Anda di halaman 1dari 4

Arca Airlangga

Berdirinya Kerajaan Kadiri atau Kediri tidak terlepas dari Peran Airlangga ( = Air dan loncat )
yang lahir Pada Tahun 990 Masehi, Ayahnya yang bernama Udayana, Raja dari Kerajaan
Bedahulu dari Wangsa Warmadewa dan Ibunya yang bernama Mahendratta Putri dari Kerajaan
Medang Wangsa Isnaya, dan juga sebagai keturunan Empu Sindok dari wangsa Isnaya dari
Kerajaan Mataram Kuna / Mataram Hindu.
Pantun Airlangga ditemukan didesa Belahan Kediri, dan menjadi koleksi Museum Trowulan
Jawa Timur yang mengisahkan Airlangga berkuasa sejak Usia 19 Th, yaitu Th.1009 Masehi -
Th.1042 Masehi setelah 3 tahun lamanya bersemedhi dihutan.

Airlangga mempunyai 3 orang anak, yaitu ;

1. Putri Sulung yang bernama Dewi Kilisuci. memilih hidup Sebagai Pertapa di Gunung
Klotok dan sekarang ini terkenal sebagai Goa Selomangleng G.Klotok Kediri.
2. Putra Pertama yang bernama Sri Samara Wijaya.
3. Putra Kedua yang bernama Mapanji Garasakan.

Hal ini dikisahkan oleh ;


- Serat Calon Arang yang menyebutkan Airlangga sebagai Raja Daha.
- Nagarakertagama menyebut Airlangga sebagai Raja Panjalu di Daha.

Pusat Kerajaan atau Ibu Kotanya terletak di Kahuripan, hal ini sesuai Serat Calon Arang.

Pada tahun 1042 Masehi Airlangga turun takhta menjadi Pandita, dan wafat pada Th. 1049
Masehi hal ini dikisahkan oleh ;

 Serat Calon Arang, Airlangga bergelar Resi Erlangga Jatiningrat.


 Babad Tanah Jawi, Airlangga sebagai Resi Gentayu.
 Prasasti Gandhakuti ( Th. 1042 Masehi ), Airlangga Sebagai Resi Aji Paduka Mpungku
Sang Pinaka Catraning Bhuwana.

Kerajaan Kadiri / Kediri ( Tahun 1042 Masehi - Th. 1222 Masehi ) :

Menurut Prasasti Pamwatan yang ditulis Airlangga Pada Th. 1042 Masehi dan sesuai
dengan Berita Serat Calon Arang dalam bahasa Jawa Kuna, saat akhir memegang takhta
kerajaan Airlangga, Pusat Kerajaan sudah tidak dikahuripan lagi, tetapi di Daha, dan Daha
= singkatan dari Dahana Pura atau kota Api, dengan Kotanya yang terletak ditepian Sungai
Brantas sekarang ini.

Karena adanya 2 orang Putra Mahkota yang sering cekcok / tidak rukun, sedangkan anak
Pertama Putri Dewi Kilisuci memilih hidup sebagai Pertapa, maka Pada akhir tahun 1042 Masehi
saat Airlangga akan turun takhta ia meminta Empu Bharada membagi Warisan kerajaan
menjadi 2 bagian yaitu ;

1. Putra Mahkota Sri Samara Wijaya, mendapat warisan kerajaan bagian Barat dengan
nama Kerajaannya Panjalu dan Ibu Kotanya tetap di Daha.
2. Putra Mahkota Mapanji Garasakan, mendapat warisan kerajaan bagian Timur dengan
nama kerajaannya Jenggala dan Ibu Kotanya di Kahuripan.

Menurut Prasasti Mahakasubya tahun 1289 Masehi dan Nagara Kertagama, sebelum
kerajaan dibelah menjadi 2 bagian, nama kerajaan oleh Airlangga adalah Panjalu dengan pusat
kotanya di Daha dan menurut berita para Pedagang Chenese watu itu Panjalu = Pu-Chia-Lung.
Sedangkan Prasasti Turun Hyang II Th. 1044 Masehi mengisahkan, bahwa sepeninggal Prabu
Airlangga Kerajaan Panjalu dan Jenggala selalu Perang Saudara tak pernah henti.

