Jilid 2
Penyunting
M. F. Rahardjo
Ahmad Zahid
Renny K. Hadiaty
Emmanuel Manangkalangi
Wartono Hadie
Haryono
Eddy Supriyono
Didukung oleh:
PT. Pertamina
CV. Maju Akuarium
Jurnal Bogor
Kerjasama IPB – Papua
LOGO ?
Prakata
Seminar Nasional Ikan ke 8 yang diselenggarakan di Bogor pada tanggal 3-4 juni
2014 merupakan rangkaian seminar nasional dua tahunan yang secara rutin diselengga-
rakan oleh Masyarakat Iktiologi Indonesia. Seminar kali ini mengangkat tema:
Peningkatan pengelolaan sumber daya ikan dalam menunjang pembangunan industri perikanan
nasional.
Sebanyak 157 makalah telah dipresentasikan baik presentasi oral maupun pre-
sentasi lewat poster. Seluruh makalah tersebut dihimpun dalam buku prosiding ini, dan
dibuat dalam tiga jilid. Setengah dari jumlah makalah (79) dimuat secara lengkap dan
setengah yang lain (78) hanya dimuat abstraknya karena pemakalah akan mempublika-
sikan lewat jurnal atau pemakalah tidak mengirimkan naskah dengan pertimbangan
lain. Banyaknya naskah tersebut membuat pernyuntingan memakan waktu yang cukup
panjang. Penyuntingan meliputi format penulisan dan redaksional, tanpa mengubah
substansi tulisan. Jilid pertama dan kedua berisikan semua makalah tersebut, sedang-
kan jilid ketiga berupa rangkuman yang memuat abstrak seluruh makalah.
Kami berharap kandungan prosiding ini dapat lebih menambah pengetahuan,
pemikiran, wawasan, dan gagasan yang timbul setelah membaca prosiding. Kepada se-
mua pihak yang telah membantu dalam penerbitan prosiding ini kami mengucapkan
terima kasih.
Selamat membaca dan semoga prosiding ini bermanfaat bagi kita semua.
iii
Prosiding Seminar Nasional Ikan ke 8
Daftar Isi
Prakata iii
Rumusan Seminar Nasional Ikan ke 8 v
Jilid 1
Makalah utama 1
Struktur ukuran dan pertumbuhan populasi ikan cakalang (Katsuwonus pelamis)
di Perairan Laut Flores Sulawesi Selatan
Achmar Mallawa, Faisal Amir, Warda Susanti 5
Hubungan panjang-bobot dan faktor kondisi beberapa jenis ikan asli di Sungai
Kumbe, Merauke, Papua
Agus Arifin Sentosa, Hendra Satria 21
Pertumbuhan berbagai jenis ikan sidat (Anguilla spp.) yang dipelihara pada
kolam budi daya
Agung Budiharjo 27
Keanekaragaman sumber daya ikan di kolong - Bendungan Simpur Kabupaten
Bangka Provinsi Bangka Belitung
Andi Gustomi , Sulistiono, Yon Vitner 33
Hubungan panjang berat, makanan dan sebaran ikan kating, Mystus gulio
(Hamilton 1822) di Segara Anakan, Cilacap
Astri Suryandari, Didik Wahju Hendro Tjahjo 41
Produktivitas larva pada pemijahan alami beberapa strain ikan nila (Oreochromis
niloticus) dan persilangannya dengan ikan nila biru (Oreochromis aureus)
Bambang Gunadi, Priadi Setyawan, Adam Robisalmi 49
Analisis tingkat trofik dan pemanfaatan pakan alami oleh komunitas ikan di
Waduk Kedungombo, Jawa Tengah
Dimas Angga Hedianto, Kunto Purnomo, Andri Warsa 55
DNA barcode dan haplotype network ikan lokal dari Telaga Banyu Biru
Kabupaten Pasuruan
Dwi Anggorowati Rahayu, Endik Deni Nugroho, Haryono, Nia Kurniawan, Rodiyati
Azrianingzih 67
Kelimpahan dan sebaran juvenil ikan di paparan banjiran Lubuk Lampam
Kabupaten Ogan Komering Ilir Sumatera Selatan
Eko Prianto 77
Status taksonomi ikan laut lokal Tarakan, Kalimantan Utara sebagai langkah
awal upaya konservasi
Endik Deni Nugroho, Dwi Anggorowati Rahayu, Moh. Amin, Umie Lestari 87
Teknologi budidaya ikan mas (Cyprinus carpio) tahan KHV (KOI herpes virus)
melalui aplikasi bioflok
Erma Primanita Hayuningtyas, Bambang Gunadi, Didik Ariyanto 97
vii
Daftar Isi
viii
Prosiding Seminar Nasional Ikan ke 8
ix
Daftar Isi
Relasi panjang berat dan aspek reproduksi ikan beureum panon (Puntius
orphoides ) hasil domestikasi di Balai Pelestarian Perikanan Umum dan
Pengembangan Ikan Hias (BPPPU) Cianjur Jawa Barat
