Anda di halaman 1dari 26

MANAJEMEN NILAI KRITIS

DI LABORATORIUM KLINIK
DAN PUSKESMAS

Oleh:
dr. Benyamin Massang

Pembimbing:
dr.Juwairiyah, SpPK
dr. Meita Hendrianingtyas, SpPK, MSi.Med

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS-1


BAGIAN PATOLOGI KLINIK FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO / RSUP DR.KARIADI SEMARANG
2016
LEMBAR PENGESAHAN

Telah di setujui dan disahkan oleh pembimbing

Nama : Benyamin Massang

NIM : 22180114320010

Bagian : Patologi Klinik FK UNDIP/ RS Dr Kariadi Semarang

Judul : Manajemen Nilai Kritis Di Laboratorium Klinik

Dan Puskesmas

Mengetahui,

Kepala Program Studi

Dr.dr. Banundari R, SpPK(K)

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Juwairiyah, SpPK Dr. Meita H, SpPK, MSi.Med

ii
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL................................................................................................ i

LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................... ii

BAB I. PENDAHULUAN .................................................................................... 1

BAB II. NILAI KRITIS LABORATORIUM........................................................ 2


2.1. Definisi ............................................................................................ 2
2.2. Cara Mendapatkan Nilai Kritis……………………………………9
2.3. Manfaat ............................................................................................ 9

BAB III. PELAKSANAAN PELAPORAN NILAI KRITIS................................ 10


3.1. Pelaksanaan Pelaporan Nilai Kritis Di Laboratorium Klinik ........ 11
3.1.1. Dasar Hukum ......................................................................... 13
3.1.2. Alur Pelaporan ....................................................................... 13
3.2. Pelaksanaan Pelaporan Nilai Kritis Di Puskesmas ......................... 14
3.2.1. Dasar Hukum. ........................................................................ 15
3.2.2. Alur Pelaporan ....................................................................... 15
3.3. Pencatatan Nilai Kritis ..................................................................... 18
3.4. Monitoring Nilai Kritis .................................................................... 18

BAB IV. PENUTUP ........................................................................................... 19


4.1. Kesimpulan ..................................................................................... 19
4.2. Saran ............................................................................................... 20

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

Pendekatan nilai kritis di suatu laboratorium klinik swasta dan Puskesmas


berbeda dengan pendekatan nilai ktitis yang ada di Rumah Sakit. Standar nilai
kritis yang dipakai juga bisa berbeda tergantung dari mana sumber nilai kritis
yang dijadikan referensi oleh masing-masing institusi. Pentingnya nilai kritis saat
ini diakui di dalam dunia medis, sekitar 70% keputusan medis diambil
berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium. Salah satu hal yang sangat penting di
dalam laboratorium klinik adalah kejelasan, ketepatan dan komunikasi yang cepat
jika menemukan suatu nilai kritis kepada klinisi. Kebanyakan hasil laboratorium
memiliki nilai diagnostik dan terapeutik yang tidak mendesak (darurat). Namun
kadang-kadang hasil pemeriksaan laboratorium jauh dari nilai normalnya, dan
menunjukkan suatu kemungkinan situasi yang gawat dari pasien.1,2

Istilah “nilai kritis laboratorium” yang juga dikenal dengan hasil kritis,
nilai panik atau nilai siaga pertama kali dikemukakan oleh George D. Lundberg
pada tahun 1972 sebagai suatu hasil yang menunjukkan situasi patofisiologi yang
berbeda dengan kondisi patofisiologi normal, yang dapat membahayakan jiwa
pasien, karena itu membutuhkan penanganan secepat mungkin. Saat ini
penggunaan istilah nilai panik sudah mulai ditinggalkan, sebab kata panik
menunjukkan suatu stress emosional, sehingga dapat menghambat proses
komunikasi informasi dengan baik. Nilai kritis biasanya terdapat sebanyak 2%
dari total hasil laboratorium klinik.1,2

Manajemen nilai kritis di dalam suatu rumah sakit telah banyak dibahas
sebelumnya, tetapi belum ada pembahasan manajemen nilai kritis pada lini awal
pemeriksaan pasien seperti Puskesmas, baik itu Puskesmas rawat inap maupun
non rawat inap dan laboratorium klinik mandiri. Tulisan ini mencoba mengangkat
pembahasan manajemen nilai kritis di luar Laboratorium Rumah Sakit.

1
BAB II
NILAI KRITIS LABORATORIUM

2.1. Definisi

Nilai kritis laboratorium adalah hasil pemeriksaan laboratorium yang


abnormal dan mengindikasikan kelainan atau gangguan yang dapat mengancam
jiwa dan memerlukan perhatian/tindakan. Hasil kritis laboratorium memerlukan
pemberitahuan yang secepatnya kepada klinisi (harus dilaporkan sebelum 1 jam)
sebab merupakan indikator kritis atau kondisi yang mengancam jiwa dari pasien.
Publikasi dari topik ini sudah dimulai sejak tahun 1970an. Semenjak itu banyak
metode laboratorium diperbaiki, beberapa parameter baru ditambah, dan juga telah
memberi perubahan dalam evaluasi dan terapi terhadap suatu penyakit.3

