Ikgm Paling Fix
Ikgm Paling Fix
IKGM V
OLEH
KELAS B
DEPARTEMEN IKGM
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2017
1
DAFTAR ISI
2
BAB I
PENGERTIAN UPAYA PELAYANAN KESEHATAN
Upaya kesehatan gigi dan mulut adalah setiap kegiatan dan/atau serangkaian
kegiatan yang dilakukan secara terpadu, terintregasi dan berkesinambungan untuk
memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan gigi dan mulut masyarakat dalam
bentuk pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit, dan
pemulihan kesehatan oleh pemerintah dan/atau masyarakat. Setiap upaya pelayanan
kesehatan gigi ini dilakukan oleh tenaga kerja kesehatan profesional yang dapat
berupa praktek pribadi, klinik dan Rumah Sakit Gigi dan Mulut (RSGM).
Rumah Sakit Gigi dan Mulut (RSGM) tergolong rumah sakit khusus.
Menurut KepMenKes Nomor 1173/MENKES/PER/2004 pada pasal 1
RSGM adalah sarana pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan gigi dan mulut perorangan untuk pelayanan
pengobatan dan pemulihan tanpa mengabaikan pelayanan peningkatan
kesehatan dan pencegahan penyakit yang dilaksanakan melalui pelayanan
rawat jalan, gawat darurat dan pelayanan tindakan medik. Fungsi RSGM
adalah menyelenggarakan :
1. Pelayanan medik gigi dasar, spesialistik dan subspesialistik
2. Pelayanan penunjang; seperti pelayanan kefarmasian,
laboratorium,
radiologi gigi, pelayanan anastesi.
3. Pelayanan rujukan;
3
4. Pelayanan gawat darurat kesehatan gigi dan mulut;
5. Pendidikan;
6. Penelitian dan pengembangan.
4
medik gigi dasar, spesialistik dan atau subspesialistik. RSGM Pendidikan
harus memenuhi kriteria sebagai berikut :
a. Kebutuhan akan proses pendidikan;
b. Fasilitas dan peralatan fisik untuk pendidikan;
c. Aspek manajemen umum dan mutu pelayanan rumah sakit;
d. Aspek keuangan dan sumber dana; dan
e. Memiliki kerja sama dengan Fakultas Kedokteran Gigi dan
Kolegium Kedokteran Gigi.
Rumah Sakit Kelas A dan B-II dapat berfungsi sebagai Rumah Sakit
Pendidikan. Rumah Sakit Pendidikan sendiri secara umum berfungsi sebagai
pusat pelayanan dan pusat pendidikan, disamping itu dapat juga dijadikan
pusat penelitian dan pengembangan teknologi kedokteran.
5
Rumah Sakit tipe ini mengintegrasikan dua tipologi bangunan kesehatan dan
pendidikan agar menjadi satu bangunan yang senergi sesuai dengan dua
fungsi utama tersebut.
6
4) 1 unit Chepalo Metri x-ray
5) 1 unit Autoclave / 7 unit Sterilisator
6) 1 Camera
7) 1 Digital Intra Oral
8) RSGM dapat memiliki peralatan medik khusus lainnya
yaitu 1 unit laser dan 1 radiografi (Radio Visio Graphi).
7
2) Teknisi Gigi
3) Analis kesehatan
4) Perekam medis
e. Tenaga Non Kesehatan :
1) Administrasi.
2) Kebersihan.
8
b. Memberikan pertolongan pertama kepada pasien gawat
darurat tanpa memungut biaya pelayanan terlebih dahulu
c. Menyelenggarakan pelayanan selama 24 (dua puluh empat)
jam
d. Melaksanakan fungsi rujukan.
B. Klinik
9
yang meliputi usaha-usaha pencegahan, pengobatan dan pemulihan (Depkes
RI, 1996). Menurut Utoyo, S. (2008) klinik gigi dibagi menjadi 6 jenis yaitu:
1. Klinik Gigi Orthodonti
Merupakan klinik gigi yang menangani pasien dengan
masalah pertumbuhan, perkembangan, variasi wajah, rahang dan
gigi dan abnormalitas dari hubungan gigi dan wajah serta perawatan
perbaikannya. Secara garis besar ada dua macam alat orthodonti
yang sering disebut dengan bracket atau behel, yaitu alat orthodonti
lepasan dan cekat. Selain beda cara pemakaiannya, kedua alat ini
juga memiliki fungsi yang berbeda. Pada umumnya alat orthodonti
lepasan digunakan pada anak-anak dengan kasus mudah, sedangkan
alat orthodonti cekat digunakan untuk pasien dewasa atau anak-anak
dengan kasus yang lebih sulit atau kompleks (Indriati, 2010).
10
bagian eksodonti. Mulai dari cabut gigi sampai operasi gigi dan
mulut dilakukan di dalam klinik gigi ini (Fajarrid, 2011).
11
Kedokteran, “Praktik kedokteran adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan
oleh dokter terhadap pasien dalam melaksanakan upaya kesehatan”. Pada
penyelenggaraan praktik kedokteran, dokter yang membuka praktik
kedokteran atau layanan kesehatan harus memenuhi persyaratan yang
ditetapkan pemerintah. Kendatinya dokter telah mempunyai Surat Tanda
Registrasi (STR) atau telah resmi menyandang profesi dokter, dokter gigi,
dokter spesialis, dokter gigi spesialis. Setelah mempunyai STR seorang
dokter yang hendak menyelenggarakan praktik kedokteran wajib
mempunyai Surat Izin Praktik (SIP). Kewajiban mempunyai SIP tertuang
pada Permenkes No. 2052/MenKes/Per/X/2011 tentang Izin Praktik dan
Pelaksanaan Praktik Kedokteran. (Suryani, 2013)
12
spesialis, nomor SIP, waktu praktik, nomor rekomendasi IDI, dan
mengunakan penerangan sewajarnya.
13
BAB II
STUDI KELAYAKAN PENDIRIAN PELAYANAN KESEHATAN GIGI
(PRAKTEK PRIBADI DAN KLINIK, RSGM)
14
2.1.2 Proses Studi Kelayakan Praktek
Studi kelayakan yang diterapkan pada praktek pribadi dokter gigi, di klinik,
dan di rumah sakit gigi dan mulut memiliki perbedaan. Studi kelayakan pendirian
praktek dokter gigi meliputi analisis situasional, kelengkapan proses perijinan,
analisis eksternal internal, analisis kebutuhan dan administrasi.
1. Analisis situasional
Analisis situasi dalam kesehatan masyarakat meliputi proses
menelaah kondisi kesehatan dan perkembangan penduduk di situasi
wilayah tertentu.
a. Gambaran kondisi daerah
b. Ability to pay
c. Willingness to pay
d. Need and demand
e. Desain praktek
f. Konsep kerja ruang praktek
g. Organizing and directing
2. Kelengkapan proses perizinan
Kelengkapan berkas
a. Persyaratan Surat Tanda Registrasi (STR)
b. Surat Rekomendasi Izin Praktek
c. Persyaratan Surat Izin Praktek (SIP)
3. Analisis eksternal internal
Analisis TOWS
a. Ancaman / threat
b. Peluang / opportunity
c. Kelemahan / weaknesses
d. Kekuatan / strength
4. Analisis kebutuhan dan administrasi
Proses administrasi dan finansial diatur dalam sistem informasi
manajemen yang meliputi
a. Rekam medik
b. Catatan tindakan perawatan dan harga perawatan
15
c. Laporan keuangan (catatan pemasukan dan pengeluaran)
d. Administrasi alat dan bahan (laporan alat bahan yang
digunakan)
a. Ketersediaan teknologi
Ketersediaan teknologi yang dinilai contohnya seperti
komputer dan printer. Penerapan teknologi informasi dalam
bidang kesehatan seringkali mengalami hambatan kultural,
dimana penggunaan teknologi informasi belum dipandang
sebagai suatu hal yang penting.
b. Ketersediaan tenaga
Sistem informasi dapat diterapkan bila tersedia tenaga yang
dapat mengoperasikan sistem tersebut. Ketersediaan tenaga
yang mampu menggunakan komputer maka penerapan sistem
informasi klinik gigi yang menggunakan media komputer tidak
menimbulkan permasalahan dalam pengoperasiannya.
2. Kelayakan Operasional
Kelayakan operasional digunakan untuk mengukur apakah sistem
informasi klinik gigi yasng akan dikembangkan dapat dioperasikan
dengan baik. Penilaian kelayakan operasional meliputi:
a. Kemampuan petugas
Kemampuan petugas dalam mengoperasikan komputer
sangat diperlukan dalam penerapan sistem informasi berbasis
16
komputer. Kemampuan petugas dalam mengoperasikan
komputer pada umumnya tidak melalui pendidikan formal akan
tetapi melalui sistem pendampingan. Sistem pendampingan
dilakukan dengan cara petugas yang lebih mahir mendampingi
petugas yang kurang mahir dalam penggunaan komputer.
Sehingga untuk mengembangkan sistem informasi klinik gigi,
kemampuan petugas dalam menjalankan komputer tidak
menjadi masalah.
c. Efisiensi sistem
Sebelum terdapat pengembangan pada sistem pencatatan
data, sistem informasi klinik gigi banyak mengalami
pengulangan, penyimpanan data masih terpisah dan belum dapat
direlasikan dan informasi yang dihasilkan belum akurat, relevan
serta membutuhkan waktu yang lama. Hal tersebut menunjukkan
sistem informasi menjadi kurang efisien dalam
pengoperasiannya karena belum menggunakan pendekatan
17
manajemen basis data sehingga kesulitan dalam penggunaan
data maupun informasi.
3. Kelayakan Jadwal
Kelayakan jadwal digunakan untuk menentukan pengembangan
sistem dapat dikembangkan sesuai dengan batas waktu yang telah
ditetapkan.
18
yang diawali di tahap akademik, pada phantom; yang kemudian di tingkat profesi
dilakukan tindakan perawatan pada berbagai ragam variasi kasus yang tersedia di
sebuah RSGM secara langsung (‘hands on’) pada pasien.
19
RSGMP (Rumah Sakit Gigi dan Mulut Pendidikan):
RSGM Pendidikan merupakan sebuah sarana pelayanan kesehatan mulai
dari tingkat dasar sampai dengan spesialistik, sekaligus merupakan sarana
pendidikan bagi dokter gigi dan dokter gigi spesialis, sehingga perlu memenuhi
persyaratan sebagai rumah sakit pendidikan sesuai standar/peraturan yang berlaku
agar kompetensi dokter gigi dan dokter gigi spesialis yang dihasilkan dapat tercapai.
RSGM dapat mengajukan permohonan untuk diakreditasi yang umumnya
dilakukan oleh KARS (Komite Akreditasi Rumah Sakit), 3 tahun sejak izin
penyelenggaraan diterbitkan
20
b. Pola penyakit di rumah sakit
c. Teknologi
d. SDM rumah sakit
e. Organisasi
f. Kinerja dan keuangan
4. Analisis kebutuhan
Analisis kebutuhan merupakan analisis mengenai kebutuhan yang
harus disediakan rumah sakit secara keseluruhan berdasarkan analisis
permintaan yang telah dilakukan, dilihat dari aspek :
a. Kebutuhan lahan
b. Kebutuhan ruang
c. Peralatan medis dan non medis
d. Sumber daya manusia
e. Organisasi dan uraian tugas
5. Analisis keuangan
Analisis keuangan memberi gambaran rencana penggunaan sumber
anggaran yang dimiliki sehingga dapat diketahui tingkat pengembalian
biaya yang akan diinvestasikan. Aspek yang akan dianalisis terdiri dari
:
21
a. Rencana investasi dan sumber dana
b. Proyeksi pendapatan dan biaya
c. Proyeksi cash flow
d. Analisis keuangan : Break event point (BEP) , internal rate of return
(IRR) , dan net present value (NPV)
22
● Kajian kebijakan dan regulasi, yang mempertimbangkan kebijakan dan
regulasi pengembangan wilayah pembangunan sektor nonkesehatan,
kesehatan, dan perumah sakitan.
