Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sindroma Koroner Akut (SKA) Merupakan spektrum manifestasi akut dan


berat yang merupakan keadaan kegawatdaruratan dari koroner akibat
ketidakseimbangan antara kebutuhan oksigen miokardium dan aliran darah. Acute
coronary syndrome adalah istilah untuk tanda-tanda klinis dan gejala iskemia
miokard: angina stabil, non-ST-segmen elevasi miokard infark, dan elevasi ST-
segmen infark miokard. Gejala klinis pada PPOK antara lain nyeri, sesak napas,
diaphoresis, mual, dan nyeri epigastrik.

Dengan melaksanakan ronde keperawatan diharapkan dapat memecahkan


masalah keperawatan pasien melalui cara berfikir kritis berdasarkan konsep asuhan
keperawatan.
Di Ruang Agate Bawah RSUD dr. Slamet Garut, ronde keperawatan sudah
pernah dilakukan tetapi dokumentasinya belum terlaksana. Hal tersebut dapat
dijadikan sebagai instropeksi untuk tindak lanjut ronde keperawatan di ruangan
secara berkesinambungan.
Ronde keperawatan merupakan suatu sarana bagi perawat untuk membahas
masalah keperawatan dengan melibatkan pasien dan seluruh tim keperawatan,
konsultan keperawatan, serta konsultan keperawatan (dokter, ahi gizi, rehabilitasi
medik dsb). Selain menyelesaikan masalah keperawatan pasien, ronde keperawatan
juga merupakan suatu proses belajar bagi perawat dengan harapan dapat
meningkatkan kemampuan kognitif, afektif dan psikomotor. Kepekaan dan cara
berfikir kritis perawat akan tumbuh dan terlatih melalui suatu transfer pengetahuan
dan pengaplikasian konsep teori secara langsung pada kasus nyata. Dengan
pelaksanaan ronde keperawatan yang berkesinambungan diharapkan dapat
meningkatkan kemampuan perawat ruangan untuk berpikir secara kritis dalam

1
peningkatan keperawatan secara profesional. Dalam pelaksanaan ronde juga akan
terlihat kemampuan perawat dalam melaksanakan kerjasama dengan tim kesehatan
yang lain guna mengatasi masalah kesehatan yang terjadi pada pasien.
Berdasarkan pertimbangan tersebut maka mahasiswa Praktek Profesi Ners
STIKes Karsa Husada Garut akan mengadakan kegiatan ronde keperawatan di ruang
Perinatologi.
1.2 Tujuan
1. Tujuan Umum

Mahasiswa mampu menyelesaikan masalah pasien melalui pendekatan berpikir kritis.

2. Tujuan Khusus
Setelah akan dilaksanakan ronde keperawatan mahasiswa mampu :
1) Menumbuhkan cara berpikir kritis dan ilmiah.
2) Meningkatkan validasi data pasien.
3) Meningkatkan kemampuan untuk memodivikasi rencana keperawatan.
4) Menumbuhkan pemikiran tentang tindakan keperawatan yang sesuai dengan
masalah pasien.
5) Meningkatkan kemampuan dalam menilai hasil kerja.
1.3 Manfaat
1. Bagi Pasien
1) Membantu menyelesaikan masalah pasien sehingga mempercepat masa
penyembuhan.
2) Memberikan keperawatan secara profesional dan efektif kepada pasien.
3) Memenuhi kebutuhan pasien.
2. Bagi Perawat
1) Meningkatkan kemampuan kogintif, efektif dan psikomotor perawat.
2) Meningkatkan kerja sama tim.
3) Menciptakan komunitas keperawatann profesional

2
3. Bagi Rumah Sakit
1) Meningkatkan mutu pelayanan di Rumah Sakit.
2) Menurunkan lama hari perawatan pasien.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ronde Keperawatan


2.1.1 Pengertian Ronde Keperawatan
Ronde keperawatan adalah suatu kegiatan yang bertujuan untuk mengatasi
masalah keperawatan pasien, dilakukan dengan melibatkan pasien untuk membahas
dan melaksanakan asuhan keperawatan. Pada kasus tertentu harus dilakukan oleh
perawat primer dengan konselor, kepala ruangan, perawat asosiatif serta melibatkan
seluruh anggota tim kesehatan (Nursalam, 2014).
2.1.2 Manfaat
1. Masalah pasien dapat teratasi
2. Kebutuhan pasien dapat terpenuhi
3. Terciptanya komunitas keperawatan yang profesianal
4. Terjalinnya kerjasama antar tim
5. Perawat dapat melaksankan model asuhan keperawatan dengan tepat dan benar
2.1.3 Kriteria Pasien

Pasien yang dipilih untuk dilakukan ronde keperawatan adalah pasien yang memiliki
kriteria sebagai berikut :