Titin Herawati, Ayi Yustiati, Yuli Andriani 393
Beberapa aspek biologi reproduksi ikan madidihang (Thunnus albacares) dari
perairan Laut Banda
Umi Chodrijah 401
Keragaan benih ikan mas (Cyprinus carpio) strain rajadanu dengan kepadatan
berbeda
Yogi Himawan, Khairul Syahputra dan Didik Ariyanto 411
Pertumbuhan dan sintasan benih ikan tengadak (Barbonymus schwanenfeldii)
pada salinitas berbeda
Yosmaniar, Eddy Supriyono, Siti Kamilla Nurjanah 419
Relasi panjang berat beberapa strain ikan nilem (Osteochilus vittatus) di Jawa
Barat
Yuli Andriani, Titin Herawati, Ayi Yustiati 429
Histopatologi tunika mukosa usus ikan baung (Hemibagrus nemurus Val.) dari
perairan Sungai Siak di daerah jembatan Siak 1 Pekanbaru
Yusfiati, Elvyra Roza 433
Jilid 2
Keragaan dan alokasi optimum alat penangkapan cakalang (Katsuwonus
pelamis) di Perairan Selat Makassar
Andi Adam Malik, Henny Setiawati, Sahabuddin 1
Analisis komparatif nilai ekonomi pengelolaan budi daya ikan karamba jaring
apung (Suatu kasus di keramba jaring apung Cirata Kabupaten Cianjur)
Atikah Nurhayati , Ine Maulina, Isni Nuruhwat 9
Interaksi ikan hasil tangkap sampingan dan ikan target di perikanan rawai tuna
bagian timur Samudera Hindia
Dian Novianto, Budi Nugraha 19
Kajian kebijakan konservasi sumber daya ikan di Paparan Sunda
Eko Prianto, Reni Puspasari, Endi Setiadi Kartamihardja, Naila Zulfia, Puput
Rachmawati,, Dian Oktaviani 29
Komposisi jenis dan keragaman hasil tangkapan bubu yang dioperasikan
bersama rumpon pada kedalaman berbeda
Fonny J.L Risamasu, I. Tallo 41
Karakteristik perikanan lemadang (Coryphaena hippurus Linnaeus, 1758) sebagai
hasil tangkapan sampingan perikanan tuna di Sendang Biru
Hety Hartaty, Aini Chairunnisa Amalia 53
Sistem konektivitas pelabuhan perikanan untuk menjamin ketersediaan bahan
baku bagi industri pengolahan ikan
Iin Solihin, Sugeng Hari Wisudo, Joko Susanto 63
Analisis marjin keuntungan usaha budi daya ikan hias skala mikro di Bogor
Iis Diatin, R. Larasati, R. Eki Ellanda 79
x
Prosiding Seminar Nasional Ikan ke 8
Kondisi perairan keramba jaring apung ikan kerapu di perairan Pulau Semujur
Kabupaten Bangka Tengah
Imam Soehadi, Sulistiono, Bambang Widigdo 87
Karakteristik fisiko-kimiawi gelatin kulit ikan cucut Squalus acanthias dan
aplikasinya dalam pembuatan marshmallow
Joko Santoso, Jacqueline Karina, Julia Ratna Wijaya 97
Performa reproduksi ikan mas (Cyprinus carpio L) jantan transgenik hormon
pertumbuhan generasi kedua
Kurdianto, Alimuddin, Nurly Faridah, Odang Carman 109
Biologi reproduksi ikan selar kuning, Selaroides leptolepis (Cuvier 1833) di
Perairan Selat Sunda
Maizan Sharfina, Mennofatria Boer, Yunizar Ernawati 119
Pengaruh oksigen terlarut dan bahan organik total terhadap fenomena anoksia
ikan serta dampak kerugian ekonomi di Waduk Ir. H. Djuanda
Misnaria Napitupulu, Zulkarnaen Fahmi 129
Kearifan lokal Suku Anak Dalam Batin Sembilan dalam memanfaatkan sumber
daya perikanan di areal Hutan Harapan Jambi
Musadat, Tedjo Sukmono, Anderi Satya 137
Gambaran profil asam amino dalam formulasi pakan ikan pada berbagai rasio
tepung maggot dan tepung cacing tanah
Nina Meilisza, I Wayan Subamia 147
Komposisi jenis dan laju tangkap gillnet dasar di Palabuhan Ratu
Nur’ainun Muchlis, Prihatiningsih 155
Kajian stok sumber daya ikan tongkol (Euthynnus affinis) di perairan Selat Sunda
yang didaratkan di Pelabuhan Perikanan Pantai Labuan, Pandeglang, Banten
Nurul Mega Kusumawardani, Achmad Fahrudin, Mennofatria Boer 163
Karakteristik biologi ikan kuniran (Upeneus sulphureus) di sekitar perairan
Banten
Prihatiningsih, Nurainun Mukhlis 177
Potensi pengembangan budi daya ikan nila skala industri di Kabupaten Musi
Rawas, Sumatera Selatan
