Anda di halaman 1dari 8

LKK 1 BLOK 11 ANAMNESIS GANGGUAN SISTEM DIGESTIF NON BEDAH

A. SASARAN PEMBELAJARAN
Setelah kegiatan ini mahasiswa diharapkan mampu:
Melakukan anamnesis kelainan gastrointestinal pada pasien dewasa non bedah:
1. Menanyakan keluhan utama
2. Menanyakan keluhan tambahan
3. Menanyakan riwayat penyakit dahulu
4. Menanyakan faktor-faktor risiko
5. Menanyakan riwayat keluarga
6. Menetapkan diagnosis banding

B. PELAKSANAAN

1. Landasan Teori
Anamnesis pada pasien dengan gangguan gastrointestinal (GI) mempunyai beberapa komponen
penting.Waktu timbulnya gejala dapat menunjukkan etiologi yang spesifik.Gejala yang timbul dalam
waktu singkat biasanya disebabkan oleh infeksi akut, terpapar racun, inflamasi atau iskemia.Gejala
yang timbul dalam jangka waktu lama menunjukkan adanya inflamasi kronis, gangguan fungsi usus,
dan kondisi neoplastik.Gejala yang timbul akibat obstruksi mekanis, iskemia, inflammatory bowel
disease (IBD), dan gangguan fungsi usus biasanya menjadi bertambah buruk dengan pemasukan
makanan.Sebaliknya, gejala pada ulkus menjadi berkurang bila diberi makan atau minum antasida.
Pola gejala dan durasinya dapat menunjukkan kondisi penyebabnya.Nyeri pada ulkus peptikum
bersifat intermiten, yang berlangsung selama seminggu atau sebulan.Sementara kolik bilier timbul
mendadak dan hanya berlangsung selama beberapa jam.Nyeri akibat inflamasi akut, misalnya
pancreatitis, berlangsung dalam hitungan hari sampai minggu dan sangat berat.Makanan terkadang
menimbulkan diare pada IBD dan IBS, dan defekasi mengurangi ketidaknyamanan akibat kondisi
tersebut.Gangguan fungsi usus biasanya ditimbulkan oleh stress.Diare akibat malabsorpsi biasanya
membaik dengan disuruh puasa, sementara diare sekretorik tetap berlangsung meskipun berpuasa.
Gejala yang timbul setelah bepergian (travelling) mengindikasikan infeksi usus.Beberapa obat
menyebabkan nyeri perut, gangguan fungsi pencernaan, bahkan menyebabkan perdarahan saluran
cerna. Perdarahan saluran cerna bagian bawah biasanya terjadi akibat adanya neoplasma, divertikel,
lesi vascular pada orang tua, malformasi anorektal atau IBD pada usia yang lebih muda.

2. Media Pembelajaran
1. Penuntun LKK 1 Blok XII FK UMP
2. Pasien simulasi
3. Ruang periksa dokter

3. Langkah Kerja
1. Mengucapkan salam dan memperkenalkan diri.
2. Menanyakan identitas pasien.
3. Menjelaskan tujuan anamnesis dan meminta izin pasien.
4. Menanyakan keluhan utama.
5. Menanyakan riwayat penyakit sekarang.
6. Menanyakan riwayat penyakit dahulu.
7. Menanyakan riwayat keluarga

