Sindrom Koroner Aku 1
Sindrom Koroner Aku 1
PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
Agar Mahasiswa Dapat Memahami atau Mengetahui penyakit Dari Sindrom Koroner
Akut.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.2 Etiologi
Penyebab dari Sindrom Koroner Akut ini adalah trombus tidak oklusif pada
plak yang sudah ada, obstruksi dinamik (spasme koroner atau vasokonstriksi),
obstruksi mekanik yang progresif, inflamasi dan/atau infeksi, faktor atau
keadaan pencetus. Suatu plak fibrous adalah lesi khas dari arteriosklerosis. Lesi
ini dapat bervariasi ukurannya dalam dinding pembuluh darah, yang dapat
mengakbatkan obstruksi aliran darah parsial maupun komplet.
Bebrapa faktor penyebab terjadinya sindroma koroner akut :
a. Atherisclerosis
Merupakan kausa tersering yang ditemukan pada SKA.perjalanan proses
aterosklerosis (initiation, progresion dan complication), secara bertahap
berjalan dari sejak usia muda bahkan dikatakan juga sejak usia anak-anak
sudah terbentuk bercak-bercak garis lemak (fatty streaks) pada permukaan
lapis dalam pembuluh darah, dan lambat laun pada usia tua dapat
berkembang menjadi bercak sklerosis (plak atau kerak pada pembuluh
darah) sehingga terjadinya penyempitan dan/atau penyumbatan pembuluh
darah
b. Trombosis
Trombosis merupakan proses pembentuksn atau adanya darah beku yang
terdapat didalam pembuluh darah atau kavitas jantung
c. Spasme
Vasokontriksi tampaknya diperantarai oleh adanya histamine, serotinin,
katekolamin dan faktor-faktor yang berasal dari endotel. Spasme dapat
terjadi kapan saja, nyeri dada sering tidak berkaitan dengan olah raga
Terdapat bebrapa faktor pada sindroma koroner akut : (Rochfika, 2019)\
a. Faktro resiko dinamis
1. Dislipidemia
Dislipidemia merupakan salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya
sindrom koroner akut disebabkan karena masyarakt kurang
memperhatikan makan-makanan yang seimbang serta lebih suka makan-
makan junk food. Aterosklerosis merupakan penyebab terjadinya sindrom
koroner akut. Dislipidemia menyebabkan kerusakan pada endotel
pembulu darah. Jika kematian endotel terjadi akibat dari oksidasi yang
menyebabkan adanya respon inflamasi. Plak yang terjadi bisa menjadi
tidak stabil dan mengalami ruptur sehingga terjadi SKA (Faridah et al.,
2016).
2. Hipertensi
Pasien yang menderita hipertensi memiliki kejadian 7,5 kali lebih besar
terjadi dari pada yang tidak hipertensi. Setiap kenaikan 10 mmHg tekanan
darah sistoledan 5 mmHg tekanan darah diastole makan akan
meningkatkan risiko SKA (Mawardy et al., 2015)
3. Obesitas
Obesitas tidak selalu menjadi faktor yang menyebabkan terjadinya
sindrom koroner akut dikarenakan pada penderita sindrom koroner akut
masih banyak faktor lain yang mempengaruhi terutama pola hidup yang
kurang sehat. Indeks massa tubuh sebagai alat antropometri yang lebih
dikenal di masyarakat dianggap kurang peka terhadap tingginya deposit
lemak tubuh pada orang dewasa yang sering berhubungan dengan
terjadinya SKA. Massa tubuh terdiri dari berat lemak. (Andramoyo &
Nurhayati, 2013; Supriyono, 2010)
4. Merokok
Perilaku merokok dapat menyebabkan sindrom koroner akut tergantung
dari lama merokok dan banyaknya yang dihisap oleh seseorang.
