Anda di halaman 1dari 51

Efektivitas Klinis dan Evaluasi Ekonomi

Hemodialisis dan Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis

pada Pasien Gagal Ginjal Terminal di Indonesia

Disusun oleh:

Komite Penilaian Teknologi Kesehatan

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia

Desember, 2015

Informasi lebih lanjut atau pertanyaan dapat dikirimkan melalui email ditujukan pada:

kptk.online@gmail.com

Page 1 of 51
Efektivitas Klinis dan Evaluasi Ekonomi
Hemodialisis dan Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis
pada Pasien Gagal Ginjal Terminal di Indonesia

Tim Panel Ad Hoc

Prof. DR. Dr. Suhardjono, Sp.PD-KGH, Kger


Prof. Dr. Rully M. A. Roesli, Ph.D, Sp.PD-KGH
Prof. Budi Hidayat, SKM, MPPM, Ph.D
dr. Afiatin, Sp.PD-KGH
dr. Santoso Soeroso, Sp. A, MARS
Dr. Erna Kristin, M.Si., Apt
dr. Ahmad Fuadi, MSc-HEPL
Dr. dra. Agusdini Banun S., Apt, MARS
Ully Adhie Mulyani, S.Si, Apt

Persons In Charge (PICs)

dr. Levina Chandra Khoe, MPH


drg. Lusiana Siti Masytoh
dr. Eva Herlinawaty
Erie Gusnellyanti, S.Si, Apt, MKM
dr. Ida Bagus Anom Suryadiputra
Mazda Novi Mukhlisa, SKM

Komite Penilaian Teknologi Kesehatan


Kementerian Kesehatan
Jl. HR Rasuna Said Blok X-5 Kav 4-9
Gedung Prof. dr. Sujudi, Lantai 14
Jakarta Selatan, Indonesia.
Telepon: +621 520 11590
Email: kptk.online@gmail.com

Page 2 of 51
Daftar kontributor

Prof. Dr. dr. Sudigdo Sastroasmoro,1 Sp.A(K)


Prof. dr. Hasbullah Thabrany,1 MPH, DrPH
Dr. drg. Mardiati Nadjib,1 MSc
Yot Teerawattananon,2 MD, PhD
Pitsaphun Werayingyong2
Waranya Rattanavipapong,2 MSc
drg. Armansyah,3 MPPM
Herlinawati, SKM,3 MSc(PH)
Windi Haryani, 3 SE
Siti Habibah, 3 SKM
Febriansyah, 3 SKM
dr. Rossa Estetika 3
Saryo Pramono, 3 BSc

1
Penasihat teknis, Komite Penilaian Teknologi Kesehatan, Indonesia
2
Health Intervention and Technology Assessment Program (HITAP), Kementerian
Kesehatan Masyarakat, Thailand
3
Pusat Pembiayaan Jaminan Kesehatan, Kementerian Kesehatan, Indonesia

Page 3 of 51
DAFTAR ISI

RINGKASAN EKSEKUTIF 8

BAB 1: PENDAHULUAN 10

Latar belakang 10
Deskripsi masalah 10

Definisi dan etiologi 10

Terapi 11

Hemodialisis 12

Dialisis peritoneal 11

Pemanfaatan saat ini dalam skema jaminan kesehatan nasional 12

Masalah dalam pengambilan keputusan 13

Pertanyaan penelitian 13

Tujuan 14

BAB 2: METODE 15

Metode telaah sistematik efektivitas klinis 15


Strategi penelusuran literatur 15

Kriteria inklusi/eksklusi 15

Penilaian kritis 15

Peringkat bukti 16

Derajat rekomendasi 16

Metode Evaluasi Ekonomi 17


Desain dan model 17

Parameter model 18

Probabilitas transisional dari efektivitas klinis 19

Biaya dan kualitas hidup terkait kesehatan (utilitas) 20

Analisis model 21

Analisis ketidakpastian (uncertainty analysis) 22

Analisis dampak biaya (budget impact analysis) 22

Page 4 of 51
BAB 3: HASIL 23

Bukti klinis 23

Evaluasi ekonomi 26
Luaran kesehatan 26

Biaya tiap opsi kebijakan 26

Incremental cost effectiveness ratio (ICER) 27

Analisis ketidakpastian (uncertainty analysis) 28

Analisis dampak biaya (budget impact analysis) 29

BAB 4: DISKUSI 30

BAB 5: SIMPULAN DAN REKOMENDASI 34

Bukti klinis DP dan HD 34

Evaluasi ekonomi membandingkan kebijakan HD dan DP


sebagai terapi pertama dengan terapi suportif 35

Rekomendasi penelitian 35

SUMBER PENDANAAN 35

KONFLIK KEPENTINGAN 36

DAFTAR PUSTAKA 37

LAMPIRAN 1 3642

LAMPIRAN 2 455

LAMPIRAN 3 487

LAMPIRAN 4 509

Page 5 of 51
Page 6 of 51
Daftar Singkatan

IK 95% Interval kepercayaan 95%


AHCPR US Agency for Health Care Policy and Research
AHRQ US Agency for Health Research and Quality
BPJS Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
GGK gagal ginjal kronik
GGT gagal ginjal terminal
EQ5D-3L Euroqol 5 dimensi 3 level
PDB produk domestik bruto
HD Hemodialysis
ICER incremental cost-effectiveness ratio
IDR Indonesian rupiah
INA-CBGs Indonesian Case Base Groups
IRR Indonesian Renal Registry
JKN Jaminan Kesehatan Nasional
LFG laju filtrasi glomerular
LY life year
DP dialisis peritoneal
PERNEFRI Perhimpunan Nefrologi Indonesia
PICO participant, intervention, comparator, outcome
QALY quality-adjusted life year
RCT randomized controlled trial (uji acak kontrol)
RISKESDAS Riset Kesehatan Dasar
SIGN Scottish Intercollegiate Guidelines Network
tpHDtoD probabilitas transisional dari hemodialisis ke kondisi meninggal
tpHDtoPD probabilitas transisional dari hemodialisis ke dialisis peritoneal

tpPDtoD probabilitas transisional dari dialisis peritoneal ke kondisi meninggal

tpPDtoHD probabilitas transisional dari dialisis peritoneal ke hemodialisis

Page 7 of 51
Ringkasan Eksekutif

Tujuan
Studi ini bertujuan untuk meninjau bukti efektivitas hemodialisis (HD) dan dialisis peritoneal
(DP) serta menilai value for money dan dampak biaya atas kebijakan HD dan DP
dibandingkan dengan terapi suportif. Studi ini menyediakan bukti ilmiah bagi pemegang
kebijakan untuk menjamin terapi dialisis dapat diakses oleh semua pasien gagal ginjal
terminal (GGT) di Indonesia dan menjadi contoh penerapan penilaian teknologi kesehatan
(PTK) dalam konteks Indonesia.

Metode
Telaah literatur secara sistematik dilakukan untuk meninjau efektivitas klinis. Penulis
melakukan penelusuran literatur efektivitas DP dan HD melalui sumber data elektronik,
seperti PubMed dan Cochrane, artikel lengkap dapat diakses, berbahasa Inggris, dan
terpublikasi dalam kurun waktu 15 tahun terakhir. Studi yang dikaji adalah hasil penelitian
dengan metode uji klinis dengan randomisasi (UKR) atau randomized controlled trial RCT),
meta-analisis, atau telaah sistematik.

Evaluasi ekonomi berbasis pemodelan dikembangkan dengan menggunakan data lokal dan
internasional untuk mengukur potensial biaya dan luaran kesehatan dalam bentuk life
years/LY dan quality-adjusted life years/QALY. Opsi kebijakan yang ditawarkan adalah:

1. Kebijakan HD sebagai terapi lini pertama, yaitu memberikan layanan HD sebagai


terapi inisial (pilihan pertama) bagi pasien gagal ginjal terminal (GGT), diikuti DP
bila diperlukan
2. Kebijakan DP sebagai terapi lini pertama, yaitu memberikan layanan DP sebagai
terapi inisial bagi pasien GGT, diikuti HD bila diperlukan
3. Opsi terapi suportif, yaitu menyediakan terapi suportif terbaik tanpa dialisis maupun
transplantasi ginjal

Hasil
Penelusuran literatur menemukan 606 artikel, 595 di antaranya dieksklusi. Hanya dua artikel
yang memenuhi kriteria inklusi. Satu di antaranya merupakan studi RCT, lainnya merupakan

Page 8 of 51
telaah sistematik yang mengkaji satu studi RCT yang sama. Uji klinis tersebut memiliki
risiko bias yang tinggi karena jumlah subyek yang sangat kecil sehingga meningkatkan
probabilitas error. Hasil telaah menunjukkan tidak ada perbedaan risiko yang signifikan
antara DP dan HD (RR 0,50, IK95% 0,21-1,22).

Hasil evaluasi ekonomi mengindikasikan baik kebijakan HD maupun DP sebagai terapi


pertama tidak memberikan good value for money bila ambang batas kemampuan bayar
(willingness to pay) sama dengan satu produk domestik bruto (PDB) atau 43 juta rupiah.
Namun, bila pemerintah meningkatkan ambang batas kemampuan bayar menjadi lebih dari
190 juta rupiah, maka kebijakan DP sebagai terapi pertama merupakan pilihan terbaik.
Kebijakan HD sebagai terapi pertama tidak memberikan good value for money di semua nilai
ambang batas karena mengeluarkan biaya yang lebih mahal dan menghasilkan luaran
kesehatan yang lebih rendah dibandingkan kebijakan DP sebagai terapi pertama. Analisis
dampak anggaran (budget impact analysis) menyajikan bukti ilmiah akan besarnya beban
finansial yang ditanggung negara apabila kondisi saat ini, yakni HD mendominasi DP,
berlanjut hingga lima tahun ke depan.

Simpulan

Dalam hal efektivitas klinis, belum ada bukti yang cukup untuk menarik kesimpulan mana
yang lebih efektif apakah DP atau HD. Hasil telaah sistematik menyajikan hanya ada satu uji
klinis dengan randomisasi (UKR) dengan jumlah subyek yang sedikit. Walaupun demikian,
untuk evaluasi ekonomi, kebijakan DP sebagai terapi pertama dinilai lebih cost-effective
dibandingkan dengan kebijakan HD sebagai terapi pertama. Selain itu, anggaran yang
diperlukan untuk menerapkan kebijakan DP sebagai terapi pertama lebih rendah
dibandingkan kebijakan HD sebagai terapi pertama dalam kurun waktu lima tahun.
Berdasarkan hasil studi kebijakan DP sebagai terapi pertama mengurangi beban ekonomi.
Studi ini menyarankan agar kebijakan DP sebagai terapi lini pertama ditetapkan sebagai
pilihan untuk kebijakan program JKN untuk menjamin kesinambungan program.