Rasidi, Estu Nugroho, Lies Emawati, Idil Ardi, Deni Radona 189
Aplikasi kontrol optimum pada model pemanenan ikan di zona noncadangan
dengan mempertimbangkan zona cadangan
Rizal Nurbayan, Toni Bakhtiar, Ali Kusnanto 197
Pemberdayaan masyarakat nelayan melalui pengembangan perikanan tangkap
di Desa Majakerta, Indramayu, Jawa Barat
Roisul Ma’arif, Zulkarnain, Sulistiono 207
Kontribusi ekonomi sumberdaya padang lamun berdasarkan fungsinya
sebagai habitat ikan di Teluk Youtefa Jayapura Papua (Pendekatan effect on
production)
Selvi Tebaiy 219
xi
Daftar Isi
Potensi sumber daya ikan selar kuning, tembang, dan tongkol di Selat Sunda
yang didaratkan di Pelabuhan Perikanan Pantai Labuan, Banten
Siska Agustina, Mennofatria Boer, Nurlisa A. Butet 229
Biologi reproduksi ikan kiper (Scatophagus argus) di Estuari, Sungai Musi,
Sumatera Selatan
Siti Nurul Aida 241
Laju dan pola pertumbuhan, serta kebiasaan makan ikan tawes (Barbodes
gonionotus) di Waduk Gajah Mungkur, Jawa Tengah
Siti Nurul Aida 251
Distribusi biomassa ikan sebagai dasar pengaturan penangkapan di Kepulauan
Seribu (Fokus kajian Pulau Semak Daun)
Sriati 259
Kondisi kesehatan ikan lele dumbo (Clarias gariepinus, Burch) yang dipelihara
dengan teknologi biofloc
Sri Hastuti, Subandiyono 275
Pemanfaatan sisik ikan mas (Cyprinus carpio) dan cangkang simping (Placuna
placenta) dalam pemurnian minyak ikan sardin (Sardinella sp.)
Sugeng Heri Suseno, Riza Zamzami, Mala Nurilmala, Saraswati 285
Sumber daya ikan terubuk (Tenualosa sp.) di perairan pantai Pemangkat,
Kalimantan Barat
Suwarso 297
Kelembagaan untuk suaka perikanan ikan terubuk (Tenualosa macrura) di
Perairan Bengkalis dan Sungai Siak, Provinsi Riau
Taryono 307
Peluang pasar ekspor komoditas ikan layur dari Pelabuhan Perikanan
Nusantara Palabuhanratu Jawa Barat
Tri Wiji Nurani, Ardani, Ernani Lubis 319
Parasit ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) dan tuna ekor kuning (Thunnus
albacore) di perairan Manokwari
Vera Sabariah, Denisia M. Rettob, Herry Kopalit 333
Ikan dan produk budaya terkait ikan dalam karya lagu-lagu daerah Belitung
Yulian Fakhrurrozi 339
Abstrak makalah 347
Daftar Peserta Seminar Nasional Ikan ke 8 387
Dokumentasi Kegiatan Seminar Nasional Ikan ke 8 395
Jilid 3
Abstrak makalah utama 1
Abstrak jilid satu 5
Abstrak jilid dua 29
xii
Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT)
v
Rumusan Seminar Nasional Ikan ke 8
vi
Prosiding Seminar Nasional Ikan ke 8
Abstrak
Pengoperasian rawai tuna juga menangkap jenis-jenis lain selain tuna yang dikenal dengan se-
butan hasil tangkap sampingan (HTS) yang tertangkap secara tidak sengaja dikarenakan adanya
keterkaitan secara ekologi. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi komposisi jenis HTS
dan mencoba menganalisis hubungan interaksi ikan HTS dengan ikan tuna sebagai tangkapan
utama pada perikanan rawai tuna di bagian timur Samudera Hindia. Pengamatan dilakukan pa-
da bulan Februari 2013 – Januari 2014 dengan mengikuti kegiatan operasi penangkapan 7 kapal
rawai tuna komersial dengan selama 226 hari operasi penangkapan. Hasil penelitian menunjuk-
kan terdapat 36 jenis di mana ikan target terdiri atas 4 jenis (26, 11%) dan ikan HTS 32 jenis yang
terdiri atas ikan yang dimanfaatkan (24,08%) dan ikan yang tidak dimanfaatkan (49,74%). Hasil
tangkapan sampingan berturut-turut terdiri atas ikan naga (Alepisaurus ferrox 42,87%), pari lemer
(Pteroplatytrygon violacea 22,05%), escolar (Lepidocybium flavobrunneum 10,22%), dan bawal sabit
(Taractichthys steindachneri 8,21%) sedangkan jenis ikan lain adalah ikan paruh panjang (billfish, 6
spesies); berbagai jenis cucut dan pari Elasmobranchii, 10 spesies), ikan teleostei (bony fishes,11
spesies), serta penyu lekang.
