Anda di halaman 1dari 39

1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Proses eliminasi pada manusia digolongkan menjadi dua macam, yaitu
eliminasi urin dan eliminasi alvi. Eliminasi urine merupakan suatu sistem dimana
terjadinya proses penyaringan darah sehingga darah bebas dari zat-zat yang tidak
dipergunakan oleh tubuh dan menyerap zat-zat yang masih dipergunakan oleh
tubuh. Zat-zat yang tidak dipergunakan oleh tubuh larut dalam air dan
dikeluarakan berupa air urine (air kemih) sedangkan eliminasi alvi adalah
pembuangan sisa metabolisme makanan dari dalam tubuh yang tidak dibutuhkan
lagi dalam bentuk bowel (feses). Organ-organ yang berperan dalam pembuangan
eliminasi bowel adalah saluran gastrointestinal yang dimulai dari mulut sampai
anus (Wahid, 2016). Kebutuhan eliminasi merupakan salah satu dari kebutuhan
dasar manusia. Dalam pemenuhan kebutuhan eliminasi sangat diperlukan
pengawasan terhadap masalah yang berhubungan dengan gangguan kebutuhan
eliminasi. (fitriana, 2017). Gangguan kebutuhan eliminasi yang sering terjadi pada
manusia antara lain gagal ginjal pada eliminasi urin dimana ginjal sendiri
memiliki peranan yang sangat besar pada sistem perkemihan manusia atau
gangguan eliminasi alvi seperti diare. Tidak hanya itu saja namun masih banyak
penyakit lainnya yang mengganggu proses eliminasi pada manusia. Di RSUD dr.
Doris Sylvanus pasien dengan gangguan eliminasi diantaranya gagal ginjal kronik
yang rutin menjalani hemodialisa, pasien dengan penyakit jantung seperti Chronic
Heart Failure juga sering mengalami gangguan pada sistem eliminasi. Di Ruang
ICVCU RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya pasien dengan gangguan sistem
elminasi antara lain pasien CHF dan hipertensi.
Gangguan eliminasi urin didapatkan data World Health Organization,
menyebutkan pertumbuhan jumlah penderita gagal ginjal pada tahun 2013 telah
meningkat 50% dari tahun sebelumnya. Di Amerika Serikat jumlahnya
diperkirakan lebih dari 650.000 kasus. Selain itu sekitar 6 juta hingga 20 juta
individu di Amerika diperkirakan mengalami penyakit ginal kronik tahap awal.
Pada tahun 2013 di Indonesia jumlah penderita gagal ginjal kronik sekitar 300.000

1
2

orang dan yang menjalani terapi sebanyak 25.600 dan sisanya tidak tertangani.
Dari data yang didapat jumlah pasien yang menjalani hemodialisa di RSUD dr.
Doris Sylvanus Palangka Raya pada tahun 2016 (Januari-Desember) sebanyak
302 pasien, tahun 2017 (Januari-Desember) sebanyak 364 pasien, dan tahun 2018
(Januari-Oktober) sebanyak 253 pasien. Sedangkan data gangguan eliminasi alvi
didapatkan data diare dari World Health Organization (2011) melaporkan bahwa
14% penyebab utama kematian pada balita adalah Diare. Menurut Riskesdas
2014, insiden diare berdasarkan gejala sebesar 3,5% (kisaran provinsi 1,6% -
6,3%) dan insiden diare pada balita sebesar 6,7% (kisaran provinsi 3,3% - 10,2%).
Sedangkan periode prevalance diare berdasarkan gejala sebesar 7%. Selain itu
penyakit seperti Chronic Heart Failure (CHF) juga sering mengalami gangguan
pada sistem eliminasi. Penderita gagal jantung atau CHF di Indonesia pada tahun
2012 menurut data dari Departemen Kesehatan mencapai 14.449 jiwa penderita
yang menjalani rawat inap di rumah sakit. Pada tahun 2012 di Jawa Tengah
terdapat 520 penderita CHF dan menjalani rawat inap (RISKESDAS, 2014).
Proses eliminasi pada manusia sangatlah penting sehingga menjadi kebutuhan
dasar manusia mengingat tubuh manusia setiap harinya selalu bekerja dan
membuang zat-zat sisa yang tidak lagi diperlukan oleh tubuh. Melalui proses
eliminasi zat-zat sisa metabolisme akan dibuang keluar tubuh sehingga organ-
organ yang berperan pada proses eliminasi urin maupun eliminasi alvi sangatlah
memiliki peranan yang besar. Jika salah satu organ tersebut terdapat gangguan
ataupun kelainan maka tentu akan berdampak pada proses eliminasi.
Peran perawat dalam memberikan asuhan keperawatan sangat dibutuhkan baik
promotif, preventif, kuratif, maupun rehabilitatif dalam pemenuhan kebutuhan
dasar manusia khususnya dalam pemenuhan kebutuhan eliminasi urin. Sehingga
dapat dilihat dari “Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan Pada Pasien
dengan Gangguan Pemenuhan Kebutuhan Dasar Manusia (Eliminasi)”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka dirumuskan masalah
“Bagaimana Laporan Pendahuluan dan Penerapan Asuhan Keperawatan Pada
Pasien dengan Gangguan Pemenuhan Kebutuhan Dasar Manusia (Eliminasi) di
Ruang ICVCU RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya?”.
3

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Didapatkan kemampuan menyusun laporan pendahuluan dan asuhan
keperawatan tentang kebutuhan dasar manusia (eliminasi).
1.3.2 Tujuan Khusus
Mampu menerapkan proses keperawatan dengan masalah gangguan
pemenuhan kebutuhan dasar manusia (eliminasi).
1.3.2.1 Pengkajian asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan pemenuhan
kebutuhan dasar manusia (eliminasi).
1.3.2.2 Menentukan diagnosa keperawatan pada pasien dengan gangguan
pemenuhan kebutuhan dasar manusia (eliminasi).
1.3.2.3 Membuat intervensi/perencanaan keperawatan pada pasien dengan
gangguan pemenuhan kebutuhan dasar manusia (eliminasi).
1.3.2.4 Melakukan implementasi keperawatan pada pasien dengan gangguan
pemenuhan kebutuhan dasar manusia (eliminasi).
1.3.2.5 Melakukan evaluasi keperawatan pada pasien dengan gangguan
pemenuhan kebutuhan dasar manusia (eliminasi).
1.4 Manfaat
Manfaat dalam penulisan ini terbagi menjadi teoritis dan praktis yaitu sebagai
berikut:
1.4.1 Teoritis
Adanya asuhan keperawatan ini diharapkan dapat menambah ilmu
pengetahuan dan dapat menjadi bahan masukan dan informasi serta sebagai bahan
pembelajaran dan untuk memperkuat teori serta meningkatkan mutu profesi
keperawatan dalam melaksanakan asuhan keperawatan dengan gangguan
pemenuhan kebutuhan dasar manusia (eliminasi).
1.4.2 Praktis
1.4.2.1 Bagi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK)
Manfaat penelitian bagi perkembangan ilmu pengetahuan teknologi
dilaksanakan sebagai kosntribusi dalam mengembangkan ilmu pengetahuan serta
dapat diaplikasikan dalam asuhan keperawatan.
4

