OLEH :
KELOMPOK 1
PRESEPTOR
1. Ns. Lusyyefrida Yanti, M.Kep ( )
2. Ns. Rahmaniah, MM ( )
CO PRESEPTOR
1. Ns. Dadang Supriadi, M.Kep ( )
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Mahasiswa mampu menyelesaikan masalah pasien melalui pendekatan berpikir kritis.
1.2.2 Tujuan khusus
Setelah dilaksanakan ronde keperawatan, mahasiswa mampu:
1). Menumbuhkan cara berpikir kritis dan sistematis
2). Meningkatkan kemampuan validasi data klien
3). Meningkatkan kemampuan menentukan diagnosis keperawatan.
4). Meningkatkan kemampuan untuk memodifikasi rencana keperawatan
5). Menumbuhkan pemikiran tentang tindakan keperawatan yang berorientasi pada
masalah klien.
6). Meningkatkan kemampuan justifikasi.
7). Meningkatkan kemampuan dalam menilai hasil kerja
1.3 Manfaat
1. Bagi Pasien
1). Membantu menyelesaikan masalah pasien sehingga mempercepat masa
penyembuhan.
2). Mendapat perawatan secara profesional dan efektif kepada pasien
3). Memenuhi kebutuhan pasien
2. Bagi Perawat
1). Meningkatkan kemampuan kognitif, afektif dan psikomotor perawat.
2). Meningkatkan kerjasama antar tim kesehatan.
3). Menciptakan komunitas keperawatan profesional.
3. Bagi rumah sakit
1). Meningkatkan mutu pelayanan di rumah sakit.
2). Menurunkan lama hari perawatan pasien.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2. Ronde Keperawatan
2.1.1 Pengertian Ronde Keperawatan
Ronde keperawatan adalah suatu kegiatan yang bertujuan untuk mengatasi
masalah keperawatan klien, dilakukan dengan melibatkan pasien untuk membahas dan
melaksanakan asuhan keperawatan. Pada kasus tertentu harus dilakukan oleh perawat
primer dengan konselor, kepala ruangan, perawat assosiate serta melibatkan seluruh
anggota tim kesehatan (Nursalam, 2011)
2.1.2 Manfaat
1. Masalah pasien dapat teratasi
2. Kebutuhan pasien dapat terpenuhi
3. Terciptanya komunitas keperawatan yang profesional
4. Terjalinnya kerjasama antar tim kesehatan.
5. Perawat dapat melaksanakan model asuhan keperawatan dengan tepat dan benar.
2.1.3 Kriteria klien
Klien yang dipilih untuk dilakukan ronde keperawatan adalah klien yang memiliki
kriteria sebagai berikut:
1. Mempunyai masalah keperawatan yang belum teratasi meskipun sudah dilakukan
tindakan keperawatan
2. Klien dengan kasus baru atau langka
2.1.4 Peran masing-masing anggota tim
1. Perawat Primer (PP) dan Perawat Associate (PA)
a. Menjelaskan data klien yang mendukung masalah klien
b. Menjelaskan diagnosis keperawatan
c. Menjelaskan intervensi yang dilakukan
d. Menjelaskan hasil yang didapat
e. Menjelaskan rasional (alasan ilmiah) tindakan yang diambil
f. Menggali masalah-masalah klien yang belum terkaji
2. Perawat Konselor
a. Memberikan justifikasi
b. Memberikan reinforcement
c. Memvalidasi kebenaran dari masalah dan intervensi keperawatan serta rasional
tindakan
d. Mengarahkan dan koreksi
e. Mengintegrasikan konsep dan teori yang telah dipelajari
2.1.5 Alur Pelaksanaan Ronde Keperawatan
TAHAP PRA PP
2 RONDE
Penetapan Pasien
Pasien
Persiapan Pasien :
Informed Concent
Hasil Pengkajian/
Validasi data
7 TAHAP RONDE
Validasi data
DI BED KLIEN
8
9
TAHAP PASCA
10 RONDE Lanjutan diskusi
di Nurse Station
Simpulan dan
rekomendasi solusi
masalah
Aplikasi Hasil
analisis
dan diskusi
Masalah teratasi
2.2 Asuhan Keperawatan pada Tn. S dengan diagnosa medis DM tipe II
plus multiple abses di abdomen scrotum dengan masalah keperawatan
utama potensial infeksi
a. Penyebab
Menurut Ndraha (2014), pada penderita DM tipe II atau Insulin Non-
Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) terjadi hiperinsulinemia tetapi insulin
tidak bisa membawa glukosa masuk ke dalam jaringan karena terjadi resistensi
insulin yang merupakan turunnya kemampuan insulin untuk merangsang
pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat produksi
glukosa oleh hati. Oleh karena terjadi resistensi insulin (reseptor insulin sudah
tidak aktif karena dianggap kadarnya masih tinggi dalam darah) akan
mengakibatkan defisiensi relatif imun. Menurut Depkes dalam Fitriyani
(2012), DM tipe 2 bukan disebabkan oleh kurangnya sekeresi insulin, namun
karena sel-sel sasaran insulin gagal atau tak mampu merespon insulin secara
normal. Keadaan ini lazim disebut sebagai “resistensi insulin”. Resistensi
insulin banyak terjadi akibat dari obesitas, kurang aktifitas fisik, dan penuaan.