CONTOH:
i. Susah menelan dan muntah
a. Onset
b. Frekuensi
c. Menetap atau periodik
d. Isi dan pengaruh konsistensi makanan
e. Riwayat sakit maag yang lama, tertelan bahan korosif, radiasi berulang, DM, dll.
ii. Nyeri perut
a. Lokasi nyeri
b. Onset nyeri
c. Penyebaran
d. Kualitas nyeri
e. Hilang timbul atau terus-menerus
f. Kronologis lamanya nyeri.
g. Faktor yang menimbulkan nyeri
h. Faktor yang menghilangkan nyeri
i. Gejala penyerta
j. Riwayat sakit maag yang lama, riwayat minum obat OAINS, dll.
iii. Diare
a. Sejak kapan.
b. Frekuensi, warna, bau.
c. Bercampur darah atau lendir.
d. Disertai mual, muntah, nyeri perut, demam, lemas.
e. Riwayat makan dan minum sebelum timbul diare.
f. Terjadi secara massal/tidak.
g. Ada/tidak penurunan berat badan.
iv. Perut kembung (distensi abdomen)
a. Onset
b. Nyeri perut
c. Mual/muntah
d. Gejala penyerta lain (sesak nafas, dll)
e. Flatus (buang angin), pola BAB dan BAK
v. Kulit kuning
a. Onset
b. Gejala penyerta (gatal, demam, nyeri perut, dll)
c. Warna BAK dan BAB
d. Riwayat konsumsi obat, minuman beralkohol, jamu
e. Riwayat hepatitis, DM
f. Riwayat keluarga
g. Riwayat pekerjaan, sosial ekonomi
h. Gejala penyerta lain: sesak nafas, jantung berdebar, penurunan BB, demam, dll.

Contoh kasus :
Seorang perempuan usia 30 tahun datang ke puskesmas dengan keluhan badan kuning

4. Kesimpulan
Mahasiswa menyimpulkan kemungkinan diagnosis penyakit yang diderita pasien berdasarkan hasil
anamnesis.

Instrumen Evaluasi Anamnesis Kelainan Abdomen Pasien Dewasa Non Bedah

No Aktivitas yang dinilai 0 1 2


1 Mengucapkan Salam
2 Memperkenalkan diri
3 Menanyakan identitas pasien
4 Memohon izin untuk melakukan anamnesis
5 Menanyakan keluhan utama.
6 Menanyakan riwayat penyakit sekarang.
7 Menanyakan keluhan tambahan untuk menyingkirkan diagnosis banding.
8 Menanyakan riwayat penyakit dahulu yang berhubungan/residivitas.
9 Menanyakan faktor-faktor risiko.
10 Menanyakan riwayat keluarga.
11 Kesimpulan
Total Skor

Keterangan:
0:tidak menyatakan atau tidak melakukan
1:hanya menyatakan atau melakukan tidak sempurna
2:menyatakan dan melakukan dengan sempurna
LKK 2 BLOK 11 PEMERIKSAAN FISIK GANGGUAN SISTEM DIGESTIF
A. SASARAN PEMBELAJARAN
Setelah kegiatan ini mahasiswa diharapkan mampu:
Melakukan pemeriksaan fisik gastrointestinal pada pasien dewasa non bedah secara runtut
dan benar.
1. Melakukan pemeriksaan fisik umum
- Tanda vital
- Tinggi badan (TB)
- Berat badan (BB)
2. Melakukan pemeriksaan fisik khusus
- Melakukan pemeriksaan kulit
- Melakukan pemeriksaan mata dan mulut
- Melakukan pemeriksaan leher
- Melakukan pemeriksaan thoraks
- Melakukan pemeriksaan abdomen
- Melakukan pemeriksaan ektremitas
3. Melakukan pemeriksaan spesifik
- Pemeriksaan asites (shifting dullness)
- Pemeriksaan hati
- Pemeriksaan limpa
- Pemeriksaan abdomen bawah
- Pemeriksaan perineum
B. PELAKSANAAN
1. Landasan Teori
Pemeriksaan fisik melengkapi anamnesis yang telah dilakukan sebelumnya.Tanda vital yang
abnormal memberikan petunjuk perlu tidaknya intervensi segera.Demam mengindikasikan adanya
inflamasi atau neoplasma.Orthostasis biasanya ditemukan dengan kehilangan banyak darah, dehidrasi,
sepsis, atau neuropati otonomik. Pemeriksaan leher dengan pemeriksaan menelan dapat melihat
adanya disfagia (susah menelan). Penyakit kardiopulmoner dapat menimbulkan nyeri perut atau mual,
sehingga pemeriksaan paru dan jantung tetap penting pada keluhan GI.Pemeriksaan rectum atau pelvis
diperlukan untuk melihat sumber penyebab nyeri abdomen.Kondisi metabolik dan gangguan motorik
usus biasanya dikaitkan dengan neuropati perifer.
Inspeksi abdomen dapat membedakan distensi akibat obstruksi, tumor, asites, atau abnormalitas
pembuluh darah akibat penyakit hati.Ekimosis timbul pada pankreatitis berat. Auskultasi dapat
mendeteksi adanya bruit (bising pembuluh darah) atau friction rub pada penyakit vascular atau tumor
hati. Menurunnya bising usus menandakan ileus, sedangkan meningkatnya bising usus dengan nada
tinggi menandakan ostruksi usus.Perkusi dapat menentukan ukuran hepar dan mendeteksi adanya
cairan pada asites dengan pemeriksaan shifting dullness. Palpasi dilakukan untuk menilai
hepatosplenomegali, tumor, ataupun massa akibat inflamasi.
Pemeriksaan fisik abdomen berguna dalam mengevaluasi nyeri yang tidak dapat dijelaskan.
Pasien dengan nyeri dinding abdomen mungkin akan menunjukkan nyeri yang timbul akibat maneuver
Valsava atau mengangkat tungkai lurus. Pasien dengan nyeri visceral dapat menunjukkan rasa tidak
nyaman pada seluruh abdomen, sementara nyeri parietal atau peritonitis menunjukkan rasa nyeri yang
langsung pada dinding abdomen dengan cara mengeraskan dinding abdomen (defence mechanism).