Page 9 of 51
Bab 1: Pendahuluan

Latar belakang

Deskripsi masalah
Penyakit gagal ginjal terminal (GGT) merupakan penyakit yang secara global menjadi beban
mortalitas dan morbiditas, tetapi juga memberikan beban ekonomi negara. Peningkatan
jumlah penduduk usia lanjut dan peningkatan prevalens penyakit tidak menular dapat
berkontribusi terhadap peningkatan prevalens GGT.1-3 Transplantasi ginjal atau dialisis
merupakan terapi yang sangat esensial bagi pasien GGT. Tanpa dialisis, prognosis pasien
GGT bervariasi; mereka akan meninggal dalam enam bulan hingga dua tahun.4-5 Di Asia,
jumlah pasien GGT yang menerima terapi pengganti ginjal diperkirakan akan meningkat dua
kali lipat, dari 2,6 juta pada tahun 2010 menjadi 5,4 juta pada tahun 2030.1 Sementara di
Indonesia, hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS, 2013) menunjukkan bahwa 0,2%
penduduk Indonesia berisiko untuk mengalami GGT.6

Definisi dan etiologi


Kidney Disease: Improving Global Outcomes (KDIGO) mendefinisikan GGK sebagai kondisi
abnormal dari struktur atau fungsi ginjal selama minimal tiga bulan dengan implikasi pada
kesehatan. GGK diklasifikasikan berdasarkan penyebab, kategori LFG, dan albumin.7

Page 10 of 51
Tabel 1. Prognosis GGK berdasarkan kategori LFG dan albuminaria (KDIGO, 2012)7
Prognosis GGK berdasarkan kategori Kategori albuminaria persisten
LFG dan albuminuria (KDIGO, 2012) A1 A2 A3
Normal – Meningkat Meningkat
sedikit sedang tinggi
meningkat
<30 mg/g 30-300 mg/g >300mg/g
<3 mg/mmol 3-30 >30 mg/mmol
mg/mmol
G1 Normal atau ≥ 90
meningkat
G2 Sedikit menurun 60-89
(ml/min/1,73m2)
Kategori GFR

G3a Penurunan ringan 45-59


atau sedang
G3b Penurunan sedang 30-44
atau berat
G4 Penurunan berat 15-29
G5 Gagal ginjal <15

Keterangan:
Hijau = risiko rendah (bila tidak ada penanda penyakit ginjal, tidak ada GGK); kuning = risiko
sedang; oranye = risiko tinggi; merah = risiko sangat tinggi

Penyakit GGK dapat berkaitan dengan penyakit kronik lainnya, seperti diabetes melitus atau
hipertensi. Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI) mengidentifikasi berbagai
etiologi GGT seperti hipertensi renal (31%), nefropati diabetik (26%), penyakit glomerular
primer (14%), pielonefritis kronik (10%), nefropatif obstruktif (7%), dan lainnya (12%).8

Terapi
Ada tiga pilihan terapi bagi pasien GGT, yakni hemodialisis (HD), dialisis peritoneal (DP),
dan transplantasi ginjal. Banyak studi menunjukkan bahwa transplantasi ginjal merupakan
terapi yang terbaik bagi pasien GGT,9-11 tetapi kelangkaan organ hidup dan kurang
diterimanya penggunaan donor kadaver membatasi pilihan pasien hanya pada HD atau DP.11
Selain itu, mengingat insidens GGT per tahun adalah 35.000 pasien13 dan prevalens 120.000
pasien,14 maka transplantasi ginjal bukan merupakan pilihan yang mampu laksana.
Indonesian Renal Registry (IRR) mencatat HD sebagai terapi yang paling dominan,
menempati 80% dari seluruh pasien GGT dan hanya 2% yang memilih DP.15

Page 11 of 51
Hemodialisis
Hemodialisis merupakan suatu metode terapi pengganti ginjal dengan menggunakan dialiser
atau selaput membran semi permeabel untuk mengeluarkan produk sisa metabolisme dan
mengoreksi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit pada pasien GGT.16 Pembedahan
minor diperlukan untuk membuat akses pembuluh darah. Di Indonesia, HD merupakan terapi
medis paling umum bagi pasien GGT. HD dikerjakan di unit dialisis, 2-3 kali seminggu dan
setiap sesinya memerlukan waktu sekitar 4-5 jam.12,17

Dialisis peritoneal
Dialisis peritoneal melibatkan pemindahan cairan melewati membran yang memisahkan dua
kompartemen, yaitu darah di kapiler peritoneal yang mengandung kelebihan urea, kreatinin,
kalium dan hasil metabolisme tubuh lainnya, serta cairan dialisis di rongga peritoneum yang
mengandung natrium, klorida, laktat atau bikarbonat. Dalam proses dialisis, difusi,
ultrafiltrasi serta absorpsi terjadi bersamaan.16 Tindakan ini tidak terikat pada mesin dan
pasien dapat melakukan aktivitas normal dengan cairan di dalam abdomen. DP memerlukan
beberapa kali penggantian cairan, biasanya 3-4 kali sehari. Walaupun demikian, pasien perlu
waspada akan kemungkinan peritonitis sebagai salah satu komplikasi DP yang paling sering.
Dialisis peritoneal dapat dilakukan tanpa bantuan tenaga medis, pasien harus mandiri dan
memiliki kesadaran akan kebersihan pribadi.18 Hasil studi sebelumnya menyatakan bahwa
pasien DP memiliki ketahanan hidup yang sama atau bahkan lebih baik daripada HD,
terutama di tahun-tahun pertama.19-21 Selain itu, dalam hal kualitas hidup, banyak hasil studi
yang mengindikasikan pasien DP merasa lebih puas dibandingkan HD.22-24

Pemanfaatan saat ini dalam skema jaminan kesehatan nasional


Skema Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) berbasis premi yang dikelola oleh Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) telah diluncurkan pada awal tahun 2014. JKN
bertujuan untuk mencapai cakupan semesta, yang diperkirakan berjumlah 250 juta penduduk
pada tahun 2019. Semua terapi dialisis ditanggung biayanya dalam skema jaminan ini.
Walaupun demikian, diperkirakan hanya 53% pasien yang memperoleh akses dialisis dan
hampir seluruhnya menjalani HD, meskipun DP lebih murah dibandingkan HD.24 Dengan
cakupan dialisis saat ini, BPJS telah mengeluarkan biaya lebih dari 1,5 triliun rupiah pada
tahun 2014, menempati urutan kedua dalam biaya terbesar.25 Karena biaya dialisis sangat
membebani sistem kesehatan, berbagai evaluasi ekonomi telah dilakukan untuk menilai
dampak finansial terapi dialisis di berbagai tempat di dunia.26-31 Di banyak negara maju,
Page 12 of 51
biaya HD lebih mahal dibandingkan DP; sementara di negara berkembang, ada beberapa
laporan bahwa DP lebih mahal daripada HD.29 Untuk menghindari peningkatan beban
ekonomi, Thailand dan Hong Kong telah mengimplementasikan DP sebagai terapi inisial
bagi pasien GGT dan kedua tempat ini telah sukses meningkatkan cakupan dialisis.31,32

Masalah dalam pengambilan keputusan


Studi ini melakukan evaluasi ekonomi berbasis pemodelan dan analisis dampak anggaran
pada pemilihan modalitas dialisis sebagai terapi pertama, baik HD maupun DP, bagi pasien
GGT. Tiga opsi kebijakan yang dianalisis dalam studi ini, adalah:

1. Kebijakan HD sebagai terapi pertama, yaitu menawarkan HD sebagai terapi awal


diikuti dengan DP bila diperlukan
2. Kebijakan DP sebagai terapi pertama, yaitu menawarkan DP sebagai terapi awal
diikuti dengan HD bila diperlukan
3. Opsi terapi suportif, yaitu menyediakan terapi suportif terbaik tanpa dialisis atau
transplantasi ginjal.

Baik opsi DP maupun HD perlu dipertimbangkan bersama mengingat mereka bukanlah


kompetitor, tetapi saling melengkapi. Studi ini dilakukan untuk menyajikan bukti urutan
terapi yang terbaik. Dalam studi ini, penulis tidak membandingkan DP sebagai terapi pertama
dan HD sebagai terapi pertama secara langsung, karena kedua teknologi tersebut tidak
memiliki perbedaan yang signifikan dalam hal efektivitas klinis.33-35 Sebagai pembanding
adalah terapi suportif. Dalam praktik terapi suportif tidak lazim ditemukan. Studi ini
menggambarkan berapa banyak pasien yang dapat mengakses atau terselamatkan dengan
adanya penerapan kebijakan DP atau HD sebagai terapi pilihan pertama.

Pertanyaan penelitian
Studi ini bermaksud untuk menjawab pertanyaan penelitian berikut:

1. Terapi dialisis mana yang lebih baik meningkatkan analisis survival pasien GGT?
2. Berapa jumlah biaya yang dikeluarkan untuk terapi dialisis bagi pasien GGT di
Indonesia?
3. Berapa nilai tahun hidup berkualitas (QALY) pasien dialisis?
4. Berapa cost-utility kebijakan HD sebagai terapi pertama dibandingkan dengan opsi
terapi suportif?

Page 13 of 51
5. Berapa cost-utility kebijakan DP sebagai terapi pertama dibandingkan dengan opsi
terapi suportif?
6. Bagaimana dampak biaya dari penerapan kebijakan HD sebagai terapi pertama dalam
kurun waktu lima tahun?
7. Bagaimana dampak biaya dari penerapan kebijakan DP sebagai terapi pertama dalam
kurun waktu lima tahun?

Tujuan
Tujuan pelaksanaan studi ini adalah untuk meninjau bukti ilmiah efektivitas HD dan DP pada
pasien GGT. Selain itu, dengan menggunakan perspektif sosietal dan penyedia layanan
kesehatan, studi ini bertujuan untuk menyediakan bukti ilmiah bagi pemegang kebijakan
mengenai urutan terapi apa yang sebaiknya diterapkan bagi seluruh pasien GGT dan
mengevaluasi value for money apabila HD dan DP dijalankan sebagai terapi pertama
dibandingkan dengan terapi suportif.

Page 14 of 51
Bab 2: Metode

Metode telaah sistematik efektivitas klinis

Strategi penelusuran literatur


Penelusuran literatur dilakukan dengan menggunakan sumber data elektronik Cochrane dan
MEDLINE (1 Januari 2010 – 19 Mei 2015). Kata kunci ditetapkan menggunakan kerangka
PICO (Patient/Population, Intervention/Index, Comparison, Outcome). Kata kunci yang
digunakan adalah sebagai berikut: end stage renal disease OR ESRD OR end stage renal
failure OR ESRF OR kidney failure OR renal failure OR terminal kidney disease OR stage 5
kidney; AND peritoneal dialysis OR continuous ambulatory peritoneal dialysis OR CAPD;
AND hemodialysis OR dialysis OR haemodialysis; AND mortality OR survival OR death risk.
Selain itu, data lokal juga diperoleh dari hasil registri ginjal.

Kriteria inklusi/eksklusi

Literatur yang ditelusuri adalah uji klinis dengan randomisasi (UKR) atau randomised
controlled trial (RCT), meta-analisis atau telaah sistematik. Target populasinya adalah pasien
GGT dewasa (usia di atas 18 tahun) yang menjalani terapi HD atau DP. DP atau lebih
spesifik continuous ambulatory peritoneal dialysis (CAPD) merupakan intervensi, dan HD
berbasis rumah sakit atau klinik merupakan kontrol dalam studi ini. Luaran yang dicari
adalah survival atau mortalitas (secara umum atau spesifik). Artikel yang ditelaah dibatasi
artikel lengkap, terpublikasi dalam kurun waktu sepuluh tahun, dan dalam Bahasa Inggris.
Karena studi yang dilakukan berfokus hanya pada kondisi kronik dan satu jenis terapi, maka
penulis mengeksklusikan gagal ginjal akut dan terapi kombinasi (HD dan DP).

