Anda di halaman 1dari 7

Evaluasi Kadar Hormon Paratiroid Sebagai Diagnosis Dini

Terjadinya Post-Surgical Hipocalcemia akibat Incidental


Parathyroidectomy pada Pasien Pascaoperasi Tiroidektomi

Izza Amalia Putri dan 2Yudha Nurdian


1

1Mahasiswa, Fakultas Kedokteran, Universitas Jember, Indonesia


2
Fakultas Kedokteran, Universitas Jember, Indonesia
Email korespondensi : izza02putri@gmail.com

Abstrak
Post-surgical hipocalcemia (PoSH) merupakan komplikasi yang paling sering
terjadi pada operasi tiroidektomi. Terdapat banyak pasien yang mengalami PoSH.
Salah satu faktor yang menjadi penyebab utama terjadinya PoSH adalah
incidental parathyroidectomy (IP). Incidental parathyroidectomy (IP) kerap
terjadi pada operasi tiroidektomi meskipun yang melakukan sudah
berpengalaman dan memahami mengenai sistem anatomi dan fisiologi kelenjar
tiroid.. Pada evaluasi kadar parathyroid hormone (PTH) 1 jam pascaoperasi
tiroidektomi didapatkan penurunan yang signifikan pada jumlah pasien yang
mengalami PoSH. Evaluasi kadar PTH 1 jam pascaoperasi merupakan metode
yang relevan untuk mengetahui risiko terjadinya hipokalsemia pada pasien
pascaoperasi tiroidektomi.

Kata kunci : Kadar PTH, PoSH, IP, dan Tiroidektomi

PENDAHULUAN
Incidental parathyroidectomy (IP) seringkali terjadi pada pasien
yang menjalani operasi tiroidektomi. Incidental parathyroidectomy (IP) adalah
faktor risiko yang signifikan untuk PoSH sementara maupun persisten (Lin et al.,
2017; Philip et al., 2019). Sebelumnya telah ditetapkan bahwa risiko PoSH
meningkat seiring luasnya tiroidektomi, prosedur penyelesaian, dan diseksi leher
pusat (Barczynski et al., 2011).
Secara signifikan, prediksi dan pengelolaan pasien PoSH dengan
IP lebih sulit daripada pasien dengan non-IP. Keputusan yang diambil mencakup
waktu dan jumlah suplemen kalsium dan vitamin D yang akan digunakan sebagai
terapi. Maka dari itu diperlukan adanya diagnosis dini berupa parameter yang
memandu dalam pengambilan keputusan ini.
Pada kasus dengan non-IP dapat dilakukan autotransplantasi
kelenjar paratiroid untuk mengurangi risiko terjadinya PoSH persisten. Namun,
hal ini tidak memberikan dampak yang lebih baik pada PoSH sementara karena
kelenjar yang ditransplantasikan baru bisa berfungsi secara normal setelah 3
sampai 14 minggu (Elmaksoud et al., 2015). Maka dari itu diperlukan suatu
pemeriksaan yang dapat digunakan sebagai evaluasi kondisi pasien pascaoperasi
tiroidektomi untuk meminimalisir risiko terjadinya PoSH sementara dan persisten
yang dapat dilakukan pada setiap pelaksanaan operasi tiroidektomi.

METODE
Metode yang digunakan pada studi ini adalah metode tinjauan
pustaka yang relevan dengan kriteria inklusi literatur dipublikasi antara tahun
2009 sampai 2019, dan memuat konten sesuai dengan tema yang dibahas. Kata
kunci yang digunakan adalah : kadar PTH, post-surgical hipocalcemia, incidental
parathyroidectomy, dan tiroidektomi. Sumber yang digunakan berasal dari
textbook dan mesin pencari seperti researchgate, google scholar, sciencedirect,
NCBI, dan PubMed.

