PENDAHULUAN
Pada bab ini akan dijelaskan mengenai latar belakang, tujuan yang meliputi tujuan bagi
mahasiswa, tujuan bagi Universitas Brawijaya, tujuan bagi PT Otsuka Indonesia, dan tujuan
khusus yang didapatkan serta manfaat dari Kuliah Kerja Nyata Praktik (KKN-P) ini.
1
Indonesia khususnya pada pembuangan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun yang
dihasilkan dari proses produksi PT Otsuka Indonesia.
1.2 Tujuan
Berikut ini akan di jelaskan beberapa tujuan dari mahasiswa yang melakukan kegitan
Kuliah Kerja Nyata Praktik (KKN-P) di PT Otsuka Indonesia.
2
3. Mengetahui kemampuan mahasiswa dalam mengaplikasikan ilmu Teknik Industri dalam
lingkungan pekerjaan.
1.3 Manfaat
Manfaat adalah sesuatu yang memiliki nilai guna atau fungsi yang diharapkan dari
pelaksana suatu organisasi atau program. Manfaat pada program Kuliah Kerja Nyata-Praktik
ini adalah sebagai berikut:
1. Mahasiswa dapat menerapkan ilmu pengetahuan dan metodologinya yang selama ini
telah diterima di bangku kuliah pada dunia kerja.
3
2. Menguji kemampuan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah diperoleh
pada bangku kuliah untuk diimplementasikan atau diterapkan dalam keadaan lapangan
yang sebenarnya.
3. Memberikan informasi kepada mahasiswa terkait keadaan dunia kerja nyata sehingga
memotivasi untuk mahasiswa untuk mempersiapkan dirinya saat lulus kelak.
4. Menjembatani hubungan kerjasama antara perusahaan dengan Fakultas Teknik,
Universitas Brawijaya Malang.
4
BAB II
GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
Pada gambaran umum perusahaan ini akan dijelaskan tentang profil perusahaan, visi
dan misi perusahaan, budaya perusahaan, logo perusahaan, motto perusahaan, serta struktur
organisasi perusahaan
5
ISO. Dari ISO 9001:2005, PT Otsuka Indonesia telah menerima ISO 14001:2015 sebagai
wujud tanggung jawab perusahaan untuk mengurangi dampak lingkungan namun tetap
dapat memenuhi permintaan pelanggan terhadap produk-produk yang berkualitas tinggi. PT
Otsuka Indonesia sudah beroperasi selama puluhan tahun. Dengan ini, perusahaan dapat
membuktikan bahwa perusahaan mampu menguasai pasar infus dan kebutuhan kesehatan
lainnya di pasar Indonesia. Dan untuk memperkuat posisi tersebut, seluruh stake holder
berkerja keras untuk terus berinovasi dalam pengembangan produk untuk memenuhi
kebutuhan pelanggan baik di Indonesia maupun di Australia, Taiwan, Hong Kong,
Singapura, Sri Lanka, Malaysia, Vietnam, Myanmar, Thailand, Papua Nugini, Tonga,
Samoa, Oman, Timor Leste, dan Fiji.
Perusahan Otsuka Pharmaceutical Co., Ltd. juga memperluas perusahaanya tidak hanya
di Jepang, tetapi juga di negara–negara lain. Berikut pada tabel 2.1 adalah tabel perluasan
dari Otsuka Pharmaceutical Co., Ltd di seluruh negara:
Tabel 2.1 Cabang Otsuka Pharmaceutical
Tahun Negara Nama Perusahaan
1974 Taiwan Taiwan Otsuka Pharmaceutical Co.
1975 Indonesia PT Otsuka Indonesia
1977 Thailand Thailand Otsuka Phamaceutical Co.
1979 Mesir Arab Pharmaceutical Co.
1982 Korea Korea Pharmaceutical Co.
1988 RRC China Pharmaceutical Co.
1989 Pakistan Otsuka Pakistan, Ltd.
1996 Argentina Sintyal Pharmaceutical Co.
1997 Australia Otsuka Otsuka Pharmaceutical Pty.
6
2. Tahun 1946
Otsuka memulai pembuatan dan penjualan infus. Setahun kemudian, putra sulung
Basuburo, Masahito Otsuka mengambil alih perusahaan
3. Tahun 1964
Otsuka Pharmaceutical Co., Ltd. didirikan di Takushima, Jepang pada tanggal 10
Agustus 1964. Bergerak dalam bidang produksi, distribusi, ekspor, dan impor produk-
produk farmasi, perlengkapan klinik, perlemgkapan, dan alat-alat medis, produk-
produk makan dan kosmetik, serta produk-produk lainya yang sejenis. Dengan filosofi
perusahaan, “Otsuka-people creating new products for better health worldwide”.
Kemudian filosofi ini dijadikan sebagai filosofi perusahaan untuk seluruh Grup Otsuka.
4. Tahun 1974
PT Otsuka Indonesia didirikan pertama kali di Lawang, Jawa Timur. PT Otsuka
Indonesia memproduksi empat macam kelompok produksi yaitu:
a. Produk obat – obat etikal
b. Produk nutrisi klinis dan cairan infus
c. Produk alat-alat kesehatan
d. Produk IV SET
5. Tahun 1989
Pada tahun 1989 produk baru Pocari Sweat pertamakali di produksi. Pocari Sweat,
minuman isotonic untuk menggantikan ion dan cairan tubuh yang hilang dan resmi
diluncurkan di Indonesia dan dipasarkan oleh PT Otsuka Indonesia.
6. Tahun 1997
Tahun 1997 PT Amerta Indah Otsuka pertamakali didirikan di Sukabumi, Jawa Barat,
Indonesia. PT Amerta Indah Otsuka ditetapkan sebagai pabrik Pocari Sweat di
Indonesia.
7
2.3.1 Visi Perusahaan
Visi perusahaan PT Otsuka Indonesia adalah menjadi perusahaan paling unggul dalam
sumbangsihnya untuk kesehatan manusia yang lebih baik.
8
2.5 Logo Perusahaan
Menurut Sularko, dkk, Logo adalah sebuah bentuk identitas dari sebuah produk datau
kelembagaan. Dan logo itu menjadi sebuah alat pemasaran yang signifikan dan bisa menjadi
sebuah ketertarikan untuk para konsumen yang tentunya memiliki kompetitornya. Berikut
pada gambar 2.1 merupakan logo dari PT Otsuka Indonesia
9
Gambar 2.2 Struktur Organisasi Production Director PT Otsuka Indonesia
Sumber : PT Otsuka Indonesia
Catatan: untuk gambar yang lebih detailnya, akan dijelaskan pada lampiran 1.
