Anda di halaman 1dari 50

BAB I

PENDAHULUAN

Pada bab ini akan dijelaskan mengenai latar belakang, tujuan yang meliputi tujuan bagi
mahasiswa, tujuan bagi Universitas Brawijaya, tujuan bagi PT Otsuka Indonesia, dan tujuan
khusus yang didapatkan serta manfaat dari Kuliah Kerja Nyata Praktik (KKN-P) ini.

1.1 Latar Belakang


Program Kuliah Kerja Nyata Praktik (KKN-P) merupakan fasilitas yang diberikan oleh
Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Brawijaya untuk memberikan
kesempatan kepada mahasiswa dalam mengimplementasikan ilmu-ilmu yang sudah
didapatkan di bangku kuliah. Selain itu, KKN-P juga dapat digunakan sebagai wadah untuk
mengimplementasikan Tri Dharma Perguruan Tinggi pada dunia kerja sehingga dapat
memberikan gambaran kepada mahasiswa untuk mempersiapkan diri ketika lulus dan
bekerja kelak.
Program Kuliah Kerja Nyata Praktik (KKN-P) ini membebaskan mahasiswa untuk
mengambil topik yang akan diulas pada program tersebut sesuai dengan minat dan
potensinya masing-masing sehingga dapat memberi kesempatan lain pada mahasiswa untuk
mempelajari lebih dalam sekaligus pengapplikasiannya terhadap mata kuliah yang diminati.
Dengan banyaknya permintaan di bidang kesehatan dan farmasi, Indonesia pada
awalnya mengimpor keperluan infus dari Jepang. Namun dengan adanya kebijakan
pemerintah Indonesia yang mewajibkan untuk memproduksi produk obat-obatkan secara
local, maka didirikanlah PT Otsuka Indonesia yang merupakan perusahaan patungan yang
bergerak di bidang farmasi dengan Otsuka Pharmaceutical Co., Ltd., Jepang untuk
memenuhi kebutuhan produk-produk farmasi di Indonesia dan sekitarnya. Dengan
banyaknya permintaan itulah PT Otsuka Indonesia dapat selalu memenuhi dengan
memproduksi produk-produk farmasi yang berkualitas tinggi. Namun, tetap tidak bisa
dipungkiri, setiap proses produksi pasti menghasilkan waste atau limbah dari proses-proses
yang dilakukan. KKN-P yang dilaksanakan di PT Otsuka Indonesia ini, berfokus pada
pembuangan limbah (waste) yang dihasilkan dari proses produksi. Limbah ini dapat berupa
limbah cair, padat, maupun limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3). Dari limbah yang
dihasilkan itulah, penulis mengambil topik Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) yang
terdapat pada beberapa departemen yang ada di PT Otsuka Indonesia agar dapat mengetahui,
mempelajari, dan memahami Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja di PT Otsuka

1
Indonesia khususnya pada pembuangan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun yang
dihasilkan dari proses produksi PT Otsuka Indonesia.

1.2 Tujuan
Berikut ini akan di jelaskan beberapa tujuan dari mahasiswa yang melakukan kegitan
Kuliah Kerja Nyata Praktik (KKN-P) di PT Otsuka Indonesia.

1.2.1 Tujuan KKN-P


Kegiatan Kuliah Kerja Nyata Praktik (KKN-P) yang dilakukan di PT Otsuka
Indonesia mempunyai tujuan ganda bagi mahasiswa, institusi pendidikan (Universitas
Brawijaya), dan bagi instansi tempat mahasiswa melakukan Praktik kerja.

1.2.1.1 Tujuan Bagi Mahasiswa


Adapun tujuan kegiatan Praktik kerja ini bagi mahasiswa adalah sebagai berikut:
1. Meningkatkan, memperdalam, dan memantapkan keterampilan yang akan membentuk
kemampuan mahasiswa sebagai bekal untuk memasuki lapangan kerja yang sesuai
dengan bidangnya, sekaligus sebagai proses penyerapan informasi baru dari lapangan
kerja bagi mahasiswa.
2. Menumbuhkan dan memantapkan sikap profesional yang diperlukan bagi mahasiswa
untuk memasuki dunia kerja.
3. Memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk memasyarakatkan diri pada
suasana dan iklim lingkungan kerja yang sebenarnya terutama berkenaan dengan
disiplin.
4. Dapat mengamati, mengembangkan, dan menggunakan ilmu yang telah didapat dari
bangku kuliah serta memberikan kontribusi sebagai nilai tambah untuk perusahaan.

1.2.1.2 Tujuan Bagi Universitas Brawijaya


Adapun tujuan kegiatan Praktik kerja ini bagi Universitas Brawijaya adalah sebagai
berikut:
1. Diharapkan mampu meningkatkan hubungan baik dan kerjasama dengan PT Otsuka
Indonesia.
2. Sebagai bahan masukan untuk mengevaluasi sampai sejauh mana kurikulum yang dibuat
sesuai dengan kebutuhan dunia industri akan tenaga kerja yang terampil di bidangnya.

2
3. Mengetahui kemampuan mahasiswa dalam mengaplikasikan ilmu Teknik Industri dalam
lingkungan pekerjaan.

1.2.1.3 Tujuan Bagi PT Otsuka Indonesia


Adapun tujuan kegiatan Praktik kerja ini bagi PT Otsuka Indonesia adalah sebagai
berikut:
1. Terjalin hubungan yang baik dengan pihak Universitas Brawijaya, terutama Jurusan
Teknik Industri - Fakultas Teknik sebagai salah satu instansi pendidikan bagi calon
tenaga ahli bidang teknik yang sangat dibutuhkan dalam perusahaan.
2. Memberikan kontribusi atau nilai tambah dan memberikan inovasi-inovasi yang
berbeda untuk perusahaan sesuai dengan materi di perkuliahan Teknik Industri,
Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya Malang.
3. Hasil dari Laporan KKN-P dapat di manfaatkan sebagai salah satu sumber informasi
pada perusahaan tersebut. Sehingga perusahaan dapat mengambil pemecahan masalah
dari hasil laporan yang telah di selesaikan.
4. Sebagai sarana untuk memberikan kriteria tenaga kerja yang dibutuhkan oleh
perusahaan.

1.2.1.4 Tujuan Khusus


Tujuan khusus bagi mahasiswa Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik, antara lain:
1. Mengetahui mekanisme kerja di PT Otsuka Indonesia.
2. Mampu memecahkan studi kasus yang mungkin terjadi selama proses kerja praktik
yang terjadi di PT Otsuka Indonesia.
3. Membandingkan teori dan pengetahuan yang telah diperoleh di Universitas Brawijaya
dengan kenyataan di PT Otsuka Indonesia.
4. Menyajikan data dan informasi yang diperoleh selama Praktik kerja lapangan di PT
Otsuka Indonesia.

1.3 Manfaat
Manfaat adalah sesuatu yang memiliki nilai guna atau fungsi yang diharapkan dari
pelaksana suatu organisasi atau program. Manfaat pada program Kuliah Kerja Nyata-Praktik
ini adalah sebagai berikut:
1. Mahasiswa dapat menerapkan ilmu pengetahuan dan metodologinya yang selama ini
telah diterima di bangku kuliah pada dunia kerja.

3
2. Menguji kemampuan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah diperoleh
pada bangku kuliah untuk diimplementasikan atau diterapkan dalam keadaan lapangan
yang sebenarnya.
3. Memberikan informasi kepada mahasiswa terkait keadaan dunia kerja nyata sehingga
memotivasi untuk mahasiswa untuk mempersiapkan dirinya saat lulus kelak.
4. Menjembatani hubungan kerjasama antara perusahaan dengan Fakultas Teknik,
Universitas Brawijaya Malang.

1.4 Lingkup Observasi


Dalam pelaksanaan kegiatan Kuliah Kerja Nyata-Praktik (KKN-P) lingkup observasi
yang dilakukan di PT Otsuka Indonesia adalah pada Departemen HRD-GA/HSE Unit
beserta data selama beberapa bulan terakhir.

4
BAB II
GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

Pada gambaran umum perusahaan ini akan dijelaskan tentang profil perusahaan, visi
dan misi perusahaan, budaya perusahaan, logo perusahaan, motto perusahaan, serta struktur
organisasi perusahaan

2.1 Profil Perusahaan


PT Otsuka Indonesia didirikan secara resmi pada tahun 1975 sebagai perusahaan
patungan di bidang industri farmasi dengan Otsuka Pharmaceutical Co., Ltd., Jepang.
Berlokasi di Kecamatan Lawang. Produk yang dihasilkan ada 6 jenis produk, diantaranya:
 Produk Cairan Infus dalam kemasan botol plastik (Plabottle)
 Produk Cairan Infus dalam kemasan bag (Soft Bag)
 Produk Cairan Infus Injeksi dalam kemasan Ampul Plastik
 Produk Obat-Obat Etikal (Ethical Drug)
 Produk Serbuk Inhaler
 Produk Peralatan Medical termasuk stent untuk penyakit pembuluh darah coroner
(Medical Devices atau Infusion Set)
 Produk Makanan Nutrisi (Enteral Nutrition)
Pada awal berdirinya perusahaan PT Otsuka Indonesia ini, dilatar belakangi oleh
kebutuhan cairan infus di Indonesia yang harus mengimpor produk cairan infus dari Jepang.
Namun untuk memenuhi kebijakan pemerintah Indonesia mengenai pentingnya
memproduksi produk obat-obatan seacar lokal dalam negeri, akhirnya mereka memutuskan
untuk mendirikan perusahaan cairan infus untuk memulai keseluruhan produksi cairan infus
secara lokal di Indonesia. Setelah melalui penelitian dan survey yang cermat serta
mendalam, sebuah sumber mata air yang bersih ditemukan di kaki Gunung Arjuna yang
dianggap ideal sebagai bahan dasar produk cairan infus.
Produk cairan infus berkembang sangat baik di pasar Indonesia, kemudian
perusahaan berinovasi dengan memproduksi Cairan Injeksi dalam Kemasan Ampul Plastik
pada tahun 1978, Medical Devices pada tahun 1982, Obat-Obat Etikal pada tahun 1985,
Makanan Kesehatan pada tahun 1998, Cairan Nutrisi Klinis pada tahun 2009, dan Obat
Serbuk Inhaler pada tahun2013.
Sebagai wujud konsistensi dalam pengembangan di bidang teknologi dan sumber
daya manusia, PT Otsuka Indonesia telah terus menerus melakukan pembaruan standarisasi

5
ISO. Dari ISO 9001:2005, PT Otsuka Indonesia telah menerima ISO 14001:2015 sebagai
wujud tanggung jawab perusahaan untuk mengurangi dampak lingkungan namun tetap
dapat memenuhi permintaan pelanggan terhadap produk-produk yang berkualitas tinggi. PT
Otsuka Indonesia sudah beroperasi selama puluhan tahun. Dengan ini, perusahaan dapat
membuktikan bahwa perusahaan mampu menguasai pasar infus dan kebutuhan kesehatan
lainnya di pasar Indonesia. Dan untuk memperkuat posisi tersebut, seluruh stake holder
berkerja keras untuk terus berinovasi dalam pengembangan produk untuk memenuhi
kebutuhan pelanggan baik di Indonesia maupun di Australia, Taiwan, Hong Kong,
Singapura, Sri Lanka, Malaysia, Vietnam, Myanmar, Thailand, Papua Nugini, Tonga,
Samoa, Oman, Timor Leste, dan Fiji.
Perusahan Otsuka Pharmaceutical Co., Ltd. juga memperluas perusahaanya tidak hanya
di Jepang, tetapi juga di negara–negara lain. Berikut pada tabel 2.1 adalah tabel perluasan
dari Otsuka Pharmaceutical Co., Ltd di seluruh negara:
Tabel 2.1 Cabang Otsuka Pharmaceutical
Tahun Negara Nama Perusahaan
1974 Taiwan Taiwan Otsuka Pharmaceutical Co.
1975 Indonesia PT Otsuka Indonesia
1977 Thailand Thailand Otsuka Phamaceutical Co.
1979 Mesir Arab Pharmaceutical Co.
1982 Korea Korea Pharmaceutical Co.
1988 RRC China Pharmaceutical Co.
1989 Pakistan Otsuka Pakistan, Ltd.
1996 Argentina Sintyal Pharmaceutical Co.
1997 Australia Otsuka Otsuka Pharmaceutical Pty.