Pendahuluan
Rawai tuna (tuna longline) merupakan salah satu alat tangkap yang sangat efektif
untuk menangkap tuna. Dalam pengoperasiannya rawai tuna juga menangkap jenis-
jenis lain selain tuna yang dikenal dengan sebutan hasil tangkap sampingan (HTS) yang
tertangkap secara tidak sengaja dikarenakan adanya keterkaitan secara ekologi. Dam-
pak ekologi perikanan rawai tuna bervariasi bergantung kepada kapan, di mana, dan
bagaimana tali utama dan tali cabang (pancing) dibentuk. Komposisi jumlah dan jenis
spesies ikan target dan non target hasil tangkapan rawai tuna sangat dipengaruhi oleh
konfigurasi alat tangkap terutama posisi mata pancing didalam air (the depth of hooks),
kapan dan di mana melakukan penangkapan yang berhubungan dengan habitat, pe-
nyebaran, dan kebiasaan hidup spesies tersebut (Bartram & Kaneko 2009).
Pengoperasian rawai tuna komersial di Indonesia pada umumnya multi spesies
yaitu mereka tidak hanya menangkap tuna namun mereka juga menangkap beberapa
spesies yang memiliki nilai jual yang akan memberikan tambahan penghasilan untuk
mereka.
Penelitian hasil tangkap sampingan perikanan tuna di Samudera Hindia telah
dilakukan (Read 2007, Huang et al. 2008, Prisantoso et al. 2010, dan Setyadji & Nugraha
2012). Kekhawatiran dan perhatian terhadap HTS merupakan isu penting dalam usaha
pengelolaan dan konservasi dikarenakan beberapa jenis HTS, paus, lumba-lumba dan
pesut, burung laut, penyu, hiu dan pari, dan beberapa spesies lainnya yang sangat ren-
tan terhadap tekanan penangkapan yang berlebihan dan membutuhkan waktu yang
lama untuk memulihkan populasinya (Heithaus et al. 2008).
19
Dian Novianto, Budi Nugraha
Secara keseluruhan ketersediaan data HTS (bycatch) dan ikan yang tidak terman-
faatkan (discards) pada perikanan rawai tuna di Samudera Hindia sangat kurang, teru-
tama bila dibandingkan dengan yang ada pada perikanan rawai tuna di Samudera Pa-
sifik bagian timur (Joseph 2009).
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi komposisi jenis HTS dan menco-
ba menganalisis hubungan interaksi ikan hasil tangkap sampingan ( non target species)
dengan ikan tuna sebagai tangkapan utama (target species) pada perikanan rawai tuna di
bagian timur Samudera Hindia.
Samudera Hindia
20
Prosiding Seminar Nasional Ikan ke 8
Analisis data
Ikan HTS adalah ikan yang ikut tertangkap pada rawai tuna longline selain ikan
target, yakni tuna mata besar (bigeye tuna/Thunnus obesus), tuna sirip kuning (yellow
fin tuna/Thunnus albacares), tuna sirip biru selatan (southern bluefin tuna/Thunnus ma-
ccoyii), dan albakora (albacore/Thunnus alalunga). Data jenis HTS digunakan untuk
memperoleh komposisi HTS rawai tuna yang beroperasi di perairan Samudera Hindia
dan dianalisis dengan menggunakan program Microsoft Office Excel. Data waktu ma-
kan ikan yang diperoleh dari informasi hook timer dicatat ke dalam program Microsoft
Excel untuk kemudian dianalisis menggunakan diagram. Analisis deskriptif digunakan
dalam upaya untuk mengetahui interaksi antara ikan non target dengan ikan target
selama operasi penangkapan.