b. Patofisiologi
Diabetes mellitus tipe II atau dikenal dengan diabetes mellitus non
dependen-insulin (NIDDM), ditandai oleh resistensi insulin dan gangguan
sekresi insulin. Diabetes tipe 2 merupakan bentuk yang palineg sering dari
penderita DM. Penyakit ini biasanya timbul setelahusia 40 tahun dan tidak
berkaitan dengan hilangnya seluruh kemampuan mensekresi insulin. Sebagian
besar penderitanya mengalami kegemukan dan toleransi glukosanya membaik
apabila mereka menurunkan berat badan. Diabetes melitus tipe-2 adalah
kelompok DM akibat kurangnya sensitifitas jaringan sasaran (otot, jaringan
adiposa dan hepar) berespon terhadap insulin. Penurunan sensitifitas respon
jaringan otot, jaringan adiposa dan hepar terhadap insulin ini, selanjutnya
dikenal dengan resistensi insulin dengan atau tanpa hiperinsulinemia. Faktor
yang diduga menyebabkan terjadinya resistensi insulin dan hiperinsulinemia
ini adalah adanya kombinasi antara kelainan genetik, obesitas, inaktifitas,
Faktor lingkungan dan makanan (Ganong, 2003). Secara patofisiologi, DM tipe
2 ini bisa disebabkan karena dua hal yaitu (1) penurunan respon jaringan
perifer terhadap insulin. Peristiwa tersebut dinamakan resistensi insulin, dan
(2) Penurunan kemampuan sel β pankreas untuk mensekresi insulin sebagai
respon terhadap beban glukosa. Sebagian besar DM tipe 2 diawali dengan
kegemukan. Sebagai kompensasi, sel β pankreas merespon dengan mensekresi
insulin lebih banyak sehingga kadar insulin meningkat (hiperinsulinemia).
Konsentrasi insulin yang tinggi mengakibatkan reseptor insulin berupaya
melakukan pengaturan sendiri ( self regulation ) dengan menurunkan jumlah
reseptor atau down regulation. Hal ini membawa dampak pada penurunan
respon reseptornya dan lebih lanjut mengakibatkan terjadinya resistensi insulin.
Di lain pihak, kondisi hiperinsulinemia juga dapat mengakibatkan desensitisasi
reseptor insulin pada tahap postreseptor, yaitu penurunan aktivasi kinase
reseptor, translokasi pengangkut glukosa dan aktivasi glikogen sintase.
Kejadian ini mengakibatkan terjadinya resistensi insulin. Dua kejadian tersebut
terjadi pada permulaan proses terjadinya DM tipe 2. Hal tersebut
mengindikasikan telah terjadi defek pada reseptor maupun postreseptor insulin.
Pada resistensi insulin, terjadi peningkatan produksi glukosa dan penurunan
penggunaan glukosa sehingga mengakibatkan peningkatan kadar gula darah
(hiperglikemik) (Nugroho,2006). Diabetes mellitus tipe 2 terjadi karena
lemahnya kemampuan pankreas dalam mensekresikan insulin yang
dikombinasikan dengan lemahnya aksi insulin,sehingga menyebabkan
penurunan sensitivitas insulin. Penurunan sensitivitas insulin terjadi pada
permukaan sel tubuh yang dinamakan reseptor insulin, reseptor insulin akan
memberikan sinyal pada pengangkut glukosa untuk memungkinkan lewatnya
glukosa yang dibawa oleh hormon insulin masuk ke dalam sel. Di dalam
mitokondria, glukosa tersebut akan digunakan untuk menghasilkan energi yang
diperlukan dalam pelaksanaan fungsi setiap sel tubuh (Hartono dalam
Fachreza, 2009). Insulin yang diproduksi pada sel β pankreas akan menempati
reseptornya, yang kemudian memberikan sinyal transduksi pada pengangkut
glukosa untuk dapat melakukan penyerapan glukosa, sehingga glukosa yang
beredar dalam darah akan masuk ke dalam sel. penurunan sensitivitas insulin
pada penderita DM tipe 2 dapat disebabkan oleh kerusakan sinyal transduksi.