Penilaian kritis
Artikel-artikel tersebut dikritisi untuk validitas (validity), pentingnya secara klinis (clinical
importance), dan kemamputerapan (applicability) dengan menggunakan worksheet.36
Kualitas studi yang terpilih dinilai menggunakan Cochrane Collaboration tool untuk menilai
risiko bias.37

Page 15 of 51
Peringkat bukti

Peringkat bukti dan derajat rekomendasi diklasifikasikan berdasarkan definisi the Scottish
Intercollegiate Guidelines Network (SIGN), yang dikembangkan oleh the US Agency for
Health Care Policy and Research (AHCPR, sekarang the US Agency for Health Research
and Quality, AHRQ).38

Peringkat bukti:

1++ Meta-analisis berkualitas tinggi, telaah sistematik dari uji klinis berkualitas tinggi
dengan sedikit risiko bias.
1+ Meta-analisis yang dilakukan dengan baik, telaah sistematik dari uji klinis atau uji
klinis yang dilakukan dengan baik dan risiko bias rendah.
1- Meta-analisis, telaah sistematik dari uji klinis atau uji klinis dengan risiko bias tinggi
2++ Telaah sistematik dari studi kohort atau kasus kontrol dengan bias sangat rendah dan
probabilitas tinggi memiliki hubungan sebab akibat.
2+ Studi kohort atau kasus kontrol dengan risiko bias rendah dan probabilitas sedang
dalam hubungan sebab akibat.
2- Studi kohort atau kasus kontrol dengan risiko bias tinggi dan risiko signifikan bahwa
hubungan bukan sebab akibat.
3 Studi non-analitik, seperti laporan kasus dan serial kasus
4 Pendapat ahli.

Derajat rekomendasi
A Minimal satu meta-analisis, telaah sistematik atau uji klinis yang termasuk 1++ dan
langsung dapat diaplikasikan pada target populasi, atau sekelompok bukti ilmiah yang
terdiri dari studi-studi yang digolongkan 1+ dan konsisten satu dengan yang lainnya.
B. Sekumpulan bukti ilmiah yang termasuk 2++, dapat langsung diaplikasikan pada target
populasi dan sangat konsisten satu dengan yang lain, atau bukti ilmiah yang
diekstrapolasi dari studi yang digolongkan 1++ atau 1+.

C. Sekumpulan bukti ilmiah yang terdiri atas studi yang digolongkan 2+, dapat langsung
diaplikasikan pada target populasi dan sangat konsisten satu dengan yang lainnya, atau
bukti ilmiah yang diekstrapolasikan dari studi-studi golongan 2++.

D. Bukti ilmiah peringkat 3 atau 4, atau bukti ilmiah yang diekstrapolasikan dari studi-
studi golongan 2+.

Page 16 of 51
Metode Evaluasi Ekonomi

Desain dan model


Studi ini menilai value for money dan menganalisis dampak biaya antara dialisis dan terapi
suportif. Evaluasi ekonomi berupa analisis cost-utility, dilakukan dengan Microsoft Excel
2010. Pada model ini, tiga opsi kebijakan dibandingkan, yaitu: 1) HD sebagai terapi pertama
diikuti dengan DP bila terjadi komplikasi/perpindahan; 2) DP sebagai terapi pertama diikuti
dengan HD bila terjadi komplikasi/perpindahan; dan 3) opsi terapi suportif atau didefinisikan
sebagai restriksi cairan, pemberian diuretik dosis tinggi, obat antihipertensi, kalsium
bikarbonat, ferum sulfat, transfusi darah bagi pasien GGT yang tidak mampu melakukan
dialisis ataupun transplantasi ginjal (seperti ditunjukkan dalam Gambar 1).

Pasien GGT

Hemodialisis tpHDtoPD Dialisis Peritoneal

Komplikasi
tpPDtoHD
Komplikasi

tpHDtoD tpPDtoD
Kematian

Gambar 1. Skema Diagram Model Markov

Model Markov dibangun untuk menghitung biaya dan luaran kesehatan dalam bentuk tahun
hidup (life years/LY) dan quality-adjusted life years (QALY) dalam menerapkan DP atau HD
sebagai terapi pertama bagi pasien GGT. Gambar 1 mengilustrasikan perjalanan penyakit
seorang pasien GGT mulai dari terapi inisial ke modalitas lain (bila berpindah terapi) atau
meninggal. Di dalam model, pasien dapat memulai terapi dengan DP atau HD dan tetap

Page 17 of 51
berada di terapi yang sama hingga siklus berikutnya. Pasien dapat mengalami komplikasi
selama menjalani terapi, dan berpindah ke modalitas lain, atau dapat meninggal baik karena
penyebab GGT ataupun bukan.

Parameter model
Di dalam model, parameter terdiri atas parameter efektivitas klinis, biaya, dan kualitas hidup
yang berkaitan dengan kesehatan (utilitas). Data dikumpulkan dari sumber primer dan
sekunder. Semua parameter yang digunakan dalam model, dijelaskan pada Tabel 2.

Tabel 2. Nilai rerata dan standard error pada parameter input


Parameter Rerata SE Distribusi Sumber
data
Data ketahanan hidup
Tahun ke-1 0,224 0,0018 Beta IRR
Tahun ke-2 0,135 0,0023 Beta IRR
Tahun ke-3 0,122 0,0028 Beta IRR
Tahun ke-4 0,059 0,0033 Beta IRR
Tahun ke-5 0,063 0,0041 Beta IRR
Tahun ke-6 0,146 0,0184 Beta IRR
Probabilitas transisional
Probabilitas meninggal pada 0,405 0,159 Beta Pendapat
pasien dengan terapi suportif ahli
Probabilitas pasien DP 0,252 0,502 Gamma [39]
mengalami komplikasi
peritonitis
Probabilitas pasien HD 0,041 0,040 Gamma [15]
mengalami komplikasi akses
vaskular
Probabilitas perpindahan HD ke 0,111 0,072 Beta [33,34]
DP
Probabilitas perpindahan DP ke 0,350 0,104 Beta [33,34]
HD
Biaya medis langsung
Biaya terapi suportif 444.400 444.400 Gamma INA CBGs*
Biaya awal DP 13.724.975 141.669 Gamma Tagihan RS
Biaya awal HD 13.822.775 2.102.552 Gamma Tagihan RS
Biaya rutin DP dalam setahun 88.926.820 2.978.939 Gamma Tagihan RS
Biaya rutin HD dalam setahun 110.402.541 2.545.667 Gamma Tagihan RS
Biaya perawatan akibat 8.207.800 3.575.200 Gamma Tagihan RS
komplikasi DP dalam setahun
Biaya perawatan akibat 12.924.542 6.125.203 Gamma Tagihan RS
komplikasi HD dalam setahun
Biaya nonmedis langsung, seperti biaya perjalanan, konsumsi
Biaya seumur hidup yang 274.881 274.881 Gamma Kuesioner

Page 18 of 51
dibayarkan rumah tangga untuk
pasien terapi suportif
Biaya DP yang dibayarkan 1.554.789 249.450 Gamma Kuesioner
rumah tangga dalam setahun
Biaya HD yang dibayarkan 9.004.780 793.556 Gamma Kuesioner
rumah tangga dalam setahun
Biaya nonmedis tidak langsung, seperti kehilangan pendapatan
Biaya DP yang dibayarkan 1.743.783 1.302.865 Gamma Kuesioner
rumah tangga dalam setahun
Biaya HD yang dibayarkan 3.156.480 8.061.043 Gamma Kuesioner
rumah tangga dalam setahun
Utilitas
Utilitas pasien DP tanpa 0,82 0,03 Beta Kuesioner
komplikasi
Utilitas pasien HD tanpa 0,70 0,04 Beta Kuesioner
komplikasi
Utilitas pasien DP dengan 0,31 0,09 Beta Kuesioner
komplikasi
Utilitas pasien HD dengan 0,37 0,11 Beta Kuesioner
komplikasi
*Tarif INA CBGs ditentukan oleh pemerintah dan dibedakan sesuai diagnosis, tipe rumah
sakit, dan regional

Probabilitas transisional dari efektivitas klinis


Probabilitas transisional terapi diperoleh dari telaah sistematik. Nilai rerata pasien HD yang
berpindah ke DP adalah 0,111; sementara pasien DP berpindah ke HD sebesar 0,350.34
Probabilitas komplikasi diperoleh dari studi lokal.

Untuk data kesintasan/survival, berdasarkan review tersebut, hanya ada satu RCT kecil yang
telah dilakukan.33 Pada RCT tersebut, hanya 38 subyek yang berhasil direkrut dan diikuti
selama 5 tahun. Studi tersebut menunjukkan bahwa pasien yang mengawali terapi dengan DP
memiliki angka kesintasan lebih baik dibandingkan HD pada empat tahun pertama, dengan
rasio hazard 3,6 (IK 95%: 0,8-15,4).34 Walaupun demikian, akibat keterbatasan jumlah
subyek dan karakteristik pasien yang berbeda, data kesintasan diambil dari studi lokal kohort
retrospektif yang dikerjakan oleh Indonesian Renal Registry. Database nasional terdiri atas
55.467 laporan dari pusat dialisis pada tahun 2007 hingga 2012. Analisis Kaplan-Meier
dilakukan untuk mengestimasi tingkat kesintasan. Tabel 2 menunjukkan angka kesintasan
44,3% dalam periode 71 bulan dengan median usia 50 tahun dan median waktu ketahanan
hidup 18 bulan.40

Page 19 of 51
Tabel 3. Data kesintasan dari Indonesian Renal Registry (2007-2012)
Bulan % ketahanan hidup IK95%
0 100 -
6 83,0 82,6-83,3
12 77,6 77,2-77,9
24 67,1 66,7-67,6
36 58,9 58,4-59,5
48 55,4 54,7-56,0
60 51,9 51,1-52,7
71 44,3 40,7-47,9

Perihal terapi suportif, konsultasi dengan para pakar, perhimpunan nefrologi Indonesia
(PERNEFRI) menyebutkan bahwa 50% pasien dengan terapi suportif bertahan hidup dalam
waktu antara 1-2 bulan. Biaya perawatan pada pasien ini diestimasikan berdasarkan asumsi
bahwa mereka memerlukan satu kali rawat jalan. Biaya tidak langsung yang dibebankan pada
rumah tangga diambil dari kuesioner yang ditanyakan pada pasien dialisis. Penulis
mengasumsikan biaya tidak langsung untuk terapi suportif sama dengan dialisis pada studi
ini.

Biaya dan kualitas hidup terkait kesehatan (utilitas)


Model ini mengadopsi perspektif sosietal dan penyedia layanan kesehatan, sehingga biaya
medis langsung, nonmedis langsung, dan biaya tidak langsung dimasukkan dalam analisis.
Seluruh biaya dihitung pada tahun 2015. Biaya medis langsung untuk kedua modalitas,
termasuk biaya konsultasi, biaya tindakan, pemeriksaan (tes laboratorium/radiologi) dan
biaya obat. Data diperoleh secara primer dari tagihan rumah sakit dan rekam medis untuk
periode satu tahun (1 Juni 2014 – 30 Juni 2015). Biaya medis langsung dihitung dari biaya
setiap pasien pada tiap kunjungan dikalikan dengan frekuensi dialisis dalam satu tahun.
Berdasarkan konsultasi dengan para pakar, frekuensi HD dalam satu tahun adalah 104 kali
atau 2 kali seminggu, dan frekuensi DP dalam setahun adalah 12 kali atau sekali dalam
sebulan.