● Lahan dan bangunan Rumah Sakit harus dalam satu kesatuan lokasi yang
saling berhubungan dengan ukuran, luas dan bentuk lahan serta
bangunan/ruang mengikuti ketentuan tata ruang daerah setempat yang
berlaku.
● Tidak berada di lokasi area berbahaya (di tepi lereng, dekat kaki gunung
yang rawan terhadap longsor, dekat anak sungai atau badan air yang dpt
mengikis pondasi, dekat dengan jalur patahan aktif/gempa, rawan
tsunami, rawan banjir, berada dalam zona topan/badai, dan lain- lain).
23
4. Kajian kemampuan pendanaan/pembiayaan yang meliputi:
● Prakiraan biaya atau proyeksi biaya tetap dan biaya tidak tetap terhadap
prakiraan sumber daya manusia;
2. Ahli Landscape
3. Ahli Arsitektur
4. Ahli Geologi
5. Ahli Kesehatan
6. Ahli Kesehatan
8. Ahli Pengukuran
24
● Kunjungan Pasien Rawat Inap
25
BAB III
1.1 Pengertian
Menurut PERMENKES Republlik Indonesia No.
1419/MENKES/PER/X/2005 tentang Penyelenggaraan Praktik Dokter dan
Dokter Gigi; Praktik Kedokteran adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan
dokter gigi terhadap pasien dalam upaya kesehatan. Dokter Gigi yang
dimaksud adalah dokter gigi, dokter gigi spesialis lulusan pendidikan
kedokteran gigi baik di dalam maupun di luar negeri yang diakui oleh
Pemerintah Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-
undangan. Seorang dokter dan dokter gigi harus memenuhi berbagai
persyaratan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku sebelum bisa
mendirikan praktik pribadi. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia No 1419/MENKES/PER/X/2005 tentang Penyelenggaraan Praktik
Dokter dan Dokter Gigi dalam penyelenggaraan praktik pribadi terdapat dua
garis besar persyaratan yaitu syarat izin praktik dan syarat dalam pelaksanaan
praktik.
1.2 Persyaratan Praktik Pribadi
1. Setiap dokter gigi yang akan melakukan praktik kedokteran perorangan
wajib memiliki Surat Izin Praktik (SIP) dari Dinas Kesehatan Kabupaten
Kota dokter gigi bersangkutan. SIP berlaku sepanjang Surat Tanda
Registrasi masih berlaku dan tempat praktik masih sama dengan yang
tercantum pada SIP.
2. Praktek tenaga kesehatan merupakan penyelenggaraan pelayanan
kesehatan yang dilaksanakan oleh seorang tenaga kesehatan dengan
ketentuan sebagai berikut:
a. Mempunyai surat registrasi dan surat izin kerja/izin praktik tenaga
kesehatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku;
26
b. Mempunyai tempat praktik yang menetap dan terdiri dari ruang
periksa minimal 3x4 m2, ruang tunggu, dan ruangan kamar mandi /
WC yang memenuhi persyaratan kesehatan;
c. Memenuhi persyaratan hygiene dan sanitasi serta pengelolaan limbah
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan yang
berlaku;
d. Mempunyai peralatan kedokteran dan atau peralatan/perbekalan
kesehatan sesuai dengan kompetensinya;
e. Melaksanakan praktik dan memberikan pelayanan yang aman,
bermutu dengan mengutamakan kepentingan terbaik pasien sesuai
standar kompetensi dan standar profesi;
f. Memberikan pelayanan gawat darurat kepada pasien sesuai dengan
kemampuan pelayanannya;
g. Melaksanakan fungsi sosial sesuai dengan kebutuhan dan
kemampuan;
h. Menyelenggarakan rekam medis;
i. Melaksanakan sistem rujukan;
j. Memasang papan nama praktek sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
k. Dalam melaksanakan praktik tenaga kesehatan dapat menyimpan
obat-obatan untuk kepentingan gawat darurat dalam jumlah terbatas
sesuai dengan kewenangan dan kompetensinya.
l. Tenaga kesehatan dapat menyimpan obat-obatan tertentu yang
diperlukan untuk mendukung pelaksanaan praktiknya dalam jumlah
terbatas sesuai dengan kewenangan dan kompetensinya.
m. Tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
adalah dokter, dokter gigi, dokter spesialis, dokter gigi spesialis,
bidan dan perawat sesuai ketentuan peraturan yang berlaku
n. Untuk medirikan sebuah praktek pribadi, seorang dokter gigi wajib
memenuhi kriteria tersebut dan menyediakan fasilitas sesuai
ketentuan. Hal ini diatur agar praktek pribadi seorang dokter gigi
dapat memberikan pelayanan semaksimal mungkin dan terstandar.
27
1.3 Contoh Penerapan Persyaratan Pendirian Praktik Pribadi Dokter Gigi
Seorang dokter gigi ingin mendirikan praktik pribadi setelah
menyelesaikan pendidikan dari FKG Unair. Praktek pribadi tersebut
rencananya akan didirikan di daerah Lakarsantri.
Langkah pertama, dokter gigi tersebut harus mengurus SIP dan papan
nama untuk praktek pribadinya. Dokter gigi tersebut juga harus meminta izin
pada sejawat yang menyelenggarakan praktek di tempat tersebut. Dokter
harus bertanggung jawab terhadap sanitasi serta pengolahan limbah medis dan
nonmedis yang dihasilkan dari praktik pribadinya.
2.1 Pengertian
Berdasarkan peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 028/Menkes/Per/I/2011, pengertian klinik adalah fasilitas pelayanan
kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan yang
menyediakan pelayanan medis dasar dan spesialistik, diselenggarakan oleh
lebih dari satu jenis tenaga kesehatan dan dipimpin oleh seorang tenaga
medis. Sehingga dapat diartikan bahwa klinik adalah suatu tempat yang
mempunyai fasilitas dan beberapa tenaga medis yang mumpuni untuk
menyediakan pelayanan medis dan yang menjadi pimpinan adalah seorang
28
tenaga medis (dokter atau dokter gigi untuk Klinik Pratama dan dokter atau
dokter gigi spesialis untuk Klinik Utama).Menurut Peraturan Menteri
Republik Indonesia Nomor 028/Menkes/Per/I/2011, klinik berdasarkan
pelayanannya dibagi menjadi 2 yaitu:
1. Klinik Pratama : Klinik yang melayani pelayanan medik dasar.
2. Klinik Utama : Klinik yang menyelenggarakan pelayanan medik
spesialistik atau pelayanan medik dasar dan
spesialistik. Sehingga pada pelaksanaannya, klinik
utama wajib menyediakan pelayanan dokter/dokter
gigi spesialis.
Klinik gigi menurut peraturan menteri nomor
920/Menkes/Per/XIII/1986 merupakan sarana pelayanan kesehatan gigi dan
mulut yang diberikan kepada masyarakat. Klinik adalah sarana atau tempat
yang dibangun untuk melakukan pelayanan perawatan kesehatan pada
seluruh masyarakat. Klinik gigi adalah sarana atau tempat yang dibangun
untuk melakukan perawatan gigi pada seluruh masyarakat yang meliputi
usaha-usaha pencegahan, pengobatan dan pemulihan.
29
b. Mempunyai ruang pendaftaran /ruang tunggu, ruang konsultasi
kedokteran gigi minimal 3x4 m2 dengan fasilitas tempat cuci
tangan dengan air yang mengalir, ruang administrasi, ruang
emergency, kamar mandi/WC dan ruang lainnya yang
memenuhi persyaratan kesehatan.
c. Memenuhi persyaratan hygiene dan sanitasi.
d. Ventilasi yang menjamin peredaran udara yang baik dilengkapi
dengan mekanis (AC, kipas angin, exhaust fan) dan penerangan
yang cukup.
e. Mempunyai sarana pembuangan limbah dan limbah harus
dikelola sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
f. Memiliki Peraturan Internal, Standar Prosedur Operasional dan
Peraturan Disiplin yang tidak bertentangan dengan Standar
Kompetensi, Standar Profesi dan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
g. Memiliki izin fasilitas pelayanan kesehatan, izin
penyelenggaraan dan izin peralatan kedokteran sesuai dengan
ketentuan peratuan perundang-undangan yang berlaku.
h. Memasang papan nama fasilitas pelayanan kesehatan dan daftar
nama dokter yang berpraktik di klinik tersebut.
Syarat lain yang harus dipenuhi adalah sarana dan fasilitas penunjang
untuk mendirikan klinik tersebut. Bangunan/ruangan meliputi bangunan fisik
30
yang permanen dan tidak bergabung dengan tempat tinggal, ruang
pendaftaran /ruang tunggu, ruang konsultasi kedokteran gigi minimal 3x4 m2
dengan fasilitas tempat cuci tangan dengan air yang mengalir, ruang
administrasi, ruang emergency, kamar mandi/WC dan ruang lainnya yang
memenuhi persyaratan kesehatan. Memenuhi persyaratan hygiene dan
sanitasi.
3.1 Pengertian
Dalam Pasal 1 BAB I PERATURAN MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1173/MENKES/PER/X/2004
TENTANG RUMAH SAKIT GIGI DAN MULUT menyatakan bahwa
Rumah Sakit Gigi dan Mulut, selanjutnya disingkat RSGM adalah sarana
pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan gigi dan
mulut perorangan untuk pelayanan pengobatan dan pemulihan tanpa
mengabaikan pelayanan peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit
yang dilaksanakan melalui pelayanan rawat jalan, gawat darurat dan
pelayanan tindakan medik. Dalam Pasal 1 nomor 2 juga menyatakan bahwa
RSGM Pendidikan adalah RSGM yang menyelenggarakan pelayanan
kesehatan gigi dan mulut, yang juga digunakan sebagai sarana proses
pembelajaran, pendidikan dan penelitian bagi profesi tenaga kesehatan
31
kedokteran gigi dan tenaga kesehatan lainnya, dan terikat melalui kerjasama
dengan fakultas kedokteran gigi. Salah satu RSGM Pendidikan adalah
RSGM Pendidikan Fakultas Kedokteran Gigi Unair.
32
j. Ruang Tunggu;
k. Ruang Administrasi;
l. Ruang Toilet; dan
m. Prasarana yang meliputi tenaga listrik, penyediaan air bersih,
instalasi pembuangan limbah, alat komunikasi, alat pemadam
kebakaran dan tempat parkir.
4) Ketentuan persyaratan minimal peralatan RSGM sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi :
a. Jumlah Dental Unit 50
b. Jumlah Dental Chair 50 unit
c. Jumlah Tempat Tidur 3 buah
d. Peralatan Medik meliputi :
1) 1 unit Intra Oral Camera;
2) 1 unit Dental X – ray;
3) 1 unit Panoramic x-ray;
4) 1 unit Chepalo Metri x-ray;
5) 1 unit Autoclave / 7 unit Sterilisator;
6) 1 Camera; dan
7) 1 Digital Intra Oral
5) RSGM dapat memiliki peralatan medik khusus lainnya meliputi :
a. 1 unit Laser.
b. 1 Radiografi (Radio Visio Graphi).