1. Mempunyai masalah keperawatan yang belum teratasi meskipun sudah


dilakukan tindakan keperawatan
2. Pasien dengan kasus baru atau langka
2.1.4 Peran masing–masing anggota tim
1. Perawat Primer (PP) dan Perawat Associate (PA)
a. Menjelaskan data klien yang mendukung masalah klien
b. Menjelaskan diagnosis keperawatan
c. Menjelaskan intervensi yang dilakukan
d. Menjelaskan hasil yang didapat

4
e. Menjelaskan rasional (alasan ilmiah) tindakan yang diambil
f. Menggali masalah-masalah klien yang belum terkaji
2. Perawat Konselor
a. Memberikan justifikasi
b. Memberikan reinforcement
c. Memvalidasi kebenaran dari masalah dan intervensi keperawatan serta
rasional tindakan
d. Mengarahkan dan koreksi
e. Mengintegrasikan konsep dan teori yang telah dipelajari
2.1.5 Alur Pelaksanaan Ronde Keperawatan

TAHAP PRA RONDE PP


2

Penetapan Pasien Pasien

Persiapan Pasien :

 Informed Concent
 Hasil Pengkajian/
Validasi data

TAHAP PELAKSANAAN Penyajian  Apa masalah & diagnosis


3 keperawatan?
DI NURSE STATION
4 Masalah  Data apa yang mendukung?
 Bagaimana intervensi yang sudah
5 dilakukan?
 Apa hambatan yang ditemukan?
6

TAHAP RONDE DI BED


7 KLIEN Validasi data
8

5
Diskusi PP, Konselor, KARU,
Dokter, Gizi,FisioThe

9 TAHAP PASCA RONDE Lanjutan diskusi di


Nurse Station
10

Simpulan dan
rekomendasi solusi
masalah

Aplikasi Hasil analisis

dan diskusi

Masalah teratasi

2.1.6 Evaluasi
1. Evaluasi Struktur :
a. Ronde keperawatan dilaksanakan di Ruang Safir dr. Slamet Garut,
persyaratan administratif sudah lengkap (Informed consent, alat, dan
lainnya)
b. Peserta ronde keperawatan hadir ditempat pelaksanaan ronde
keperawatan
c. Persiapan dilakukan sebelumnya
2. Evaluasi Proses :
a. Peserta mengikuti kegiatan dari awal hingga
akhir
b. Seluruh peserta berperan aktif dalam

6
kegiatan ronde sesuai peran yang telah ditentukan

3. Evaluasi Hasil :
a. Klien puas dengan hasil kegiatan
b. Masalah klien dapat teratasi
c. Perawat dapat :
1) Menumbuhkan cara berfikir yang kritis
2) Menumbuhkan pemikiran tentang tindakan
keperawatan yang berorientasi pada masalah pasien
3) Meningkatkan cara berfikir yang sistematis
4) Meningkatkan kemampuan validitas data pasien
5) Meningkatkan kemampuan menentukan diagnosa
keperawatan
6) Meningkatkan kemampuan justifikasi
7) Meningkatkan kemampuan menilai hasil kerja
8) Meningkatkan kemampuan memodifikasi rencana
asuhan keperawatan
2.2 Asuhan Keperawatan pada Tn. E dengan diagnosa medis ACS Stemi
dengan masalah keperawatan utama
2.2.1 Konsep Penyakit
1. Pengertian

Sindroma Koroner Akut (SKA) Merupakan spektrum manifestasi akut dan


berat yang merupakan keadaan kegawatdaruratan dari koroner akibat
ketidakseimbangan antara kebutuhan oksigen miokardium dan aliran darah.

Acute coronary syndrome adalah istilah untuk tanda-tanda klinis dan gejala
iskemia miokard: angina stabil, non-ST-segmen elevasi miokard infark, dan elevasi
ST-segmen infark miokard.

7
Infark miokardium menunjukan terbentuknya suatu daerah nekrosis
miokardium akibat iskemia total. MI akut yang dikenal sebagai “serangan jantung”,
merupakan penyebab tunggal tersering kematian diindustri dan merupakan salah satu
diagnosis rawat inap tersering di negara maju (Kumar, 2007).

2. Etiologi
a. Suplai oksigen ke miocard berkurang yang disebabkan oleh 3 faktor :
 Faktor pembuluh darah :
a. Aterosklerosis.
b. Spasme
c. Arteritis
 Faktor sirkulasi :
a. Hipotensi
b. Stenosis aorta
c. Insufisiensi
 Faktor darah :
a. Anemia
b. Hipoksemia
c. Polisitemia

b. Curah jantung yang meningkat :

1. Aktifitas berlebihan
2. Emosi
3. Makan terlalu banyak
4. Hypertiroidisme

c. Kebutuhan oksigen miocard meningkat pada :

1. Kerusakan miocard
2. Hypertropi miocard

8
3. Hypertensi diastolik

3. Epidemiologi

Epidemiologi STEMI Infark miokard akut merupakan salah satu diagnosis


rawat inap tersering di negara maju. Laju mortalitas awal (30 hari) pada IMA adalah
30% dengan lebih dari separuh kematian terjadi sebelum pasien mencapai rumah
sakit. Angka kejadian NSTEMI lebih sering di bandingkan dengan STEMI (Bassand,
2007).

