Anda di halaman 1dari 7

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kandida adalah anggota flora normal pada tubuh manusia. Kandida ditemukan

terutama pada saluran pencernaan, selaput mukosa, saluran pernafasan, vagina,

uretra, kulit, dan dibawah jari-jari kuku tangan dan kaki tanpa menimbulkan

kerusakan jaringan. Kandidiasis merupakan penyakit infeksi primer ataupun

sekunder yang disebabkan oleh jamur genus Kandida terutama Candida albicans

(C. albicans).

Spesies kandida adalah jamur patogen oportunistik utama pada tubuh

manusia yang dapat menyebabkan infeksi pada kulit, kuku, mukosa, saluran

pencernaan dan dapat pula menyebar secara sistemik (James, et al, 2006; Kundu,

Garg, 2012). Amerika menggunakan istilah kandidiasis, sedangkan Kanada dan

negara-negara di Eropa menggunakan istilah kandidosis (Hall, Hall, 2009; Hay,

Asbee, 2010).

Angka insiden infeksi jamur pada pria sama dengan wanita. Penyakit ini

dapat mengenai semua usia, namun kejadian meningkat pada bayi dan orang tua.

Dari data yang diperoleh, infeksi jamur diperkirakan mengenai sekitar 20-25%

populasi dunia dan merupakan salah satu bentuk infeksi yang paling sering pada

manusia (Sardi, et al, 2013; Katragkou, et al, 2014). Di Indonesia sendiri

berdasarkan laporan kasus di rumah sakit pendidikan kedokteran negeri utama

antara tahun 2009 sampai 2011 tercatat 4,1% - 26,4% kasus infeksi jamur di
2

antara seluruh kelainan kulit, dengan proporsi dermatofitosis tertinggi diantara

dermatomikosis lainnya, diikuti oleh pitiriasis versikolor dan kandidiasis kutis

(Adiguna, 2013).

Insiden infeksi jamur makin terus meningkat di masyarakat dan menjadi

salah satu masalah kesehatan khususnya di Indonesia. Hal tersebut terutama

disebabkan karena perjalanan penyakitnya yang sering rekuren, durasi pengobatan

yang cenderung lama dan didukung oleh iklim yang sesuai. Indonesia adalah

negara beriklim tropis dengan suhu dan kelembaban tinggi menyediakan suasana

yang baik untuk pertumbuhan jamur sehingga diperkirakan insidens penyakit ini

cukup tinggi di masyarakat. Selain itu dengan kondisi sosio-ekonomi yang rendah

tinggal di pemukiman padat, kebersihan yang kurang dan penggunaan pakaian

tertutup meningkatkan resiko infeksi ini (Adiguna, 2013).

Peningkatan usia harapan hidup pada masa kini dan penggunaan obat-

obatan jangka panjang seperti kortikosteroid, obat-obatan sitotoksik, antibiotika

spektrum luas, kontrasepsi oral, pasien diabetes melitus dan HIV akan

meningkatkan risiko infeksi kandidiasis menjadi kronis dan resistensi terhadap

pengobatan (Adiguna, 2013; Katragkou, 2014).

Diagnosis pasti kandidiasis mukokutaneus dilakukan melalui pemeriksaan

kultur dengan tujuan untuk menumbuhkan koloni jamur yang dapat memberikan

gambaran makroskopis dan mikroskopis yang spesifik dari tiap spesies jamur

kandida. Walaupun saat ini media Saboraud’s Dextrose Agar (SDA) merupakan

media kultur standar dalam penegakkan diagnosis pasti infeksi jamur termasuk

kandida, terdapat beragam media kultur jamur kandida lainnya yang memiliki
3

kelebihan tertentu seperti lebih sederhana, lebih murah, lebih cepat dan dapat

dilakukan dengan mudah (Nugroho, 2013).