2.2 Sejarah Perusahaan


Otsuka Pharmaceutical Co., Ltd. didirikan di Takushima, Jepang pada tanggal 10
Agustus 1964. Bergerak dalam bidang produksi, distribusi, ekspor, dan impor produk-
produk farmasi, perlengkapan klinik, perlemgkapan, dan alat-alat medis, produk-produk
makan dan kosmetik, serta produk-produk lainya yang sejenis. Otsuka Pharmaceutical
beroperasi dalam produksi barang-barang farmasi dengan dua bisnis utamanya yaitu
pharmaceutical (berkaitan dengan farmasi) dan nutraceutical (berkaitan dengan produk-
produk nutrisi).
Secara kronologis, berikut ini garis besar sejarah Otsuka Pharmaceutical yang
merupakan induk dari PT Otsuka Indonesia:
1. Tahun 1921
Busaburo Otsuka, putra seorang petani di Takushima mendirikan perusahaan pabrik
kimia di Takushima, Jepang

6
2. Tahun 1946
Otsuka memulai pembuatan dan penjualan infus. Setahun kemudian, putra sulung
Basuburo, Masahito Otsuka mengambil alih perusahaan
3. Tahun 1964
Otsuka Pharmaceutical Co., Ltd. didirikan di Takushima, Jepang pada tanggal 10
Agustus 1964. Bergerak dalam bidang produksi, distribusi, ekspor, dan impor produk-
produk farmasi, perlengkapan klinik, perlemgkapan, dan alat-alat medis, produk-
produk makan dan kosmetik, serta produk-produk lainya yang sejenis. Dengan filosofi
perusahaan, “Otsuka-people creating new products for better health worldwide”.
Kemudian filosofi ini dijadikan sebagai filosofi perusahaan untuk seluruh Grup Otsuka.
4. Tahun 1974
PT Otsuka Indonesia didirikan pertama kali di Lawang, Jawa Timur. PT Otsuka
Indonesia memproduksi empat macam kelompok produksi yaitu:
a. Produk obat – obat etikal
b. Produk nutrisi klinis dan cairan infus
c. Produk alat-alat kesehatan
d. Produk IV SET
5. Tahun 1989
Pada tahun 1989 produk baru Pocari Sweat pertamakali di produksi. Pocari Sweat,
minuman isotonic untuk menggantikan ion dan cairan tubuh yang hilang dan resmi
diluncurkan di Indonesia dan dipasarkan oleh PT Otsuka Indonesia.
6. Tahun 1997
Tahun 1997 PT Amerta Indah Otsuka pertamakali didirikan di Sukabumi, Jawa Barat,
Indonesia. PT Amerta Indah Otsuka ditetapkan sebagai pabrik Pocari Sweat di
Indonesia.

2.3 Visi dan Misi Perusahaan


Visi merupakan suatu pernyataan yang menjadi pandangan oleh sebuah perusahaan atau
organisasi terkait dengan tujuan yang ingin dicapai di masa yang akan datang. Sedangkan
misi merupakan langkah-langkah yang merujuk pada bagaimana cara mencapai visi dari
perusahaan atau organisasi tersebut.

7
2.3.1 Visi Perusahaan
Visi perusahaan PT Otsuka Indonesia adalah menjadi perusahaan paling unggul dalam
sumbangsihnya untuk kesehatan manusia yang lebih baik.

2.3.2 Misi Perusahaan


Berikut merupakan misi perusahaan PT Otsuka Indonesia:
 Menjalankan kegiatan perusahaan dengan standar etika yang tinggi dengan kejujuran
dan integritas.
 Memenuhi kebutuhan pelanggan dengan selalu menyediakan produk yang
berkualitas tinggi dan andal.
 Menyediakan informasi ilmiah yang akurat dan berharga oleh tenaga-tenaga ahli
yang terlatih demi pemahaman yang lengkap dan benar oleh para pelanggan.
 Menyediakan sarana berkarya untuk karyawan dalam suasana kerja yang
professional, sejahtera, dan secara individu.
 Bekerja dengan penuh tanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan tempat
berusaha.
 Menyediakan hasil usaha dan keuntungan yang layak dan berkelanjutan kepada para
pemegang saham perusahaan.

2.4 Budaya Perusahaan


Budaya perusahaan merupakan hal-hal yang selalu dilakukan oleh seluruh stake holder
di perusahaan yang sudah menjadi kebiasaan dan dilakukan setiap hari
pengimplementasiannya. Berikut merupakan budaya perusahaan PT Otsuka Indonesia:
 Fokus pada pelanggan.
 Disiplin, jujur, dan integritas.
 Mandiri dan focus pada lingkaran pengaruh.
 Kerjasama yang sinergi.
 3K : Keterbukaan, Komunikasi, dan Koordinasi
 Kreativitas dan Aktualisasi.
 Belajar dan berbagi ilmu.

8
2.5 Logo Perusahaan
Menurut Sularko, dkk, Logo adalah sebuah bentuk identitas dari sebuah produk datau
kelembagaan. Dan logo itu menjadi sebuah alat pemasaran yang signifikan dan bisa menjadi
sebuah ketertarikan untuk para konsumen yang tentunya memiliki kompetitornya. Berikut
pada gambar 2.1 merupakan logo dari PT Otsuka Indonesia

Gambar 2.1 Logo PT Otsuka Indonesia

2.6 Motto Perusahaan


Motto merupakan kata-kata atau seruan yang menggambarkan motivasi, semangat, dan
tujuan pada sebuah organisasi atau perusahaan. Motto yang digunakan oleh PT Otsuka
Indonesia ini adalah Otsuka People Creating New Products for Better Health Worldwide.
Yang berarti Otsuka menciptakan produk-produk baru untuk kesehatan yang lebih baik bagi
Dunia.

2.7 Struktur Organisasi Perusahaan


Struktur organisasi merupakan kerangka yang berguna bagi perusahaan dalam
melaksanakan usahanya untuk pencapaian tujuan perusahaan yang telah direncanakan.
Berikut pada gambar 2.2 merupakan struktur organiasi yang ada di PT Otsuka Indonesia.

9
Gambar 2.2 Struktur Organisasi Production Director PT Otsuka Indonesia
Sumber : PT Otsuka Indonesia
Catatan: untuk gambar yang lebih detailnya, akan dijelaskan pada lampiran 1.

Keterangan:
1. Production Director
Bertugas mengelola dan mengawasi seluruh kegiatan yang ada di PT Otsuka Indonesia
dalam hal ini pabrik yang berada di Lawang serta bertanggung jawab kepada Managing
Director yang berada di kantor pusat di Jakarta.
a. Technical Operation
Pada Technical Operation terdapat 3 divisi yaitu sebagai berikut:
1) Parental
Bertanggung jawab terhadap keseluruhan kegiatan produksi produk parental
yang meliputi Large Volume Parental Plabottle, Large Volume Parental
Softbag dan Small Volume Parental Plabottle.
2) Non-Parental
Bertanggung jawan terhadap keseluruhan kegiatan produksi produk non-
parental yang meliputi Therapical Drug, Medical Device dan Enternal
Nutrition.
3) Engineering

10
Bertanggung jawab mengelola seluruh kegiatan yang berhubungan dengan
sumber daya manufaktur seperti listrik, air, steam, dan udara tekan.
Engineering sendiri membawahi 3 departemen yaitu :
 Utility
Bertanggung jawab terhadap penyediaan air, steam, udara tekan dan
listrik.
 Maintanence
Bertanggung jawab terhadap perbaikan-perbaikan mesin produksi.
 Supporting
Bertugas mendukung kegiatan utulity dan maintanence mulai dari
perencanaan, pembiayaan dan pelaksanaan.
b. Quality Management Control (QMS)
Pada divisi QMS ini terdapat 4 departemen yaitu:
1) Quality Contol (QC)
Bertanggung jawab terhadap pada pengecekan dan pengujian bahan baku
maupun produk jadi. Dimana pengujian tersebut dilakukan dengan uji fisika,
uji kimia dan uji biologi.
2) Quality Asurance (QA)
Bertanggung jawab tehadap pengawasan mutu produk perusahaan, termasuk
juga bertanggung jawab dalam dokumentasi dan validasi.
3) Manufacturing Product Development (MPD)
Bertugas mengembangkan bahan baku baru, pengembangan bahan kemas dan
pengembangan proses produksi.
4) Complaint Pharmacovigillance (CPV)
Bertanggung jawab terhadap komplain, penanganan keluhan dan pelaksanaan
audit internal.
c. General Operation
Pada divisi General Operation ini terdapat 2 departemen yaitu:
1) Supply Chain
Bertanggung jawab terhadap kebutuhan produksi mulai dari bahan baku, bahan
kemas, dan alat produksi. Pada departemen supply chain ini membawahi 4
bagian yaitu:
 Production Planning and Inventory Control (PPIC)

11
Bertanggung jawab terhadap perencanaan dan pengendalian persediaan
serta merencanakan produksi.
 Export-Import
Bertanggung jawab dalam hal ekspor dan impor barang.
 Local Purchase
Bertugas menghitung kebutuhan pasar dan menerbitkan rencana produksi
bulanan.
 Warehouse
Bertanggung jawab mengelola seluruh kegiatan yang ada di gudang
meliputi penerimaan, penyimpanan, distribusi material dan produk jadi.
2) Human Resource Develpoment (HRD) and General Affair (GA)
Bertugas dalam pengembangan sumber daya manusia yang meliputi
recruitment dan trainning para karyawan. Pada departemen HRD and GA ini
membawahi 4 bagian yaitu Recruitment & Training Development, Industrial
Relation, dan General Service & Safety Health.
d. Business Operation
Pada divisi Business Operation ini membawahi 2 departemen yaitu:
1) Information Technology (IT)
Bertanggung jawab terhadap sistem komputer dan jaringan yang digunakan
untuk keperluan administrasi dan produksi pabrik.
2) Finance Accounting
Membawahi 2 divisi yaitu finance dan accounting.

2. Business Administration Director


a. Unit Head Accounting
Pada departemen accounting membawahi 4 bagian yaitu :
1) General Accounting
Bertugas untuk meng-entry jurnal atau proses pencatatan transaksi keuangan
selama 1 (satu) bulan.
2) Cost Accounting
Bertugas untuk menghitung biaya produksi yang terjadi setiap bulan dan juga
bertugas untuk menentukan HPP.

12
3) Tax
Mengelola dan bertanggung jawab terhadap administrasi pajak hingga
melaporkan pajak tersebut.
4) Account Receivable (AR)
Bertanggung jawab membuat invoice atau tagihan ke customer.
b. Unit Head Finance
Pada departemen finance membawahi 2 bagian yaitu:
1) Cashier
Bertugas melayani patty cash (kas kecil untuk operasional harian)
2) Account Payable (AP)
Bertugas menerima tagihan dari supplier atau verifikasi tagihan (dokumen
invoice, surat jalan, faktur pajak, dan mengajukan rencana pembayaran).
Untuk KKN-P ini dilakukan dalam divisi pengelolaan lingkungan yang dibawahi
langsung oleh HRD & GA Manager.

2.8 Proses Produksi PT Otsuka Indonesia


Pada subbab ini akan dijelaskan mengenai proses produksi cairan infus LVP. Berikut
dijelaskan pada gambar 2.3 dimana bagan tersebut merupakan bagan proses produksi cairan
infus LVP (Large Volume Parenteral) pada PT Otsuka Indonesia:

13
Weighing &
Preparation

FFS (Form Fill Seal)

Sterilization

Inspection

Packing

Gambar 2.3 Bagan Proses Produksi

Berikut adalah uraian mengenai proses produksi cairan infus LVP (Large Volume
Parenteral) yang ada di PT Otsuka Indonesia:
1. Weighing & Preparation
Merupakan proses penimbangan bahan baku, setiap produk yang akan diproduksi
memiliki takaran yang berbeda – beda. Preparation merupakan proses menyiapkan
bahan baku yang ada untuk melalui proses mixing yang berarti mencampurkan
semua bahan baku yang ada. Setelah proses Mixing selesai, produk akan disaluran
melalui pipa-pipa yang telah disediakan. Pipa-pipa tersebut harus terjamin akan
kebersihanya maka dari itu sebelum atau sesudah proses akan selalu dilakukan SIP
(Sterilization In Place) dan CIP (Cleaning In Place) lalu produk dapat disalurkan.
Upaya tersebut dilakukan untuk membuat kualitas dari produk yan dihasilkan tetap
terjaga.
2. FFS (Form Fill Seal)
Tahap ini dilakukan setelah melakukan tahap mixing yang kemudian akan ditampung
dalam chamber. FFS memiliki 3 Station dalam ruangan (Clean Room) yaitu sebagai
berikut:

14
a. Form
Pada Station Form dilakukan pembuatan bag dengan roll film mulai dari
menghilangkan elekteron yang ada di dalam film menggunakan mesin
deelektrostatis, pencetakan markem pada bag, pembuatan kontur bag, serta
pemotogan bag pada masing-masing mesin.
b. Fill
Selanjutnya bag akan dibuka bagian ujung menggunakan blow machine untuk
diletakan port. Setelah port menempel maka bag akan diisi cairan infus sesuai
dengan jadwal produksi.
c. Seal
Proses seal dilakukan sebagai penyatuan pada bagian port dan cap dengan
menggunakan panas pada mold.
3. Sterilization
Selanjutnya adalah proses sterilization. Proses ini merupakan proses yang bertujuan
untuk mematikan dan menghilangkan mikroba yang terdapat pada produk dengan
cara dipanaskan.
4. Inspection
Setelah itu produk akan melewati mesin pressroll yang berfungsi untuk membantu
inspektor dalam menginspeksi dengan cara kerja menekan bagian body produk
apabila produk terdapat lubang halus atau bocor kecil maka produk akan otomatis di
reject.
5. Packing
Alur pada proses packing dibedakan berdasarkan produk yang sedang diproduksi
apabila produk basic solution maka produk akan langsung dikemas pada box dan
pemberian PI (Package Insert) di dalamnya baru kemudian masuk pada gudang
sementara. Sedangkan untuk produk asam amino (protein) produk yang telah
melewati mesin ALT maka produk akan dimaksukan ke dalam barrier bag serta
pemberian O2 absorber serta ditiupkan gas nitrogen (N2) di dalamnya agar kualitas
produk tetap terjaga lalu barrier bag tersebut akan di seal dengan menggunakan
mesin wrapping. Sama seperti produk basic solution setelah itu produk akan
dimasukan ke dalam box dan pemberian PI (Package Insert) di dalamnya lalu masuk
pada gudang sementara.