4. Patofisiologi

STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak
setelah oklusi trombus pada plak arterosklerosik yang sudah ada sebelumnya.
Stenosis arteri koroner berat yang berkembang secara lambat biasanya tidak memicu
STEMI karena berkembangnya banyak kolateral sepanjang waktu. STEMI terjadi jika
trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injury vaskular, dimana injury
ini di cetuskan oleh faktor-faktor seperti merokok,hipertensi dan akumulasi lipid.
Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak arterosklerosis mengalami 1 fisur,
ruptur atau ulserasi dan jika kondisi lokal atau sistemik memicu trombogenesis,
sehingga terjadi trombus mural pada lokasi ruptur yang mengakibatkan oklusi arteri
koroner. Penelitian histologis menunjukkan plak koroner cenderung mengalami
ruptur jika mempunyai fibrous cap yang tipis dan inti kaya lipid (lipid rich core).
Pada STEMI gambaran patologis klasik terdiri dari fibrin rich red trombus, yang
dipercaya menjadi dasar sehingga STEMI memberikan respon terhadap terapi
trombolitik. Selanjutnya pada lokasi ruptur plak, berbagai agonis (kolagen, ADP,
efinefrin, serotonin) memicu aktivasi trombosit, yang selanjutnya akan memproduksi
dan melepaskan tromboxan A2 (vasokontriktor lokal yang poten). Selain aktivasi

9
trombosit memicu perubahan konformasi reseptor glikoprotein IIb/IIIa. Setelah
mengalami konversi fungsinya, reseptor mempunyai afinitas tinggi terhadap sekuen
asam amino pada protein adhesi yang larut (integrin) seperti faktor von Willebrand
(vWF) dan fibrinogen, dimana keduanya adalah molekul multivalen yang dapat
mengikat 2 platelet yang berbeda secara simultan, menghasilkan ikatan silang
platelets dan agregasi. Kaskade koagulasi di aktivasi oleh pajanan tissue factor pada
sel endotel yang rusak. Faktor VII dan X di aktivasi, mengakibatkan konversi
protrombin menjadi trombin, yang kemudian mengkonversi fibrinogen menjadi
fibrin. Arteri koroner yang terlibat kemudian akan mengalami oklusi oleh trombus
yang terdiri agregat trombosit dan fibrin. Pada kondisi yang jarang, STEMI dapat
juga disebabkan oleh emboli koroner, abnormalitas kongenital, spasme koroner dan
berbagai penyakit inflamasi sistemik (Alwi, 2006).

5. Tanda dan gejala


1. Nyeri :
 Gejala utama adalah nyeri dada yang terjadi secara mendadak dan terus-
menerus tidak mereda, biasanya dirasakan diatas region sternal bawah dan
abdomen bagian atas.
 Keparahan nyeri dapat meningkat secara menetap sampai nyeri tidak
tertahankan lagi.
 Nyeri tersebut sangat sakit, seperti tertusuk-tusuk yang dapat menjalar ke
bahu dan terus ke bawah menuju lengan (biasanya lengan kiri).
 Nyeri mulai secara spontan (tidak terjadi setelah kegiatan atau gangguan
emosional), menetap selama beberapa jam atau hari, dan tidak hilang dengan
bantuan istirahat atau nitrogliserin.
 Nyeri dapat menjalar ke arah rahang dan leher.
 Nyeri sering disertai dengan sesak nafas, pucat, dingin, diaforesis berat,
pening atau kepala terasa melayang dan mual muntah.

10
 Pasien dengan diabetes melitus tidak akan mengalami nyeri yang hebat karena
neuropati yang menyertai diabetes dapat mengganggu neuroreseptor.
2. Pada ACS dapat ditemukan juga sesak napas, diaphoresis, mual, dan nyeri
epigastrik.
3. Perubahan tanda vital, seperti takikardi, takipnea, hipertensi, atau hipotensi, dan
penurunan saturasi oksigen (SAO 2) atau kelainan irama jantung

