Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Penyakit demam tifoid adalah infeksi akut pada usus halus yang disertai

gejala demam lebih dari satu minggu,mengakibatkan gangguan pencernaan dan

dapat menurunkan tingkat kesadaran. Penyakit demam tifoid disebabkan oleh

bakteri Salmonella typhi. Ciri - ciri bakteri Salmonella typhi (S.typhi) adalah

bakteri gram negatif, tidak membentuk spora dan bersifat aerob. Demam tifoid

memiliki tiga antigen, yaitu antigen O (Somatik), antigen H (flagel) dan antigen

Vi (pili) Lestari (dalam Linda., 2013).

Perantara penularan demam tifoid antara lain, melalui feses dan muntahan

dari penderita demam tifoid yang dapat menularkan bakteri Salmonella typhi

kepada orang lain. Bakteri Salmonella typhi tersebut ditularkan melalui makanan

atau minuman yang terkontaminasi dan melalui perantara lalat. Apabila orang

tersebut kurang kebersihan seperti mencuci tangan sebelum makan dan

makanan yang tercemar oleh bakteri Salmonella typhi. Maka bakteri Salmonella

typhi masuk ke tubuh melalui mulut selanjutnya orang sehat tersebut akan

menjadi sakit (Zulkoni, 2010).

Menurut World Health Organization (WHO) (2017), sekitar 11-20 juta

orang jatuh sakit akibat demam tifoid dan antara 128.000 hingga 161.000 orang

meninggal setiap tahunnya. Pada tahun 2015, ada 17 juta kasus penyakit demam

tifoid dan paratifoid terjadi secara global terutama di Afrika sub-Sahara, Asia

Selatan dan Asia Tenggara dengan beban dan insiden terbesar yang terjadi di

Asia Selatan (Nadyah, 2014). Indonesia merupakan negara endemik demam

1
tifoid. Diperkirakan terdapat 800 penderita per 100.000 penduduk setiap

tahunnya yang ditemukan sepanjang tahun (Widyono, 2011). Jumlah penyakit

demam tifoid berdasarkan sumber survailens terpadu penyakit RS Daerah

Istimewa Yogyakarta tahun 2017 berjumlah 1.556 orang (Depkes, 2017).

Pemeriksaan laboratorium untuk menegakkan diagnosis demam tifoid

diantaranya adalah Uji Widal, Kultur Darah, Uji Tubex, Typhidot IgG dan IgM,

Enzyme Linked Immunosorbent Assay (ELISA) (Nafiah, 2018). Pemeriksaan

widal adalah pemeriksaan laboratorium serologi, yang masih digunakan pada

pasien demam tifoid di Rumah Sakit maupun Puskesmas. Uji Widal adalah

melihat adanya kenaikan titer antibodi yang ada dalam darah terhadap antigen O

(somatik) dan/atau antigen H (flagella) Salmonella enterica serotype typhi pada

2 kali pengambilan spesimen serum dengan interval waktu 10-14 hari typhi

diagnosis positif demam tifoid dan titer akan naik 4 kali lipat dari semula

(Mulyawan dan Surjawidjaja, 2004).

Pada pelaksanaan di lapangan ternyata lebih mudah, cepat dan murah.

Pengambilan spesimen serum untuk pemeriksaan tes Widal menggunakan

spesimen serum tunggal. Kelemahan dari tes Widal yaitu tidak dapat

mendiagnosis infeksi lama atau baru. Kenaikan titer aglutinin yang tinggi pada

spesimen tunggal, tidak dapat membedakan apakah infeksi tersebut merupakan

infeksi baru atau lama, serta kenaikan titer aglutinin terutama aglutinin H tidak

mempunyai arti diagnostik yang penting untuk demam tifoid pada penderita

dewasa di daerah endemis seperti Indonesia antigen bakteri Salmonella typhi

pada pengenceran 1:320 (Mulyawan dan Surjawidjaja, 2004).