Perihal kekuasan kakak beradik itu, Prasasti Malenga mengisahkan bahwa Raja Mapanji
Garasakan Jenggala berkuasa dari tahun 1042 Masehi - Tahun 1052 Masehi tetap memakai
lambang kerajaan Airlangga yaitu Garuda Mukha dan selalu Perang dengan Panjalu / Raja
Daha, Jenggala menang lalu kalah lagi terus menerus tanpa henti selama beberapa tahun
lamanya.

Raja-Raja Jenggala dengan pusat kota di Kahuripan (Lambang Garuda Mukha) ;

1. Raja Mapanji Garasakan berkuasa dari tahun 1042 M - Th. 1052 M.


2. Raja Mapanji Alanjung berkuasa dari tahun 1052 M - Th. 1059 M.
3. Raja Sri Maharaja Samarotsaka dari tahun 1059 Masehi.

Sampai berkuasanya Raja-raja Jenggala Sri Maharaja Samarotsaka, tidak ada Situs
pendukungnya, hal tersebut disebabkan beberapa hal yaitu kedua kerajaan Jenggala dan Panjalu
yang terus menerus perang saudara, Situs dirusak / sengaja dirusak karena dianggap tidak
berguna, bencana alam gunung meletus dan tanah longsor situs tertimbum dan belum ditemukan,
pada era jaman Penjajahan situs diboyong keluar negeri untuk koleksi, Situs dijual untuk
komersil, Pembiaraan dan tidak diketahui oleh Dinas Purbakala RI dll.
Prasasti Sirah Keting tahun 1104 Masehi oleh Sri Jayawarsa mengisahkan hanya Sri Samara
Wijaya dari Kerajaan Panjalu yang masih berdiri, sedangkan Situs Tondowongso yang
ditemukan didesa Gayam pada tahun 2007 lalu hanya 11 Arca ditemukan, tapi yang menarik
adalah Arca Dewa Syiwa Catur Muka atau Dewa Syiwa bermuka Empat.

Raja-Raja Panjalu dengan Pusat Kota di Daha atau Kediri ;

1. Raja Sri Samara Wijaya ( Th.1042 M ) bergelar Sri Jayawarsa Digjaya Shastra Prabu,
ber - dasarkan Prasasti Pamwatan tahun 1042 Masehi.
2. Raja Sri Jayawarsa ( Th.1104 M ) sesuai Prasasti Sirah Keting tahun 1104 Masehi.
3. Raja Bameswara / Kameswara ( Th. 1116 M - Th. 1135 M ) dengan Gelar Sri Maharaja
Rake Sirikan memperistri Sri Kirana dari Kerajaan Jenggala Kahuripan, dan
memindahkan Ibu Kota kerajaan dari Daha ke Kediri serta memakai Lencana
Tengkorak bertaring duduk diatas bulan sabit yang disebut Candra Pala, sesuai Prasasti
Padelegan tahun 1117 dan Empu Darmaja menulis Kakawin Smaradahana.
4. Raja Joyoboyo atau Jayabaya ( Th. 1135 M - Th. 1157 M ) dengan Gelar Sri Maharaja
Sri Gandra Sri Aji Joyoboyo, dianggap mempunyai kesaktian dan kedudukannya sebagai
Bhatara Wisnu, sesuai Prasasti Ngantang Th.1135 Masehi dan Prasasti Talan Th.1136
Masehi serta Kakawin Brata Yudha tahun 1157 Masehi.
5. Raja Sri Sarwa Weswara ( Th.1159 M ) sesuai Prasasti Padelega II Tahun 1159 dan
Prasasti Kakyunan tahun 1161 Masehi.
6. Raja Sri Aryeswara ( Th. 1171 M ) Prasasti Angin tahun 1171 Masehi.
7. Raja Sri Gandra ( Th. 1181 M ) Prasasti Jaring tahun 1181 Masehi.
8. Raja Kameswara ( Th. 1182 M ) Prasasti Ceker Th.1182 & Kakawin Smaradahana.
9. Prabu Srengga Kerta Jaya ( Th.1185 M - Th.1222 M ) menerapkan Catur Marga, Yaitu
; Dharma, Arta, Kamma dan Moksa, Sesuai Prasasti Galunggung Th.1194 M, Prasasti
Kamulan Th. 1194 M, Prasasti Palah tahun 1197 M, Prasasti Wates Kulon Th. 1205 M,
Negara Kertagama dan Pararaton.