Keterangan:
1. Production Director
Bertugas mengelola dan mengawasi seluruh kegiatan yang ada di PT Otsuka Indonesia
dalam hal ini pabrik yang berada di Lawang serta bertanggung jawab kepada Managing
Director yang berada di kantor pusat di Jakarta.
a. Technical Operation
Pada Technical Operation terdapat 3 divisi yaitu sebagai berikut:
1) Parental
Bertanggung jawab terhadap keseluruhan kegiatan produksi produk parental
yang meliputi Large Volume Parental Plabottle, Large Volume Parental
Softbag dan Small Volume Parental Plabottle.
2) Non-Parental
Bertanggung jawan terhadap keseluruhan kegiatan produksi produk non-
parental yang meliputi Therapical Drug, Medical Device dan Enternal
Nutrition.
3) Engineering
10
Bertanggung jawab mengelola seluruh kegiatan yang berhubungan dengan
sumber daya manufaktur seperti listrik, air, steam, dan udara tekan.
Engineering sendiri membawahi 3 departemen yaitu :
Utility
Bertanggung jawab terhadap penyediaan air, steam, udara tekan dan
listrik.
Maintanence
Bertanggung jawab terhadap perbaikan-perbaikan mesin produksi.
Supporting
Bertugas mendukung kegiatan utulity dan maintanence mulai dari
perencanaan, pembiayaan dan pelaksanaan.
b. Quality Management Control (QMS)
Pada divisi QMS ini terdapat 4 departemen yaitu:
1) Quality Contol (QC)
Bertanggung jawab terhadap pada pengecekan dan pengujian bahan baku
maupun produk jadi. Dimana pengujian tersebut dilakukan dengan uji fisika,
uji kimia dan uji biologi.
2) Quality Asurance (QA)
Bertanggung jawab tehadap pengawasan mutu produk perusahaan, termasuk
juga bertanggung jawab dalam dokumentasi dan validasi.
3) Manufacturing Product Development (MPD)
Bertugas mengembangkan bahan baku baru, pengembangan bahan kemas dan
pengembangan proses produksi.
4) Complaint Pharmacovigillance (CPV)
Bertanggung jawab terhadap komplain, penanganan keluhan dan pelaksanaan
audit internal.
c. General Operation
Pada divisi General Operation ini terdapat 2 departemen yaitu:
1) Supply Chain
Bertanggung jawab terhadap kebutuhan produksi mulai dari bahan baku, bahan
kemas, dan alat produksi. Pada departemen supply chain ini membawahi 4
bagian yaitu:
Production Planning and Inventory Control (PPIC)
11
Bertanggung jawab terhadap perencanaan dan pengendalian persediaan
serta merencanakan produksi.
Export-Import
Bertanggung jawab dalam hal ekspor dan impor barang.
Local Purchase
Bertugas menghitung kebutuhan pasar dan menerbitkan rencana produksi
bulanan.
Warehouse
Bertanggung jawab mengelola seluruh kegiatan yang ada di gudang
meliputi penerimaan, penyimpanan, distribusi material dan produk jadi.
2) Human Resource Develpoment (HRD) and General Affair (GA)
Bertugas dalam pengembangan sumber daya manusia yang meliputi
recruitment dan trainning para karyawan. Pada departemen HRD and GA ini
membawahi 4 bagian yaitu Recruitment & Training Development, Industrial
Relation, dan General Service & Safety Health.
d. Business Operation
Pada divisi Business Operation ini membawahi 2 departemen yaitu:
1) Information Technology (IT)
Bertanggung jawab terhadap sistem komputer dan jaringan yang digunakan
untuk keperluan administrasi dan produksi pabrik.
2) Finance Accounting
Membawahi 2 divisi yaitu finance dan accounting.
12
3) Tax
Mengelola dan bertanggung jawab terhadap administrasi pajak hingga
melaporkan pajak tersebut.
4) Account Receivable (AR)
Bertanggung jawab membuat invoice atau tagihan ke customer.
b. Unit Head Finance
Pada departemen finance membawahi 2 bagian yaitu:
1) Cashier
Bertugas melayani patty cash (kas kecil untuk operasional harian)
2) Account Payable (AP)
Bertugas menerima tagihan dari supplier atau verifikasi tagihan (dokumen
invoice, surat jalan, faktur pajak, dan mengajukan rencana pembayaran).
Untuk KKN-P ini dilakukan dalam divisi pengelolaan lingkungan yang dibawahi
langsung oleh HRD & GA Manager.
13
Weighing &
Preparation
Sterilization
Inspection
Packing
Berikut adalah uraian mengenai proses produksi cairan infus LVP (Large Volume
Parenteral) yang ada di PT Otsuka Indonesia:
1. Weighing & Preparation
Merupakan proses penimbangan bahan baku, setiap produk yang akan diproduksi
memiliki takaran yang berbeda – beda. Preparation merupakan proses menyiapkan
bahan baku yang ada untuk melalui proses mixing yang berarti mencampurkan
semua bahan baku yang ada. Setelah proses Mixing selesai, produk akan disaluran
melalui pipa-pipa yang telah disediakan. Pipa-pipa tersebut harus terjamin akan
kebersihanya maka dari itu sebelum atau sesudah proses akan selalu dilakukan SIP
(Sterilization In Place) dan CIP (Cleaning In Place) lalu produk dapat disalurkan.
Upaya tersebut dilakukan untuk membuat kualitas dari produk yan dihasilkan tetap
terjaga.
2. FFS (Form Fill Seal)
Tahap ini dilakukan setelah melakukan tahap mixing yang kemudian akan ditampung
dalam chamber. FFS memiliki 3 Station dalam ruangan (Clean Room) yaitu sebagai
berikut:
14
a. Form
Pada Station Form dilakukan pembuatan bag dengan roll film mulai dari
menghilangkan elekteron yang ada di dalam film menggunakan mesin
deelektrostatis, pencetakan markem pada bag, pembuatan kontur bag, serta
pemotogan bag pada masing-masing mesin.
b. Fill
Selanjutnya bag akan dibuka bagian ujung menggunakan blow machine untuk
diletakan port. Setelah port menempel maka bag akan diisi cairan infus sesuai
dengan jadwal produksi.
c. Seal
Proses seal dilakukan sebagai penyatuan pada bagian port dan cap dengan
menggunakan panas pada mold.
3. Sterilization
Selanjutnya adalah proses sterilization. Proses ini merupakan proses yang bertujuan
untuk mematikan dan menghilangkan mikroba yang terdapat pada produk dengan
cara dipanaskan.
4. Inspection
Setelah itu produk akan melewati mesin pressroll yang berfungsi untuk membantu
inspektor dalam menginspeksi dengan cara kerja menekan bagian body produk
apabila produk terdapat lubang halus atau bocor kecil maka produk akan otomatis di
reject.