2
Uji Widal bertujuan untuk mengukur level aglutinasi yaitu, melihat adanya

aglutinasi pada titer ke berapa. Antibodi terhadap antigen O (somatik) dan

antigen H (flagella). Level tersebut diukur menggunakan dilusi ganda serum

pada tabung tes. Biasanya, antibodi O terlihat pada hari ke 6-8 dan antibodi H

terlihat pada hari ke 10-12 setelah munculnya gejala penyakit demam tifoid

(WHO, 2003). Uji Widal dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu : tes

aglutinasi slide dan tes aglutinasi tabung. Tes aglutinasi tabung memiliki akurasi

yang lebih tinggi dari pada tes aglutinasi slide karena titer dapat sampai 1:1280,

sedangkan tes aglutinasi slide hanya mencapai titer 1:320 (Wardana, dkk., 2014).

Pelaksanaan di lapangan, ternyata lebih praktis pengambilan spesimen

serum untuk pemeriksaan tes Widal menggunakan spesimen serum tunggal.

Kenaikan titer aglutinin yang tinggi pada spesimen tunggal, tidak dapat

membedakan apakah infeksi tersebut merupakan infeksi baru atau lama, serta

kenaikan titer aglutinin terutama aglutinin H tidak mempunyai arti diagnostik

yang penting untuk demam tifoid pada penderita dewasa di daerah endemis.

Dengan alasan ini, maka pada daerah endemis tidak dianjurkan pemeriksaan

antibodi H terhadap Salmonella enterica serotype typhi, cukup pemeriksaan titer

antibodi O terhadap Salmonella enterica serotype typhi (Mulyan dan

Surjawidjaja, 2004).

Berdasarkan kajian diatas maka peneliti ingin mengkaji lebih dalam

mengenai pemeriksaan demam tifoid dengan melakukan penelitian dan

pengujian pengaruh variasi waktu terhadap hasil pemeriksaan widal metode

tabung.

3
B. Rumusan masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas maka dapat disimpulkan

bahwa rumusan masalah dari penelitian ini adalah:

1. Bagaimana pengaruh waktu inkubasi 5 jam terhadap hasil pemeriksaan

widal metode tabung ?

2. Bagaimna pengaruh waktu inkubasi 10 jam terhadap hasil pemeriksaan

widal metode tabung ?

3. Bagaimna pengaruh waktu inkubasi 15 jam terhadap hasil pemeriksaan

widal metode tabung ?

C. Tujuan penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui pengaruh variasi waktu inkubasi terhadap pemeriksaan

widal metode tabung.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui hasil pemeriksaan widal metode tabung yang dibaca

selama 5 jam.

b. Untuk mengetahui hasil pemeriksaan widal metode tabung yang dibaca

selama 10 jam pada suhu.

c. Untuk mengetahui hasil pemeriksaan widal metode tabung yang dibaca

selama 15 jam.

4
D. Manfaat penelitian

1. Bagi ilmu pengetahuan

Dapat menambah ilmu pengetahuan dan wawasan baik bagi mahasiswa

maupun kalangan petugas laboratorium di Puskesmas A.

2. Bagi pekerja

Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi sumber informasi bagi petugas

laboratorium

3. Bagi peneliti

Hasil pengalaman yang berharga bagi peneliti dalam rangka memperluas

wawasan pengetahuan mengenai pengaruh variasi waktu terhadap hasil

pemeriksaan widal metode tabung.

4. Bagi Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta

a. Sebagai bahan referensi dan bahan bacaan yang diharapkan bermanfaat

dalam menambah ilmu pengetahuan mahasiswa Universitas ‘Aisyiyah

Yogyakarta.

b. Hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi contoh atau pendukung bagi

peneliti – peneliti selanjutnya.

E. Ruang lingkup penelitian

1. Lingkup materi

a. Materi yang diteliti dalam penelitian ini adalah pengaruh variasi waktu

terhadap hasil pemeriksaan widal metode tabung.

b. Responden dalam penelitian ini adalah pasien rawat jalan dan rawat inap

di Puskesmas A.

5
2. Lingkup waktu

Penelitian ini memiliki waktu dari Oktober 2019 – April 2020, yaitu mulai

dari penyusunan proposal sampai laporan hasil penelitian skripsi.

3. Lingkup tempat

Penelitian ini dilakukan di Puskesma A karena berdasarkan studi

pendahuluan didapatkan didapatkan pemeriksaan widal terbanyak pada

tingkat puskesmas.

