mual, muntah.
5. Pemeriksaan Fisik 1. Teraba massa intra abdomen
2. Pembesaran KGB supra clavicula (Virchow Node), peri umbilikal
(Sister Mary Joseph)
3. RT: teraba massa ekstralumen rektum (blummershelf), massa pada
genetalia interna wanita (krukenberg).
6. Kriteria Diagnosis 1. Anamnesis: anoreksia, mual, muntah, penurunan berat badan, nyeri
menelan
2. Klinis: teraba massa intra abdomen, terlihat massa intra gaster pada
endoskopi
3. Pembesaran KGB supra clavicula (Virchow Node), peri umbilikal
(Sister Mary Joseph)
4. Penunjang diagnostik: Esofagogastroduodenoskopi, CT Scan
Abdomen, USG Abdomen atas-bawah
7. Diagnosis Banding 1. Ca Esofagus Distal
2. Ulkus Gaster
3. Ulkus Peptikum
8. Pemeriksaan 1. Diagnostik:
Penunjang a. Endoskopi : Esofagogastroduodenoskopi
b. Radiologi : OMD, BOF, CT Scan Abdomen
c. Patologis : biopsi, jenis histologis, derajat deferensiasi sel
d. Pemeriksaan histologis spesimen operasi
2. Staging:
a. T : klinis, imaging, patologi
b. N : klinis, imaging, patologi
c. M : klinis, (X-foto toraks, USG abdomen, CT-scan, MRI)
9. Konsultasi Bedah digestif
10. Perawatan Rawat inap untuk diagnosis dan tindakan
Rumah Sakit
11. Terapi / tindakan 1. Bedah:
(ICD 9-CM) a. Operabel : standard gastrectomy, modified gastrectomy
b. Inoperabel :
a. Paliatif bypass gastojejenostomy jejenojenostomy Roux-n-Y
163 | P a n d u a n P r a k t i k K l i n i s 2 0 1 5
2. Kemoterapi:
a. Adjuvant: tergantung stadium (capecitabine, kombinasi
docetaaxell, oxalipalin, 5-Fluorouracil)
b. Paliatif: kombinasi docetaxell, oxaliplatin, 5-FU +
Trantzuzumab)
12. Tempat Minimal RS kelas-B
Pelayanan
13. Penyulit 1. Penyakit: Anemia, Gizi
2. Terapi:
a. Operasi: perdarahan, infeksi
b. Radioterapi: radiodermatitis
c. Kemoterapi: mual, muntah, leukopeni, infeksi, toksis
14. Informed Consent Perlu
15. Tenaga Standar Dokter Spesialis Bedah Konsultan Bedah Digestif
16. Lama Perawatan ± 10 hari
17. Masa Pemulihan ± 14 hari
18. Hasil 1. Stadium dini : bebas kanker
2. Stadium lanjut : DFS atau OS diperpanjang
3. Stadium sangat lanjut : tidak sembuh, paliasi
19. Patologi 1. Adenocarcinoma
2. Intestinal type
3. Diffuse type
20. Otopsi Perlu untuk: konfirmasi diagnosis dan kasus kematian yang tidak jelas
21. Prognosis 1. Stadium dini : baik
2. Stadium lanjut : dubius
3. Stadium sangat lanjut : jelek
22. Tindak Lanjut Kontrol untuk evaluasi penyakit:
0-3 tahun : setiap 3 bulan sekali
3-5 tahun : setiap 6 bulan sekali
> 5 tahun : setiap 1 tahun sekali
23. Tingkat Evidens Level 2C. Pada curable tumor idealnya adalah standart gastrectomy
& Rekomendasi dengan D2 Lymph node dissection.
Category 2A ( NCCN version 2014 categories of evidens and consensus)
24. Indikator Medis Keluhan, klinis, radiologis
25. Edukasi 1. Hindari makanan dengan kandungan garam tinggi, makanan
berpengawet, alkohol, merokok
2. Banyak mengkonsumsi buah-buahan, sayur, vitamin C, vitamin A.
26. Kepustakaan 1. Williams N S, Bulstrode C J K, O;Connel P R, (EDS): Bailey’s &
Love’s Short Practice of Surgery 25th. Edward Arnold Ltd, London,
2008.
2. Norton JA, Bollinger RR, Chang AE, Lowry SF, Mulvihill SJ, Pass
HI, Thompson RW, (EDS) : SURGERY, Basic Science and Clinical
Evidence. Springer-Berlag New York Inc. 2001, pp 1565-1881.
3. Feig BW, Berger DH, Fuhrman GM, (EDS) : THE M.D.
ANDERSON SURGICAL ONCOLOGY HANDBOOK. Third
Edition, Lippincott Williams & Wilkins, Houston Texas, 2003.
4. Devita PT, Hellman S, Rosenberg SA, (EDS) : CANCER, Principles
164 | P a n d u a n P r a k t i k K l i n i s 2 0 1 5
& Practice of Oncology. 6 Ed. Lippincott – William & Wilkins,
2001.

165 | P a n d u a n P r a k t i k K l i n i s 2 0 1 5
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF ILMU BEDAH
CHOLELITHIASIS
2015

BRSU TABANAN

1. No. ICD 10 K 80
2. Diagnosis Cholelithiasis
3. Pengertian Batu kandung empedu merupakan gabungan beberapa unsur yang
membentuk suatu material mirip batu yang terbentuk di dalam kandung
empedu
4. Anamnesis Nyeri, kolik perut kanan atas.
5. Pemeriksaan Fisik Abdomen:
1. Inspeksi : dalam batas normal
2. Auskultasi : bising usus normal
3. Palpasi : Murphy’s sign bila mengalami cholecystitis
4. Perkusi : tymphani
6. Kriteria Diagnosis 1. Anamnesa:
Nyeri kolik perut kanan atas dan menyebar ke ujung scapula kanan
2. Pemeriksaan fisik:
a. Inspeksi : (-)
b. Palpasi : Murphy’s sign bila mengalami cholecystitis
c. Perkusi : tymphani
d. Auskultasi : bising usus normal
3. Penunjang:
a. Pemeriksaan darah : DL, LFT lengkap
b. Pemeriksaan Imaging :USG abdomen atas
7. Diagnosis Banding 1. Gastritis akut
2. Apendisitis akut
8. Pemeriksaan 1. DL, LFT
Penunjang 2. USG abdomen atas
3. MRCP
4. ERCP
9. Konsultasi -
10. Perawatan 1. Persiapan operasi
Rumah Sakit 2. Perawatan post operasi
11. Terapi / tindakan Kolesistektomi
(ICD 9-CM)
12. Tempat Rumah Sakit tipe A
Pelayanan
13. Penyulit 1. Empyema kandung empedu
2. Kolangitis

166 | P a n d u a n P r a k t i k K l i n i s 2 0 1 5
14. Informed Consent Perlu
15. Tenaga Standar 1. Dokter Spesialis Bedah Umum
2. Konsultan Bedah Digestif
16. Lama Perawatan 5 hari
17. Masa Pemulihan 14 hari
18. Hasil 1. Tergantung ada penyulit atau tidak
2. Tanpa penyulit: bebas keluhan
3. Dengan penyulit: tergantung penyulit
4. Sembuh dengan sempurna
19. Patologi Perlu
20. Otopsi Tidak perlu
21. Prognosis Baik
22. Tindak Lanjut Follow up poliklinis
23. Tingkat Evidens Tingkat evidens : A
& Rekomendasi
24. Indikator Medis Keluhan, klinis
25. Edukasi Perawatan luka, diet rendah lemak selama tiga bulan.
26. Kepustakaan 1. Dames SS : Disease of the Liver and Billiary System, 6th ed,
Blackwell Scientific Publication, Oxford, 1981,p. 222-224, 476-498
2. Schwartz SI and Ellis H : Maingot’s Abdominal Operation, 9th ed,
Prentice Hall International Inc, 1990,p. 1337-1479
3. Way LW : Current Surgical Diagnosis and Treatment, 10th ed,
Prentice Hall International Inc, 1991, p. 527-557
4. Joseph A. Karan, Joel Rslyn : Cholelithiasis and Cholecystectomy in
Maingot’s Abdominal Operation, 10th ed, Prentice Hall Inc, 1997, p.
1717-1738

167 | P a n d u a n P r a k t i k K l i n i s 2 0 1 5
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF ILMU BEDAH
TUMOR CAPUT PANCREAS
2014

BRSU TABANAN

1. No. ICD 10 D13.6


2. Diagnosis Tumor Caput Pancreas
3. Pengertian Neoplasma yang berasal dari perenkim pankreas
4. Anamnesis 1. Alkoholisme
2. Diabetes mellitus
3. Pankreatitis kronis
5. Pemeriksaan Fisik 1. Inspeksi : ikterus
2. Palpasi : Courvoisier Sign
3. Pada stadium lanjut sering teraba massa
6. Kriteria Diagnosis Pemeriksaan Klinis:
1. Anamnesa:
a. Alkoholisme
b. Diabetes mellitus
c. Pankreatitis kronis
2. Inspeksi : ikterus, Cachextis, stadium lanjut teraba massa
3. Palpasi : Courvoisier Sign
4. Perkusi : tympani
5. Auskultasi : peristaltik normal
6. Pemeriksaan Laboratorium : LFT, CA, 19.9
7. Pemeriksaan aspirasi jarum halus.
7. Diagnosis Banding 1. Ikterus obstruktif oleh karena batu empedu
2. Ikterus obstruktif oleh karena stenosis saluran empedu
3. Ikterus obstruktif oleh karena keganasan saluran empedu
8. Pemeriksaan 1. Laboratorium : DL, LFT, Gula Darah, Fungsi Ginjal
Penunjang 2. USG
3. CT Scan Abdomen dengan tuntas
4. MRI
9. Konsultasi 1. Penyakit Dalam
2. Anestesi
10. Perawatan Ruang perawatan BRSU TABANAN
Rumah Sakit
11. Terapi / tindakan 1. Operasi P4D (Purhipple Procedure) bila resectable
(ICD 9-CM) 2. Biliodigestif bila unresectable

12. Tempat Rumah Sakit Tipe A


Pelayanan
13. Penyulit 1. Gangguan faal pembekuan darah
2. Hipoalbumin
3. Kolangitis
4. Upper GI Ileus
168 | P a n d u a n P r a k t i k K l i n i s 2 0 1 5
14. Informed Consent Perlu
15. Tenaga Standar Spesialis Bedah Digestif
16. Lama Perawatan 14 hari
17. Masa Pemulihan 30 hari
18. Hasil Tergantung stadium tumor
19. Patologi Perlu
20. Otopsi Tidak perlu
21. Prognosis Buruk
22. Tindak Lanjut Follow up dan kemoterapi post operasi
23. Tingkat Evidens Category 2A ( NCCN version 2014 categories of evidens and consensus)
& Rekomendasi
24. Indikator Medis Keluhan, klinis, laboratories
25. Edukasi Jenis penyakit, stadium, planning terapi, prognosis
26. Kepustakaan 1. Schwartz SI : Principles of Surgery, 5th ed, Mc Graw Hill, 1989, p.
1429-1437
2. Way LW : Current Surgical Diagnosis and Treatment, 9th ed,
Prentice Hall International Inc
3. Keith D. Lilleane, John L. Cameron : Pancreatic and Periampullary
Carcinoma in Maingot’s Abdominal Operation, 10th ed, prentice
Hall Inc, 1997, p. 1977-2002
4. Howard A. Reber : Operation on the Pancreas in Maingot’s
Abdominal Operation, 10th ed, Prentice Hall Inc, 1997, p. 2003-
2030

169 | P a n d u a n P r a k t i k K l i n i s 2 0 1 5
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF ILMU BEDAH
KARSINOMA KOLON
2015