5. Packing
Alur pada proses packing dibedakan berdasarkan produk yang sedang diproduksi
apabila produk basic solution maka produk akan langsung dikemas pada box dan
pemberian PI (Package Insert) di dalamnya baru kemudian masuk pada gudang
sementara. Sedangkan untuk produk asam amino (protein) produk yang telah
melewati mesin ALT maka produk akan dimaksukan ke dalam barrier bag serta
pemberian O2 absorber serta ditiupkan gas nitrogen (N2) di dalamnya agar kualitas
produk tetap terjaga lalu barrier bag tersebut akan di seal dengan menggunakan
mesin wrapping. Sama seperti produk basic solution setelah itu produk akan
dimasukan ke dalam box dan pemberian PI (Package Insert) di dalamnya lalu masuk
pada gudang sementara.
15
BAB III
PELAKSANAAN KKN-P
Pada bab III ini akan dijelaskan terkait waktu dan tempat dilaksanakan KKN-P, jurnal
kegiatan, metode penelitian yang dilakukan dan diagram alir penelitian.
16
Tabel 3.1 Jurnal Kegiatan KKN-P (lanjutan)
No. Hari, tanggal Jam Mulai Jam Selesai Kegiatan
Pencarian studi kasus.
Kamis, 12 September Mencari literature tentang pengelolaan
3. 7.30 16.15
2019 dan pemantauan lingkungan dari
limbah yang dihasilkan.
Jumat, 13 September
4. 7.30 16.15 Pencarian studi kasus.
2019
Pencarian studi kasus.
Penjelasan tentang B3 dan aturan
Senin, 16 September prosesnya.
5. 7.30 16.15
2019 Berkonsultasi dengan dosen
pembimbing dan pembimbing
lapangan terkait topik laporan.
Belajar membuat data terkait dengan
Selasa, 17 September
6. 7.30 16.15 rekapitulasi audit lingkungan dari tiap
2019
departemen.
Melakukan inspeksi APAR dan
Rabu, 18 September hydrant ke gudang raw material.
7. 7.30 16.15
2019 Melakukan pengecekan APAR dan
hydrant di sekitar pabrik.
Kamis, 19 September
8. 7.30 16.15 Pengerjaan laporan bab 3 dan 4
2019
Belajar membuat rekapitulasi data
Jumat, 20 September
9. 7.30 12.00 laporan hasil pengukuran faktor fisika
2019
lingk. kerja.
Senin, 23 September Pencarian literature untuk tinjauan
10. 7.30 16.15
2019 pustaka.
Observasi pengangkutan limbah B3
Selasa, 24 September oleh PPLI.
11. 7.30 16.15
2019 Mengecek safety value untuk kalibrasi
pada boiler.
Rabu, 25 September
12. - - -
2019
Kamis, 26 September
13. 7.30 16.15 Pengerjaan laporan bab 4
2019
Diskusi dengan pembimbing lapangan
Jumat, 27 September
14. 7.30 16.15 terkait data dan laporan.
2019
Pengerjaan laporan bab 4.
17
Tabel 3.1 Jurnal Kegiatan KKN-P (lanjutan)
No. Hari, tanggal Jam Mulai Jam Selesai Kegiatan
Senin, 30 September Diskusi terkait HIRARC dan
15. 7.30 16.15
2019 pengelolaan limbah.
16. Selasa, 1 Oktober 2019 7.30 16.15 Simulasi tanggap darurat Dept. TD
17. Rabu, 2 Oktober 2019 13.45 16.15 Pengerjaan laporan bab 5.
Pengerjaan laporan bab 5.
18. Kamis, 3 Oktober 2019 7.30 16.15 Rekapitulasi data aspek dampak
lingkungan.
19. Jumat, 4 Oktober 2019 7.30 16.15 Pengecekan laporan KKN-P.
Review laporan oleh HSE PT Otsuka
20. Senin, 7 Oktober 2019 - -
Indonesia
Perekapan draft dan pembuatan surat
21. Selasa, 8 Oktober 2019 13.00 16.15
pernyataan.
22. Rabu, 9 Oktober 2019 13.00 16.15 Perekapan file laporan.
23. Kamis, 10 Oktober 2019 - - -
Konsultasi akhir dengan pembimbing
24. Jumat, 11 Oktober 2019 7.30 16.15
lapangan.
18
3.4 Sumber Data
Pada penulisan laporan kegiatan KKN-P, terdapat dua sumber data yang digunakan
yaitu sebagai berikut:
1. Data Primer
Sumber data primer diperoleh dari hasil observasi secara langsung dan wawancara
dengan karyawan PT Otsuka Indonesia.
2. Data Sekunder
Sumber data sekunder diperoleh dari data dokumen ataupun catatan perusahaan yang
berhubungan dengan topik khusus yang diambil. Selain data perusahaan, data sekunder
juga dapat berupa studi pustaka yang digunakan penulis dalam penulisan laporan.
Tinjauan Penetapan
Pustaka Topik Penelitian
Studi Lapangan
Pengumpulan
Data
Identifikasi
Masalah
Pengolahan
Data
Perumusan
Masalah
Penyusunan
TDK Laporan
Apakah sudah
menemukan topik
Kesimpulan dan
penelitian?
Saran
YA
A
Selesai
19
Penjelasan flowchart pelaksanaan KKN-P:
1. Mulai melaksanakan kegiatan KKN-P.
2. Mencari literature tinjauan pustaka terkait subjek laporan KKN-P dari beberapa
sumber.
3. Melakukan studi lapangan dengan memggunakan metode penelitian lapangan.
4. Melakukan identifikasi permasalahan yang ada di lapangan.
5. Melakukan perumusan masalah dari identifikasi masalah yang sudah didapatkan.
6. Apakah sudah mendapatkan topik penelitian KKN-P? Jika iya, maka menetapkan topik
penelitian KKN-P. Jika tidak mendapatkan topic KKN-P, maka melakukan perumusan
masalah kembali.
7. Melakukan proses pengumpulan data sesuai dengan data yang di butuhkan.
8. Melakukan proses pengolahan data yang sudah didapat.
9. Melakukan proses penyusunan laporan KKN-P sesuai dengan urutannya.
10. Mengambil kesimpulan dari hasil penyusunan laporan KKN-P dan memberikan saran.
11. Selesai.
20
BAB IV
HASIL PEMBAHASAN
Pada bab ini akan dijelaskan mengenai situasi permasalahan, rumusan masalah, tujuan,
batasan masalah, asumsi, tinjauan pustaka, dan metode HIRARC.
21
untuk melindungi diri (APD). Selain itu, karena limbah yang dihasilkan adalah limbah yang
bersifat berbahaya dan beracun, jika tidak dilakukan pengolahan dengan benar dan sesuai
standar yang telah ditetapkan, maka limbah-limbah tersebut akan berdampak pada
lingkungan sekitar yang suatu saat nanti mungkin tidak dapat berfungsi dengan baik seperti
sedia kala.
Maka dari itu, perlu adanya perijinan dan pengelolaan yang sangat matang dan sesuai
dengan standar SOP yang dibuat agar limbah yang dihasilkan tidak membahayakan dan
merugikan manusia serta lingkungan.
