ScienceDirect
j o u r n a l h o m e p a g e : w w w . J o u r na l o f S u r g i c a l R e s e a r c h . c o m
Sejarah Artikel Latar Belakang: Managemen bedah untuk penyakit Graves (Grave Disease or GD) telah beralih dari
Diterima 14 April 2017 tiroidektomi subtotal menjadi tiroidektomi total karena tiroidektomi total dapat menghilangkan risiko
Diterima setelah revisi kekambuhan. Namun, untuk mempertahankan fungsi tiroid dalam keadaan eutiroid, tiroidektomi subtotal
22 Juni 2017 masih seringkali dilakukan dalam kasus penyakit Graves (GD) yang terjadi di negara-negara non-Barat. Oleh
Disetujui 29 Juni 2017 karena itu, kami merancang penelitian guna menyelidiki hasil (akibat) jangka panjang yang muncul pada
Tersedia Online pada 26 July 2017 pasien GD pasca tiroidektomi subtotal. Kami juga meneliti korelasi antara berat sisa tiroid dan fungsi tiroid
pasca operasi
Kata Kunci:
Penyakit Graves Bahan dan Metode: Penelitian ini merupakan observasi kohort retrospektif. Terhitung mulai dari Januari 2005
Hipertiroidisme sampai Desember 2011, ada sekitar 415 pasien GD yang berturut-turut menjalani perawatan tiroidektomi
Tiroidektomi Subtotal subtotal. Data penelitian yang terkumpul meliputi data dari 385 pasien yang menjalani perawatan
Kekambuhan tiroidektomi subtotal bilateral dan data dari 57 pasien yang menjalani operasi Hartley-Dunhill. Rata-rata
waktu tindak lanjut pasce operasi adalah 72 bulan (dari kisaran 12-144 bulan)
Hasil: Rata-rata berat sisa tiroid yang dipertahankan adalah 5.1 g. Hipertiroidisme persisten atau berulang
diamati pada 119 pasien (28,7%). Rata-rata masa/ waktu terjadinya sakit yang berulang (kekambuhan) adalah
36 bulan (dari kisaran 12-120 bulan). Hipotiroidisme berkembang/ terjadi pada lebih dari 50% pasien.
Keadaan eutiroid dicapai hanya pada 19,3% pasien, dan angka ini tidak meningkat secara signifikan
disebabkan peningkatan berat sisa tiroid. Berdasarkan analisis regresi Cox, berat sisa merupakan faktor risiko
independen untuk hipertiroidisme persisten atau berulang (rasio risiko: 1,323; interval kepercayaan pada level
95%: 1,198-1,461, P<0,001).
Kesimpulan: Tiroidektomi subtotal dengan tujuan untuk mempertahankan keadaan eutiroid bukanlah strategi
bedah optimal untuk pengobatan definitif GD karena tingkat persistensi atau kekambuhannya cukup tinggi
sedangkan tingkat eutiroidnya lebih rendah dari yang diharapkan.
linetal surgicaltreatmentforgraves’diseas e 113
Pasien Upaya tindak lanjut dilakukan pada bulan ke 1,3,6, dan 12 pasca operasi
dan selanjutnya dilakukan setiap 6 bulan. Upaya tindak lanjut tersebut
Penelitian observasi kohort retrospektif ini disetujui oleh Institutional meliputi pengukuran triiodothyronine (T3) serum (kisaran yang
Review Board (IRB) dari Chang Gung Medical Foundation, Taiwan direferensikan: 58-159 ng/dL), pengukuran free thyroxine (FT4) (kisaran
(Nomor Referensi IRB: 201601543B0). Dengan kata lain, IRB yang direferensikan: 0.76-1.64 ng/dL), dan thyroid-stimulating hormone
memberikan persetujuan terkait hasil penelitian ini. Diagnosis GD dibuat (TSH) (kisaran yang direferensikan: 0.35-5.50 uIU/mL). Jika fungsi tiroid
berdasarkan gejala/ tanda-tanda hipertiroidisme, hasil tes fungsi tiroid, pasien dipertahankan dalam keadaan eutiroid tanpa adanya pengobatan
dan autoantibody antitiroid serum. Dari Januari 2005 hingga Desember apapun selama 6 bulan, maka uji fungsi tiroid dilakukan setiap tahunnya.