Konsep nilai kritis pertamakali dicetuskan oleh cendekiawan Amerika


Serikat Lundberg pada tahun 1972. Nilai kritis pada waktu itu mengacu pada hasil
pemeriksaan penunjang yang menyimpang jauh dari nilai normal atau suatu nilai
laboratorium yang harus diwaspadai. Adanya hasil abnormal ini menunjukkan
bahwa pasien berada dalam kondisi yang berbahaya yang dapat mengancam
jiwanya. Jika klinisi dapat memperoleh informasi mengenai nilai kritis tepat pada
waktunya dan memberikan intervensi tindakan yang efektif, maka nyawa pasien
dapat diselamatkan, jika tidak maka pasien akan menghadapi konsekuensi yang
serius dan kesempatan untuk menolong pasien akan hilang.9,10,11

Manajemen nilai kritis merupakan komponen yang sangat penting dari


manajemen medik, seperti yang dipaparkan oleh komisi perencanaan kesehatan
nasional dan keluarga (National Heath and Family Planning Comission ) dalam
“Patient Safety Goals” setelah beberapa tahun berikutnya. Beberapa Negara
seperti Amerika, Australia dan Jerman, memberi perhatian yang sangat besar
kepada manajemen nilai kritis dan dimasukkan dalam berbagai prosedur
assesment rumah sakit, contohnya assesment kualitas pelayanan medik yang telah
ditunjukkan selama bertahun - tahun oleh Joint Comission International (JCI) dari

2
Amerika, manajemen nilai kritis merupakan hal yang sangat penting untuk
dievaluasi.9

Berdasarkan hal ini dan atas permintaan asosiasi medik Amerika Serikat,
J.G.Kost mengadakan survei terhadap parameter-parameter nilai kritis di Amerika
pada tahun 1990 dan Howanitz dkk pada tahun 2002. Spektrum parameter kritis
yang dilaporkan dalam publikasi ini tidak mendapat respon yang baik dari
laboratorium medik yang ada. Oleh sebab itu, dibuatlah suatu daftar parameter
berdasarkan pemeriksaan kualitatif dan kuantitatif. Jika ada suatu parameter yang
perlu ditambahkan atau dihilangkan atau perlu dikembangkan maka hal itu akan
diterima dengan baik.3

Hasil pemeriksaan laboratorium kualitatif menghasilkan indikator tertentu


terhadap darah dan cairan tubuh, contohnya penyakit organik, kelainan metabolik,
penyakit sistem hematopoetik, kelainan hemostasis, abnormalitas sistem endokrin,
aktivasi atau insufisiensi sistem imun, inflamasi, infeksi dan penyakit autoimun.
Sensitivitas yang tinggi, range pengukuran yang cukup lebar, akurasi dan presisi
yang baik, akan memberikan gambaran parameter darah dalam range konsentrasi
yang dapat memberi gambaran bahwa pasien berada dalam kondisi yang kritis
atau berbahaya. Laboratorium harus melaporkan hal ini kepada klinisi yang
menangani pasien yang bersangkutan secepatnya (kurang dari 1 jam). Agar hal ini
dapat tercapai maka dibutuhkan suatu kesepakatan antara klinisi yang menangani
pasien dengan laboratorium mengenai hasil-hasil kritis laboratorium yang harus
segera dilaporkan. Parameter yang dipilih dan batas nilai kritisnya tergantung dari
kebutuhan berdasarkan prevalensi penyakit di center yang bersangkutan.3,9,10

Laboratorium sebaiknya tidak melaporkan nilai kritis kepada klinisi yang


menangani pasien sebelum dilakukan konfirmasi pemeriksaan dengan metode lain
pada sampel yang sama. Hasil tes laboratorium sebaiknya diverifikasi oleh
petugas laboratorium yang berkompeten (dokter Patologi Klinik, Ahli Kimia
Klinik, Teknisi Laboratorium Medik senior) yang akan mendiskusikan hasil
laboratorium dengan klinisi yang menangani pasien. Hal ini penting sebab adanya

3
hal-hal yang berpengaruh dan faktor-faktor interferensi selama fase preanalitik
yang dapat menimbulkan suatu nilai tinggi/rendah palsu, contoh : pengambilan
sampel untuk pengukuran kadar glukosa darah dengan menggunakan kateter vena
yang telah digunakan untuk infus glukosa, tidak jarang menjadi penyebab
munculnya nilai kritis palsu. Kasus seperti ini biasanya diklarifikasi dengan
pemeriksaan lain, sebaiknya dengan sampel yang sama dulu.3,9

Di bawah ini dikutip contoh nilai kritis berdasarkan instansi bersangkutan :

Tabel 1
Nilai Kritis Mayo Clinic Medical Laboratories4

HEMATOLOGI Umur Kritis Kritis Satuan


Tinggi Tinggi
PTTK - ≥ 150 Detik

Fibrinogen Plasma ≤ 60 - mg/dL


Hemoglobin 0-7 ≤ 6.0 ≥ 24.0 g/dL
minggu
Hemoglobin >7 ≤ 6.0 ≥ 20.0 g/dL
minggu
INR (International - ≥ 5.0
Normalizing Ratio)
Leukosit - ≥ 100.0 x10(9)/L
ANC Manual ≤0.5 - x10(9)/L
Neutrofil ≤0.5 - x10(9)/L
Trombosit ≤40 ≥1000 10(9)/L
KIMIA KLINIK Umur Kritis Kritis Tinggi Satuan
Rendah
Ammonia ≥ 500 mcg/dL
Ammonia <1 yr - ≥ 150 mcg/d
L
Bilirubin Total, Serum <1 yr - ≥ 15.0 mg/d
L
Calcium, Total ≤ 6.5 ≥ 13.0 mg/dL
Calcium, Ionized, Blood <1 yr ≤ 2.0 ≥ 6.0 mg/d
L
Calcium, Ionized, Blood ≥1 yr ≤ 3.0 ≥ 6.5 mg/d
L
Carbon Monoksida - ≥ 20 %
Creatinine, 1 day - 4 weeks - ≥ 1.5 mg/d
Blood/Plasma/Serum L