4.3 Tujuan
Berikut merupakan tujuan dari Kuliah Kerja Nyata Praktek di PT Otsuka Indonesia yang
dapat menjawab rumusan masalah.
1. Agar dapat mengetahui bagaimana proses pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan
Beracun (B3) di PT Otsuka Indonesia.
2. Agar dapat mengidentifikasi potensi bahaya bagi karyawan pada saat melakukan
pembuangan atau pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) dilihat dari
aspek Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
3. Agar dapat mengetahui pengendalian bahaya untuk mencegah risiko bahaya yang
terjadi pada kegiatan pengelolaan dan pembuangan Limbah Bahan Berbahaya dan
Beracun (B3) dilihat dari aspek Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
22
4.4 Batasan Masalah
Berikut merupakan batasan masalah pada Kuliah Kerja Nyata Praktek di PT Otsuka
Indonesia.
1. Pengambilan data hanya dilakukan pada aktivitas pengelolaan dan pembuangan Limbah
B3 di PT Otsuka Indonesia Lawang.
2. Metode yang digunakan untuk identifikasi bahaya dan pengendalian risiko adalah
metode HIRARC.
3. Bahaya yang ditemui dilihat dari aspek K3.
4.5 Asumsi
Berikut merupakan asumsi pada Kuliah Kerja Nyata Praktek di PT Otsuka Indonesia.
1. Semua data dan analisis masalah yang diperoleh dari pihak perusahaan dianggap benar.
23
Mencegah dan mengurangi kecelakaan
Memberi pertolongan pada kecelakaan
Memberi alat-alat pelindungan diri dari para pekerja
Mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan
Memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara, dan proses
kerja
Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerja yang memiliki bahaya
kecelakaan yang bertambah tinggi
24
Golongan fisiologis yang disebabkan oleh desain tempat kerja maupun beban kerja
yang dialami pekerja.
Golongan psikologis
Golongan psikologis yang disebabkan oleh stress psikis, pekerjaan yang monoton,
tuntutan pekerjaan, dan lain-lain.
25
15. UU Nomor 39 Tahun 2004 tentang Perlindungan dan Penempatan Tenaga Kerja
Indonesia di Luar Negeri.
16. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI No. Per-03/MEN/1978 tentang
persyaratan penunjukkan dan wewenang, serta kewajiban pegawai pengawas
keselamatan dan kesehatan kerja dan ahli keselamatan kerja.
26
b. Leher
c. Badan.
d. Anggota atas dan bawah.
4.6.4 Limbah
Menurut dasar peraturan di UU No.32 tahun 2009 menyatakan bahwa limbah
merupakan bahan atau barang sisa atau bekas dari suatu kegiatan atau proses produksi yang
fungsinya sudah berubah dari aslinya. Limbah ini berdasarkan sumbernya diklassifikasikan
menjadi limbah domestik, industri, pertanian, pertambangan, pariwisata, dan medis.
Sedangkan limbah menurut jenis senyawanya dikelompokkan menjadi limbah organic,
anorganik, dan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3
27
Sedangkan sebuah limbah dikatakan sebagai limbah Bahan Berbahaya dan Beracun menurut
UU No.18 tahun 2008 adalah sebagai berikut.
- Limbah mudah meledak (explosive);
- Limbah mudah terbakar (flammable);
- Limbah reaktif (reactive);
- Limbah beracun (moderately toxic);
- Limbah yang menyebabkan infeksi;
- Limbah yang bersifat korosif (corrosive);
- Limbah yang bersifat dapat mengiritasi (irritant);
- Limbah yang berbahaya (harmful);
- Limbah yang mengalami oksidasi (oxidizing).
28
7. Kep. No. 01/BAPEDAL/09/1995 Tatu Cam dan Pcrsyarman Teknis Penyimpunan dan
Pengumpulun Limbah B3;
8. Kep. No. 01/BAPEDAL/09/1995 Tata Cara dan Persyaratan Penyimpanan dan
Pengumpulan Limbah B3;
9. Kep. No.02/BAPEDAL/09/l995 Dokumen Limbah B3;
10. Kep. No.03/BAPEDAL/09/1995 Persyaratan Teknis Pengelolaan Limbah B3;
11. Kep.No.04/BAPEDAL/09/1995 Tata Cara Persyaratan Penimbunan Hasil Pengolahan,
Persyaratan Lokasi Bekas Pengolahan, dan Lokasi Bekas penimbunan Limbah B3;
12. Permen / HK No 2014 No. 14 tahun 2013.
13. Kep.No.255/BAPEDAL/08/1996 Tata Cara dan Persyaratan Penyimpanan dan
Pengumpulam Minyak Pelumas Bekas;
14. Edaran Kep.BAPEDAL N0. 08/SE/02/1997 Penyerahan Minyak Pelumas Bekas;
15. Kep. N0. 02/BAPEDAL/01/1998 Tata laksana Pengawasan Pengelolaan Limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun di daerah;
16. Kep. N0. 03/BAPEDAL/01/ 1998 Penetapan Kemitraan Dalam Pengolahan Limbah B3;
17. Kep. N0. 04/BAPEDAL/01/1998 Penetapan Prioritas Limbah B3;
18. Kep Men N0. 128 Tahun 2003 Tata cara persyaratan teknis pengolahan limbah minyak
bumi dan tanah terkomaminasi oleh minyak bumi secara biologis;
19. Undang-Undang RI No.32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup;
20. Undang-Undang RI No.23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup;
21. PP 74/2001 Diktat Bag II tentang peraturan dalam pengelolaan Bahan Berbahaya dan
Beracun (B3);
22. PP 38/2007, Kepdal 01/1995, Permen 30/2009 tentang ketentuan pemohonan izin TPS
limbah B3;
23. PP 18/1999 juncto PP 85/1999 tentang pengelolaan limbah B3;
24. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.18 tahun 2009 pasal 2 ayat 1 tentang
Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.
29
serta melakukan pemulihan kualitas lingkungan yang sudah tercemar sehingga fungsinya
kembali. Setiap instansi yang menghasilkan limbah B3 diwajibkan untuk mengolah limbah
B3 yang telah dihasilkan sesuai dengan teknologi yang ada. Berikut merupakan syarat
penanganan dan pengelolaan limbah B3 yang harus dimiliki:
Bangunan TPS yang memenuhi kapasitas dan beratap yang melindungi dari hujan
dan dinding untuk menghindari tampias
Terdapat Alat Pemadam Api Ringan (APAR) dan alarm (fire / smoke / heat)
Terdapat shower / eye wash
Terdapat Sistem Penangkal petir (jika TPS limbah B3 lebih tinggi dari bangunan
sekitar)
Harus dilindungi oleh pagar pengaman
Harus terdapat bak penampung untuk penanganan tumpahan (bak penampung 110 %
dari kemasan terbesar)
Harus terdapat serbuk gergaji sebagai penanganan ceceran (spill kit)
Terdapat kotak P3K
Dilengkapi oleh label dan simbol Limbah B3
Harus tedapat sistem ventilasi dan penerangan yang cukup
Mencantumkan penanggung jawab (personal incharge) pada bangunan TPS
Jenis limbah B3 dibedakan berdasarkan karakteristik
Penyimpanan antar kemasan minimal 60 cm.