1.4.2.2 Bagi Mahasiswa


Manfaat asuhan keperawatan ini diharapkan mahasiswa dapat
mengembangkan dan mengaplikasikan ilmu pengetahuan tentang keperawatan
yang didapat selama pendidikan dengan kenyataan yang ada di lapangan.
5

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian
Eliminasi urine merupakan suatu sistem dimana terjadinya proses
penyaringan darah sehingga darah bebas dari zat-zat yang tidak dipergunakan oleh
tubuh dan menyerap zat-zat yang masih dipergunakan oleh tubuh. Zat-zat yang
tidak dipergunakan oleh tubuh larut dalam air dan dikeluarakan berupa air urine
(air kemih) (Wahid, 2016).
2.2 Anatomi Fisiologi
2.2.1 Ginjal (Ren)
Ginjal terletak pada dinding posterior di belakang peritoneum pada kedua
sisi vertebra torakalis ke-12 sampai vertebra lumbalis ke-3. Bentuk ginjal seperti
biji kacang. Ginjal kanan sedikit lebih rendah dari ginjal kiri, karena adanya lobus
hepatis dextra yang besar (Sugeng, 2011).
2.2.2 Fungsi ginjal
Fungsi ginjal adalah memegang peranan penting dalam pengeluaran zat-zat
toksis atau racun, mempertahankan suasana keseimbangan cairan,
mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa dari cairan tubuh, dan
mengeluarkan sisa-sisa metabolisme akhir dari protein ureum, kreatinin dan
amoniak.
2.2.3 Struktur ginjal
Setiap ginjal terbungkus oleh selaput tipis yang disebut kapsula fibrosa,
terdapat korteks renalis di bagian luar, yang berwarna cokelat gelap, medulla
renalis di bagian dalam yang berwarna cokelat lebih terang dibandingkan korteks.
Bagian medulla berbentuk kerucut yang disebut piramides renalis, puncak kerucut
tadi menghadap kaliks yang terdiri dari lubang-lubang kecil yang disebut papilla
renalis (Sugeng, 2011). Hilum adalah pinggir medial ginjal berbentuk konkaf
sebagai pintu masuknya pembuluh darah, pembuluh limfe, ureter dan nervus.
Pelvis renalis berbentuk corong yang menerima urin yang diproduksi ginjal.
Terbagi menjadi dua atau tiga calices renalis majores yang masing-masing akan
bercabang menjadi dua atau tiga calices renalis minores. Struktur halus ginjal

5
6

terdiri dari banyak nefron yang merupakan unit fungsional ginjal. Diperkirakan
ada 1 juta nefron dalam setiap ginjal. Nefron terdiri dari: glomerulus, tubulus
proximal, ansa henle, tubulus distal dan tubulus urinarius.
2.2.4 Proses pembentukan urin
Tahap pembentukan urin
1) Proses filtrasi, di glomerulus
Terjadi penyerapan darah yang tersaring adalah bagian cairan darah kecuali
protein. Cairan yang tersaring ditampung oleh simpai bowmen yang terdiri
dari glukosa, air, sodium, klorida, sulfat, bikarbonat dll, diteruskan ke tubulus
ginjal. Cairan yang disaring disebut filtrat glomerulus.
2) Proses reabsorbsi
Pada proses ini terjadi penyerapan kembali sebagian besar dari glukosa,
sodium, klorida fosfat dan beberapa ion bikarbonat. Prosesnya terjadi secara
pasif (obligator reabsorbsi) di tubulus proximal. Sedangkan pada tubulus
distal terjadi kembali penyerapan sodium dan ion bikarbonat bila diperlukan
tubuh. Penyerapan terjadi secara aktif (reabsorbsi fakultatif) dan sisanya
dialirkan pada papilla renalis.
3) Proses sekresi
Sisa dari penyerapan kembali yang terjadi di tubulus distal dialirkan ke
papilla renalis selanjutnya diteruskan ke luar (Sugeng, 2011).
2.2.5 Ureter
Terdiri dari 2 saluran pipa masing-masing bersambung dari ginjal ke vesika
urinaria. Panjangnya ±25-34 cm, dengan penampang 0,5 cm. Ureter sebagian
terletak pada rongga abdomen dan sebagian lagi terletak pada rongga pelvis.
Lapisan dinding ureter menimbulkan gerakan-gerakan peristaltik yang mendorong
urin masuk ke dalam kandung kemih.
Lapisan dinding ureter terdiri dari:
1) Dinding luar jaringan ikat (jaringan fibrosa)
2) Lapisan tengah lapisan otot polos
3) Lapisan sebelah dalam lapisan mukosa
7

2.2.6 Vesika urinaria (kandung kemih)


Vesika urinaria bekerja sebagai penampung urin. Organ ini berbentuk
seperti buah pir (kendi). Letaknya di belakang simfisis pubis di dalam rongga
panggul. Vesika urinaria dapat mengembang dan mengempis seperti balon karet.
2.2.7 Uretra
Merupakan saluran sempit yang berpangkal pada vesika urinaria yang
berfungsi menyalurkan air kemih ke luar. Pada laki-laki panjangnya kira-kira
13,7-16,2 cm, terdiri dari:
1) Uretra pars prostatika
2) Uretra pars membranosa
3) Uretra pars spongiosa.
Uretra pada wanita panjangnya kira-kira 3,7-6,2 cm. sphincter uretra terletak
di sebelah atas vagina (antara clitoris dan vagina) dan uretra disini hanya sebagai
saluran ekskresi (Sugeng, 2011).
2.3 Klasifikasi
Proses eliminasi diklasifikasikan menjadi dua yaitu:
1) Eliminasi urine
2) Eliminasi Alvi
2.4 Patofisiologi
Gangguan pada eliminasi sangat beragam seperti yang telah dijelaskan di atas.
Masing-masing gangguan tersebut disebabkan oleh etiologi yang berbeda. Pada
pasien dengan usia tua, trauma yang menyebabkan cedera medulla spinal, akan
menyebabkan gangguan dalam mengkontrol urin/ inkontinensia urin. Gangguan
traumatik pada tulang belakang bisa mengakibatkan kerusakan pada medulla
spinalis. Lesi traumatik pada medulla spinalis tidak selalu terjadi bersama-sama
dengan adanya fraktur atau dislokasi. Tanpa kerusakan yang nyata pada tulang
belakang, efek traumatiknya bisa mengakibatkan efek yang nyata di medulla
spinallis. Cedera medulla spinalis (CMS) merupakan salah satu penyebab
gangguan fungsi saraf termasuk pada persyarafan berkemih dan defekasi.
Komplikasi cedera spinal dapat menyebabkan syok neurogenik dikaitkan
dengan cedera medulla spinalis yang umumnya dikaitkan sebagai syok spinal.
Syok spinal merupakan depresi tiba-tiba aktivitas reflex pada medulla spinalis
8