Penegakkan diagnosis kandidiasis mukokutaneus dapat dilakukan dengan

berbagai cara pemeriksaan. Selain anamnesis dan ditemukannya efloresensi kulit

yang khas, diperlukan juga pemeriksaan penunjang yang dapat digunakan untuk

memudahkan diagnosis (Nugroho, 2013). Pemeriksaan mikroskopis langsung

dalam beberapa menit dapat digunakan sebagai pemeriksaan penunjang untuk

menemukan adanya elemen jamur sebagai bukti adanya infeksi jamur. Tetapi,

pemeriksaan ini dapat memberikan hasil negatif palsu yang bervariasi. Selain itu

pemeriksaan ini tidak dapat digunakan untuk menunjukkan spesies penyebab

ataupun untuk identifikasi profil kepekaan agen infeksius. Berdasarkan hal

tersebut sebaiknya dilakukan kultur jamur sebagai metoda untuk menegakkan

diagnosis pasti bila terdapat kecurigaan adanya infeksi kandida secara klinis

(Shenoy, 2008; Kundu, 2012).

Terdapat beragam media pertumbuhan jamur yang dapat digunakan untuk

penentuan spesies jamur superfisial. Media pertumbuhan jamur tersebut dapat

mengidentifikasi beragam spesies jamur berdasarkan gambaran karakteristik

makroskopis, mikroskopis dan metabolisme masing-masing spesies. Walaupun

pada saat ini terdapat beragam media pertumbuhan jamur kandida yang telah

tersedia, terdapat beberapa media biakan yang terkenal dan digunakan secara lebih

luas yaitu Saboraud’s Dextrose Agar, Corneal Agar dengan Tween 80, tes

karbihidrat (fermentasi) (Nugroho, 2013).


4

Saboraud’s Dextrose Agar merupakan medium isolasi jamur standar yang

paling sering digunakan dan menjadi dasar bagi kebanyakan deskripsi morfologi

(Scognamiglio, 2010; Nugroho, 2013). Media ini digunakan untuk menumbuhkan

jamur terutama dermatofita dan jamur lainnya sehingga SDA juga disebut sebagai

media universal (Nugroho,2013). Media SDA memiliki pH yang rendah sehingga

cocok untuk pertumbuhan jamur (McIntosh,2010). Penambahan antibiotika

tertentu dapat digunakan untuk mencegah pertumbuhan bakteri dan saprofit pada

SDA menjadikan media ini sebagai media yang sangat selektif untuk

pertumbuhan jamur sehingga dapat digunakan untuk spesimen yang mengandung

campuran bakteria dan jamur seperti pada spesimen yang berbentuk pus/nanah

(Sandven, 1999; Jafari, 2006). Nilai sensitivitas pemeriksaan kultur menunjukkan

hasil yang bervariasi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Groll dkk.

ditemukan sensitivitas berkisar antara 10-70% (Groll, 2008), sedangkan

berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Suarez dkk. berkisar antara 25-80%

(Suarez, 1991).

Saat ini selain terdapat media SDA, Corneal Agar dengan Tween 80, tes

karbihidrat (fermentasi), terdapat juga media pertumbuhan jamur lainnya yaitu

CHROMagar Candida yang merupakan media pertumbuhan jamur yang juga

menggunakan indikator warna. Warna koloni kontras kuat dihasilkan karena

rekasi enzim spesifik spesies dengan substrak chromogenic mix (Odds, Bernaerts,

1994). Media ini merupakan media pertumbuhan jamur yang lebih sederhana

dengan menunjukkan warna khas untuk masing-masing koloni spesies kandida

(Koehler, et al, 1999; Wahyuningsih, et al, 2012). Terdapatnya pertumbuhan


5

koloni Kandida dapat dilihat dengan adanya perubahan warna media sehingga

tidak diperlukan keahlian khusus untuk dapat mengidentifikasi terdapatnya hasil

yang positif, walaupun juga dapat dilakukannya identifikasi spesies pertumbuhan

koloni secara mikroskopis dengan menggunakan media ini. Selain itu, media ini

dapat menunjukkan hasil pertumbuhan koloni yang lebih cepat bila dibandingkan

dengan media SDA. Keuntungan lain dari media ini adalah dapat menghambat

pertumbuhan sebagian besar pertumbuhan bakteri (Dignani, et al, 2009).