BRSU TABANAN

1. No. ICD 10 C 18
2. Diagnosis Karsinoma Kolon
3. Pengertian Karsinoma kolon adalah karsinoma yang terdapat pada kolon.
4. Anamnesis 1. Berak campur darah / lender (hematoschezia)
2. Perubahan pola defekasi (change bowell habit)
3. Perasaan tidak puas setelah defekasi (tenesmus)
5. Pemeriksaan Fisik 1. Inspeksi:
a. Anemia / kelemahan umum
b. Darm contour / darm steifung (bila ada obstruksi)
2. Palpasi : massa di perut kanan bawah / kiri
3. Perkusi : tymphani
4. Auskultasi : tanda-tanda obstruksi
5. Colok dubur:
a. Dilanjutkan proktoskopi dan atau colonoscopy
b. Untuk mendeteksi kelainan-kelainan di daerah rektosigmoid.
6. Kriteria Diagnosis 1. Anamnesis
2. Klinis
3. Penunjang diagnostik
7. Diagnosis Banding Kelainan-kelainan intralumen pada daerah kolorektal
8. Pemeriksaan Pemeriksaan Radiologis:
Penunjang 1. Pemeriksaan Ba-enema dengan kontras ganda
2. Pemeriksaan foto polos dada untuk mendeteksi penyebaran ke paru.
3. Pemeriksaan IVP untuk mendeteksi infiltrasi tumor terhadap sistem
saluran kemih.
4. USG
5. CT Scan untuk mengetahui penyebaran ke hati, kelenjar para aorta
6. Pemeriksaan pertanda tumor CEA untuk monitoring kekambuhan
tumor.
7. Kolonoskopi.
9. Konsultasi Bedah Digestif, Penyakit Dalam, Anestesi
10. Perawatan 7 -14 hari
Rumah Sakit
11. Terapi / tindakan Pembedahan / Terapi:
(ICD 9-CM) 1. Hemikolektomi kanan : untuk tumor di sekum, kolon ascenden,
fleksura hepatika.
2. Reseksi kolon transversum : untuk tumor di kolon transversum. (ICD
9 45.73)
3. Hemikolektomi kiri : untuk tumor di fleksura lienalis dan kolon
descendens (ICD9 45.75)
4. Reseksi sigmoid : untuk tumor sigmoid (ICD 9 48.73)
5. Reseksi anterior : untuk tumor di rektum lebih dari 12 cm dari anus
(ICD 9 48.63)
170 | P a n d u a n P r a k t i k K l i n i s 2 0 1 5
6. Sefalosporin generasi III
7. Metronidasol
12. Tempat Ruang rawat inap, IGD, Ruang intermediate, intensif
Pelayanan
13. Penyulit 1. Anemia
2. Hipo albuminemia
14. Informed Consent Jenis penyakit, rencana terapi, rencana operasi
15. Tenaga Standar Dokter Konsultan Bedah Digestif
16. Lama Perawatan 7 -14 hari
17. Masa Pemulihan 7-14 hari
18. Hasil Tergantung stadium tumor
19. Patologi Gold standar / baku emas
20. Otopsi Tidak wajib
21. Prognosis Tergantung stadium dan jenis patologi tumor
22. Tindak Lanjut Follow up poliklinis
23. Tingkat Evidens 1. Rekomendasi tingkat C
& Rekomendasi Hindari makan tinggi lemak, protein, kalori, daging merah dan putih.
Cukupkan makanan dengan kalsium dan asam folat untuk menekan
kejadian KKR.
2. Rekomendasi Tingkat A
Pasca polipektomi adenoma disarankan pemberian suplementasi
kalsium
3. Rekomendasi Tingkat C
Disarankan suplementasi vitamin E, vitamin D serta asam folat
dalam upaya menekan kejadian KKR
4. Rekomendasi Tingkat C
Disarankan lebih banyak mengkonsumsi buah dan sayuran setiap
harinya.
5. Rekomendasi Tingkat B
Disarankan mempertahankan BMI antara 18,5-25,0 kg/m2
sepanjang hidup
6. Rekomendasi Tingkat B
Disarankan melakukan aktifitas fisik (misalnya jalan) paling tidak
untuk 30 menit dalam sehari
7. Rekomendasi Tingkat C
Untuk mencegah kejadian KKR dianjurkan tidak merokok
8. Rekomendasi Tingkat B
Penggunaan estrogen replacement therapy khususnya untuk
mencegah KKR tidak direkomendasikan.
9. Rekomendasi Tingkat C
Kolonoskopi dan polipektomi pada pasien yang ditemukan adanya
polip
10. Rekomendasi Tingkat D
Disarankan untuk skrining dengan test darah samar sejak usia 40
tahun
11. Category 2A ( NCCN version 2014 categories of evidens and
consensus)
24. Indikator Medis Pemeriksaan klinis, radiologis, dan CEA
25. Edukasi KIE tentang pola diet tinggi serat, evaluasi rutin melalui poliklinik,

171 | P a n d u a n P r a k t i k K l i n i s 2 0 1 5
kepatuhan kemoterapi
26. Kepustakaan 1. Corman ML : Colon and Rectal Surgery, 1st ed, 1984, p. 267-412
2. Golinger. JC, : Surgery of the Anus, Rectum Colon, 5th ed, Bailiere
Tindall, London, 1984, p. 426-793
3. Schwartz SI and Ellis H : Maingot’s Abdominal Operation, 9th ed,
Prentice Hall International Inc, Englewood Cliffs, 1990, p. 1033-
1172
4. Spiessl B, Schebe O. And Wagner G. : UICC-TNM Atlas, Springer
Verlag, 1982, p. 78-99
5. Helena R. Chang, Kirby I. Bland : Tumors of the Colon in Maingot’s
Abdominal Operation, 10th ed, Prentice Hall, 1997, p. 1281-1308.
6. Michael R.B. Keighley, Norman S. Williams : Surgery of the Anus,
Rectum and Colon, W.B. Saunders Co. 1993 p. 830-1091.

172 | P a n d u a n P r a k t i k K l i n i s 2 0 1 5
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF ILMU BEDAH
TUMOR REKTUM
2015

BRSU TABANAN

1. No. ICD 10 C21.0 Malignant neoplasm of anus, unspecified


2. Diagnosis Tumor Rektum
3. Pengertian Benjolan berbentuk berbentuk eksofitik atau polipod di anus
4. Anamnesis Nyeri kalau berak, berak berdarah atau lendir, disertai perubahan
defekasi seperti konstipasi, riwayat penurunan berat badan.
5. Pemeriksaan Fisik 1. Terdapat tumor berbentuk eksofitik atau polipod di anus.
2. Pemeriksaan RT: spincter ani teraba tegang, tumor mobile atau
melekat dengan struktur di sekitarnya. Kelenjar limfe inguinal atau
pararektal teraba besar
3. Anuskopi / proktoskopi : terdapat tumor di anus
6. Kriteria Diagnosis 1. Anamnesis : nyeri kalau berak, berak berdarah atau lendir, disertai
perubahan defekasi seperti konstipasi, riwayat penurunan berat
badan.
2. Klinis : terdapat tumor berbentuk eksofitik atau polipod di anus.
3. Pemeriksaan RT : spincter ani teraba tegang, tumor mobile atau
melekat dengan struktur di sekitarnya. Kelenjar limfe inguinal atau
pararektal teraba besar
4. Penunjang diagnostik : Anuskopi / proktoskopi : terdapat tumor di
anus.
7. Diagnosis Banding 1. Tumor jinak anus
2. Polip anus
3. Hemorroid
8. Pemeriksaan 1. Diagnostik:
Penunjang a. Endoskopi : rektoskopi, EUS, kolonoskopi
b. Radiologi : Barium inloop, double contrast
c. Patologis : biopsi, jenis histologis, derajat deferensiasi sel
d. Pemeriksaan histologis spesimen operasi
2. Staging:
a. T : klinis, imaging, patologi
b. N : klinis, imaging, patologi
c. M : klinis, (X-foto toraks, USG abdomen, CT-scan, MRI)
9. Konsultasi Bedah digestif
10. Perawatan Rawat inap untuk diagnosis dan tindakan
Rumah Sakit
11. Terapi / tindakan 1. Bedah:
(ICD 9-CM) a. Operabel : Anterior resection (tumor berada pada jarak 9-12 cm
dari anal verge), Low Anterior Resection (tumor berada pada
jarak 6-9 cm dari anal verge), Miles Procedure (tumor berada
pada <6 cm dari anal verge)
173 | P a n d u a n P r a k t i k K l i n i s 2 0 1 5
b. Inoperabel:
a. Sigmoidostomi
2. Kemoterapi post operasi:
a. Adjuvant kemoterapi (std IIa-IIIb) : FOLFOX atau FOLFIRI
atau CAPEOX atau Capecitabine.
b. Paliatif kemoterapi (std IV) : FOLFOX + bevachizumab /
cetuxumab, FOLFIRI + bevachizumab/cetuxumab
12. Tempat Minimal RS kelas B
Pelayanan
13. Penyulit 1. Penyakit : obstruksi ileus, anemi
2. Terapi:
a. Operasi : perdarahan, infeksi
b. Kemoterapi : mual, muntah, leukopeni, infeksi, toksis
14. Informed Consent Perlu
15. Tenaga Standar Dokter Spesialis Bedah Digestif
16. Lama Perawatan ± 10-14 hari
17. Masa Pemulihan ± 24 hari
18. Hasil 1. Stadium dini : bebas kanker
2. Stadium lanjut : DFS atau OS diperpanjang
3. Stadium sangat lanjut : tidak sembuh, paliasi
19. Patologi Epithelial:
1. Squamous cell carcinoma
2. Basal cell carcinoma
3. Basaloid carcinoma
4. Mucoepidermoid carcinoma
5. Adenocarcinoma
6. Melanoma maligna
7. Paget’s disease
8. Undifferentiated carcinoma
20. Otopsi Perlu untuk : konfirmasi diagnosis dan kasus kematian yang tidak jelas
21. Prognosis 1. Stadium dini : baik
2. Stadium lanjut : dubius
3. Stadium sangat lanjut : jelek
22. Tindak Lanjut 0-3 tahun : setiap 3 bulan sekali
3-5 tahun : setiap 6 bulan sekali
> 5 tahun : setiap 1 tahun sekali
23. Tingkat Evidens 1. Rekomendasi tingkat C
& Rekomendasi Hindari makan tinggi lemak, protein, kalori, daging merah dan putih.
Cukupkan makanan dengan kalsium dan asam folat untuk menekan
kejadian KKR.
2. Rekomendasi Tingkat A
Pasca polipektomi adenoma disarankan pemberian suplementasi
kalsium
3. Rekomendasi Tingkat C
Disarankan suplementasi vitamin E, vitamin D serta asam folat
dalam upaya menekan kejadian KKR
4. Rekomendasi Tingkat C
Disarankan lebih banyak mengkonsumsi buah dan sayuran setiap
harinya.

174 | P a n d u a n P r a k t i k K l i n i s 2 0 1 5
5. Rekomendasi Tingkat B
Disarankan mempertahankan BMI antara 18,5-25,0 kg/m2
sepanjang hidup
6. Rekomendasi Tingkat B
Disarankan melakukan aktifitas fisik (misalnya jalan) paling tidak
untuk 30 menit dalam sehari
7. Rekomendasi Tingkat C
Untuk mencegah kejadian KKR dianjurkan tidak merokok
8. Rekomendasi Tingkat B
Penggunaan estrogen replacement therapy khususnya untuk
mencegah KKR tidak direkomendasikan.
9. Rekomendasi Tingkat C
Kolonoskopi dan polipektomi pada pasien yang ditemukan adanya
polip
10. Rekomendasi Tingkat D
Disarankan untuk skrining dengan test darah samar sejak usia 40
tahun
11. Tindakan operasi : Category 2A ( NCCN version 2014 categories of
evidens and consensus)
24. Indikator Medis
25. Edukasi 1. Hindari makan tinggi lemak, protein, kalori, daging merah dan putih.
Cukupkan makanan dengan kalsium dan asam folat untuk menekan
kejadian KKR.
2. Pasca polipektomi adenoma disarankan pemberian suplementasi
kalsium
3. Suplementasi vitamin E, vitamin D serta asam folat dalam upaya
menekan kejadian KKR
4. Disarankan lebih banyak mengkonsumsi buah dan sayuran setiap
harinya.
5. Disarankan mempertahankan BMI antara 18,5-25,0 kg/m2 sepanjang
hidup
6. Disarankan melakukan aktifitas fisik (misalnya jalan) paling tidak
untuk 30 menit dalam sehari
7. Untuk mencegah kejadian KKR dianjurkan tidak merokok
8. Penggunaan estrogen replacement therapy khususnya untuk
mencegah KKR tidak direkomendasikan.
9. Kolonoskopi dan polipektomi pada pasien yang ditemukan adanya
polip
10. Disarankan untuk skrining dengan test darah samar sejak usia 40
tahun.
26. Kepustakaan 1. Pengelolaan Karsinoma Kolorektal: Suatu Panduan Klinis Nasional.
Nov. 2004, Kelompok Kerja Adenokarsinoma Kolorektal Indonesia,
IKABDI
2. Sukardja IDG, Purnomo B, Tahalele P, Marnadi M, Murtejo U,
(EDS) : STANDAR PELAYANAN PROFESI DOKTER
SPESIALIS BEDAH UMUM INDONESIA. Edisi I. Persatuan
Dokter Spesialis Bedah Umum Indonesia, 2002, Hal. 42-106.
3. Norton JA, Bollinger RR, Chang AE, Lowry SF, Mulvihill SJ, Pass
HI, Thompson RW, (EDS) : SURGERY, Basic Science and Clinical
Evidence. Springer-Berlag New York Inc. 2001, pp 1565-1881.
4. Feig BW, Berger DH, Fuhrman GM, (EDS) : THE M.D.
ANDERSON SURGICAL ONCOLOGY HANDBOOK. Third

175 | P a n d u a n P r a k t i k K l i n i s 2 0 1 5
Edition, Lippincott Williams & Wilkins, Houston Texas, 2003.
5. Devita PT, Hellman S, Rosenberg SA, (EDS) : CANCER, Principles
& Practice of Oncology. 6 Ed. Lippincott – William & Wilkins,
2001.
6. Ramli M, dkk. PROTOKOL PERABOI. BANDUNG 2003.