4
Creatinine, 5 weeks - 23 mos - ≥ 2.0 mg/d
Blood/Plasma/Serum L
Creatinine, 2 yrs - 11 yrs - ≥ 2.5 mg/d
Blood/Plasma/Serum L
Creatinine, 12 yrs - 15 yrs - ≥ 3.0 mg/d
Blood/Plasma/Serum L
Creatinine, ≥16 yrs - ≥ 10.0 mg/d
Blood/Plasma/Serum L
Creatine Kinase, ≥ 10,000 U/L
Total
FT4 (Free Thyroxine) <50 yrs - ≥ 9.0 ng/dL
FT4 (Free Thyroxine) ≥50 yrs - ≥ 6.0 ng/dL
Glucose, Plasma/Serum <4 weeks ≤ 40 ≥ 400 mg/d
L
Glucose, Plasma/Serum ≥4weeks ≤ 50 ≥ 400 mg/d
L
Magnesium, Serum ≤ 1.0 ≥ 9.0 mg/dL
Osmolalitas ≤ 190 ≥ 390 mOsm/Kg
Phosphorus ≤ 1.0 - mg/dL
Potassium ≤ 2.5 ≥ 6.0 mM/L
Sodium
HEMATOLOGI Umur Kritis Rendah Kritis Tinggi Satuan
Activated Partial - ≥ 150 detik
Thromboplastin
Time, Plasma
Fibrinogen ≤ 60 - mg/dL
Hemoglobin 0-7 minggu ≤ 6.0 ≥ 24.0 g/dL
Hemoglobin >7 minggu ≤ 6.0 ≥ 20.0 g/dL
INR (International Normalizing Ratio) - ≥ 5.0
Leukocytes - ≥ 100.0 x10(9)/L
Manual Absolute ≤ 0.5 - x10(9)/L
Neutrophil Count
Neutrophils ≤ 0.5 - x10(9)/L
Platelets, Blood ≤ 40 ≥ 1000 10(9)/L

5
Tabel 2
Nilai Kritis RSUP Dr.Kariadi15

KRITERIA HASIL KRITIS


Limit Limit
Parameter Unit Keterangan
Rendah Tinggi

BGA

pH 7,2 7,6 Arterial,


Kapiler

PCO2 mmHg 20 70 Arterial,


Kapiler

PO2 mmHg 40 - Arterial

PO2 Anak mmHg 45 125 Arterial

PO2 Bayi Lahir mmHg 35 90 Arterial

KIMIA KLINIK

Albumin Anak gr/dl 1,7 6,8 Serum/Plasma

Amoniak Anak mmol/L - 109 Plasma

Bilirubin Bayi Lahir mg/dl - 18 Serum/Plasma

Kalsium mg/dl 6 13 Serum/Plasma

Kalsium Anak mg/dl 6,5 12,7 Serum/Plasma

Kalsium Ion mmol/L 0,75 1,6 Plasma

Karbondioksoda mmol/L 10 40 Serum/Plasma


( Total)

Klorida mmol/L 80 120 Serum/Plasma

Kreatinin mg/dl - 5,0 Serum/Plasma

6
Kreatinin Anak mg/dl - 3,8 Serum/Plasma

Glukosa mg/dl 40 450 Serum/Plasma

Glukosa Anak mg/dl 46 445 Serum/Plasma

Glukosa Bayi Lahir mg/dl 35 350 Serum/Plasma

Glukosa LCS mg/dl 40 200 LCS

Glukosa LCS Anak mg/dl 31 - LCS

Laktat mmol/L - 3,4 Plasma

Laktat Anak mmol/L - 4,1 Plasma

Magnesium mg/dl 1 4,7 Serum/Plasma

Osmolalitas Mosm/Kg 250 325 Serum/Plasma

Phospat Anorganik mg/dl 1 8,9 Serum/Plasma

Kalium mmol/L 2,8 6,2 Serum/Plasma

Kalium Bayi Lahir mmol/L 2,8 7,8 Serum/Plasma

Protein Anak gr/dl 3,4 9,5 Serum/Plasma

Protein LCS Anak mg/dl - 1,88 LCS

Natrium mmol/L 120 160 Serum/Plasma

Ureum mg/dl - 80 Serum/Plasma

Ureum Anak mg/dl - 55 Serum/Plasma

Asam urat mg/dl - 13 Serum/Plasma

Asam Urat Anak mg/dl - 12 Serum/Plasma

HEMATOLOGI

Hematokrit Dewasa % 20 60 EDTA

Hematokrit Bayi % 33 71 EDTA


Lahir

7
Hemoglobin Dewasa mg/dl 7 20 EDTA

Hemoglobin Bayi mg/dl 10 22 EDTA


Lahir

Lekosit Dewasa X 103 /uL 2 30 EDTA

Lekosit Anak X 103 /uL 2 43 EDTA

Trombosit X 103 /uL 40 1000 EDTA

Blast Berapapun dilaporkan EDTA

Drepanosit Pada sel sikle dan krisis aplastik

KOAGULASI

Fibrinogen mg/dl 100 800

PPT detik - 30

PTTK detik - 78

INR >5

URINALISA

Mikroskopik Kristal patologi ( urat, sistein, leusin dan tirosin )