Upaya penangkapan dalam perikanan rawai tuna dinyatakan dalam jumlah
pancing yang digunakan pada suatu daerah tertentu, sedangkan hasil tangkapan per
satuan upaya dihitung sebagai jumlah ikan/bobot ikan yang tertangkap per 100 atau
1.000 pancing (Klawe 1980). Mengacu pada Prisantoso et al. (2010), hasil tangkapan per
satuan upaya ini disebut juga dengan laju pancing (hook rate) yang ditulis dalam persa-
maan sebagai berikut:
HR = JI x A
JP
HR = laju pancing (ekor/100 pancing)
JI = jumlah ikan (ekor)
JP = jumlah pancing
A = 100 atau 1000 (per 100 atau 1.000 pancing)
Tabel 1. Komposisi hasil tangkapan utama, nama kode, jumlah hasil tangkapan, persen-
tase dan nilai hook rate tiap spesies
Nama Indonesia Nama latin Kode Total (ekor) % Hook rate
Albakora Thunnus alalunga) ALB 812 13,70 2,103
Tuna mata besar Thunnus obesus BET 510 8,60 1,321
Madidihang Thunnus Albacares YFT 203 3,42 0,526
Tuna sirip biru selatan Thunnus maccoyii SBF 25 0,42 0,065
21
Dian Novianto, Budi Nugraha
Tabel 2. Komposisi HTS, nama kode, jumlah hasil tangkapan, persentase dan nilai hook
rate tiap spesies
No Nama Indonesia Nama Latin Kode Total (ekor) % Hook rate
Tuna (scombridae)
1 Cakalang Katsuwonus pelamis SKJ 77 1,76 1,99
2 Tongkol Kenyar Sarda orientalis SAO 1 0,02 0,03
Ikan lainnya (Bony Fishes)
3 Escolar Lepidocybium flavobrunneum LEC 448 10,22 11,6
4 Bawal sabit Taractichthys steindachneri TST 360 8,21 9,32
5 Bawal lonjong Taractes rubescens TCR 98 2,23 2,54
6 Tenggiri laki Acanthocybium solandri WAH 70 1,6 1,81
7 Ikan opah Lampris guttatus MON 57 1,3 1,48
8 Lemadang Coryphaena hippurus CDF 13 0,3 0,34
9 Gindara Ruvettus pretiosus OIL 9 0,21 0,23
10 Bawal ekor perak Taractes rubescens EIL 4 0,09 0,1
Ikan Berparuh (Billfishes)
11 Ikan pedang Xiphias gladius SWO 109 2,49 2,82
12 Setuhuk biru Makaira nigricans BLZ 44 1 1,14
13 Setuhuk hitam Istiompax indica BLM 40 0,91 1,04
14 Ikan layaran Istiohorus platypterus SFA 17 0,39 0,44
15 Ikan tumbuk Tetrapturus angustirostris SSP 11 0,25 0,28
16 Setuhuk loreng Tetrapturus audax MLS 3 0,07 0,08
Ikan bertulang rawan (Elasmobranchii)
17 Hiu Selendang biru Prionace glauca BSH 44 1 1,14
18 Hiu lanjaman Carcharhinus brevipinna CCB 4 0,09 0,1
19 Hiu moro Isurus oxyrinchus MSO 3 0,07 0,08
20 Hiu koboy Carcharhinus longimanus OCS 2 0,05 0,05
21 Hiu tikus Alopias pelagicus TSP 2 0,05 0,05
22 Hiu tikus Alopias superciliosus TSS 1 0,02 0,03
23 Hiu martil Sphyrna spp. SPY 1 0,02 0,03
24 Hiu macan Galeocerdo cuvier TIG 1 0,02 0,03
Ikan yang tidak dimanfaatkan (discards)
25 Ikan naga Alepisaurus ferrox NGA 1880 42,87 48,68
26 Pari lemer Pteroplatytrygon violacea DAS 967 22,05 25,04
27 Hiu buaya Pseudocarcharias kamoharai CSK 63 1,44 1,63
28 Layur Hitam Gempylus serpens HAR 33 0,75 0,85
29 Ikan mambo Mola mola MOX 11 0,25 0,28
30 Pari plampangan Mobula japonica RMJ 3 0,07 0,08
31 Layur merah Zu elongatus TRF 3 0,07 0,08
32 Penyu lekang Lepidochelys olivacea LKV 6 0,14 0,16
Berdasarkan konstruksi, rawai tuna dapat digolongkan menjadi 3 tipe yaitu ra-
wai permukaan (surface longline) yang terdiri atas 4-7 pancing antar pelampungnya, ra-
wai pertengahan (middle depth longline) terdiri atas 11 dan 13 pancing, dan rawai dalam
(depth longline) yang terdiri atas 15-21 pancing. Hasil tangkapan berdasarkan tipe, rawai
tuna pertengahan diperoleh tangkapan ikan target sebesar 26,31% terdiri atas 4 jenis do-
22
Prosiding Seminar Nasional Ikan ke 8
minan tuna, ikan non target sebesar 16,72% terdiri atas 24 spesies yang memiliki nilai
ekonomi (byproduct) dan ikan yang tidak termanfaatkan dan dibuang kembali ke laut,
biasa dalam kondisi terluka maupun mati 56,97 % yang terdiri atas 7 spesies ikan dan 1
spesies penyu. Hasil tangkapan rawai tuna tipe dalam berupa ikan target 25,62%, ikan
nontarget sebanyak 42,15% terdiri atas 16 spesies, dan 32, 22% ikan discards yang terdiri
atas 6 spesies ikan (Gambar 3).