(areflexia) di bawah tingkat cedera. Dalam kondisi ini, otot-otot yang dipersyarafi
oleh bagian segmen medulla yang ada di bawah tingkat lesi menjadi paralisis
komplet dan fleksid, dan refleks-refleksnya tidak ada. Hal ini mempengaruhi
refleks yang merangsang fungsi berkemih dan defekasi. Distensi usus dan ileus
paralitik disebabkan oleh depresi refleks yang dapat diatasi dengan dekompresi
usus, pada komplikasi syok spinal terdapat tanda gangguan fungsi autonom
berupa kulit kering karena tidak berkeringat dan hipotensi ortostatik serta
gangguan fungsi kandung kemih dan gangguan defekasi.
Proses berkemih melibatkan 2 proses yang berbeda yaitu pengisian dan
penyimpanan urine dan pengosongan kandung kemih. Hal ini saling berlawanan
dan bergantian secara normal. Aktivitas otot-otot kandung kemih dalam hal
penyimpanan dan pengeluaran urin dikontrol oleh sistem saraf otonom dan
somatik. Selama fase pengisian, pengaruh sistem saraf simpatis terhadap kandung
kemih menjadi bertekanan rendah dengan meningkatkan resistensi saluran kemih.
Penyimpanan urin dikoordinasikan oleh hambatan sistem simpatis dari aktivitas
kontraktil otot detrusor yang dikaitkan dengan peningkatan tekanan otot dari leher
kandung kemih dan proksimal uretra.
Pengeluaran urine secara normal timbul akibat dari kontraksi yang simultan
otot detrusor dan relaksasi saluran kemih. Hal ini dipengaruhi oleh sistem saraf
parasimpatis yang mempunyai neurotransmiter utama yaitu asetilkholin, suatu
agen kolinergik. Selama fase pengisian, impuls afferen ditransmisikan ke saraf
sensoris pada ujung ganglion dorsal spinal sakral segmen 2-4 dan informasikan ke
batang otak. Impuls saraf dari batang otak menghambat aliran parasimpatis dari
pusat kemih sakral spinal. Selama fase pengosongan kandung kemih, hambatan
pada aliran parasimpatis sakral dihentikan dan timbul kontraksi otot detrusor.
Hambatan aliran simpatis pada kandung kemih menimbulkan relaksasi pada
otot uretra trigonal dan proksimal. Impuls berjalan sepanjang nervus pudendus
untuk merelaksasikan otot halus dan skelet dari sphincter eksterna. Hasilnya
keluarnya urine dengan resistensi saluran yang minimal. Pasien post operasi dan
post partum merupakan bagian yang terbanyak menyebabkan retensi urine akut.
Fenomena ini terjadi akibat dari trauma kandung kemih dan edema sekunder
akibat tindakan pembedahan atau obstetri, epidural anestesi, obat-obat narkotik,
9

peregangan atau trauma saraf pelvik, hematoma pelvik, nyeri insisi episiotomi
atau abdominal, khususnya pada pasien yang mengosongkan kandung kemihnya
dengan manuver Valsalva. Retensi urine pos operasi biasanya membaik sejalan
dengan waktu dan drainase kandung kemih yang adekuat.
2.5 Manifestasi Klinis
2.5.1 Urgensi
Urgensi adalah keinginan berkemih sesegera mungkin yang disebabkan
kandung kemih penuh, iritasi kandung kemih akibat infeksi, kandung kemih yang
terlalu aktif, stress psikologis.
2.5.2 Disuria
Disuria adalah nyeri atau sulit berkemih yang disebabkan oleh inflamasi
kandung kemih, trauma/inflamasi sfingter uretra.
2.5.3 Hesitansi
Hesitansi adalah kesulitan memulai berkemih yang disebabkan pembesaran
prostat, ansietas, dan edema uretra.
2.5.4 Poliuria
Poliuria adalah berkemih dengana volume besar (±2,5 liter per hari) yang
disebabkan oleh asupan cairan berlebih, diabetes mellitus atau insipidus, obat
diuretik, dieresis pascaobstruksi.
2.5.5 Oliguria
Oliguria adalah keluaran urin yang berkurang dibandingkan asupan
(biasanya 400 ml per 24 jam) yang disebabkan oleh dehidrasi, gagal ginjal, dan
ISK (Infeksi Saluran Kemih).
2.5.6 Nokturia
Nokturia adalah berkemih satu kali atau berlebih pada malam hari yang
disebabkan asupan cairan berlebih sebelum tidur (kopi atau alkohol), penyakit
ginjal, penuaan, pembesaran prostat.
2.5.7 Hematuri
Hematuri adalah terdapat darah didalam urin yang disebabkan oleh
neoplasma ginjal atau kandung kemih, penyakit glomerulus, infeksi ginjal dan
kandung kemih, batu salurah kemih, kelainan darah.
10

2.5.8 Retensi Urin


Retensi urin adalah penumpukan urin dalam kandung kemih, disertai
dengan ketidakmampuan mengosongkan kandung kemih sepenuhnya yang
disebabkan oleh obstruksi uretra (striktur), penurunan aktifitas sensorik, kandung
kemih neoregenik, pembesaran prostat, efek pasca anastesi, efek samping
pengobatan (anti kolenergik narkotika opioid) (Muttaqqin, 2011).
1) Tanda dan gejala
Tanda dan gejala dari retensi urin seperti rasa tidak nyaman hingga rasa
nyeri yang hebat pada perut bagian bawah hingga daerah genital, tidak dapat
kecing, kadang – kadang urin sedikit – sedikit, sering, tanpa bisa disadari.
2) Penatalaksanaan
Terapi farmakologis dengan pemberian diuretik, melatih kebiasaan BAK
pasien dengan toilet training dan jika memungkinkan untuk melakukan
senam kegel membantu beberapa jenis retensi (susah berkemih )dengan
memperkuat otot panggul.
11

BAB 3
MANAJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Asuhan Keperawatan Teori Eliminasi Urine


3.1.1 Pengkajian
3.1.1.1 Biodata Pasien
3.1.1.2 Riwayat Kesehatan
Pengkajian ini antara lain: bagaimana pola berkemih harian dan keluhannya
selama berkemih. Secara normal, frekuensi buang air kecil orang dewasa ±5 kali
per hari. Gejala perubahan perkemihan ditanyakan ke pasien tentang gejala yang
berhubungan dengan perkemihan dan apakah gejala tersebut disadari akan
memperburuk gejala. Tanyakan tentang tindakan pasien saat mengalami gejala
tersebut.
3.1.1.3 Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan urin pasien meliputi warna, kejernihan, serta bau.
3.1.2 Diagnosa Keperawatan
Beberapa diagnosa keperawatan pada eliminasi urin antara lain:
3.1.2.1 Inkontinensia urine berlanjut berhubungan dengan disfungsi neurologis
3.1.2.2 Nyeri (akut, kronis) berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (mis.
Inflamasi
3.1.2.3 Retensi Urine berhubungan dengan disfungsi neurologis (mis. Trauma,
penyakit saraf)
3.1.2.4 Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan iritasi kandung kemih
3.1.2.5 Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan
3.1.3 Intervensi Keperawatan
3.1.3.1 Diagnosa Keperawatan : Inkontinensia urine berlanjut berhubungan
dengan disfungsi neurologis.
Tujuan dan Kriteria Hasil :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan
inkontinensia urin dapat teratasi dengan kriteria hasil:
1) Frekuensi berkemih membaik
2) Tidak terjadi inkontinensia urine