Biaya langsung nonmedis, biaya tidak langsung, dan utilitas diperoleh dari wawancara pasien
menggunakan kuesioner. Tiga rumah sakita dipilih sebagai tempat penelitian, yaitu satu
rumah sakit rujukan pusat nasional yakni RS Cipto Mangunkusumo di Jakarta; satu rumah
sakit tipe A yakni RS Hasan Sadikin; dan satu rumah sakit tipe C yakni RS Khusus Ginjal

a
Berdasarkan sistem pembayaran INA CBGs, rumah sakit diklasifikasikan menjadi RS rujukan pusat nasional, RS
rujukan khusus, tipe A, B, C dan D.
Page 20 of 51
RA Habibie di Bandung. Sebanyak 104 pasien direkrut dari tiga rumah sakit, dengan jumlah
pasien HD dan DP masing-masing 52 pasien. Kriteria inklusi pada studi ini adalah pasien
GGT yang menjalani HD atau DP, dewasa (usia lebih dari 18 tahun), dan telah mendapat
terapi selama minimal 6 bulan. Pasien yang tidak melanjutkan terapi atau lost to follow-up
selama tiga bulan atau mendapat terapi kombinasi, HD dan DP, dieksklusi dari studi ini.
Karakteristik pasien HD dan DP disesuaikan menurut usia, jenis kelamin, lama terapi, dan
komorbiditas.

Kuesioner yang diberikan terdiri atas 41 pertanyaan mengenai data demografik, biaya
langsung nonmedis dan biaya tidak langsung (Lampiran 1). Pertanyaan-pertanyaan dalam
kuesioner tersebut telah diuji pada 30 pasien di sebuah unit dialisis di Jogjakarta dan telah
divalidasi oleh ahli statistik. Untuk biaya langsung nonmedis, semua subyek ditanyakan
mengenai biaya transportasi, konsumsi, dan akomodasi saat mereka menjalani terapi di
rumah sakit. Biaya medis langsung merujuk pada biaya yang dikeluarkan oleh pasien dan
pendamping, sementara biaya tidak langsung menggambarkan kehilangan pendapatan
pendamping dalam satu tahun.

Nilai utilitas diukur dengan menggunakan instrumen EuroQoL EQ5D3L (Lampiran 2).
Pasien ditanyakan mengenai kondisi mereka saat itu dan kondisi mereka saat mengalami
komplikasi (bila ada). Skor utilitas pasien DP dan HD dihitung dengan menggunakan value
set Thailand.

Analisis model
Evaluasi ekonomi berbasis model dilakukan dengan panjang siklus satu tahun untuk status
kesehatan dan satu bulan untuk komplikasi. Rentang waktu seumur hidup diterapkan dalam
model ini. Dengan menggunakan pendekatan ini, total biaya seumur hidup dan luaran
kesehatan antara tiga opsi kebijakan ini dibandingkan. Semua biaya dan luaran kesehatan
didiskon sebesar 3% sesuai rekomendasi WHO. Hasilnya ditampilkan dalam bentuk
pertambahan rasio cost-effectiveness atau incremental cost-effectiveness ratio (ICER). ICER
dihitung dengan menggunakan formula berikut:

𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑏𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑖𝑛𝑡𝑒𝑟𝑣𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑏𝑎𝑟𝑢−𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑏𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑖𝑛𝑡𝑒𝑟𝑣𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑙𝑎𝑚𝑎


ICER = 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑄𝐴𝐿𝑌 𝑖𝑛𝑡𝑒𝑟𝑣𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑏𝑎𝑟𝑢−𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑄𝐴𝐿𝑌 𝑖𝑛𝑡𝑒𝑟𝑣𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑙𝑎𝑚𝑎

Page 21 of 51
Saat ini belum ada nilai ambang batas atau threshold per QALY yang diperoleh untuk
mengadopsi teknologi kesehatan di Indonesia. Walaupun demikian, studi ini menggunakan
threshold satu PDB berdasarkan rekomendasi WHO,41 yaitu 43 juta rupiah per QALYb. Nilai
threshold ini membantu menginformasikan pada pemegang kebijakan apakah kebijakan DP
atau HD sebagai terapi pertama dapat memberikan good value for money untuk konteks
Indonesia.

Analisis ketidakpastian (uncertainty analysis)


Analisis sensitivitas probabilistik menggunakan simulasi Monte Carlo dilakukan dalam studi
ini. Semua parameter input diberikan distribusi probabilitas untuk menggambarkan
kemungkinan rentang nilai. Proses ini diulang sebanyak 1000 kali. Setiap simulasi
menghasilkan satu nilai cost-effectiveness. Nilai rerata analisis sensitivitas probabilistik
ditampilkan dalam nilai ICER dan kurva cost-effectiveness acceptability.

Analisis dampak biaya (budget impact analysis)


Analisis dampak biaya dilakukan untuk menilai dampak finansial kebijakan DP atau HD
sebagai terapi pertama melalui perspektif penyedia layanan kesehatan. Biaya diestimasi untuk
rentang waktu lima tahun. Data yang dimasukkan mencakup data prevalens, insidens, dan
cakupan dialisis. Data prevalens diperoleh dari data klaim BPJS pada tahun 2014 (14),
sementara insidens diambil dari laporan IRR tahun 2014.13 Studi ini menggunakan data
prevalens 63.818 pasien dan 17.913 pasien untuk dimasukkan dalam model. Dua skenario
cakupan (53% dan 100%) digunakan dalam analisis dampak biaya. Data cakupan dihitung
dari jumlah pasien GGT yang saat ini mendapat akses dialisis di tahun 2014 dibagi dengan
jumlah pasien GGT yang diharapkan.

b
1 GDP = US$ 3,557 merujuk pada data World Bank
Page 22 of 51
Bab 3: Hasil

Bukti klinis

Sejumlah 606 artikel diperoleh melalui pencarian awal literatur. Setelah mengeksklusikan
studi yang tidak relevan, tersisa sebelas artikel. Tidak ada artikel yang memenuhi kriteria
inklusi dan eksklusi karena sebagian besar adalah penelitian observasional (lihat Lampiran 3).
Karena itu, pencarian diperluas dengan mencakup publikasi dalam kurun waktu 15 tahun,
hasilnya dua artikel diikutsertakan dalam tinjauan akhir (Gambar 2).

Gambar 2. Alur diagram pemilihan studi

Tabel 4. Studi yang dimasukkan dalam telaah sistematik

Referensi Desain studi Peringkat bukti *

Vale L et al., 200433 Telaah sistematik CAPD vs HD rumah sakit 1-


atau rumah pada pasien GGT dewasa

Korevaar et al., 200334 Uji acak klinis terapi awal HD vs DP 1-

*
Berdasarkan kriteria SIGN

Page 23 of 51
Satu artikel merupakan telaah sistematik yang menilai DP dan HD pada pasien GGT dewasa.
Telaah tersebut menemukan hanya satu UKR kecil.34 Hampir kebanyakan studi adalah studi
observasional sehingga dieksklusikan dari telaah ini. Vale et al. menyimpulkan tidak ada
yang dapat memberikan jawaban atas perbandingan efektivitas DP dan HD.33 Telaah tersebut
menunjukkan keterbatasan studi UKR tersebut, seperti jumlah subyek yang direkrut rendah
sehingga uji klinis memiliki kekuatan penelitian rendah (36%). Pada UKR, 38 pasien
dirandomisasi untuk mendapat terapi HD atau DP dan diikuti selama lima tahun. Uji klinis
dihentikan sebelum waktunya karena kekurangan jumlah peserta. Hazard ratio HD vs DP
setelah menyesuaikan usia, skor komorbiditas, dan penyakit ginjal primer adalah 3,6 (IK
95%: 0,8-15,4). UKR tersebut dikritisi lebih lanjut (Tabel 5). Hasilnya berpotensi tidak dapat
dipercaya karena risiko bias yang tinggi (Tabel 6). Walaupun demikian, uji klinis ini
merupakan yang pertama dan satu-satunya uji acak klinis untuk dialisis hingga saat ini.
Review tersebut juga mengidentifikasikan satu studi yang tengah berjalan membandingkan
dialisis inisiasi awal atau lambat (studi IDEAL), yang dipublikasikan pada tahun 2010.
Namun, studi IDEAL tersebut tidak menilai ketahanan hidup pasien DP atau HD secara
spesifik sehingga diekslusikan dalam studi ini.

Table 5. Telaah kritis UKR

Judul artikel Effect of starting with hemodialysis


compared with peritoneal dialysis in patients
new on dialysis treatment: a randomized
controlled trial

Penulis utama Johanna C. Korevaar, et al.

Jurnal Kidney International, 2003

A. Validitas: Apakah studi ini sahih?

Aspek yang dinilai Ya, tidak, tidak jelas


(Sertakan komentar pendek seperlunya)

Apakah peserta penelitian dirandomisasi? Ya, semua subyek dirandomisasi melalui


Dan apakah tabel randomisasinya pusat telepon.
disembunyikan?

Apakah karakteristik kedua kelompok Tidak jelas, kedua kelompok dianalisis secara
deskriptif tetapi tes heterogenitas tidak

Page 24 of 51
sebanding sebelum dilakukan intervensi? dilakukan.

Apakah pasien dan peneliti idak mengetahui Tidak, baik pasien maupun peneliti
perlakuan yang diberikan? mengetahui perlakuan yang diberikan.

Apakah semua pasien yang ikut dalam uji Ya, semua pasien diikutsertakan dalam
klinis diikutsertakan dalam analisis akhir? analisis akhir dan dianalisis sesuai dengan
Dan apakah mereka dianalisis dalam kelompok awal saat randomisasi.
kelompok awal saat randomisasi?

B. Importance: Apakah hasil studi ini secara klinis penting?

Meninggal Hidup

DP (intervensi) 5 15

HD (kontrol) 9 9

Control event rate (CER) = 9/18 = 0,5


Experimental event rate (EER) = 5/20 = 0,25
Absolute risk reduction (ARR) = CER-EER = 0,5-0,25 = 0,25
Relative risk reduction (RRR) = ARR/CER = 0,25/0,5 = 50%
Number needed to treat (NNT) = 1/ARR = 1/0,25 = 4

C. Applicability: apakah hasil penelitian dapat diterapkan pada pasien kita?


Apakah karakteristik pasien kita mirip Tidak
dengan pasien penelitian?
Apakah tersedia obat, keahlian, fasilitas, Ya
biaya yang diperlukan?

Apakah pasien dan keluarga dapat menerima Ya


pemberian obat/pengobatan atas dasar nilai-
nilai sosial, budaya, agama?

Komentar Uji klinis ini memiliki kekuatan penelitian


rendah karena sedikitnya jumlah subyek yang
direkrut. Selain itu, subyek juga diberi
kesempatan untuk berpindah terapi dalam
periode follow-up

Page 25 of 51
Tabel 6. Menilai risiko bias studi uji acak klinis37
Domain Penjelasan dalam studi Risiko bias
Sekuens/urutan Pasien terpilih secara acak melalui sistem Rendah
komputer
Alokasi tertutup Alokasi sentral dilakukan Rendah
Peserta, peneliti, penilai Tidak ada blinding Tinggi
tidak mengetahui perlakuan
yang diberikan (blinding)
Data luaran tidak lengkap Tidak jelas Tidak pasti
Pelaporan luaran selektif Tidak jelas Tidak pasti
Hal lain yang Jumlah subyek yang tidak memenuhi target Tinggi
mempengaruhi validitas

Evaluasi ekonomi
Luaran kesehatan
Studi ini membandingkan luaran kesehatan untuk tiga opsi kebijakan, DP sebagai terapi
pertama, HD sebagai terapi pertama, dan terapi suportif dalam hal tahun hidup dan QALY.
Opsi kebijakan terapi suportif menghasilkan 0,21 tahun hidup atau 0,076 QALY. Tanpa
komplikasi, data utilitas pasien DP adalah 0,82 dan pasien HD 0,70. Data utilitas pasien DP
dan HD dengan komplikasi berturut-turut adalah 0,31 dan 0,37. Tanpa mendiskon luaran
kesehatan dan menggunakan angka ketahanan hidup yang sama, baik DP maupun HD
sebagai terapi pertama menghasilkan 5,93 tahun hidup. Walaupun demikian, kebijakan DP
sebagai terapi pertama memberikan QALY yang sedikit lebih baik dibandingkan HD sebagai
terapi pertama, yaitu 4,40 vs 4,34 QALY karena pasien DP memiliki kualitas hidup lebih
baik dibandingkan HD.