Mengajukan surat permohonan izin ke pihak yang berwajib (Kementrian Lingkungan
Hidup).
Pada gambar 4.1, akan dijelaskan prosedur izin TPS limbah B3 menurut PerMen 18/2009.
30
4.6.9 Pengemasan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)
Pengemasan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) memiliki beberapa
persyaratan umum yang harus dipenuhi seperti berikut.
1. Kemasan untuk limbah B3 harus dalam kondisi baik, tidak rusak,dan bebas
dari pengkaratan serta kebocoran.
2. Bentuk, ukuran dan bahan kemasan limbah B3 disesuaikan dengan karakteristik Limbah
B3 yang akan dikemasnya dengan mempertimbangkan segi keamanan dan kemudahan
dalam penanganannya.
3. Kemasan dapat terbuat dari bahan plastik (HDPE, PP atau PVC) atau bahan logam
(teflon, baja karbon, SS304, SS316 atau SS440).
31
4.6.11 Tim Penanggulangan Keadaan Darurat
Sedangkan untuk tim penanggulangan keadaaan darurat di PT Otsuka Indonesia sendiri
diwajibkan terdapat struktur tim penanggulangan keadaan darurat tiap departemen. Dan dari
tiap departemen itu perlu dilakukan simulasi tanggap darurat minimal setiap 1 tahun sekali.
Untuk divisi pembuangan limbah, dilakukan simulasi tanggap darurat di TPS yang
dilakukan setiap 1 tahun sekali sebagai bentuk evaluasi dari kinerja selama ini sehingga
adanya continuous improvement untuk kedepannya. Gambar 4.2 merupakan bagan Tim
Penanggulangan Keadaan Darurat yang digunakan oleh PT Otsuka Indonesia.
Pimpinan Komando
Wakil Pimpinan
Komando
Ketua Tim pmk Ketua Tim Tumpahan B3 Ketua Tim Evakuasi Ketua Tim P3K
4.6.12 Bahaya
Bahaya atau hazard menurut OHSAS 18001:2007 merupakan semua sumber, situasi
ataupun aktivitas yang berpotensi menimbulkan cedera (kecelakaan kerja) dan atau Penyakit
Akibat Kerja (PAK). Secara umum, terdapat 5 (lima) faktor bahaya K3 di tempat kerja,
antara lain faktor bahaya biologi(s), kimia, fisik atau mekanik, biomekanik serta faktor
bahaya sosial-psikologis.
32
Gambar 4.3 Hierarki Pengendalian Risiko
Dalam pengaplikasian pengendalian bahaya, selain hal utama harus berfokus pada
hierarkinya adalah memikirkan beberapa kombinasi pengendalian yang lain agar dapat
menghasilkan efektifitas yang tinggi dalam mengurangi risiko kerja yang dapat
menimbulkan kecelakaan kerja.
4.6.14 Risiko
Menurut COSO ERM 2004 risiko merupakan kemungkinan terjadinya sebuah peristiwa
yang dapat mempengaruhi pencapaian tujuan organisasi. Menurut Prof Dr.Ir.Soemarno, M.S
risiko adalah suatu kondisi yang timbul karena ketidakpastian dengan seluruh konsekuensi
tidak menguntungkan yang mungkin terjadi. Jenis-jenis risiko secara umum dibedakan
menjadi 4 kelompok, yaitu:
Risiko murni (pure risk)
Merupakan suatu risiko yang bila terjadi akan mengakibatkan kerugian dan bila tidak
terjadi tidak mengakibatkan keuntungan (rugi atau breakeven).
Risiko spekulatif (speculative risk)
Merupakan risiko yang dapat menimbulkan kerugian juga keuntungan (rugi, untung,
breakeven).
Risiko particular
Merupakan risiko yang sumbernya dari individu dan berdampak secara local.
Risiko fundamental
Merupakan risiko yang bersumber dari alam atau lingkungan dan berdampak besar.
33
bulan dan juga terdapat pemeliharaan yang dilakukan per bulan dilakukan oleh pihak ke 2
dengan dipantau dari divisi K3 dan dibantu ahli K3 pada sebuah perushaan. APAR dapat
digolongkan menjadi beberapa jenis menurut Dewi Kurniawati (2013) adalah sebagai
berikut:
APAR jenis air
APAR ini berisi cairan air biasa yang umumnya bervolume sekitar 9 liter dengan
jarak semprotan mencapai 20-25 inci selama 60-120 detik. APAR ini sangat efektif
untuk memadamkan kebakaran jenis A. Untuk jenis-jenis kebakaran dapat dilihat
penjelasan pada Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor
04/Men/1980.
APAR jenis debu kering
APAR jenis ini terdiri atas sodium bikarbonat 97%, magnesium steaote 1,5%,
magnesium karbonat 1%, dan trikalsium karbonat 0,5%. Jarak semprotan mencapai
15-20 inci dengan waktu semprotan hingga 2 menit. Sangat efektif untuk tipe
kebakaran kelas A, B dan C. namun debu yang ditinggalkan apar ini dapat merusak
bahan-bahan tertentu seperti mesin dan bahan makanan.
APAR jenis gas
APAR jenis ini terdiri dari cairan karbondioksida dan BCF dalam tekanan dan
berukuran berat 2-5 ibs. Jarak semprotan bias mencapai 8-12 inci dengan waktu
semprotan 8-30 detik saja. Efektif untuk kebakaran kelas B dan C.
APAR jenis buih atau busa (foam)
APAR jenis ini merupakan alat yang biasanya terdiri atas 2 tabung dalam
(alumunium sulfat) dan tabung luar (natrium bikarbonat). Jarak semprotan alat ini
berkisar antara 20 inci dengan lama semprotan 30-90 detik. Efektif untuk
memadamkan kebakaran kelas B.
34
Memperhatikan sifat dan jenis bahan terbakar;
Intensitas kebakaran yang mungkin terjadi seperti jumlah bahan bakar ukuranya,
kecepatanya, dll;
Kemungkinan timbulnya reaksi kimia.
35
- Kemasan bekas tempat penyimpanan B3.
- Resin
- Karbon aktif bekas.