Kimia Hasil glukosa dan keton positip tinggi

LCS

Lekosit ( 0 – 1 th ) Sel/uL - > 30

Lekosit ( 1 – 4 th ) Sel/uL - > 20

Lekosit ( 5 – 17 th ) Sel/uL - > 10

Lekosit > 17 th Sel/uL - >5

Sel Ganas, Blast, Seberapapun dilaporkan


Bakteri

8
2.2. Cara Mendapatkan Nilai Kritis

Cara menetapkan adanya suatu nilai kritis adalah dengan melakukan


identifikasi adanya nilai kritis tersebut baik melalui sinyal peringatan yang telah
diprogram di alat analiser ataupun melalui suatu laboratory information system
(LIS). Nilai kritis ini selanjutnya akan diverifikasi atau dilakukan pemeriksaan
ulang, kemudian dilakukan pengecekan terhadap riwayat pemeriksaan
laboratorium sebelumnya jika ada, pengecekan terhadap sampel, jika
memungkinkan dilakukan pemeriksaan terhadap kondisi klinik pasien sebagai
konfirmasi apakah hasil tersebut sisuai dengan kondisi klinis pasien, selanjutnya
dilakukan pengecekan terhadap quality control (QC) hari itu. Setelah dilakukan
seluruh prosedur di atas jika memungkinkan dilakukan pemeriksaan konfirmasi
dengan alat lain (duplo test). Jika hasil yang diperoleh tetap sama maka hasil kritis
tersebut segera diverifikasi dan dilegalisasi untuk secepat mungkin dilaporkan
kepada klinisi yang menangani pasien tersebut.1,2

2.3. Manfaat

Adapun manfaat dari manajemen nilai kritis yang baik secara umum
adalah :

1. Dapat mengenali kondisi kritis berdasarkan hasil laboratorium


2. Memberi hasil laboratorium yang cepat dan tepat kepada para klinisi
agar dapat segera memberi pertolongan kepada pasien.
3. Meningkatkan angka keselamatan pasien.
4. Meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap institusi
kesehatan.2,13,14

9
BAB III
PELAKSANAAN PELAPORAN NILAI KRITIS

Sejauh ini telah banyak pembahasan mengenai manajemen nilai kritis di


Laboratorium Rumah Sakit, dimana di dalam Rumah Sakit tersebut terdapat ruang
rawat inap beserta dokter penanggungjawab yang dapat dihubungi langsung oleh
bagian laboratorium secara langsung maupun tidak langsung. Pelaksanaan
pelaporan nilai kritis di laboratorium klinik atau puskesmas akan berjalan dengan
baik jika ditunjang oleh cara komunikasi yang efektif. Komunikasi yang efektif
adalah komunikasi yang dilakukan secara lisan atau melalui telepon antara
pemberi pelayanan di suatu institusi kesehatan (misalnya antara dokter dan
perawat, dokter dengan analis, dan lain-lain) yang bertujuan untuk memberikan
pelayanan yang komprehensif dan berkesinambungan. 13

Tujuan :

1. Membangun komunikasi yang efektif, tepat waktu, akurat, lengkap dan


jelas.
2. Mewujudkan komunikasi yang mudah dipahami oleh resipien/penerima
pesan
3. Mencegah atau mengurangi kesalahan dalam berkomunikasi
4. Meningkatkan keselamatan pasien

Manfaat :

1. Mencegah atau mengurangi kesalahan dalam memberikan pelayanan


2. Meningkatkan ketepatan pelaporan dan terapi/ tindakan yang diberikan
kepada pasien.
3. Meningkatkan keselamatan pasien

Pelaporan nilai kritis adalah proses penyampaian nilai kritis kepada dokter
yang merawat pasien. Proses penyampaian ini harus segera dilakukan dalam
waktu kurang dari 1 (satu) jam, petugas yang menyampaikan nilai kritis ini harus

10
mencatat tanggal dan waktu melaporkan nilai kritis, beserta petugas yang
menerima informasi mengenai nilai kritis tersebut.2,3,6,7

Kerangka komunikasi efektif yang direkomendasikan digunakan sekarang


adalah komunikasi SBAR (Situation,Background, Assessment, Recommendation).
Teknik komunikasi SBAR disediakan untuk petugas kesehatan dalam
menyampaikan kondisi pasien. SBAR adalah metode terstruktur untuk
mengkomunikasikan informasi penting yang membutuhkan perhatian dan
tindakan segera untuk meningkatkan keselamatan pasien. Oleh sebab itu maka
semua kondisi pasien yang dianggap kritis sebaiknya dilaporkan dengan metode
SBAR.13,14

Situation adalah identifikasi data pasien, nama petugas yang melayani pasien,
diagnosa medis dan keadaan gawat darurat yang dihadapi pasien saat ini.

Background adalah riwayat kesehatan singkat yang signifikan termasuk hasil


laboratorium, perawatan yang telah dilakukan, temuan klinis dan tanda-tanda vital
terbaru dan riwayat medis.

Assessment yaitu temuan klinis pasien saat ini.