11
12

Intervensi :
1) Periksa kondisi pasien (mis. Kesadaran, tanda-tanda vital, daerah perineal,
distensi kandung kemih, inkontinensia urine, refleks berkemih).
Rasional: Mengetahui keadaan umum pasien
2) Lakukan pemasangan kateterisasi urine
Rasional: Membantu mengatasi inkontinensia urine dengan menampung ke
urine bag melalui pemasangan kateterisai urine
3) Anjurkan pasien menarik napas saat insersi selang kateter
Rasional: Membantu pasien agar tetap rileks saat tindakan
4) Jelaskan tujuan dan prosedur pemasangan kateterisasi urine
Rasional : Memberikan pengertian kepada pasien mengenai tindakan
kateterisasi urine.
3.1.3.2 Diagnosa keperawatan : Nyeri (akut, kronis) berhubungan dengan agen
pencedera fisiologis (mis. Inflamasi)
Tujuan dan kriteria hasil :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan nyeri
berkurang atau hilang dengan kriteria hasil :
1) Pasien mengatakan nyeri berkurang atau hilang
2) Pasien tampak rileks
Intervensi :
1) Identifikasi skala nyeri
Rasional : Mengetahui skala nyeri yang dirasakan pasien
2) Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
Rasional : Untuk mengurangi nyeri
3) Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
Rasional : Memberikan pemahaman kepada pasien
4) Kolaborasi pemberian analgetik jika perlu
Rasional : Mengurangi atau menghilangkan nyeri dengan terapi farmakologis
3.1.3.3 Diagnosa Keperawatan : Retensi Urine berhubungan dengan disfungsi
neurologis (mis. Trauma, penyakit saraf)
13

Tujuan dan kriteria hasil :


Setelah diberikan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan retensi urine
dapat berkurang atau teratasi dengan kriteria hasil :
1) Distensi kandung kemih menurun
2) BAK lancar
3) Pasien tampak rileks
Intervensi :
1) Identifikasi tanda dan gejala retensi urin
Rasional : Mengetahui tanda dan gejala yang dirasakan pasien
2) Monitor eliminasi urine (mis. Frekuensi, konsistensi, aroma, volume, dan
warna)
Rasional : Memantau produksi urine
3) Batasi asupan cairan jika perlu
Rasional : Mencegah kelebihan volume cairan
4) Ajarkan mengenali tanda berkemih dan waktu yang tepat untuk berkemih
Rasional : Melatih agar pasien mengenali tanda ingin berkemih
5) Kolaborasi pemberian obat diuretik
Rasional : Mengurangi retensi urine dengan terapi farmakologis
6) Kolaborasi pemberian obat supositoria uretra jika perlu
Rasional : Mengurangi retensi urine dengan terapi farmakologis
3.1.3.4 Diagnosa keperawatan : Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan
iritasi kandung kemih
Tujuan dan kriteria hasil :
Setelah diberikan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan gangguan
eliminasi urin teratasi dengan kriteria hasil :
1) Frekuensi BAK lancar
2) Distensi kandung kemih menurun
Intervensi :
1) Identifikasi kebiasaan BAK sesuai usia
Rasional : Mengetahui kebiasaan BAK pasien
2) Monitor integritas kulit pasien
Rasional : Mengetahui keadaan integritas kulit pasien
14

3) Dukung penggunaan toilet/pispot/urinal secara konsisten


Rasional : Melatih pasien BAK
4) Latih BAK sesuai jadwal
Rasional : Melatih pasien BAK sesuai jadwal
5) Sediakan alat bantu (mis. Kateter eksternal, urinal)
Rasional : Mempermudah pasien dalam BAK
6) Anjurkan BAK secara rutin
Ratsional : Agar BAK lancar
3.1.3.5 Diagnosa Keperawatan: Defisit perawatan diri berhubungan dengan
kelemahan
Tujuan dan kriteria hasil :
Setelah diberikan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan defisit
perawatan diri dapat teratasi dengan kriteria hasil :
1) Mampu melakukan perawatan diri
2) Mampu mempertahankan kebersihan diri
3) Mampu ke toilet (BAK)
Intervensi :
1) Identifikasi kebiasaan aktivitas perawatan diri sesuai usia
Rasional : Mengetahui kemampuan perawatan diri pasien
2) Identifikasi kebutuhan alat bantu kebersihan diri, berpakaian, berhias, dan
makan
Rasional : Memudahkan pasien dalam melakukan perawatan diri
3) Sediakan lingkungan terapeutik (mis. Suasana hangat, rileks, privasi)
Rasional : Membuat pasien tetap nyaman
4) Dampingi dalam melakukan perawatan diri sampai mandiri
Rasional : Melatih kemandirian pasien dalam perawatan diri
5) Jadwalkan rutinitas perawatan diri
Rasional : Agar pasien melakukan perawatan diri sesuai jadwal
6) Anjurkan melakukan perawatan diri secara konsisten sesuai kemampuan
Rasional : Agar pasien melakukan perawatan diri sesuai jadwal
15

3.1.3.6 Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurangnya sumber informasi


Tujuan dan kriteria hasil :
Setelah diberikan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan defisit
pengetahuan dapat teratasi dengan kriteria hasil :
1) Pasien mengerti tentang retensi urine
2) Pasien tidak tampak bingung
3) Pasien dapat mengulangi kembali penjelasan perawat
Intervensi :
1) Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi
Rasional : Melihat kesiapan pasien dalam menerima informasi yang akan
diberikan perawat
2) Sediakam materi dan media pendidikan kesehatan
Rasional : Untuk mempermudah memberikan pendidikan kesehatan
3) Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan
Rasional : Untuk mempermudah dan tidak mengganggu istirahat pasien
4) Berikan kesempatan untuk bertanya
Rasional : melatih proses berpikir pasien
16

BAB 4
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian Keperawatan


Nama Mahasiswa : Norhikmah
NIM : 2019.NS.A.07.058
Ruang Praktek : ICVCU
Tanggal Praktek : 14 Oktober – 02 November 2019
Tanggal Dan Jam Pengkajian : Selasa, 15 Oktober 2019 Pukul 07:00 WIB
3.1.1 Identitas Klien
Nama: : Ny. H
Umur: : 56 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Suku Bangsa : Dayak/Indonesia
Agama: : Kristen Protestan
Pekerjaan: : PNS
Pendidikan : S1
Status Perkawinan : Menikah
Alamat : Desa lawang uru
Tgl MRS : 13 Oktober 2019
Diagnosa Medis : CHF,DM
3.1.2 Riwayat Kesehatan/Perawatan
3.1.2.1 Keluahan Utama
Pasien mengatakan “Nyeri karena kateter urin”
3.1.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSUD dr. Doris Sylvanus pada tanggal 13 Oktober
2019 pukul 01:00 WIB diantar oleh keluarga dengan keluhan sesak napas,
perut kembung, susah BAB dari hasil pemeriksaan TTV didapatkan TD:
140/90 mmHg, N: 87x/menit, RR: 22x/menit, S: 36,8ºC. Di IGD pasien
mendapatkan terapi oksigen nasal kanul 2 lpm, injeksi furosemid 1 Ampul,
per oral CPG 1x1 tab, aspilet 1x1 tab, betaone 2,5 mg, sucralfat sirup 3x10
ml, spironalacton 100 g, serta mendapatkan tindakan pemasangan