Berdasarkan Prasasti Ngantang ( Th. 1135 M ) menuturkan bahwa Kerajaan Panjalu sewaktu
Raja Sri Jaya Bhaya menaklukkan Kerajaan Jenggala dan menguasai Seluruh Jawa, sehingga
kediri jadi terkenal, kehidupan rakyatnya makmur, dimana lahirnya Empu Sedah dan Empu
Panuluh yang menulis Kakawin Hariwangsa dan Kakawin Bharata Yudha ( kisah Pandawa
Lima mengalahkan Kurawa ) dan Gatot Koco sebagai kemenangan Kerajaan Panjalu oleh Sri
Jaya Bhaya atas Kerajaan Jenggala.

Prabu Sri Aji Joyoboyo ber istrikan Dewi Sara mempunyai 3 orang Putri dan 1 orang Putra yaitu
;
1. Dewi Pramesti mempunyai anak bernama Angling Dharma.
2. Dewi Pramuna.
3. Dewi Sasanti.
4. Raden Jaya Mijaya.

Pada Jaman kekuasaan Kerta Jaya ini Kediri Runtuh karena diserang oleh Ken Arok, setelah
sebelumnya Ken Arok membunuh Akuwu Tunggul Ametung di Tumapel dan Ken Arok
mengangkat dirinya sebagai Raja Singosari lalu kemudian melepaskan diri dari kekuasaan
Kerajaan Kediri.
Setelah merasa cukup kuat Ken Arok dari Singosari ini justru menaklukkan Kediri dan
sebaliknya Kerajaan Kediri menjadi bawahan Singosari, setelah kalah Perang dengan Ken Arok
didesa Ganter, hal ini dikisahkan oleh Pararaton dan Nagara Kertagama Kediri menjadi
bawahan Singosari dan mengangkat Putra Kerta Jaya dengan gelar Sastra Jaya pada tahun 1222
M sebagai Bupati kediri
Petilasan Prabu Sri Aji Joyoboyo Kediri Jatim

Petilasan Sri Aji Joyoboyo terletak didesa Menang, Kec. Pagu, Kediri, Jawa Timur, sebagai Sri
Aji Joyoboyo melepaskan kedudukannya sebagai Bhatara Wisnu.

Sejak Tahun 1222 Kediri diperintah oleh Ken Arok dan keturunannya selama 70 tahun lamanya,
baru pada tahun 1292 sewaktu diperintah Raja terakhir Singosari yaitu Kerta Negara, Bupati
Gelang-gelang pada waktu itu Jaya Katwang ( Keturunan Kerta Jaya ) dengan bantuan Arya
Wiraraja Bupati Madura waktu itu menyerang Kediri kembali dan Kerta Negara Raja dari
keturunan Ken Arok kalah.
Kemudian Jaya Katwang menyebut sebagai Kerajaan Gelang Gelang, dan pada tahun 1293
Masehi datang tentara Kerajaan Mongol dari China untuk menghukum Raja Kerta Negara yang
memotong telinga utusan Raja Mongol, dan hal ini dimanfaatkan oleh Raden Wijaya, sehingga
Jaya Katwang kalah dan berakhirlah Kerajaan Kediri pada tahun 1293 Masehi, hal ini dikisahkan
oleh Negara Kertagama dan Pararaton

Anda mungkin juga menyukai