Recommendation yaitu diskusi rencana perawatan untuk pasien selanjutnya13,14

Untuk mendukung metode ini dapat terlaksana dengan baik maka


diperlukan data-data yang akurat mengenai kondisi pasien dan harus disampaikan
secepat mungkin, termasuk dalam hal ini nilai kritis laboratorium, dalam rangka
meningkatkan angka keselamatan pasien yang dalam kondisi kritis. Diharapkan
dokumentasi catatan perkembangan pasien teritegrasi dengan baik, sehingga
tenaga kesehatan lain dapat mengetahui perkembangan pasien.13,14

3.1. Pelaksanaan Pelaporan Nilai Kritis Di Laboratorium Klinik

Pasien yang diperiksa di laboratorium klinik umumnya adalah pasien


rawat jalan, adapun pasien rawat inap dikirim sampelnya ke laboratorium
klinik jika di tempat rawat inapnya tidak memiliki fasilitas pemeriksaan yang

11
dibutuhkan. Setelah menetapkan suatu daftar nilai kritis maka selanjutnya sangat
perlu untuk membuat suatu prosedur pelaporan nilai kritis yang tertulis untuk
dijadikan pedoman pelaporan nilai kritis di suatu laboratorium klinik. Sekarang ini
prosedur pelaporan belum terstandarisasi, sehingga belum ada patokan khusus
untuk pelaporan nilai kritis, sehingga sangat bervariasi dari suatu institusi ke
institusi yang lain. Langkah pertama dalam penetapan suatu nilai kritis adalah
mengidentifikasi nilai kritis baik melalui sinyal peringatan yang telah diprogram
di alat analiser ataupun melalui suatu Laboratory Information System (LIS).
Dalam prosedur tertulis, diharuskan untuk melakukan suatu pemeriksaan ulang
ataupun suatu verifikasi hasil sebelum hasil laboratorium tersebut dilaporkan,
termasuk verifikasi terhadap pemeriksaan manual yang tidak dapat diulangi,
contohnya tes kultur pada mikrobiologi.1
Masalah preanalitik yang dapat menyebabkan munculnya suatu hasil kritis
palsu harus dapat dideteksi dan dievaluasi secepat mungkin untuk meningkatkan
akurasi hasil pemeriksaan laboratorium. Beberapa diantaranya yang sangat
penting karena cukup sering terjadi adalah adanya kontaminasi sampel, kondisi
transportasi yang tidak adekuat, pengambilan sampel yang tidak tepat waktu
(contohnya untuk pemeriksaan toksikologi) dan keterlambatan dalam memproses
sampel.1

Pelaporan nilai kritis dapat dilakukan melalui telepon atau melalui


sistem peringatan darurat terkomputerisasi. Muncul beberapa perbedaan pendapat
mengenai metode mana yang paling baik. Pada beberapa institusi pelaporan nilai
kritis dilakukan dengan cara komunikasi manual melalui telepon langsung ke
pihak yang menangani pasien baik dokter ataupun perawat (apabila spesimen
tersebut merupakan rujukan dari Rumah Sakit),tetapi ada juga yang melakukan
komunikasi melalui perantara dimana hal ini dapat meningkatkan
kemungkinan kesalahan dan keterlambatan dalam proses pelaporan nilai kritis
sebab tidak langsung dapat diketahui oleh klinisi yang menangani pasien sehingga
memperlambat penanganan terhadap pasien. Ada yang berpendapat bahwa
sistem peringatan nilai kritis yang terkomputerisasi dapat membantu

12
menghindari kemungkinan kesalahan komunikasi, meningkatkan kemungkinan
keberhasilan penyampaian informasi dan mempersingkat waktu notifikasi sebab
semuanya dikerjakan secara otomatis.1

Muncul suatu usulan untuk menempatkan secara khusus seseorang yang


ditugaskan dan bertanggungjawab untuk melaporkan hasil kritis. Idealnya yang
melaporkan nilai kritis adalah seorang ahli Patologi Klinik sebab dengan demikian
akan memberi kesempatan untuk melakukan analisa dan diskusi mengenai kasus
atau situasi kegawatdaruratan medik yang dialami oleh pasien sehingga
menyebabkan munculnya hasil kritis laboratorium tersebut. Walaupun sudah
ditetapkan bahwa nilai kritis harus dilaporkan kepada pihak yang berkompeten
untuk menerima informasi yaitu pihak yang menangani pasien namun karena
kurangnya kesepakatan umum diantara para profesional yang terkait untuk
menerima pelaporan secara langsung (yaitu dokter dan perawat) menyebabkan
munculnya variasi yang signifikan dalam prosedur pelaporan nilai kritis di
berbagai institusi yang berbeda.1,3,6,7

3.1.1. Dasar Hukum Pelaporan Nilai Kritis Di Laboratorium

Pelaporan nilai kritis di laboratorium dilindungi dan didasarkan pada


peraturan pemerintah No 32 tahun 1996 pasal 21 tentang Keselamatan Pasien,
Permenkes No 43 tahun 2013 tentang Cara Penyelenggaraan Laboratorium Klinik
yang Benar Bab IX tentang Pencatatan Dan Pelaporan, Undang-Undang No 23
Pasal 50 tahun 1992 tentang Kesehatan. Prosedur pelaporan nilai kritis masuk
dalam standar akreditasi laboratorium klinik, oleh sebab itu wajib dimiliki oleh
setiap laboratorium klinik, seperti yang diwajibkan oleh The Joint Commission on
accreditation of Health Organisation (JCAHO) di Amerika. Meningkatnya
perhatian terhadap keselamatan pasien memberi penekanan secara khusus
terhadap pelaporan nilai kritis, karena merupakan bagian dari proses penegakan
diagnosa untuk penanganan pasien.6