(Cardiovascular Risk Factor, 2015)
b. Faktor resiko mutlak
1. Usia
Mayoritas usia penderita SKA berusia lebih dari 45 tahun menurut teori
seseorang yang berisiko menderita sindrom koroner akut, pada laki-laki
berusia lebih dari 45 tahun sedangkan pada perempuan berusia sedangkan
pada perempuan berusia kurang lebih 55 tahun. Semakin bertambahnya
usia maka pembuluh darah seseorang akan mengalami perubahan yang
berangsur secara terus menerus yang dapat mempengaruhi fungsi jantung
(Long et al., 2011; Susilo, 2015).
2. Jenis kelamin pria
Pernyataan WHO yang menyatakan bahwa pasien yang terdiagnosis
sindrom koroner akut mayoritas terjadi pada laki-laki. Penderita SKA
terbanyak yaitu pada laki-laki dengan jumlah 44 orang (77%) dari 71
responden (Indrawati et al., 2018).
3. Gen
Riwayat keturunan yang dapat menyebabkan terjadinya SKA itu hanya
sedikit yang terdapat pada sebuah penelitian hal ini diduga karena
kurangnya pengetahuan tentang penyakit ini dan kurang mengetahui
tentang riwayat penyakit pada keluarganya yang lain. (Wahid et al., 2019)
2.1.3 Patofisiologi
Sebagian besar Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah manifestasi akut dari plak
ateroma pembuluh darah koroner yang koyak atau pecah. Hal ini berkaitan
dengan perubahan komposisi plak dan penipisan tudung fibrus yang menutupi
plak tersebut. Kejadian ini akan diikuti oleh proses agregasi trombosit dan
aktivasi jalur koagulasi. Terbentuklah trombus yang kaya trombosit (white
thrombus). Trombus ini akan menyumbat liang pembuluh darah koroner, baik
secara total maupun parsial, atau menjadi mikroemboli yang menyumbat
pembuluh koroner yang lebih distal. Selain itu terjadi pelepasan zat vasoaktif
yang menyebabkan vasokonstriksi sehingga memperberat gangguan aliran
darah koroner. Berkurangnya aliran darah koroner menyebabkan iskemia
miokardium. Pasokan oksigen yang berhenti sekitar 20 menit menyebabkan
miokardium mengalami nekrosis (infark miokard). Infark miokard tidak selalu
disebabkan oleh oklusi total pembuluh darah koroner. Obstruksi subtotal yang
disertai vasokonstriksi yang dinamis dapat menyebabkan terjadinya iskemia dan
nekrosis jaringan otot jantung (miokard). Akibat dari iskemia, selain nekrosis,
adalah gangguan kontraktilitas miokardium karena proses hibernating dan
stunning (setelah iskemia hilang), distritmia dan remodeling ventrikel
(perubahan bentuk, ukuran dan fungsi ventrikel). Sebagian pasien SKA tidak
mengalami koyak plak seperti diterangkan di atas. Mereka mengalami SKA
karena obstruksi dinamis akibat spasme lokal dari arteri koronaria epikardial
(Angina Prinzmetal). Penyempitan arteri koronaria, tanpa spasme maupun
trombus, dapat diakibatkan oleh progresi plak atau restenosis setelah Intervensi
Koroner Perkutan (IKP). Beberapa faktor ekstrinsik, seperti demam, anemia,
tirotoksikosis, hipotensi, takikardia, dapat menjadi pencetus terjadinya SKA
pada pasien yang telah mempunyai plak aterosklerosis.