6
F. KeaslianPenelitian

Tabel 1.1 Keaslian Penelitian

Judul Metode
No Peneliti Hasil Perbedaan Persamaan
Penelitian Penelitian

1 Lindah, Waktu Inkubasi Metode Tidak terdapat 1. Perbedaan pada penelitian 2. Persamaan dengan penelitian ini
A.M., Pemeriksaan observasio pengaruh yang ini terletak pada variabel adalah sampel diambil dari
Vera, A.H Widal dan nalanalitik segnifikan dari bebas yaitu variasi waktu 5 pasien suspek demam tifoid
& Ni Antigen O variasi inkubasi 3 jam, 10 jam dan 15 jam pada rawat jalan dan rawat inap,
Made Salomonella jam, 4 jam dan 5 suhu 25°C. metode widal tabung.
6

(2013) typhi O dengan jam pada suhu 3.


Metode Tabung 50°C

2 Nuzul, R Perbedaan Metode Dari hasil analisis Perbedaan pada penelitian 4. Persamaan dengan penelitian ini
.R (2016) Hasil deskriptif menunjukkan ini terletak pada metode adalah sampel diambil dari
Pemeriksaan analitik terdapat perbedaan penelitian dan variabel bebas pasien suspek demam tifoid
Widal Metode rawat jalan dan rawat inap.
yang bermakna yaitu variasi waktu 5 jam, 10
Slide 5.
Berdasarkan antara variasi jam dan 15 jam pada suhu
Variasi Waktu waktu 30 detik, 1 25°C.
menit dan 3 menit
di RSUD Kota
Kendari.

7
BAB II

TINJUAN PUSTAKA

A. Pengertian

1. Demam Tifoid

a. Pengertian

Dema tifoid adalah infeksi akut pada saluran penecernaan yang

disebabkan oleh bakteri Salmonella tyhpi dan merupakan salah satu

penyakit endemis di Indonesia. Bakteri ini ditularkan melalui makanan dan

minuman seorang penderita yang sudah terkontaminasi kotoran atau tinja

dari seorang penderita demam tifoid (Nafiah, 2014). Penyakit ini mudah

berpindah dari satu orang ke orang lain yang kurang menjaga kebersihan

diri dan lingkungannya yaitu penularan secara langsung jika bakteri ini

terdapat pada feses, urin atau muntahan penderita dapat menularkan

kepada orang lain dan secara tidak langsung melalui makanan atau

minuman. Salmonella typhi berperan dalam proses inflamasi lokal pada

jaringan tempat bakteri berkembang biak dan merangsang sintesis dan

pelepasan zat pirogen dan leukosit pada jaringan yang meradang sehingga

terjadi demam. Jumlah bakteri yang banyak dalam darah (bakteremia)

menyebabkan demam makin tinggi ( Ardiaria, 2019)

Penyakit demam tifoid mempunyai hubungan erat dengan

lingkungan terutama pada lingkungan yang penyediaan air minumnya

tidak memenuhi syarat kesehatan dan sanitasi yang buruk pada

lingkungan. Faktor-faktor yang mempengaruhi penyakit demam tifoid

tersebar yaitu polusi udara, sanitasi umum, kualitas air temperatur,

8
kepadatan penduduk, kemiskinan dan lain-lain. beberapa penelitian di

seluruh dunia menemukan bahwa laki-laki lebih sering terkena demam

tifoid, karena laki-laki lebih sering bekerja dan makan di luar rumah yang

tidak terjamin kebersihannya. Tetapi berdasarkan dari daya tahan tubuh,

wanita lebih berpeluang untuk terkena dampak yang lebih berat atau

mendapat komplikasi dari demam tifoid. Salah satu teori yang

menunjukkan hal tersebut adalah ketika Salmonella typhi masuk ke dalam

sel-sel hati, maka hormon estrogen pada wanita akan bekerja lebih berat

(Ardiaria, 2019).

b. Gejala Klinis Demam Tifoid

Menurut Menkes RI, 2006 gejala klinis tifoid disebut dengan sindrom

tifoid diantaranya yaitu:

1) Demam

Demam atau panas merupakan gejala utama demam tifoid dan pada

awal sakit suhu tubuh sering run naik. Pagi lebih rendah atu normal,

sedangkan sore dan malam lebih tinggi (demam intermitten) dan dari

hari ke hari intesitas demam makin tinggi yang disertai banyak gejala

lain seperti sakit kepala, nyeri otot, insomnia, anoreksia, mual dan

muntah. Pada minggu ke 2 intensitas demam makin tinggi.