PEMBAHASAN
Tiroidektomi merupakan istilah untuk operasi pengangkatan
kelenjar tiroid di leher. Tiroidektomi perlu dibedakan dengan tiroidotomi yang
merupakan pemotongan kelenjar tiroid. Tiroidektomi dibedakan menjadi beberapa
jenis yaitu hemitiroidektomi, tiroidektomi subtotal, tiroidektomi parsial, near total
thyroidectomi, tiroidektomi total, dan operasi Hartley-Dunhill (Mathur, 2010).
Indikasi dilakukannya tiroidektomi antara lain, karsinoma tiroid, goiter
multinodular,diffuse nontoxic goiter, nodul tiroid, dan grave’s disease (Kasper et
al., 2015).
Kelenjar tiroid merupakan salah satu bagian dari sistem endokrin
tubuh manusia yang berada di bagian anterior dan lateral trakea. Kelenjar tiroid
memiliki bentuk seperti kupu-kupu karena memiliki dua lobus besar di bagian kiri
dan kanan yang dihubungkan oleh ismus (Sherwood, 2016). Masing-masing lobus
berisi dua puluh hingga empat puluh sel folikel yang didalamnya terdapat koloid-
koloid yang berisi tiroglobulin, yaitu protein prekursor beryodium dari hormon
tiroid aktif. Ketika Thyroid Stimulating Hormone (TSH) menempel pada reseptor
yang ada di sel folikel, protein G akan teraktivasi dan menyebabkan peningkatan
kadar cAMP intraseluler. Peningkatan ini akan merangsang sintesis dan pelepasan
hormon tiroid. Sel folikel akan mengubah tiroglobulin menjadi tiroksin (T4) dan
triiodotironin (T3) yang kemudian akan di lepaskan kedalam sirkulasi (Kumar et
al., 2013). Hormon ini memiliki peran penting dalam mengatur Laju Metabolisme
Basal (LMB). Selain itu, hormon tiroid juga memiliki efek kalorigenik, efek
simpatomimetik, efek pada kardiovaskuler, efek pada pertumbuhan dan efek pada
sistem saraf. Kelenjar tiroid juga memiliki sel C yang berfungsi menghasilkan
kalsitonin. Kalsitonin berfungsi untuk regulasi metabolisme kalsium (Sherwood,
2016).
Pada operasi tiroidektomi, kelenjar tiroid diambil karena
mengalami perbesaran yang seringnya akibat kekurangan yodium, penyakit
nodular, dan radikal bebas (Kumar et al., 2013). Operasi tiroidektomi secara
umum merupakan tindakan bedah yang cukup aman jika dilakukan ketika
persiapan pra operasi dilakukan dengan baik diikuti dengan pemahaman yang
seksama mengenai anatomi dan fisiologi kelenjar tiroid. Komplikasi yang paling
sering terjadi saat operasi tiroidektomi adalah cedera nervus laringeus rekuren dan
hipokalsemia permanen (Widodo dan Surasno, 2009).
Post-surgical hypocalcemia (PoSH) didefinisikan sebagai kondisi
saat kadar Ca2+ serum < 8 mg/dL dalam satu kali pemeriksaan setelah operasi.
Post-surgical hypocalcemia (PoSH) dapat terjadi secara sementara dan permanen.
PoSH sementara merupakan hipokalsemia yang terjadi saat 48 jam pascaoperasi
lalu kadar Ca2+ kembali normal. Sedangkan PoSH persisten merupakan
penurunan kadar Ca2+ < 14 pg/dL hingga 6 bulan pascaoperasi dengan konsumsi
obat-obatan (Lin et al., 2017). Prevalensi kejadian PoSH yang telah dilaporkan
pada beberapa studi sangat bervariasi, hal ini dapat disebabkan karena perbedaan
definisi dari PoSH dan jenis analisis yang digunakan. Pada studi yang dilakukan
oleh Cannizzaro et al. (2018), PoSH terjadi pada hampir setengah dari
keseluruhan pasien yang melakukan operasi tiroidektomi. Pada beberapa studi
sebelumnya disebutkan bahwa terdapat beberapa faktor risiko yang dapat
menyebabkan terjadinya hipokalsemia pascaoperasi diantaranya waktu operasi
yang lama, keganasan, diseksi kolum sentral (Falch et al., 2018), rendahnya kadar
PTH, IP, dan kurang nya vitamin D. Selain itu, studi lain menggolongkan faktor
risiko PoSH menjadi faktor pasien, faktor penyakit, dan faktor operasi (Edafe dan
Balasubramanian, 2017). Namun, berdasarkan studi pada penelitian-penelitian
sebelumnya, saya mendapatkan bahwa IP merupakan faktor yang memiliki
kontribusi besar terhadap terjadinya PoSH.
Incidental parathyroidectomy (IP) didefinisikan sebagai ikut
terangkatnya kelenjar paratiroid saat operasi tiroidektomi. Menurut Bai et al
(2018) faktor risiko yang paling sering menyebabkan IP adalah keganasan. Hal ini
di dukung oleh hasil penelitian retrospektif kohort oleh Lin et al (2017) yang
menunjukkan bahwa keganasan, tiroidektomi total, central neck dissection, dan
operasi ulang memiliki pengaruh yang signifikan terhadap terjadinya IP.
Kelenjar paratiroid merupakan kelenjar yang memiliki fungsi
esensial bagi tubuh yaitu dengna menghsilkan PTH. Hormon paratiroid
merupakan hormon peptida yang terdiri dari 84 asam amino. Hormon paratiroid
berfungsi menjaga keseimbangan kalsium (Ca2+) dan fosfat (PO43-) dalam darah.
Hormon ini bekerja dengan meningkatkan kadar Ca2+ darah dengan menarik Ca2+
yang terdapat di tulang, ginjal, dan usus dan menurunkan kadar PO43- . Tidak
adanya PTH dapat menyebabkan kematian akibat spasme hipokalsemi otot-otot
pernapasan. Penurunan kadar Ca2+ dalam darah akan menjadi sinyal bagi kelenjar
paratiroid untuk mengeluarkan hormon paratiroid. Hormon paratiroid
meningkatkan kadar Ca2+ darah melalui tiga mekanisme yaitu dengan
menstimulasi resorpsi tulang, menstimulasi reabsorpsi Ca2+ pada proses ekskresi
di ginjal, dan menstimulasi penyerapan Ca2+ pada usus dengan menpercepat
aktivasi vitamin D (Rodwell et al., 2015).
Gambar 1. Regulasi hormon paratiroid (Brown. 2012)
Evaluasi kadar PTH yang aktif secara biologis dan utuh diukur
menggunakan uji Immulite sensitif dan uji imunokemiluminometrik pada dua
lokasi spesifik. Total waktu inkubasi untuk pengujian Immulite adalah 15–20
menit dan dilakukam 1 jam pascaoperasi (Le et al., 2014). Kadar normal PTH 1-
jam pacaoperasi tiroidektomi adalah 7-50 pg/dL. Setelah melakukan uji kadar
PTH-1 jam pascaoperasi pasien yang memiliki kadar PTH di bawah normal akan
diberikan pengobatan profilaksis dengan suplemen Ca2+ dan vitamin D untuk
mencegah terjadinya hipokalsemia sedangkan pasien dengan kadar kadar PTH di
atas normal diberikan perawatan observasi (White et al., 2015).