16
17

kateterisasi urine. Kemudian pasien dibawa ke ruang ICVCU untuk


mendapat perawatan lebih lanjut.
3.1.2.3 Riwayat Penyakit Sebelumnya
Pasien mengatakan pernah dirawat di Rumah Sakit sebelumnya sekitar 3
bulan yang lalu.
3.1.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien mengatakan tidak mempunyai riwayat penyakit keturunan didalam
keluarganya.
Genogram Keluarga 3 Generasi

Keterangan :
: Laki-laki
: Perempuan
: Pasien (Ny.H)
: Tinggal serumah
: Meninggal

3.1.3 Pemeriksaan Fisik


3.1.3.1 Keadaan Umum
Pasien berbaring dengan posisi semi fowler , pasien tampak terpasang infus
stopper ditangan sebelah kanan, terpasang oksigen nasal kanul 2 lpm, tingkat
kesadaran compos menthis.
3.1.3.2 Status Mental
Tingkat kesadaran compos menthis, ekspresi wajah tenang, bentuk badan
sedang (ectomorph), suasana hati gelisah, berbicara lancar, fungsi kognitif
18

orientasi waktu pasien dapat membedakan antara pagi, siang, malam, orientasi
orang pasien dapat mengenali keluarga maupun petugas kesehatan, orientasi
tempat pasien mengetahui bahwa sedang berada di rumah sakit. Insight baik,
mekanisme pertahanan diri adaptif.
3.1.3.3 Tanda-tanda Vital
Pada saat pengkajian tanda–tanda vital, tekanan darah 145/93 mmHg, N:
92x/menit, RR: 20x/menit, S: 38,2ºC
3.1.3.4 Pernapasan (Breathing)
Bentuk dada simetris, type pernafasan dada, irama pernafasan teratur,
suara nafas tambahan tidak ada dan pernapasan 20x/menit.
3.1.3.5 Cardiovasculer (Bleeding)
Pasien tidak merasa pusing, pasien tidak ada merasa kepala sakit dan ada
pembengkakan pada ekstrimitas. Pasien tidak mengalami clubing finger ataupun
kram pada kaki dan tidak terlihat pucat, capillary refill < 2 detik, tidak terdapat
oedema, ictus cordis tidak terlihat, tidak terjadi peningkatan vena jugularis.
3.1.3.6 Persyarafan (Brain)
Nilai GCS E: 4 (dengan spontan membuka mata), V: 6 (orientasi baik),
M 6 (bergerak sesuai perintah) dan total Nilai GCS: 15 (Comphos Mentis),
kesadaran Ny. H comphos mentis, pupil isokor tidak ada kelainan, reflex cahaya
kanan dan kiri positif.
Uji Syaraf Kranial :
Penilaian fungsi saraf kranial: syaraf kranial I (olfaktoris): pada
pemeriksaan ini menggunakan kopi dan teh, pasien mampu mencium dan
membedakan aroma tersebut. Syaraf kranial II (optikus): pasien mampu melihat
orang-orang disekitarnya dengan baik. Syaraf Kranial III (okulomotorius): pasien
mampu membuka mata dan menutup mata. Syaraf kranial IV (trochlear): pasien
mampu menggerakaan bola mata dengan baik. Syaraf kranial V (trigeminus):
pasien dapat mengunyah dengan baik. Syaraf VI (abdusen): pasien dapat
menggerakan bola matanya kesamping, kanan, dan kiri. Syaraf kranial VII
(fasialis): pasien mampu menggerutkan dahi dan mengangkat alis secara simetris.
Syaraf kranial VIII (vestibulokokhlearis): pasien mampu mendengarkan kata-kata
yang kita bicarakan dengan jelas. Syaraf kranial IX (glosofaringeus):pasien
19

mampu membedakan rasa pahit, manis, asam dan asin. Syaraf kranial X (vagus):
refleks menelan baik. Syaraf kranial XI (assesorius): pasien mampu menggerakan
lehernya dengan baik, pasien mampu menoleh kekiri dan ke kanan. Syaraf kranial
XII (hipoglosus): pasien mampu menggerakkan lidahnya dengan baik.
3.1.3.7 Eliminasi Uri (Bladder)
Pada pemeriksaan sistem eliminasi urin (bladder) ditemukan hasil yaitu,
produksi urine dengan output urine ± 3x/hari, sekitar 100 cc warna urine kuning
pekat dan bau khas (amoniak). Pasien mengeluh sulit BAK setelah dilepas katerer
urine.
Masalah Keperawatan :
Retensi urine
Nyeri akut
3.1.3.8 Eliminasi Alvi (Bowel)
Pada pemeriksaan eliminasi alvi (bowel) ditemukan hasil yaitu, bibir kering,
gigi tidak lengkap dan tidak terdapat caries, reflek mengunyah baik, tidak ada
peradangan dan kemerahan pada gusi, tidak ada peradangan dan lesi pada lidah,
mukosa bibir lembab, tidak ada peradangan pada tonsil, tidak terdapat benjolan
pada rektum, tidak terdapat hemoroid, BAB 1x/hari dengan warna kuning dan
konsistensi feses lunak.
Tidak ada masalah keperawatan
3.1.3.9 Tulang - Otot - Integumen (Bone)
Pada pemeriksaan tulang, otot, dan integumen (bone) ditemukan hasil
yaitu, kemampuan pergerakan sendi ektrimitas kanan bebas, kemampuan sendi
ektrimitas kiri terbatas, tidak ada parises, tidak ada nyeri dan bengkak, hemiparase
kiri, ukuran otot simetris, uji kekuatan otot ektrimitas atas 5555 5555 ektrimitas
bawah 5555 5555 tidak terdapat deformitas tulang, peradangan, perlukaan dan
patah tulang. Tulang belakang normal.
3.1.3.10 Kulit-Kulit Rambut
Riwayat alergi pasien tidak pernah mengalami alergi obat,alergi kosmetik
dan alergi makanan. Suhu kulit Ny.H hangat , warna kulit normal tidak ada
kelainan, turgor kulit halus tidak kasar maupun kemerahan tidak ada peradangan,
20

jaringan parut tidak ada, tekstur rambut lurus, dibubusi rambut merata, bentuk
kuku simetris tidak ada kelainan tidak ada masalah keperawatan.
3.1.3.11 Sistem Penginderaan
1) Mata/Penglihatan
Fungsi penglihatan Ny.H baik, gerakan bola mata normal, skera
normal/putih, konjungtiva merah muda, kornea bening, tidak ada keluhan dan
nyeri yang di rasakan klien, pasien juga tidak menggunakan alat bantu atau
kacamata.
2) Hidung/Penciuman
Fungsi penciuman pasien baik, hidung simetris tidak ada peradangan
maupun kelainanan yang di alami pasien.
3.1.3.12 Leher Dan Kelenjar Limfe
Massa tidak ada, jaringan parut tidak ada, kelenjar limfe tidak teraba,
kelenjar tyroid tidak teraba, mobilitas leher bergerak bebas tidak terbatas.
3.1.1.13Sistem Reproduksi
Tidak ada kemerahan, gatal, kebersihan cukup bersih.
3.1.4 Pola Fungsi Kesehatan
3.1.4.1 Persepsi Terhadap Kesehatan dan Penyakit
Pasien mengatakan ingin cepat sembuh dan ingin cepat berkumpul dengan
keluarganya.
3.1.4.2 Nutrisi dan Metabolisme
Tinggi badan 153 cm, berat badan sebelum sakit 50 kg, berat badan saat
sakit 50 kg. Diet rendah garam. Saat pengkajian, pasien mampu menghabiskan 1
porsi makanan, pasien tidak tampak kurus.