Biaya tiap opsi kebijakan


Dengan menggunakan perspektif sosietal, total biaya terapi suportif adalah Rp 1.774.266,00
sementara DP sebagai terapi pertama adalah Rp 696.644.562,00 dan HD sebagai terapi
pertama sebesar Rp 735.464.540,00. Bila menggunakan perspektif penyedia layanan
kesehatan, total biaya terapi suportif adalah Rp 1.096.211,00, DP sebagai terapi pertama
sebesar Rp 647.041.474,00 dan HD sebagai terapi pertama yaitu Rp 672.449.060,00. Dari

Page 26 of 51
kedua perspektif ini, HD sebagai terapi pertama mengeluarkan biaya paling mahal dari ketiga
pilihan ini serta mengindikasikan beban besar yang ditanggung rumah sakit, sementara terapi
suportif mengeluarkan biaya paling minim, seperti yang ditunjukkan pada tabel di bawah ini.
Penerapan kebijakan DP sebagai terapi pertama mengeluarkan biaya lebih rendah
dibandingkan HD sebagai terapi pertama, tetapi menghasilkan QALY lebih dibandingkan
opsi lainnya.

Tabel 7. Biaya tiap opsi kebijakan*


Opsi kebijakan Biaya penyedia Biaya rumah tangga Biaya sosietal
layanan
Opsi terapi suportif 1.096.211 678.055 1.774.266
DP sebagai terapi 647.041.474 49.603.088 696.644.562
pertama
HD sebagai terapi 672.449.060 63.015.480 735.464.540
pertama
*semua biaya dalam rupiah

Incremental cost effectiveness ratio (ICER)


Dengan membandingkan biaya dan QALY dari kebijakan DP dan HD sebagai terapi pertama
dengan terapi suportif pada pasien berusia 50 tahun menggunakan perspektif sosietal dan
diskon 3%, biaya inkremental DP sebagai terapi pertama lebih rendah dibandingkan HD
sebagai terapi pertama, sedangkan inkremental QALY lebih tinggi. ICER DP sebagai terapi
pertama adalah Rp 193.292.504,00 per QALY lebih rendah dibandingkan HD sebagai terapi
pertama dengan nilai ICER Rp 207.424.333,00 per QALY. BIla nilai threshold yang
digunakan adalah Rp 43.000.000,00, maka baik DP maupun HD sebagai terapi pertama tidak
cost-effective (lihat detailnya pada Tabel 8).

Tabel 8. Pertambahan rasio cost-effectiveness (ICER) kebijakan DP dan HD sebagai


terapi pertama dibandingkan dengan terapi suportif *
DP sebagai terapi pertama HD sebagai terapi pertama
Pertambahan biaya (rupiah) 696.644.562 735.464.540
Pertambahan QALY 3,60 3,55
ICER per QALY 193.292.504 207.424.333
*semua biaya dalam rupiah

Page 27 of 51
Analisis ketidakpastian (uncertainty analysis)
Gambar 3 menunjukkan hasil simulasi Monte Carlo dari segi sosietal. Kebijakan HD dan DP
sebagai terapi pertama menghasilkan biaya dan QALY lebih besar bila dibandingkan dengan
terapi suportif. Hasil observasi data ditampilkan dalam kurva cost-effectiveness acceptability
(Gambar 3) yang menunjukkan probabilitas kemungkinan suatu opsi terpilih untuk tingkat
kemampuan bayar (willingness to pay) yang berbeda. Pada nilai kemampuan bayar Rp
43.000.000,00, terapi suportif merupakan pilihan terbaik. Kebijakan DP sebagai terapi
pertama merupakan yang terbaik bila nilai threshold lebih dari Rp 190.000.000,00. Tanpa
memandang besarnya threshold, kebijakan HD sebagai terapi pertama tidak cost-effective
karena HD membutuhkan biaya lebih besar dengan nilai QALY lebih kecil dibandingkan DP
sebagai terapi pertama.

Gambar 3. Cost-effectiveness plane kebijakan DP dan HD sebagai terapi pertama


dibandingkan dengan terapi suportif

1.000 Biaya (juta rupiah)


Supportive care
900 option
PD first policy

800 HD first policy

700

600

500

400

300

200

100
QALY
-
- 1,00 2,00 3,00 4,00 5,00 6,00

Page 28 of 51
Gambar 4. Kurva Cost-Effectiveness Acceptability

1,00

0,90 Supportive Care Option


Probabilitas suatu modalitas terpilih

PD first policy
0,80 HD first policy

3 PDB = Rp 128.000.000,00
0,70

0,60

0,50

0,40

0,30

0,20

0,10

0,00

Nilai rasio willingness to pay (juta rupiah)

Analisis dampak biaya (budget impact analysis)


Analisis dampak biaya dilakukan untuk kurun waktu lima tahun dengan menggunakan
perspektif penyedia layanan kesehatan untuk mengestimasi dukungan finansial terapi dialisis.
Cakupan dialisis saat ini diperkirakan 53% dengan jumlah total pasien dalam setahun 63.818
orang dan jumlah pasien baru 17.913 orang di akhir tahun 2014. Dengan memperkenalkan
DP dan HD sebagai terapi pertama, anggaran yang diperlukan berturut-turut mencapai 6,7
triliun rupiah dan 8 triliun rupiah di tahun pertama, serta 39,4 triliun serta 87,7 triliun rupiah
dalam lima tahun. Bila terdapat peningkatan akses dialisis menjadi 100%, diperlukan biaya
sebesar 74,5 triliun rupiah dan 165,7 triliun rupiah dalam lima tahun untuk menerapkan
kebijakan DP dan HD sebagai terapi pertama.

Page 29 of 51
Tabel 9. Analisis dampak biaya DP dan HD sebagai terapi pertama

Cakupan dialisis Tahun DP sebagai terapi pertama HD sebagai terapi pertama


53% 1 6,7 8,0
2 7,1 13,4
3 7,8 18,1
4 8,5 22,2
5 9,4 26,0
Total 39,4 87,7
100% 1 12,6 15,0
2 13,3 25,3
3 14,7 34,2
4 16,1 41,9
5 17,7 49,2
Total 74,5 165,7

*Semua biaya dalam triliun rupiah

Bab 4: Diskusi

Hasil telaah sistematik menunjukkan bahwa memulai terapi dengan DP menghasilkan


ketahanan hidup lebih baik dalam 1-2 tahun pertama dibandingkan HD dengan peringkat

Page 30 of 51
bukti 1-.34 Walaupun demikian, hanya ada satu RCT dengan sampel kecil hingga telaah ini
dilakukan. Kekuatan penelitian RCT tersebut jauh di bawah ekspektasi (36%), karena itu
diperlukan penelitian lebih lanjut dengan merekrut lebih banyak subyek diperlukan untuk
memperoleh kekuatan penelitian yang cukup dan mengurangi risiko bias.33 Studi RCT
tersebut dianalisis ulang oleh Vale et al, yang mengidentifikasikan tidak ada perbedaan nilai
kesintasan/survival yang bermakna antara DP dengan HD (RR = 0,5, IK 95%: 0,21-1,22).
dalam studi ini, dilakukan pengulangan perhitungan risk ratio dan hasil yang diperoleh sama
dengan data sebelumnya. Suatu telaah literatur juga mengindikasikan bahwa DP bermanfaat
di tahun-tahun pertama dibandingkan HD di unit dialisis, tetapi menghasilkan angka
kesintasan/survival yang sama atau lebih rendah jangka panjang.42-52

Baik HD maupun DP memberikan luaran klinis dan kualitas hidup lebih baik dibandingkan
pasien dengan terapi suportif. Walaupun demikian, HD mendominasi DP sebagai terapi pada
pasien GGT di Indonesia,15 meskipun biayanya lebih mahal. Hasil studi ini mengindikasikan
bahwa baik DP maupun HD sebagai terapi pertama tidak memberikan good value for money
bila ambang batas yang digunakan sama dengan satu PDB atau 43 juta rupiah. Indonesia saat
ini belum memiliki kesepakatan akan nilai ambang batas yang digunakan dalam mengadopsi
teknologi kesehatan. Bila pemerintah meningkatkan willingness to pay menjadi sama atau
lebih tinggi dari 190 juta rupiah, yaitu lebih dari 4 kali nilai PDB, kebijakan DP sebagai
terapi pertama merupakan keputusan optimal karena DP mendominasi HD untuk setiap nilai
ambang batas. Hasil temuan ini konsisten dengan studi-studi sebelumnya yang melakukan
penelitian serupa.26,27,31

Dengan menggunakan perspektif sosietal, studi ini menghitung beban rumah tangga akibat
terapi dialisis. Rumah tangga pasien HD mengeluarkan biaya transportasi lebih besar
dibandingkan DP karena mereka memerlukan lebih banyak kunjungan ke rumah sakit (9 juta
rupiah vs 2 juta rupiah). Studi ini menggunakan setting perkotaan dengan rerata waktu
transportasi dari rumah pasien ke rumah sakit kurang dari satu jam, sementara pada setting
pedesaan, perjalanan pasien dari rumah ke klinik dapat menghabiskan waktu berjam-jam.
Mengingat Indonesia memiliki variasi geografi yang luas, DP perlu dipertimbangkan sebagai
pilihan terapi superior dibandingkan HD karena menguntungkan rumah tangga dalam hal
mengurangi biaya transportasi dan bagi penyedia layanan kesehatan mengurangi kebutuhan
pembangunan unit dialisis, mesin dialisis, dan menambah staf terlatih. Mendirikan unit HD
baru di daerah terpencil dengan jumlah penduduk yang minim dapat meningkatkan biaya HD
di masa yang akan datang. Namun, biaya DP saat ini dinilai masih terlalu mahal, terutama

Page 31 of 51
cairan DP, karena DP baru dikembangkan di beberapa unit dialisis dan masih kekurangan
tenaga kesehatan terlatih dan ruangan.

Kualitas pasien HD diukur dengan EQ5D3L yang telah diterima di studi-studi sebelumnya
yang membahas topik yang sama.53 Secara umum, pasien HD memiliki skor lebih rendah
dibandingkan DP untuk semua dimensi pada EQ5D3L, yaitu mobilitas, perawatan diri,
aktivitas sehari-hari, nyeri/ketidaknyamanan, dan cemas/depresi (HD 0,78 vs DP 0,85). Hasil
ini sejalan dengan studi di Thailand.31 tetapi ada ketidaksesuaian dengan studi lainnya yang
menunjukkan kesamaan atau hasil lebih buruk pada pasien DP bila dibandingkan dengan
HD.53,54

Analisis dampak biaya menunjukkan bahwa kebijakan DP sebagai terapi pertama


menghasilkan beban finansial lebih rendah pada pembayar dibandingkan HD sebagai terapi
pertama. Mengingat cakupan dialisis saat ini hanya 53% dan diasumsikan bahwa semua
pasien akan memperoleh akses terhadap dialisis di tahun 2019, pembayar dapat menghemat
biaya bila DP diterapkan sebagai terapi pertama bagi pasien GGT. Perlu ditekankan bahwa
istilah “DP sebagai terapi pertama” tidak mengeliminasi HD atau modalitas lainnya, maupun
sebaliknya. Pilihan pasien terhadap modalitas dialisis dipengaruhi oleh usia, kondisi fisik,
komorbiditas dan gaya hidup.55 Karena itu, studi ini juga menghitung probabilitas
perpindahan/transisional dalam model Markov. Dalam model ini perlu dicatat bahwa baik
HD dan DP, keduanya harus tersedia tetapi memiliki tingkat cakupan yang berbeda.