6. Pathway

7. Pemeriksaan Penunjang
1. EKG
 STEMI : Perubahan pada pasien dengan Infark Miokard Akut, meliputi :
hiperakut T, elevasi segmen ST yang diikuti dengan terbentuknya Q
pathologis, terbentuknya bundle branch block/ yang dianggap baru. Perubahan
EKG berupa elevasi segment ST ≥ 1 mm pada 2 sadapan yang berdekatan
pada limb lead dan atau segment elevasi ≥ 2 mm pada 2 sadapan chest lead.
 NSTEMI : Perubahan EKG berupa depresi segment ST ≥ 1 mm pada 2
sadapan yang berdekatan pada limb lead dan atau segment depresi ≥ 2 mm
pada 2 sadapan chest lead.
 Gambaran EKG
 Pemeriksaan EKG memegang peranan penting dalam mendiagnosa
AKS.Pemeriksaan tyang sederhana,murah tapi mempunyai nilai klinis yang
tinggi. Pada APTS/ Non Q infark,perubahan berupa adanya ST segmen
depresi atau T inversi. Hal ini harus dibedakan dengan tanda hipertropi
ventrikel kiri. Gambaran EKG berupa ST Depresi
 Pada akut infark dengan gelombang Q, didapat adanya ST segemen
Elevasi,yang pada jam awal masih berupa hiperakut T (gelombang T tinggi )

11
yang kemudian berubah menjadi ST elevasi. Adanya new 1 RBBB/LBBB
juga merupakan tanda perubahan ECG pada infark gelombang Q. Gambaran
EKG berupa ST Elevasi
 Pada penderita dengan nyeri dada sementara ECG-nya normal menunjukkan
besar kemungkinan nonkardiac pain. Sementara progonosis dengan perubahan
ECG hanya T inverted lebih baik dari ST segmen depresi yang masuk dalam
risiko tinggi.
2. Enzim Jantung, yaitu :
 CKMB : dapat dideteksi 4-6 jam pasca infark, mencapai puncaknya pada 24
jam pertama, kembali normal setelah 2-3 hari.
 Troponin T : spesifik untuk kerusakan otot jantung, dapat dideteksi 4-8 jam
pasca infark
 LDH : dapat dideteksi 24-48 jam pasca infark, mencapai puncaknya setelah 3-
6 hari, normal setelah mencapai 8-14 hari. 3.
3. Elektrolit. Ketidakseimbangan dapat mempengaruhi konduksi dan kontraktilitas,
misalnya hipokalemi, hiperkalemi.
4. Sel darah putih Leukosit ( 10.000 – 20.000 ) biasanya tampak pada hari ke-2
setelah IMA berhubungan dengan proses inflamasi.
5. Kecepatan sedimentasi Meningkat pada hari ke-2 dan ke-3 setelah IMA ,
menunjukkan inflamasi.
6. GD Dapat menunjukkan hypoksia atau proses penyakit paru akut atau kronis.
7. Kolesterol atau Trigliserida serum Meningkat, menunjukkan arteriosklerosis
sebagai penyebab IMA.
8. Rontgen Dada Mungkin normal atau menunjukkan pembesaran jantung diduga
GJK atau aneurisma ventrikuler.
9. Ekokardiogram Dilakukan untuk menentukan dimensi serambi, gerakan katup
atau dinding ventrikuler dan konfigurasi atau fungsi katup.
10. Pemeriksaan pencitraan nuklir

12
 Talium : mengevaluasi aliran darah miokard dan status sel miokard misal
lokasi atau luasnya AMI.
 Technetium : terkumpul dalam sel iskemi di sekitar area nekrotik .
11. Pencitraan darah jantung (MUGA) Mengevaluasi penampilan ventrikel khusus
dan umum, gerakan dinding regional dan fraksi ejeksi (aliran darah).
12. Angiografi coroner Menggambarkan penyempitan atau sumbatan arteri koroner.
Biasanya dilakukan sehubungan dengan pengukuran tekanan serambi dan
mengkaji fungsi ventrikel kiri (fraksi ejeksi). Prosedur tidak selalu dilakukan pad
fase AMI kecuali mendekati bedah jantung angioplasty atau emergensi.
13. Nuklear Magnetic Resonance (NMR) Memungkinkan visualisasi aliran darah,
serambi jantung atau katup ventrikel, lesivaskuler, pembentukan plak, area
nekrosis atau infark dan bekuan darah.
14. Tes stress olah raga Menentukan respon kardiovaskuler terhadap aktifitas atau
sering dilakukan sehubungan dengan pencitraan talium pada fase penyembuhan.