Pola Makan Sehari-hari Sesudah Sakit Sebelum Sakit


Frekuensi/hari 3x sehari 3x sehari
Porsi 1 porsi 1 piring makan
Nafsu makan Baik Baik
Nasi, lauk, sayur,
Jenis Makanan Nasi, lauk, sayur
buah
Jenis Minuman Air putih Air putih dan teh
Jumlah minuman/cc/24 jam 800 cc/24 jam 1800 cc/24 jam
21

Pagi, siang,
Kebiasaan makan Pagi, siang, malam
malam
Keluhan/masalah Tidak ada Tidak ada
Tabel 2.1 Pola Makan Sehari-hari Ny. H di ruang ICVCU
Tidak ada masalah keperawatan
3.1.4.3 Pola istirahat dan tidur
Pasien mengatakan sebelum sakit tidur pada malam hari 6-8 jam
sedangkan pada siang hari 1-2 jam. Saat sakit pasien tidur 6-7 jam dan siang hari
1-2 jam Masalah keperawatan: tidak ada masalah
3.1.4.4 Kognitif
Pasien mengatakan “saya mengerti dengan penyakit yang saya alami
sehingga tidak bisa beraktivitas seperti biasanya”
Masalah: Tidak ada masalah
3.1.4.5 Konsep diri (Gambaran diri, identitas diri, harga diri, peran)
Gambaran diri: pasien menyukai tubuhnya secara utuh, ideal diri: pasien
ingin cepat sembuh dari penyakit yang di deritanya, identitas diri: pasien seorang
perempuan, harga diri: pasien sangat di perhatikan oleh keluarga, Peran: pasien
adalah sebagai istri dari suaminya dan ibu dari anak-anaknya.
Masalah Keperawatan: tidak ada
3.1.4.6 Aktivitas Sehari-hari
Saat sakit pasien hanya bisa berbaring ditempat tidur.
Masalah Keperawatn: Tidak ada masalah
3.1.4.7 Koping –Toleransi terhadap Stress
Pasien mengatakan bila ada masalah pasien bercerita kepada suami dan
anaknya.
Masalah Keperawatan: Tidak ada
3.1.4.8 Nilai-Pola Keyakinan
Pasien mengatakan selama dirawat di ruang ICVCU tidak ada tindakan
medis yang bertentangan dengan keyakinan yang dianut.
Masalah Keperawatan: tidak ada
3.1.5 Sosial-Spritual
3.1.5.1 Kemampuan berkomunikasi
Pasien dapat berkomunikasi dengan baik dan jelas.
22

Masalah Keperawatan: Tidak ada masalah


3.1.5.2 Bahasa sehari-hari
Bahasa yang digunakan pasien sehari-hari, yaitu bahasa Dayak.
3.1.5.3 Hubungan dengan keluarga
Baik, ditandai dengan perhatian yang diberikan oleh keluarga saat Ny.H di rawat di
Ruang ICVCU terlihat keluarga selalu menjenguk.
1) Hubungan dengan teman/petugas kesehatan/orang lain
Pasien dapat berinteraksi dengan baik pada orang lain baik itu dengan
lingkungannya sekitar, perawat maupun dokter.
2) Orang berarti/terdekat
Orang yang paling dekat dengan Ny.H adalah suami dan anaknya.
3) Kebiasaan menggunakan waktu luang
Pasien mengunakan waktu yang luang dengan berkumpul bersama keluarga dan
beristirahat di rumah.
3.1.6 Data Penunjang (Radiologis, Laboratorium, Penunjang lainnya)
Pemeriksaan Laboratorium 15 Oktober 2019
Jenis pemeriksaan Hasil Nilai normal
Glukosa (S) 139 <200 mg/dL
Tabel 2.2 Data Penunjang Ny. H

3.1.7 Penatalaksanaan Medis


Nama Obat Dosis Rute Indikasi
Untuk mengobati berbagai
Ceftriaxone 2x1 mg Intra Vena
macam infeksi bakteri
Untuk menangani penyakit yang
Ranitidine 2x50 mg Intra Vena berkaitan dengan peningkatan
asam pada lambung
Untuk membuang cairan
Furosemide 2x1 mg Intra Vena
berlebih
Untuk pencegahan terjadinya
CPG 1x1 tab Per Oral atherotrombotic pada pasien
infark miokard
Aspilet 1x1 tab Per Oral Untuk pengobatan dan
pencegahan
Betaone 1x1 tab Per Oral Untuk mengurangi frekuensi
23

detak jantung dan tekanan otot


jantung saat berkontraksi.
Spironolacton 1x1 tab Per Oral Untuk mengobati tekanan darah
tinggi
Glimepiride 1x1 Tab Per Oral Untuk mengendalikan kadar
gula darah tinggi pada penderita
DM tipe 2
Sistenol 3x1 Tab Per Oral Untuk menurunkan demam

Bisolvon 3x15 ml Per Oral Untuk mengobati flu dan batuk

Palangka Raya, 15 Oktober 2019


Mahasiswa,

Norhikmah
NIM.2019.NS.A.07.058
24

ANALISA DATA
Data Subyektif dan Data
Kemungkinan Penyebab Masalah
Obyektif
DS : Pasien mengatakan nyeri Pemasangan kateterisasi Nyeri akut
karena kateter urine urine
DO :
 Pasien tampak lemah Terjadinya inflamasi

 Pasien tampak
meringis Nyeri akut

P : Pasien mengatakan nyeri


kateter saat bergerak atau
duduk.
Q : nyeri seperti tertekan
R : nyeri pada bagian perut
bawah
S : skala nyeri 3
T : nyeri hilang timbul 30
sampai 1 menit saat bergerak.
TTV :
TD : 130/80 mmHg
N : 102 x/Menit
S : 38,2ºc
RR : 20 x/Menit

DS : Pasien mengatakan sulit Gagal jantung Retensi urin


untuk berkemih setelah
kateter dilepas. Penurunan aliran darah ke
ginjal
Pasien mengatakan masih
terasa ada sisa urine yang sulit GFR ↓
keluar.
Perubahan pola eliminasi
DO :
urin
 Pasien tampak
25

kesulitan saat Pemasangan kateter urin


berkemih.
Terjadinya inflamasi
 Perut bagian bawah
terasa keras karena Nyeri akut
kandung kemih terisi
Kateter dilepas
penuh.