176 | P a n d u a n P r a k t i k K l i n i s 2 0 1 5
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF ILMU BEDAH
HEMORROID
2015

BRSU TABANAN

1. No. ICD 10 K64


2. Diagnosis Hemorroid
3. Pengertian Hemoroid adalah pelebaran vena di dalam pleksus hemoroidalis
4. Anamnesis Berak darah segar tanpa nyeri, prolaps yang berasal dari tonjolan
hemorrhoid sesuai derajatnya, tonjolan terasa nyeri (untuk hemorrhoid
eksterna yang mengalami trombosis).
5. Pemeriksaan Fisik 1. Pemeriksaan fisik umum: kondisi pasien baik. Jika terjadi
perdarahan kronis mungkin bisa didapatkan tanda anemia berupa
konjungtiva palpebra pucat
2. Anus: prolaps tonjolan hemorrhoid sesuai derajatnya
a. Colok dubur
b. Anoskop: melihat hemoroid interna yang tidak menonjol ke luar
c. Proktosigmoidoskopi: untuk mengetahui derajat dan lokalisasi
hemorrhoid, memastikan bukan disebabkan oleh proses radang
atau proses keganasan.
6. Kriteria Diagnosis 1. Anamnesis
2. Klinis
3. Penunjang diagnostik
7. Diagnosis Banding 1. Prolaps rekti
2. Karsinoma rekti
8. Pemeriksaan Laboratorium : DL, Faal Hemostasis, untuk persiapan operasi
Penunjang
9. Konsultasi Bedah digestif
10. Perawatan 7 hari
Rumah Sakit
11. Terapi / tindakan Pembedahan / Terapi:
(ICD 9-CM) 1. Hemorrhoid asimptomatik tidak perlu pembedahan.
2. Hemorrhoid interna derajat I/II:
a. Dengan obat lokal (suppositoria atau salep) yang mengandung
kortikosteroid dan anestesi.
b. Diet yang mengandung serat (buah-buahan segar)
c. Disuntik bahan sklerotan : fenol oli 5% atau krim uretan 5%
dosis 3-5ml/tonjolan maksimum 15ml, sodium morbuat /
tetradesil sulfat 0,25-0.50 ml. (H49.42)
3. Hemorrhoid interna derajat III/IV : hemoroidektomi (H49.46),
Hemoroidopexy stappler
4. Hemorrhoid eksterna yang mengalami trombosis : eksisi dan
evakuasi trombus. (H49.46)
12. Tempat Ruang rawat inap
177 | P a n d u a n P r a k t i k K l i n i s 2 0 1 5
Pelayanan
13. Penyulit Anemia
14. Informed Consent Jenis penyakit, rencana terapi, rencana operasi
15. Tenaga Standar Dokter Konsultan Bedah Digestif
16. Lama Perawatan 7 hari
17. Masa Pemulihan 7 hari
18. Hasil Baik
19. Patologi Tidak perlu
20. Otopsi Tidak
21. Prognosis Baik (Dubius ad bonam)
22. Tindak Lanjut Follow up Poliklinis
23. Tingkat Evidens Kontrol rutin dan diet yang mengandung serat
& Rekomendasi
24. Indikator Medis Pemeriksaan klinis
25. Edukasi KIE tentang pola diet tinggi serat dan hindari untuk mengedan
26. Kepustakaan 1. Condon RE. Nyhus LM : Manual of Surgical Therapeutic, 7th ed,
Little Brown & Coy, Boston, 1988, p. 317-322
2. Golinger. JC, : Hemorrhod or Piler – Surgery of the Anus, Rectum
Colon, 5th ed, Bailiere Tindall, London, 1984, p. 98-149
3. Way LW : Current Surgical Diagnosis and Treatment, 10th ed
Appleton & Langes, 1994, p. 695-698
4. Williams NS : Hemorrhoidal Disease in Surgery of the Anus,
Rectum and Colon, WB. Saunders Co. Ltd, London, Philadelphia,
1993, p. 295-363.

178 | P a n d u a n P r a k t i k K l i n i s 2 0 1 5
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF ILMU BEDAH
FISTULA PERIANAL
2015

BRSU TABANAN

1. No. ICD 10 K60.3


2. Diagnosis Fistula Perianal
3. Pengertian Saluran abnormal yang menghubungkan antara anus dan kulit sekitar
anus.
4. Anamnesis Mengeluarkan lendir, nanah, faeces dari lubang dekat anus.
5. Pemeriksaan Fisik 1. Inspeksi : adanya perianal fistel.
2. Palpasi : nyeri tekan dan teraba massa sebagai tali memanjang
3. Perkusi : -
4. Auskultasi : -
5. Colok dubur : dengan bidigital yaitu antara jari telunjuk pada anus
dan ibu jari pada perineum akan teraba jaringan yang mengeras
seperti tali.
6. Proktoskopi :
a. Untuk mengetahui lubang fistel sebelah dalam.
b. Untuk mengetahui adanya penyakit lain (karsinoma, proktitis
tbc, amoeba, morbus Crohn).
7. Irigasi saluran : untuk mengetahui saluran dan lubang interna dengan
garam fisiologis, hydrogen peroksida atau metilen biru.
8. Sondasi : untuk mengetahui saluran dari fistula.
6. Kriteria Diagnosis Pemeriksaan Fisik
7. Diagnosis Banding 1. Karsinoma rekti
2. Proktits tbc
3. Amoeba
4. Morbus Crohn
8. Pemeriksaan Fistulografi kalau perlu MRI
Penunjang
9. Konsultasi -
10. Perawatan 7 hari
Rumah Sakit
11. Terapi / tindakan 1. Fistulotomi
(ICD 9-CM) 2. Fistulektomi
3. Penggunaan Seton
12. Tempat RS type A/B/C
Pelayanan
13. Penyulit Residif
14. Informed Consent Perlu
15. Tenaga Standar Dokter Spesialis Bedah Digestif
16. Lama Perawatan 7 hari

179 | P a n d u a n P r a k t i k K l i n i s 2 0 1 5
17. Masa Pemulihan Tergantung derajat fistula
18. Hasil Baik
19. Patologi Perlu
20. Otopsi -
21. Prognosis Dubia ad bonam
22. Tindak Lanjut Follow up berkala
23. Tingkat Evidens Katagori 1A
& Rekomendasi
24. Indikator Medis Keluhan, klinis
25. Edukasi Jaga hygiene di sekitar dubur
26. Kepustakaan 1. Golberg. SM, et al : Colon, Rectum and Anus, In : Principles of
Surgery 5th ed, McGraw Hill. 1988 p. 1303-1306
2. Way LW, Anorectal Fistulas, In : Current Surgical Diagnosis and
Treatment, 10th ed Prentice Hall International Inc, 1994, p. 701-703
3. Keighley. MRB : Anorectal Fistula in Surgery of the Anus, Rectum
and Colon, WB. Saunders Co. Ltd, London, Philadelphia, 1993, p.
418-466.

180 | P a n d u a n P r a k t i k K l i n i s 2 0 1 5
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF ILMU BEDAH
RADANG USUS BUNTU (APPENDICITIS)
2015

BRSU TABANAN

1. No. ICD 10 K35


2. Diagnosis Radang Usus Buntu (Appendicitis)
3. Pengertian Peradangan dan atau infeksi pada appendix vermiformis
4. Anamnesis 1. Nyeri epigastrium kemudian disusul nyeri perut kanan bawah yang
menetap
2. Anoreksia, mual
3. Sub febris, febris (bila ada komplikasi)
5. Pemeriksaan Fisik 1. Inspeksi : gerakan perut kanan bawah berkurang waktu bernafas
2. Palpasi : nyeri daerah Mc Burney / kanan bawah :
a. Bila perut kiri ditekan (Rovsing sign)
b. Saat tekanan perut kiri dilepas (Blumberg sign)
c. Saat testis kanan diangkat (Tenhorn sign)
d. Saat mengangkat tungkai kanan (Psoas sign)
e. Saat fleksi dan endorotasi tungkai kanan (Obturator sign)
3. Perkusi : nyeri ketok (+) (kadang dilakukan)
4. Auskultasi : suara usus menurun
5. Colok Dubur : nyeri perut kanan bawah (jam 10-11)
6. Pemeriksaan Lab :
a. DL : Leukositosis
b. UL : Sedimen Urin
7. Pemeriksaan USG (bila ragu).
6. Kriteria Diagnosis Klinis dan penunjang
7. Diagnosis Banding 1. Golongan gastro-enteritis : limfadenitis mesenteric, enterokolitis,
ileitis terminalis
2. Kelainan genitalia interna pada wanita
3. Kelainan-kelainan lain di dalam abdomen : ulkus peptikum,
kolesistitis, pankreatitis, diverticulitis, perforasi karsinoma kolon
8. Pemeriksaan USG bila meragukan
Penunjang
9. Konsultasi Obstetri & Ginekologi (untuk wanita)
10. Perawatan Diperlukan
Rumah Sakit
11. Terapi / tindakan Pembedahan:
(ICD 9-CM) Apendektomi
12. Tempat BRSU TABANAN .
Pelayanan
13. Penyulit 1. Appendisitis perforasi
2. Periappendicular infiltrate
181 | P a n d u a n P r a k t i k K l i n i s 2 0 1 5
3. Periappendicular abscess
4. Peritonitis umum
5. Foic appendiculare
14. Informed Consent Perlu (tertulis)
15. Tenaga Standar Spesialis Bedah, Spesialis Bedah Digestif
16. Lama Perawatan 3 hari
17. Masa Pemulihan 5-7 hari
18. Hasil Baik
19. Patologi Perlu
20. Otopsi -
21. Prognosis Baik
22. Tindak Lanjut Jahitan diangkat hari ke 7 pasca bedah. Bila luka infeksi perlu
dipertimbangkan kondisi luka.
23. Tingkat Evidens Katagori 1A
& Rekomendasi
24. Indikator Medis Keluhan, klinis
25. Edukasi Pola makan teratur
26. Kepustakaan 1. Schwartz SI : Principles of Surgery, 5th ed, Mc Graw Hill, 1989, p.
1429-1437
2. Way LW : Current Surgical Diagnosis and Treatment, 9th ed,
Prentice Hall International Inc.

182 | P a n d u a n P r a k t i k K l i n i s 2 0 1 5
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF ILMU BEDAH
KANKER KULIT
2015

BRSU TABANAN

1. No. ICD 10 C44.0-9;C51.0;C60.9 dan C63.2


2. Diagnosis Kanker Kulit : Melanoma dan Non Melanoma (Basal Call
Carcinoma : BCC dan Squamous Cell Carcinoma : SCC)
3. Pengertian Kanker kulit dibedakan atas kelompok melanoma dan kelompok non
melanoma. Yang dimaksud dengan kelompok non melanoma adalah
SCC, BCC dan karsinoma adneksa kulit sementara melanoma maligna
dipisahkan karena mempunyai kelakuan klinis yang sangat berbeda.
4. Anamnesis Andeng-andeng yang berubah sifat menjadi ulkus, atau ulkus yang tidak
menyembuh terutama di atas jaringan parut
5. Pemeriksaan Fisik 1. Gejala awal melanoma ABCD, A; asimetri, B; border Irregularity;
C; Color variegnation; D; diameter > 6mm
2. Gejala kanker kulit lain: Pembesaran KGB regional, ulkus roden,
nodul dengan ulkus kehitaman, metastase intransit
6. Kriteria Diagnosis 1. Andeng-andeng yang berubah sifat menjadi ulkus, atau ulkus yang
tidak menyembuh terutama diatas jaringan parut (Marjoline Ulcer),
Pembesaran KGB regional, lesi primalignant.
2. Faktor risiko riwayat paparan dengan sinar UV, kulit putih, rambut
pirang, riwayat keluarga, predisposisi genetik, kadang-kadang
dijumpai pada penderita AIDS
7. Diagnosis Banding Nevus Pigmentosum, keratosis seboroikum, keratosis sinilis,
Keratoakantoma, lesi premaligna
8. Pemeriksaan 1. Radiologis: Foto polos untuk melihat adanya destruksi tulang, MRI,
Penunjang CT scan
2. Histopatologi: scrapping, biopsi insisi atau eksisi baik frozen section
atau paraffin block untuk melihat jenis histopatologi, Level
invasinya (Clark dan Breslow). Pemeriksaan IHC dengan S-100,
HMB-45 dan MART-1 (untuk melanoma maligna)
9. Konsultasi Bila perlu pada dokter spesialis yang terkait
10. Perawatan Rawat inap untuk diagnosis dan atau tindakan
Rumah Sakit
11. Terapi / tindakan 1. Bedah:
(ICD 9-CM) a. Melanoma maligna
a) Eksisi luas dengan free margin +/- 2 cm
b) Sentinel lymph node biopsi: prioperative
lymphoscintigraphy
c) Dan intraoperative lymphatic mapping pada tumor yang N0
d) Elective lymph node dissection kalau diperlukan
b. Non Melanoma
a) Eksisi luas dengan free margin +/- ½ sampai dengan 1 cm