2011, sebanyak 629 pasien yang didiagnosis menderita GD menjalani Untuk mengevaluasi perubahan-perubahan dalam fungsi tiroid pasca
operasi tiroid di institusi kami. Sebanyak 13 pasien menjalani tiroidektomi operasi, kami mengklasifikasikan hypotiroidisme menjadi dua tipe yaitu
total karena berdasarkan diagnosis pra-operatif, mereka menderita hipotiroidisme klinis (peningkatan kadar TSH dengan kadar T3/FT4
hipertiroid dengan status ganas dan berulang (kambuh) setelah menjalani dibawah kisaran normal) dan hipotiroidisme subklinis (penurunan kadar
operasi primer. Pasien yang tidak mendapatkan tindakan lanjut pasca TSH dengan kadar T3/FT4 diatas kisaran normal). Hipertiroidisme
operasi/ pasien yang tidak mendapatkan hasil test fungsi tiroid yang persisten, yang ditentukan oleh penurunan kadar TSH, diukur secara
lengkap tidak dilibatkan dalam penelitian ini. Oleh karena itu, penelitian teratur di atas 6 bulan pada tahun pertama setelah operasi. Di lain sisi,
ini hanya melibatkan sebanyak 415 pasien yang mendapatkan perawatan hipertiroidisme berulang ddefinisikan sebagai penurunan kadar TSH yang
tiroidektomi subtotal secara berturut-turut. Semua data dari pasien-pasien diukur 1 tahun setelah operasi dan dilanjutkan selama lebih dari 6 bulan.
tersebut dikumpulkan. Kunjungan (visit) terakhir dokter yang tercantum
dalam data penelitian ini adalah kunjungan yang dilakukan pada 31
Januari 2017. Rata-rata waktu tindak lanjut pasca operasi adalah 72 bulan
(dari kisaran 12-144 bulan)
114 journalofsurgicalresearch d e c e m b e r 2 0 1 7 ( 2 2 0 ) 1 1 2 e1 1 8
Statistik
Variabel-variabel nominal dianalisa dengan menggunakan uji Pearson’s Rata-rata pasien yang dioperasi berusia 32 tahun. Sementara itu, rata-rata
2
chi-squared (c ) atau uji eksak Fisher apabila nilai yang diobservasi < 5, waktu antara diagnosis dan tindakan operasi adalah 2 tahun. Sebanyak
358 pasien (86.3%) menjalani BST, dan 57 pasien (13.7%) lainnya
sedangkan variabel-variabel kontinu dianalisa dengan menggunakan uji
menjalani HD. Alasan-alasan yang paling umum dilakukannya operasi
Mann-Whitey U. Korelasi antara berat sisa dan hipertiroidisme persisten/
tiroid untuk pasien yang menderita GD antara lain adalah preferensi
berulang dianalisa menggunakan kurva Kaplan-Meier dengan uji log-
pasien untuk menjalani terapi ATD, diikuti dengan terjadinya pembesaran
rank. Analisis regresi Cox digunakan untuk menguji potensi korelasi
gondok dengan gejala-gejala komprehensif, adanya rasa sakit yang
antara variabel-variabel yang ditentukan dengan hipertiroidisme persisten/
berulang (kekambuhan), dan kontrol yang tidak rutin/ buruk. Meskipun
berulang, diinterpretasikan menggunakan rasio risiko dengan interval
tidak signifikan secara statistik, HD lebih sering dilakukan pada pasien-
kepercayaan 95%. Penelitian ini menggunakan software SPSS 22.0 (IBM
pasien dengan status tiroid tak tentu atau ganas pada biopsi sedotan jarum
Corp, Armonk, NY) untuk semua analisis yang dilakukan. Semua uji
halus (fine needle aspiration biopsy) pra operasi. Untuk berat kelenjar
statistik dilakukan pada kedua sisi, dan nilai P < 0,05 dianggap signifikan.
Data dilaporkan dalam bentuk angka (persentase) atau pernyataan. tiroid yang tereseksi dan berat kelenjar total, tidak ada perbedaan yang
signifikan diantara kedua kelompok (BST dan HD). Namun, kelompok
HD menunjukkan berat sisa yang secara signifikan lebih kecil dan juga
Hasil proporsi kelenjar tereseksi yang secara signifikan lebih tinggi. Selain itu,
tidak ada perbedaan yang signifikan antara kedua kelompok (BST dan
Data demografik, indikasi pembedahan, metode operasi, dan hasil operasi HD) terkait waktu operasi, pendarahan (hilangnya darah) intraoperasi,
pasien ditunjukkan pada Tabel 1. durasi (lamanya) rawat inap di rumah sakit, dan komplikasi.Meskipun
secara statistik tidak signifikan, volume pendarahan (hilangnya darah)
pada kelompok BST cenderung lebih besar. Pada kelompok HD, tidak
ada pendarahan yang terjadi pasca opeasi. Tidak ada mortalitas bedah
yang terjadi pada kedua kelompok.