Kehilangan sensasi ingin


berkemih

Penumpukan urine di
kandung kemih

Retensi Urin

DS : Pasien mengatakan tidak Gagal jantung Defisit


mampu berganti pakaian perawatan diri
Penurunan aliran darah
secara mandiri. sistemik
DO :
Suplai O2 ke tbh ↓
 Pasien tampak lemah
 Pasien tampak belum
mengganti pakaiannya Sianosis, Lelah, Dipsnea
sejak pertama masuk
Kelemahan
RS
 Pampers pasien Defisit Perawatan Diri
tampak penuh

DS : Pasien mengatakan tidak Kurangnya sumber Defisit


pernah sebelumnya dilakukan informasi pengetahuan
pemasangan kateter urine.
DO :
 Pasien tampak
26

bingung
 Pasien bertanya-tanya
mengapa setelah
kateter urine dilepas ia
sulit merasakan
sensasi ingin bekemih.
27

PRIORITAS MASALAH

1) Nyeri akut berhubungan dengan proses inflamasi


2) Retensi urine berhubungan dengan disfungsi neuorologis
3) Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan
4) Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurangnya sumber informasi
28

INTERVENSI KEPERAWATAN
Nama Pasien : Ny. H
Ruang Rawat : ICVCU
Diagnosa Tujuan (Kriteria Hasil) Intervensi Rasional
Keperawatan
1. Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan 1) Identifikasi lokasi, 1) Menentukan tingkatan nyeri
berhubungan dengan keperawatan selama 3x24 karakteristik, durasi, frekuensi, 2) Untuk mengurangi nyeri
proses inflamasi jam diharapkan nyeri kualitas, dan intensitas nyeri 3) Memberikan pemahaman kepada
berkurang atau hilang dengan 2) Berikan teknik pasien
kriteria hasil : nonfarmakologis untuk 4) Mengurangi atau menghilangkan nyeri
3) Pasien mengatakan nyeri mengurangi rasa nyeri dengan terapi farmakologis
berkurang atau hilang 3) Jelaskan penyebab, periode,
4) Skala nyeri berkurang dan pemicu nyeri
5) Pasien tampak rileks 4) Kolaborasi pemberian
analgetik jika perlu

2. Retensi urine Setelah diberikan tindakan 1) Identifikasi tanda dan gejala 1) Mengetahui tanda dan gejala yang
berhubungan dengan keperawatan selama 3x24 retensi urin dirasakan pasien
29

disfungsi neuorologis jam diharapkan retensi urine 2) Monitor eliminasi urine 2) Memantau produksi urine
dapat berkurang atau teratasi (frekuensi, konsistensi, aroma, 3) Mencegah kelebihan volume cairan
dengan kriteria hasil : volume, dan warna) 4) Melatih agar pasien mengenali tanda
4) Distensi kandung kemih 3) Batasi asupan cairan jika perlu ingin berkemih
menurun 4) Ajarkan mengenali tanda 5) Mengurangi retensi urine dengan
5) BAK lancar berkemih dan waktu yang terapi farmakologis
6) Pasien tampak rileks tepat untuk berkemih
5) Kolaborasi pemberian obat
diuretik
3. Defisit perawatan diri Setelah diberikan tindakan 1) Identifikasi kebiasaan aktivitas 1) Mengetahui kemampuan perawatan
berhubungan dengan keperawatan selama 3x24 perawatan diri sesuai usia diri pasien
kelemahan jam diharapkan defisit 2) Identifikasi kebutuhan alat 2) Memudahkan pasien dalam
perawatan diri dapat teratasi bantu kebersihan diri, melakukan perawatan diri
dengan kriteria hasil : berpakaian, dan berhias 3) Membuat pasien tetap nyaman
4) Mampu melakukan 3) Sediakan lingkungan 4) Melatih kemandirian pasien dalam
perawatan diri terapeutik (Suasana hangat, perawatan diri
5) Mampu rileks, privasi) 5) Agar pasien melakukan perawatan
mempertahankan 4) Dampingi dalam melakukan diri sesuai jadwal
kebersihan diri perawatan diri sampai mandiri
30

6) Mampu ke toilet (BAK) 5) Anjurkan melakukan


perawatan diri secara
konsisten sesuai kemampuan

4. Defisit pengetahuan Setelah dilakukan tindakan 1) Identifikasi kesiapan dan 5) Melihat kesiapan pasien dalam
berhubungan dengan keperawatan selama 3x24 kemampuan menerima menerima informasi yang akan
kurangnya sumber jam diharapkan pengetahuan informasi diberikan perawat
informasi pasien meningkat dengan 2) Sediakam materi dan media 6) Untuk mempermudah memberikan
kriteria hasil : pendidikan kesehatan pendidikan kesehatan
1) Pasien tidak tampak 3) Jadwalkan pendidikan 7) Untuk mempermudah dan tidak
bingung kesehatan sesuai mengganggu istirahat pasien
2) Pasien tidak lagi kesepakatan 8) Melatih proses berpikir pasien
bertanya tanya dengan 4) Berikan kesempatan untuk
perawat bertanya
3) Pasien mengerti akan
kondisinya
31

IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Hari
Diagnosa
Tanggal Implementasi Evaluasi TTD
Keperawatan

Selasa, 15 Dx 1 1) Mengidentifikasi lokasi, karakteristik, S : Pasien Mengatakan : “nyeri karena


Oktober durasi, frekuensi, kualitas, dan kateter urin” Pasien meminta dilepaskan
2019 intensitas nyeri dengan menanyakan kateter urin.
08.00 WIB lamanya nyeri yang dirasakan pasien O :
karena kateter urine. 1) Pasien tampak lemah
2) Memberikan teknik nonfarmakologis 2) Pasien tampak meringis
untuk mengurangi rasa nyeri dengan 3) Pasien dapat mempraktikkan teknik
mengajarkan pasien teknik relaksasi relaksasi dan napas dalam untuk
dan napas dalam sehingga dapat mengurangi nyeri
mengurangi nyeri yang dirasakan 4) Pasien memahami penyebab, periode
pasien. dan pemicu nyeri kateter
3) Menjelaskan penyebab, periode, dan 5) Kateter urine dilepas
pemicu nyeri dengan memberikan A : Masalah teratasi (Kateter urine dilepas)
edukasi pada pasien penyebab nyeri P : Hentikan intervensi
karena kateter urine terjadi
32

peradangan sehingga terasa nyeri.