1)
1. Tenaga medis kedokteran gigi :
a. Dokter Gigi
b. Dokter Gigi Spesialis yang meliputi:
1) Bedah Mulut;
2) Meratakan Gigi (Orthodonsi);
3) Penguat Gigi (Konservasi);
4) Gigi Tiruan (Prosthodonsi)
5) Kedokteran Gigi Anak (Pedodonsi);
33
6) Penyangga Gigi ( Periodonsi ); dan
7) Penyakit Mulut;
2. Dokter/Spesialis lainnya :
a. Dokter dengan pelatihan PPGD
b. Dokter Anestesi
c. Dokter Penyakit Dalam
d. Dokter spesialis anak
3. Tenaga Keperawatan :
a. Perawat Gigi
b. Perawat
4. Tenaga Kefarmasian:
a. Apoteker
b. Analis farmasi
c. Asisten apoteker
5. Tenaga Keteknisisan Medis:
a. Radiografer
b. Teknisi Gigi
c. Analis kesehatan
d. Perekam medis
6. Tenaga Non Kesehatan ;
a. Administrasi
b. Kebersihan
2) Tenaga dokter gigi, dokter gigi spesialis dan perawat gigi yang bekerja di
RSGM 50% atau lebih bekerja secara purna waktu.
3) Bagi RSGM Pendidikan, selain 7 dokter gigi spesialis tersebut diatas dalam
memenuhi kurikulum pendidikan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi harus menyediakan dokter gigi spesialis lainnya meliputi bidang
kesehatan gigi masyarakat (dental public health), dental material, oral
biologi dan dental radiologi.
Pasal 12
34
Setiap RSGM harus menyediakan berbagai jenis, bahan dan obat-obatan
sekurang-kurangnya sama dengan yang ditetapkan dalam Daftar Obat
Esensial Nasional ( DOEN).
Pasal 16
35
1) RSGM wajib membantu program Pemerintah di bidang pelayanan
kesehatan kepada masyarakat.
2) RSGM yang tidak mampu memberikan pelayanan kesehatan
kepada pasien yang ditanganinya wajib merujuk pasien yang
dimaksud ke rumah sakit lain yang lebih mampu dalam
memberikan pelayanan kesehatan.
3) RSGM dapat bekerjasama dengan rumah sakit lainnya dalam
rangka rujukan medik.
Pasal 17
RSGM wajib menyelenggarakan peningkatan mutu pelayanan secara
berkesinambungan dan mengikuti kegiatan peningkatan mutu pelayanan
yang diselenggarakan Pemerintah.
Pasal 18
RSGM harus menyelenggarakan upaya kesehatan dan keselamatan kerja
(K3) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Pasal 19
RSGM harus memenuhi ketentuan persyaratan kesehatan lingkungan
rumah sakit sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
Pasal 20
RSGM wajib memiliki peraturan internal RSGM (Dental Hospital
Bylaws) sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
36
berkualitas. Langkah selanjutnya yaitu menentukan Direktur Rumah Sakit
dari seorang dokter gigi/dokter gigi spesialis yang kemudian direktur tersebut
menunjuk beberapa orang untuk mengatur manajemen rumah sakit gigi dan
mulut yang meliputi bagian pelayanan kesehatan gigi dan mulut, administrasi
dan keuangan, pelayanan penunjang, pendidikan, penelitian, pengembangan,
rekam medik dan komite klinik, satuan medik fungsional dan instalasi.
37
Panoramic x-ray, 1 unit Chepalo Metri x-ray, 1 unit Autoclave / 7 unit
Sterilisator, 1 Camera dan 1 Digital Intra Oral
38
BAB IV
PENGELOLAAN LOGISTIK
Logistik adalah bahan untuk kegiatan operasional yang sifatnya habis pakai.
Logistik adalah salah satu subsistem di rumah sakit yang memiliki tugas untuk
menyediakan barang dan bahan dalam jumlah , kualitas, dan waktu yang tepat
sesuai kebutuhan dengan harga yang efisien untuk kegiatan operasional rumah sakit
(Djojodibroto, 1997). Menurut Subagya MS (1994), logistik merupakan ilmu
pengetahuan dan seni serta proses mengenai perencanaan dan penentuan
kebutuhan, pengadaan, penyimpanan, penyaluran, dan pemeliharaan, serta
penghapusan material/ alat-alat (Aditama, 2003).
Menurut Imron, 2009 logistik sebuah rumah sakit adalah suatu perbekalah
dari rumah sakit untuk dapat beroperasi. Tidak hanya barang inventaris saja, tetapi
lebih kepada seluruh sumber daya yang digunakan guna kepentingan beroperasinya
sebuah rumah sakit tersebut. Manajemen logistik juga harus mampu mengantisipasi
kejadian darurat, membuat skala prioritas serta melakukan perubahan yang
dibutuhkan untuk pencapaian tujuan umum rumah sakit. Manajemen logistik juga
39
harus mencapai efisiensi dan efektivitas. Manajemen logistik memiliki kemampuan
untuk mencegah atau meminimalkan pemborosan, kerusakan, kadaluarsa,
kehilangan alat yang akan memiliki dampak kepada pengeluaran ataupun biaya
operasional rumah sakit. Menurut pemanfaatannya, bahan atau alat yang harus
disediakan rumah sakit dikelompokkan menjadi persediaan farmasi (obat, bahan
kimia, gas medik, peralatan kesehatan), persediaan makanan, persediaan logistik
umum dan teknik.
40
pemenuhan kebutuhan dengan kualitas terbaik dan harga yang minimal,
serta pengiriman barang dapat dilakukan dengan cepat dan tepat.
4. Fungsi penyimpanan
Penyimpanan dilakuan agar persediaan dalam keadaan stabil, mudah
dicari, mudah diawasi, dan terjaga keamanannya.
5. Fungsi pemeliharaan
Pemeliharaan merupakan kegiatan yang dilakukan untuk menjamin agar
sarana/barang logistik selalu dalam kondisi daya guna yang baik dan
untu mempertahankan kondisi ekonomis dari barang tersebut.
6. Fungsi pendistribusian
Pendistribusian adalah keiatan pengurusan, penyelenggaraan, dan
pengaturan pemindahan barang logistik dari tempat penyimpanan ke
tempat pemakai sehingga menjamin kelancaran pelayanan yang
bermutu.
7. Fungsi penghapusan
Penghapusan merupakan kegiatan pembebasan barang dari
pertanggungjawaban secara fisik. Usaha untuk menghapus kekayaan
(aset) karena kerusakan yang tidak dapat diperbaiki lagi, dinyatakan
sudah tua dari segi ekonomis maupun teknis, kelebihan, hilang, susut,
dan karena hal-hal lain menurut perundang-undangan yang berlaku.
8. Fungsi pengendalian
Pengendalian merupakan fungsi inti dari pengelolaan logistik yaitu
meliputi usaha untuk memonitor dan mengamankan keseluruhan
pengelolaan logistik. Pengendalian ialah tindakan untuk memastikan
pelaksanaan logistik sesuai dengan rencana yang telah ditentukan
dengan menggunakan umpan balik sehingga tujuan rumah sakit dapat
tercapai.
Menurut barang yang harus disediakan di rumah sakit, peran logistik dapat
dikelompokkan menjadi :
a. Logistik Obat
Meliputi aktivitas logistik yang terkait dengan obat yang digunakan
dalam proses pelayanan kesehatan di rumah sakit. Obat merupakan
41
salah satu komponen utama pendapatan rumah sakit. Tantangan dalam
melaksanakan logistik obat di rumah sakit secara baik tergolong tinggi.
Berbagai pihak terlibat dalam logistik obat di rumah sakit.
b. Logistik Alat Kesehatan
Adalah kegiatan logistik yang terkait dengan alat kesehatan yang
digunakan dalam pelayanan kesehatan di rumah sakit. Masalah utama
yang sering terjadi adalah manajemen inventaris yang kurang baik,
sehingga mengakibatkan alat kesehatan yang disimpan berlebihan.
c. Logistik Food and Baverages
Adalah kegiatan logistik yang terkait dengan pelayanan gizi, baik untuk
pasien atau untuk karyawan rumah sakit. Masalah yang sering muncul
adalah barang hilang atau berkurang dan mutu proses yang bervariasi.
d. Logistik Bahan Habis Pakai
Adalah kegiatan logistik yang terkait dengan bahan-bahan yang
dikategorikan sebagai bahan habis pakai. Masalah yang paling sering
dihadapi adalah sediaan bahan habis pakai yang berlebihan.
e. Logistik Barang Kuasi
Adalah kegiatan logistik yang terkait dengan barang kelengkapan
administrasi rumah sakit. Masalah yang sering terjadi adalah sediaan
barang kuasi yang terlalu banyak.
f. Logistik Peralatan Medis dan Non Medis
Adalah kegiatan logistik yang terkait dengan peralatan medis dan non
medis yang digunakan dalam memberikan pelayanan kesehatan.
Masalah yang sering dihadapi adalah penyimpanan alat dan persediaan
suku cadang.
g. Logistik Sarana dan Prasarana Gedung
Adalah kegiatan logistik yang terkait dengan sarana dan prasarana
gedung rumah sakit. Nilai sarana dan prasarana gedung rumah sakit dapat
mencapai sekitar 40% dari nilai aset total rumah sakit. Masalah yang
sering muncul :
1. Pembangunan sarana dan prasarana yang tidak efisien
42
2. Pemeliharaan saran dan prasarana yang tidak sesuai standar yang
tidak ditentukan.
h. Logistik Linen
Adalah kegiatan logistik yang terkait dengan bahan kelompok linen.
Masalah yang dihadapi adalah sediaan yang berlebihan dan proses yang
bervariasi.
43
dapat berasal dari Dana Subsidi (Bappenas, Depkes, Pemda) dan dari penerimaan
rumah sakit. Sedangkan pada rumah sakit swasta sumber anggaran berasal dari
Dana Subsidi (Yayasan dan Donatur), Penerimaan rumah sakit dan dana dari pihak
ketiga (Mustikasari).
Setelah itu, melakukan proses pengadaan barang yang semula tidak ada atau
habis menjadi ada, yang kemudian diikuti dengan proses penyimpanan. Rumah
sakit harus memikirkan dimana dan bagaimana cara menyimpan suatu alat atau
barang tersebut.
44
Logistik sebuah rumah sakit merupakan suatu perbakalan yang harus
dimiliki rumah sakit untuk dapat beroperasi. Selanjutnya terbentuk manajemen
logistik yang merupakan kumpulan dari beberapa kegiatan dengan fungsi yang
masing-masing namun saling terkait satu sama lain sehingga membentuk sebuah
sistem pengelolaan logistik atau manajemen logistik. Rumah sakit umum daerah
(RSUD) di suatu kota besar merupakan organisasi perangkat daerah kota tersebut,
RSUD dalam melaksanakan fungsinya sebagai organisasi kebutuhan masyarakat
akan pelayanan kesehatan diperlukan pelaksanaan operasional yang maksimal.