183 | P a n d u a n P r a k t i k K l i n i s 2 0 1 5
b) Electrodessication
c) Cryosurgery
d) Mohs Surgery
2. Non Bedah:
a. Melanoma maligna
a) Terapi Biologi: High dose INF alfa-2b dan IL-2, terapi
Monoklonal, biologic response modifier, BCG
b) Radioterapi: higher fractional doses.
c) Kemoterapi: regiment dartmouth (kombinasi Dacarbazine,
Carmustine, Cisplatin, Tamoxifen), Temozolomi deIsolated
Hyperthermic Limb Perfusion
b. Non Melanoma Maligna:
a) Cream 5-FU
b) Interferon intralesi,
c) Terapi foto dinamik, radiasi
d) Kemoterapi sistemik
12. Tempat 1. Minimal RS Kelas-C
Pelayanan 2. R.S lain yang mempunyai sarana pembedahan yang memadai
13. Penyulit 1. Penyakit:
infeksi, perdarahan, edema ekstremitas, karena metastase jauh
2. Terapi:
perdarahan, Seroma, infeksi, Edeme ekstremitas, flap Nekrose, dll
14. Informed Consent Perlu
15. Tenaga Standar 1. Dokter Spesialis Bedah Umum
2. Dokter Spesialis Bedah(K) Onkologi
16. Lama Perawatan 1 – 4 Minggu
17. Masa Pemulihan 6 – 9 Bulan
18. Hasil 1. Stadium Dini : Bebas Kanker
2. Stadium Lanjut : DFS atau OS diperpanjang
3. Stadium Sangat Lanjut : tidak sembuh paliasi
19. Patologi Perlu untuk konfirmasi diagnosis, menentukan stadium, terapi ajuvan,
dan mengetahui prognosis
20. Otopsi Kadang-kadang perlu untuk konfirmasi diagnosis dan kasus kematian
yang sebabnya tidak jelas
21. Prognosis Dubious (tergantung lokasi, stadium, jenis histopatologi, modalitas
terapi yang diperbolehkan)
22. Tindak Lanjut Evaluasi dan monitoring rekurensi dan metastase
23. Tingkat Evidens 1a / A
& Rekomendasi
24. Indikator Medis Tumor terangkat bersih dengan safety margin baik
25. Edukasi Hindari faktor risiko
26. Kepustakaan 1. I.B.Tjakra Wibawa Manuaba. Panduan Penatalaksanaan Kanker
Solid PERABOI 2010.
2. IDG. Sukardja. Pedoman Pelayanan Medik Dokter Spesialis Bedah
184 | P a n d u a n P r a k t i k K l i n i s 2 0 1 5
Umum, edisi ke dua 2006.
3. Wood G S, Gharia M, 2008. Non Melanoma Skin Cancer, BCC and
SCC, Abeloff’s Clinical Oncology, 4th Edition. Churchill
Livingstone. Philadelpia. 74: 1253-1270.

185 | P a n d u a n P r a k t i k K l i n i s 2 0 1 5
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF ILMU BEDAH
KARSINOMA TIROID
2015

BRSU TABANAN

1. No. ICD 10 C 73
2. Diagnosis Karsinoma Tiroid
3. Pengertian Epidemiologi kanker tiroid berdasarkan data / regristasi patologi di
Indonesia menempati urutan kesembilan. Sebagian besar kanker tiroid
(80-85%) berasal dari sel folikuler sebagai kanker tiroid berdiferensiasi
baik, sedang sisanya kanker tiroid anaplastik, karsinoma medularis dan
tumor ganas (nontiroid) lainnya.
4. Anamnesis Benjolan di leher bagian depan, ikut bergerak waktu menelan disertai
tanda penekanan, suara parau, sesak nafas, gangguan menelan
5. Pemeriksaan Fisik 1. Adanya benjolan padat pada tiroid
2. Adanya pembesaran KGB leher
3. Ada tidaknya keluhan dan tanda-tanda metastase jauh
4. Kadang dijumpai tanda Horner Syndrome
6. Kriteria Diagnosis Benjolan di leher bagian depan, ikut bergerak waktu menelan disertai
tanda penekanan, suara parau, sesak nafas, gangguan menelan,
konsistensi keras, mobilitas terbatas, pembesaran kelenjar getah bening
leher, FNAB keganasan (+)
7. Diagnosis Banding Tiroiditis Kronis, Struma adenomatosa
8. Pemeriksaan Foto Leher (kalau perlu), foto toraks, FNAB.
Penunjang
9. Konsultasi Dokter spesialis yang terkait (bila diperlukan)
10. Perawatan Rawat inap
Rumah Sakit
11. Terapi / tindakan 1. Total tiroidektomi + RND bila metastase ke KGB Leher.
(ICD 9-CM) 2. Radiasi eksterna / interna (J-131)
3. Kmoterapi bila ada indikasi.
4. Subtitusi terapi levotiroksin.
12. Tempat Minimal Rumah sakit kelas-C
Pelayanan
13. Penyulit Sesak nafas, suara serak karena lesi nervus rekuren, kejang karena
hipoparatiroid, trakeomalasia, perdarahan
14. Informed Consent Perlu
15. Tenaga Standar 1. Dokter Spesialis Bedah Umum
2. Dokter Spesialis Bedah (K)Onk
3. RND dilakukan oleh Dokter Spesialis Bedah (K)Onk.
16. Lama Perawatan Minimal 5 hari
17. Masa Pemulihan Minimal 4 minggu
18. Hasil Tumor terangkat secara onkologi / Radikal
186 | P a n d u a n P r a k t i k K l i n i s 2 0 1 5
19. Patologi Perlu
20. Otopsi -
21. Prognosis Tergantung Faktor Progonostik:
Diharapkan baik bila usia < 45 tahun ukuran tumor <4 cm, differensiasi
baik, tidak ada ekstensi
22. Tindak Lanjut Evaluasi dan monitoring keadaan klinis
23. Tingkat Evidens 1a / A
& Rekomendasi
24. Indikator Medis Lokoregional rekurensi (-)
25. Edukasi Substitusi tiroksin
26. Kepustakaan 1. I.B.Tjakra Wibawa Manuaba. Panduan Penatalaksanaan Kanker
Solid PERABOI 2010.
2. IDG. Sukardja. Pedoman Pelayanan Medik Dokter Spesialis Bedah
Umum, edisi ke dua 2006.
3. Wartofsky L, 2006. Thyroid Cancer. A Comprehensive Guide to
Clinical Management. Humana Press. Totowa. New Jersey.

187 | P a n d u a n P r a k t i k K l i n i s 2 0 1 5
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF ILMU BEDAH
STRUMA
2015

BRSU TABANAN

1. No. ICD 10 E03 – E05 – E06


2. Diagnosis Struma
3. Pengertian Struma adalah tumor (pembesaran) pada kelenjar tiroid, biasanya yang
dianggap membesar bila kelenjar tiroid lebih dari 2x ukuran normal
(Sabiston, 1991)
4. Anamnesis Benjolan di leher bagian depan (trigonum colli anterior), yang ikut
bergerak ke atas bila penderita menelan
5. Pemeriksaan Fisik 1. Lokasi: lobus kanan, kiri, isthmus
2. Ukuran: dalam sentimeter, diameter panjang
3. Jumlah nodul: Uninodusa atau multinodusa
4. Konsistensi: kistik, lunak, kenyal, keras
5. Nyeri: ada nyeri atau tidak
6. Mobilitas: ada / tidak perlekatan terhadap trakea,
m.sternokleidomastoideus
7. Pembesaran kelenjar getah bening di sekitar tiroid.
6. Kriteria Diagnosis Struma non toksika (E04):
Penderita eutiroid, tenang, tidak ada gejala hipertiroidi (lihat Struma
toksika)
1. Struma Uninodusa: bila terdapat satu nodus dalam satu lobus
2. Struma Multinodusa: bila terdapat dua atau lebih nodus dalam satu
atau kedua Lobus
3. Struma difusa: bila kedua lobus membesar difuse.
Struma toksika (E05):
Struma umumnya difus tetapi dapat pula nodosa
1. Terdapat gejala gejala hipertiroid:
2. Penderita gelisah, gemetar, nadi cepat, badan tambah kurus, jantung
berdebar, sering keringatan, sulit tidur, diare.
3. Tanda pada mata:
a. Mata melotot (exophthalmos)
b. Tanda stellwag: mata jarang berkedip
c. Tanda von graefe: jika melihat ke bawah kelopak mata atas tidak
mengikuti gerakan bola mata
d. Tanda mobius: sukar melakukan dan mempertahankan
konvergensi mata
e. Tanda Joffroy: tidak dapat mengerutkan dahi
f. Tanda Rosenbach: tremor dari kelopak mata jika mata ditutup
4. Tidak terdapat gejala hipotiroid: malas, mudah capek, ngantuk,
tambah gemuk, obstipasi, mata sembab, kulit kering.
Tiroiditis:

188 | P a n d u a n P r a k t i k K l i n i s 2 0 1 5
1. Struma granulomatos (de Quervain): melekat dengan jaringan di
sekitarnya, Konsistensi padat.
2. Struma Hashimoto: Struma konsistensi padat keras, menimbulkan
tekanan pada trakea.
3. Struma Riedel: konsistensi keras seperti kayu (ligneus),
menimbulkan tekanan pada trakea atau esofagus.
7. Diagnosis Banding 1. Tumor Jinak Tiroid
2. Kanker Tiroid
8. Pemeriksaan 1. Pemeriksaan BMR
Penunjang 2. Laboraturium : T3, T4. TSH
3. Radiologi : USG leher, X-Foto leher, X-foto toraks, Tiroid Scan
(atas indikasi)
4. Patologi : FNA, pemeriksaan PA spesimen operasi
9. Konsultasi Bila perlu kepada dokter spesialis yang terkait
10. Perawatan Rawat Inap
Rumah Sakit
11. Terapi / tindakan 1. Bedah:
(ICD 9-CM) Operasi, macamnya tergantung proses patologis tiroid :
a. Sruma toksika : tiroidektomi total
b. Struma Uninodosa : isthmolobektomi
c. Struma multinodosa : tiroidektomi total
2. Non bedah:
Struma toksika (Basedow); obat anti-tiroid
12. Tempat Minimal R.S Kelas-C
Pelayanan
13. Penyulit 1. Penyakit: sesak nafas, suara parau, hipertiroid
2. Terapi:
a. Lesi n. Rekuren
b. Hematoma
c. Hipoparatiroidi
d. Infeksi
e. Krisis Tiroid (untuk M.Basedow)
14. Informed Consent Perlu
15. Tenaga Standar 1. Dokter Spesialis Bedah Umum
2. Dokter Spesialis Bedah (K)Onk
16. Lama Perawatan Minimal 5 hari
17. Masa Pemulihan Minimal 4 minggu
18. Hasil Tonjolan tiroid bisa terangkat, diharapkan eutiroid
19. Patologi Perlu
20. Otopsi Kadang-kadang perlu untuk konfirmasi diagnosis dan kasus sebabnya
tidak jelas.
21. Prognosis Diharapkan baik
22. Tindak Lanjut Evaluasi dan monitoring keadaan klinis

189 | P a n d u a n P r a k t i k K l i n i s 2 0 1 5
23. Tingkat Evidens 1a / A
& Rekomendasi
24. Indikator Medis Tumor terangkat & tidak ada rekuren
25. Edukasi Bila tiroidektomi total: minum substitusi hormone tiroksin setiap hari,
pagi hari saat perut kosong sesuai dari kebutuhan harian.
26. Kepustakaan 1. I.B.Tjakra Wibawa Manuaba. Panduan Penatalaksanaan Kanker
Solid PERABOI 2010.
2. IDG. Sukardja. Pedoman Pelayanan Medik Dokter Spesialis Bedah
Umum, edisi ke dua 2006.
3. Wartofsky L, 2006. Thyroid Cancer. A Comprehensive Guide to
Clinical Management. Humana Press. Totowa. New Jersey.