Selasa, 15 Dx 2 1) Mengidentifikasi tanda dan gejala retensi S : Pasien mengatakan sulit untuk berkemih
Oktober urin dengan menghitung produksi urine setelah kateter dilepas.
2019 2) Memonitor eliminasi urine (frekuensi, Pasien mengatakan masih terasa ada sisa
09.00 WIB konsistensi, aroma, volume, dan warna) urine yang sulit keluar.
melihat urine setiap kali pasien BAK dan O :
menghitung produksi urine 1) Tanda dan gejala retensi urin pasien
3) Membatasi asupan cairan jika perlu sulit untuk BAK perut bagian bawah
dengan menganjurkan pasien terasa keras karena adanya distensi
mengurangi minum kandung kemih
4) Mengajarkan mengenali tanda berkemih 2) Frekuensi BAK pasien 1-2 kali,
dan waktu yang tepat untuk berkemih dengan konsistensi pekat, aroma
dengan melakukan toilet training agar khas amoniak, volume sedikit dan
pasien mengenali tanda berkemih warna kuning.
5) Berkolaborasi pemberian obat diuretik 3) Pasien tampak tidak merasakan
dengan memberikan obat diuretik sesuai sensasi ingin BAK
yang telah dijadwalkan oleh dokter 4) Pasien diberikan obat diuretik
furosemide
33

A : Masalah belum teratasi


P : Lanjutkan intervensi
1) Identifikasi tanda dan gejala retensi urin
2) Monitor eliminasi urine (frekuensi,
konsistensi, aroma, volume, dan warna)
3) Batasi asupan cairan jika perlu
4) Ajarkan mengenali tanda berkemih dan
waktu yang tepat untuk berkemih
5) Kolaborasi pemberian obat diuretik

Selasa, 15 Dx 3 1) Mengidentifikasi kebiasaan aktivitas S : Pasien mengatakan tidak mampu


Oktober perawatan diri sesuai usia dengan berganti pakaian secara mandiri.
2019 menanyakan aktivitas perawatan diri Pasien mengatakan bahwa sebelum sakit
09.30 WIB yang diperlukan pasien dirinya melakukan perawatan diri setiap
2) Mengidentifikasi kebutuhan alat bantu hari.
kebersihan diri, berpakaian, dan berhias O :
dengan menyiapkan kebutuhan pasien 1) Pasien tidak mampu melakukan
seperti waslap dan pakaian aktivitas perawatan diri secara
3) Menyediakan lingkungan terapeutik mandiri
34

(Suasana hangat, rileks, privasi) dengan 2) Pasien tampak meminta bantuan saat
menutup sampiran saat membantu pasien berpakaian
perawatan diri 3) Pasien tampak rapi setelah dibantu
4) Mendampingi dalam melakukan mengganti pakaian
perawatan diri sampai mandiri dengan A : Masalah teratasi sebagian
membantu pasien dalam pemenuhan P : Lanjutkan intervensi 2,3,4, 5
kebutuhan perawatan diri 2) Identifikasi kebutuhan alat bantu
5) Menganjurkan melakukan perawatan diri kebersihan diri, berpakaian, dan berhias
secara konsisten sesuai kemampuan 3) Sediakan lingkungan terapeutik
(Suasana hangat, rileks, privasi)
4) Dampingi dalam melakukan perawatan
diri sampai mandiri
5) Anjurkan melakukan perawatan diri
secara konsisten sesuai kemampuan

Selasa, 15 Dx 4 1) Mengidentifikasi kesiapan dan S : Pasien mengatakan sudah mengerti


Oktober kemampuan menerima informasi dengan yang telah dijelaskan perawat
2019 2) Menyediakam materi dan media O :
10.00 WIB pendidikan kesehatan 1) Pasien tampak mendengarkan
35

3) Menjadwalkan pendidikan kesehatan penjelasan dengan baik


sesuai kesepakatan 2) Pasien aktif bertanya
4) Memberikan kesempatan untuk 3) Pasien dapat mengulangi kembali
bertanya penjelasan perawat
A : Masalah tertatasi
P : Hentikan intervensi
36

Hari
Diagnosa
Tanggal Implementasi Evaluasi
Keperawatan

Rabu, 16 Dx 2 1) Mengidentifikasi tanda dan gejala retensi S : Pasien mengatakan sulit untuk berkemih
Oktober urin dengan menghitung produksi urine setelah kateter dilepas.
2019 2) Memonitor eliminasi urine (frekuensi, Pasien mengatakan masih terasa ada sisa urine
14.30 WIB konsistensi, aroma, volume, dan warna) yang sulit keluar.
melihat urine setiap kali pasien BAK dan O :
menghitung produksi urine 1) Tanda dan gejala retensi urin pasien sulit
3) Membatasi asupan cairan jika perlu untuk BAK perut bagian bawah terasa
dengan menganjurkan pasien mengurangi keras karena adanya distensi kandung
minum kemih
4) Mengajarkan mengenali tanda berkemih 2) Frekuensi BAK pasien 1-2 kali, dengan
dan waktu yang tepat untuk berkemih konsistensi pekat, aroma khas amoniak,
dengan melakukan toilet training agar volume sedikit dan warna kuning.
pasien mengenali tanda berkemih 3) Pasien tampak tidak merasakan sensasi
5) Berkolaborasi pemberian obat diuretik ingin BAK
dengan memberikan obat diuretik sesuai 4) Pasien diberikan obat diuretik furosemide
yang telah dijadwalkan oleh dokter A : Masalah belum teratasi
37

P : Hentikan intervensi (Pasien dirujuk ke


RSUD Ulin Banjarmasin).
38

BAB 5
PENUTUP

5.1 Simpulan
Setelah membahas keseluruhan asuhan keperawatan pada Ny.H dengan
gangguan pemenuhan kebutuhan dasar manusia (eliminasi) pada bab ini akan
disampaikan simpulan sebagai berikut :
Pada tahap pengkajian sampai pemeriksaan fisik ditemukan masalah
keperawatan nyeri akut, retensi urine, defisit perawatan diri, defisit pengetahuan.
Diagnosa keperawatan yang diangkat nyeri akut berhubungan dengan proses
inflamasi, retensi urine berhubungan dengan disfungsi neurologis, defisit
perawatan diri berhubungan dengan kelemahan dan defisit pengetahuan
berhubungan dengan kurangnya sumber informasi.
Pada tahap perencanaan dibuat prioritas masalah keperawatan tindakan,
tujuan dan waktu secara spesifik sesuai dengan waktu yang diberikan. Pada
diagnosa satu sampai empat semua rencana tindakan keperawatan sudah
dilakukan sesuai dengan kondisi dan kebutuhan pasien.
Pada tahap pelaksanaan semua tindakan keperawatan dapat dilakukan
dengan rencana ke empat diagnosa semua pelaksanaan sudah dilakukan sesuai
kondisi dan kebutuhan klien.
Pada tahap evaluasi dari keempat diagnosa, pertama, kedua, ketiga, dan
keempat diagnosa keperawatan belum teratasi, hal ini karena faktor pendukung
dari klien, keluarga klien, dan perawat ruangan.
5.2 Saran
5.2.1 Untuk Mahasiswa
Diharapkan dapat memanfaatkan waktu yang telah diberikan dengan efektif
dan efisien untuk melakukan asuhan ke perawatan. Mahasiswa/i juga diharapkan
secara aktif untuk membaca dan meningkatkan keterampilan seta menguasai
kasus yang diambil untuk mendapatkan hasil asuhan keperawatan yang
komprehensif.

38
39

5.2.2 Untuk perawat ruangan


Diharapkan perawat dapat memberikan informasi secara langsung kepada
klien dan keluarga tentang tanda dan gejala, tindakan keperawatan dalam
pemenuhan kebutuhan dasar manusia. Perawat juga diharapkan dapat bekerja
sama dengan keluarga dalam memonitor perkembangan klien. Perawat juga
diharapkan agar dapat lebih melengkapi format pengkajian dan pendokumentasian
keperawatan.

Anda mungkin juga menyukai