36
4.7.3 Pengelolaan Limbah B3 di PT Otsuka Indonesia
Pengelolaan limbah B3 di PT Otsuka Indonesia mencakup kegiatan penyimpanan
limbah B3 di TPS Limbah B3. Terkait dengan TPS, izin TPS dikeluarkan oleh Dinas
Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu dengan nomor
503/0007/IPLB3/35.07.122/2017. Sedangkan untuk pengelolaan limbah B3 sendiri di
PT Otsuka Indonesia menggunakan PP RI No.101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan
Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) sebagai acuannya. Pengelolaan limbah B3
yang selama ini dilakukan oleh PT Otsuka Indonesia adalah diawali dengan pemilahan
oleh penghasil limbah B3 untuk kemudian diserahkan kepada petugas IPAL sebagai
operator. Untuk limbah B3 sendiri dibagi lagi menurut bentuknya, yaitu cair dan padat.
Namun keduanya, sama-sama menggunakan bantuan pihak ketiga yaitu menjalin
kerjasama dengan PPLI. Sehingga seluruh limbah B3 yang dihasilkan semuanya akan
diangkut oleh PPLI. Tentunya pengangkutan oleh PPLI ini juga telah resmi
mendapatkan izin dari Dinas Lingkungan Hidup. Berikut merupakan flowchart proses
pengelolaan limbah B3 di PT Otsuka Indonesia yang digambarkan pada gambar 4.4
MULAI A
Mendapat
Sumber lembar
limbah B3 manifest
limbah B3
Mengisi Pengangkut
Apakah ada catat an TDK catatan
peny erahan an oleh
limbah? penyerahan pihak ketiga
limbah
YA
Menyerahk Pengolahan
an pada oleh pihak
petugas ketiga
IPAL
Penyimpana
n dan
pengemasa
n
Pemberian
label dan
simbol pada
kemasan
Mengisi
neraca
limbah B3
Apakah masa
simpan limbah
habis?
Menghubun
gi pihak
TDK ketiga (PPLI)
YA
37
4.7.4 Pemberian Simbol dan Label Limbah B3
Dalam peraturan Menteri Lingkungan Hidup No.3 tahun 2008 dan Peraturan
Menteri Lingkungan Hidup No.14 tahun 2013 menjelaskan tentang Tata Cara Pemberian
Label dan Simbol Bahan Berbahaya dan Beracun (B3). Tujuan pemberian sombol dan
label pada B3 adalah untuk mengetahui potensi bahaya dalam penanganan B3 yang
digunakan. Berikut pada tabel 4.1 akan dijelaskan mengenai perbandingan antara fasilitas
simbol yang berada di PT Otsuka Indonesia dengan simbol-simbol B3 menurut Menteri
Lingkungan Hidup No.3 tahun 2008.
Tabel 4.1 Label Limbah B3 di PT Otsuka Indonesia
No. Simbol Simbol di PT Otsuka Indonesia Keterangan
1. Tidak terdapat simbol ini di PT Otsuka Indonesia. Mudah Meledak.
Sumber: Bapak Effraim (Penanggung Jawab Pengendalian dan Pencemaran Air PT Otsuka Indonesia) dan
Bapak Bagus Warsito Adi (Penanggung Jawab Limbah B3).
Sedangkan untuk proses pelabelan sendiri, PT Otsuka Indonesia dalam melabeli produk
yang memiliki sifat B3 berdasarkan sifat yang paling dominan dari produk yang disimpan
38
pada suatu tempat bak atau drum tersebut. Gambar 4.5 merupakan gambar label yang
digunakan oleh PT Otsuka Indonesia untuk melabeli jenis-jenis limbah B3 yang disimpan.
39
Berbahaya dan Beracun (B3) pada PT Otsuka Indonesia. Gambar 4.6 merupakan
ilustrasi Tempat Pembuangan Sementara (TPS) limbah B3 yang berada di PT Otsuka
Indonesia di Lawang.
Non-B3 B3
Gambar 4.6 Ilustrasi TPS Limbah B3 PT Otsuka Indonesia
40
apakah risiko yang ada dapat diterima atau tidak. (Mallapiang, 2014). Identifikasi bahaya
dan penilaian risiko serta pengontrolannya harus dilakukan di seluruh aktifitas usaha, baik
pekerjaan tersebut dilakukan oleh karyawan langsung maupun karyawan kontrak, serta
aktifitas fasilitas atau personal yang masuk ke dalam tempat kerja. Identifikasi bahaya dan
penilaian risiko harus dilakukan oleh karyawan yang mempunyai kompetensi sesuai dengan
standar kompetensi yang ditetapkan oleh usaha.
41
Tabel 4.2 Skala Kemungkinan Terjadinya Bahaya (Probability)
Tingkat Deskripsi Keterangan
Dapat terjadi setiap saat
5 Frequent
Satu kali dalam sebulan
Sering terjadi
4 Occasional
Satu kali dalam tiga bulan
Dapat terjadi sekali-sekali
3 Remote
Satu kali dalam enam bulan
Sangat jarang terjadi
2 Improbable
Satu kali dalam sembilan bulan
Hampir tidak pernah terjadi
1 Extremely Improbable
Tidak terjadi dalam satu tahun
Untuk tabel dibawah ini, merupakan tabel yang dipergunakan untuk memberikan
makna terhadap suatu bahaya yang perlu dilakukan penilaian risiko sehingga seseorang
mengetahui besarnya risiko yang dapat terjadi. Untuk itu setelah risiko atau bahaya
dapat diidentifikasi, maka perlu dilakukan penilaian risiko untuk mengetahui seberapa
besar risiko tersebut. Berikut merupakan tabel 4.4 yang memuat informasi tentang risk
index yang digunakan pada metode HIRARC.
42
Tabel 4.4 Risk Index
Severity Catastrophic Hazardous Major Minor Negligible
Probability (A) (B) (C) (D) (E)
Frequent
5A 5B 5C 5D 5E
(5)
Occasional
4A 4B 4C 4D 4E
(4)
Remote
3A 3B 3C 3D 3E
(3)
Improbable
2A 2B 2C 2D 2E
(2)
Extremely
Improbable 1A 1B 1C 1D 1E
(1)
43
4.9 Pengolahan Data Dan Pembahasan
Pada tabel 4.6 dibawah ini, akan dibahas tentang pengolahan data dari hasil pembahasan
identifikasi bahaya dan pengendalian risiko menggunakan metode HIRARC pada proses
pembuangan atau pengelolaan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) pada PT Otsuka
Indonesia.
44
Tabel 4.6 Analisis Data dengan Metode HIRARC
Penilaian Risiko
Detail Dampak /
No. Kegiatan Identifikasi Bahaya Tingkat Pengendalian Risiko
Kegiatan Risiko Akibat Peluang
Risiko
Kontak langsung
Menggunakan sarung tangan dan baju APD
antara kulit dengan Iritasi kulit 4 C MH
sebelum melakukan aktivitas.
karbon aktif
Debu karbon aktif
Iritasi mata 3 C MH Menggunakan kaca mata.