2.1.6 Pengobatan
1. Tirah baring (Kelas I-C)
2. Suplemen oksigen harus diberikan segera bagi mereka dengan saturasi O2
arteri <95% atau yang mengalami distres respirasi (Kelas I-C)
3. Suplemen oksigen dapat diberikan pada semua pasien SKA dalam 6 jam
pertama, tanpa mempertimbangkan saturasi O2 arteri (Kelas IIa-C)
4. Aspirin 160-320 mg diberikan segera pada semua pasien yang tidak
diketahui intoleransinya terhadap aspirin (Kelas I-A). Aspirin tidak bersalut
lebih terpilih mengingat absorpsi sublingual (di bawah lidah) yang lebih
cepat (Kelas I-C)
5. Penghambat reseptor ADP (adenosine diphosphate)
6. Nitrogliserin (NTG) spray/tablet sublingual bagi pasien dengan nyeri dada
yang masih berlangsung saat tiba di ruang gawat darurat (Kelas I-C). jika
nyeri dada tidak hilang dengan satu kali pemberian, dapat diulang setiap
lima menit sampai maksimal tiga kali. Nitrogliserin intravena diberikan pada
pasien yang tidak responsif dengan terapi tiga dosis NTG sublingual (kelas I-
C). dalam keadaan tidak tersedia NTG, isosorbid dinitrat (ISDN) dapat
dipakai sebagai pengganti.
7. Morfin sulfat 1-5 mg intravena, dapat diulang setiap 10-30 menit, bagi
pasien yang tidak responsif dengan terapi tiga dosis NTG sublingual (kelas
IIa-B).
Arterisoklerosis
Disfungsi
endotel
↑ LDL dan
↓HDL
Magrofag
mencerna LDL
Menjadi sel
foam
membentuk
fatty sreaks
Kapsul fibrosis
menipis
Ruptur plak
Terbentuknya
bekuan pada
bagian yang
ruptur
↑ Asam laktat
Hipoksia sel
miokard
Nyeri dada
Integritas sel
berubah
Nyeri Akut
Backward
faillure
Transudasi
cairan
Pengembangan
Edema paru paru tidak
normal
Intoleransi Pola Nafas
Aktifitasfisik
Kelelahan Tidak Efektif
Dispnea
2.2.3 Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut
4. Intoleransi aktifitas
1. Anjurkan asupan
cairan 2000 ml/hari
jika tidak kontra
indikasi
2. Ajarkan teknik batuk
efektif
Kolaborasi
1. Pemberian
bronkodilator,ekspektor
an, mukoliti jika perlu
1. Kolaborasi dengan
ahli gizi tentang cara
menigkatkan asupan
makanan
(persatuan perawat nasional Indonesia (2016) buku SDKI, SLKI, SIKI, jakrta: TIM pokja)
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
Diharapkan bagi mahasiswa agar dapat dijadikan sebagai referensi mata kuliah
keperawatan kritis. Sehingga mahasiswa dapat mengetahui apa yang dimaksud dengan
Sindrom Koroner Akut dan bagaimana memberikan asuhan keperawatan kepada pasien
dengan Sindrom Koroner Akut dengan tepat.
DAFTAR PUSTAKA
Bakara, D. M., Ibrahim, K., Sriati, A., Bengkulu, P. K., Keperawatan, F., & Padjadjaran, U.
(n.d.). Efek Spiritual Emotional Freedom Technique terhadap Cemas dan Depresi ,
Sindrom Koroner Akut Effect of Spiritual Emotional Freedom Technique on Anxiety
and Depresseion in Patients with Acute Coronary Syndrome. 1(April 2013), 1–8.
Mirza, A. J., Taha, A. Y., & Khdhir, B. R. (2018). Risk factors for acute coronary syndrome
in patients below the age of 40 years. The Egyptian Heart Journal, 70 (4), 233–235.
https://doi.org/10.1016/j.ehj.2018.05.005
Wahid, A., Risiko, F., & Koroner, S. (2019). PADA PASIEN RAWAT INAP RUANG TULIP
Sindrom Koroner Akut merupakan. 3(1), 6–12.
Eckel, R. H. Jakicic, J. M., Ard, J. D., et al. (2013). 2013 AHA/ACC guideline on lifestyle
managent to reduce cardiovascular risk: report of the American college of
Cardiologi/American Heart Association Task Force on Practice Guideline.
Circulation, 123 (Suppl.2), S76-S99.