Kekuatan penelitian ini adalah studi ini memberikan bukti ilmiah pertama menggunakan
evaluasi ekonomi berbasis model dan analisis dampak biaya pada pilihan terapi dialisis bagi
pasien GGT di Indonesia. Selain itu, model dan parameter input telah divalidasi di berbagai
rapat panel dengan ahli nefrologi, akademisi, dan ahli ekonomi kesehatan terkemuka.

Salah satu keterbatasan penelitian ini adalah kurangnya informasi biaya yang konsisten. Ada
kesulitan dalam mengkalkulasi biaya langsung karena adanya perbedaan dari data pasien
yang tercatat dalam rekam medis dan tagihan rumah sakit. Di samping itu, biaya cairan DP
dan transfer set yang tercantum dalam tagihan rumah sakit sama dengan biaya penggantian
yang tertera dalam peraturan Menteri Kesehatan No. 59 tahun 2014.56 Tarif tersebut dihitung
hanya berdasarkan data wilayah Jawa, lebih murah dibandingkan wilayah lainnya. Biaya
distribusi cairan DP ke wilayah lain belum diperhitungkan dalam tarif saat ini.

Ketidakpastian lain yang ditemukan dalam studi ini adalah masa follow up dari data
kesintasan adalah enam tahun dan studi masih berlanjut hingga saat laporan ini ditulis. Hasil

Page 32 of 51
data analisis kesintasan/survival menunjukkan hanya 44,3% pasien HD yang masih hidup
dalam kurun waktu 6 tahun. Tidak ada data lokal mengenai angka kesintasan pasien DP
karena jumlah pasien DP yang sangat kecil, bila dibandingkan dengan HD. Sebagai
tambahan, berbagai studi menemukan tidak ada perbedaan yang signifikan dalam hal angka
kesintasan antara DP dengan HD. Karena itu, penulis menggunakan data kesintasan yang
sama untuk pasien DP.

Studi ini mengambil data tagihan rumah sakit dari tiga rumah sakit yang berbeda tipenya. Di
Indonesia, terdapat perbedaan tarif untuk keempat tipe rumah sakit. Karena itu, hasil evaluasi
ekonomi yang menggunakan perspektif sosietal tidak dapat digeneralisasikan pada seluruh
wilayah Indonesia. Studi lain yang meneliti DP dan HD dalam skala lebih besar dengan
mengikutsertakan berbagai tipe rumah sakit dan di wilayah yang berbeda-beda diperlukan
untuk memahami gambaran yang lebih luas dari pelaksanaan terapi dialisis di Indonesia.

Sebagai tambahan, nilai utilitas pasien dengan terapi suportif diasumsikan sama dengan
utilitas pasien dialisis dengan komplikasi. Penggunaan asumsi ini dapat diterima karena
insidens pasien tanpa dialisis sangat jarang dan asumsi ini juga diterapkan di studi lain.31
Value set yang digunakan dalam studi ini diambil dari Thailand karena data lokal tidak
tersedia selama penelitian ini berlangsung.

Berdasarkan studi ini, kebijakan DP sebagai terapi pertama direkomendasikan sebagai pilihan
terbaik bila willingness to pay ditingkatkan menjadi lebih dari 190 juta rupiah. Walaupun
demikian, untuk dapat menerapkan kebijakan tersebut, perlu diketahui permasalahan yang
dihadapi saat ini dalam pelaksanaan terapi DP. Tarif INA CBGs untuk terapi DP saat ini
belum memberikan insentif yang sesuai pada dokter, dan rumah sakit hanya memperoleh
sedikit keuntungan. Sementara, biaya HD memiliki rentang batas keuntungan yang lebih
lebar, terutama untuk rumah sakit rujukan dan tipe A. Di samping itu, biaya distribusi cairan
DP belum termasuk dalam hitungan tersebut dan karena itu, perusahaan farmasi enggan
mengirimkan cairan ke daerah terpencil. Selain itu, hanya ada satu perusahaan yang
menyediakan cairan DP sehingga menyebabkan monopoli harga. Dalam hal ketersediaan
consumables serta perlengkapan yang dibutuhkan untuk DP, perusahaan masih mengimpor
dari luar negeri. Hal ini menyebabkan biaya DP menjadi mahal. Produksi DP dalam negeri
perlu didorong untuk menekan biaya produksi sehingga harga DP dapat lebih murah dan
dapat menjangkau daerah terpencil. Kendala lainnya dalam pengembangan cakupan DP
adalah tingkat kompetensi dokter yang melakukan DP. Dokter yang melakukan pemasangan
kateter untuk DP adalah dokter dengan kompetensi spesialis atau subspesialis di bidang
Page 33 of 51
bedah digestif. Selain biaya konsultasi yang lebih mahal, ketersediaan dokter subspesialis di
daerah juga menjadi masalah. Karena itu, PERNEFRI wilayah Jawa Barat melakukan uji
coba pemasangan kateter dengan metode Bandung yang dapat dilakukan oleh dokter ahli
nefrologi, sehingga diharapkan dapat menekan biaya dan menjangkau lebih banyak pasien
GGT. Mengingat banyaknya tantangan yang harus dihadapi dalam penerapan kebijakan DP
sebagai terapi pertama, analisis situasi atau kebijakan perlu dilakukan sehingga pemerintah
dapat menyiapkan kebutuhan yang diperlukan. Usaha dan komitmen yang jelas dari
pemerintah dan tenaga kesehatan harus ditingkatkan.

Bab 5: Simpulan dan Rekomendasi

Bukti klinis DP dan HD


Berdasarkan hasil telaah literatur, DP lebih efektif secara klinis dibandingkan HD dalam
tahun-tahun pertama berdasarkan satu studi RCT.

Page 34 of 51
Evaluasi ekonomi membandingkan kebijakan HD dan DP sebagai terapi
pertama dengan terapi suportif
Kebijakan DP sebagai terapi pertama bagi pasien GGT menghasilkan 5,93 tahun
diselamatkan, sama dengan kebijakan HD sebagai terapi pertama, dengan QALY sedikit
lebih tinggi (4,40 vs 4,34). Total biaya seumur hidup yang dikeluarkan pasien DP sebagai
terapi pertama diikuti HD bila diperlukan, adalah sekitar 700 juta. Biaya ini sedikit lebih
tinggi pada kebijakan HD sebagai terapi pertama diikuti DP bila diperlukan, yaitu 735 juta.
Dibandingkan terapi suportif, pertambahan rasio cost-effectiveness (ICER) kebijakan DP
sebagai terapi pertama adalah 193 juta per QALY, sementara HD menghasilkan 207 juta per
QALY. Analisis dampak biaya memperkirakan kebutuhan dana 43 triliun dengan cakupan
53% dan 75 triliun untuk cakupan 100% dalam kurun waktu 5 tahun untuk kebijakan DP
sebagai terapi pertama, dibandingkan dengan dana 88 triliun untuk cakupan 53% dan 166
triliun untuk cakupan 100% pada kebijakan HD sebagai terapi pertama. Berdasarkan hasil
tersebut, mengimplementasikan kebijakan DP sebagai terapi pertama memerlukan anggaran
lebih rendah dibandingkan HD sebagai terapi pertama.

Rekomendasi penelitian
1. Perlu dilakukan analisis kebijakan atau analisis situasi bila DP diterapkan sebagai lini
pertama
2. Perlu dikembangkan standarisasi format rekam medis atau catatan rekam medis
pasien yang bermanfaat untuk penelitian selanjutnya sehingga dapat memudahkan
proses pengumpulan data.
3. Studi ini menekankan hanya pada modalitas DP dan HD. Namun, perlu diketahui
bahwa transplantasi ginjal tetap merupakan terapi yang paling cost-effective,
karenanya di masa yang akan datang, penelitian perlu dilakukan untuk
membandingkan ketiga modalitas ini.

Sumber Pendanaan

Studi ini dibiayai dari anggaran Kementerian Kesehatan dengan bantuan dana dari Australia
Indonesia Partnership for Health Systems Strengthening (AIPHSS) di bawah Pemerintah
Australia - Department of Foreign Affairs and Trade.

Page 35 of 51
Konflik Kepentingan

Semua penulis yang namanya tercantum dalam manuskrip ini menyatakan bahwa mereka
tidak memiliki afiliasi atau keterlibatan dengan organisasi atau perusahaan mana pun yang
melibatkan kepentingan finansial maupun non-finansial.

Daftar Pustaka
1. Liyanage T, Ninomiya T, Jha V, Neal B, Patrice HM, Okpechi I, et al. Worldwide access to
treatment for end-stage kidney disease: a systematic review. J Lancet. 2015;385:1975-82.
2. Wild S, Roglic G, Green A, Sicree R, King H. Global prevalence of diabetes: estimates for
the year 2000 and projections for 2030. Diab Care. 2004;27:1047-53.
3. Kearney PM, Whelton M, Reynolds K, Muntner P, Whelton PK, He J. Global burden of
hypertension: analysis of worldwide data. Lancet 2005; 365:217-23.

Page 36 of 51
4. Smith C, Da Silva-Gane M, Chandna S, Warwicker P, Greenwood R, Farrington K. Choosing
not to dialyse: evaluation of planned non-dialytic management in a cohort of patients with
end-stage renal failure. Nephron Clinc Pract. 2003; 95:40–46
5. Wong CF, McCarthy M, Howse ML, Williams PS. Factors affecting survival in advanced
chronic kidney disease patients who choose not to receive dialysis. Ren Fail. 2007;29: 653–
59.
6. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Riset Kesehatan Dasar. 2013.
7. Kidney Disease: Improving Global Outcomes (KDIGO) CKD Work Group. KDIGO 2012
Clinical practice guideline for the evaluation and management of chronic kidney disease.
Kidney Int. Suppl. 2013;3:1-150.
8. Indonesian Renal Registry. 6th Report of Indonesian Renal Registry. 2013
9. Karlberg I, Nyberg G. Cost-effectiveness studies of renal transplantation. Int J Technol
Assess Health Care. 1995;11:611-22.
10. Laupacis A, Keown P, Pus N, Krueger H, Ferguson B, Wong C, et al. A study of the quality
of life and cost-utility of renal transplantation. Kidney Int. 1996;50:235-42.
11. de Wit GA, Ramsteijn PG, de Charro FT. Economic evaluation of end stage renal disease
treatment. Health Policy. 1998;44:215-32.
12. Prodjosudjadi W, Suhardjono A. End-stage renal disease in Indonesia: treatment
development. Ethn Dis. 2009;19:33-6.
13. Indonesian Renal Registry. 7th Report of Indonesian Renal Registry. 2014.
14. BPJS Kesehatan. Claim data of dialysis patient for period 1 January-31 Desember 2014.
15. Berns JS. Patient information: hemodialysis (beyond the basics). 2015. UptoDate. Available
from: http://www.uptodate.com/contents/hemodialysis-beyond-the-basics?source=see_link
(accessed on November 17, 2015)
16. Daugirdas JT, Blake PB, Ing TS. Handbook of dialysis. Edisi ke-4. 2007. Philadelphia:
Lipincot Wiliam & Wilkins.
17. PERNEFRI. Konsensus Peritoneal Dialisis pada penyakit ginjal kronik. 2011
18. Fenton SS, Schaubel DE, Desmeules M, Morrison HI, Mao Y, Copleston P, et al.
Hemodialysis versus peritoneal dialysis: a comparison of adjusted mortality rates. Am J
Kidney Dis.1997;30:334 -42.
19. Heaf JG, Løkkegaard H, Madsen M. Initial survival advantage of peritoneal dialysis relative
to haemodialysis. Nephrol Dial Transplant. 2002; 17:112-17.
20. Termorshuizen F, Korevaar JC, Dekker FW, Van Manen JG, Boeschoten EW, Krediet RT, on
behalf of the Netherlands Cooperative Study on the Adequacy Dialysis Study Group.
Hemodialysis and peritoneal dialysis: comparison of adjusted mortality rates according to the
duration of dialysis: analysis of the Netherlands Cooperative Study on the Adequacy of
Dialysis 2. J Am Soc Nephrol. 2003; 14:2851 -60.
21. Barendse SM, Speight J, Bradley C. The Renal Treatment Satisfaction Questionnaire
(RTSQ): a measure of satisfaction with treatment for chronic kidney failure. Am J Kidney
Dis. 2005;45:572-9.
22. Rubin HR, Fink NE, Plantinga LC, Sadler JH, Kliger AS, Powe NR. Patient ratings of
dialysis care with peritoneal dialysis vs hemodialysis. JAMA. 2004;291:697-703.
23. Juergensen E, Wuerth D, Finkelstein SH, Juergensen PH, Bekui A, Finkelstein FO.
Hemodialysis and peritoneal dialysis: patients' assessment of their satisfaction with therapy
and the impact of the therapy on their lives. Clin J Am Soc Nephrol. 2006;1:1191-6.