2) Gangguan Saluran Pencernaan

Pada umumnya penderita sering mengeluh nyeri perut, terutama

regio epigastrik (nyeri ulu hati), disertai mual dan muntah. Sering

ditemukan bau mulut yang tidak sedap karena demam yang lama. Bibir

9
kering dan pecah-pecah, Lidah kelihatan kotor dan ditutupi selaput

putih. Ujung tepi lidah kemerahan.

c. Patofisiologi

Demam (pireksia) adalah keadaan suhu tubuh di atas normal sebagai

akibat peningkatan pusat pengatur suhu di hipotalamus yang dipengaruhi

oleh IL-1. Pengaturan suhu pada keadaan sehat atau demam merupakan

keseimbangan antara produksi dan pelepasan panas. Demam merupakan

bagian dari respon fase akut terhadap berbagai rangsangan infeksi, luka

atau trauma, seperti halnya letargi, berkurangnya nafsu makan dan minum

yang dapat menyebabkan dehidrasi, sulit tidur, hipozinkemia, sintesis

protein fase akut dan lain-lain.Berbagai laporan penelitian

memperlihatkan bahwa peningkatan suhu tubuh berhubungan langsung

dengan tingkat sitokin pirogen yang diproduksi untuk mengatasi berbagai

rangsang, terutama infeksi. Pirogen adalah suatu zat yang menyebabkan

demam, terdapat dua jenis yaitu pirogen eksogen dan endogen (Menkes

RI, 2006).

Demam dikenal sebagai mekanisme yang boros energi (setiap

kenaikan suhu 10°C akan meningkatkan laju metabolisme sekitar 10%).

Pirogen adalah suatu zat yang menyebabkan demam, terdapat dua jenis

yaitu pirogen eksogen dan endogen. Pada anak dan balita, demam tinggi

dapat menyebabkan kejang. Dari suatu penelitian didapatkan bahwa

jumlah organisme yang dapat menimbulkan gejala penyakit adalah

sebanyak 105-106 organisme, walaupun jumlah yang diperlukan untuk

menimbulkan gejala klinis pada bayi dan anak mungkin lebih kecil.

10
Semakin besar dosis Salmonella typhi yang tertelan semakin banyak pula

orang yang menunjukkan gejala klinis, semakin pendek masa inkubasi

tidak merubah sindrom klinik yang timbul (Ardiaria, 2019).

2. Bakteri Salmonella tyhpi

a. Klasifikasi dan Morfologi

https://www.google.com/search?safe=bakteri/salmonella/thypi

Kingdom : Bacteria

Phylum : Proteobacteria

Class : Gammaproteobacteria

Ordo : Enterobacteria

Family : Enterobactericeae

Genus : Salmonella

Spesies : Salmonella typhi

Salmonella typhi adalah suatu genus berbentuk batang pendek, gram

negatif, bergerak dengan flagela, enterobacteria non-spora membentuk,

terutama motil dengan diameter sekitar 1-3,5 µm x 0,5 µm, dan

11
mempunyai flagela (peritrikh). Salmonella typhi bersifat aerob dan tumbuh

pada pH 6-8 dan suhu 60ºC selama 15-20 menit, dalam air bisa bertahan

selama 4 minggu, dalam feses di luar tubuh manusia tahan hidup selama

1-2 bulan. Enterobacteria dan patogen sejati. Salmonella typhi memiliki

kombinasi karakteristik yang menjadikannya patogen efektif.

Mikroorganisme ini memproduksi dan mengekskresikan protein yang

yang disebut invasin yang memberi jalan pada sel non-fagosit yang

memiliki kemampuan hidup secara intraseluler.Selain itu, Salmonella

typhi juga memiliki kemampuan menghambat tekanan oksidatif leukosit,

yang menjadikan sistem respons imun manusia menjadi tidak efektif.