Posisi ikan tertangkap berdasarkan tali cabang pada rawai tuna sebagai berikut.
Pada rawai tuna dengan jumlah 11 pancing antar basket ikan nontarget banyak tertang-
kap pada posisi pancing nomor 2 sebanyak 32 ekor, sedangkan ikan discards pada pan-
cing nomor 4. Pada rawai dengan jumlah 12 pancing antar basket diperoleh ikan non-
target (48 ekor) dan discards (223 ekor) banyak tertangkap pada pancing nomor 3. Pada
rawai dengan 15 pancing ikan nontarget banyak tertangkap di pancing nomor 6 dan 7
masing-masing 50 ekor sedangkan ikan discards pada pancing nomor 2. Pada rawai de-
ngan 16 pancing ikan nontarget banyak tertangkap pada pancing nomor 10 (43 ekor)
dan ikan discards pada pancing nomor 4 (62 ekor) (Gambar 4).
OHR
Ikan Discards : 32,22 % Ikan Discards : 56, 97 %
Gambar 3. Persentase komposisi ikan target dan non target pada tipe rawai tuna dalam
(a) dan rawai tuna pertengahan (b).
23
Dian Novianto, Budi Nugraha
100 Tuna
Frekuensi (ekor)
80 Bycatch
60 Discards
40
20
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Nomor Pancing
250 Tuna
Frekuensi (ekor)
200 Bycatch
150 Discards
100
50
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Nomor Pancing
60 Tuna
Frekuensi (ekor)
Bycatch
40 discards
20
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Nomor Pancing
80 Tuna
Frekuensi (ekor)
60 Bycatch
Discards
40
20
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Nomor Pancing
Gambar 4. Komposisi hasil tangkapan ikan nontarget dan ikan target berdasarkan no-
mor pancing
Hasil pengamatan dengan menggunakan alat bantu “Hook timer” untuk menge-
tahui saat ikan memakan umpan diperoleh informasi bahwa ikan pari lemer (DAS) sa-
ngat aktif mencari makan pada malam hari yaitu pada jam 17.00 hingga 24.00 puncak-
nya terjadi pada jam 19.00 sedangkan ikan naga (NGA) memilik dua puncak aktif men-
cari makan yaitu pada jam 19.00 dan 23.00 (Gambar 5).
24
Prosiding Seminar Nasional Ikan ke 8
16
14 NGA
12
Frekuensi (ekor)
10 DAS
8
6
4
2
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
waktu memakan umpan (24 Jam)
Gambar 5. Waktu memakan umpan ikan naga (Alepisaurus ferrox) dan pari lemer (Ptero-
platytrygon violacea )
Pembahasan
Komposisi HTS secara keseluruhan didominasi oleh ikan naga, pari lemer, esco-
lar, bawal sabit, dan ikan pedang. Hal ini juga terjadi di perikanan rawai tuna di Samu-
dera Pasifik (Ward et al. 2004 dan Zhenhua et al. 2012) dan penelitian sebelumnya di
perairan Samudera Hindia (Barata & Prisantoso 2009, Prisantoso et al. 2010, dan Nugra-
ha & Triharyuni 2009) sedangkan perikanan rawai ikan pedang (swordfish) di Atlantik
menunjukkan hiu buaya, hiu tikus, ikan naga, dan pari lemer merupakan HTS yang ba-
nyak tertangkap (Morato et al. 2010). Banyak faktor, termasuk gerakan vertikal mencari
makan, tipe dan ukuran pancing, jenis umpan dan lama perendaman pancing (soak
time), dapat memengaruhi ketersediaan dan kerentanan spesies ikan pelagis pada ope-
rasional penangkapan rawai tuna (Zhu et al. 2012).
Perbedaan konstruksi jumlah pancing memengaruhi kedalaman pancing untuk
mencapai kedalaman renang (swimming layer) ikan target. Beverly et al. (2009) menyata-
kan salah satu teknik yang potensial untuk mengurangi tangkapan yang tidak diingin-
kan adalah menghilangkan pancing permukaan. Tipe rawai dalam dapat mengurangi
interaksi spesies epipelagis karena rata-rata kedalaman pancing dibawah 100 meter.