Pelaporan nilai kritis melalui telepon harus dicatat, dikendalikan, dan


dibatasi kemudian harus ditindaklanjuti dengan mendokumentasikannya dalam

13
bentuk suatu hard copy. Hasil harus disimpan minimum selama 1 (satu) tahun dan
maksimum selama 10 (sepuluh) tahun.6,7

3.1.2. Alur Pelaporan

Apabila dijumpai hasil kritis dari pemeriksaan laboratorium, maka


petugas laboratorium akan segera melaporkan ke dokter penanggung jawab
laboratorium. Kemudian dokter penanggung jawab laboratorium akan melakukan
pemeriksaan terhadap hasil laboratorium yang bersangkutan yaitu melakukan
pengecekan terhadap spesimen, lalu melakukan pengecekan kondisi klinis pasien
dan cek hasil quality control (QC) hari tersebut untuk memastikan apakah hasil
tersebut betul-betul dapat dipercaya. Lalu petugas laboratorium melakukan
sampling ulang dan pemeriksaan ulang serta melakukan cross check dengan alat
lain bila memungkinkan (duplo test).2,8

Bila hasil pemeriksaan sama, petugas laboratorium menghubungi Dokter


Penanggung Jawab Pasien untuk melaporkan hasil. Hasil pemeriksaan / laporan
dapat dikirimkan segera setelah ada verifikasi dan legalisasi dari
dokter/penanggung jawab laboratorium. Kemudian Dokter Penanggung Jawab
Pasien secepatnya akan melakukan pengelolaan sesuai kebutuhan terhadap
penderita.2

Alur pelaporan hasil kritis2

Hasil kritis di laporkan ke dokter SMF laboratorium

Cek hasil laboratorium sebelumnya, Cek sampel, Periksa


kondisi klinis pasien, Cek QC hari itu.

Pemeriksaan ulang di Laboratorium


Konfirmasi dengan alat lain (Duplo test)

Hasil Sama

Verifikasi dan Legalisasi hasil Laboratorium

Hubungi Klinisi

14
3.2. Pelaksanaan Pelaporan Nilai Kritis Di Puskesmas

Pelaporan nilai kritis di Puskesmas merupakan suatu syarat akreditasi


Puskesmas seperti yang dijabarkan dalam manajemen penunjang layanan klinis.
Pimpinan puskesmas perlu menetapkan jangka waktu yang dibutuhkan untuk
melaporkan hasil tes laboratorium, hasil dilaporkan dalam jangka waktu yang
berdasarkan kebutuhan pasien, pelayanan yang ditawarkan dan kebutuhan petugas
pemberi layanan klinis. Hasil pemeriksaan yang urgen diberi perhatian khusus. 2,5

Pelaporan dari tes diagnostik yang kritis adalah bagian dari persoalan
keselamatan pasien. Hasil tes yang secara signifikan diluar batas nilai normal
dapat memberi indikasi resiko tinggi atau kondisi yang mengancam kehidupan
pasien.2,5

3.2.1. Dasar Hukum

Pelaporan nilai kritis di puskesmas mengacu kepada beberapa aturan dan


perundang-undangan yang berlaku yaitu UU No 23 Pasal 50 tahun 1992 tentang
kesehatan, Permenkes RI No 441/ Menkes RI/III/2010 tentang laboratorium
klinik, Kemenkes No. 835/Menkes/SK/IX/2009 tentang pedoman keselamatan dan
keamanan laboratorium Mikroboilogi dan Biomedik, Permenkes No 43 tahun
2013 tentang cara penyelenggaraan laboratorium klinik yang benar, Permenkes
No.46 tahun 2015 tentang Akreditasi Puskesmas, Klinik Pratama dan Tempat
Praktek Mandiri Dokter dan Dokter Gigi. Sangat penting bagi Puskesmas untuk
mengembangkan suatu sistem pelaporan formal yang jelas menggambarkan
bagaimana praktisi kesehatan mewaspadai hasil kritis dari tes diagnostik dan
bagaimana staf mendokumentasikan komunikasi ini.5

Proses pelaporan nilai kritis di Puskesmas dikembangkan untuk


pengelolaan hasil kritis dari tes diagnostic untuk menyediakan pedoman bagi para
praktisi untuk meminta dan menerima hasil tes pada keadaan gawat darurat.
Prosedur ini meliputi juga penetapan tes kritis dan ambang batas nilai kritis bagi
setiap tipe tes, oleh siapa dan kepada siapa hasil tes kritis harus dilaporkan, dan
menetapkan metode monitoring yang memenuhi ketentuan.5