190 | P a n d u a n P r a k t i k K l i n i s 2 0 1 5
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF ILMU BEDAH
FIBROADENOMA MAMMA
2015

BRSU TABANAN

1. No. ICD 10 D24


2. Diagnosis Fibroadenoma Mamma
3. Pengertian Neoplasma jinak yang berbatas tegas, padat, berkapsul. Merupakan lesi
payudara paling umum pada wanita berusia dibawah 25 tahun, sebagian
besar (80%) bersifat tunggal
4. Anamnesis Terdapat benjolan di payudara, tidak terasa nyeri
5. Pemeriksaan Fisik Benjolan keras, kenyal dan tidak terasa nyeri tekan, bulat, berbatas tegas
dan pada palpasi mobile
6. Kriteria Diagnosis Fibroadenoma mamma:
a. Tumor di payudara pada wanita:
a. Muda, di bawah umur 30 tahun
b. Tumbuh pelan dalam tahunan
c. Batas tegas
d. Bentuk bulat atau oval
e. Permukaan halus
f. Konsistensi padat elastis
g. Sangat mobile dalam korpus mamma
h. Tumor padat singel atau multipel
b. Nodus Axilla tidak teraba membesar dan tidak ada tanda Metastase
jauh.
7. Diagnosis Banding 1. Kanker Payudara
2. Kista Payudara
3. Fibrosing adenosis
8. Pemeriksaan Epidemiologi : umur, faktor risiko
Penunjang Radiologi : USG mamma / mammografi
Sitologi : FNA
Patologi : Biopsi eksisi, insisi (Frozen section atau paraffin
block)
9. Konsultasi Dokter Spesialis Terkait
10. Perawatan Fibrodenoma mamma: Poliklinik, kalau perlu MRS untuk tumor yang
Rumah Sakit multiple atau besar
11. Terapi / tindakan Fidroadenoma mamma: eksisi tumor mamma
(ICD 9-CM)
12. Tempat Minimal Rumah sakit Kelas-C
Pelayanan
191 | P a n d u a n P r a k t i k K l i n i s 2 0 1 5
13. Penyulit Operasi:
1. Perdarahan
2. Hematoma
3. Infeksi
14. Informed Consent Perlu
15. Tenaga Standar 1. Dokter Spesialis Bedah Umum
2. Dokter Spesialis Bedah Onkologi
16. Lama Perawatan Minimal 7 hari
17. Masa Pemulihan Minimal 1 minggu
18. Hasil Bisa sembuh
19. Patologi 1. Fibroadenoma
2. Tumor Phylloides
3. Lipoma
20. Otopsi -
21. Prognosis Diharapkan baik, kadang-kadang bisa rekuren terutama FAM multiple
atau tumor phylloides
22. Tindak Lanjut 1. 0 – 1 tahun : tiap 3 bulan
2. > 1 tahun : lepas
23. Tingkat Evidens 1a / A
& Rekomendasi
24. Indikator Medis Tumor terangkat
25. Edukasi SADARI
26. Kepustakaan 1. I.B.Tjakra Wibawa Manuaba. Panduan Penatalaksanaan Kanker
Solid PERABOI 2010.
2. IDG. Sukardja. Pedoman Pelayanan Medik Dokter Spesialis Bedah
Umum, edisi ke dua 2006.
3. Harris J, 2010: Staging of Breast Cancer. In Harris J. Disease of the
Breast. 4th Edition. Philadelphia VII. 35: 489-500.

192 | P a n d u a n P r a k t i k K l i n i s 2 0 1 5
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF ILMU BEDAH
KANKER PAYUDARA
2015

BRSU TABANAN

1. No. ICD 10 C50


2. Diagnosis Kanker Payudara
3. Pengertian Kanker payudara adalah tumor ganas yang tumbuh di dalam jaringan
payudara. Kanker bisa tumbuh di dalam kelenjar susu, saluran kelenjar
susu, jaringan penunjang payudara.
4. Anamnesis Tumor atau borok yang mudah berdarah pada payudara, erosi puting
susu, perdarahan atau keluar cairan abnormal dari puting susu.
5. Pemeriksaan Fisik 1. Pada payudara terdapat tumor padat keras, batas tidak jelas, bentuk
tidak teratur, umumnya pada permulaan tidak terasa nyeri, tumbuh
progresif, ada tanda-tanda infiltrasi dan atau metastase
2. Tanda infiltrasi: mobilitas tumor terbatas, melekat kulit atau
muskulus pektoralis atau dinding dada, eritema kulit diatas tumor,
ulserasi, retakan papila, dimple, peau d’orange, satelit nodul,
3. Tanda metastase: regional ada pembesaran kelenjar getah bening
ketiak/ infra klavikula / supra klavikula / mamaria interna atau ada
tumor di organ jauh (payudara kontralateral, paru, liver, tulang ,otak,
dll)
6. Kriteria Diagnosis Tripel Diagnostik:
1. Klinis
2. Mammografi atau USG mamma
3. FNA, Pemeriksaan patologi spesimen operasi (frozen section atau
paraffin block)
Staging
1. T : Klinis, imaging, patologi (jenis histologi, derajat differensiasi)
2. N : Klinis, imaging, biopsi sentinal node
3. M: Klinis, imaging, (X-foto toraks, USG abdomen, bone scan, CT-
scan, MRI)
7. Diagnosis Banding 1. Tumor jinak mamma
2. Displasia mamma
3. Sarkoma jaringan lunak
4. Tumor phiiloides
5. Mastitis khronika
6. Limfoma maligna ekstra nodal
8. Pemeriksaan 1. Mammografi: tumor batas tidak tegas, bentuk irreguler stellate sign,
Penunjang specullate sign, kalsifikasi mikro yang tidak teratur.
2. USG mamma: ada tumor berbatas tidak tegas, hiperechoic
9. Konsultasi Bila perlu kepada dokter spesialis yang terkait.
10. Perawatan Rawat inap untuk diagnosis atau tindakan.
Rumah Sakit

193 | P a n d u a n P r a k t i k K l i n i s 2 0 1 5
11. Terapi / tindakan 1. Bedah:
(ICD 9-CM) a. Standar :
Mastektomi Radikal Modifikasi (Patey / Madden).
b. Alternatif :
a) Mastektomi Radikal Standard (Halsted)
b) BCT/S (Breast Conserving Treatment / Surgery):
i. Tumorektomi / kwadrantektomi / segmentektomi
±diseksi aksila + radio terapi pasca bedah
ii. Reskonstruksi mamma (miokutaneous latisimus dorsi
flap, TRAM flap)
c) Pada tumor mamma non palpable atau kanker insitu diseksi
aksila tergantung dari keadaan kelenjar aksila atau dari
biopsi sentinel lymph node
c. Mastektomi radikal modifikasi pada kanker mamma stadium
lanjut lokal (LABC) yang mengalami respon komplit atau
respon parsial setelah mendapat kemoterapi neoadjuvant dan
atau radioterapi preoperatif
2. Non Bedah:
a. Radioterapi : pre atau pasca operasi atau primer
b. Kemoterapi : neoadjuvant atau adjuvant atau primer dengan:
a) CMF = Cyclophosphamide, Methotrexate, 5-Flourouracil
b) CAF / CEF = Cyclophosphamide, Adriamcyn, 5-
Flourouracil
c) TA, TE, TC : Taxan, Adrianmycin, Epirubicin, Cisplatinum
d) Capecitabine (oral)
e) Gemzitabine Kombinasi TE atau Ciplatin,
f) Trastuzumab pada overekspresi HER-2/neu
c. Hormon terapi: pada kasus reseptor hormonal positif dengan
cara ovariektomi bilateral, radiokastrasi, tamoxifen selama 5
tahun, Anastrozole, Letrozole, Exemestane, GnRH analogue
(gozoreline)
d. Terapi paliatif dan bantuan / suportif.
12. Tempat Minimal RS Kelas- C.
Pelayanan
13. Penyulit 1. Penyakit: perdarahan, infeksi, efusi pleura, oedema lengan, faktura
patologis, paraplegia, gangguan kesadaran, ikterus hiperkalsemia.
2. Terapi:
a. Operasi: perdarahan, infeksi, seroma, nekrose kulit, oedema
lengan, sendi bahu kaku.
b. Radioterapi: radiodermatitis, fibrosis, nekrose flap, oedema
lengan, sendi bahu kaku.
c. Kemoterapi: mual, muntah, anemia, leukopenia, netropenia,
trombositopenia, infeksi ringan sampai berat / sepsis, plebitis,
nekrose kulit tempat infus, diare, alopesia, handfoot syndrome,
dsb.
14. Informed Consent Perlu
15. Tenaga Standar 1. Dokter Spesialis Bedah Umum
2. Dokter Spesialis Bedah (K)Onkologi
16. Lama Perawatan Minimal 7 hari
17. Masa Pemulihan Minimal 24 minggu
18. Hasil 1. Stadium Dini : Bebas kanker
2. Stadium Lanjut : DFS atau OS diperpanjang

194 | P a n d u a n P r a k t i k K l i n i s 2 0 1 5
3. Stadium Sangat Lanjut : Tidak sembuh, paliasi
19. Patologi Perlu untuk konfirmasi diagnosa keganasan epitelial
1. Ductal Carcinoma insitu atau Lobular carcinoma insitu
2. Infiltrating ductal atau infiltrating lobularcarcinoma
3. Varian khusus:
a. Medularry carcinoma
b. Papillary carcinoma
c. Cribriform carcinoma
d. Mucinous carcinoma
e. Scirhus
f. Pagets disease
g. Squamous cell carcinoma
h. Undifferentiated carcinoma
4. Keganasan mesenkimal:
a. Malignan Phyllodes
b. Carcinosarcoma
20. Otopsi Kadang-kadang perlu untuk konfirmasi diagnosis dan kasus kematian
yang sebabnya tidak jelas
21. Prognosis Tergantung stadium, jenis histopatologi, faktor prognosis dan modalitas
terapi yang didapat:
1. Stadium dini : diharapkan baik
2. Stadium lanjut : dubious
3. Stadium sangat lanjut : jelek
22. Tindak Lanjut 1. 0-2 tahun : setiap 2 bulan sekali
2. 3-5 tahun : setiap 3 bulan sekali
3. > 5 tahun : setiap 6 bulan sekali
4. Pemeriksaan fisik : tiap kontrol
5. Foto toraks : tiap 6 bulan
6. USG abdomen : tiap 6 bulan atau ada indikasi
7. Mammografi kontralateral : tiap tahun atau ada indikasi
8. Bone Scan : tiap 2 tahun atau ada indikasi
9. Tumor Marker : tiap 2 – 3 bulan
23. Tingkat Evidens 1a / A
& Rekomendasi
24. Indikator Medis Locoregional rekurensi (-)
25. Edukasi 1. Melanjutkan Terapi sampai tuntas
2. Hindari faktor risiko
26. Kepustakaan 1. I.B.Tjakra Wibawa Manuaba. Panduan Penatalaksanaan Kanker
Solid PERABOI 2010.
2. IDG. Sukardja. Pedoman Pelayanan Medik Dokter Spesialis Bedah
Umum, edisi ke dua 2006.
3. Harris J, 2010: Staging of Breast Cancer. In Harris J. Disease of the
Breast. 4th Edition. Philadelphia VII. 35: 489-500.
4. Therese B. Bevers, MD. 2010: NCCN Clinical Practise Guidelines in
Oncology Breast Cancer Screening and Diagnosis.

195 | P a n d u a n P r a k t i k K l i n i s 2 0 1 5
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF ILMU BEDAH
CEDERA LIMPA
2015

BRSU TABANAN

1. No. ICD 10 S 36.0.0


2. Diagnosis Cedera Limpa
3. Pengertian Adanya diskontinyuitas jaringan pada organ limpa.
4. Anamnesis Terdapat trauma tumpul pada perut kiri atas atau trauma dada kiri bawah
dengan atau tanpa disertai fraktur kosta. Luka tusuk abdomen / torakal
bawah, nyeri pada perut kiri atas, nyeri dapat menjalar pada bahu kiri.
5. Pemeriksaan Fisik Tanda klinis:
1. Inspeksi:
Dinding abdomen bisa tampak normal, jejas pada dinding abdomen
kwadran kiri atas, jejas pada dinding dada kiri bagian bawah,
abdomen tampak distensi, memar kulit, laserasi.
2. Auskultasi:
Bising usus bisa normal, menurun atau hilang.
3. Palpasi:
Nyeri tekan di kwadran atas abdomen.
4. Perkusi:
Nyeri ketok dinding abdomen, tes undulasi atau shifting dullness
bisa positif bisa negatif.
6. Kriteria Diagnosis Anamnesa, pemeriksaan fisik dan penunjang.
7. Diagnosis Banding Trauma perut dengan cedera organ disertai perdarahan dalam perut,
antara lain cedera lambung, cedera ginjal kiri, cedera hepar kiri.
8. Pemeriksaan Pemeriksaan penunjang sesuai indikasi:
Penunjang 1. Foto thorax AP, pelvis AP, FAST/USG, Lapase Peritoneum
Diagnostik (DPL), CT Scan Abdomen.
2. Indikasi FAST/USG sama dengan indikasi DPL: pasien trauma
dengan penurunan tingkat kesadaran, perubahan / gangguan fungsi
sensoris, cedera pada organ-organ yang bertetangga, pemeriksaan
fisik abdomen yang meragukan, kemungkinan putus kontak dengan
pasien untuk waktu yang cukup panjang.
3. Hasil DPL yang meragukan (khusus untuk USG abdomen) yaitu:
Lekosit < 500/mm3, eritrosit < 100.000/mm3.
9. Konsultasi Dokter Spesialis lain yang terkait
10. Perawatan Rawat inap
Rumah Sakit
11. Terapi / tindakan 1. Tindakan resusitasi ABCD sesuai konsep ATLS kalau kondisi
(ICD 9-CM) pernapasan dan hemodinamika tidak stabil.