Selama periode penelitian ini, ada sebanyak 119 pasien (28,7%) yang
tercatat menderita hipertiroidisme, baik hipertiroidisme persisten maupun
berulang. 63 kasus (52.9%) diantaranya mengalami hipertiroidisme
persisten, sementara 56 kasus lainnya adalah hipertiroidisme berulang
(kambuh) dimana rata-rata masa/waktu kekambuhan adalah 36 bulan (dari
kisaran 12 – 120 bulan).
Table 2 menyajikan analisis variabel dengan menggunakan regresi Tingkat pencapaian keadaan eutiroid secara keseluruhan adalah sebesar
Cox guna mengevaluasi faktor-faktor risiko independen untuk 19.3% (80 dari 415 pasien); angka ini sedikit meningkat karena berat sisa
hipertiroidisme persisten maupun berulang, termasuk gender (perempuan), juga mengalami peningkatan menjadi 4,0-6,0 g, dan kemudian menurun
umur, waktu antara diagnosis dan operasi, metode operasi (BST vs HD), ketika berat sisa meningkat melebihi 6,0 g. Ketika kami melibatkan 15
berat sisa, berat kelenjar total, dan proposi kelenjar yang terereksi. Berat pasien tersebut dengan remisi spontan dari hipertiroidisme subklinis atau
sisa adalah satu-satunya faktor independen untuk hipertiroidisme persisten hipotiroidisme, tingkat pencapaian keadaan eutiroid diperkirakan
maupun berulang (rasio risiko: 1,323; interval kepercayaan pada 95% : meningkat menjadi 22,9% (95 dari 415 pasien).
1,198-1,461), dan kami menemukan adanya peningkatan tingkat
hipertiroidisme sebesar 32,3% untuk setiap gram sisa tiroid. Meskipun
secara statistik signifikan, persistensi maupun kekambuhan Berdasarkan masa tindak lanjut pasca operasi, kurva Kaplan-Meier
hipertiroidisme pada pasien dengan prosedur operasi BST memiliki digunakan untuk menganalisa korelasi antara berat sisa dan risiko
tingkatan yang lebih besar dibandingkan dengan HD (113 dari 358 pasien hipertiroidisme persisten dan berulang. Kami menemukan bahwa risiko
vs 6 dari 57 pasien, P ¼ 0.069), begitu juga dengan kelenjar tiroidnya persistensi maupun kekambuhan secara signifikan lebih tinggi ketika berat
yang juga lebih besar daripada HD (P ¼ 0.258).
sisa melebihi 6,0 g (X2 ¼ 39,851, P < 0,001) (Gambar. 1).
Kami tidak membandingkan tingkat komplikasi antara tiroidektomi Kontribusi penulis: Y.-S.L. (penulis pertama) menganalisa dan
total dan tiroidektomi subtotal karena hanya ada sedikit pasien GD yang menafsirkan data serta menulis artikel. J.-D.L. merevisi artikel untuk
menjalani tiroidektomi total di institusi kami selama periode penelitian konten intelektual yang penting. C.-C.H. mengumpulkan dan menganalisa
ini. Namun, bukti-bukti yang ada menunjukkan bahwa tiroidektomi total data. M.-C.Y (penulis yang bertanggung jawab) merancang dan mengatur
cukup aman dilakukan untuk pengobatan hipertiroidisme Graves tanpa penelitian dan merevisi artikel.
secara signifikan meningkatkan tingkat komplikasi, kecuali untuk
hipoparatiroidisme sementara, dibandingkan dengan hasil dari
tiroidektomi subtotal.1,2,5-7,15,16 Meskipun hipotiroidisme permanen tidak
dapat dihindarkan pasca tiroidektomi total, manajemen tetap melibatkan
Pengungkapan
terapi suplemen tiroksin, dan status hormon pasien mudah dipelihara dan
diprediksi. Sebaliknya, seperti yang ditunjukkan dalam penelitian kami Para penulis menyatakan bahwa tidakada persaingan kepentingan
dan beberapa studi lainnya 9,17,18, fungsi tiroid pasien GD pasca finansial maupun konflik kepentingan.
tiroidektomi subtotal cenderung sulit untuk diprediksi dikarenakan adanya
fluktuasi dari waktu ke waktu. Bahkan pasien eutiroid pada periode awal
pada akhirnya dapat mengalami disfungsi tiroid. Bahkan, potensi
terjadinya kekambuhan telah diamati selama 10 tahun pasca operasi. Oleh
karena itu, pengawasan status hormon tiroid yang berkelanjutan dan
berkepanjangan sangat diperlukan untuk mendeteksi potensi terjadinya
kekambuhan atau hipotiroidisme laten pasca tiroidektomi subtotal untuk
hipertiroidisme Graves.