2.Media Pembelajaran
1. Penuntun LKK 1 Blok XII FK UMP
2. Ruang periksa dokter
3. Pasien simulasi
4. Tempat tidur pemeriksaan
5. Stetoskop dewasa
6. Termometer
7. Timbangan badan
8. Pengukur tinggi badan

3. Langkah Kerja
1. Mengucapkan salam dan memperkenalkan diri.
2. Menanyakan identitas pasien.
3. Menjelaskan tujuan pemeriksaan fisik.
4. Meminta izin pasien.
5. Melakukan pemeriksaan fisik umum:
a. Kesadaran
b. Keadaan umum
c. Tanda vital
d. Tinggi badan dan berat badan
6. Melakukan pemeriksan kulit .
a. Melihat adanya warna kuning atau pucat pada kulit
b. Melihat adanya pigmentasi pada kulit
c. Melihat adanya spider nevi pada dada, bahu, dan punggung.
d. Melihat adanya lesi pada kulit, misalnya pada herpes zoster.

Gambar 1. Spider nevi


Sumber: www.drugline.org

7. Melakukan pemeriksaan kepala.


a. Melakukan pemeriksaan konjungtiva, apakah pucat atau normal, atau merah.
b. Melakukan pemeriksaan sklera, apakah putih atau kuning.

8. Melakukan pemeriksaan leher


a. Melakukan pemeriksaan JVP
b. Melakukan pemeriksaan kelenjar getah bening.