8. Penatalaksanaan dan terapi


1. Tatalaksana di rumah sakit ICCU: Aktivitas, Pasien harus istirahat dalam 12 jam
pertama. Diet, karena resiko muntah dan aspirasi segera setelah infark miokard,
pasien harus puasa atau hanya minum cair dengan mulut dalam 4-12 jam
pertama. Diet mencakup lemak < 30% kalori total dan kandungan kolesterol
<300mg/hari. Menu harus diperkaya serat, kalium, magnesium, dan rendah
natrium. Bowels, istirahat ditempat tidur. Penggunaan narkotika sering
menyebabkan efek konstipasi sehingga di anjurkan penggunaan pencahar ringan
secara rutin. Sedasi, pasien memerlukan sedasi selama perawatan, untuk
mempertahankan periode inaktivasi dengan penenang (alwi, 2006).
2. Terapi farmakologis
 Fibrinolitik
 Antitrombotik

13
 Inhibitor ACE
 Beta-Blocker

Konsep ASKEP
A. Pengkajian
1) Aktifitas Gejala :
 Kelemahan,
 Kelelahan
 Tidak dapat tidur.
 Pola hidup menetap
 Jadwal olahraga tidak teratur

Tanda :

 Takikardi
 Dispnea pada istirahat atau aktifitas.
2) Sirkulasi Gejala :
 Riwayat IMA sebelumnya
 Penyakit arteri koroner
 Masalah tekanan darah
 Diabetes mellitus.
Tanda :
 TD : dapat normal atau naik/turun, perubahan postural dicatat dari tidur
sampai duduk/berdiri
 Nadi : Dapat normal , penuh atau tidak kuat atau lemah / kuat kualitasnya
dengan pengisian kapiler lambat, tidak teratur (disritmia) mungkin terjadi.
 Bunyi jantung : Bunyi jantung ekstra : S3 atau S4 mungkin menunjukkan
gagal jantung atau penurunan kontraktilits atau komplain ventrikel.

14
 Murmur : bila ada menunjukkan gagal katup atau disfungsi otot papilar
 Friksi ; dicurigai Perikarditis
 Irama jantung dapat teratur atau tidak teratur
 Edema : Distensi vena juguler, edema dependent , perifer, edema umum,
krekles mungkin ada dengan gagal jantung atau ventrikel.
 Warna : Pucat atau sianosis, kuku datar , pada membran mukossa atau bibir
3) Integritas ego Gejala :
 Menyangkal gejala penting atau adanya kondisi takut mati
 Perasaan ajal sudah dekat
 Marah pada penyakit atau perawatan
 Khawatir tentang keuangan, kerja dan keluarga.
Tanda :
 Menolak
 Menyangkal
 Cemas
 Kurang kontak mata 1
 Gelisah
 Marah
 Perilaku menyerang
 Fokus pada diri sendiri
 Koma nyeri.
4) Eliminasi
Tanda :
 Normal
 Bunyi usus menurun.
5) Makanan atau cairan
Gejala :

15
 Mual
 Kehilangan nafsu makan
 Bersendawa
 Nyeri ulu hati atau rasa terbakar

Tanda :

 Penurunan turgor kulit


 Kulit kering/berkeringat
 Muntah.
 Perubahan berat badan
6) Higiene
Gejala atau tanda :
 Kesulitan melakukan tugas perawatan
7) Neurosensori
Gejala :
 Pusing
 Berdenyut selama tidur atau saat bangun (duduk atau istrahat)

Tanda :

 Perubahan mental
 Kelemahan
8) Nyeri atau ketidaknyamanan
Gejala :
 Nyeri dada yang timbulnya mendadak (dapat atau tidak berhubungan dengan
aktifitas ), tidak hilang dengan istirahat atau nitrogliserin (meskipun
kebanyakan nyeri dalam dan viseral).

16
 Lokasi : Tipikal pada dada anterior, substernal , prekordial, dapat menyebar ke
tangan, ranhang, wajah. Tidak tertentu lokasinya seperti epigastrium, siku,
rahang, abdomen, punggung, leher.
 Kualitas : “Crushing ”, menyempit, berat, menetap, tertekan.
 Intensitas : Biasanya 10 (pada skala 1 -10), mungkin pengalaman nyeri paling
buruk yang pernah dialami. Catatan : nyeri mungkin tidak ada pada pasien
pasca operasi, diabetes mellitus , hipertensi, lansia .
9) Pernafasan:
Gejala :
 Dispnea saat aktivitas ataupun saat istirahat
 Dispnea nokturnal
 Batuk dengan atau tanpa produksi sputum
 Riwayat merokok, penyakit pernafasan kronis.
Tanda :
 Peningkatan frekuensi pernafasan
 Nafas sesak / kuat
 Pucat, sianosis
 Bunyi nafas ( bersih, krekles, mengi ), sputum
10) Interaksi sosial
Gejala :
 Kesulitan koping dengan stressor yang ada.
Tanda :
 Kesulitan istirahat dengan tenang.
11) Penyuluhan/ pembelajaran
Gejala :
 Riwayat keluarga penyakit jantung/IM, DM, stroke, hipertensi, penyakit
vaskuler perifer , penggunaan tembakau.