Sinyal transduksi atau disebut juga sinyal sel (sell signalling ) merupakan suatu
proses komunikasi yang meliputi konsep tentang tanggapan sel terhadap
rangsangan dari sekelilingnya yang disusul dengan timbulnya reaksi didalam
sel. Kerusakan sinyal transduksi pada DM tipe 2 dapat dimulai dari insulin
abnormal sampai kerusakan pada reseptor insulin pengangkut glukosa.
c. Tanda dan gejala
Menurut Baughman (2000), tanda gejala DM tipe 2 adalah :
1) Progerssife lambat (selama setahun)
2) Gejala seringkali ringan dan dapat mencakup keletihan, mudah
tersinggung, poliuria, polidipsi, luka pada kulit yang sembuhnya lambat,
pengelihatan kabur (jika kadar glukosa sangat tinggi)
3) Komplikasi jangka panjang jika diabetes tidak terdeksi dalam waktu
selama beberapa tahun (mis., penyakit mata, neuropati perifer, penyakit
vaskular perifer), yang mungkin telah terjadi sebelum diagnosa aktual
ditetapkan.
d. Penanganan
1) Penatalaksanaan umum
Menurut Baughman (2000), tujuan utama dari pengobatan adalah mencoba
menormalisasi aktivitas insulin dan kadar gula darah untuk menurunkan
perkembangan komplikasi neuropati dan vaskular. Tujuan teraupetik pada
masing-masing tipe diabetes adalah utnuk mencapai kadar glukosa darah
(euglikemia) tanpa mengalami hipoglikemia dan tanpa mengganggu
aktivitas sehari-hari pasien dengan serius. Terdapat lima komponen
pelaksanaan untuk diabetes, yaitu latihan (olahraga), pemantauan, obat-
obatan,diit, dan penyuluhan.
(1) Pengobatan utama dari diabetes tipe II adalah penurunan berat badan
(2) Olahraga penting dalam peningkatan keefektifan insulin
(3) Gunakan agen hipoglikemia oral jika diit dan olahraga tidak berhasil
mengontrol kadar glukosa darah.
(4) Karena pengobatan akan berfariasi sepanjang perjalanan penyakit
akibat perubahan dalam gaya hidup, status fisik dan emosional, juga
kemajuan terapi, secara konstan dikaji dan modifikasi rencana
pengobatan juga penyesuaian sehari-hari dalam pengobatan.
Penyuluhan baik bagi pasien maupun keluarga juga penting.
2) Penatalaksanaan diit
(1) Kelompokkan semua unsur makanan yang penting
(2) Pencapaian dan pemeliharaan berat badan yang ideal, pemenuhan
kebutuhan energi.
(3) Pencegahan fluktuasi kadar gula darah sehari-hari yang luas,
pertahankan gulla darah normal.
(4) Kurangi kadar lemak darah jika terjadi peningkatan kadar gula
(5) Untuk pasien obesitas (terutama diabetes tipe II) penurunan berat
badan merupakan kunci keberhasilan pengobatan dan faktor
pencegahan utama untuk perkembangan diabetes.
(6) Tetapka kebutuhan kalori berdasarkan pertimbangan usia, jenis
kelamin, berat badan, dan tingkat aktivitas.
(7) Penurunan berat badan jangka panjang dapat dicapai dengan diit
kalori antara 1000 dan 1200 kalori, rekomendasi yang lebih realistis
mungkin berkisar 1200 sampai 1500
(8) The American Diabetes and American Dietetic Association
menganjurkan bahwa untuk semua tingkat masukan kalori, 50 %
sampai 60 % kalori didapat dari karbohidrat, 20% sampai 30 % dari
lemak, dan 12 % sampai 20 % dari protein.
3) Farmakoterapi untuk pasien diabtes mellitus tipe II
(1) Metrofirmin, mengakibatkan penurunan glukosa hepatik
(2) Triglitazon, mengakibatkan pemakaian glukosa oleh otot
meningkat.
(3) Sulfanylureas mengakibatkan sekresi insulin meningkat dan
produksi glukosa hepatik menurun
(4) Acarbose mengakibatkan inhibisi alfa-glukosidase serta pencernaan
dan absorbsi karbohidrat menurun.