196 | P a n d u a n P r a k t i k K l i n i s 2 0 1 5
2. Terapi Konservatif:
Terapi konservatif dilakukan pada ruptur lien grade I, II dengan
hemodinamika stabil.
3. Terapi Operatif: dilakukan bila hemodinamika tidak stabil, ruptur
lien gr. III – V.
4. Tindakan terhadap Limpa: cedera linier dilakukan penjahitan secara
matras. Cedera laserasi atau pedikel jika putus dilakukan
pengangkatan limpa disertai tandur ulang jaringan limpa kedalam
bursa omentalis.
12. Tempat IGD BRSU TABANAN
Pelayanan
13. Penyulit Perdarahan massif, syok hipovolemik yang bisa berakibat syok
irreversible, koagulasi intra vaskuler yang diseminasi (DIC),
koagulopati, hipotermi, asidosis, SIRS, ARF (gagal ginjal akut) gagal
multi organ.
14. Informed Consent Tertulis
15. Tenaga Standar 1. Dokter Spesialis Bedah KonsultanTrauma dan Bedah Akut
2. Dokter Spesialis Bedah Konsultan Bedah Digestif.
16. Lama Perawatan 5-7 hari
17. Masa Pemulihan 1 – 2 minggu
18. Hasil Sembuh tanpa cacat
19. Patologi Tidak diperlukan
20. Otopsi Diperlukan bila meninggal
21. Prognosis Baik
22. Tindak Lanjut Rawat jalan
23. Tingkat Evidens
& Rekomendasi
24. Indikator Medis Sembuh tanpa komplikasi
25. Edukasi 1. Diagnosa
2. Rencana terapi.
26. Kepustakaan 1. Persatuan Dokter Spesialis Bedah Umum Indonesia: Standar
Pelayanan Profesi Dokter Spesialis Bedah Umum Indonesia, 2002.
2. Kementerian Kesehatan RI; Pedoman Nasional Pelayanan
Kedokteran Penanganan Trauma. 2011.
3. Moore E.E.Feliciano D.V.,Mattox K L.,2008.Trauma. 6th Edition.
McGraw-Hill. New York.
4. Lenworth M. Jacobs., Stephen S. Luk., 2010. Advance Trauma
Operative Management. 2nd Edition, American Colledge Of Surgeon,
Chicago.
5. Thal E R., Weigelt J.A., Carrico C.j., 2012. Operative Management.
An Atlas. 2nd Edition. McGraw-Hill. New York.

197 | P a n d u a n P r a k t i k K l i n i s 2 0 1 5
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF ILMU BEDAH
TRAUMA HEPAR (CEDERA HEPAR)
2015

BRSU TABANAN

1. No. ICD 10 S 36.1.


2. Diagnosis Trauma Hepar (Cedera Hepar)
3. Pengertian Adanya diskontinyuitas jaringan pada organ hepar.
4. Anamnesis Kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian, kecelakaan kerja, cedera
olah raga, tindakan kekerasan atau penganiayaan, cedera akibat hiburan
atau wisata, trauma tembus abdomen.
5. Pemeriksaan Fisik 1. Tanda klinis:
Hemodinamika stabil / tidak stabil.
2. Inspeksi:
Dinding abdomen bisa tampak normal, jejas pada dinding abdomen
kanan atas, jejas pada dinding dada bagian kanan bawah, abdomen
tampak distensi, memar kulit, laserasi, terdapat luka tembus perut.
3. Auskultasi:
Bising usus bisa normal, menurun atau hilang.
4. Palpasi:
Nyeri tekan di kwadran kanan atas abdomen.
5. Perkusi:
Nyeri ketok dinding abdomen, tes undulasi atau shifting dullness
bisa positif bisa negatif.
6. Kriteria Diagnosis Anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
7. Diagnosis Banding Trauma perut dengan cedera organ disertai perdarahan antara lain:
pancreas, cedera vaskuler, cedera ginjal, duodenum dan limpa.
8. Pemeriksaan 1. Foto thorax AP, pelvis AP, FAST/USG, Lapase Peritoneum
Penunjang Diagnostik (DPL), CT Scan Abdomen.
2. Indikasi FAST/USG sama dengan indikasi DPL: pasien trauma
dengan penurunan tingkat kesadaran, perubahan / gangguan fungsi
sensoris, cedera pada organ-organ yang bertetangga, pemeriksaan
fisik abdomen yang meragukan, kemungkinan putus kontak dengan
pasien untuk waktu yang cukup panjang.
3. Hasil DPL yang meragukan (khusus untuk USG abdomen) yaitu:
Lekosit < 500/mm3, eritrosit < 100.000/mm3.
9. Konsultasi Dokter spesialis terkait bila diperlukan.
10. Perawatan Rawat inap
Rumah Sakit
198 | P a n d u a n P r a k t i k K l i n i s 2 0 1 5
11. Terapi / tindakan 1. Tindakan resusitasi ABCD sesuai konsep ATLS kalau kondisi
(ICD 9-CM) pernapasan dan hemodinamika tidak stabil.
2. Terapi Konservatif:
Terapi konservatif dilakukan pada ruptur hepar grade I, II dengan
hemodinamika stabil.
3. Terapi Operatif: dilakukan bila hemodinamika tidak stabil, rupture
hepar gr. III – V.
4. Macam tindakan pada cedera hepar:
a. Cedera linier dilakukan penjahitan secara matras dengan benang
yang tebal (no.1.0 atau 2.0) yang dapat diserap.
b. Laserasi segmental: dapat dilakukan reseksi secara wedge atau
reseksi segmental dan ditutup dengan omentum.
c. Laserasi yang luas dengan perdarahan profus dilakukan
pemasangan tampon (DCS) yang sulit dihentikan dan dalam 2 x
24 jam dilakukan stabilisasi kemudian dilakukan re-laparotomi
untuk terapi definitif.
5. DCS: Damage Control Surgery.
Catatan: untuk mengatasi perdarahan yang hebat saat melakukan
tindakan diatas, dapat dilakukan tindakan pringle.
12. Tempat IGD BRSU TABANAN .
Pelayanan
13. Penyulit Perdarahan massif, syok hipovolemik yang bisa berakibat syok
irreversible, koagulasi intra vaskuler yang diseminasi (DIC),
koagulopati, hipotermi, asidosis, SIRS, ARF (gagal ginjal akut) gagal
multi organ.
Peritonis kimiawi, hematobilia,TRIAS: hipotermia, Asidosis, Gangguan
koagulopati.
14. Informed Consent Tertulis
15. Tenaga Standar 1. Dokter Spesialis Bedah KonsultanTrauma dan Bedah Akut
2. Dokter Spesialis Bedah Konsultan Bedah Digestif
16. Lama Perawatan 5-7 hari
17. Masa Pemulihan 1-2 minggu
18. Hasil Sembuh
19. Patologi Tidak diperlukan
20. Otopsi Tidak diperlukan
21. Prognosis Tergantung beratnya cedera
22. Tindak Lanjut Rawat jalan
23. Tingkat Evidens
& Rekomendasi
24. Indikator Medis 1. Tidak terjadi rebleeding
2. Sembuh tanpa komplikasi.
25. Edukasi 1. Diagnosa
2. Rencana terapi
3. Prognosa
26. Kepustakaan 1. Persatuan Dokter Spesialis Bedah Umum Indonesia: Standar

199 | P a n d u a n P r a k t i k K l i n i s 2 0 1 5
Pelayanan Profesi Dokter Spesialis Bedah Umum Indonesia, 2002.
2. Kementerian Kesehatan RI; Pedoman Nasional Pelayanan
Kedokteran Penanganan Trauma. 2011.
3. Moore E.E.Feliciano D.V.,Mattox K L.,2008.Trauma. 6th Edition.
McGraw-Hill. New York.
4. Lenworth M. Jacobs., Stephen S. Luk., 2010. Advance Trauma
Operative Management. 2nd Edition, American Colledge Of Surgeon,
Chicago.
5. Thal E R., Weigelt J.A., Carrico C.j., 2012. Operative Management.
An Atlas. 2nd Edition. McGraw-Hill. New York.

200 | P a n d u a n P r a k t i k K l i n i s 2 0 1 5
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF ILMU BEDAH
TRAUMA TUMPUL ABDOMEN
2015

BRSU TABANAN

1. No. ICD 10 S 27.8, S 30.0, S 35, S 36, S 37


2. Diagnosis Trauma Tumpul Abdomen
Ruptur Diaphragma (S 27.8.0)
Kontusio Bokong dan Panggul (S 30.0)
Kontusio Abdomen, Pinggang dan Inguinal (S 30.1)
Kontusio Perineum dan Genetal (S 30.2)
Ekskoreasi, Laserasi superfisial multiple di abdomen (S 30.7)
Ruptur Limpa (S 36.0.0)
Ruptur Hepar & Kandung Empedu (S 36.1.0)
Ruptur Pankreas (S 36.2.0)
Ruptur Lambung (S 36.3.0)
Ruptur Duodenum (S 36.4.0)
Ruptur Jejunum (S36.4.0)
Ruptur Ileum (S 36.4.0)
Ruptur Colon (S 36.5.0)
Ruptur Rektum (S36.6.0)
Ruptur Organ Intra abdomen multiple (S36.7.0)
Hematoma retroperitoneum (S 36.8.0)
Ruptur Ginjal, kontusio ginjal (S 37.0.0)
Ruptur ureter (S 37.1.0)
Ruptur Kandung Kemih (S 37.2.0)
Ruptur Ovarium (S 37.4.0)
Ruptur Tuba Fallopii (S 37.5.0)
Ruptur Uterus (S 37.6.0)
Ruptur organ intra pelvis multiple (S 37.7.0)
Ruptur kelenjar Adrenal (S 37.8.0)
Ruptur Kelenjar Prostat (S 37.8.0)
Ruptur Vesikula Seminalis (S 37.8.0)
Ruptur Vas Deferen (S 37.8.0)
3. Pengertian Cedera dinding abdomen atau organ intra abdomen akibat benturan
dengan benda tumpul.
4. Anamnesis Mekanisme trauma: kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian,
kecelakaan kerja, cedera olah raga, tindakan kekerasan atau
penganiayaan, cedera akibat hiburan atau wisata.

201 | P a n d u a n P r a k t i k K l i n i s 2 0 1 5
5. Pemeriksaan Fisik Tanda klinis: Hemodinamika stabil / tidak stabil.
1. Inspeksi:
Dinding abdomen bisa tampak normal, jejas pada dinding abdomen
kanan atas, jejas pada dinding dada bagian kanan bawah, abdomen
tampak distensi, memar kulit, laserasi.
2. Auskultasi:
Auskultasi region torak kiri: suara napas menurun, bisa terdengar
bising usus. Auskultasi region abdomen: bising usus menurun atau
hilang.
3. Palpasi: nyeri tekan di kwadran tertentu atau seluruh region
abdomen, Defans muscular, nyeri tekan lepas.
4. Perkusi:
Perkusi region torak bagian bawah bisa normal atau redup atau
timpani. Pekak hati bisa positif atau negatif, nyeri ketok dinding
abdomen. Tes undulasi atau shifting dullness bisa positif bisa
negatif.
6. Kriteria Diagnosis Mekanisme trauma, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang.
7. Diagnosis Banding Tidak ada
8. Pemeriksaan Pemeriksaan penunjang sesuai indikasi.
Penunjang 1. Foto thorax AP, pelvis AP, FAST/USG, Lapase Peritoneum
Diagnostik(DPL), CT Scan Abdomen.
2. Indikasi FAST/USG sama dengan indikasi DPL: pasien trauma
dengan penurunan tingkat kesadaran, perubahan / gangguan fungsi
sensoris, cedera pada organ-organ yang bertetangga, pemeriksaan
fisik abdomen yang meragukan, kemungkinan putus kontak dengan
pasien untuk waktu yang cukup panjang.
3. Hasil DPL yang meragukan (khusus untuk USG abdomen) yaitu:
Lekosit < 500/mm3, eritrosit < 100.000/mm3.
9. Konsultasi Dokter Spesialis yang terkait.
10. Perawatan Rawat inap.
Rumah Sakit
11. Terapi / tindakan 1. Tindakan resusitasi ABCD sesuai konsep ATLS kalau kondisi
(ICD 9-CM) pernapasan dan hemodinamika tidak stabil.
2. Terapi Konservatif: terapi koservatif dilakukan bila tidak ada
indikasi laparotomi segera atau hasil pemeriksaan penunjang tidak
mengungkapkan adanya cedera organ intra abdomen yang nyata.
Terapi konservatif dengan cara observasi, dapat dilakukan sampai 2
x 24 jam.
3. Tindakan Operatif: laparotomi eksplorasi dengan insisi median.
4. Indikasi laparotomi eksplorasi:
a. Tanda-tanda perdarahan intra peritoneal, yaitu adanya syok
hipovolemi dengan distensi abdomen yang progresif.
b. Tanda-tanda peritonitis generalisata.
c. Pneumoperitoneum pada foto toraks.
d. Pada foto toraks tampak gambaran hernia diafragmatika (ruptur
diafragma).
e. Cairan lavase keluar melalui pipa drinase rongga abdomen.
Pada tindakan DPL, keluar darah > 10 ml atau cairan usus. Hasil
DPL positif berdasarkan analisa laboratoris, yaitu jumlah
202 | P a n d u a n P r a k t i k K l i n i s 2 0 1 5
eritrosit > 100.000/mm3 cairan lavase, jumlah lekosit > 500/mm3
cairan lavase, amylase > 20 IU cairan lavase.
12. Tempat IGD BRSU TABANAN .
Pelayanan
13. Penyulit Perdarahan massif, syok hipovolemik yang bisa berakibat syok
irreversible, koagulasi intra vaskuler yang diseminasi (DIC),
koagulopati, hipotermi, asidosis, SIRS, ARF (gagal ginjal akut) gagal
multi organ.
14. Informed Consent Tertulis
15. Tenaga Standar 1. Dokter Spesialis Bedah Konsultan Trauma dan Bedah Akut
2. Dokter Spesialis Bedah Konsultan Bedah Digestif
16. Lama Perawatan Bervariasi tergantung beratnya cedera.
17. Masa Pemulihan Bervariasi tergantung beratnya cedera.
18. Hasil 1. Cedera ringan: bisa sembuh tanpa gejala sisa.
2. Cedera berat: kalau tidak ada penyulit, dapat disembuhkan dengan
atau tanpa kecacatan. Kalau ada penyulit, bisa sembuh dengan atau
tanpa kecacatan atau bisa meninggal dunia.
3. Cedera mengancam nyawa: bila timbul penyulit, bisa sembuh
dengan atau tanpa kecacatan, atau bisa meninggal dunia. Angka
kematian bisa mencapai > 70%.
19. Patologi Tidak diperlukan
20. Otopsi Perlu otopsi klinik
21. Prognosis Tergantung beratnya cedera
22. Tindak Lanjut Rawat jalan
23. Tingkat Evidens
& Rekomendasi
24. Indikator Medis Sembuh tanpa komplikasi.
25. Edukasi 1. Diagnosa
2. Rencana terapi
3. Prognosa
26. Kepustakaan 1. Persatuan Dokter Spesialis Bedah Umum Indonesia: Standar
Pelayanan Profesi Dokter Spesialis Bedah Umum Indonesia, 2002.
2. Kementerian Kesehatan RI; Pedoman Nasional Pelayanan
Kedokteran Penanganan Trauma. 2011.
3. Moore E.E.Feliciano D.V.,Mattox K L.,2008.Trauma. 6th Edition.
McGraw-Hill. New York.
4. Lenworth M. Jacobs., Stephen S. Luk., 2010. Advance Trauma
Operative Management. 2nd Edition, American Colledge Of Surgeon,
Chicago.
5. Thal E R., Weigelt J.A., Carrico C.j., 2012. Operative Management.
An Atlas. 2nd Edition. McGraw-Hill. New York.