Infeksi Salmonella typhi (Jawetz, dkk., 2008).

b. Jenis Antigen Salmonella typhi

Menurut Nafiah (2011), Salomenlla memiliki beberapa macam

antigen antaranya:

1) Antigen O. Adalah antigen somatik yang terletak dilapisan tubuh

bakteri. Antigen ini dapat bertahan pemanasan selam 100°C selama 2-

5 jam dengan alkohol maupun asam yang encer.

2) Antigen H. Adalah antigen yang terletak di flagel, fimbriae atau fili

pada Salmonella tyhpi. Antigen ini tidak aktif pada pemansan di atas

suhu 60°C serta padaa pemeberian alkohol atau asam.

3) Antigen Vi. Adalah antigen yang terletak di lapisan terluar atau kapsul

yang melindungi bakteri dari fagositosis dengan struktur kimia

glikolipid. Antigen ini akan rusak bila dpanaskan selama 1 jam pada

12
suhu 60°C maupun dengan pemberian asam dengan fenol. Antigen ini

dugunakan untuk memgetahui karier atau tidak.

3. Pemeriksaan Widal

a. Pengertian

Pemeriksaan widal adalah pemeriksaan suatu reaksi aglutinasi antara

antigen dan antibodi. Pemeriksaan widal digunakan dalam mendeteksi

antibodi terhadap antigen Salmonella typhi. Prinsip pemeriksaan widal

yaitu kenaikan titer aglutinasi atau penggumpalan kadar antibodi dalam

serum pasien terhdap antigen Salmonella typhi maupun Salmonella

paratyphi menggunakan titer aglutinin O dan H. Antigen uji widal berupa

suspensi bakteri (tidak larut) yang direaksikan dengan antibodi spesifik

terhadap bakteri tersebut pada serum pasien.

Pemeriksaan widal dapat dilakukan dengan dua metode yaitu metode

slide dan metode tabung. Tes aglutinasi tabung memiliki akurasi yang

lebih tinggi dari pada tes aglutinasi slide karena titer dapat sampai 1:1280.,

sedangkan tes aglutinasi slide hanya mencapai titer 1:320 (Wardana, dkk.,

2014).

13
B. Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian ini sebagai berikut:


Variabel Bebas
Variabel Terikat
Waktu inkubasi

5 jam

Hasil pemeriksaan
Waktu inkubasi
demam tifoid (Titer)
10 jam

Waktu inkubasi

15 jam

C. Hipotesis

1. Terdapat pengaruh aglutinasi pada hasil pemeriksaan widal metode tabung

berdasarkan waktu inkubasi 5 jam

2. Terdapat pengaruh aglutinasi pada hasil ppemeriksaan widal metode tabung

berdasarkan waktu inkubasi 10 jam

3. Terdapat pengaruh aglutinasi pada hasil ppemeriksaan widal metode tabung

berdasarkan waktu inkubasi 15 jam

14
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah purposive sampling. Purvosive sampling

merupakan metode pengambilan berdasarkan kriteria peneliti berdasarkan

kriteria inklusi yaitu pasien anak berusia 5-15 tahun, yang telah mengalami

demam lebih dari 3 hari dengan suhu >37°C dan diagnosis oleh dokter menderita

demam tifoid. Kriteria eksklusi pasien telaah diberikan antibiotik dan pasien

sesudah vaksin.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat

Lokasi penelitian ini bertempat di laboratorium Puskesmas A.

2. Waktu

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2019 sampai dengan bulan

April 2020.

C. Subjek dan Sampel

1. Subjek

Subjek dari penelitian ini adalah semua pasien suspek demam tifoid baik

rawat jalan maupun rawat inap yang di periksa di Puskesmas A.