Meskipun kedalaman pancing rawai permukaan dan dalam berbeda, kedua tipe ini me-
nargetkan tuna mata besar dan menangkap komposisi yang sama; namun ada perbeda-
an signifikan laju tangkap terhadap lima spesies epipelagis nontarget yaitu jenis tenggi-
ri laki, lemadang, ikan tumbuk, setuhuk biru, dan setuhuk loreng lebih sedikit tertang-
kap di tipe rawai dalam. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian ini yang menunjukkan
porsi ikan discards (56,97%) yang merupakan ikan jenis epipelagis lebih banyak tertang-
kap tipe rawai yang lebih dangkal dibandingkan tipe rawai dalam (32,22%).
Zhu et al. (2012) menyatakan kecuali untuk hiu tikus (bigeye thresher) dan sabit
bawal (Taractichthys steindachneri), spesies HTS memiliki kedalaman rata-rata yang ber-
beda secara signifikan dari bigeye tuna. Selanjutnya Beverly et al. (2003) species yang
memiliki nilai ekonomis seperti pomfret, escolar, dan opah ditemukan di perairan laut da-
lam dan berkelompok dengan tuna mata besar; sedangkan snake mackerel, lancetfish, dan
25
Dian Novianto, Budi Nugraha
pelagic rays dapat tertangkap pada setiap kedalaman mata pancing. Beverly et al. (2009)
juga menemukan bahwa menghilangkan pancing dangkal di atas 100 m dari kolom air
dari rawai tuna standar (dangkal) secara signifikan dapat meningkatkan tangkapan ba-
wal sabit, dan tangkapan hiu tikus (bigeye thresher) akan meningkat bila menggunakan
pancing dalam. Oleh karena itu, menyesuaikan alat tangkap rawai untuk rentang keda-
laman tertentu dapat mengurangi tingkat tangkapan beberapa spesies, tetapi mening-
katkan tingkat tangkapan jenis lainnya (Zhu et al. 2012).
Ward & Myers (2005) menyatakan perbandingan catch ability pada siang dan
malam hari mengungkapkan variasi pola makan di antara spesies mesopelagis yang
mungkin merupakan gambaran migrasi vertikal mereka. Nilai catch ability dari bigeye
tuna meningkat pada daerah yang lebih dalam pada siang hari sedangkan pada malam
hari penyebarannya lebih merata, hal ini diduga visibilitas yang sangat penting untuk
distribusi vertikal predator besar seperti bigeye tuna di laut terbuka. Mereka makan di
bawah zona diterangi matahari siang hari di mana mereka dapat menghindari deteksi
oleh mangsanya dan pada malam hari penyebarannya lebih luas karena laut hampir se-
ragam gelap. Distribusi dari predator besar lainnya menunjukkan pola migrasi vertikal
yang mirip dengan bigeye tuna, misalnya, albacore tuna, escolar (Lepidocybium flavo-
brunneum), dan bigeye thresher shark (Alopias superciliosus). Visibilitas juga penting un-
tuk menghindari predator bagi spesies yang berukuran kecil,. mereka berkonsentrasi
pada kedalaman yang dalam, di bawah zona diterangi matahari selama siang hari, di
mana mereka dapat menghindari predator mereka dan malam hari mereka menjelajah
ke permukaan.
Berdasarkan pengamatan di laut dengan menggunakan hook timer, waktu men-
cari makan menunjukkan ikan naga dan pari lemer aktif di malam hari. Diduga mereka
merupakan mangsa bagi ikan predator lainnya sehingga mereka lebih menghindari da-
erah yang terang. Beberapa spesies epipelagis menunjukkan pola yang berlawanan, ber-
konsentrasi di permukaan air selama siang hari dan kemudian mulai lebih luas berge-
rak di malam hari, misalnya ikan tumbuk dan setuhuk loreng (Ward & Myers 2005).
Simpulan
Terdapat 36 spesies yang terdiri atas empat jenis tangkapan utama yakni tuna
mata besar (bigeye tuna/Thunnus obesus), tuna sirip kuning (yellowfin tuna/Thunnus
alba-cares), tuna sirip biru selatan (southern bluefin tuna/Thunnus maccoyii), dan alba-
kora (albacore/Thunnus alalunga), 32 spesies HTS yang terdiri atas 23 spesies yang
dimanfaatkan dan 9 spesies yang dibuang. Interaksi antara ikan target dan nontarget
sangat dipengaruhi oleh kedalaman renang, kebiasaan mencari makan, dan status
mangsa dan pemangsa.
Persantunan
Tulisan ini merupakan kontribusi kegiatan riset Penelitian Kedalaman Renang (swim-
ming layer) dan waktu makan (feeding periodicity) tuna di Samudera Hindia. T.A. 2013,
di Loka Penelitian Perikanan Tuna, Benoa – Denpasar, Bali.