Agar pelaksanaan operasional berjalan efektif dan efesien diperlukan adanya
sumber daya, salah satunya adalah barang umum yang digunakan untuk kegiatan
operasionil rumah sakit sehari-hari. Barang umum yang terdapat dalam RSUD
merupakan aset dan persediaan barang merupakan barang milik daerah yang
tentunya harus dikelola dengan baik, dapat digunakan dengan kualitas yang baik,
waktu yang tepat dan dengan pengadaan harga yang minimum. Sehingga,
majaemen logistik yang baik sangat dibutuhkan. Manajemen logistik mengacu pada
Peraturan Menteri Dalam Negeri No 17 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan
Barang Milik Daerah dan Peraturan Daerah yang dimiliki oleh kota tersebut.
Pelaksanaan majemen logistik di rumah sakit biasanya memiliki beberapa masalah
seperti penyimpanan barang logistik yang masih belum sesuai dengan ketentuan
karena masih banyak barang yang masih disimpan diruang penyimpanan tanpa ada
adanya pendataan dan pendistribusian yang jelas, terkadang juga terjadi
penumpukan beberapa jenis persediaan barang seperti form Askes dan Jamkesmas
tahun sebelumnya.
45
BAB V
5.1 Pengertian
Tujuan khusus :
46
5) Membuka peluang untuk saling membantu
47
Ada beberapa cara yang dapat menjadikan kerjasama dapat berjalan dengan
baik dan mencapai tujuan yang telah disepakati oleh dua orang atau lebih tersebut
yaitu:
1) Saling terbuka, dalam sebuah tatanan kerjasama yang baik harus ada
komasi yang komunikatif antara dua orang yang berkerjasama atau lebih.
2) Saling mengerti, kerjasama berarti dua orang atau lebih bekerja sama
untuk mencapai suatu tujuan, dalam proses tersebut, tentu ada, salah satu
yang melakukan kesalahan dalam menyelesaikan permasalahan yang
sedang dihadapkan.
48
5.6 Tahapan kerjasama
Berikut adalah tahapan kerjasama yang dilakukan bersama pihak lain, yaitu
sebagai berikut:
1. Tahap penjajakan, merupakan tahap awal yang dilakukan untuk menjajaki
kemungkinan adanya kerjasama antara kedua belah pihak. Pada tahap ini,
dilakukan sebuah pengenalan dengan saling bertukar informasi mengenai
profil instansi masing-masing serta penjelasan mengenai usulan
kerjasama yang ditawarkan. Selanjutnya dapat dilakukan analisis
mengenai tawaran kerjasama yang telah dipaparkan, yaitu dari segi
keuntungan, kerugian, prospek jangka panjang, dan lain-lain. Apabila
kerjasama disepakati, maka segera disusun draf naskah piagam kerjasama.
2. Melakukan diskusi mengenai ketentuan-ketentuan yang harus ada di
dalam MoU bersama dengan kedua belah pihak. Pada tahap ini akan
dibahas substansi dan masalah teknis yang disepakati untuk ditulis dalam
MoU.
3. Menyusun MoU bersama kedua belah pihak yang bekerjasama, meliputi:
a. Dasar kerjasama
b. Tujuan kerjasama
c. Ruang lingkup kerjasama
d. Kewajiban masing-masing pihak
e. Pembatasan kegiatan
f. Hak atas kelayakan intelektual
g. Pemanfaatan peralatan pasca program
h. Penyesuaian perbedaan
i. Penutup amandemen, durasi, terminasi.
j. Lampiran rencana kerja, mekanisme perencanaan, pelaksanaan,
pelaporan, evaluasi.
4. Melakukan revisi draf MoU bersama kedua belah pihak.
5. Menyepakati draf MoU untuk ditandatangani oleh kedua belah pihak.
6. Penandatanganan MoU oleh wakil kedua belah pihak.
49
5.7 Dasar Pemikiran Kerjasama dalam Kesehatan
a) Kesehatan adalah hak asasi manusia, merupakan investasi, dan sekaligus
merupakan kewajiban bagi semua pihak.
b) Masalah kesehatan saling berkaitan dan saling mempengaruhi dengan
masalah lain, seperti masalah pendidikan, ekonomi, sosial, agama, politik,
keamanan, ketenagakerjaan, pemerintahan, dll.
c) Karenanya masalah kesehatan tidak dapat diatasi oleh sektor kesehatan
sendiri, melainkan semua pihak juga perlu peduli terhadap masalah
kesehatan tersebut, khususnya kalangan swasta.
d) Dengan peduli pada masalah kesehatan tersebut, berbagai pihak khususnya
pihak swasta diharapkan juga memperoleh manfaat, karena kesehatan
meningkatkan kualitas SDM dan meningkatkan produktivitas.
e) Pentingnya kemitraan (partnership) ini mulai digencarkan oleh WHO pada
konfrensi internasional promosi kesehatan yang keempat di Jakarta pada
tahun 1997.
f) Sehubungan dengan itu perlu dikembangkan upaya kerjasama yang saling
memberikan manfaat. Hubungan kerjasama tersebut akan lebih efektif dan
efisien apabila juga didasari dengan kesetaraan.
Pendidikan profesi dokter gigi sebagai salah satu profesi dibidang kesehatan
telah dilaksanakan di Indonesia sejak tahun 1928, dan telah mengalami pasang surut
sampai saat ini. Pada hakikatnya, sistem pendidikan dokter gigi di Indonesia saat
ini terdiri atas tahap akademik dan tahap profesi. Tahap akademik adalah
50
pendidikan sarjana untuk mencapai tingkat kemampuan dasar sesuai dengan standar
kompetensi dokter gigi. Tahap profesi merupakan pendidikan setelah sarjana
kedokteran gigi yang bertujuan untuk pembekalan dengan kompetensi klinik
tertentu yang sesuai kompetensi dokter gigi yang telah disahkan oleh Konsil
Kedokteran Gigi Indonesia untuk meraih gelar dokter gigi.
51
Rumah sakit gigi dan mulut pendidikan umumnya merupakan sebuah aset
bagi universitas. Konsekuensinya adalah pendanaan untuk berlangsungnya
pelayanan kesehatan yang sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Hubungan
kerjasama antara rumah sakit gigi dan mulut pendidikan dan universitas adalah
tentang cost (biaya) pelayanan rumah sakit. Sebagai rumah sakit gigi dan mulut
pendidikan, biaya yang ditetapkan untuk pengobatan jauh lebih murah dari rumah
sakit pada umumnya. Hal ini dikarenakan para koas (mahasiswa yang menjalani
profesi kedokteran gigi) masih berstatus sebagai mahasiswa di universitas, dimana
mereka memiliki kewajiban untuk membayar UKT (Uang Kuliah Tunggal).
Sumber dana yang berasal dari UKT inilah yang kemudian digunakan juga untuk
memfasilitasi pelayanan kesehatan di rumah sakit gigi dan mulut pendidikan tempat
mereka menjalankan pendidikan profesinya khususnya dalam perawatan pasien
agar layanan kesehatan bisa dijangkau oleh berbagai kalangan masyarakat.
Pendirian dari RSGM-P selain banyak andil dari Fakultas kedokteran gigi
dan universitas pada umumnya, peran dari Pemerintah daerah khususnya
pemerintah kota juga sangat penting. Pada pendirian RSGM-P juga perlu adanya
izin dari instansi pemerintah setempat, disamping itu juga RSGM-P ini berperan
untuk menyukseskan program pemerintah daerah dibidang yang berkenaan dengan
kesehatan secara umum dan kesehatan gigi dan mulut secara khusus.Dengan adanya
RSGM-P ini sendiri diharapkan masyarakat Indonesia khususnya Surabaya dapat
memiliki kesehatan gigi seperti yang telah diharapkan oleh pemerintah sehingga
dapat mewujudkan salah satu program pemerintah yaitu ”MENUJU INDONESIA
SEHAT’’. Peran dari masyarakat sendiri sangat penting untuk mempromosikan
keberadaan dari RSGM-P karena memang masih banyak masyarakat yang belum
52
mengetahui keberadaan dari RSGM-P ini sendiri. Selain itu, untuk meningkatkan
daya jual dari RSGM-P sendiri dibutuhkan suatu dukungan dari segala pihak yang
ada salah satunya bisa dengan cara meningkatkan pelayanan yang ada di RSGM-P.
53
BAB VI
PENETAPAN TARIF
6.1 Pengertian
Tarif menurut KBBI ialah harga satuan jasa. Dalam konteks ini, Tarif adalah
nilai suatu jasa pelayanan yang ditetapkan dengan ukuran sejumlah uang
berdasarkan pertimbangan bahwa dengan nilai uang tersebut sebuah rumah sakit
bersedia memberikan jasa kepada pasien. Penetapan tarif rumah sakit harus selalu
berpedoman pada biaya yang dikeluarkan untuk menciptakan pelayanannya, sebab
bila rumah sakit menetapkan tarif dibawah biayanya, maka rumah sakit tersebut
akan 110 mengalami kerugian sehingga kelangsungan hidup rumah sakit tidak
terjamin. Perkembangan pelayanan pada masa kini tidak harus selalu pada
penentuan tarif biaya pelayanan yang diberikan dan bukan pada persaingan semata
(Primadinta,2009).
Tarif rumah sakit merupakan aspek yang sangat diperhatikan oleh rumah
sakit swasta juga oleh rumah sakit milik pemerintah. Bagi sebagian rumah sakit
pemerintah, tarif memang ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Menkes atau
Pemerintah Daerah. Hal ini menunjukkan adanya kontrol ketat pemerintah sebagai
pemilik terhadap rumah sakit sebagai firma atau pelaku usaha. Akan tetapi disadari
bahwa tarif pemerintah umumnya mempunyai cost recovery (pemulihan biaya)
yang rendah. Rumah sakit swasta, baik yang bersifat mencari laba maupun yang
nirlaba harus mampu mendapatkan biaya untuk membiayai segala aktifitasnya dan
untuk dapat terus memberikan pelayanan kepada masyarakat sekitarnya. Rumah
sakit pemerintah yang tidak mendapatkan dana yang memadai untuk memberikan
pelayanan secara cuma- cuma kepada masyarakat, juga harus menentukan tarif
pelayanan. Di Indonesia, praktis seluruh rumah sakit, apakah itu rumah sakit umum
ataupun rumah sakit perusahaan atau rumah sakit swasta, harus mencari dana yang
memadai untuk membiayai pelayanannya. Jadi semua rumah sakit di Indonesia,
harus mampu menetapkan suatu tarif pelayanan.