2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah darah vena (serum) dari pasien suspek

demam tifoid di Laboratorium Puskesma A dan Jumlah sampel yang

15
digunakan dalam penelitian ini yaitu, jika populasi >100 maka diambil

sampel 15-30% dan jika besarnya populasi < 100 maka diambil sampel 25-

50% (Notoadmojo, 2002).

a. Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi sampel pada penelitian ini adalah pasien suspek demam

tifoid baik rawat jalan maupun rawat inap yang berusia 5-15 tahun, yang

telah mengalami demam lebih dari 3 hari dengan suhu >37°C dan diagnosis

oleh dokter menderita demam tifoid.

b. Kriteria Eksklusi

Kriteria eksklusi sampel pada penelitian ini adalah pasien suspek demam

tifoid baik rawat jalan maupun rawat inap telah diberikan antibiotik,

karena hasilnya akan negatif palsu dan pasien sesudah vaksin, karena

hasilnya akan positif palsu dan pasien yang berusis >15 tahun.

D. Defensi Operasional

Variabel Defenisi Operasional Skala

Demam Tifoid Nominal


Demam tifoid adalah
penyakit infeksi akut
yang biasanya terdapat
pada saluran
pencernaan yang
disebabkan oleh
Salmonella typhi.

Uji Widal Pemeriksaan widal Scale


adalah pemeriksaan

16
suatu reaksi aglutinasi
antara antigen dan
antibodi. Pemeriksaan
widal digunakan dalam
mendeteksi antibodi
terhadap antigen
Salmonella typhi.
Prinsip pemeriksaan
widal yaitu kenaikan
titer aglutinasi atau
penggumpalan kadar
antibodi dalam serum
pasien terhdap antigen
Salmonella typhi
maupun Salmonella
paratyphi
menggunakan titer
aglutinin O dan H.

Hasil pemeriksaan Titer adalah suatu nilai Scale


demam tifoid (titer) pencenceran tertinggi
yang masih memiliki
penggumpalan atau
aglutinasi

E. Variabel Penelitian

1. Variabel Terikat (dependent variable)

Variabel terikat ini adalah hasil pemeriksaan demam tifoid berupa titer.

2. Variabel Bebas (independent variable)

17
Variabel bebas penelitian ini adalah pengaruh variasi waktu inkubasi 5 jam,

5 jam, 10 jam, 15 jam.

F. Instrumen Penelitian

1. Alat dan Bahan

a. Alat

1) Tabung reaksi iwaki

2) Rak tabung reaksi

3) Mikropipet 100 mikron dan 1000 mikron

4) Yellow tip and blue tip

b. Bahan

1) Serum

2) Na- Fisiologi

3) Reagen Latex

4) Antigen Salmonella typhi O

5) Antigen Salonella typhi H

2. Cara kerja

a. Penyiapan sampel serum

Siapakan tabung vacutainer, berilah label atau identitas. Lakukan

pengambilan darah vena. Setelah volume darah cukup, masukkan darah

kedalam tabung vacutainer tutup merah, kemudian di sentrifuge 3000 rpm

selama 15 menit untuk mendapatkan serum.

18
b. Pemeriksaan sampel

Siapkan alat dan bahan. Lalu siapkan 10 tabung, untuk tabung

pertama masukan 1,9 mL Na fisiologis dan pada tabung 2 sampai tabung

10 masukan 1 mL pada masing-masing tabung. Kemudian tambahkan 0,1

mL serum pada tabung 1 dan homogenkan. Setelah itu, dari tabung 1,

ambil sebanyak 1 mL dan kemudian masukan pada tabung 2, dari tabung

2 masukan 1 mL ke dalam tabung 3 dan begitu seterusnya sampai tabung

9. Kemudian, buang 1 mL dari tabung 9 dan untuk tabung 10 berlaku

sebagai kontrol. Kemudian, tambahkan 1 tetes antigen pada tabung 1-10

dan homogenkan. Lalu inkubasi pada suhu 25°C selama 5 jam, 10 dan 15

jam. Amati hasil (terjadi aglutinasi atau tidak terjadi aglutinasi). Positif (+)

: aglutinasi menyebar, berarti terdapat antibodi. Negatif (-) : tidak terjadi

aglutinasi, berarti tidak terdapat antibodi.

G. Metode Pengumpulan Data

1. Data Primer

Data primer diperoleh dari pengambilan sampel darah pada pasien

suspek demam tifoid dan hasil pemeriksaan di laboratorium dengan

menggunakan widal metode tabung berupa titer.

2. Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari berbagai buku-buku literatur, jurnal

penelitian, skripsi dan artikel lain yang mendukung penelitian.