17
 Pertimbangan rencana pemulangan :menunjukan rata- rata lama dirawat 7
hari (2-4hari di ICCU), perawatan dirumah.

B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul yaitu :
1. Nyeri akut b/d iskemia jaringan miokard
2. Penurunan curah jantung b/d peningkatan beban kerja ventikuler.
3. Gangguan pertukaran gas b/d penurunan suplai darah paru
4. Kelebihan volume cairan b/d peningkatan natrium/ retensi air
5. Gangguan pola tidur b/d nyeri dada
6. Intoleransi aktivitas b/d ketidakseimbangan antara suplai oksigen miokard dan
kebutuhan
7. Perubahan perfusi perifer b/d penurunan aliran darah ke jaringan
8. Defisit perawatan diri b/d kelemahan sekunder akibat iskemia miokard
9. Anxietas b/d perubahan status kesehatan
10. Kurang pengetahuan mengenai kondisi, kebutuhan pengobatan b/d kurang
informasi tentang penyakit jantung dan status kesehatan
11. Resiko tinggi injuri b/d penurunan kesadaran

18
Intervensi

Diagnosa Keperawatan Rencana Keperawatan


Tujuan Dan Kriteria Intervensi
Nyeri akut berhubungan dengan: Agen NOC : NIC :
injuri (biologi, kimia, fisik, psikologis),  Pain Level,  Lakukan pengkajian nyeri secara
kerusakan jaringan.  pain control, komprehensif termasuk lokasi,
DS:  comfort level karakteristik, durasi, frekuensi,
 Laporan secara verbal Setelah dilakukan tinfakan keperawatan kualitas dan faktor presipitasi
DO: selama …. Pasien tidak mengalami  Observasi reaksi nonverbal dari
 Posisi untuk menahan nyeri nyeri, dengan kriteria hasil: ketidaknyamanan
 Tingkah laku berhati-hati  Mampu mengontrol nyeri (tahu  Bantu pasien dan keluarga untuk
 Gangguan tidur (mata sayu, penyebab nyeri, mampu mencari dan menemukan dukungan
tampak capek, sulit atau gerakan menggunakan tehnik  Kontrol lingkungan yang dapat
kacau, menyeringai) nonfarmakologi untuk mengurangi mempengaruhi nyeri seperti suhu
 Terfokus pada diri sendiri nyeri, mencari bantuan) ruangan, pencahayaan dan

 Fokus menyempit (penurunan  Melaporkan bahwa nyeri berkurang kebisingan

persepsi waktu, kerusakan proses dengan menggunakan manajemen  Kurangi faktor presipitasi nyeri
berpikir, penurunan interaksi nyeri  Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
dengan orang dan lingkungan)  Mampu mengenali nyeri (skala, menentukan intervensi

19
 Tingkah laku distraksi, contoh : intensitas, frekuensi dan tanda  Ajarkan tentang teknik non
jalan-jalan, menemui orang lain nyeri) farmakologi: napas dala, relaksasi,
dan/atau aktivitas, aktivitas  Menyatakan rasa nyaman setelah distraksi, kompres hangat/ dingin
berulang-ulang) nyeri berkurang  Berikan analgetik untuk
 Respon autonom (seperti  Tanda vital dalam rentang normal mengurangi nyeri: ……...
diaphoresis, perubahan tekanan  Tidak mengalami gangguan tidur  Tingkatkan istirahat
darah, perubahan nafas, nadi dan  Berikan informasi tentang nyeri
dilatasi pupil) seperti penyebab nyeri, berapa lama
 Perubahan autonomic dalam tonus nyeri akan berkurang dan antisipasi
otot (mungkin dalam rentang dari ketidaknyamanan dari prosedur
lemah ke kaku)  Monitor vital sign sebelum dan
 Tingkah laku ekspresif (contoh : sesudah pemberian analgesik
gelisah, merintih, menangis, pertama kali
waspada, iritabel, nafas
panjang/berkeluh kesah).
 Perubahan dalam nafsu makan dan
minum

20
BAB III
RENCANA PELAKSANAAN RONDE KEPERAWATAN

PADA Tn. E PENYAKIT ACS STEMI

DI RUANG AGATE BAWAH RSUD dr SLAMET GARUT TAHUN 2019

Topik : “Asuhan keperawatan pada pasien Tn. E dengan ACS Stemi”

Sasaran : Tn. E

Hari/Tanggal : Jumat, 18 Oktober 2019

Waktu : 30 menit (Pukul 02.00-02.30 WIB)

A. Tujuan
1. Tujuan Umum
Menyelesaikan masalah pasien yang belum teratasi.
2. Tujuan Khusus
a. Mengklasifikasi masalah yang belum teratasi.
b. Mendiskusikan penyelesaian masalah dengan perawat primer, tim kesehatan
lain.
c. Menemukan alasan ilmiah terhadap masalah pasien.
d. Merumuskan intervensi keperawatan yang tepat sesuai masalah pasien.
B. Sasaran
Pasien di Ruang Agate Bawah
C. Materi
1. Teknik relaksasi nafas dalam
D. Metode
Tutorial