15
BAB III
PELAKSANAAN KKN-P

Pada bab III ini akan dijelaskan terkait waktu dan tempat dilaksanakan KKN-P, jurnal
kegiatan, metode penelitian yang dilakukan dan diagram alir penelitian.

3.1 Waktu Dan Tempat KKN-P


Kuliah Kerja Nyata-Praktek dilaksanakan di PT Otsuka Indonesia , yang berlokasi di
Jalan Sumber Waras No. 25, Lawang. Pelaksanaan Kuliah Kerja Nyata-Praktek
dilaksanakan pada tanggal 10 September 2019 sampai dengan 11 Oktober 2019 dengan
rentang waktu kurang lebih empat minggu dengan menerapkan lima hari kerja selama satu
minggu yaitu mulai hari Senin sampai dengan hari Jumat atau sesuai dengan kebijakan
instansi.

3.2 Jurnal Kegiatan KKN-P


Pelaksanaan KKN-P di PT Otsuka Indonesia dilakukan berdasarkan jadwal yang dibuat
oleh mahasiswa dan disetujui oleh HRD GA Manager. Penempatan kegatan KKN-P
ditetapkan oleh bagian Internship. Aktivitas yang dilakukan terkadang belum sesuai dengan
jadwal, maka dibuat jurnal kegiatan KKN-P yang mendeskripsikan secara detail aktivitas
aktual yang dilakukan selama berada di PT Otsuka Indonesia.
Pada tabel 3.1 dibawah ini, akan dijelaskan mengenai jurnal kegiatan yang dilakukan
selama kegiatan KKN-P di PT Otsuka Indonesia.
Tabel 3.1 Jurnal Kegiatan KKN-P
No. Hari, tanggal Jam Mulai Jam Selesai Kegiatan
 Pengenalan aturan, kebijakan, dan
rambu-rambu K3 dalam perusahaan.
Selasa, 10 September
1. 08.00 16.15  Melakukan kunjungan ke IPAL.
2019
 Mengamati hasil baku mutu limbah
dari data histori sebelumnya.
 Pencarian studi kasus.
 Mencari literature tentang pengelolaan
dan pemantauan lingkungan dari
Rabu, 11 September
2. 7.30 16.15 limbah yang dihasilkan.
2019
 Berkonsultasi dengan dosen
pembimbing dan pembimbing
lapangan.

16
Tabel 3.1 Jurnal Kegiatan KKN-P (lanjutan)
No. Hari, tanggal Jam Mulai Jam Selesai Kegiatan
 Pencarian studi kasus.
Kamis, 12 September  Mencari literature tentang pengelolaan
3. 7.30 16.15
2019 dan pemantauan lingkungan dari
limbah yang dihasilkan.
Jumat, 13 September
4. 7.30 16.15  Pencarian studi kasus.
2019
 Pencarian studi kasus.
 Penjelasan tentang B3 dan aturan
Senin, 16 September prosesnya.
5. 7.30 16.15
2019  Berkonsultasi dengan dosen
pembimbing dan pembimbing
lapangan terkait topik laporan.
 Belajar membuat data terkait dengan
Selasa, 17 September
6. 7.30 16.15 rekapitulasi audit lingkungan dari tiap
2019
departemen.
 Melakukan inspeksi APAR dan
Rabu, 18 September hydrant ke gudang raw material.
7. 7.30 16.15
2019  Melakukan pengecekan APAR dan
hydrant di sekitar pabrik.
Kamis, 19 September
8. 7.30 16.15  Pengerjaan laporan bab 3 dan 4
2019
 Belajar membuat rekapitulasi data
Jumat, 20 September
9. 7.30 12.00 laporan hasil pengukuran faktor fisika
2019
lingk. kerja.
Senin, 23 September  Pencarian literature untuk tinjauan
10. 7.30 16.15
2019 pustaka.
 Observasi pengangkutan limbah B3
Selasa, 24 September oleh PPLI.
11. 7.30 16.15
2019  Mengecek safety value untuk kalibrasi
pada boiler.
Rabu, 25 September
12. - - -
2019
Kamis, 26 September
13. 7.30 16.15  Pengerjaan laporan bab 4
2019
 Diskusi dengan pembimbing lapangan
Jumat, 27 September
14. 7.30 16.15 terkait data dan laporan.
2019
 Pengerjaan laporan bab 4.

17
Tabel 3.1 Jurnal Kegiatan KKN-P (lanjutan)
No. Hari, tanggal Jam Mulai Jam Selesai Kegiatan
Senin, 30 September  Diskusi terkait HIRARC dan
15. 7.30 16.15
2019 pengelolaan limbah.
16. Selasa, 1 Oktober 2019 7.30 16.15  Simulasi tanggap darurat Dept. TD
17. Rabu, 2 Oktober 2019 13.45 16.15  Pengerjaan laporan bab 5.
 Pengerjaan laporan bab 5.
18. Kamis, 3 Oktober 2019 7.30 16.15  Rekapitulasi data aspek dampak
lingkungan.
19. Jumat, 4 Oktober 2019 7.30 16.15  Pengecekan laporan KKN-P.
Review laporan oleh HSE PT Otsuka
20. Senin, 7 Oktober 2019 - -
Indonesia
 Perekapan draft dan pembuatan surat
21. Selasa, 8 Oktober 2019 13.00 16.15
pernyataan.
22. Rabu, 9 Oktober 2019 13.00 16.15  Perekapan file laporan.
23. Kamis, 10 Oktober 2019 - - -
 Konsultasi akhir dengan pembimbing
24. Jumat, 11 Oktober 2019 7.30 16.15
lapangan.

3.3 Metode Penelitian


Pelaksanaan KKN-P ini menggunakan dua metode dalam pengumpulan data. Berikut
merupakan metode praktik yang digunakan:
1. Metode Penelitian Kepustakaan (Library Research)
Library Research merupakan suatu metode yang digunakan untuk mendapatkan data
dan mempelajari teori dengan jalan studi literatur yang berhubungan dengan
pembahasan.
2. Metode Penelitian Lapangan (Field Research)
Field Research merupakan metode yang digunakan dalam pengumpulan data, dimana
mahasiswa langsung terjun pada proyek penelitian. Pendekatan dalam field research ini
adalah:
a. Interview
Interview dilakukan untuk mendapatkan data dengan mengajukan pertanyaan secara
langsung pada saat perusahaan menjalankan suatu kegiatan.
b. Observasi
Observasi merupakan teknik perolehan data yang dilakukan dengan cara
pengamatan serta pencatatan langsung pada objek yang diteliti dan pengambilan
foto/gambar yang dapat diambil sebagai pelengkap.

18
3.4 Sumber Data
Pada penulisan laporan kegiatan KKN-P, terdapat dua sumber data yang digunakan
yaitu sebagai berikut:
1. Data Primer
Sumber data primer diperoleh dari hasil observasi secara langsung dan wawancara
dengan karyawan PT Otsuka Indonesia.
2. Data Sekunder
Sumber data sekunder diperoleh dari data dokumen ataupun catatan perusahaan yang
berhubungan dengan topik khusus yang diambil. Selain data perusahaan, data sekunder
juga dapat berupa studi pustaka yang digunakan penulis dalam penulisan laporan.

3.5 Metode Pengolahan Data


Data yang diolah merupakan data kegiatan-kegiatan yang dilakukan pada pengelolaan
dan pembuangan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) di PT Otsuka Indonesia.
Kemudian dilakukan analisis bahaya yang dapat ditimbulkan dari kegiatan tersebut baik
diakibatkan oleh peralatan, manusia, maupun material yang diolah. Metode yang digunakan
yaitu metode HIRARC yang merupakan salah satu metode untuk mengidentifikasi bahaya,
melakukan penilaian bahaya, serta melakukan pengendalian bahaya.

3.6 Flowchart Pelaksanaan KKN-P


Pada gambar 3.1 berikut merupakan flowchart dari pelaksanaan KKN-P di PT Otsuka
Indonesia.
A
Mulai

Tinjauan Penetapan
Pustaka Topik Penelitian

Studi Lapangan

Pengumpulan
Data

Identifikasi
Masalah
Pengolahan
Data

Perumusan
Masalah
Penyusunan
TDK Laporan

Apakah sudah
menemukan topik
Kesimpulan dan
penelitian?
Saran

YA

A
Selesai

Gambar 3.1 Flowchart Pelaksanaan KKN-P

19
Penjelasan flowchart pelaksanaan KKN-P:
1. Mulai melaksanakan kegiatan KKN-P.
2. Mencari literature tinjauan pustaka terkait subjek laporan KKN-P dari beberapa
sumber.
3. Melakukan studi lapangan dengan memggunakan metode penelitian lapangan.
4. Melakukan identifikasi permasalahan yang ada di lapangan.
5. Melakukan perumusan masalah dari identifikasi masalah yang sudah didapatkan.
6. Apakah sudah mendapatkan topik penelitian KKN-P? Jika iya, maka menetapkan topik
penelitian KKN-P. Jika tidak mendapatkan topic KKN-P, maka melakukan perumusan
masalah kembali.
7. Melakukan proses pengumpulan data sesuai dengan data yang di butuhkan.
8. Melakukan proses pengolahan data yang sudah didapat.
9. Melakukan proses penyusunan laporan KKN-P sesuai dengan urutannya.
10. Mengambil kesimpulan dari hasil penyusunan laporan KKN-P dan memberikan saran.
11. Selesai.

20
BAB IV
HASIL PEMBAHASAN

Pada bab ini akan dijelaskan mengenai situasi permasalahan, rumusan masalah, tujuan,
batasan masalah, asumsi, tinjauan pustaka, dan metode HIRARC.

4.1 Situasi Masalah


Perusahaan di dunia saling berkompetisi berusaha untuk menguasai pasar dalam
upayanya untuk memenuhi produk-produk kebutuhan konsumen. Oleh karena itu, dewasa
ini banyak sekali perusahaan yang terus mengembangkan inovasi dan produksinya, selain
untuk mendapatkan banyak laba. Meskipun sudah sangat banyak sekali perusahaan maupun
pabrik yang menggunakan mesin sebagai operasi proses produksi, namun tetap terdapat
manusia sebagai operator yang mengendalikannya. Hal ini akan berdampak pada adanya
sumber-sumber potensi bahaya, faktor bahaya, stress kerja, maupun cidera baru. Setiap
sistem dalam sebuah proses produksi memiliki daya kerja dan porsinya masing-masing. Hal-
hal yang dilakukan dalam sistem proses produksi pun juga acapkali tak semuanya mudah.
Semua kegiatan memungkinkan untuk memiliki potensi bahaya yang dapat menimbulkan
risiko kecelakaan kerja baik itu terkait dengan material, metode, manusia itu sendiri, mesin
yang digunakan, maupun lingkungan yang mempengaruhi atau yang berdampak. Untuk
mengatasi hal tersebut, diperlukan adanya standar Keselamatan dan Kesehatan Kerja untuk
memperhatikan faktor-faktor kualitas dan kuantitas produksi.
PT Otsuka Indonesia merupakan perusahaan patungan dengan Pharmaceutical., Co.,
Ltd yang befokus pada produk-produk kesehatan manusia seperti cairan infus, obat etical
(dalam bentuk sirup maupun Tabelt), dan lain-lain. Produk-produk ini memiliki permintaan
yang sangat tinggi dari konsumen dan termasuk permintaan yang tidak akan pernah habis
dikarenakan kebutuhannya selalu dibutuhkan oleh pelanggan. Dalam upaya perusahaan
untuk memenuhi permintaan pelanggan, maka dilakukan produksi produk-produk tersebut
serta menjamin bahwa produk yang dihasilkan layak dan berkualitas untuk dikonsumsi oleh
pelanggan. Dengan alasan itulah yang membuat perusahaan PT Otsuka Indonesia
menjunjung tinggi kualitas produknya. Ia akan mengolah limbahnya yang berasal dari
kegiatan-kegiatan produksi, utilitas dan domestic. Kegiatan-kegiatan tersebut menghasilkan
2 jenis limbah, yaitu limbah non B3 dan limbah B3 dapat berupa batere bekas, kemasan dari
produk, sludge hasil pengolahan limbah cair, kain majun bekas, dan lain-lain. Hal tersebut
pasti akan berdampak panjang pada kesehetan operator jika tidak ditunjang dengan peralatan

21
untuk melindungi diri (APD). Selain itu, karena limbah yang dihasilkan adalah limbah yang
bersifat berbahaya dan beracun, jika tidak dilakukan pengolahan dengan benar dan sesuai
standar yang telah ditetapkan, maka limbah-limbah tersebut akan berdampak pada
lingkungan sekitar yang suatu saat nanti mungkin tidak dapat berfungsi dengan baik seperti
sedia kala.
Maka dari itu, perlu adanya perijinan dan pengelolaan yang sangat matang dan sesuai
dengan standar SOP yang dibuat agar limbah yang dihasilkan tidak membahayakan dan
merugikan manusia serta lingkungan.