19
H. Analisis Data

Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Multivariat, yaitu

untuk melihat ada tidaknya pengaruh variasi waktu 5 jam, 10 jam dan 15 jam.

Dan uji statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah Anova yaitu, untuk

melihat ada tidaknya pengaruh variasi waktu terhadap hasil pemeriksaan widal

metode tabung dan data yang diperoleh dari pemeriksaan laboratorium dan data

primer diolah menggunakan sistem SPSS versi 26.

20
DAFTAR PUSTAKA

Ardiaria, Martha. (2019). Epidemiologi Manifestasi Klinis dan Penatalaksanaan


Demam Tifoid. Journal of Mutrition and Health. Fakultas Kedokteran
Universitas Diponogoro. 7(2), ISSN: 2338-3380.
Jawetz., Melmick., dan Adelbreg. (2008). Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta: EGC.
Kartriani, Lestari. (2011). Epidemiologi Penyakit Menular. Dalam: Makalew,
Linda A., Vera, A Hemanus. 2013. Waktu Inkubasi Pemeriksaan Widal dan
Antigen O Salmonella typhi dengan Metode Tabung. Jurnal Kesehatan
Poltekes Manado. Jurusan Analis Kesehatan Poltekes Manado. 8(1): 77.
Mentri Kesehatan Republik Indonesia. (2016). Pedoman Pengendalian Demam
Tifoid. Keputusan Mentri Kesehatan Republik Indonesia No
364/Menkes/SK/v/2006.
Online: pdpresi.co.id/peraturankepmenkes/kmk/3642006.pdf. Diakses Pada
tanggal 4 November 2019.
Mulyawan, Sylvia., dan Surwidjaja. (2004). Tinjuan Ulang Peranan Uji Widal
Sebagai Alat Diagnosis Penyakit Demam typhoid di Rumah Sakit. Dalam:
Wardana, Tomik N I Made., Sianny H., dan I Wayan Putu Sutirta P. 2014.
Diagnosis Demam Tifoid Dengan Pemeriksaan Widal. Jurnal Kesehatan..
Fakukltas Kedokteran Udayana.4(1).
Nadyah. (2017). Hubungan yang Mempengaruhi Insidens Penyakit Demam Tifoid
di Kelurahan Samata Kecamatan Somba Opu Kabupaten Gowa 2013.
Jurnal Kesehatan. Fakultas Ilmu Kesehatan UIN Alaudin Makassar.7(1):
306-307.
Nuzul, Rahmayan R. (2016). Perbedaan Hasil Pemeriksaan Widal Metode Slide
Berdasarkan Variasi Waktu di RSUD Kota Kendari. Karya Tulis Ilmiah.
Jurusan Analis Kesehatan Poltekes Krndari.
Tomik N I Made., Sianny H., dan I Wayan Putu Sutirta P. 2014. Diagnosis Demam
Tifoid Dengan Pemeriksaan Widal. Jurnal Kesehatan.. Fakukltas
Kedokteran Udayana.4(1).
WHO. (2017). Typhoid. Online: https://www.who.int/news-room/fact-
sheets/detail/typhoid. Diakses pada tanggal 20 Oktober 2019.

21
WHO. (2003) Typhoid Fever. Dalam: Dalam: Makalew, Linda A., Vera, A
Hemanus. 2013. Waktu Inkubasi Pemeriksaan Widal dan Antigen O
Salmonella typhi dengan Metode Tabung. Jurnal Kesehatan Poltekes
Manado. Jurusan Analis Kesehatan Poltekes Manado. 8(1): 77.
Widyono. (2011). Penyakit Tropis Epidemiologi, Penularan, Pencegahan dan
Pemberantasannya. Edisi ke-2. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Wulandari, Dwi., Herlisa Anggraini., dan Budi Santosa. (2016). Perbedaan Suhu
dan Waktu Inkubasi Pada Pemeriksaan Glukosa. Jurnal Kesehatan.
Fakultas Ilmu Keperwatan dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah
Seamarang. 9(1).
Zulkoni, Akhsin. (2010). Parasitologi untuk Keperawatan. Yogyakarta: Nuha
Medika.

22
23

Anda mungkin juga menyukai