54
keagamaan ternyata lebih tinggi dibandingkan tarif rumah sakit pemerintah. Hal ini
disebabkan oleh rumah sakit keagamaan sudah tidak mendapat subsidi dari
pemerintah ataupun dari masyarakat baik melalui gereja ataupun dana-dana
kemanusiaan lain. Di pandang dari aspek masyarakat sebagai pengguna, maka
rumah sakit keagamaan saat ini bukan tempat berobat untuk orang miskin. Dengan
latar belakang kepemilikan tersebut, tarif dapat ditetapkan dengan berbagai tujuan
sebagai berikut: (Trisnantoro, 2006)
a. Penetapan Tarif untuk Pemulihan Biaya
Tarif dapat ditetapkan untuk meningkatkan pemulihan biaya rumah
sakit. Keadaan ini terutama terdapat pada rumah sakit pemerintah yang
semakin lama semakin berkurang subsidinya. Pada masa lalu kebijakan
swadana rumah sakit pemerintah pusat ditetapkan berdasarkan
pemulihan biaya (cost-recovery.) Oleh karena itu, muncul pendapat yang
menyatakan bahwa kebijakan swadana berkaitan dengan naiknya tarif
rumah sakit. (Trisnantoro, 2006)
b. Penetapan Tarif untuk Subsidi Silang
Dalam manajemen rumah sakit diharapkan ada kebijakan agar
masyarakat ekonomi kuat dapat ikut meringankan pembiayaan pelayanan
rumah sakit bagi masyarakat ekonomi lemah. Dengan konsep subsidi
silang ini maka tarif bangsal VIP atau kelas I harus berada di atas unit
cost agar surplusnya dapat dipakai untuk mengatasi kerugian di bangsal
kelas III. Selain subsidi silang berbasis pada ekonomi, rumah sakit juga
diharapkan melakukan kebijakan penetapan tarif yang berbeda pada
bagian-bagiannya. Sebagai contoh IRD mempunyai potensi sebagai
bagian yang mendatangkan kerugian. Oleh karena itu, perlu disubsidi
oleh bagian lain yang mempunyai potensi mendatangkan keuntungan,
misalnya instalasi farmasi. Kebijakan subsidi silang ini secara praktis
sulit dilakukan karena terjadi tarif rumah sakit yang melakukan subsidi
silang jauh berada di atas tarif pesaingnya. Apabila rumah sakit
memaksakan melakukan subsidi silang dari tarif–tarif yang ada
dikhawatirkan akan terjadi penurunan mutu pelayanan dalam jangka
55
panjang dibandingkan dengan rumah sakit yang tidak mempunyai tujuan
untuk subsidi silang(Trisnantoro, 2006)
c. Penetapan Tarif untuk Meningkatkan Akses Pelayanan
Ada suatu keadaan rumah sakit mempunyai misi untuk melayani
masyarakat miskin. Oleh karena itu, pemerintah atau pemilik rumah sakit
ini mempunyai kebijakan penetapan tarif serendah mungkin. Diharapkan
dengan tarif yang rendah maka akses orang miskin menjadi lebih baik.
Akan tetapi, patut diperhatikan bahwa akses tinggi belum berarti
menjamin mutu pelayanan yang baik. Berbagai penelitian menunjukkan
bahwa mutu pelayanan rumah sakit pemerintah rendah akibat subsidi
pemerintah terbatas dan tarif rumah sakit rendah dengan sistem
manajemen yang birokratis. Kegagalan pemerintah memberikan subsidi
cukup bagi biaya operasional dan pemeliharaan rumah sakit yang
mempunyai tarif rendah menyebabkan mutu pelayanan rumah sakit
semakin rendah secara berkesinambungan. (Trisnantoro, 2006)
d. Penetapan Tarif untuk Meningkatkan Mutu Pelayanan
Di berbagai rumah sakit pemerintah daerah, kebijakan penetapan
tarif pada bangsal VIP dilakukan berdasarkan pertimbangan untuk
peningkatan mutu pelayanan dan peningkatan kepuasan kerja dokter
spesialis. Sebagai contoh, bangsal VIP dibangun untuk mengurangi
waktu spesialis di rumah sakit swasta. Terlalu lamanya waktu yang
dipergunakan dokter spesialis pemerintah bekerja di rumah sakit swasta
dapat mengurangi mutu pelayanan. (Trisnantoro, 2006)
e. Penetapan Tarif untuk Tujuan Lain
Beberapa tujuan lainnya, misalnya mengurangi pesaing,
memaksimalkan pendapatan, meminimalkan penggunaan, menciptakan
corporate image. Penetapan tarif untuk mengurangi pesaing dapat
dilakukan untuk mencegah adanya rumah sakit baru yang akan menjadi
pesaing. Dengan cara ini, rumah sakit yang sudah terlebih dahulu
beroperasi mempunyai strategi agar tarifnya tidak sama dengan rumah
sakit baru. Penetapan tarif untuk memperbesar keuntungan dapat
dilakukan pada pasar rumah sakit yang cenderung dikuasai satu rumah
56
sakit (monopoli). Oleh karena itu, penetapan tarif dapat dilakukan
dengan tujuan memaksimalisasikan pendapatan. Tanpa kehadiran
pesaing dalam suasana pasar dengan demand tinggi, maka tarif dapat
dipasang pada tingkat yang setinggi-tingginya, sehingga dapat
meningkatkan surplus secara maksimal. (Trisnantoro, 2006)
Proses penetapan tarif berbeda tergantung dari jenis rumah sakit yang dapat
berupa for-profit ataupun non-profit. Penetapan tarif rumah sakit swasta dan
pemerintah ini mempunyai perbedaan. Pada rumah sakit pemerintah, pemerintah
lah yang mengatur penetapan tarif. Hal ini dilakukan untuk menjamin terjadinya
pemerataan pelayanan rumah sakit. Salah satu tugas pemerintah dalam penetapan
tarif ini adalah menegaskan beberapa komponen biaya penyelenggaraan rumah
sakit tetap disubsidi, misalnya gaji, investasi, dan penelitian pengemabangan.
Proses penetapan tarif dalam rumah sakit pemerintah seringkali lamban karena
harus menunggu persetujuan pihak-pihak berwenang. Selain itu, rumah sakit
pemerintah cenderung mempunyai over head cost yang tinggi, terutama karena gaji
yang tinggi akibat besarnya jumlah pegawai tetap, tetapi tidak disertai dengan
produktivitas yang tinggi. Akibatnya, dalam proses pentarifan sering kali biaya
sumber daya manusia tidak diperhitungkan. Proses penetapan tarif pada rumah sakit
pemerintah harus memperhatikan berbagai isu, misalnya isu sosial dan amanat
rakyat, isu ekonomi, dan isu politik.
Penetapan tarif rumah sakit swasta dibagi atas empat macam pricing, yaitu
full-cost pricing, kontrak dan cost-plus, target rate of return pricing, dan
acceptance pricing. Masing-masing metode penetapan tarif rumah sakit memiliki
sisi negatif dan positif yang berbeda-beda. Full-cost pricing memperhitungan unit
cost ditambah dengan kentungan tanpa melihat sisi demand dan pesaing lainnya
sehingga membutuhkan penghitungan biaya yang rumit dan modal yang besar
untuk mengembangkan sistem akuntansi yang baik. Yang kedua adalah metode
kontrak dan cost-plus. Metode ini menetapkan tarif rumah sakit berdasarkan
kontrak dengan perusahaan lain, misalnya perusahaan asuansi atau konsumen yang
tergabung dalam satu oganisasi. Dalam kontrak tersebut, penghitungan tarif juga
57
berbasis pada biaya dengan tambahan surplus sebagai keuntungan bagi rumah sakit.
Namun, sisi negatif dari metode ini adalah perhitungan tarif kontrak antara pihak
rumah sakit dan perusahaan lain belum tentu akan menguntungkan rumah sakit.
Rumah sakit bisa mendapatkan surplus dari kontrak, rugi, atau memberi subsidi.
Selain itu, pihak rumah sakit harus menyesuaikan tarifnya sesuai kontrak dengan
perusahaan tersebut. Target Rate of Return Pricing merupakan modifikasi dari
metode full-cost pricing. Misalnya, tarif ditentukan oleh direksi harus mempunyai
10% keuntungan. Dengan demikian, apabila biaya produksi suatu pemeriksaan
darah Rp 5.000,00, maka tarifnya harus sebesar Rp5.500,00 agar memberi
keuntungan 10%. Walaupun cara ini masih dikritik karena berbasis pada unit cost,
tetapi faktor demand dan pesaing telah diperhitungkan. Metode ini banyak
menguntungkan pihak rumah sakit karena tidak perlu menunggu persetujuan pihak
lain dalam menentukan tarif. Hal-hal yang harus diperhatikan adalah pihak rumah
sakit harus dapat memperkirakan besar pemasukan dan memiliki pandangan jangka
panjang terhadap kegiatannya. Metode yang terakhir adalah acceptance pricing.
Teknik ini digunakan jika terdapat rumah sakit yang dianggap panutan untuk
penentuan harga. Sisi positif dari metode ini adalah tidak adanya persaingan antara
rumah sakit yang lain karena masing-masing enggan merugikan satu sama lain.
Masalah akan timbul apabila pemimpin harga ini merubah tarifnya. Para
pengikutnya harus mengevaluasi apakah akan mengikutinya atau tidak.
Biaya adalah kas atau nilai setara kas yang dikorbankan untuk
mendapatkan barang atau jasa yang diharapkan memberi manfaat saat ini atau
di masa depan bagi organisasi Menurut Hansen dan Mowen (2009), biaya per
unit (unit cost) adalah jumlah biaya yang berkaitan dengan unit yang
diproduksi dibagi dengan jumlah unit yang diproduksi. (Hansen dan Mowen,
2009).
58
Unit cost yang tinggi menunjukkan bahwa pelayanan tidak efisien atau
populasi memiliki risiko biaya tinggi (banyak penyakit degeneratif). Unit cost
ini penting untuk menghitung tarif atau kapitasi, serta kontrol biaya dan
ketaatan tim terhadap SOP yang telah sisepakati.
2000
2000 (3B)
Dalam tabel tersebut terlihat bahwa keuntungan yang didapat dari sewa
kamar bangsal VIP sangat kecil. Hal ini karena jumlah tempat tidur VIP 5% dari
seluruh tempat tidur rumah sakit, sehingga dapat dikatakan bahwa kebijakan croos-
subsidy tidak dapat berjalan. Dicatat bahwa biata investasi dan biaya sumber daya
manusia tidak dapat dimasukkan dalam perhitungan biaya. Kelas 1 rugi sebesar
Rp2.890,00 untuk setiap tempat tidur yang berisi tiap harinya. Kerugian ini menjadi
59
bertambah besar karena kelas I meliputi 25% jumlah kamar dengan BOR yang
hampir 100%.
60
3 Plastis instrument 200 21.000 105
2 Scaling 99.219
61
BAB VII
Menjadi sehat adalah hal yang diinginkan oleh manusia. Kebutuhan akan
kesehatan manusia meningkat secara drastis selama beberapa abad terakhir, namun
ketimpangan dalam dunia kesehatan tetap terjadi. Ketimpangan tersebut dapat
disebabkan oleh adanya keterbatasan dana atau sumber daya. (Probandari, 2007)
Untuk menyikapi ketimpangan yang terjadi dan mewujudkan kemajuan dalam
dunia kesehatan, diperlukan suatu strategi agar sumber daya yang ada dapat
dimanfaatkan dengan baik. Strategi yang dimaksud adalah alokasi sumber daya
yang ada dengan cara prioritas. (Depdagri, 2004).
62
dan efektivitas dari segala kemungkinan intervensi yang ada dibandingkan agar
diperoleh kombinasi metode yang tepat sehingga dapat memaksimalkan kesehatan.
Dasar penghitungan CEA adalah membagi biaya dari suatu intervensi dalam
satuan moneter dengan kesehatan yang diharapkan dalam natural unit seperti
berapa jumlah nyawa yang diharapkan dapat diselamatkan. (Jamison, et al., 2006)
Menurut Jamison, Breman, & Mesham (2006), dasar dari CEA yang akan
diaplikasian, dihitung biaya dan hasilnya kemudian dianalisa adalah sebuah
intervensi. Intervensi merupakan aktivitas yang dilakukan seseorang secara fisik,
dan membutuhkan sumber finansial untuk meningkatkan kesehatan dengan
mengurangi resiko, durasi, atau keparahan dari masalah kesehatan. Intervensi yang
sering digunakan merupakan upaya pencegahan primer dalam level populasi serta
intervensi individual. Dalam level populasi, dikategorikan menjadi :
Beberapa unsur yang perlu diketahui menurut Muennig (2007) antara lain
sebagai berikut :
1. Health interventions
Intervensi kesehatan dapat berupa perawatan, tes skrining, atau
pencegahan primer. Pada umumnya, intervensi bertujuan untuk
mengurangi angka kejadian suatu penyakit atau komplikasinya,
meningkatkan kualitas hidup seseorang yang menderita penyakit, atau
63
meningkatkan harapan hidup seseorang. Kombinasi beberapa intervensi
dimaksudkan untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut.