4.2 Rumusan Masalah


Berikut merupakan rumusan masalah dari Kuliah Kerja Nyata Praktek di PT Otsuka
Indonesia.
1. Bagaimana proses pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) di PT
Otsuka Indonesia?
2. Bagaimana identifikasi potensi bahaya bagi karyawan yang melakukan pembuangan
atau pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) dilihat dari aspek
Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
3. Bagaimana pengendalian bahaya untuk mencegah risiko bahaya yang terjadi pada
kegiatan pengelolaan dan pembuangan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)
dilihat dari aspek Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

4.3 Tujuan
Berikut merupakan tujuan dari Kuliah Kerja Nyata Praktek di PT Otsuka Indonesia yang
dapat menjawab rumusan masalah.
1. Agar dapat mengetahui bagaimana proses pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan
Beracun (B3) di PT Otsuka Indonesia.
2. Agar dapat mengidentifikasi potensi bahaya bagi karyawan pada saat melakukan
pembuangan atau pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) dilihat dari
aspek Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
3. Agar dapat mengetahui pengendalian bahaya untuk mencegah risiko bahaya yang
terjadi pada kegiatan pengelolaan dan pembuangan Limbah Bahan Berbahaya dan
Beracun (B3) dilihat dari aspek Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

22
4.4 Batasan Masalah
Berikut merupakan batasan masalah pada Kuliah Kerja Nyata Praktek di PT Otsuka
Indonesia.
1. Pengambilan data hanya dilakukan pada aktivitas pengelolaan dan pembuangan Limbah
B3 di PT Otsuka Indonesia Lawang.
2. Metode yang digunakan untuk identifikasi bahaya dan pengendalian risiko adalah
metode HIRARC.
3. Bahaya yang ditemui dilihat dari aspek K3.

4.5 Asumsi
Berikut merupakan asumsi pada Kuliah Kerja Nyata Praktek di PT Otsuka Indonesia.
1. Semua data dan analisis masalah yang diperoleh dari pihak perusahaan dianggap benar.

4.6 Tinjauan Pustaka


Berikut merupakan tinjauan pustaka yang akan membahas tentang Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (K3), Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), dan metode Hazard
Identification Risk Assesment Risk Control (HIRARC).

4.6.1 Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)


Keselamatan dan Kesehatan Kerja menurut AM. Sugeng Budiono (2003:171) adalah
bidang kegiatan yang ditujukan untuk mencegah semua jenis kecelakaan yang ada kaitannya
dengan lingkungan dan situasi kerja. Sedangkan menurut Darmiatun & Tasrial (2015),
terdapat beberapa pengertian dari K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja), diantaranya ialah
pengertian dari definisi K3 menurut Filosofi, menurut Keilmuan serta menurut standar
OHSAS 18001:2007. Menurut OHSAS 18001:2007, K3 merupakan kondisi-kondisi dan
faktor-faktor yang berdampak, atau dapat berdampak pada kesehatan dan keselamatan
karyawan atau pekerja lain (termasuk pekerja kontrak dan personel kontraktor, atau orang
lain di tempat kerja).
Dapat disimpulkan bahwa Keselamatan dan Kesehatan Kerja merupakan suatu upaya
untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani, maupun rohani dari tenaga kerja
untuk mencegah kemungkinan terjaidnya kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang
berhubungan dengan lingkungan dan situasi kerja.
Menurut UU No.1 tahun 1970 pasal 3 ayat 1 tentang keselamatan kerja, tujuan
pemerintah membuat aturan keselamatan kerja dan kesehatan kerja adalah sebagai berikut:

23
 Mencegah dan mengurangi kecelakaan
 Memberi pertolongan pada kecelakaan
 Memberi alat-alat pelindungan diri dari para pekerja
 Mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan
 Memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara, dan proses
kerja
 Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerja yang memiliki bahaya
kecelakaan yang bertambah tinggi

4.6.1.1 Keselamatan Kerja


Menurut Slamet (2012) mengartikan keselamatan kerja sebagai keadaan terhindar
dari bahaya selama melakukan pekerjaan. Dengan kata lain keselamatan merupakan salah
satu faktor yang harus dilakukan selama bekerja, karena tidak ada yang menginginkan
terjadinya kecelakaan di dunia ini. Keselamatan kerja sangat bergantung pada jenis,
bentuk, dan lingkungan dimana pekerjaan itu dilaksanakan.
4.6.1.2 Kesehatan Kerja
Kesehatan kerja meliputi segala upaya untuk mencegah penyakit akibat kerja dan
penyakit lainnya pada tenaga kerja. Menurut UU No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan,
upaya kesehatan adalah setiap kegiatan dan atau serangkaian kegiatan yang dilakukan
secara terintegrasi dan berkesinambungan untuk memelihara dan meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat dalam bentuk pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan,
pengobatan penyakit, dan pemulihan kesehatan oleh pemerintah dan atau masyarakat.
Kesehatan kerja diklasifikasikan menurut beban yang dialaminya, yaitu:
 Golongan fisik
Golongan fisik yang dapat mengganggu kesehatan kerja diakibatkan oleh kebisingan,
terkena paparan radiasi, suhu yang ekstrem, vibrasi, dan penerangan.
 Golongan kimia
Golongan kimiawi yang dapat mengganggu kesehatan kerja diakibatkan oleh semua
bahan kimia dalam bentuk debu, uap gas, larutan, maupun kabut.
 Golongan biologis
Golongan biologis yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur, maupun
mikroorganisme lainnya.
 Golongan fisiologis

24
Golongan fisiologis yang disebabkan oleh desain tempat kerja maupun beban kerja
yang dialami pekerja.
 Golongan psikologis
Golongan psikologis yang disebabkan oleh stress psikis, pekerjaan yang monoton,
tuntutan pekerjaan, dan lain-lain.

4.6.2 Hukum terkait K3


Untuk mengatur tentang pelaksanaan K3 secara baik dan benar, maka diperlukan
undang-undang atau hokum yang dijadikan sebagai acuan atau tolak ukur dalam
pengapplikasiannya untuk seluruh perusahaan yang menerapkan K3. Berikut merupakan
hukum tentang K3 yang diterapkan di Indonesia.
1. UU No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja; Pasal 16 ayat 1 menetapkan, bahwa
“Majikan harus mengadakan tempat kerja dan perumahan yang memenuhi syarat-syarat
kebersihan dan kesehatan”.
2. UU No. 2 Tahun 1951 tentang Kompensasi Pekerja (Workmen Compensation Law)
yaitu mengatur penggantian kerugian kepada buruh yang mendapat kecelakaan atau
penyakit akibat kerja.
3. UU No. 3 Tahun 1951 tentang Pengawasan Perburuhan;
4. UU No. 21 Tahun 1951 tentang Perjanjian Perburuhan antara Serikat Buruh dan
Pengusaha;
5. UU No. 23 Tahun 1951 tentang Kewajiban Melaporkan Perusahaan;
6. UU No. 12 Tahun 1957 tentang Perselisihan Perburuhan;
7. UU No. 12 Tahun 1964 tentang Pemutusan Hubungan Kerja pada Perusahaan Swasta;
8. UU No. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja;
9. UU No. 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja;
10. UU No. 20 Tahun 1999 Tentang usia minimum untuk diperbolehkan Bekerja /
Concering Minimum Age For Admission to Employment (Konvensi ILO No. 123 tahun
1973).
11. UU Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh;
12. UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;
13. UU Nomor 21 tahun 2003 tentang pengesahan ILO Convention No.81 mengenai
pengawasan ketenagakerjaan dalam industri dan perdagangan;
14. UU Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial;

25
15. UU Nomor 39 Tahun 2004 tentang Perlindungan dan Penempatan Tenaga Kerja
Indonesia di Luar Negeri.
16. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI No. Per-03/MEN/1978 tentang
persyaratan penunjukkan dan wewenang, serta kewajiban pegawai pengawas
keselamatan dan kesehatan kerja dan ahli keselamatan kerja.

4.6.3 Jenis-jenis Kecelakaan Kerja


Klasifikasi kecelakaan akibat kerja bersifat jamak, karena pada kenyataannya
kecelakaan akibat kerja biasanya tidak disebabkan hanya satu faktor, tetapi banya faktor
yang saling berkaitan untuk menyebabkan terjadinya kecelakaan. Menurut International
(Labour Organization ILO) tahun 1962 dalam Suma'mur (2009), kecelakaan akibat kerja
diklasifikasikan menjadi 4 macam penggolongan, yaitu :
1. Klasifikasi Menurut Jenis Kecelakaan Akibat Kerja:
a. Terjatuh.
b. Tertimpa benda jatuh.
c. Tertumbuk atau terkena benda-benda, kecuali benda jatuh.
d. Terjepit oleh benda.
e. Gerakan-gerakan melebihi kemampuan
f. Pengaruh suhu tinggi
2. Klasifikasi Menurut Penyebab Kecelakaan Akibat Kerja
a. Mesin, misalnya mesin pembangkit tenaga listrik.
b. Alat angkut dan alat angkat.
c. Peralatan lain, misalnya instalasi pendingin dan alat-alat listrik.
d. Bahan-bahan atau zat-zat radiasi.
e. Lingkungan kerja.
3. Klasifikasi Menurut Sifat Luka atau Kelainan
a. Patah tulang.
b. Dislokasi atau keseleo.
c. Regang otot atau urat.
d. Memar dan luka dalam lain.
e. Amputasi.
f. Luka bakar.
4. Klasifikasi Menurut Letak Kelainan atau Luka di Tubuh
a. Kepala.

26
b. Leher
c. Badan.
d. Anggota atas dan bawah.

4.6.4 Limbah
Menurut dasar peraturan di UU No.32 tahun 2009 menyatakan bahwa limbah
merupakan bahan atau barang sisa atau bekas dari suatu kegiatan atau proses produksi yang
fungsinya sudah berubah dari aslinya. Limbah ini berdasarkan sumbernya diklassifikasikan
menjadi limbah domestik, industri, pertanian, pertambangan, pariwisata, dan medis.
Sedangkan limbah menurut jenis senyawanya dikelompokkan menjadi limbah organic,
anorganik, dan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3

4.6.5 Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)


Menurut PP No.101 tahun 2004, limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)
merupakan sisa suatu usaha atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya atau beracun
yang dikarenakan sifat atau konsentrasinya atau jumlahnya baik secara langsung maupun
tidak langsung dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup bagi
manusia dan mahkluk hidup lainnya.
Limbah B3 berdasarkan BAPEDAL (1995) merupakan setiap bahan sisa (limbah) suatu
kegiatan proses produksi yang mengandung bahan berbahaya dan beracun (B3) karena sifat
(toxicity, flammability, reactivity, dan corrosivity) baik konsentrasi maupun jumlahnya
secara langsung dan tidak langsung dapat merusak, mencemarkan, atau membahayakan
kesehatan manusia.

4.6.6 Karakteristik Limbah B3


Berdasarkan sumbernya, limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) dikelompokkan
menjadi:
 Primary Sludge
 Chemical Sludge
 Excess Actived Sludge
 Digested Sludge
Contoh senyawa B3 antara lain merupakan logam berat seperti Al, Cr, Cd, Cu, Fe, Pb,
Mn, Hg, dan Zn serta zat kimia seperti pestisida, sianida, sulfide, fenol, dan lain sebagainya.