9. Melakukan pemeriksaan thoraks.


a. Melakukan pemeriksaan jantung.
b. Melakukan pemeriksaan paru-paru.
10. Melakukan pemeriksaan abdomen.
a. Inspeksi abdomen
i. Memperhatikan apakah abdomen simetris pada posisi pasien telentang.
ii. Memperhatikan bentuk dan kontur abdomen, apakah datar, cembung, cekung,
ada tonjolan.
iii. Memperhatikan apakah ada perut kembung (distensi), massa, pulsasi, darm
contour (ganbaran bentuk usus terlihat dari luar), darm steifung (gambaran gerak
peristaltik usus terlihat dari luar).
iv. Memperhatikan apakah ada luka bekas operasi, venektasi, caput medusa, dan
striae alba (garis-garis putih pada kulit abdomen bekas peregangan yang lama).
b. Auskultasi abdomen
i. Melakukan auskultasi pada setiap kuadran abdomen selama minimal satu menit
penuh. Perhatikan apakah ada bunyi peristaltik (bising usus normal, meningkat,
menurun, metallic sound). Pada keadaan normal, bising usus terdengar kurang
lebih 3 kali/menit.
ii. Mendengarkan adanya bising pembuluh darah (bruit) pada semua kuadran
abdomen.
c. Palpasi abdomen
i. Pasien dalam posisi telentang, pemeriksa berdiri di sebelah kanan pasien.
ii. Melakukan palpasi dengan lembut dan perlahan, dengan satu atau dua tangan.
Palpasi dilakukan hati-hati pada daerah yang dikeluhkan pasien.
iii. Pasien diminta memberitahukan bila terasa nyeri saat ditekan atau saat dilepas
(nyeri tekan pantulan). Perhatikan mimik muka pasien sewaktu dilakukan palpasi
abdomen.
- Melakukan palpasi superfisial dengan ruas jari terakhir untuk orientasi dan
perkenalan prosedur palpasi kepada pasien.
iv. Melakukan palpasi dalam untuk menegaskan kelainan dan memeriksa organ
dalaman abdomen (hati, limpa).
v. Pemeriksaan hepar:
- Pemeriksaan dilakukan secara legeartis menggunakan jari tangan bagian
palmar radial (bukan ujung jari), dengan jari jempol terlipat.
- Meletakkan tangan kanan pada daerah hypochondriaca dextra, minta
pasien inspirasi dalam, lalu gerakkan jari ke atas dengan arah parabolik.
- Pada saat pasien ekspirasi maksimal, jari tangan ditekan ke bawah.
- Memperhatikan adanya pembesaran hepar, bila ada deskripsikan dengan
berapa pertambahan besar hepar dengan ukuran jari, bagaimana pinggir
hepar, permukaan hepar, konsistensi hepar, adanya nyeri dan fluktuasi.
vi. Pemeriksaan limpa (spleen):
- Palpasi dilakukan mengikuti garis Schuffner, dimulai dari regio iliaka
(inguinal) kanan, dilanjutkan ke arah atas kiri melalui umbilikus terus
menuju ke lengkung iga kiri.
- Bila ada pembesaran limpa, dideskripsikan bagaimana pinggir limpa
(terutama incissura), permukaannya, konsistensinya, dan adanya nyeri.
vii. Melakukan penilaian arah aliran vena dinding perut, terutama pada kasus-kasus
sirosis dengan hipertensi porta, dengan cara menekan vena dinding abdomen
pada dua titik. Lalu lepaskan satu titik, bila vena di antara kedua titik tadi kosong
berarti pengisian vena dari arah sisi satu lagi.

d. Perkusi abdomen
i. Melakukan perkusi pada semua daerah abdomen untuk menentukan adanya nyeri
ketok, adanya cairan, massa, atau pembesaran organ dalaman abdomen.
- Melakukan perkusi menentukan batas paru-hepar dan peranjakan hepar.
- Pekak limpa normalnya ditemukan pada sela iga ke-9 sampai sela iga ke-
11 di garis aksila anterior kiri. Bila terdengar perubahan batas pekak bagian
bawah, maka kemungkinan terjadi pembesaran limpa.

ii. Melakukan pemeriksaan gelombang cairan untuk menentukan apakah cairan


banyak atau tidak:
- Posisi pasien telentang.
- Tangan kiri pemeriksa diletakkan pada sisi kiri abdomen dan tangan kanan
mengetuk dinding abdomen sisi kanan.

Gambar 2. Cara pemeriksaan gelombang cairan asites (fluid wave)


Sumber: www.meded.ucsd.edu

iii. Menentukan adanya cairan dengan pemeriksaan shifting dullness:


- Ketuk sisi kanan dan kiri abdomen pasien secara bergantian, dengarkan
adanya bunyi pekak akibat penimbunan cairan di samping perut. Biasanya
daerah umbilicus akan terdengar timpani (tidak pekak) karena cairan
mengumpul di bagian terendah tubuh, yaitu sisi kanan dan kiri.
- Kemudin minta pasien berbaring ke kiri, lalu perkusi sisi kanan abdomen.
Bunyi pekak yang tadi terdengar di sisi kanan abdomen sekarang
menghilang. Hal ini terjadi karena cairan berpindah ke bagian terendah
tubuh yaitu sisi kiri.
- Lakukan sebaliknya, pasien berbaring ke kanan, ketuk sisi kiri abdomen.
Perhatikan bunyi perkusi yang terdengar.