2. Competing alternatives
Intervensi yang dibandingkan dengan intervensi lain disebut competing
alternatives. Membandingkan intervensi perlu dilakukan untuk
mengetahui seberapa besar keuntungan yang akan diperoleh dengan
biaya tertentu.
3. Kondisi kesehatan
4. Status kesehatan
5. Quality-adjusted life year (QALY)
6. Biaya
64
penghitungan Average Cost-Effectiveness Ratio (ACER) dengan rumus (Jamison,
Breman, & Mesham, 2006):
Setelah mendapatkan hasil dari setiap intervensi, diperlukan menghitung
selisih antar biaya tiap intervensi dan selisih dari efeknya. Selisih tersebut disajikan
dalam bentuk rasio. Analis biasanya akan mengacu pada incremental cost,
incremental effect, dan incremental cost-effectiveness ratio (ICER). ICER disini
merupakan rasio dari perbedaan biaya dan perbedaan efek. Efek dari tiap jenis
intervensi dapat dihitung dengan berbagai unit pengukuran. Dari data tersebut,
pengambil keputusan umumnya tertarik dengan alokasi sumber daya pada bidang
medis yang berbeda. Oleh karena itu, pengukuran outcome yang dapat digunakan
dalam bidang medis yang berbeda-beda lebih sering digunakan seperti quality-
adjusted life-year ( QALY ) ( Gray et.al, 2011 ) .
Salah satu langkah awal dalam menentukan biaya untuk melakukan suatu
intervensi adalah mengidentifikasi jenis biaya yang dikeluarkan. Secara umum,
pembagian jenis biaya terbagi menjadi programme costs dan patient costs.
Programme costs adalah biaya yang berhubungan dengan pengembangan dan
adminitrasi dari suatu jenis intervensi.
65
A. Dalam sebuah rumah sakit memiliki tujuan untuk menyembuhkan penyakit
X dengan terdapat 2 usulan program, yaitu :
a. Menghabiskan biaya $150 tiap pasien, dengan 10% kesempatan
menyelamatkan hidup seseorang
b. Menghabiskan biaya $50 tiap pasien, dengan 5% kesempatan
menyelamatkan hidup seseorang
Dalam pencapaian program ini perlu diingat bahwa rumah sakit
tersebut tidak memiliki cukup biaya untuk menyembuhkan setiap orang,
hanya memiliki biaya $150K. Maka program yang dipilih adalah program
yang kedua. Apabila memilih program pertama maka memiliki 2x lebih
efektifitas (dalam menyelamatkan hidup seseorang) namun 3x lebih besar
biaya yang harus dikeluarkan, sehingga dipilih program kedua.
B. Rumah sakit “A” akan melaksanan program vaksin hepatitis dengan 2 opsi
cara yang diguanakan, yaitu:
a. Biaya satuan untuk pelaksanaan vaksin Hepatitis B dengan alat
suntik disposable sebesar Rp40.000,00
b. Biaya satuan untuk pelaksanaan vaksin Hepatitis B dengan alat
suntik Uniject sebesar Rp25.000,00
Maka dalam hal ini, program yang dipilih adalah program B
dikarenakan dari segi biaya untuk pelaksanaan vaksin, biaya pemeliharaan,
dan pasien yang tercakup dengan suntik Uniject lebih efektif dibandingkan
dengan suntik disposable.
C. Suatu rumah sakit sedang menjalankan program imunisasi dengan memiliki
3 intervensi yang berbeda, yaitu :
1. X menggambarkan intervensi saat ini yang sedang dijalankan, yaitu
dengan cara memperbaiki fasilitas yang ada. Intervensi ini akan
menghasilkan efek sebesar E2 (diukur dari berkurangnya penyakit)
dengan biaya total yang dibutuhkan C2. Perbandingan C2 terhadap E2
merupakan ACER, yang digambarkan dengan garis O-X. Diluar titik X,
pelebaran efek akan manghabiskan biaya yang tinggi.
Apabila dilakukan pelebaran efek hingga E3 akan menghasilkan
ACER pada titik X1, dengan peningkatan biaya C2 ke C3. Garis
66
yang terbentuk X-X1 menggambarkan ICER dari pelebaran
tersebut (C3-C2 / E3-E2).
Apabila dilakukan pengurangan efek hingga E1 akan
menghasilkan ACER pada titik X2, dengan penuruan biaya C2
ke C1. Garis yang terbentuk X-X2 menggambarkan ICER dari
pengeurangn tersebut (C2-C1 / E2-E1).
2. Y merupakan intervensi berupa tim yang bergerak untuk program
imunisasi. Intervensi ini menghasilkan efek imunisasi yang hampir
maksimal yaitu E4 dengan total biaya yang dihabiskan sebesar C4.
ICER intervensi ini merupakan garis yang dibentuk X-Y. Dari hasil
perhitungan tersebut, lebih baik meningkatkan intervensi X dengan
meningkatkan fasilitas (bangunan dan pegawai).
3. Z merupakan intervensi alternatif yang lebih baik, karena menggunakan
basis tim imunisasi yang dapat beroprasi jauh dari fasilitas karena
menggunakan vaksin yang stabil panas, sehingga tidak butuh rantai
dingin. ICER dari intervensi ini digambarkan oleh garis X-Z. Hasil
penghitungan ini lebih baik daripada intervensi Y dan X. Sehingga
intervensi ini lebih dipilih.
67
7.5 Keuntungan Penerapan CEA
Penerapan CEA sebagai evaluasi ekonomi kesehatan untuk menentukan
strategi dilakukan karena CEA memiliki beberapa keuntungan. Beberapa
keuntungan tersebut antara lain (Jamison, et al., 2006):
a. Membantu mengidentifikasi peluang yang tidak terpikirkan dengan
memfokuskan pada intervensi yang relatif murah, namun berpotensi
mengurangi beban penyakit secara substansial.
b. Membantu mengidentifikasi sumber daya yang tersembunyi untuk
memperoleh hasil yang lebih
c. Dalam menggunakan analisis ini dapat digunakan variabel pengukuran hasil
yang objektif
d. Menghindari adanya dilema etik dan kesusahan analisis yang ditimbulkan
apabila menggunakan Cost-Benefit Analysis (CBA)
e. Lebih mudah untuk membuat kebijakan untuk membandingkan program jika
hanya mempedulikan satu hasil saja.
f. Analisa ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi efektifitas dari sebuah
kebijakan yang akan diimplentasikan (ex-ante), atau untuk mengukur
efektifitas kebijakan yang telah berlaku (ex-post) (Anonymous, 2008).
68
7.6 Kerugian dan Hambatan Penerapan CEA
69
dalam mengukur efektivitas berupa health-related quality of life masih
terdapat perbedaan pendapat tentang aspek-aspek yang diukur di dalamnya
sehingga menghasilkan dua instrumen yang berbeda yaitu SF-6D dsn EQ-
5D (Bryan, 2005).
c. Penggunaan Analisis Statistik
Analisis statistik dalam publikasi tentang evaluasi ekonomi
kesehatan pada umumnya dipandang belum mempunyai kualitas yang
memadai (Doshi, 2006). Kualitas penelitian yang kurang memadai tentu
saja akan menghalangi potensi hasilnya yang dipakai dalam pengambilan
keputusan. Untuk menyakinkan banyak pihak termasuk pembuat keputusan,
maka dibutuhkan argumetasi yang didukung oleh bukti-bukti yang
berkualitas.
d. Penerimaan Pembuat Kebijakan
Perjalanan dari hasil evaluasi ekonomi ke perubahan kebijakan
dapat dikatakan “berliku dan panjang”. Hal ini terjadi pula pada negara-
negara maju. Aplikasi hasil evaluasi ekonomi sangat ditentukan oleh sejauh
mana para pembuat kebijakan dapat meyakinkan bahwa hasil tersebut
dibuat dengan metode yang tepat dan mampu menjawab pertanyaan praktis
yang mereka hadapi. Hal ini tidak lepas dari kesadaran para pembuat
kebijakan tentang pentingnya melakukan evaluasi ekonomi serta peran
peneliti evaluasi ekonomi kesehatan untuk menterjemahkan hasil penelitian
menjadi informasi yang jelas bagi pembuat kebijakan (Williams, 2007).
70
BAB VIII
PENYUSUNAN ANGGARAN
71
data, dan menyusun anggaran, serta pengawasan dan pengendalian melalui
konsultasi kepada direktur dan pemerintah.
c. Komponen keluaran (out-put) adalah anggaran yang telah disetujui dan
disahkan oleh pemerintah.
d. Faktor-faktor yang mempengaruhi sistem penganggaran rumah sakit
adalah unit-unit lain di rumah sakit (UPF, instalasi, urusan umum, PPL,
kepala seksi medis/perawatan dan ketenagaan), peraturan pemerintah
pusat/daerah, sumber dan biaya pelayanan kesehatan, perkembangan Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi Kedokteran (Iptek) serta keadaan
perekonomian masyarakat.
e. Umpan balik sebagai hasil evaluasi anggaran
72
Penyusunan anggaran dengan menggunakan pendekatan top down, dimulai
dari manajemen puncak yang menetapkan kebijakan pokok organisasi
dengan memberikan pedoman bagi manajer yang menyusun anggaran
dalam membuat dan mengajukan rancangan anggaran pusat-pusat
pertanggung jawaban.
2. Bottom Up Approach
Penyusunan anggaran menggunakan pendekatan bottom up dimulai dari
para manajer yang menyusun usulan anggaran, kemudian diteruskan ke atas
sampai pada manajemen puncak. Proses penilaian dan pengesahan menjadi
sangat penting dalam pendekatan ini.
3. Kombinasi
Penyusunan anggaran dengan pendekatan partisipatif adalah dengan
menggabungkan kedua pendekatan top down dengan bottom up. Anggaran
dengan pendekatan ini dimulai dari manajer menyiapkan draft pertama
untuk anggaran di wilayah tanggung jawabnya berdasarkan
panduan/pedoman yang telah dibuat oleh atasan. Selanjutnya, manajer
puncak akan memeriksa dan mengkritisi anggaran yang diusulkan. Proses
penyusunan anggaran dengan pendekatan gabungan lebih efektif
dibandingkan dengan pendekatan top down ataupun bottom up.
73
termasuk perkiraan sumber-sumber dana dan daya yang tersedia. Maka anggaran
negara merupakan perencanaan yang sistematis oleh negara mengenai pendanaan
atas suatu kegiatan yang akan dilakukan dalam waktu yang akan datang selama
masa 1 tahun.
74
pendanaan dan kinerja yang diharapkan, serta memperhatikan efisiensi
dalam pencapaian kinerja tersebut.
c. Pendekatan Kerangka Penganggaran Jangka Menengah (KPJM)
Kerangka Penganggaran Jangka Menengah adalah pendekatan
penyusunan anggaran berdasarkan kebijakan, dengan pengambilan
keputusan yang menimbulkan implikasi anggaran dalam jangka waktu
lebih 1 (satu) tahun anggaran. Kerangka Penganggaran Jangka
Menengah bertujuan untuk pengalokasian sumber daya anggaran yang
lebih efisien, untuk meningkatkan kualitas perencanaan anggaran, agar
lebih fokus terhadap kebijakan prioritas, untuk meningkatkan disiplin
fiskal, serta menjamin adanya kesinambungan fiskal.