27
Sedangkan sebuah limbah dikatakan sebagai limbah Bahan Berbahaya dan Beracun menurut
UU No.18 tahun 2008 adalah sebagai berikut.
- Limbah mudah meledak (explosive);
- Limbah mudah terbakar (flammable);
- Limbah reaktif (reactive);
- Limbah beracun (moderately toxic);
- Limbah yang menyebabkan infeksi;
- Limbah yang bersifat korosif (corrosive);
- Limbah yang bersifat dapat mengiritasi (irritant);
- Limbah yang berbahaya (harmful);
- Limbah yang mengalami oksidasi (oxidizing).

4.6.7 Hukum terkait Limbah B3


Untuk mengatur tentang seluruh kegiatan yang melibatkan limbah B3 agar baik dan
benar, sehingga tidak terlalu merusak makhluk hidup disekitarnyya, maka diperlukan
undang-undang atau hukum yang dijadikan sebagai acuan atau tolak ukur baik dalam
pengelolaannya atau pemeliharaannya untuk seluruh perusahaan baik industri maupun
farmasi yang menghasilkan limbah B3. Berikut merupakan hukum tentang limbah B3 yang
diterapkan di Indonesia.
1. Peraturan Pemerintah RI No.18 tahun 1999 tentang pengolahan Limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun (B3);
2. Peraturan Pemerintah RI No.85 tahun 1999 tentang perubahan atas Peraturan
Pemerintah Nomer 18 tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahya dan
Beracun;
3. Peraturan MENLH No.18 tahun 2009 tentang tata cara peizinan pengelolaan limbah
Bahan Berbahaya Beracun;
4. Peraturan MENLH No.30 tahun 2009 tentang tata laksana perizinan dan pengawasan
Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun serta Pengawasan Pemulihan
Akibat Penceraman Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun oleh Pemerintah Daerah;
5. Peraturan Pemerintah RI No.101 tahun 2014 tentang pengolahan Limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun (B3);
6. Kep. No. 68/BAPEDAL/05/1994 Tata Cara Memperoleh lzin Penyimpanan
Pengumpulan, Pengoperasian Atau Pengolahan, Pengolahan dan Penimbunan Akhir
Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun;

28
7. Kep. No. 01/BAPEDAL/09/1995 Tatu Cam dan Pcrsyarman Teknis Penyimpunan dan
Pengumpulun Limbah B3;
8. Kep. No. 01/BAPEDAL/09/1995 Tata Cara dan Persyaratan Penyimpanan dan
Pengumpulan Limbah B3;
9. Kep. No.02/BAPEDAL/09/l995 Dokumen Limbah B3;
10. Kep. No.03/BAPEDAL/09/1995 Persyaratan Teknis Pengelolaan Limbah B3;
11. Kep.No.04/BAPEDAL/09/1995 Tata Cara Persyaratan Penimbunan Hasil Pengolahan,
Persyaratan Lokasi Bekas Pengolahan, dan Lokasi Bekas penimbunan Limbah B3;
12. Permen / HK No 2014 No. 14 tahun 2013.
13. Kep.No.255/BAPEDAL/08/1996 Tata Cara dan Persyaratan Penyimpanan dan
Pengumpulam Minyak Pelumas Bekas;
14. Edaran Kep.BAPEDAL N0. 08/SE/02/1997 Penyerahan Minyak Pelumas Bekas;
15. Kep. N0. 02/BAPEDAL/01/1998 Tata laksana Pengawasan Pengelolaan Limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun di daerah;
16. Kep. N0. 03/BAPEDAL/01/ 1998 Penetapan Kemitraan Dalam Pengolahan Limbah B3;
17. Kep. N0. 04/BAPEDAL/01/1998 Penetapan Prioritas Limbah B3;
18. Kep Men N0. 128 Tahun 2003 Tata cara persyaratan teknis pengolahan limbah minyak
bumi dan tanah terkomaminasi oleh minyak bumi secara biologis;
19. Undang-Undang RI No.32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup;
20. Undang-Undang RI No.23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup;
21. PP 74/2001 Diktat Bag II tentang peraturan dalam pengelolaan Bahan Berbahaya dan
Beracun (B3);
22. PP 38/2007, Kepdal 01/1995, Permen 30/2009 tentang ketentuan pemohonan izin TPS
limbah B3;
23. PP 18/1999 juncto PP 85/1999 tentang pengelolaan limbah B3;
24. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.18 tahun 2009 pasal 2 ayat 1 tentang
Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.

4.6.8 Penanganan dan Pengelolaan Limbah B3


Pengelolaan limbah B3 merupakan rangkaian kegiatan yang mencakup
reduksi, penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan dan
penimbunan limbah B3. Pengolahan limbah B3 ini bertujuan untuk mencegah dan
menanggulangi pencemaran serta kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh limbah B3

29
serta melakukan pemulihan kualitas lingkungan yang sudah tercemar sehingga fungsinya
kembali. Setiap instansi yang menghasilkan limbah B3 diwajibkan untuk mengolah limbah
B3 yang telah dihasilkan sesuai dengan teknologi yang ada. Berikut merupakan syarat
penanganan dan pengelolaan limbah B3 yang harus dimiliki:
 Bangunan TPS yang memenuhi kapasitas dan beratap yang melindungi dari hujan
dan dinding untuk menghindari tampias
 Terdapat Alat Pemadam Api Ringan (APAR) dan alarm (fire / smoke / heat)
 Terdapat shower / eye wash
 Terdapat Sistem Penangkal petir (jika TPS limbah B3 lebih tinggi dari bangunan
sekitar)
 Harus dilindungi oleh pagar pengaman
 Harus terdapat bak penampung untuk penanganan tumpahan (bak penampung 110 %
dari kemasan terbesar)
 Harus terdapat serbuk gergaji sebagai penanganan ceceran (spill kit)
 Terdapat kotak P3K
 Dilengkapi oleh label dan simbol Limbah B3
 Harus tedapat sistem ventilasi dan penerangan yang cukup
 Mencantumkan penanggung jawab (personal incharge) pada bangunan TPS
 Jenis limbah B3 dibedakan berdasarkan karakteristik
 Penyimpanan antar kemasan minimal 60 cm.
 Mengajukan surat permohonan izin ke pihak yang berwajib (Kementrian Lingkungan
Hidup).
Pada gambar 4.1, akan dijelaskan prosedur izin TPS limbah B3 menurut PerMen 18/2009.

Gambar 4.1 Alur Perizinan TPS Limbah B3

30
4.6.9 Pengemasan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)
Pengemasan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) memiliki beberapa
persyaratan umum yang harus dipenuhi seperti berikut.
1. Kemasan untuk limbah B3 harus dalam kondisi baik, tidak rusak,dan bebas
dari pengkaratan serta kebocoran.
2. Bentuk, ukuran dan bahan kemasan limbah B3 disesuaikan dengan karakteristik Limbah
B3 yang akan dikemasnya dengan mempertimbangkan segi keamanan dan kemudahan
dalam penanganannya.
3. Kemasan dapat terbuat dari bahan plastik (HDPE, PP atau PVC) atau bahan logam
(teflon, baja karbon, SS304, SS316 atau SS440).

4.6.10 Alat Pelindung Diri (APD)


APD adalah suatu alat yang mempunyai kemampuan untuk melindungi seseorang yang
fungsinya mengisolasi sebagian atau seluruh tubuh dari potensi bahaya di tempat kerja. APD
ini terdiri dari kelengkapan wajib yang digunakan oleh pekerja sesuai dengan bahaya dan
risiko kerja yang digunakan untuk menjaga keselamatan pekerja sekaligus orang di
sekelilingnya. Kewajiban ini tertuang dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi No. Per.08/Men/VII/2010 tentang Alat Pelindung Diri. Dan pengusaha wajib
untuk menyediakan APD sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) bagi pekerjanya.
Berikut merupakan list Alat pelindung Diri (APD) yang sesuai dengan K3.
 Helm keselamatan;
 Sabuk dan tali keselamatan (safety belt);
 Sepatu boot;
 Sepatu pelindung
 Masker
 Penutup telinga;
 Kacamata pengaman;
 Sarung tangan;
 Pelindung wajah;
 Pelampung.

31
4.6.11 Tim Penanggulangan Keadaan Darurat
Sedangkan untuk tim penanggulangan keadaaan darurat di PT Otsuka Indonesia sendiri
diwajibkan terdapat struktur tim penanggulangan keadaan darurat tiap departemen. Dan dari
tiap departemen itu perlu dilakukan simulasi tanggap darurat minimal setiap 1 tahun sekali.
Untuk divisi pembuangan limbah, dilakukan simulasi tanggap darurat di TPS yang
dilakukan setiap 1 tahun sekali sebagai bentuk evaluasi dari kinerja selama ini sehingga
adanya continuous improvement untuk kedepannya. Gambar 4.2 merupakan bagan Tim
Penanggulangan Keadaan Darurat yang digunakan oleh PT Otsuka Indonesia.

Pimpinan Komando

Wakil Pimpinan
Komando

Ketua Tim pmk Ketua Tim Tumpahan B3 Ketua Tim Evakuasi Ketua Tim P3K

Anggota Anggota Anggota Anggota

Gambar 4.2 Struktur Tim Penanggungan Darurat

4.6.12 Bahaya
Bahaya atau hazard menurut OHSAS 18001:2007 merupakan semua sumber, situasi
ataupun aktivitas yang berpotensi menimbulkan cedera (kecelakaan kerja) dan atau Penyakit
Akibat Kerja (PAK). Secara umum, terdapat 5 (lima) faktor bahaya K3 di tempat kerja,
antara lain faktor bahaya biologi(s), kimia, fisik atau mekanik, biomekanik serta faktor
bahaya sosial-psikologis.

4.6.13 Pengendalian Bahaya


Pengendalian bahaya atau risiko merupakan suatu hierarki (dilakukan berurutan sampai
dengan tingkat risiko atau bahaya berkurang menuju titik yang aman). Hierarki
pengendalian tersebut antara lain ialah eliminasi, substitusi, perancangan, administrasi, dan
Alat Pelindung Diri (APD) dimana APD merupakan urutan paling bawah dan eliminasi
merupakan urutan paling tinggi. Hierarki pengendalian bahaya dapat digambarkan sesuai
dengan gambar 4.3 dibawah ini.

32
Gambar 4.3 Hierarki Pengendalian Risiko

Dalam pengaplikasian pengendalian bahaya, selain hal utama harus berfokus pada
hierarkinya adalah memikirkan beberapa kombinasi pengendalian yang lain agar dapat
menghasilkan efektifitas yang tinggi dalam mengurangi risiko kerja yang dapat
menimbulkan kecelakaan kerja.

4.6.14 Risiko
Menurut COSO ERM 2004 risiko merupakan kemungkinan terjadinya sebuah peristiwa
yang dapat mempengaruhi pencapaian tujuan organisasi. Menurut Prof Dr.Ir.Soemarno, M.S
risiko adalah suatu kondisi yang timbul karena ketidakpastian dengan seluruh konsekuensi
tidak menguntungkan yang mungkin terjadi. Jenis-jenis risiko secara umum dibedakan
menjadi 4 kelompok, yaitu:
 Risiko murni (pure risk)
Merupakan suatu risiko yang bila terjadi akan mengakibatkan kerugian dan bila tidak
terjadi tidak mengakibatkan keuntungan (rugi atau breakeven).
 Risiko spekulatif (speculative risk)
Merupakan risiko yang dapat menimbulkan kerugian juga keuntungan (rugi, untung,
breakeven).
 Risiko particular
Merupakan risiko yang sumbernya dari individu dan berdampak secara local.
 Risiko fundamental
Merupakan risiko yang bersumber dari alam atau lingkungan dan berdampak besar.