Pengangkatan masuk ke mata
sludge IPAL Debu karbon aktif Gangguan
3 C MH Menggunakan masker.
dan karbon terhirup pernafasan
aktif Letih, pegal, Adanya alat bantu yang digunakan untuk
Posisi kerja tidak
musculoskelet 4 C MH membantu pekerja dalam melakukan
ergonomis
al disorders aktivitas.
Meletakkan pallet di tempat yang tidak
Tersandung pallet Cidera, luka 2 E L
terlalu dekat dengan posisi kaki.
Terkena kontak
langsung dengan
Pengangkutan
kemasan yang Iritasi kulit 3 C MH Menggunakan sarung tangan dan baju APD.
1. Limbah B3
mengandung limbah
oleh PPLI
B3
Cairan B3 tumpah
Iritasi kulit 3 D ML Menggunakan sarung tangan dan baju APD.
atau bocor
Letih, pegal, Adanya alat bantu yang digunakan untuk
Pemindahan Posisi kerja tidak
musculoskelet 4 C MH membantu pekerja dalam melakukan
kemasan ergonomis
al disorders aktivitas.
limbah B3
Meletakkan pallet di tempat yang tidak
Tersandung pallet Cidera, luka 2 E L
terlalu dekat dengan posisi kaki.
Menggunakan APD sebelum melakukan
Terciprat kandungan
Iritasi kulit 3 E L aktivitas dan menyediakan alat P3K di
B3 yang jatuh
tempat terdekat pengangkutan limbah B3.
Terkena pecahan Menggunakan APD sebelum melakukan
kaca kemasan B3 Luka 2 D L aktivitas dan menyediakan alat P3K di
yang jatuh tempat terdekat.
45
Tabel 4.6 Analisis Data dengan Metode HIRARC (lanjutan)
Penilaian Risiko
Detail Dampak /
No. Kegiatan Identifikasi Bahaya Tingkat Pengendalian Risiko
Kegiatan Risiko Akibat Peluang
Risiko
Tertimpa drum Meletakkan pallet dekat dengan tempat
Cidera, luka 1 D L
limbah B3 penyimpanan drum.
Pemindahan Terkena tumpahan Menggunakan APD dan menyiapkan serbuk
Cacat fisik 3 C MH
drum kemasan cairan limbah B3 gergaji.
limbah B3 Letih, pegal, Adanya alat bantu yang digunakan untuk
Posisi kerja tidak
musculoskelet 4 C MH membantu pekerja dalam melakukan
ergonomis
al disorders aktivitas.
Meletakkan pallet di tempat yang tidak
Tersandung pallet Cidera, luka 2 E L
terlalu dekat dengan posisi kaki.
Tertimpa drum oli Meletakkan pallet dekat dengan tempat
Cidera, luka 1 D L
dan minyak bekas penyimpanan drum.
Terkena tumpahan Menggunakan APD dan menyiapkan serbuk
Pemindahan
cairan oli dan minyak Cacat fisik 2 C ML gergaji di tempat yang terdekat dari
oli dan minyak
bekas aktivitas.
bekas
Letih, pegal, Adanya alat bantu yang digunakan untuk
Posisi kerja tidak
musculoskelet 4 C MH membantu pekerja dalam melakukan
ergonomis
al disorders aktivitas.
Meletakkan pallet di tempat yang tidak
Tersandung pallet Cidera, luka 2 E L
terlalu dekat dengan posisi kaki.
Cidera fisik, Meletakkan pallet dekat dengan tempat
Tertimpa drum 1 D L
luka penyimpanan drum
Terkena tumpahan
Iritasi kulit, Menggunakan APD dan menyiapkan serbuk
cairan sisa 2 C ML
cacat fisik gergaji serta P3K.
laboraturium
Letih, pegal, Adanya alat bantu yang digunakan untuk
Pemindahan Posisi kerja tidak
musculoskelet 4 C MH membantu pekerja dalam melakukan
drum sampah ergonomis
al disorders aktivitas.
sisa
Meletakkan pallet di tempat yang tidak
laboraturium Tersandung pallet Cidera, luka 2 E L
terlalu dekat dengan posisi kaki.
Menggunakan APD dan menyediakan
Cairan B3 tumpah
Iritasi kulit 3 C MH serbuk gergaji di dekat tempat pemindahan
atau bocor
limbah.
Terciprat kandungan
Iritasi kulit, Menggunakan APD sebelum melakukan
B3 yang jatuh dan 4 C MH
iritasi mata aktivitas.
terbuka
46
Tabel 4.6 Analisis Data dengan Metode HIRARC (lanjutan)
Penilaian Risiko
Detail Dampak /
No. Kegiatan Identifikasi Bahaya Tingkat Pengendalian Risiko
Kegiatan Risiko Akibat Peluang
Risiko
Terkena percikan limbah Menggunakan APD sarung tangan,
B3 saat pengemasan Cidera, luka pelindung mata, dan pernafasan serta apron.
3 C MH
limbah B3 di TPS limbah bagi TK
B3.
Potensi terjadinya
ledakan dan kebakaran Korban jiwa, Penanganan pengemasan limbah B3.
akibat reaksi kimia kerusakan 1 A ML Dilakukan pemeriksaan rutin terhadap
limbah B3 pada saat asset kemasan.
pengemasan.
Proses Terjadinya tumpahan Menyediakan keperluan serbuk gergaji,
pengemasa pada saat kegiatan Iritasi kulit 2 B MH P3K, dan keperluan lainnya di TPS limbah
n limbah pengemasan limbah B3. B3.
B3 Potensi terjadinya
Cidera,
kebocoran pada kemasan Adanya pemeriksaan rutin terhadap kondisi.
Kegiatan gangguan 2 B MH
limbah B3 di TPS limbah TPS limbah B3 secara rutin dan berkala.
pengemasan pernafasan
B3.
dan
Menyediakan P3K di lokasi TPS limbah B3
2. penyimpanan Terjadi kontak langsung Iritasi kulit,
3 C MH serta menggunakan APD sebelum
limbah B3 di kulit dengan limbah B3. luka
melakukan aktivitas.
TPS Limbah
Tersandung botol kaca
B3 Cidera, luka, Meletakkan botol kaca limbah B3 di tempat
atau tempat pengemasan 2 D L
iritasi kulit yang aman dan jauh dari jalan evakuasi.
limbah B3.
Terjadinya tumpahan Menyediakan keperluan serbuk gergaji,
pada saat kegiatan Iritasi kulit 2 C ML P3K, dan keperluan lainnya di TPS limbah
penyimpanan limbah B3. B3.
Potensi terjadinya
Proses ledakkan dan kebakaran Korban jiwa, Penanganan penempatan limbah B3.
penyimpan akibat reaksi kimia kerusakan 1 A ML Dilakukan pemeriksaan rutin terhadap
an limbah limbah B3 pada saat asset kemasan.
B3 pengemasan.