75
Pendapatan Belanja Daerah (APBD) yang ada di berbagai sektor. Dana APBN
dapat berupa dana Dekonsentrasi, Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Khusus
(DAK), dan Dana Alokasi Umum (DAU). Kemudian ada Dana Bagi Hasil Cukai
Hasil Tembakau (DBHCHT) dan Pajak Rokok yang sudah diatur agar sebagian
dipergunakan untuk kesehatan. Demikian juga Alokasi Dana Desa sebagian harus
dipergunakan untuk kegiatan kesehatan di tingkat desa, utamanya untuk
pemberdayaan masyarakat. Daerah juga bisa memobilisasi dana Corporate Social
Responsibility (CSR) untuk membiayai kegiatan UKM. Pembiayaan UKM memang
tidak bisa diklaim ke asuransi, misalnya ke Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
(BPJS). Anggaran untuk pelatihan Kader atau rapat dengan Kepala Desa dalam
rangka UKM tidak bisa di klaim ke BPJS karena memang tidak termasuk dalam
“benefit package” Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Pemerintah Daerah perlu
memilah kegiatan mana saja yang sudah dan belum terdanai sehingga tidak terjadi
duplikasi sumber pendanaan untuk kegiatan di bidang kesehatan.
76
Anggaran yang disusun oleh panitia anggaran ini baru merupakan rencana
anggaran, yang selanjutnya dikonsultasikan kepada pimpinan rumah sakit. Untuk
penyusunan anggaran di Rumah Sakit Pemerintah akan dibicarakan pada bagian
akhir dari bab ini. Pada prinsipnya istilah panitia ini diberikan kepada beberapa
orang (sekelompok orang) yang ditunjuk dan diberi wewenang untuk melakukan
suatu tugas (Wursanto,1989).
Wewenang yang diberikan kepada panitia ini sangat bervariasi, ada yang
diberi wewenang mengambil keputusan atau yang sifatnya memberi saran saja dan
ada juga yang hanya digunakan sebagai alat penerima informasi saja.
77
direktur dan Dewan Legislatif Pemerintah Daerah dan kemudian akan
dinegosiasikan dengan para kabid sebagai pelaksana anggaran.
78
program ini harus didasarkan pada informasi yang cukup relevan,
sehingga perencanaan yang disusun menjadi realistik dan logis.
4. Proses negosiasi
Dalam proses ini anggaran yang telah dirakit atau disusun
oleh kepala bagian keuangan akan dinegosiasikan dengan para
kabag sebagai pelaksana dan pengusul (pembuat) anggaran. Hal ini
perlu dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui pendapat dari
tiap-tiap kabag tentang anggaran yang telah disusun dan untuk
mengetahui kesanggupan mereka dalam melaksanakan anggaran
tersebut. Proses negosiasi ini akan bekerja dengan baik jika
didukung oleh sistem kerja yang terjalin melalui komunikasi dua
arah antar perakit anggaran dan pelaksana anggaran.
5. Pengesahan anggaran
79
Anggaran yang telah direvisi disahkan oleh manajemen
puncak dan didistribusikan kepada tiap-tiap kabag, sebagai
pedoman pelaksaaan kegiatan sekaligus sebagai alat pengendalian.
Dengan demikian para kabag dapat memantau hasil kerja
bagiannya sendiri berdasarkan anggaran tersebut.
80
BAB IX
ANALISIS BREAK EVEN POINT
81
biaya yang dikeluarkan adalah sebesar Rp. 1000 dan produk ataupun jasa terjual
Rp. 1000 pula (Prasetya & Lukiastuti, 2009; Rangkuti, 2002).
Manfaat atau kegunaan Break Even Point menurut Bustam (2006) adalah
sebagai berikut:
82
a. Mengetahui jumlah penjualan minimum yang harus dipertahankan
perusahaan agar tidak mengalami kerugian. Jumlah penjualan
minimum ini juga berarti jumlah produksi minimum yang harus dibuat.
b. Mengetahui jumlah penjualan yang harus dicapai untuk memperoleh
laba yang telah direncanakan. Dapat diketahui bahwa tingkat produksi
harus ditetapkan untuk memperoleh laba tersebut.
c. Mengetahui seberapa jauh berkurangnya penjualan agar perusahaan
tidak menderita kerugian
d. Mengetahui bagaimana efek perubahan harga jual, biaya, dan volume
penjualan
83
yang tinggi dapat menurunkan volume penjualan yang diminta konsumen. Harga
yang rendah dapat meningkatkan kuantitas penjualan tetapi dapat menurunkan total
laba. Penerapan analisis Break Even Point merupakan salah satu metode yang dapat
menetapkan harga dengan cara menentukan biaya yang dikeluarkan perusahaan
dengan tingkat laba yang di harapkan (Tjiptono dkk, 2008).
Analisa Break Even Point memberikan penerapan yang luas untuk menguji
tindakan-tindakan yang diusulkan dalam mempertimbangkan alternatif atau tujuan
pengambilan keputusan yang lain. Analisa Break Even Point tidak semata-mata
untuk mengetahui keadaan perusahaan yang break even saja, akan tetapi analisa
Break Even Point mampu meberikan informasi kepada pimpinan perusahaan
mengenai berbagai tingkat volume penjualan, serta hubungan dengan kemungkinan
memperoleh laba menurut tingkat penjualan yang bersangkutan.
84
dikeluarkan perusahaan dengan besarnya tetap, dan tidak tergantung volume
penjualan. Biaya variabel adalah biaya yang besarnya bervariasi sesuai
dengan unit yang dijual. Terakhir, pendapatan merupakan elemen lain dari
analisis break even dan diasumsikan berbentuk linier, akan bertambah sesuai
dengan pertambahan volume penjualan (Prasetya & Lukiastuti, 2009).
Cara menentukan titik BEP (Rangkuti, 2002):
1. Hitung seluruh biaya tetap.
2. Tentukan biaya apa saja yang termasuk biaya variabel untuk
tingkat produksi yang berbeda-beda.
3. Biaya tetap terkadang mengacu pada overhead cost, yaitu
pengeluaran yang tidak tergantung pada banyaknya produk yang
dihasilkan.
4. Variable cost adalah pengeluaran yang sangat tergantung pada
jumlah produk yang dihasilkan.
5. Seluruh biaya overhead (biaya tetap) dan biaya inremental per
unit (biaya variabel) diketahui sebelum menghitung BEP.
6. Terakhir, nilai-nilai biaya tetap dan biaya variabel tersebut
dimasukkan ke dalam rumus break even.
85
p = Harga jual per unit produk
X= Unit produk yang dijual/yang diproduksi
a= Total Biaya Tetap
b= Biaya variabel setiap unit produk
Dari rumus diatas dapat diketahui rumus Break Even Point
sebagai berikut:
Break Even Point dalam satuan uang penjualan
86
c. Metode Grafis
Manajer dapat menggambarkan titik impas melalui grafis, grafis
titik impas akan menunjukkan volume penjualan pada sumbu x atau
garis horizontal dan biaya akan terletak pada sumbu y atau garis
vertikal. Sedangkan titik impas akan terletak pada perpotongan antara
garis pendapatan dan garis biaya. Garis sebelah kiri garis impas
menunjukkan sisi kerugian, sebaliknya sisi kanan menunjukkan sisi
laba usaha. Dengan menggunakan metode grafis manajer dapat
menghindari metode matematis pada waktu tingkat penjualan yang
berbeda tengah dipertimbangkan. Metode grafis akan membantu
manajer dalam mengevaluasi akibat perubahan volume tahun lalu dan
dapat memproyeksikan volume penjualan pada tahun yang akan datang.
87
Menurut Simamora (2012:173) Grafis titik impas mempunyai
beberapa hal penting yaitu selama harga jual melebihi biaya variabel (
margin kontribusinnya positif), maka penjualan yang lebih banyak akan
menguntungkan perusahaan, baik dengan meningkatkan laba ataupun
mengurangi kerugian. Oleh karena itu, perusahaan lebih baik tetap
beroperasi karena kerugian mereka akan lebih besar lagi jika
perusahaan menghentikan atau menutup kegiatan usahanya, hal ini pada
umumnya sering terjadi pada bisnis musiman.
88
Grafik analisis BEP dapat digambarkan sebagai berikut:
89
Profit dapat dimasukkan sebagai salah satu komponen yang
mempengaruhi pendapatan, seperti yang tertulis di bawah
ini:
S = FC + VC + P
P = S - FC - VC
P = (1.500 x Rp40.000,00) – Rp24.000.000,00 – (1.500 x
Rp16.000,00)
P = Rp12.000.000,00
c. Jika hanya 600 hari-tempat tidur yang terisi dalam setahun
(BOR lebih kurang 15%), berapa tarif yang harus
ditetapkan untuk mencapai Break Even Point?
S = FC + VC
S = Rp24.000.000,00 + (600 x Rp16.000,00) =
Rp33.600.000,00
90
BAB X
Saat ini, kesadaran masyarakat Indonesia terhadap kesehatan gigi dan mulut
masih rendah dan cenderung mencari pengobatan pada waktu muncul keluhan.
Rata-rata masyarakat berkunjung ke dokter gigi dalam kondisi memerlukan
perawatan yang kompleks dengan risiko biaya yang lebih tinggi. Keadaan ini
menunjukkan bahwa effective demand untuk pengobatan gigi di Indonesia masih
rendah, yaitu hanya 7% dari populasi. Akibat terlambatnya perawatan gigi,
sebagian besar kasus penyakit gigi berakhir dengan kehilangan gigi dikarenakan
pencabutan. Pola masyarakat yang seperti ini memerlukan tindakan pencegahan
91
dan promosi yang bersifat intervensi yang hanya dapat dilakukan apabila dokter
gigi berperan pada pelayanan primer (Dewanto dan Lestari, 2014).
Kesehatan adalah hak dasar setiap orang, dan semua warga negara berhak
mendapatkan pelayanan kesehatan. UUD 1945 mengamanatkan bahwa jaminan
kesehatan bagi masyarakat, khususnya yang miskin dan tidak mampu, adalah
tanggung jawab pemerintah pusat dan daerah. Pada UUD 1945 Perubahan, Pasal
34 ayat 2 menyebutkan bahwa negara mengembangkan Sistem Jaminan Sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia. Pemerintah menjalankan UUD 1945 tersebut dengan
mengeluarkan UU No 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional
(SJSN) untuk memberikan jaminan sosial menyeluruh bagi setiap orang dalam
rangka memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak menuju terwujudnya
masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, dan makmur. Dalam UU No 36 Tahun
2009 tentang Kesehatan juga ditegaskan bahwa setiap orang mempunyai hak yang
sama dalam memperoleh akses atas sumber daya di bidang kesehatan dan
memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau.
92
lain Askes Sosial bagi pegawai negeri sipil (PNS), penerima pensiun dan veteran,
Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) Jamsostek bagi pegawai BUMN dan
swasta, serta Jaminan Kesehatan bagi TNI dan Polri. Untuk masyarakat miskin dan
tidak mampu, sejak tahun 2005 Kementerian Kesehatan telah melaksanakan
program jaminan kesehatan sosial, yang awalnya dikenal dengan nama program
Jaminan Pemeliharaan Kesehatan bagi Masyarakat Miskin (JPKMM), atau lebih
populer dengan nama program Askeskin (Asuransi Kesehatan Bagi Masyarakat
Miskin). Kemudian sejak tahun 2008 sampai dengan tahun 2013, program ini
berubah nama menjadi program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas).