4.6.15 Alat Pemadam Api Ringan (APAR)


APAR atau Alat Pemadam Api Ringan merupakan alat pemadam yang bisa dibawa,
dijinjing, dan dioperasikan oleh satu orang dimana penggunaanya secara manual dan dapat
diarahkan langsung ke posisi dimana api berada. APAR diperiksa per semester atau per 6

33
bulan dan juga terdapat pemeliharaan yang dilakukan per bulan dilakukan oleh pihak ke 2
dengan dipantau dari divisi K3 dan dibantu ahli K3 pada sebuah perushaan. APAR dapat
digolongkan menjadi beberapa jenis menurut Dewi Kurniawati (2013) adalah sebagai
berikut:
 APAR jenis air
APAR ini berisi cairan air biasa yang umumnya bervolume sekitar 9 liter dengan
jarak semprotan mencapai 20-25 inci selama 60-120 detik. APAR ini sangat efektif
untuk memadamkan kebakaran jenis A. Untuk jenis-jenis kebakaran dapat dilihat
penjelasan pada Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor
04/Men/1980.
 APAR jenis debu kering
APAR jenis ini terdiri atas sodium bikarbonat 97%, magnesium steaote 1,5%,
magnesium karbonat 1%, dan trikalsium karbonat 0,5%. Jarak semprotan mencapai
15-20 inci dengan waktu semprotan hingga 2 menit. Sangat efektif untuk tipe
kebakaran kelas A, B dan C. namun debu yang ditinggalkan apar ini dapat merusak
bahan-bahan tertentu seperti mesin dan bahan makanan.
 APAR jenis gas
APAR jenis ini terdiri dari cairan karbondioksida dan BCF dalam tekanan dan
berukuran berat 2-5 ibs. Jarak semprotan bias mencapai 8-12 inci dengan waktu
semprotan 8-30 detik saja. Efektif untuk kebakaran kelas B dan C.
 APAR jenis buih atau busa (foam)
APAR jenis ini merupakan alat yang biasanya terdiri atas 2 tabung dalam
(alumunium sulfat) dan tabung luar (natrium bikarbonat). Jarak semprotan alat ini
berkisar antara 20 inci dengan lama semprotan 30-90 detik. Efektif untuk
memadamkan kebakaran kelas B.

4.6.15.1 Penempatan APAR


Berikut merupakan kriteria penempatan APAR yang baik, yaitu:
 Setiap jarak 15 meter (berjarak interval 15 meter);
 Ditempatkan yang mudah dilihat dan mudah dijangkau;
 Pada jalur keluar (evakuasi);
 Memperhatikan suhu sekitar;
 Bila ditempatkan dalam suatu ruangan, pastikan tidak terkunci;

34
 Memperhatikan sifat dan jenis bahan terbakar;
 Intensitas kebakaran yang mungkin terjadi seperti jumlah bahan bakar ukuranya,
kecepatanya, dll;
 Kemungkinan timbulnya reaksi kimia.

4.7 Data di PT Otsuka Indonesia


Pada subab ini akan dijelaskan mengenai data hasil observasi dan wawancara yang
dilakukan oleh penulis yang didapatkan dari pihak PT Otsuka Indonesia.

4.7.1 Limbah yang dihasilkan oleh PT Otsuka Indonesia


Limbah yang dihasilkan oleh PT Otsuka Indonesia dibagi menjadi 2 jenis, yaitu
limbah B3 dan limbah non-B3. Limbah non B3 meliputi:
a. Limbah cair non-B3
- Berasal dari kegiatan domestic yaitu untuk toilet, kantin, laundry.
- Produk blowdown boiler dan produk sistem WTP (Water Treatment Plan) yang
berasal dari kegiatan utility limbah BPW dari boiler dari limbah dari WTP.
- Cair bilasan dari tanki produksi berasal dari kegiatan produksi.
b. Limbah padat non-B3
- Kemasan produksi yang di reject.
- Reject bahan baku non-B3 yang berasal dari gudang material.
- Reject produk Enternal Nutrition (EN).
- Reject produk padat dari gudang finish good.
Sedangkan untuk limbah B3 meliputi:
a. Limbah cair B3
- Limbah dari laboraturium.
- Limbah dari produk yang reject maupun yang dikembalikan, produk Theraeptic
Drug (TD) berupa obat-obatan Tabelt dan syrop.
- Limbah HNO3 dari proses pasivasi.
- Limbah oli bekas mesin produksi atau trasnportasi.
b. Limbah padat B3
- Limbah sludge atau lumpur hasil dari pengelolaan limbah cair (IPAL).
- Aki, baterai, lampu TL, dan catridge bekas.
- Kain majun bekas (kain bahaya B3).

35
- Kemasan bekas tempat penyimpanan B3.
- Resin
- Karbon aktif bekas.

4.7.2 Karakteristik Limbah B3 di PT Otsuka Indonesia


Karakteristik limbah B3 yang ada di PT Otsuka bersifat beracun, cairan mudah
menyala, padatan mudah menyala, korosif, dan berbahaya terhadap lingkungan. PT
Otsuka Indonesia berpatokan pada Peraturan Pemerintah RI No.101 tahun 2014 tentang
pengolahan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3). Untuk lebih jelasnya, akan
dijelaskan pada subab-subab dibawah ini.
Menurut PP No.18 tahun 1999, limbah yang diidentifikasi sebagai limbah B3 apabila
memenuhi salah satu atau lebih karakteristik limbah B3, yaitu:
1. Mudah terbakar atau mudah menyala
Berikut ini adalah ciri-ciri limbah B3 yang tergolong mudah terbakar:
- Limbah yang berupa cairan yang mengandung alkohol kurang dari 24% volume.
- Pada titik nyala tidak lebih dari 600C (1400F) akan menyala apabila terjadi kontak
dengan api, atau sumber nyala lain pada tekanan udara 760 mmHg.
- Limbah yang bukan berupa cairan pada temperatur dan tekanan standar (250C, 760
mmHg) mudah menyebabkan kebakaran melalui gesekan, penyerapan uap air atau
perubahan kimia secara spontan.
- Merupakan limbah yang bertekanan yang mudah terbakar.
- Merupakan limbah pengoksidasi.
2. Beracun
Limbah beracun adalah limbah yang mengandung pencemar yang bersifat racun bagi
manusia atau lingkungan yang dapat menyebabkan kematian atau sakit yang serius
apabila masuk ke dalam tubuh melalui pernafasan, kulit atau mulut.
3. Bersifat korosif
Berikut ini adalah ciri-ciri limbah B3 yang tergolong sifat korosif:
- Menyebabkan iritasi (terbakar) pada kulit.
- Menyebabkan proses pengkaratan pada lempeng baja (SAE 1020) dengan laju
korosi lebih besar dari 6,35 mm/tahun dengan temperatur pengujian 550C.
- Mempunyai pH sama atau kurang dari 2 untuk limbah bersifat asam dan sama
atau lebih besar dari 12,5 untuk yang bersifat basa.

36
4.7.3 Pengelolaan Limbah B3 di PT Otsuka Indonesia
Pengelolaan limbah B3 di PT Otsuka Indonesia mencakup kegiatan penyimpanan
limbah B3 di TPS Limbah B3. Terkait dengan TPS, izin TPS dikeluarkan oleh Dinas
Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu dengan nomor
503/0007/IPLB3/35.07.122/2017. Sedangkan untuk pengelolaan limbah B3 sendiri di
PT Otsuka Indonesia menggunakan PP RI No.101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan
Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) sebagai acuannya. Pengelolaan limbah B3
yang selama ini dilakukan oleh PT Otsuka Indonesia adalah diawali dengan pemilahan
oleh penghasil limbah B3 untuk kemudian diserahkan kepada petugas IPAL sebagai
operator. Untuk limbah B3 sendiri dibagi lagi menurut bentuknya, yaitu cair dan padat.
Namun keduanya, sama-sama menggunakan bantuan pihak ketiga yaitu menjalin
kerjasama dengan PPLI. Sehingga seluruh limbah B3 yang dihasilkan semuanya akan
diangkut oleh PPLI. Tentunya pengangkutan oleh PPLI ini juga telah resmi
mendapatkan izin dari Dinas Lingkungan Hidup. Berikut merupakan flowchart proses
pengelolaan limbah B3 di PT Otsuka Indonesia yang digambarkan pada gambar 4.4
MULAI A

Mendapat
Sumber lembar
limbah B3 manifest
limbah B3

Mengisi Pengangkut
Apakah ada catat an TDK catatan
peny erahan an oleh
limbah? penyerahan pihak ketiga
limbah

YA
Menyerahk Pengolahan
an pada oleh pihak
petugas ketiga
IPAL

TPS limbah SELESAI


B3

Penyimpana
n dan
pengemasa
n

Pemberian
label dan
simbol pada
kemasan

Mengisi
neraca
limbah B3

Apakah masa
simpan limbah
habis?

Menghubun
gi pihak
TDK ketiga (PPLI)

YA

Gambar 4.4 Flowchart Pengelolaan limbah B3 PT Otsuka Indonesia


Sumber: Bapak Effraim (Penanggung Jawab Pengendalian dan Pencemaran Air PT Otsuka Indonesia) dan
Bapak Bagus Warsito Adi (Penanggung Jawab Limbah B3)
Catatan: untuk gambar lebih jelasnya, akan dijelaskan pada lampiran 2.

37
4.7.4 Pemberian Simbol dan Label Limbah B3
Dalam peraturan Menteri Lingkungan Hidup No.3 tahun 2008 dan Peraturan
Menteri Lingkungan Hidup No.14 tahun 2013 menjelaskan tentang Tata Cara Pemberian
Label dan Simbol Bahan Berbahaya dan Beracun (B3). Tujuan pemberian sombol dan
label pada B3 adalah untuk mengetahui potensi bahaya dalam penanganan B3 yang
digunakan. Berikut pada tabel 4.1 akan dijelaskan mengenai perbandingan antara fasilitas
simbol yang berada di PT Otsuka Indonesia dengan simbol-simbol B3 menurut Menteri
Lingkungan Hidup No.3 tahun 2008.
Tabel 4.1 Label Limbah B3 di PT Otsuka Indonesia
No. Simbol Simbol di PT Otsuka Indonesia Keterangan
1. Tidak terdapat simbol ini di PT Otsuka Indonesia. Mudah Meledak.

2. Terdapat simbol ini di PT Otsuka Indonesia yang Cairan mudah


terletak pada drum oli bekas. menyala.

3. Terdapat simbol ini di PT Otsuka Indonesia yang Korosif.


terletak pada drum limbah bekas laboraturium.

4. Terdapat simbol ini di PT Otsuka Indonesia yang Beracun.


terletak pada limbah bekas laboratuirum, Tabelt
dan syrup, kemasan bekas B3, catridge beracun,
kain majun bekas, limbah pasivasi (HNO3), aki
dan baterai bekas.
5. Terdapat simbol ini di PT Otsuka Indonesia yang Berbahaya bagi
terletak tempat sludge IPAL dan karbon aktif, di lingkungan.
tempat penampungan resin.

6. Terdapat simbol ini di PT Otsuka Indonesia yang Padatan mudah


terletak pada drum limbah yang berisi lampu TL menyala.
bekas.

7. Tidak terdapat simbol ini di PT Otsuka Indonesia. Infeksius.

8. Tidak terdapat simbol ini di PT Otsuka Indonesia. Reaktif.

Sumber: Bapak Effraim (Penanggung Jawab Pengendalian dan Pencemaran Air PT Otsuka Indonesia) dan
Bapak Bagus Warsito Adi (Penanggung Jawab Limbah B3).

Sedangkan untuk proses pelabelan sendiri, PT Otsuka Indonesia dalam melabeli produk
yang memiliki sifat B3 berdasarkan sifat yang paling dominan dari produk yang disimpan

38
pada suatu tempat bak atau drum tersebut. Gambar 4.5 merupakan gambar label yang
digunakan oleh PT Otsuka Indonesia untuk melabeli jenis-jenis limbah B3 yang disimpan.

Gambar 4.5 Label B3

4.7.5 Pengemasan Limbah B3 di PT Otsuka Indonesia


Pengemasan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) pada PT Otsuka Indonesia
dikumpulkan menjadi satu dalam 1 drum besar. Pada pengumpulannya, setiap cairan
yang mengandung B3 dimasukkan kedalam drum tersebut tanpa melepas kemasannya
sehingga tidak dituangkan menjadi satu dalam satu drum. Hal ini dilakukan untuk
menghindari bereaksinya antar cairan B3 yang dapat membahayakan, seperti
kemungkinan untuk terjadinya kebakaran atau timbulnya asap dikarenakan terjadinya
reaksi kimia antar cairan yang berbeda komponen penyusunnya. Untuk pengemasannya
sendiri, biasanya digunakan kemasan yang terbuat dari kaca sehingga mengurangi
reaksi antara cairan dengan kemasan. Jika kemasan yang digunakan terbuat dari plastik
atau polyethene, maka dikhawatirkan terjadi reaksi kimia antara cairan dan kemasan
yang dapat mengakibatkan melelehnya kemasan sehingga cairan dapat berinteraksi
langsung dengan manusia atau lingkungan. Dalam pengemasan limbah B3 dalam 1
drum ini, diberikan pasir diantara sela-sela botol yang didalam drum. Tujuannya adalah
agar saat drum bergerak atau dipindahkan, menghindari terjadinya tumpahan cairan
limbah B3 dari kemasannya karena adanya gerakan atau goyangan pada drum sehingga
limbah B3 dalam kemasan itu tidak bergerak atau berpindah posisi.
Selain itu alasan mengapa kemasan dan cairan dijadikan satu dalam
pengumpulannya di TPS adalah untuk mengurangi kelebihan space di TPS. Dengan
dijadikan satu antara cairan dan kemasannya, maka akan mengutilitaskan tempat yang
tersedia untuk TPS tanpa memerlukan ruang lagi bagi tempat kemasan limbah B3.
Sehingga hal ini dianggap cara yang efektif dalam mengutilitaskan TPS Limbah Bahan

39
Berbahaya dan Beracun (B3) pada PT Otsuka Indonesia. Gambar 4.6 merupakan
ilustrasi Tempat Pembuangan Sementara (TPS) limbah B3 yang berada di PT Otsuka
Indonesia di Lawang.