15
3.2.2. Alur Pelaporan

Prinsip dan tujuan pelaporan nilai kritis baik di laboratorium klinik,


puskesmas maupun rumah sakit pada dasarnya harus di lakukan secepat mungkin
tanpa mengesampingkan sisi akurasi pemeriksaan, untuk memberi kesempatan
penanganan yang cepat kepada pasien agar meningkatkan peluang keselamatan
pasien dalam kondisi kritis. Jika di laboratorium puskesmas ditemukan nilai kritis
maka petugas laboratorium melaporkan hasil tersebut kepada penanggung jawab
laboratorium, yang kemudian akan melakukan pemeriksaan terhadap kondisi
spesimen. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan ulang terhadap hasil laboratorium
termasuk mengecek riwayat pemeriksaan laboratorium sebelumnnya jika ada,
kemudian dilakukan pengecekan terhadap kondisi klinis pasien, apakah sesuai
dengan hasil pemeriksaan tersebut atau tidak. Jika memungkinkan (jika alat
tersedia) maka dapat dilakukan cross check pemeriksaan dengan alat lain (Duplo
test). Apabila setelah dilakukan Duplo test dan hasilnya ternyata sama maka
petugas laboratorium dapat menuliskan hasil pemeriksaan laboratorium tersebut
yang kemudian diverifikasi dan dilegalisasi oleh penanggungjawab laboratorium,
dan kemudian oleh petugas laboratorium atau penanggungjawab laboratorium
melaporkan hasil tersebut kepada klinisi yang mengirim atau menangani pasien.
Jika tidak dapat menghubungi klinisi maka dapat menghubungi perawatnya, yang
nantinya akan melaporkan nilai kritis tersebut kepada dokter yang merawat
pasien.8

Dokter atau petugas yang melaporkan hasil kritis mencatat tanggal dan
waktu melaporkan, nama petugas kesehatan yang dihubungi dan nama lengkap
yang menelepon. Dokter, perawat atau petugas yang menerima informasi nilai
kritis dengan cara komunikasi verbal harus menuliskan dan membacakan kembali
nilai kritis tersebut (konfirmasi) lalu menuliskannya dalam rekam medik pasien
(formulir catatan terintegrasi pasien). Selanjutnya dokter, perawat atau petugas
yang menerima informasi nilai kritis tersebut menghubungi dokter atau perawat
yang menangani pasien.9

16
Alur pelaporan nilai kritis di Puskesmas8

Petugas melaporkan hasil kritis


kepada dokter penanggungjawab
laboratorium

Dilakukan pemeriksaan kondisi spesimen

Petugas memeriksa kembali hasil laboratorium,


termasuk mengecek riwayat, jika ada

Dilakukan pemeriksaan kondisi klinis pasien

Petugas melakukan cross check dengan alat lain


(Duplo test), jika ada.

Petugas mencatatkan hasil, bila hasil


yang didapatkan sama

Petugas melakukan verifikasi hasil dan legalisasi hasil


laboratorium oleh penanggungjawab laboratorium

Petugas laboratorium segera melaporkan hasil laboratorium


kepada perawat atau klinisi yang menangani pasien

17
3.3. Pencatatan Nilai Kritis

Setelah melaporkan nilai kritis selanjutnya petugas laboratorium


sebaiknya menanyakan kembali nama pasien, nama pemeriksaan dan hasil
pemeriksaan yang telah disampaikan sebelumnya untuk memastikan validasi data.
Selanjutnya petugas laboratorium wajib mendokumentasikan informasi yang telah
disampaikan tersebut, dengan menambahkan nama dokter atau petugas yang
menerima informasi tersebut beserta tanggal dan jam pemberitahuan dan juga
mencatat namanya selaku petugas laboratorium yang menyampaikan informasi
nilai kritis tersebut. Semua catatan ini dibuat dalam buku khusus yang disiapkan
untuk pencatatan pelaporan nilai kritis.2,15

3.4. Monitoring Nilai Kritis

Segera setelah mendapatkan laporan nilai kritis, biasanya klinisi langsung


mengambil tindakan yang diperlukan untuk menolong pasien, sambil melakukan
monitoring tanda-tanda vital, klinisi juga melakukan monitoring perkembangan
hasil laboratorium dengan meminta kembali pemeriksaan terhadap parameter
laboratorium yang nilainya masuk kategori kritis disertai pemeriksaan lain yang
diperlukan. Oleh sebab itu, petugas laboratorium perlu senantiasa mengecek
riwayat pemeriksaan laboratorium sebelumnya jika ditemukan hasil laboratorium
yang sangat tinggi atau sangat rendah apalagi jika nilainya merupakan kategori
nilai kritis. Hal ini penting untuk menjaga akurasi hasil pemeriksaan
laboratorium.15

18
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Laboratorium Klinik berfungsi untuk memberikan informasi tentang hasil
pemeriksaan laboratorium kepada Dokter yang merawat pasien (klinisi) untuk
menegakkan diagnosis dan tindak lanjut pengobatan terhadap penderita. Dengan
demikian tanggung jawab Laboratorium Klinik sebagai penunjang pelayanan
medis terhadap Klinisi maupun penderita cukup berat. Klinisi mengharapkan
hasil pemeriksaan yang diminta dan pelaksanaannya dengan mutu yang terjamin.
Jika hasil laboratorium yang muncul dari suatu tes jauh di luar rentang
yang diharapkan (jauh menyimpang dari nilai normalnya) maka harus segera
dilaporkan dalam waktu kurang dari satu jam kepada dokter atau staf medik lain
agar segera mengkomunikasikan kepada staf medic yang merawat pasien sebab
kondisi ini kemungkinan besar mengancam jiwa pasien. Hal ini harus dilakukan
baik pemeriksaan tersebut dimintakan atau tidak. Untuk memenuhi kebijakan
tersebut, setiap laboratorium harus membuat suatu prosedur pelaporan hasil kritis
dan menetapkan nilai batas yang mengharuskan tindakan tersebut. Nilai tersebut
disebut Angka Kritis atau Angka Panik (Panic Value) dan terbatas pada daftar
analit yang benar-benar membahayakan jiwa jika tidak dipantau dalam waktu
singkat.
Setelah hasil kritis keluar dari laboratorium yang bersangkutan, maka
petugas laboratorium akan segera melaporkan ke dokter penanggung jawab
laboratorium. Kemudian dokter penanggung jawab laboratorium akan melakukan
pemeriksaan terhadap hasil laboratorium yang bersangkutan yaitu cek riwayat
pemeriksaan laboratorium sebelumnya, cek terhadap spesimen, lalu melakukan
pengecekan kondisi klinis pasien ke ruang rawat jika pasien di rawat di puskesmas
dan cek hasil Quality Control hari tersebut untuk memastikan apakah hasil
tersebut betul-betul dapat dipercaya. Lalu SMF (Staf Medik Fungsional)