1. Gotong royong.
Dengan kewajiban semua peserta membayar iuran maka akan
terjadi prinsip gotong royong dimana yang sehat membantu yang
sakit, yang kaya membantu yang miskin
2. Nirlaba.
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial tidak diperbolehkan
mencari untung. Dana yang dikumpulkan dari masyarakat adalah
dana amanat, sehingga hasil pengembangannya harus
dimanfaatkan untuk kepentingan peserta.
3. Keterbukaan, kehati – hatian, akuntabilitas, efisiensi, dan
efektivitas.
93
Prinsip manajemen ini mendasari seluruh pengelolaan dana yang
berasal dari iuran peserta dan hasil pengembangan.
4. Portabilitas.
Prinsip ini menjamin bahwa sekalipun peserta berpindah tempat
tinggal atau pekerjaan, selama masih di wilayah Negara Republik
Indonesia tetap dapat mempergunakan hak sebagai peserta JKN.
5. Kepesertaan bersifat wajib.
Agar seluruh rakyat menjadi peserta sehingga dapat terlindungi.
Penerapannya tetap disesuaikan dengan kemampuan ekonomi
rakyat dan pemerintah serta kelayakan penyelenggaraan program.
6. Dana Amanat.
Dana yang terkumpul dari iuran peserta merupakan dana titipan
kepada badan penyelenggara untuk dikelola sebaik – baiknya
demi kepentingan peserta.
7. Hasil pengelolaan dana jaminan sosial dipergunakan seluruhnya
untuk pengembangan program dan untuk sebesar – besar
kepentingan peserta.
94
pemulihan (rehabilitatif). Tujuan pelayanan paripurna yang
sesuai masalah pasien adalah untuk menciptakan paradigma
sehat.
4. Paradigma sehat
Dokter gigi dituntut mampu mendorong masyarakat dapat
bersikap mandiri. Dokter gigi harus memotivasi masyarakat
untuk menjaga kesehatan mereka sendiri dan keluarga.
5. Pelayanan berkesinambungan (continous care)
Pelayanan primer diharapkan menjadi media terbinanya
pelayanan yang berkesinambungan. Dokter gigi dalam
pelayanan primer perlu membina hubungan dengan pasien
yang berlangsung jangka panjang dan berkesinambungan
dalam tahap kehidupan pasien.
6. Koordinasi dan kolaborasi
Dokter gigi di fasilitas kesehatan tingkat pertama perlu
berkonsultasi dengan disiplin ilmu lain atau merujuk ke dokter
gigi spesialis. Dokter gigi perlu memberi informasi kepada
pasien dalam mengatasi masalah.
7. Family and community oriented
Dokter gigi di fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama
dalam menangani masalah pasien perlu mempertimbangkan
kondisi pasien terhadap keluarga. Dokter gigi juga perlu
meninjau pengaruh sosial budaya sekitarnya.
95
dan keadaan ini cenderung meningkat dengan bertambahnya usia, yang
mana hal ini akan berpengaruh juga terhadap tingkat kesehatan masyarakat
secara umumnya (Riskesdas, 2013). Mengingat tingkat urgensi dari
kesehatan, World Health Assembly (WHA) mengeluarkan kebijakan
Universal Health Coverage (UHC) pada tahun 2005 yang wajib diterapkan
oleh setiap negara yang menjadi anggota asosiasinya, termasuk Negara
Kesatuan Republik Indonesia (Lestari, 2013).
96
peserta BPJS Kesehatan, provider, maupun bagi pihak BPJS Kesehatan itu
sendiri (Maharani, 2009).
97
merupakan pelayanan tingkat lanjutan yang diberikan berdasarkan rujukan
dari pelayanan primer atau tingkat pertama (BPJS Kesehatan, 2014).
98
Berdasarkan Peraturan Presiden No. 32 tahun 2014 jasa pelayanan
kesehatan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FTKP) adalah sekurang-
kurangnya 60% dari total dana kapitasi JKN dan sisanya dimanfaatkan
untuk biaya operasional. Pembagian jasa pelayanan kesehatan menurut
pertimbangan jenis ketenagaan dan/atau jabatan dan kehadiran.
Salah satu contoh penerapan pelayanan kesehatan gigi di era JKN ini
adalah yang telah diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan). Pemberlakuan pelayanan kesehatan
berjenjang pada program JKN yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan,
telah membedakan pelayanan kesehatan gigi dan mulut menjadi 3 tingkatan
menurut Dewanto dan Lestari (2014), yaitu :
1. Pelayanan primer, dilakukan oleh seorang dokter gigi umum
2. Pelayanan sekunder, oleh dokter gigi spesialis
3. Pelayanan tersier, oleh dokter gigi sub spesialis atau
konsultan
Menurut Dewanto dan Lestari (2014) pelayanan kedokteran gigi yang
tercakup dalam JKN antara lain :
1. Konsultasi
2. Pencabutan gigi sulung
3. Pencabutan gigi permanen
4. Tumpatan dengan Resin Komposit (tumpatan sinar)
5. Tumpatan dengan semen ionomer kaca
6. Pulp capping (proteksi pulpa)
7. Kegawatdaruratan oro-dental
8. Scaling (pembersihan karang gigi) satu kali per tahun
9. Premedikasi/pemberian obat
10. Protesa gigi (gigi tiruan lengkap maupun sebagian dengan
ketentuan yang diatur tersendiri)
99
Dibawah ini adalah contoh penghitungan JKN pada kasus
pencabutan gigi permanen: Seorang dokter merawat pasien cabut gigi
permanen dengan utilisasi 0.6 dan total tarif sebesar Rp 120.000 serta
kapitasinya 720, maka dapat dibuat simulasi perhitungan terhadap tindakan
satu (1) tindakan KG yang memerlukan pembiayaan sebagai berikut:
1. Perhitungan estimasi jumlah kunjungan dengan utilisasi
(persentase pemanfaatan) 0.6 sebesar 60 kunjungan per bulan.
2. Perhitungan penggunaan dana kapitasi dokter gigi dengan kasus
cabut gigi permanen dengan utilisasi 0.6 maka dapat
diperkirakan jumlah kebutuhan belanja bahan (variable cost)
dokter gigi yang dikontrak BPJS (dengan asumsi jumlah peserta
10.000 dan utilisasi 0.6 sehingga estimasi angka kunjungan
perbulan 60 kunjungan), maka perkiraan belanja bahan medis
habis pakai dalam waktu sebulan sebesar Rp. 1.800.000 atau
sebesar 25% dari total kapitasi yang diterima.
Dengan demikian, per tindakan besar bahan medis habis pakai
adalah Rp1.800.000/60 = Rp30.000
3. Budget investasi peralatan yang menjadi satu dengan budget
jasa layanan maka ilustrasi perhitungannya adalah sebagai
berikut:
Dental Chair:
o Asumsi harga dental chair dengan merek China sebesar =
Rp45.000.000.
o Estimasi lama penggunaan adalah 3 tahun sehingga biaya yang
digunakan per bulan adalah Rp45.000.000/(3*12) = Rp1.250.000.
o Estimasi biaya penggunaan dental chair per tindakan adalah
Rp1.250.000/60=Rp20.833,33333.
Dental Instrument:
100
Dental Instrument adalah peralatan pendukung Dokter Gigi
agar dapat melaksanakan praktek sesuai mutu yang ditetapkan
(standar). Kebutuhan tersebut, antara lain:
- alat autoclave untuk sterilisasi,
- kompresor / gas untuk menggerakkan contra angel (high
speed / low speed) agar bur dapat berputar,
- alat set tang cabut dan bein / cryer,
- Diagnostic kit dokter gigi,
- Light cure unit dan set tambal untuk melakukan
penambalan gigi,
- alat scaler untuk membersihkan karang gigi
o Estimasi pembiayaan dental instrument per bulan adalah
Rp57.000.000/(3*12) = Rp1.583.333,333.
o Estimasi biaya dental instrument per tindakan adalah
Rp1.583.333,333/60 = Rp26.388,88888.
Tempat:
Praktek Dokter gigi harus mempunyai aksesibilitas yang
mudah bagi pesertanya (termasuk krendensialing BPJS) sehingga
banyak praktek Dokter Gigi atau klinik Dokter Gigi menyewa tempat
yang berada di pinggir jalan (walaupun bukan jalan utama).
o Alokasi budget untuk sewa tempat ini memang masih rendah (dan
mungkin belum layak / mencukupi) dikarenakan keterbatasan dari
nilai kapitasi yang ada saat ini, besaran alokasi uang tempat sewa
adalah Rp24.000.000/tahun atau Rp2.000.000 per bulan.
o Estimasi biaya sewa tempat pertindakan Rp2.000.000/60 =
Rp33.333,33333.
o Total Biaya Kebutuhan Investasi = Rp20.833,33333 +
Rp26.388,88888 + Rp33.333,33333 = Rp80.555.55554.
4. Maintenace Cost
Maintenance cost merupakan biaya yang dikeluarkan untuk merawat
sistem dalam masa operasi seperti biaya perawatan dental chair dan
fasilitas lain.
101
o Asumsi maintenance cost klinik Dokter Gigi dalam enam bulan
adalah Rp3.400.000
o Estimasi maintenance cost pertindakan adalah Rp3.400.000/(6*60)
= Rp9444,4445.
5. Total Unit Cost Per Tindakan Kedokteran Gigi
= Biaya Kebutuhan Bmph + Biaya Kebutuhan Investasi +
Maintenance Cost
= Rp30.000 + Rp80.555.55554 + Rp9444,4445
= Rp120.000.
102
DAFTAR PUSTAKA
Bowersox Dan Cooper, 2010, Supply Chain Logistics Management, Third Edition,
Mcgraw Hill Companies Inc, New York
Dewanto, I., Dan Lestari, N.I. 2014. Panduan Pelaksanaan Pelayanan Kedokteran
Gigi Dalam Sistem Jaminan Kesehatan Nasional. Jakarta: Pengurus Besar
Pdgi.
Dillon, Ray D. 1979. Zero Base Budgeting For Health Care Institution. Maryland:
Aspen SyStem Corporation.
Horngren, Charles T & Foster, George. 1988. Alih Bahasa Oleh Marianus Sinaga.
Akuntansi Biaya. Jakarta: Erlangga.
Imron, Moch. 2009. Manajemen Logistik Rumah Sakit. Jakarta: Cv. Sagung Seto
Jamison, Dt., Et Al. 2006. Priorities In Health. Washington (Dc): The International
Bank For Reconstruction And Development / The World Bank.
103
Kepmenkes. 2007. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No.128/Menkes/Sk/Ii/2004 Tentang Kebijaksanaan Dasar Pusat Kesehatan
Masyarakat. Jakarta: Pedoman Pelayanan Kesehatan Puskesmas Depkes Ri.
Lestari, A.B., 2013. Jaminan Kesehatan Nasional Dan Peran Bpjs Kesehatan.
Yogyakarta : Pt.Askes.
Prasetya, Hery & Fitri Lukiastuti. 2009. Manajemen Operasi. Yogyakarta: Media
Pressindo
104
Primadinta, (2009). Analisa Cost Sharing Perhitungan Tarif Hemodialisis (HD)
Masyarakat Miskin Di rumah Sakit Umum PKU Muhammadiyah Unit 1
Yogyakarta, Skripsi S1 Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat UAD,
Yogyakarta
105