26
Prosiding Seminar Nasional Ikan ke 8
Daftar pustaka
Bartram PK, Kaneko JJ. 2009. Catch to bycatch ratios: comparing Hawaii’s longline
fisheries with others. SOEST 04-05.JIMAR Contribution 04-352. University of
Hawaii-NOAA, Joint Institute for Marine and Atmospheric Research.
http://www.soest.hawaii.edu/pfrp/soest_jimar_rpts/bartram_kaneko_bycatch
_rpt.pdf. diunduh tanggal 1 Mei 2014.
Barata A, Prisantoso BI. 2009. Beberapa jenis ikan bawal (Angel fish, Bramidae) yang
tertangkap dengan rawai tuna (tuna long line) di Samudera Hindia dan aspek
penangkapannya. Bawal, 2(5): 223–227.
Beverly S, Chapman L, Sokimi. 2003. Horizontal longline fishing methods and tech-
niques: a manual for fisherman. Multipress, Noumea, New Caledonia. 130 p.
Beverly S, Curran D, Musyl M, Molony B. 2009. Effects of eliminating shallow hooks
from tuna longline sets on target and non-target species in the Hawaii-based
pelagic tuna fishery. Fisheries Research 96/281–288/ doi:10.1016/ j.fishres.
2008.12.010.
Heithaus, Michael R, Alejandro Frid, Wirsing AJ, Boris Worm. Predicting ecological
consequences of marine top predator declines. Review Trends in Ecology and
Evolution, 23(4). http://dx.doi.org/10.1016/j.tree.2008.01.003 diunduh tanggal
1 Mei 2014.
Huang HW, Chang KY, Tai JP. 2008. Preliminary estimation of seabird bycatch of Tai-
wanese longline fisheries in the Indian Ocean. IOTC-2008-WPEB-17. 5 p.
Joseph J. 2009. Bycatch in the world’s tuna fisheries: An overview of the state of mea-
sured data, programs and a proposal for a path forward. An International Sea-
food Sustainability Foundation White Paper. http://iss-foundation.org/wp-
content/uploads/downloads/2010/12/ISSF-Whitepaper-Bycatch.pdf di unduh
tanggal 2 Mei 2014
Klawe WL. 1980. Long lines catches of tunas within the 200 miles Economic zones of the
Indian and Western Pasific Ocean. Dev. Rep. Indian Ocean Prog. 48: 83 pp.
MoratoT, Hoyle SD, Allain V, Nicol SJ. 2010. Seamounts are hotspots of pelagic biodi-
versity in the open ocean. PNAS vol. 107 no. 21 9707–9711. Available at www.
pnas.org/lookup/suppl/doi:10.1073/pnas.0910290107/-/DCSupplemental.
Nugraha B, Triharyuni S. 2009. Pengaruh suhu dan kedalaman mata pancing rawai tuna
(tuna long line) terhadap hasil tangkapan tuna di Samudera Hindia. J. Lit.
Perikan. Ind. 15(3): 239–247.
Prisantoso BI, Widodo AA, Mahiswara, Sadiyah L. 2010. Beberapa jenis hasil tangkap
sampingan (by-catch) kapal rawai tuna di Samudera Hindia yang berbasis di Ci-
lacap. J. Lit. Perikan. Ind. 16 (3): 185-194.
Read AJ. 2007. Do circle hooks reduce the mortality of sea turtles in pelagic longlines? A
review of recent experiments. Biological Conservation I. 35: 155-169.
Setyadji B, Nugraha B. 2012. Hasil tangkap sampingan kapal rawai tuna di Samudera
Hindia yang berbasis di benoa. J. Lit. Perikan. Ind. 18(1): 43-51.
Ward P, Myers RA. 2005. Inferring the depth distribution of catchability for pelagic
fishes and correcting for variations in the depth of longline fishing gear. Can. J.
Fish. Aquat. Sci. 62: 1130–1142. doi: 10.1139/F05-021.
27
Dian Novianto, Budi Nugraha
Ward P, Ransom A, Myers, Blanchard W. 2004. Fish lost at sea: the effect of soak time on
pelagic longline catches. Fish. Bull. 102:179–195.
ZhenhuaW, Dai Xiaojie, Zhu Jiangfeng, Wang Xuefang. 2013. Catch and depth distribu-
tion of pelagic fishes caught in a Chinese observer trip in the water of eastern
Solomon Islands. WCPFC-SC9-2013/ EB-WP-13.
Zhu J, Xu L, Dai X, Chen X, Chen Y. 2012. Comparative analysis of depth distribution
for seventeen large pelagic fish species captured in a longline fishery in the cen-
tral-eastern Pacific Ocean. Scientia Marina 76(1). doi: 10.3989/scimar.03379.16C.
28