21
E. Media
1. Dokumen/Status pasien
2. Sarana diskusi : kertas,balpoin
3. Materi yang disampaikan secara lisan.

22
F. Kegiatan ronde Keperawatan

Waktu Tahap Kegiatan Kegiatan


Pelaksana Tempat
Pasien
1 hari Pra-ronde Pra-ronde
sebelum 1. Menentukan kasus dan topik
ronde 2. Menentukan tim ronde
3. Menentukan literatur Mahasiswa - Nurse Station
4. Membuat proposal
5. Mempersiapkan pasien
6. Diskusi pelaksanaan
5 menit Ronde Pembukaan
1. Salam pembuka
2. Memparkenalkan tim ronde
Mahasiswa - Nurse Station
3. Menyampaikan identitas dan masalah
pasien
4. Menjelaskan tujuan ronde
30 menit Penyajian masalah
1. Memberi salam dan memperkenalkan
pasien dan keluarga kepada tim ronde. Nurse Station
2. Menjelaskan riwayat penyakit dan
keperawatan pasien Mahasiswa Mendengarkan
3. Menjelaskan masalah pasien dan
rencana tindakan yang telah

23
dilaksanakan serta menetapkan
prioritas yang perlu dilakukan.
Validasi data:
1. Mencocokan dan menjelaskan kembali
data yang telah disampaikan .
2. Diskusi antar anggota tim dan pasien
KATIM Memberikan Ruang
tentang masalah keperawatan tersebut.
respon dan Perawatan
3. Pemberian justifikasi oleh tim tentang
menjawab
masalah pasien serta renca tindakan
pertanyaan
yang akan dilakukan.
4. Menentukan tindakan keperawatan
pada masalah prioritas yang telah
ditetapkan.
10 menit Pasca 1. Evaluasi dan rekomendasi intervensi Karu,supervisor,
Nurse Station
ronde keperawatan perawat konselor, -
2. Penutup pembimbing.

24
G. Kriteria Evaluasi
1. Struktur
a. Ronde keperawatan dilaksanakan diruang Zamrud
b. Peserta ronde keperawatan hadir ditempat pelaksanaan ronde
keperawatan
c. Persiapan dilakukan sebelumnya
2. Proses
a. Peserta mengikuti kegiatan dari awal hingga akhir
b. Seluruh peserta berperan aktif dalam kegiatan ronde sesuai peran yang
telah ditentukan
3. Hasil
a. Pasien puas dengan hasil kegiatan
b. Masalah pasien dapat teratasi
c. Perawat dan mahasiswa dapat :
1. Menumbuhkan cara berpikir yang kritis dan sistematis
2. Meningkatkan kemampuan validitas data pasien
3. Meningkatkan kemampuan menentukan diagnosa keperawatan,
menumbuhkan pemikiran tentang tindakan keperawatan yang
berorientasi pada masalah pasien.
4. Meningkatkan kemampuan memodifikasi rencana asuhan
keperawatan
5. Meningkatkan kemampuan jastifikasi
6. Meningkatkan kemampuan menilai hasil kerja
H. Pengorganisasian
1. Ketua Tim : Vidi Kurniawan
2. Perawat Primer I : Faisal M Ginanjar
3. Perawat Primer II : Vivi Ahmalia
4. Perawat Primer III : Nova Ardianti
5. Perawat Asossiet I          : Silmi Latansa

25
6. Perawat Asossiet II          : Asep Kurnia
7. Dokumentasi : Rahmi Azizah
8. Pembimbing/CI Klinik :

MATERI RELAKSASI NAFAS DALAM

A. Pengertian teknik relaksasi nafas dalam

Teknik relaksasi nafas dalam merupakan suatu bentuk asuhan


keperawatan, yang dalam hal ini perawat mengajarkan kepada klien
bagaimana cara melakukan napas dalam, napas lambat (menahan inspirasi
secara maksimal) dan bagaimana menghembuskan napas secara perlahan,
Selain dapat menurunkan intensitas nyeri, teknik relaksasi napas dalam juga
dapat meningkatkan ventilasi paru dan meningkatkan oksigenasi darah
(Smeltzer & Bare, 2002).