Gambar 3. Perpindahan cairan abdomen pada saat perkusi


Sumber: www.depts.washington.edu
Gambar 4. Cara melakukan shifting dullness
Sumber: www.biology-forums.com

iv. Melakukan pemeriksaan puddle sign (tanda genangan):


- Pasien diminta mengubah posisinya menjadi bertumpu pada kedua siku
dan lututnya.
- Menempelkan stetoskop pada bagian perut yang paling rendah
menggantung.
- Mengetuk sisi-sisi abdomen sambil didengarkan perbedaan suara ketukan
lewat stetoskop.

Gambar 5. Cara memeriksa Puddle Sign


Sumber: www.biology-forums.com

v. Melakukan perkusi pada daerah bawah abdomen dengan posisi pasien tegak.
Akan terdengar suara redup bila terdapat cairan dalam rongga abdomen.
vi. Melakukan pemeriksaan knee chest position bila cairan sangat sedikit dan
meragukan.
- Pasien dalam posisi merangkak selama beberapa menit.
- Melakukan perkusi pada bagian terendah abdomen dalam posisi
merangkak. Bila terdapat cairan maka akan terdengar redup.

11. Melakukan pemeriksaan perineum (pemeriksaan colok dubur (rectal toucher))


i. Pasien dalam posisi berbaring miring ke kiri (lateral dekubitus kiri), kedua lutut
terlipat ke arah dada.
ii. Menggunakan sarung tangan, oleskan vaselin/jeli pada jari telunjuk kanan.
iii. Melakukan inspeksi perineum dengan mengangkat bokong kanan sedikit ke atas.
iv. Jari telunjuk tangan kanan yang sudah diolesi vaselin/jeli diusapkan mulai dari depan
perineum, memutar di pinggir anus, baru dimasukkan ke dalam anus.
v. Menilai keadaan sfingter anus eksterna, mukosa rektum, massa dalam lumen, adanya
rasa nyeri.
vi. Mengeluarkan jari dari anus, lalu memperhatikan adanya darah, lendir, dan feses
pada sarung tangan.

12. Melakukan pemeriksaan ekstremitas.


i. Memperhatikan apakah ada palmar eritema pada bagian tenar atau hipotenar telapak
tangan.
ii. Memperhatikan apakah ada edema atau atrofi otot pada tungkai.

4. Interpretasi Hasil
Pada pasien ditemukan pemeriksaan fisik yang khas pada gangguan abdomen, yaitu:
1. Inspeksi: sklera ikterik, spider nevi, venektasi abdomen, caput medusa, perut cembung (perut
kodok).
2. Auskultasi: bunyi peristaltik (meningkat, menurun, metallic sound), bruit (+) pada hepar atau
aorta abdominalis.
3. Palpasi: hepatomegali, splenomegali, massa (+), cairan (+)
4. Perkusi: shifting dullness (+), puddle sign (+), perubahan batas bawah limpa.