19
laboratorium melakukan sentrifugasi ulang dan pemeriksaan ulang serta
melakukan cross check dengan alat lain (duplo test).
Bila hasil pemeriksaan sama, SMF laboratorium menghubungi Dokter
Penanggung Jawab Pasien untuk melaporkan hasil kritis tersebut. Hasil
pemeriksaan / laporan dapat dikirimkan setelah ada verifikasi dan legalisasi dari
dokter laboratorium. Kemudian Dokter Penanggung Jawab Pasien tersebut
secepatnya akan melakukan pengelolaan sesuai kebutuhan terhadap penderita.
4.2 Saran
Setiap praktisi laboratorium harus dapat mengetahui nilai-nilai kritis
sesuai dengan ketetapan masing-masing institusi yang bersangkutan, dimana nilai
kritis tersebut harus selalu mengikuti perkembangan dengan ketetapan sesuai
pustaka terbaru maupun keadaan yang dijumpai di klinis oleh para klinisi.
Jika ditemukan hasil kritis, sebaiknya dilakukan pemeriksaan duplo untuk
menghindari persepsi ganda, serta harus dianalisa faktor-faktor lain yang dapat
mempengaruhi hasil pemeriksaan.
Lebih baik jika setiap laboratorium menggunakan LIS sehingga
memudahkan untuk menjumpai keadaan yang termasuk dalam nilai kritis serta
dapat memberikan tanda pada hasil pemeriksaan yang tidak normal sehingga
memudahkan hasil kritis tersebut mudah diidentifikasi oleh klinisi dan petugas
laboratorium.

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Rocha, BC et al ; The Critical Value Concept in Clinical Laboratory :


Journal Brasileiro de Patologia e Medicina Laboratorial, January/February
2016 (online) URL : http://dx.doi.org//10.5935/1676-2444.20160008.
2. Mekanisme Pelaporan dan Daftar Nilai Kritis Laboratorium : Indonesian
Medical Laboratory (online) URL : http://medlab.id/mekanisme pelaporan
dan daftar nilai kritis laboratorium.
3. Lothar Thomas ; Critical Limits of Laboratory Result For Urgent Clinician
Notification : The Journal of The International Federation of Clinical
Chemistry And Laboratory Medicine, vol 14 No 1 (online) URL :
http://www.ifc.org/ejitcc/ vol 14 no 1/140103200303 n.htm.
4. Mayo Clinic Laboratories “Critical Values/Critical Result List” January
12nd 2015 (online) URL : http://www.mayo medical laboratories.com.
5. Manajemen Penunjang Layanan Klinis : Akreditasi Puskesmas Bab VIII
(online) URL : http://www.akreditasi.my.id/puskesmas/instrumen.
6. Anand S.Dighe, Arjun Rao, et al ; Analysis of Laboratory Critical Value
Reporting at Large Academic Medical Center ; Clinical Chemistry/
Critical Value Reporting August 29th 2016 (online) URL : http://ajcp.oxford
journals.org
7. Medscape Mutispecialty “Analysis of Laboratory Critical Value Reporting
at a Large Academic Medical Center” (online) URL :
http://www.medscape.com/vewarticle.
8. Pelaporan Hasil Pemeriksaan Laboratorium yang Kritis (online) URL :
http://SPO pelaporan hasil lab kritis/Tilla Lukas academia edu.
9. Fritz F Parl, Mandy F O’leary et al . Implementation of a Closed-Loop
Reporting System for Clinical Values and Clinical Communication in
Compliance With Goals of The Joint Commission : Clinical Chemistry
2010 hlm 417-423.

21
10. Karen E Tate. Computers, Quality, And The Clinical Laboratory : A
Look At Critical Value Reporting (online) URL :
http://www.ncbi.nih.gov/pmc.
11. Suo-Wei Wu, Tong Chen et al Using Plan-Do-Check-Act Circulation to
Improve The Management of Panic Value in The Hospital : Chinese
Medical Journal September 20th 2015 (online) URL :
http//www.ancbi.nlm.nih.gov/pmc/articles.
12. Ontario Association of Medical Laboratories “Guideline for Reporting
Laboratory Test Results” Revised September 2009 (online) URL :
http://www.oaml.com.
13. Komunikasi Efektif 4 November 2014 (online) URL :
http:/www.bkulpenprofil.blogspot.com.
14. RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad “Pelaporan Kondisi Pasien
Menggunakan Metode SBAR” (online) URL : http://www.dokumen.tips.
15. Protap Penanganan Hasil Kritis RSUP Dr. Kariadi Semarang 2012.

22
23

Anda mungkin juga menyukai