Penelitian oleh Nadeem, et al, menemukan tingkat sensitivitas dan spesifisitas

CHROMagar Candida untuk koloni warna hijau (C. albicans) sebesar 99%, untuk

koloni warna biru (C. tropicalis) sebesar 98%, dan untuk koloni warna pink (C.

krusei) sebesar 100% (Nadeem, et al, 2010).

Identifikasi spesies kandida dapat juga dilakukan dengan VITEK 2.

Pemeriksaan ini dilakukan dengan metode spektrofotometri, sedangkan uji

kepekaan dilakukan dengan metode mikrodilusi. Alat ini memiliki kelebihan,

antara lain waktu identifikasi spesies kandida dan uji kepekaan yang lebih pendek

jika dibandingkan dengan metode tradisional. Penggunaan alat VITEK 2 sebagai

alat identifikasi dan uji kepekaan pada kandida ini telah disetujui oleh FDA pada

tahun 2006 (Graf, 2006)

Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP Sanglah Denpasar Bali

sampai saat ini belum memiliki data awal tentang spesies candida penyebab

kandidiasis mukoktaneus. Data tentang spesies kandida penyebab kandidiasis

mukokutaneus telah diteliti di berbagai tempat, termasuk adanya resistensi

pengobatan terhadap spesies kandida tertentu.


6

Berdasarkan hal tersebut, karya akhir ini diajukan untuk mengetahui

identifikasi spesies kandida menggunakan media CHROMagar Candida dan

VITEK 2 sebagai media standar pemeriksaan spesies Kandida, sehingga dapat

dipilih penggunaanya sebagai pemeriksaan media pertumbuhan jamur alternatif

didalam menegakkan diagnosis kandidiasis mukokutaneus.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimanakah identifikasi spesies kandida pada pasien kandidiasis mukokutaneus

menggunakan media kultur selain media SDA, yaitu menggunakan media

CHROMagar Candida dan VITEK 2 sebagai diagnosis pasti dalam menegakkan

diagnosis kandidiasis mukokutaneus.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Bagaimanakah identifikasi spesies kandida pada pasien kandidiasis mukokutaneus

menggunakan media kultur selain media SDA, yaitu menggunakan media

CHROMagar Candida dan VITEK 2 pada penderita kandidiasis mukokutaneus di

Divisi Mikologi dan Infeksi Menular Seksual Unit Rawat Jalan Bagian Ilmu

Kesehatan Kulit dan Kelamin serta Ruang Rawat Inap RSUP Sanglah Denpasar

Bali?

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi hasil pemeriksaan kandidiasis mukokutaneus dengan

menggunakan cara pemeriksaan baru selain dengan media kultur SDA,

yaitu dengan menggunakan media kultur CHROMagar Candida dan

VITEK 2.
7

2. Identifikasi spesies kandida sebagai penyebab kandidiasis mukokutaneus

dengan kultur jamur menggunakan media CHROMagar Candida dan

VITEK 2.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

1. Memberikan masukan tentang gambaran identifikasi spesies kandida

menggunakan media CHROMagar Candida dan VITEK 2.

2. Memberikan informasi tentang spesies kandida penyebab kandidiasis

mukokutaneus untuk penelitian selanjutnya.

1.4.2 Manfaat Praktis

Menegakkan diagnosis kandidiasis mukokutaneus dengan pemeriksaan

menggunakan media kultur CHROMagar Candida dan alat VITEK 2. Identifikasi

spesies kandida dengan menggunakan media kultur CHROMagar Candida yang

lebih sederhana, mudah, dapat dilakukan tanpa keahlian khusus dan memberikan

hasil yang lebih cepat, terutama dapat dilakukan pada sarana kesehatan yang tidak

memiliki fasilitas laboratorium berupa alat VITEK 2.

Anda mungkin juga menyukai