TPS LIMBAH PT OTSUKA INDONESIA LAWANG

Non-B3 B3
Gambar 4.6 Ilustrasi TPS Limbah B3 PT Otsuka Indonesia

4.7.6 Pengangkutan Limbah B3 di PT Otsuka Indonesia


Pengangkutan Limbah di PT Otsuka Indonesia menggunakan pihak ketiga untuk
mengangkut limbah B3. Pihak ketiga ini adalah dengan PPLI. PPLI merupakan
Prasadha Pamunah Limbah Industri. Nama PPLI merupakan pengelola limbah B3 yang
paling dikenal dalam dunia pengelolaan limbah B3 di Indonesia. PPLI berada dibawah
pengelolaan WMI (Waste Management Indonesia), sebuah perusahaan joint venture
antara Modern Asia Environmental Holdings (MAEH) dengan Pemerintah Indonesia.
Jenis usaha PPLI mencangkup pengangkutan, pengumpulan, pengolah, penimbun dan
pemusnahan limbah B3. Terletak di daerah Cileungsi, Bogor–Jawa Barat. Cakupan izin
pengumpulan/pengangkutan seluruh Indonesia. Pembuangan atau pemusnahan limbah
dilakukan setiap 3 bulan sekali (±90 hari) atau paling lama masa penyimpanan sebelum
diberikan ke pihak ketiga adalah 120 hari (tergantung jumlah penyimpanan limbah
dalam satuan kilogram). Untuk pengolahan limbah B3, PT Otsuka Indonesia juga
menggunakan PPLI didalam melibatkan aktivitas pengolahan limbah Bahan Berbahaya
dan Beracun agar tidak mencemari lingkungan.

4.8 Hazard Identification Risk Assessment And Risk Control (HIRARC)


HIRARC merupakan salah satu metode identifikasi bahaya dimana metode ini
melakukan analisa kualitatif yang menitik beratkan terhadap bentuk konsekuensi dari segala
kegiatan yang dilakukan selama proses pekerjaan ataupun pemeliharaan yang dilakukan.
HIRARC atau biasa disebut Hazard Identification Risk Assessment and Control adalah
proses mengidentifikasi bahaya, mengukur, mengevaluasi risiko yang muncul dari sebuah
bahaya, lalu menghitung kecukupan dari tindakan pengendalian yang ada dan memutuskan

40
apakah risiko yang ada dapat diterima atau tidak. (Mallapiang, 2014). Identifikasi bahaya
dan penilaian risiko serta pengontrolannya harus dilakukan di seluruh aktifitas usaha, baik
pekerjaan tersebut dilakukan oleh karyawan langsung maupun karyawan kontrak, serta
aktifitas fasilitas atau personal yang masuk ke dalam tempat kerja. Identifikasi bahaya dan
penilaian risiko harus dilakukan oleh karyawan yang mempunyai kompetensi sesuai dengan
standar kompetensi yang ditetapkan oleh usaha.

4.8.1 Hazard Identification


Menurut Hammer (1989) mendefinisikan hazards sebagai kondisi yang potensial
untuk menyebabkan injury terhadap orang, kerusakan peralatan atau struktur bangunan,
kerugian material atau mengurangi kemampuan untuk melakukan suatu fungsi yang
telah ditetapkan. Ketika hazards ini muncul atau timbul maka kecelakaan mungkin akan
terjadi. Sedangkan menurut Marshall dan Ruhemann (20016) hazards merupakan suatu
situasi fisik yang memiliki potensi untuk menyebabkan cideranya manusia, kerusakan
perlatan, kerusakan lingkungan atau gabungan dari hal-hal tersebut. Akibat dari hazard
adalah dapat menimbulkan kecelakaan kerja. Sumber bahaya yang ditemukan akan
dijabarkan menjadi 5 faktor yaitu, man, methode, material, machine, dan environment.

4.8.2 Risk Assessment


Penilaian Risiko adalah proses mengevaluasi risiko yang muncul dari sebuah
bahaya, lalu menghitung kecukupan dari tindakan pengendalian yang ada dan
memutuskan apakah risiko yang ada dapat diterima atau tidak (Mallapiang, 2014).
Potensi bahaya yang ditemukan pada tahap identifikasi bahaya akan dilakukan penilaian
risiko guna menentukan tingkat risiko (risk rating) dari bahaya tersebut. Ada 2
parameter yang digunakan dalam penilaian risiko, yaitu likelihood dan severity.
Likelihood adalah kemungkinan terjadinya konsekuensi dengan system pengaman yang
ada. Kriteria Likelihood yang digunakan adalah frekuensi dimana dalam
perhitungannya secara kuantitatif berdasarkan data atau record perusahaan selama
kurun waktu tertentu. Sedangkan severity merupakan tingkat keparahan yang
diperkirakan dapat terjadi. Kriteria consequences severity yang digunakan adalah akibat
apa yang akan diterima pekerja yang didefinisikan secara kualitatif dan
mempertimbangkan hari kerja yang hilang. Berikut akan dijelaskan mengenai
likelihood dan severity pada tabel 4.2 dan 4.3. Sedangkan pada tabel 4.4 dan tabel 4.5
menjelaskan mengenai skala risk matrik.

41
Tabel 4.2 Skala Kemungkinan Terjadinya Bahaya (Probability)
Tingkat Deskripsi Keterangan
 Dapat terjadi setiap saat
5 Frequent
 Satu kali dalam sebulan
 Sering terjadi
4 Occasional
 Satu kali dalam tiga bulan
 Dapat terjadi sekali-sekali
3 Remote
 Satu kali dalam enam bulan
 Sangat jarang terjadi
2 Improbable
 Satu kali dalam sembilan bulan
 Hampir tidak pernah terjadi
1 Extremely Improbable
 Tidak terjadi dalam satu tahun

Tingkat akibat diatas merupakan tingkatan yang menggambarkan kondisi seberapa


parahnya risiko akibat pada suatu kegiatan proses pekerjaan pembuangan atau
pengelolaan limbah B3. Jika suatu pekerjaan yang berbahaya rendah tidak
menimbulkan cidera dan kerugian materinya kecil, maka score yang akan diberikan
adalah sebesar 1. Namun jika menimbulkan kerugian yang sangat besar maka score
yang akan diberikan akan meingkat hingga level tertinggi yaitu 5.
Sedangkan untuk tabel dibawah ini merupakan tabel yang menunjukkan tingkat
peluang, dimana suatu kegiatan dilakukan seberapa sering terpapar bahaya yang pada
proses pekerjaan pembuangan atau pengelolaan limbah B3. Tingkatan ini dimulai dari
nilai E yang menyatakan bahaya dari suatu proses pekerjaan jarang terjadi hingga nilai
A yang menyatakan bahwa hamper pasti akan terjadi pada aktivitas tersebut.
Tabel 4.3 Skala Keparahan (Severity)
Tingkat Deskripsi Keterangan
Fatal, kerugian sangat besar dan dampak sangat
A Catastrophic
luas, terhentinya seluruh kegiatan
B Hazardous Cedera berat, kerugian besar, gangguan produksi
Cedera sedang dan perlu penanganan medis,
C Major
kerugian finansial sedikit
D Minor Cedera ringan, kerugian finansial sedikit
E Negligible Tidak terjadi cidera, kerugian finansial sedikit

Untuk tabel dibawah ini, merupakan tabel yang dipergunakan untuk memberikan
makna terhadap suatu bahaya yang perlu dilakukan penilaian risiko sehingga seseorang
mengetahui besarnya risiko yang dapat terjadi. Untuk itu setelah risiko atau bahaya
dapat diidentifikasi, maka perlu dilakukan penilaian risiko untuk mengetahui seberapa
besar risiko tersebut. Berikut merupakan tabel 4.4 yang memuat informasi tentang risk
index yang digunakan pada metode HIRARC.

42
Tabel 4.4 Risk Index
Severity Catastrophic Hazardous Major Minor Negligible
Probability (A) (B) (C) (D) (E)
Frequent
5A 5B 5C 5D 5E
(5)
Occasional
4A 4B 4C 4D 4E
(4)
Remote
3A 3B 3C 3D 3E
(3)
Improbable
2A 2B 2C 2D 2E
(2)
Extremely
Improbable 1A 1B 1C 1D 1E
(1)

Setelah selesai melakukan analisis potensi bahaya dan pengendalian risikonya


berdasarkan nilai pada probability dan severity, kemudian dilihat indeks risikonya
menggunakan tabel risk index terhadap nilai yang sudah dihasilkan. Selanjutnya,
dengan menggunakan risk matrix yang dijelaskan pada tabel 4.5 ini, dapat diambil status
terhadap setiap potensi bahaya yang sudah dianalisis. Pada tabel risk matrix ini
bertujuan untuk mengkombinasikan antara peluang dan akibatnya dengan cara
ditemukan satu sama lain baik dari variable peluang dan akibat sehingga mendapatkan
angka yang menjadi prioritas risiko mulai dari low risk hingga extreme risk. Berikut
merupakan tabel risk index dan risk matrix. Berikut merupakan tabel risk matrix.
Tabel 4.5 Risk Matrix
Risk Index Acceptability/Action Required
High (H)  5A, 5B, 4A, 4B,  Tidak dapat diterima dengan keadaan yang ada sekarang
3A ini
 Tidak mengizinkan adanya operasi apapuun sampai
adanya langkah pengendalian lebih lanjut untuk
mengurangi risiko bahaya
Medium High (MH)  5D,  Memerlukan perhatian dan persetujuan dari manajemen
5E, 4C, 3B, 3C, 2A, 2B mengenai pengandalian risiko bahaya
Medium Low (ML)  4D, 4E,  Dapat diterima setelah ada review mengenai operasinya
3D, 2C, 1A, 1B
Low (L)  3E, 2D, 2E, 1C,  Dapat diterima
1D, 1E

4.8.3 Risk Control


Hasil dari risk assessment akan dijadikan dasar untuk melakukan risk control. Risk
control bertujuan untuk meminimalkan tingkat risiko dari suatu potensi bahaya yang
ada. Bahaya yang masuk dalam kategori moderate risk, high risk dan extreme risk akan
ditindak lanjuti dengan risk control. Pengendalian risiko dilakukan untuk mengurangi
atau menghilangkan risiko.

43
4.9 Pengolahan Data Dan Pembahasan
Pada tabel 4.6 dibawah ini, akan dibahas tentang pengolahan data dari hasil pembahasan
identifikasi bahaya dan pengendalian risiko menggunakan metode HIRARC pada proses
pembuangan atau pengelolaan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) pada PT Otsuka
Indonesia.

44
Tabel 4.6 Analisis Data dengan Metode HIRARC
Penilaian Risiko
Detail Dampak /
No. Kegiatan Identifikasi Bahaya Tingkat Pengendalian Risiko
Kegiatan Risiko Akibat Peluang
Risiko
Kontak langsung
Menggunakan sarung tangan dan baju APD
antara kulit dengan Iritasi kulit 4 C MH
sebelum melakukan aktivitas.
karbon aktif
Debu karbon aktif
Iritasi mata 3 C MH Menggunakan kaca mata.
Pengangkatan masuk ke mata
sludge IPAL Debu karbon aktif Gangguan
3 C MH Menggunakan masker.
dan karbon terhirup pernafasan
aktif Letih, pegal, Adanya alat bantu yang digunakan untuk
Posisi kerja tidak
musculoskelet 4 C MH membantu pekerja dalam melakukan
ergonomis
al disorders aktivitas.
Meletakkan pallet di tempat yang tidak
Tersandung pallet Cidera, luka 2 E L
terlalu dekat dengan posisi kaki.
Terkena kontak
langsung dengan
Pengangkutan
kemasan yang Iritasi kulit 3 C MH Menggunakan sarung tangan dan baju APD.
1. Limbah B3
mengandung limbah
oleh PPLI
B3
Cairan B3 tumpah
Iritasi kulit 3 D ML Menggunakan sarung tangan dan baju APD.
atau bocor
Letih, pegal, Adanya alat bantu yang digunakan untuk
Pemindahan Posisi kerja tidak
musculoskelet 4 C MH membantu pekerja dalam melakukan
kemasan ergonomis
al disorders aktivitas.
limbah B3
Meletakkan pallet di tempat yang tidak
Tersandung pallet Cidera, luka 2 E L
terlalu dekat dengan posisi kaki.
Menggunakan APD sebelum melakukan
Terciprat kandungan
Iritasi kulit 3 E L aktivitas dan menyediakan alat P3K di
B3 yang jatuh
tempat terdekat pengangkutan limbah B3.
Terkena pecahan Menggunakan APD sebelum melakukan
kaca kemasan B3 Luka 2 D L aktivitas dan menyediakan alat P3K di
yang jatuh tempat terdekat.