1. a. Pohon masalah
Faktor
resiko
Resistensi
Kadar insulin insulin
Glukosa
hiperinsulinemia Penggunaan
glukosa
Self regulation Gula dalam darah
tidak mampu
diabawa masuk ke
Menurunkan dalam sel
jmlh. reseptor
hiperglikemia
Down regulation
Melebihi
Anabolisme protein ambang batas
menurun ginjal
Glukosauria
Kerusakan
antibosi
Dieresis osmotik
Kekebalan tubuh
poliuri
Neuropati Resiko
sensori perifer infeksi
Dehidrasi
secare jaringan
Ketidakefektif
berlebih
BB menurun an perfusi
jaringan
Kebutuhan nutrisi
Energi
kurang dari kebutuhan
tubuh
vatigue
Intoleransi
aktifitas
Merangsang
hipotalamaus
Pusat lapar
dan haus
Polidipsi
polifagia
a. Masalah keperawatan
3) Membuat
kepututsan
dengan benar
c. Menunjukkan fungsi
sensori yang utuh
Co Preseptor :
1. Ns. Dadang Supriadi, M.Kep
2. Ns. Resdi Budaya, M.Kep
Preseptor :
1. Ns. Lussyefrida Yanti, M.Kep
2. Ns. Rahmaniah, MM
3. Ns. Haifa Wahyu, M.Biomed
3.3 Materi :
Paparan Asuhan Keperawatan pada Tn. S dengan diagnosa medis
DM tipe II plus multiple abses di abdomen dan scrotum dengan masalah
keperawatan utama potensial infeksi
3.4 Metode
1. Ronde Keperawatan
2. Diskusi dan tanya jawab
3.5 Media
1. Dokumentasi klien (status)
2. Sarana diskusi :
a. Literatur mengenai
b. Alat tulis : kertas dan bollpoin
3.6 Mekanisme kegiatan
KEGIATAN
TAHAP KEGIATAN TEMPAT PELAKSANA WAKTU
KLIEN
Pra Pra Ronde Ruang PP 1, PA1 - Dua hari
Ronde a) Menetapkan kasus dan Melati sebelum
topik pelaksan
b) Menentukan tim ronde. aan
c) Mencari sumber dan ronde
literatur.
d) Membuat proposal
e) Mempersiapkan klien
f) Informed consent
kepada keluarga
Ronde Ronde
I. Pembukaan: Nurse Kepala Mendengarkan 5 Menit
a) Salam pembukaan Station Ruangan
b) Memperkenalkan
klien dan tim ronde
c) Menjelaskan tujuan
kegiatan ronde
d) Mempersilahkan PP1
menyampaikan
kasusnya
Data Umum
Nama Pasien : Tn S
Usia : 56 tahun
No RM : 775453
Alamat : Jln. Perum Nirwana estate
Tgl MRS : 08 Juli 2018
5.3 Materi :
Paparan Asuhan Keperawatan pada Tn. S dengan diagnosa medis DM tipe
II plus multiple abses di abdomen dan scrotum dengan masalah keperawatan
utama potensial infeksi
5.4 Metode
1. Presentasi
2. Diskusi dan tanya jawab
5.5 Media
1. Dokumentasi klien (status)
2. Sarana diskusi :
a. Leaflet
b. Alat tulis: kertas dan bollpoint
5.6 Persiapan
Persiapan ronde keperawatan dilakukan oleh kelompok pada minggu ketiga
Persiapan kasus dilakukan 2 hari sebelum pelaksanaan, dengan uraian sebagai
berikut:
a. Menyusun proposal kegiatan ronde keperawatan dengan menetapkan pasien
yang akan dilakukan ronde keperawatan.
b. Penanggung jawab kegiatan menyusun resume kasus ronde keperawatan
c. Menyiapkan resume keperawatan pasien selama dirawat
d. Konsultasi pada pembimbing ruangan mengenai resume kasus ronde
keperawatan.
5.7 Pelaksanaan
Topik : Ronde Keperawatan
Sasaran :Pasien dan keluarga pasien Tn.S dengan diagnosa medis
medis DM tipe II plus multiple abses di abdomen dan
scrotum dengan masalah keperawatan utama potensial
infeksi
Hari/tanggal : jum’at 13 Juli 2018
Waktu : 09.00- 09.30 WIB
Tempat : Ruang Melati RSUD dr M Yunus Bengkulu
Acara dihadiri oleh :
1. Preseptor sebanyak 3 orang
2. Co Preseptor sebanyak 2 orang
Pengorganisaasian :
Penanggung jawab :
Kepala Ruangan :
Konselor :
PP 1 :
PA 1 :
PP 2 :
PA 2 :
Dokter :
Masalah keperawatan yang belum dapat diatasi dan dibahas dalam ronde
keperawatan adalah nyeri