203 | P a n d u a n P r a k t i k K l i n i s 2 0 1 5
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF ILMU BEDAH
PERITONITIS GENERALISATA
2015

BRSU TABANAN

1. No. ICD 10 K 650


2. Diagnosis Peritonitis Generalisata
3. Pengertian Adanya infeksi yang mengenai rongga peritonium yang disebabkan oleh
perforasi lambung.
4. Anamnesis Nyeri perut yang terjadi secara tiba-tiba yang dimulai di perut kanan atas
kemudian menjalar ke seluruh perut.
5. Pemeriksaan Fisik Tanda Klinis:
1. Inspeksi:
Abdomen distensi.
2. Auskultasi:
Bising usus melemah atau negatif.
3. Perkusi:
Nyeri perut menyeluruh.
6. Kriteria Diagnosis Anamnesa, pemeriksaan fisik dan penunjang.
7. Diagnosis Banding Apendisitis perforasi, Tifoid perforasi.
8. Pemeriksaan 1. Laboratorium: DL, FH, LFT, BUN / SC, Elektrolit,
Penunjang 2. Rontgen: BOF.
9. Konsultasi Dokter Spesialis lain yang terkait.
10. Perawatan Rawat inap.
Rumah Sakit
11. Terapi / tindakan Operasi eksplorasi laparotomi
(ICD 9-CM)
12. Tempat IGD BRSU TABANAN
Pelayanan
13. Penyulit Perdarahan, hematoma, infeksi luka operasi.
14. Informed Consent Tertulis.
15. Tenaga Standar 1. Dokter Spesialis Bedah KonsultanTrauma dan Bedah Akut
2. Dokter Spesialis Bedah Konsultan Bedah Digestif
16. Lama Perawatan 7 - 10 hari
17. Masa Pemulihan 3 Bulan

204 | P a n d u a n P r a k t i k K l i n i s 2 0 1 5
18. Hasil Sembuh total
19. Patologi Perlu
20. Otopsi Tidak diperlukan
21. Prognosis Baik.
22. Tindak Lanjut Rawat jalan
23. Tingkat Evidens
& Rekomendasi
24. Indikator Medis Sembuh tanpa komplikasi
25. Edukasi 1. Diagnosa
2. Rencana terapi
3. Prognosa
26. Kepustakaan 1. Britt, L, D. Acute Care Surgery Principle and Surgery 2007,
Springer - New York.
2. Jeffery A.Norton,MD, Surger: Basic Science and Clinical Evidance,
International Edition,2000. Springer-Verlag New York.
3. Persatuan Dokter Spesialis Bedah Umum Indonesia: Standar
Pelayanan Profesi Dokter Spesialis Bedah Umum Indonesia, 2002
4. Zinner, Micheal J., Maingot’s: Abdominal Oprations. Tenth Edition.
Appleton and Lange, 1997 USA.

205 | P a n d u a n P r a k t i k K l i n i s 2 0 1 5
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF ILMU BEDAH
HERNIA DIAFRAGMATIKA
2015

BRSU TABANAN

1. No. ICD 10 Q. 79.0


2. Diagnosis Hernia Diafragmatika
3. Pengertian Cacat lahir bawaan yang ditandai dengan adanya lubang yang abnormal
pada diafragma akibat penyatuan yang tidak sempurna dari suatu
diafragma selama perkembangan janin.
4. Anamnesis Bayi lahir dengan sesak nafas dan suara usus terdengar di rongga thorax
5. Pemeriksaan Fisik Takipnea, sianosis, dinding dada asimetris, suara usus terdengar di
rongga thorax
6. Kriteria Diagnosis 1. Distress nafas segera setelah lahir pucat dan sianosis schapoid
abdomen mediastinum bergeser menjauhi lesi diafragma. Suara usus
terdengar pada sisi lesi diafragma. Suara nafas menurun pada kedua
paru.
2. Penemuan X-fototoraks hernia diafragma kiri berupa bayangan usus
dengan garis permukaan udara dan cairan pergeseran mediastinum
ke kanan
7. Diagnosis Banding 1. Malformasi Kistik Adenomatik
2. Kista Bronkogenik
8. Pemeriksaan PencitraanToraks dan Abdomen
Penunjang
9. Konsultasi Spesialis Bedah Anak dan Spesialis terkait
10. Perawatan Rawat Inap
Rumah Sakit
11. Terapi / tindakan (ICD IX)
(ICD 9-CM) Repair hernia diaphragmatic abdominal approach
- 53.71 laparoscopic
- 53.72 open
- 53.75 unspecified
Repair hernia diaphragmatic thoracic / thoracoabdominal approach
- 53.83 laparoscopic
- 53.84 open
12. Tempat Minimal RS Kelas B danFasilitas NICU
Pelayanan
13. Penyulit Hipertensi, pulmonal, perdarahansirkulasi fatal persisten, Chylothorax
14. Informed Consent Tertulis dan lisan
15. Tenaga Standar Dokter Spesialis Bedah Anak

206 | P a n d u a n P r a k t i k K l i n i s 2 0 1 5
16. Lama Perawatan ± 14 hari
17. Masa Pemulihan ± 14 hari
18. Hasil Sembuh atau sembuh dengan cacat
19. Patologi Tidak perlu
20. Otopsi Tidak perlu
21. Prognosis Dubious
22. Tindak Lanjut Konsul ke Poliklinik Bedah dan URM
23. Tingkat Evidens -
& Rekomendasi

24. Indikator Medis Pasien bisa bernafas tanpa ventilator dengan saturasi O2 baik
25. Edukasi Rutin kontrol ke poli bedah dan URM
26. Kepustakaan Pediatric Surgery

207 | P a n d u a n P r a k t i k K l i n i s 2 0 1 5
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF ILMU BEDAH
ATRESIA ESOFAGUS
2015

BRSU TABANAN

1. No. ICD 10 Q. 39.0.39.1.39.2


2. Diagnosis Atresia Esofagus
3. Pengertian Malformasi yang disebabkan oleh kegagalan esophagus untuk pasase
penting
4. Anamnesis Gangguan proses menelan, gangguan pernafasan
5. Pemeriksaan Fisik -
6. Kriteria Diagnosis 1. Prenatal polyhidramnion
2. Klinis:
a. Drolling
b. Aspirasi pneumonia hingga sesak nafas
c. Pasang selang nasogastric – tidak masuk / menekuk keluar
kembali
7. Diagnosis Banding Stenosis esophagus, gastro esophageal refluk
8. Pemeriksaan Foto polos thoraco abdominal → tampak selang yang menekuk dan ada
Penunjang / tidaknya udara dalam gaster
9. Konsultasi Neonatologi dan anesthesi
10. Perawatan Rumah NICU → Perawatan pneumonia hingga optimal
Sakit
11. Terapi / tindakan (ICD IX)
(ICD 9-CM) Repair esophageal fistula : 42.48
12. Tempat Pelayanan Kamar operasi bedah anak , NICU
13. Penyulit -
14. Informed Consent Tertulis dan lisan
15. Tenaga Standar Dokter Spesialis Bedah Anak
16. Lama Perawatan ± hingga 2 minggu post operasi
17. Masa Pemulihan 10 -14 hari
18. Hasil Tergantung kriteria Waterstone
19. Patologi -
20. Otopsi -
21. Prognosis Tergantung kriteria Waterstone
22. Tindak Lanjut -
23. Tingkat Evidens & -
208 | P a n d u a n P r a k t i k K l i n i s 2 0 1 5
Rekomendasi
24. Indikator Medis Tidak ada gangguan menelan
25. Edukasi Kontrol poliklinik bedah anak dan fisioterapi
26. Kepustakaan Aschraft – Pediatric Surgery

209 | P a n d u a n P r a k t i k K l i n i s 2 0 1 5
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF ILMU BEDAH
INFANTIL HYPERTROPHIC PYLORUS STENOSIS
2015

BRSU TABANAN

1. No. ICD 10 Q. 40.0


2. Diagnosis Infantil Hypertrophic Pylorus Stenosis
3. Pengertian Penebalan yang abnormal pada lambung bagian pylorus
4. Anamnesis Dehidrasi berat, kulit muka berkerut / keriput
5. Pemeriksaan Fisik -
6. Kriteria Diagnosis 1. Trias HPS :
a. Usia 2 mingggu – 3 bulan, muntah cairan lambung yang
proyektil.
b. Teraba mass di hypochondrium
c. Distensi gaster & terlihat peristaltic gaster
7. Diagnosis Banding Bezoir - Diafragma / Atresia Anthrum Gaster
8. Pemeriksaan 1. Foto Polos Abdomen – gambaran dilatasi gaster
Penunjang 2. Upper G.I foto : string / umbrella sign.
3. USG abdomen : mass dari pylorus.
9. Konsultasi Pediatri dan Anesthesi
10. Perawatan Rawat Pre op. dan post op
Rumah Sakit
11. Terapi / tindakan Piloromyotomi
(ICD 9-CM) (ICD IX) 43.3 fredetramstedt operation (pyloromyotomy) with wedge
resection.
12. Tempat Rumah Sakit dengan Fasilitas Bedah Anak
Pelayanan
13. Penyulit Perforasi
14. Informed Consent Tertulis dan lisan
15. Tenaga Standar Dokter Spesialis Bedah Anak
16. Lama Perawatan 2-5 hari pro op
17. Masa Pemulihan 3 hari post op
18. Hasil Baik
19. Patologi -
20. Otopsi -
21. Prognosis Baik
22. Tindak Lanjut Rawat luka poli bedah anak

210 | P a n d u a n P r a k t i k K l i n i s 2 0 1 5
23. Tingkat Evidens -
& Rekomendasi

24. Indikator Medis Tidak adanya komplikasi (infeksi)


25. Edukasi Kontrol poli bedah anak
26. Kepustakaan Ascraft - Pediatric Surgery

211 | P a n d u a n P r a k t i k K l i n i s 2 0 1 5
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF ILMU BEDAH
OMFALOENTERIKUS PERSISTEN
2015

BRSU TABANAN

1. No. ICD 10 Q. 43.0


2. Diagnosis Omfaloenterikus Persisten
3. Pengertian Kegagalan penutupan dinding abdomen mengakibatkan keluarnya organ
abdomen melalui umbilical
4. Anamnesis Keluarnya organ usus melalui umbilicus
5. Pemeriksaan Fisik 1. Ditemukan aviserasi organ intra abdomen melalui defek dinding
abdomen
2. Pada gastroschisis umbilical cord masih utuh, aviserasi organ
umumnya terletak disebelah kanan, organ visera tersumbat tidak
diliputi oleh membrane
3. Pada omphalokel avisarasi organ intra abdomen melalui umbilical
cord dan ditutupi oleh membran
6. Kriteria Diagnosis Aviserasi organ intra abdomen
7. Diagnosis Banding 1. Sinus Umbilikalis
2. Urakhus persistent
8. Pemeriksaan Fistulografi
Penunjang
9. Konsultasi -
10. Perawatan Perlu
Rumah Sakit
11. Terapi / tindakan (ICD IX)
(ICD 9-CM) Laparotomi : 54.1
12. Tempat Rumah Sakit dengan fasilitas Bedah Anak
Pelayanan
13. Penyulit Infeksi
14. Informed Consent Tertulis dan lisan
15. Tenaga Standar Dokter Spesialis Bedah Anak
16. Lama Perawatan 5-7 hari
17. Masa Pemulihan 1-2 minggu
18. Hasil Baik
19. Patologi -
20. Otopsi -
21. Prognosis Baik
22. Tindak Lanjut Perawatan luka post operasi di poliklinik bedah anak