Instrumen Evaluasi Pemeriksaan Fisik Abdomen Pasien Dewasa Non Bedah

No Aktivitas yang dinilai Menyebut Melakukan


kan benar benar
1 Etika dan sopan santun
a. Mengucapkan salam dan memperkenalkan diri.
b. Menanyakan identitas pasien.
c. Menjelaskan tujuan pemeriksaan.
d. Meminta izin pasien.
2 Melakukan pemeriksaan kepala.
a. Menilai warna sklera dan konjungtiva pasien.
b. Menyebutkan interpretasi hasil.
3 Melakukan pemeriksaan abdomen.
Inspeksi
a. Memperhatikan kesimetrisan abdomen pada posisi pasien
telentang.
b. Memperhatikan bentuk dan kontur abdomen.
c. Memperhatikan apakah ada perut kembung (distensi), massa,
pulsasi, darm contour (ganbaran bentuk usus terlihat dari luar),
darm steifung (gambaran gerak peristaltik usus terlihat dari luar).
d. Memperhatikan apakah ada luka bekas operasi, venektasi, caput
medusa, dan striae alba (garis-garis putih pada kulit abdomen
bekas peregangan yang lama).
Auskultasi
a. Melakukan auskultasi pada setiap kuadran abdomen selama
minimal satu menit penuh. Perhatikan apakah ada bunyi peristaltik
(bising usus normal, meningkat, menurun, metallic sound).
b. Mendengarkan adanya bising pembuluh darah (bruit) pada semua
kuadran abdomen.
Palpasi
a. Pasien dalam posisi telentang, pemeriksa berdiri di sebelah kanan
pasien.
b. Melakukan palpasi dengan lembut dan perlahan, dengan satu atau
dua tangan pada daerah yang dikeluhkan pasien.
c. Pasien diminta memberitahukan bila terasa nyeri saat ditekan atau
saat dilepas (nyeri tekan pantulan). Perhatikan mimik muka pasien
sewaktu dilakukan palpasi abdomen.
d. Melakukan palpasi superfisial dengan ruas jari terakhir untuk
orientasi dan perkenalan prosedur palpasi kepada pasien.
e. Melakukan palpasi dalam untuk menegaskan kelainan dan
memeriksa organ dalaman abdomen (hati, limpa).
f. Pemeriksaan hepar:
- Pemeriksaan dilakukan secara legeartis menggunakan jari
tangan bagian palmar radial (bukan ujung jari), dengan jari
jempol terlipat.
- Meletakkan tangan kanan pada daerah hypochondriaca dextra,
minta pasien inspirasi dalam, lalu gerakkan jari ke atas dengan
arah parabolik.
- Pada saat pasien ekspirasi maksimal, jari tangan ditekan ke
bawah.
- Menilai kondisi hepar.
g. Pemeriksaan limpa (spleen):
- Palpasi dilakukan mengikuti garis Schuffner, dimulai dari regio
iliaka (inguinal) kanan, dilanjutkan ke arah atas kiri melalui
umbilikus terus menuju ke lengkung iga kiri.
- Interpretasi bentuk limpa
h. - Melakukan penilaian arah aliran vena dinding perut dengan cara
menekan vena dinding abdomen pada dua titik. Lalu lepaskan satu
titik.
- Interpretasi
Perkusi
a. Melakukan perkusi pada semua daerah abdomen untuk
menentukan adanya nyeri ketok, adanya cairan, massa, atau
pembesaran organ dalaman abdomen.
b. Menentukan batas paru-hepar dan peranjakan hepar.
c. Melakukan pemeriksaan gelombang cairan untuk menentukan
apakah cairan banyak atau tidak:
- Posisi pasien telentang.
- Tangan kiri pemeriksa diletakkan pada sisi kiri abdomen
dan tangan kanan mengetuk dinding abdomen sisi kanan.
4. Menentukan adanya cairan dengan pemeriksaan shifting dullness:
- Ketuk sisi kanan dan kiri abdomen pasien secara bergantian
- Kemudin minta pasien berbaring ke kiri, lalu perkusi sisi
kanan abdomen.
- Minta pasien berbaring ke kanan, ketuk sisi kiri abdomen.
- Perhatikan bunyi perkusi yang terdengar.
5. Melakukan pemeriksaan puddle sign (tanda genangan):
- Pasien diminta mengubah posisinya menjadi bertumpu pada
kedua siku dan lututnya.
- Menempelkan stetoskop pada bagian perut yang paling
rendah menggantung.
- Mengetuk sisi-sisi abdomen sambil didengarkan perbedaan
suara ketukan lewat stetoskop.
6. Melakukan perkusi pada daerah bawah abdomen dengan posisi
pasien tegak. Akan terdengar suara redup bila terdapat cairan
dalam rongga abdomen.
7. Melakukan pemeriksaan knee chest position bila cairan sangat
sedikit dan meragukan.
- Pasien dalam posisi merangkak selama beberapa menit.
- Melakukan perkusi pada bagian terendah abdomen dalam
posisi merangkak. Bila terdapat cairan maka akan terdengar
redup.
4 Menyimpulkan seluruh hasil pemeriksaan fisik.
TOTAL SKOR

Anda mungkin juga menyukai