Potensi terjadinya
Cidera,
kebocoran pada kemasan Adanya pemeriksaan rutin terhadap kondisi.
gangguan 3 C MH
limbah B3 di TPS limbah TPS limbah B3 secara rutin dan berkala.
pernafasan
B3.
47
Berdasarkan tabel diatas, diketahui potensi bahaya yang telah didapatkan pada tahap
identifikasi bahaya kemudian dilakukan tahap selanjutnya yaitu penilaian risiko (risk assessment).
Tahap ini bertujuan untuk mengetahui tingkat risiko dari sumber bahaya tersebut. Berdasarkan
hasil risk assessment didapatkan potensi bahaya pada aktivitas pengelolaan dan pembuangan
limbah Bahan Berbahaya dan Beracun yang memiliki risiko high sebesar 0%, medium high sebesar
50, medium low sebesar 18, dan low sebesar 32%. Untuk keterangan dan penjelasan setiap
indicator high, medium high, medium low, dan low dapat dilihat pada tabel 4.5 tentang risk matrix.
Pada gambar 4.7 ini, akan dijelaskan mengenai persentasi penialian risiko dalam bentuk pie chart
yang merupakan representasi dari hasil analisis data potensi bahaya dalam pembuangan dan
pengelolaan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) di PT Otsuka Indonesia.
High
0%
Low
32%
Medium High
50%
Medium Low
18%
Sehingga kesimpulan yang dapat diambil adalah potensi bahaya yang dapat diidentifikasi dalam
kegiatan pembuangan atau pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) di PT Otsuka
Indonesia memiliki hasil penilaian risiko medium high. Risiko ini ditunjukkan oleh pie chart
gambar 4.3 yang menunjukkan bahwa penilaian risiko medium high pada kegiatan tersebut
memiliki nilai yang paling tinggi, yaitu sebesar 50%. Hal ini berarti potensi bahaya yang
diidentifikasi memerlukan perhatian dan persetujuan dari manajemen untuk menanggapi hal-hal
yang mengenai pengandalian risiko bahayanya.
48
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
Pada bab ini akan dijelaskan mengenai kesimpulan dan saran dari program Kuliah Kerja Nyata
Praktik (KKN-P) ini.
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang didapatkan dari hasil KKN-P di PT Otsuka Indonesia adalah sebagai
berikut.
1. Dari hasil pembahasan diatas, dapat diketahui bagaimana proses pengelolaan atau
pembuangan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) di PT Otsuka Indonesia. Prosesnya
adalah pertamanya limbah dibagi menjadi 2, limbah B3 dan non-B3. Untuk setiap limbah
dibagi lagi menjadi limbah padat, limbah gas, dan limbah cair. Untuk berfokus pada limbah
B3, bagi limbah B3 yang padat, akan dibuang atau dimusnahkan. Contoh limbah padat B3
yang dihasilkan oleh PT Otsuka Indonesia adalah limbah hasil pengolahan limbah cair (IPAL)
yaitu lumpur atau sludge, aki dan baterai bekas, catridge bekas, kain majun bekas, kemasan
bekas tempat penyimpanan B3, lampu TL bekas, resin, dan karbon aktif bekas. Sedangkan
untuk limbah cair B3 adalah limbah yang berasal dari laboraturium, limbah dari produk reject
(Tabelt dan syrop), limbah HNO3 dari proses pasivasi, dan limbah oli bekas mesin produksi
atau transportasi. Semua limbah tersebut dibuang atau dimusnahkan menggunakan pihak
ketiga. PT Otsuka Indonesia mempercayakan pembuangan dan pemusnahan limbah B3 ke
PPLI yang dilakukan setiap 3 bulan sekali (±90 hari) atau paling lama masa penyimpanan
sebelum diberikan ke pihak ketiga adalah 120 hari (tergantung jumlah penyimpanan limbah
dalam satuan kilogram). Sebelum dibuang, limbah diletakkan pada Tempat Pembuangan
Sementara (TPS) limbah B3 yang berada di PT Otsuka Indonesia dengan ijin dari PP 38/2007,
Kepdal 01/1995, Permen 30/2009 tentang ketentuan pemohonan izin TPS Limbah B3 sebagai
acuan resmi yang digunakan untuk menaati praturan di Indonesia.
2. HIRARC merupakan suatu metode yang digunakan untuk menganalisis bahaya (hazards
indentification), menilai risiko (risk assessment), dan menentukan pengendaliannya (Risk
Control). Berdasarkan hasil hazard identification dan risk assessment di departemen Human
and Safety Environment pengelolaan limbah B3 didapatkan hasil berupa potensi bahaya pada
aktivitas pengelolaan dan pembuangan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun yang memiliki
49
risiko high sebesar 0%, medium high sebesar 50, medium low sebesar 18, dan low sebesar
32%. Dimana medium low artinya risiko masih dapat terima namun perlu adanya review
mengenai prosedur aktivitas kerja atau proses kerjanya, medium high artinya memerlukan
perhatian dari manajemen mengenai pengendalian risiko bahaya agar dapat diminimalisar
ataupun dicegah, low artinya dapat diterima atau potensi bahaya yang terjadi masih wajar,
sedangkan high berarti potensi bahaya tersebut tidak dapat diterima dengan keadaan yang ada
sekarang ini atau tidak diizinkan adanya operasi apapun sampai adanya langkah pengendalian
lebih lanjut untuk mengurangi risiko bahaya.
3. Pengendalian bahaya untuk mencegah risiko bahaya. Setelah dilakukannya identifikasi
bahaya dan penilaian risiko maka hal yang perlu dilakukan selanjutnya adalah melakukan
pengendalian risiko untuk meminimalisir atau mencegah kecelakaan dan penyakit akibat
kerja. Hirarki pengendalian risiko bahaya dalam sistem manajemen keselamatan dan
kesehatan kerja adalah eliminasi, substitusi, pengendalian teknik, administratif control, dan
penggunaan alat pelindung diri. Berdasarkan observasi yang telah dilakukan pengendalian
terhadap bahaya pada aktivitas pengelolaan atau pembuangan limbah B3 di PT Otsuka
Indoensia adalah berupa Alat Pelindung Diri (APD) yang lengkap dan memperketat
pengawasan oleh pihak manajemen terhadap para pekerja. Pengendalian bahaya sudah
dijalankan cukup baik sejauh ini, namun masih ada beberapa aktivitas yang perlu perhatian
dan persetujuan lebih dari manajemen mengenai pengendalian risiko bahaya pada aktivitas
tersebut.
5.2 Saran
Berikut ini merupakan saran yang dapat diberikan kepada PT Otsuka Indonesia khususnya
pada Departement Human and Safety Environment.
1. Penataan dokumen yang berkaitan dengan K3 setiap departemen disusun lebih urut dan rapi
atau diberikan list rekapitulasi kesimpulan tiap data agar lebih memudahkan pembaca dalam
mencari data yang sudah ada (terlebih lagi jika data sudah lebih dari 10 tahun).
50