212 | P a n d u a n P r a k t i k K l i n i s 2 0 1 5
23. Tingkat Evidens -
& Rekomendasi
24. Indikator Medis Tidak ada komplikasi (respiratory distress, infeksi)
25. Edukasi Kontrol luka poliklinik bedah anak
26. Kepustakaan Spingare – Pediatric Surgery

213 | P a n d u a n P r a k t i k K l i n i s 2 0 1 5
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF ILMU BEDAH
SINUS DAN GRANULOMA UMBILIKALIS
2015

BRSU TABANAN

1. No. ICD 10 Q .43 . 0


2. Diagnosis Sinus dan Granuloma Umbilikalis
3. Pengertian Jaringan umbilicus yang berwarna kemerahan
4. Anamnesis Daging tumbuh di bagian umbilicus
5. Pemeriksaan Fisik Massa bundar, lembab, arytomatous, bertangkai
6. Kriteria Diagnosis Benjolan / granuloma pada tali pusat
7. Diagnosis Banding Polip
8. Pemeriksaan -
Penunjang
9. Konsultasi -
10. Perawatan -
Rumah Sakit
11. Terapi / tindakan (ICD IX) excision of destruction of lesion or tissue of abdominal wall or
(ICD 9-CM) umbilicus : 54.3

12. Tempat Rumah Sakit dan Kamar Operasi Bedah Anak


Pelayanan
13. Penyulit -
14. Informed Consent Tertulis dan lisan
15. Tenaga Standar Dokter Spesialis Bedah Anak
16. Lama Perawatan One day care
17. Masa Pemulihan 1-3 hari
18. Hasil Baik
19. Patologi -
20. Otopsi -
21. Prognosis Baik
22. Tindak Lanjut Kontrol ke poliklinik bedah anak – melihat granuloma mengalami
epitolisasi
23. Tingkat Evidens -
& Rekomendasi
24. Indikator Medis Adanya epitolisasi pada granuloma

214 | P a n d u a n P r a k t i k K l i n i s 2 0 1 5
25. Edukasi Tindakan excisi bisa lebih dari 2-3x
26. Kepustakaan Ascraft – Pediatric Surgery

PANDUAN PRAKTIK KLINIS


SMF ILMU BEDAH
HERNIA UMBILIKALIS
2015

BRSU TABANAN

1. No. ICD 10 K. 42
2. Diagnosis Hernia Umbilikalis
3. Pengertian Protusi / penonjolan isi perut yang terdapat di daerah pusat
4. Anamnesis Benjolan di umbilicus
5. Pemeriksaan Fisik Protusi organ abdomen
6. Kriteria Diagnosis 1. Benjolan yang dapat keluar masuk pada umbilicus yang diliputi oleh
kulit pada bayi hingga anak-anak baru lahir
2. Secara klinis jelas
7. Diagnosis Banding Foto polos abdomen diperlukan bila didapatkan gambaran obstruksi
strangulasi
8. Pemeriksaan Tidak diperlukan
Penunjang
9. Konsultasi -
10. Perawatan Diperlukan rawat di Rumah Sakir bila didapatkan tanda-tanda
Rumah Sakit
11. Terapi / tindakan (ICD IX)
(ICD 9-CM) Repair of umbilical hernia : 53.4
12. Tempat Rumah Sakit dengan fasilitas Bedah Anak
Pelayanan
13. Penyulit -
14. Informed Consent Tertulis dan lisan
15. Tenaga Standar Dokter Spesialis Bedah Anak
16. Lama Perawatan One Day Care
17. Masa Pemulihan 7 hari
18. Hasil Baik
19. Patologi -
20. Otopsi -
21. Prognosis Bonam
22. Tindak Lanjut Poliklinik bedah anak untuk rawat luka
23. Tingkat Evidens -

215 | P a n d u a n P r a k t i k K l i n i s 2 0 1 5
& Rekomendasi
24. Indikator Medis Tidak ada komplikasi (hematom, infeksi)
25. Edukasi Kontrol luka di poliklinik bedah anak
26. Kepustakaan Aschraft – Pediatric Surgery

216 | P a n d u a n P r a k t i k K l i n i s 2 0 1 5
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF ILMU BEDAH
MALRUTASI USUS
2015

BRSU TABANAN

1. No. ICD 10 Q .45 . 8


2. Diagnosis Malrutasi Usus
3. Pengertian Penyakit bergenital ditandai dengan adanya rotasi abnormal Midgut
4. Anamnesis Muntah berwarna hijau, nyeri kolik
5. Pemeriksaan Fisik -
6. Kriteria Diagnosis 1. Muntah Bilious pada usia 1 bulan – 1 tahun
2. Obstruksi partial duodenum
3. Seringkali disertai mid gut volvulus
7. Diagnosis Banding 1. Seringkali disertai mid gut volvulus
2. Pancreas anulare
3. Septum / atresia duodenum
8. Pemeriksaan 1. Foto polos abdomen gambaran double buble
Penunjang 2. Kolon inloop : caecum / appendik tinggi / ditengah
9. Konsultasi Dokter Anesthesi, Dokter Anak
10. Perawatan Rumah Sakit dengan fasilitas NICU
Rumah Sakit
11. Terapi / tindakan (ICD IX)
(ICD 9-CM) Laparotomy Led’s procedure : 54.1
12. Tempat Pelayanan Rumah Sakit dengan fasilitas NICU
13. Penyulit Resiko operasi neonatus.
14. Informed Consent Tertulis dan lisan
15. Tenaga Standar Dokter Spesialis Bedah Anak
16. Lama Perawatan 10 – 14 hari post op
17. Masa Pemulihan Penderita pulang dengan diet peroral
18. Hasil Baik
19. Patologi -
20. Otopsi -
21. Prognosis Baik
22. Tindak Lanjut Poliklinik bedah anak–rawat luka
23. Tingkat Evidens -
& Rekomendasi
24. Indikator Medis Tidak ada komplikasi (infeksi)
25. Edukasi Kontrol luka, obstruksi akut abdomen

217 | P a n d u a n P r a k t i k K l i n i s 2 0 1 5
26. Kepustakaan Aschraft – Pediatric Surgery

PANDUAN PRAKTIK KLINIS


SMF ILMU BEDAH
DIAFRAGMA / ATRESIA DUODENUM
2015

BRSU TABANAN

1. No. ICD 10 Q .41 . 0


2. Diagnosis Diafragma / Atresia Duodenum
3. Pengertian Tidak terbentuknya atau tersumbatnya duodenum
4. Anamnesis Muntah segera saat lahir berwarna kehijauan
5. Pemeriksaan Fisik -
6. Kriteria Diagnosis 1. Muntah pada usia baru lahir hingga usia beberapa bulan
2. Obstruksi duodenum, total atau partial
3. Muntah jernih bila septum diatas vater, muntah hijau bila dibawah
vater.
7. Diagnosis Banding 1. Malrotasi
2. Pankreas anulare
8. Pemeriksaan Foto polos abdomen gambar double buble
Penunjang Kolon Inloop : mikrokolon, bila ada atresi duodenum
9. Konsultasi Dokter neonates dan anestesi
10. Perawatan Perawatan pre op - post op.
Rumah Sakit
11. Terapi / tindakan (ICD IX)
(ICD 9-CM) Laparotomi : 54 - 1
12. Tempat Rumah Sakit dengan fasilitas NICU
Pelayanan
13. Penyulit Kebocoran anastomosis atau stenosis anastomosis
14. Informed Consent Tertulis dan lisan
15. Tenaga Standar Dokter Spesialis Bedah Anak
16. Lama Perawatan 10 -12 hari post op
17. Masa Pemulihan Diperlukan TPN bila tanpa gastrojejunal feeding. Peroral feeding
memerlukan waktu
18. Hasil Pasien pulang dengan diet peroral secara normal
19. Patologi -
20. Otopsi -
21. Prognosis Baik
22. Tindak Lanjut Poliklinik bedah anak
23. Tingkat Evidens -

218 | P a n d u a n P r a k t i k K l i n i s 2 0 1 5
& Rekomendasi
24. Indikator Medis Tidak ada komplikasi
25. Edukasi Perawatan luka poliklinik bedah anak
26. Kepustakaan Pediatric Surgery

219 | P a n d u a n P r a k t i k K l i n i s 2 0 1 5
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF ILMU BEDAH
APPENDISITIS (PADA ANAK)
2015

BRSU TABANAN

1. No. ICD 10 K. 35
2. Diagnosis Appendisitis (pada Anak)
3. Pengertian Infeksi pada appendik karena tersumbatnya luman appendik
4. Anamnesis Nyeri perut kanan bawah
5. Pemeriksaan Fisik -
6. Kriteria Diagnosis 1. Appendisiti sakut:
Nyeri visceral, mual, muntah, nyeri parietal pada iliaka kanan: nyeri
tekan, ketegangan otot, nyeri rebound, tanda Rovsig, tandaTenhorn
(pada pria), tanda obturator, tanda psoas.
2. Appendisitis infiltrat:
Panas badan, teraba massa nyeri tekan di iliaka kanan.
3. Appendisitis perforata:
Gejala peritonitis umum (nyeri perut & tegang di seluruh perut).
7. Diagnosis Banding Gastritis (saat nyeri visceral) & kolotis saat akut.
8. Pemeriksaan 1. Darah lengkap (Hb, leukosit, PCV, Thrombosit, hapusan darah)
Penunjang 2. USG perut pada saat akut, foto polos perut bila ada tanda perforasi,
Appendikografi (pada appendicitis kronis / nyeri perut yang tak jelas
sebabnya).
9. Konsultasi Tergantung keadaan saat itu.
10. Perawatan Perlu untuk penegakkan diagnosis dan persiapan prabedah.
Rumah Sakit
11. Terapi / tindakan (ICD IX)
(ICD 9-CM) - Appendicectomy (with drainage) : 47.09
- Laparoscopic : 47.01
12. Tempat Rumah Sakit dengan pelayanan Bedah Anak
Pelayanan
13. Penyulit Infeksi sampai sepsis, abses rongga perut
14. Informed Consent Tertulis dan Lisan
15. Tenaga Standar Dokter Spesialis Bedah Anak
16. Lama Perawatan 1. Appendisitis akut / kronis : 3 – 5 hari
2. Apendisitis infiltrat: sampai radang tenang 1 – minggu, pasca bedah
5 – 7 hari.
3. Appendisitis perforasi : 7 – 10 hari / tergantung kondisi penderita.
17. Masa Pemulihan 2 – 4 minggu
18. Hasil Baik / tergantung kondisi penderita
19. Patologi Perlu

220 | P a n d u a n P r a k t i k K l i n i s 2 0 1 5
20. Otopsi -
21. Prognosis Tergantung kondisi penderita
22. Tindak Lanjut Kontrol luka poliklinik
23. Tingkat Evidens -
& Rekomendasi
24. Indikator Medis -
25. Edukasi -
26. Kepustakaan Pediatric Surgery

221 | P a n d u a n P r a k t i k K l i n i s 2 0 1 5
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF ILMU BEDAH
HIRSCHSPRUNG’S DISEASE
2015

BRSU TABANAN
1. No. ICD 10 Q. 43.1
2. Diagnosis Hirschsprung’s Disease
3. Pengertian Kelainan kongenital pada colon yang ditandai dengan tiadanya sel
ganglion parasimpatis pada plexus submokus moisseneri dan plexus
mianterikus auerbachi
4. Anamnesis Keterlambatan meconium lebih dari 24 jam, kembung, muntah
5. Pemeriksaan Fisik Feses menyemprot
6. Kriteria Diagnosis 1. Keterlambatan meconium lebih dari 24 jam, kembung, muntah
2. RT : feses menyemprot
3. Pemeriksaan barium enema : adany zona spastik, zona transisi,
zona dilatasi
7. Diagnosis Banding Meconium ileus, atresia ileum, atresia recti, malrotasi
8. Pemeriksaan Barium enema
Penunjang
9. Konsultasi -
10. Perawatan RS Rawat inap
11. Terapi / tindakan (ICD IX)
(ICD 9-CM) Pull-through resection of rectum : 48.4
12. Tempat Pelayanan Rumah Sakit dengan fasilitas Bedah Anak
13. Penyulit -
14. Informed Consent Tertulis dan lisan
15. Tenaga Standar Dokter Spesialis Bedah Anak
16. Lama Perawatan 5 hari
17. Masa Pemulihan 5 hari
18. Hasil Baik
19. Patologi Jaringan aganglionosis
20. Otopsi -
21. Prognosis -
22. Tindak Lanjut Poliklinik Bedah Anak
23. Tingkat Evidens & -
Rekomendasi
24. Indikator Medis Tidak ada obstruksi
25. Edukasi Dilatasi usus, laxative, diet dan toilet, fisioterapi
26. Kepustakaan Aschraft – Pediatric Surgery

222 | P a n d u a n P r a k t i k K l i n i s 2 0 1 5

Anda mungkin juga menyukai