Page 37 of 51
24. Novelia E. Cost effectiveness analysis (CEA) penanganan gagal ginjal terminal dengan
hemodialisis dan continuous ambulatory peritoneal dialysis (CAPD) [Unpublished thesis].
Depok: Universitas Indonesia;2014.
25. BPJS Kesehatan. Data realisasi pelayanan katastrofik (sebagai diagnosis utama) tahun 2014.
Presented at the Ministry of Health; 2015.
26. Sennfӓlt K, Magnusson M, Carlsson P. Comparison of hemodialysis and peritoneal dialysis –
a cost-utility analysis. Perit Dial Int. 2001;22:39-47.
27. Treharne C, Liu FX, Arici M, Crowe L, Farooqui U. Peritoneal dialysis and in-centre
haemodialysis: a cost utility analysis from a UK payer perspective. Appl Health Econ Health
Policy. 2014;12:409-20.
28. Lim TO, Lim YN, Wong HS, Ahmad G, Singam TS, Morad Z, et al. Cost effectiveness
evaluation of the Ministry of Health Malaysia dialysis programme. Med J Malaysia.
1999;54:442-52.
29. Just PM, Riella MC, Tschosik EA, Noe LL, Bhattacharyya SK, de Charro F. Economic
evaluations of dialysis treatment modalities. Health Policy. 2008;86:163-80.
30. Hooi LS, Lim TO, Goh A, Wong HS, Tan CC,Ahmad G, Morad Z. Economic evaluation of
centre haemodialysis and continuous ambulatory peritoneal dialysis in Ministry of Health
hospitals, Malaysia. Nephrology. 2005;10:25-32.
31. Teerawattananon Y, Mugford M, Tangcharoensathien V. Economic evaluation of palliative
management versus peritoneal dialysis and hemodialysis for end-stage renal disease: evidence
for coverage decisions in Thailand. Value in Health. 2007;10:61-72.
32. Li, P.K., Chow, K.M. The cost barrier to peritoneal dialysis in the developing world—an
Asian perspective. Perit Dial Int. 2001;21:S307–13.
33. Vale L, Cody J, Wallace S, Daly C, Campbell M, Grant A, et al. Continuous ambulatory
peritoneal dialysis versus hospital or home hemodialysis for end-stage renal disease in adults.
[Cochrane review] In: Cochrane Database of Systematic Reviews, Issue 4, 2004. Oxford:
Update Software.
34. Korevaar JC, Feith GW, Dekker FW, van Manen JG, Boeschoten EW, Bossuyt PM, et al.
Effect of starting with hemodialysis compared with peritoneal dialysis in patients new on
dialysis treatment: a randomized controlled trial. Kidney Int. 2003;64:2222-8.
35. Stanley M. Peritoneal diaysis versus haemodialysis (adult). Nephrology 2010;15:S24-S31.
36. Sastroasmoro S. Menelusur asas dan kaidah evidence-based medicine. Jakarta: CV Sagung
Seto; 2014.
37. Higgins JPT, Altman DG, Gøtzsche PC, Jüni P, Moher D, Oxman AD, et al. The Cochrane
Collaboration’s tool for assessing risk of bias in randomized trials. BMJ 2011;343:d5928.
38. Scottish Intercollegiate Guidelines Network. SIGN 50: a guideline developers’ handbook.
Edinburgh: SIGN, 2001.
39. Suhardjono. The development of a continuous ambulatory peritoneal dialysis program in
Indonesia. Perit Dial Int. 2008;28:S59–62.
40. Purnama D, Riono P, Farid MN, Afiatin. The impact of diabetes mellitus and hypertension as
comorbid on survival rate chronic kidney disease on chronic hemodialysis patients
(Indonesian Renal Registry Report Analysis 2007-2012) [Unpublished thesis]. Depok:
Universitas Indonesia; 2015.
41. World Health Organization. Macroeconomics and health: investing in health for economic
development. Report of the WHO Commission on Macroeconomics and Health,World Health
Organization, Geneva, Switzerland:, 2001.

Page 38 of 51
42. Mailloux LU, Burkart JM. Dialysis modality and patient outcome. UpToDate. 2015.
43. Haapio M, Helve J, Kyllönen L, Grönhagen-Riska C, Finne P. Modality of chronic renal
replacement therapy and survival - a complete cohort from Finland, 2000-2009. Nephrol Dial
Transplant. 2013;28:3072-81.
44. Lukowsky LR, Mehrotra R, Kheifets L, Arah OA, Nissenson AR, Kalantar-Zadeh K.
Comparing mortality of peritoneal and hemodialysis patients in the first 2-years of dialysis
therapy: a marginal structural model analysis. Clin J Am Soc Nephrol. 2013;8:619-28.
45. Choi JY, Jang HM, Park J, Kim YS, Kang SW, Yang CW, et al. Survival advantage of
peritoneal dialysis relative to hemodialysis in the early period of incident dialysis patients: a
nationwide prospective propensity-matched study in Korea. PloS ONE. 2013;8:e84257.
46. Yeates K. Hemodialysis and peritoneal dialysis are associated with similar outcomes for end-
stage renal disease treatment in Canada. Nephrol Dial Transplant. 2012;27:3385-7.
47. Mehrotra R, Chiu YW, Kalantar-Zadeh K, Bargman J, Vonesh E. Similar outcomes with
hemodialysis and peritoneal dialysis in patients with end stage renal disease. Arch Intern Med
2011;171:110-8.
48. Lee CC, Sun CY, Wu MS. Long-term modality-related mortality analysis in incident dialysis
patients. Perit Dial Int. 2009;29:182-90.
49. Sanabria M, Muñoz J, Trillos C, Hernändez G, Latorre C, Diaz CS, et al. Dialysis outcomes
in Colombia (DOC) study: a comparison of patient survival on peritoneal dialysis vs
hemodialysis in Colombia. Kidney International. 2008;73:S165-S172.
50. Liem YS, Wong JB, Hunink MGM, de Charro FTh, Winkelmayer WC. Comparison of
hemodialysis and peritoneal dialysis survival in the Netherlands. Kidney International.
2007;71:153-58.
51. Jaar BG, Coresh J, Plantinga LC, Fink NE, Klaq MJ, Levey AS, et al. Comparing the risk for
death with peritoneal dialysis and hemodialysis in a national cohort of patients with chronic
kidney disease. Ann Intern Med. 2005;143:174-83.
52. Inrig JK, Sun JL, Yang Q, Briley LP, Szczech LA. Mortality by dialysis modality among
patients who have end-stage renal disease and are awaiting renal transplantation. Clin J Am
Soc Nephrol. 2006;1:774-9.
53. Wasserfallen JB, Halabi G, Saudan P, Perneger T, Feldman HI, Marin PY, Wauters JP.
Quality of life on chronic dialysis: comparison between haemodialysis and peritoneal dialysis.
Nephrol Dial Transplant 2004;19:1594-9.
54. de Wit GA, Merkus MP, Krediet RT, Charro RT. Health profiles and health preferences of
dialysis patients. Nephrol Dial Transplant 2002;17:86-92.
55. Chanouzas D, Ng KP, Fallouh B, Baharani J. What influences patient choice of treatment
modality at the pre-dialysis stage? Nephrol Dial Transplant. 2012;27:1542-7.
56. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 59 Tahun 2014. Standar Tarif
Pelayanan Kesehatan dalam Penyelnggaraan Program Jaminan Kesehatan.

Lampiran 1

Kuesioner Biaya pada Pasien dan Keluarga Pendamping

Page 39 of 51
No Identitas Peserta □□□□□□
No telepon yang bisa dihubungi: ………………………………………..
Nama pewawancara:
Mohon menjawab pertanyaan berikut dengan memberi tanda x di dalam kotak □ sesuai
jawaban Anda. Untuk pengisian angka atau huruf □, mohon dituliskan di dalam kotak, satu
karakter untuk setiap kotak

Data Demografik
1. Tanggal wawancara
□□/□□/□□□□
(tanggal/bulan/tahun)
2. Tempat wawancara
3. Usia
4. Jenis kelamin
5. Pendidikan terakhir □ 1. Tidak sekolah
□ 2. Tamat SD/sederajat
□ 3. Tamat SMP/sederajat
□ 4. Tamat SMA/sederajat
□ 5. Tamat Akademi/PT
6. Modalitas terapi awal
□ 1. CAPD
□ 2. HD (Hemodialisis)
7. Waktu pertama kali
memulai terapi □□/□□□□
bulan/tahun
8. Modalitas terapi saat
ini □ 1. CAPD
□ 2. HD
9. Apakah Anda pernah
berganti terapi? □ 1. Iya
□ 2. Tidak
10. Bila Anda menjawab
iya, kapan Anda □□/□□□□
berganti terapi? bulan/tahun

11. Apakah Anda memiliki □ 1. Penyakit diabetes mellitus


penyakit berikut ini:
(selain penyakit gagal □ 2. Penyakit hipertensi
ginjal terminal) □ 3. Penyakit jantung
□ 4. Lain-lain, sebutkan:
……………………………………………………………
12. Apakah Anda pernah □ 1. Pernah, sebutkan alasan Anda dirawat:
dirawat di rumah sakit …………………………………………….......................
setelah menjalani
HD/CAPD? □ 2. Tidak pernah (langsung ke pertanyaan no. 15)