B. Tujuan teknik relaksasi nafas dalam

Smeltzer & Bare (2002) menyatakan bahwa tujuan teknik relaksasi napas
dalam adalah:

26
15. Untuk meningkatkan ventilasi alveoli
16. Memelihara pertukaran gas
17. Mencegah atelektasi paru
18. Meningkatkan efesiensi batuk
19. Mengurangi stress baik stress fisik maupun emosional
20. Menurunkan intensitas nyeri dan menurunkan kecemasan.
C. Prosedur teknik relaksasi nafas dalam

Menurut Priharjo (2003) bentuk pernapasan yang digunakan pada


prosedur ini adalah pernapasan diafragma yang mengacu pada pendataran
kubah diagfragma selama inspirasi yang mengakibatkan pembesaran abdomen
bagian atas sejalan dengan desakan udara masuk selama inspirasi. Adapun
langkah-langkah teknik relaksasi napas dalam adalah sebagai berikut:

1. Ciptakan lingkungan yang tenang


2. Usahakan tetap rileks dan tenang
3. Menarik nafas dalam dari hidung dan mengisi paru-paru dengan udara
melalui hitungan 1,2,3
4. Perlahan-lahan udara dihembuskan melalui mulut sambil merasakan
ekstrimitas atas dan bawah rileks
5. Anjurkan bernafas dengan irama normal 3 kali
6. Menarik nafas lagi melalui hidung dan menghembuskan melalui mulut
secara perlahan-lahan
7. Membiarkan telapak tangan dan kaki rileks
8. Usahakan agar tetap konsentrasi / mata sambil terpejam
9. Pada saat konsentrasi pusatkan pada daerah yang nyeri
10. Anjurkan untuk mengulangi prosedur hingga nyeri terasa berkurang
11. Ulangi sampai 15 kali, dengan selingi istirahat singkat setiap 5 kali.
12. Bila nyeri menjadi hebat, seseorang dapat bernafas secara dangkal dan
cepat.

27
D. Faktor yang mempengaruhi teknik relaksasi nafas dalam

Faktor-faktor yang mempengaruhi teknik relaksasi napas dalam terhadap


penurunan nyeri teknik relaksasi napas dalam dipercaya dapat menurunkan
intensitas nyeri melalui mekanisme yaitu :

1. Dengan merelaksasikan otot-otot skelet yang mengalami spasme yang


disebabkan oleh peningkatan prostaglandin sehingga terjadi vasodilatasi
pembuluh darah dan akan meningkatkan aliran darah ke daerah yang
mengalami spasme dan iskemic.
2. Teknik relaksasi napas dalam dipercayai mampu merangsang tubuh untuk
melepaskan opoiod endogen yaitu endorphin dan enkefalin (Smeltzer &
Bare, 2002)
3. Mudah dilakukan dan tidak memerlukan alat relaksasi melibatkan sistem
otot dan respirasi dan tidak membutuhkan alat lain sehingga mudah
dilakukan kapan saja atau sewaktu-waktu.

Prinsip yang mendasari penurunan nyeri oleh teknik relaksasi terletak


pada fisiologi sistem syaraf otonom yang merupakan bagian dari sistem syaraf
perifer yang mempertahankan homeostatis lingkungan internal individu. Pada
saat terjadi pelepasan mediator kimia seperti bradikinin, prostaglandin dan
substansi, akan merangsang syaraf simpatis sehingga menyebabkan
vasokostriksi yang akhirnya meningkatkan tonus otot yang menimbulkan
berbagai efek seperti spasme otot yang akhirnya menekan pembuluh darah,
mengurangi aliran darah dan meningkatkan kecepatan metabolisme otot yang
menimbulkan pengiriman impuls nyeri dari medulla spinalis ke otak dan
dipersepsikan sebagai nyeri.

28
DAFTAR PUSTAKA

Doenges M.E., 2002. Rencana Asuhan Keperawatan, edisi ke-3. Jakarta : EGC
Fakultas Kedokteran UI, 2001, Kapita Selekta Kedokteran, editor Arif M. Dkk
edisi ke-3 jilid 1, Jakarta, Media Aesculapius.
Heni Rokaeni, SMIP, CCRN. et. al. 2001. Keperawatan Kardiovaskular. Harapan
Kita. Jakarta
Nanda, 2011. Diagnosa Keperawatan, alih bahasa Budi Santosa, Jakarta ; EGC
Persatuan Ahli Penyakit Dalam Indonesia, 1996. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam ,
edisi ke-3. jilid 1 Jakarta : FKUI.
Price,S.A, 2005, Patofisiologi : Konsep Klinis Proses – Proses Penyakit, alih bahasa,
Brahm U. Pendit ; editor Huriawati Hartanto Edisi 6 Volume 1, Jakarta ;EGC
Smeltzer, Suzanne C, 2001, Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner &
Suddarth, alih bahasa Agung Waluyo; editor Monica Ester, Edisi ke- 8 Volume 2,
Jakarta : EGC
Wilkinson, J, 2006, Buku Saku Diagnosis Keperawatan Dengan intervensi NIC dan
kriteria hasil NOC, alih bahasa Widyawati, editor Eny M. Edisi ke-7 Jakarta ; EGC
Udijanti, 2010, Keperawatan Kardiovaskuler, Jakarta ; Salemba Medika.

29

Anda mungkin juga menyukai