45
Tabel 4.6 Analisis Data dengan Metode HIRARC (lanjutan)
Penilaian Risiko
Detail Dampak /
No. Kegiatan Identifikasi Bahaya Tingkat Pengendalian Risiko
Kegiatan Risiko Akibat Peluang
Risiko
Tertimpa drum Meletakkan pallet dekat dengan tempat
Cidera, luka 1 D L
limbah B3 penyimpanan drum.
Pemindahan Terkena tumpahan Menggunakan APD dan menyiapkan serbuk
Cacat fisik 3 C MH
drum kemasan cairan limbah B3 gergaji.
limbah B3 Letih, pegal, Adanya alat bantu yang digunakan untuk
Posisi kerja tidak
musculoskelet 4 C MH membantu pekerja dalam melakukan
ergonomis
al disorders aktivitas.
Meletakkan pallet di tempat yang tidak
Tersandung pallet Cidera, luka 2 E L
terlalu dekat dengan posisi kaki.
Tertimpa drum oli Meletakkan pallet dekat dengan tempat
Cidera, luka 1 D L
dan minyak bekas penyimpanan drum.
Terkena tumpahan Menggunakan APD dan menyiapkan serbuk
Pemindahan
cairan oli dan minyak Cacat fisik 2 C ML gergaji di tempat yang terdekat dari
oli dan minyak
bekas aktivitas.
bekas
Letih, pegal, Adanya alat bantu yang digunakan untuk
Posisi kerja tidak
musculoskelet 4 C MH membantu pekerja dalam melakukan
ergonomis
al disorders aktivitas.
Meletakkan pallet di tempat yang tidak
Tersandung pallet Cidera, luka 2 E L
terlalu dekat dengan posisi kaki.
Cidera fisik, Meletakkan pallet dekat dengan tempat
Tertimpa drum 1 D L
luka penyimpanan drum
Terkena tumpahan
Iritasi kulit, Menggunakan APD dan menyiapkan serbuk
cairan sisa 2 C ML
cacat fisik gergaji serta P3K.
laboraturium
Letih, pegal, Adanya alat bantu yang digunakan untuk
Pemindahan Posisi kerja tidak
musculoskelet 4 C MH membantu pekerja dalam melakukan
drum sampah ergonomis
al disorders aktivitas.
sisa
Meletakkan pallet di tempat yang tidak
laboraturium Tersandung pallet Cidera, luka 2 E L
terlalu dekat dengan posisi kaki.
Menggunakan APD dan menyediakan
Cairan B3 tumpah
Iritasi kulit 3 C MH serbuk gergaji di dekat tempat pemindahan
atau bocor
limbah.
Terciprat kandungan
Iritasi kulit, Menggunakan APD sebelum melakukan
B3 yang jatuh dan 4 C MH
iritasi mata aktivitas.
terbuka

46
Tabel 4.6 Analisis Data dengan Metode HIRARC (lanjutan)
Penilaian Risiko
Detail Dampak /
No. Kegiatan Identifikasi Bahaya Tingkat Pengendalian Risiko
Kegiatan Risiko Akibat Peluang
Risiko
Terkena percikan limbah Menggunakan APD sarung tangan,
B3 saat pengemasan Cidera, luka pelindung mata, dan pernafasan serta apron.
3 C MH
limbah B3 di TPS limbah bagi TK
B3.
Potensi terjadinya
ledakan dan kebakaran Korban jiwa, Penanganan pengemasan limbah B3.
akibat reaksi kimia kerusakan 1 A ML Dilakukan pemeriksaan rutin terhadap
limbah B3 pada saat asset kemasan.
pengemasan.
Proses Terjadinya tumpahan Menyediakan keperluan serbuk gergaji,
pengemasa pada saat kegiatan Iritasi kulit 2 B MH P3K, dan keperluan lainnya di TPS limbah
n limbah pengemasan limbah B3. B3.
B3 Potensi terjadinya
Cidera,
kebocoran pada kemasan Adanya pemeriksaan rutin terhadap kondisi.
Kegiatan gangguan 2 B MH
limbah B3 di TPS limbah TPS limbah B3 secara rutin dan berkala.
pengemasan pernafasan
B3.
dan
Menyediakan P3K di lokasi TPS limbah B3
2. penyimpanan Terjadi kontak langsung Iritasi kulit,
3 C MH serta menggunakan APD sebelum
limbah B3 di kulit dengan limbah B3. luka
melakukan aktivitas.
TPS Limbah
Tersandung botol kaca
B3 Cidera, luka, Meletakkan botol kaca limbah B3 di tempat
atau tempat pengemasan 2 D L
iritasi kulit yang aman dan jauh dari jalan evakuasi.
limbah B3.
Terjadinya tumpahan Menyediakan keperluan serbuk gergaji,
pada saat kegiatan Iritasi kulit 2 C ML P3K, dan keperluan lainnya di TPS limbah
penyimpanan limbah B3. B3.
Potensi terjadinya
Proses ledakkan dan kebakaran Korban jiwa, Penanganan penempatan limbah B3.
penyimpan akibat reaksi kimia kerusakan 1 A ML Dilakukan pemeriksaan rutin terhadap
an limbah limbah B3 pada saat asset kemasan.
B3 pengemasan.
Potensi terjadinya
Cidera,
kebocoran pada kemasan Adanya pemeriksaan rutin terhadap kondisi.
gangguan 3 C MH
limbah B3 di TPS limbah TPS limbah B3 secara rutin dan berkala.
pernafasan
B3.

47
Berdasarkan tabel diatas, diketahui potensi bahaya yang telah didapatkan pada tahap
identifikasi bahaya kemudian dilakukan tahap selanjutnya yaitu penilaian risiko (risk assessment).
Tahap ini bertujuan untuk mengetahui tingkat risiko dari sumber bahaya tersebut. Berdasarkan
hasil risk assessment didapatkan potensi bahaya pada aktivitas pengelolaan dan pembuangan
limbah Bahan Berbahaya dan Beracun yang memiliki risiko high sebesar 0%, medium high sebesar
50, medium low sebesar 18, dan low sebesar 32%. Untuk keterangan dan penjelasan setiap
indicator high, medium high, medium low, dan low dapat dilihat pada tabel 4.5 tentang risk matrix.
Pada gambar 4.7 ini, akan dijelaskan mengenai persentasi penialian risiko dalam bentuk pie chart
yang merupakan representasi dari hasil analisis data potensi bahaya dalam pembuangan dan
pengelolaan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) di PT Otsuka Indonesia.

Persentasi Penilaian Risiko

High
0%
Low
32%
Medium High
50%

Medium Low
18%

High Medium High Medium Low Low

Gambar 4.7 Persentasi Penilaian Risiko

Sehingga kesimpulan yang dapat diambil adalah potensi bahaya yang dapat diidentifikasi dalam
kegiatan pembuangan atau pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) di PT Otsuka
Indonesia memiliki hasil penilaian risiko medium high. Risiko ini ditunjukkan oleh pie chart
gambar 4.3 yang menunjukkan bahwa penilaian risiko medium high pada kegiatan tersebut
memiliki nilai yang paling tinggi, yaitu sebesar 50%. Hal ini berarti potensi bahaya yang
diidentifikasi memerlukan perhatian dan persetujuan dari manajemen untuk menanggapi hal-hal
yang mengenai pengandalian risiko bahayanya.

48
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini akan dijelaskan mengenai kesimpulan dan saran dari program Kuliah Kerja Nyata
Praktik (KKN-P) ini.

5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang didapatkan dari hasil KKN-P di PT Otsuka Indonesia adalah sebagai
berikut.
1. Dari hasil pembahasan diatas, dapat diketahui bagaimana proses pengelolaan atau
pembuangan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) di PT Otsuka Indonesia. Prosesnya
adalah pertamanya limbah dibagi menjadi 2, limbah B3 dan non-B3. Untuk setiap limbah
dibagi lagi menjadi limbah padat, limbah gas, dan limbah cair. Untuk berfokus pada limbah
B3, bagi limbah B3 yang padat, akan dibuang atau dimusnahkan. Contoh limbah padat B3
yang dihasilkan oleh PT Otsuka Indonesia adalah limbah hasil pengolahan limbah cair (IPAL)
yaitu lumpur atau sludge, aki dan baterai bekas, catridge bekas, kain majun bekas, kemasan
bekas tempat penyimpanan B3, lampu TL bekas, resin, dan karbon aktif bekas. Sedangkan
untuk limbah cair B3 adalah limbah yang berasal dari laboraturium, limbah dari produk reject
(Tabelt dan syrop), limbah HNO3 dari proses pasivasi, dan limbah oli bekas mesin produksi
atau transportasi. Semua limbah tersebut dibuang atau dimusnahkan menggunakan pihak
ketiga. PT Otsuka Indonesia mempercayakan pembuangan dan pemusnahan limbah B3 ke
PPLI yang dilakukan setiap 3 bulan sekali (±90 hari) atau paling lama masa penyimpanan
sebelum diberikan ke pihak ketiga adalah 120 hari (tergantung jumlah penyimpanan limbah
dalam satuan kilogram). Sebelum dibuang, limbah diletakkan pada Tempat Pembuangan
Sementara (TPS) limbah B3 yang berada di PT Otsuka Indonesia dengan ijin dari PP 38/2007,
Kepdal 01/1995, Permen 30/2009 tentang ketentuan pemohonan izin TPS Limbah B3 sebagai
acuan resmi yang digunakan untuk menaati praturan di Indonesia.
2. HIRARC merupakan suatu metode yang digunakan untuk menganalisis bahaya (hazards
indentification), menilai risiko (risk assessment), dan menentukan pengendaliannya (Risk
Control). Berdasarkan hasil hazard identification dan risk assessment di departemen Human
and Safety Environment pengelolaan limbah B3 didapatkan hasil berupa potensi bahaya pada
aktivitas pengelolaan dan pembuangan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun yang memiliki

49
risiko high sebesar 0%, medium high sebesar 50, medium low sebesar 18, dan low sebesar
32%. Dimana medium low artinya risiko masih dapat terima namun perlu adanya review
mengenai prosedur aktivitas kerja atau proses kerjanya, medium high artinya memerlukan
perhatian dari manajemen mengenai pengendalian risiko bahaya agar dapat diminimalisar
ataupun dicegah, low artinya dapat diterima atau potensi bahaya yang terjadi masih wajar,
sedangkan high berarti potensi bahaya tersebut tidak dapat diterima dengan keadaan yang ada
sekarang ini atau tidak diizinkan adanya operasi apapun sampai adanya langkah pengendalian
lebih lanjut untuk mengurangi risiko bahaya.
3. Pengendalian bahaya untuk mencegah risiko bahaya. Setelah dilakukannya identifikasi
bahaya dan penilaian risiko maka hal yang perlu dilakukan selanjutnya adalah melakukan
pengendalian risiko untuk meminimalisir atau mencegah kecelakaan dan penyakit akibat
kerja. Hirarki pengendalian risiko bahaya dalam sistem manajemen keselamatan dan
kesehatan kerja adalah eliminasi, substitusi, pengendalian teknik, administratif control, dan
penggunaan alat pelindung diri. Berdasarkan observasi yang telah dilakukan pengendalian
terhadap bahaya pada aktivitas pengelolaan atau pembuangan limbah B3 di PT Otsuka
Indoensia adalah berupa Alat Pelindung Diri (APD) yang lengkap dan memperketat
pengawasan oleh pihak manajemen terhadap para pekerja. Pengendalian bahaya sudah
dijalankan cukup baik sejauh ini, namun masih ada beberapa aktivitas yang perlu perhatian
dan persetujuan lebih dari manajemen mengenai pengendalian risiko bahaya pada aktivitas
tersebut.

5.2 Saran
Berikut ini merupakan saran yang dapat diberikan kepada PT Otsuka Indonesia khususnya
pada Departement Human and Safety Environment.
1. Penataan dokumen yang berkaitan dengan K3 setiap departemen disusun lebih urut dan rapi
atau diberikan list rekapitulasi kesimpulan tiap data agar lebih memudahkan pembaca dalam
mencari data yang sudah ada (terlebih lagi jika data sudah lebih dari 10 tahun).

50

Anda mungkin juga menyukai