Page 40 of 51
13. Berapa kali Anda □□ kali per tahun
dirawat di rumah sakit
dalam setahun?
14. Berapa lama rata-rata □□ hari
Anda dirawat di rumah
sakit?
15. Apakah ada yang
menemani Anda saat □ 1. Ada
berkunjung ke rumah □ 2. Tidak ada (silahkan langsung ke pertanyaan no 18)
sakit?
16. Jika ada, siapa yang …………………………………………………
menemani Anda?
17. Berapa jumlah
keluarga/saudara/tema □□ orang
n yang menemani
Anda?
18. Berapa rata-rata waktu
yang dihabiskan untuk □□ jam
keseluruhan aktivitas?
(berdasarkan modalitas
terapi saat ini)
19. Jenis transportasi apa
yang paling sering □ 1. Kendaraan pribadi, sebutkan jenis kendaraan:
Anda gunakan saat ke ……………………………………………………………….…..
rumah sakit? □ 2. Kendaraan umum, sebutkan jenis kendaraan:
……………………………………………………………...……
20. Berapa lama waktu
yang biasa Anda □□□ menit
habiskan untuk
perjalanan dari tempat
tinggal ke rumah sakit?
21. Berapa rata-rata biaya Biaya bensin Rp.
yang Anda keluarkan Rp.
untuk transportasi dari Biaya parkir
tempat tinggal ke Biaya kendaraan umum Rp.
rumah sakit? (angkot/ojek/bus/dll)
Isi sesuai dengan transportasi yang Anda gunakan. Kosongkan bila tidak sesuai
22. Berapa rata-rata biaya Biaya makan Rp
yang Anda keluarkan
untuk makan selama
terapi dialisis di rumah
sakit?
Kosongkan bila Anda membawa makanan dari rumah
23. Berapa rata-rata biaya Biaya penginapan Rp.
penginapan yang Anda

Page 41 of 51
keluarkan selama
terapi dialisis di rumah
sakit? (diisi bila dari
luar kota)
24. Berapa rata-rata biaya Biaya tunggu Rp.
tunggu yang Anda (biaya koran/majalah/rokok,dll)
keluarkan selama
terapi di rumah sakit?
(tidak termasuk biaya
medis, transportasi,
akomodasi, dan
makan)
25. Berapa rata-rata biaya Biaya bensin Rp.
yang dikeluarkan oleh Rp.
anggota keluarga Biaya parkir
pendamping Anda Biaya kendaraan umum Rp.
untuk transportasi dari (angkot/ojek/bus/dll)
tempat tinggal ke
rumah sakit?
Bila Anda dan anggota keluarga pendamping bepergian bersama dengan kendaraan pribadi,
maka no.25 dikosongkan.
26. Berapa rata-rata biaya Biaya makan Rp.
yang dikeluarkan oleh
anggota keluarga
pendamping untuk
makan selama terapi
dialisis di rumah sakit?
Kosongkan bila anggota keluarga pendamping membawa makanan dari rumah
27. Berapa rata-rata biaya Biaya penginapan Rp.
penginapan yang
anggota keluarga
pendamping keluarkan
selama terapi dialisis di
rumah sakit? (diisi bila
dari luar kota)
28. Berapa rata-rata biaya Biaya tunggu Rp.
tunggu yang anggota (biaya koran/majalah/rokok,dll)
keluarga pendamping
keluarkan selama
terapi di rumah sakit?
(tidak termasuk biaya
medis, transportasi,
akomodasi, dan
makan)
29. Berapa kali Anda
berkunjung ke dokter □□ kali dalam setahun
untuk follow up

Page 42 of 51
pengobatan? (Tidak
termasuk sesi dialisis
rutin)
30. Apakah Anda bekerja?
□ 1. Iya
□ 2. Tidak (silahkan menuju no 34)
31. Termasuk apakah jenis
pekerjaan Anda? □ 1. Penuh waktu
□ 2. Paruh waktu
□ 3. Pengusaha/wiraswasta
32. Berapa hari dalam
sebulan Anda □□ hari dalam sebulan
meninggalkan
pekerjaan?
33. Berapa rata-rata Rp.
penghasilan rutin
Anda selama sebulan?
34. Apakah anggota
keluarga pendamping □ 1. Iya
Anda bekerja? □ 2. Tidak (silahkan menuju no. 38 atau 41 sesuai modalitas
terapi)
35. Termasuk apakah jenis
pekerjaan anggota □ 1. Penuh waktu
keluarga pendamping □ 2. Paruh waktu
Anda? □ 3. Pengusaha/wiraswasta
36. Berapa hari dalam
sebulan anggota □□ hari dalam sebulan
keluarga pendamping
meninggalkan
pekerjaan?
37. Berapa rata-rata Rp.
penghasilan rutin
anggota keluarga
pendamping selama
sebulan?
Pertanyaan no 38- 40 adalah untuk pasien yang hanya mendapat terapi CAPD
38. Berapa kali
penggantian cairan □□ kali per hari
dalam satu hari?

Page 43 of 51
39. Bagaimana Anda
memperoleh cairan □ 1. Mengambil resep dan cairan di rumah sakit
untuk CAPD? □ 2. Mengambil resep di rumah sakit dan cairan diantar ke
rumah Anda
□ 3. Tidak mengambil resep di rumah sakit dan cairan diantar
ke rumah Anda

40. Berapa kali Anda


mengambil larutan untuk □□ kali per bulan
CAPD dari rumah sakit?
Pertanyaan no 41 hanya untuk pasien HD
41. Berapa banyak sesi HD
yang Anda peroleh □ kali per minggu
setiap minggu?

Page 44 of 51
Lampiran 2

EuroQoL 5 D-3L

Kuesioner Kesehatan

Versi Bahasa Indonesia untuk Indonesia

(Indonesian version for Indonesia)

Berilah tanda  di dalam salah satu kotak di setiap kelompok pernyataan berikut yang paling sesuai
dengan kondisi kesehatan anda hari ini di kolom pertama dan sesuai dengan kondisi kesehatan anda
saat mengalami komplikasi (bila ada) di kolom kedua dan beri catatan mengenai jenis komplikasi
yang dialami.

Apakah Anda pernah mengalami komplikasi? 1. Iya


2. Tidak

Bila iya, komplikasi apa yang pernah Anda alami?


.................................................................................................................

Page 45 of 51
Kemampuan Berjalan / Bergerak
Saya tidak mempunyai kesulitan dalam berjalan / bergerak  
Saya mempunyai kesulitan dalam berjalan / bergerak  
Saya harus selalu berada di tempat tidur  

Perawatan Diri

Saya tidak mempunyai kesulitan dalam merawat diri sendiri  


Saya mempunyai kesulitan untuk mandi atau berpakaian sendiri  
Saya tidak bisa mandi atau berpakaian sendiri  

Kegiatan yang Biasa Dilakukan (misalnya bekerja, belajar, mengerjakan pekerjaan


rumah tangga, kegiatan keluarga, atau bersantai/berekreasi)
Saya tidak mempunyai kesulitan dalam mengerjakan kegiatan yang
biasa saya lakukan  
Saya mempunyai kesulitan dalam mengerjakan kegiatan yang biasa
saya lakukan  
Saya tidak bisa mengerjakan kegiatan yang biasa saya lakukan  

Rasa Kesakitan / Tidak Nyaman

Saya tidak merasa kesakitan / tidak nyaman  


Saya merasa agak kesakitan / tidak nyaman  
Saya merasa amat sangat kesakitan / tidak nyaman  

Rasa Cemas / Depresi (Sedih)

Saya tidak merasa cemas / depresi (sedih)  


Saya merasa agak cemas / depresi (sedih)  
Saya merasa amat sangat cemas / depresi (sedih)  

Page 46 of 51
Kondisi
kesehatan terbaik
Untuk membantu menilai kondisi kesehatan seseorang, kami telah yang bisa
membuat sebuah skala (mirip sebuah termometer). Dalam skala dibayangkan

ini, kondisi kesehatan terbaik yang dapat anda bayangkan diberi 100
nilai 100 dan kondisi kesehatan terburuk yang dapat anda
bayangkan diberi nilai 0.

9 0

Tolong tunjukkan pendapat anda tentang kondisi kesehatan anda


hari ini pada skala yang ada. Tariklah garis dari kotak hitam di
8 0
bawah ini ke titik yang ada pada skala di samping kanan yang
menggambarkan kondisi kesehatan anda hari ini.

7 0

6 0

Kondisi
Kesehatan Anda 5 0
Hari Ini

4 0

3 0

2 0

1 0

0
Kondisi
kesehatan
terburuk yang
bisa dibayangkan

Page 47 of 51
Lampiran 3

Karakteristik studi terpilih

Referensi Aspek Deskripsi

Vale L et al33 Metode Penelusuran literatur melalui sumber data elektronik dan
manual
Kualitas studi dinilai menggunakan kriteria dari the
Cochrane Renal Group

Luaran Satu studi RCT dengan sampel kecil


Belum cukup bukti ilmiah untuk menyimpulkan

Korevaar JC et Metode Randomisasi dilakukan melalui sistem telepon terpusat


al34 Tidak ada blinding
Analisis intention to treat
Follow up selama lima tahun

Subjek Sebanyak 38 pasien GGT direkrut dan diacak menjadi 18


pasien HD dan 20 pasien DP

Intervensi DP vs HD

Luaran Nilai kesintasan dalam lima tahun


Tahun hidup berkualitas (QALY) dalam dua tahun

Catatan Studi ini dihentikan lebih awal dari waktunya karena


jumlah peserta yang minim

Page 48 of 51
Karakteristik studi yang dikeluarkan

Referensi Alasan Hasil Tempat

Haapio M et al, 201343 Studi kohort Tidak ada perbedaan Finlandia

Lukowsky LR et al, 201344 Studi kohort Tidak ada perbedaan Amerika

Choi JY et al, 201345 Studi kohort DP lebih baik Korea

Yeates K et al, 201246 Studi kohort Tidak ada perbedaan Kanada

Mehrotra R et al, 201147 Studi kohort Tidak ada perbedaan Amerika

Lee CC et al, 200948 Studi kohort Tidak ada perbedaan Taiwan

Sanabria M et al, 200849 Studi kohort Tidak ada perbedaan Kolombia

Liem YS et al, 200750 Studi kohort DP lebih baik Belanda

Jaar BG et al, 200551 Studi kohort Tidak ada perbedaan Amerika

Inrig JK et al, 200552 Studi kohort Tidak ada perbedaan Amerika

Page 49 of 51
Lampiran 4

Strategi penelusuran

Istilah yang digunakan dalam penelusuran (sumber data elektronik)


PubMed (19 Mei 2015)
#1 ESRD
#2 “end stage renal disease”

#3 “end stage renal failure”


#4 ESRF
#5 “kidney failure”
#6 “renal failure”
#7 “terminal kidney disease”
#8 “stage 5 kidney”
#9 #1 OR #2 OR #3 OR #4 OR #5 OR #6 OR #7 OR #8
#10 “peritoneal dialysis”
#11 “continuous ambulatory peritoneal dialysis”
#12 CAPD
#13 #10 OR #11 OR #12
#14 h*modialysis
#15 dialysis
#16 #14 OR #15
#17 mortality
#18 survival
#19 “death risk”
#20 #17 OR #18 OR #19
#21 #9 AND #13 AND #16 AND #20

Page 50 of 51
Istilah yang digunakan dalam penelusuran (sumber data elektronik)
The Cochrane Library (19 Mei 2015)
#1 MeSH descriptor: [kidney failure, chronic] explode all trees
#2 ESRD
#3 “end stage renal disease”
#4 “end stage renal failure”
#5 ESRF
#6 “kidney failure”
#7 “renal failure”
#8 “terminal kidney disease”
#9 “stage 5 kidney”
#10 #1 OR #2 OR #3 OR #4 OR #5 OR #6 OR #7 OR #8 OR #9
#11 MeSH descriptor: [peritoneal dialysis] explode all trees
#12 “peritoneal dialysis”
#13 “continuous ambulatory peritoneal dialysis”
#14 CAPD
#15 #11 OR #12 OR #13 OR #14
#16 MeSH descriptor: [renal dialysis] explode all trees
#17 h*modialysis
#18 dialysis
#19 #16 OR #17 OR #18
#20 mortality
#21 survival
#22 “death risk”
#23 #17 OR #18 OR #19
#24 #10 AND #15 AND #19 AND #23

Page 51 of 51

Anda mungkin juga menyukai