KESIMPULAN
Evaluasi kadar PTH 1 jam pascaoperasi tiroidektomi dapat digunakan sebagai alat
identifikasi dini terhadap tingkat risiko untuk mengalami hipokalsemia.

DAFTAR PUSTAKA
Bai, B., Zhiye, C., and Wuzhan, C. 2018. Risk Factors and Outcomes of
Incidental Parathyroidectomy in Thyroidectomy : A Systematic Review
and Meta-Analysis. PloS ONE, 13(11):e0207088.
https://doi.org/10.1371/journal.pone.0207088

Barczynski, M., Aleksander K., Malgorzata S., Stanislaw C., Piotr R., and
Wojciech N. 2011. Total Thyroidekctomy for Benign Thyroid Disease: It
is Really Worthwhile? Annals of Medicine and Surgery, 254:724-729
Brown, T. A. 2012. Rapid Review : Physiology. ed.2. US of America : Elsevier.

Cannizzaro, M. A., Valeriya, O., Salvatore, L. B., Valerio, C., and Antonino, B.
2017. Hypocalcemia after Thyroidectomy: iPTH Levels and iPTH Decline
are Predictive? Retrospective Cohort Study. Annals of Medicine and
Surgery. doi: 10.1016/j.amsu.2018.04.032.

Edafe, O., dan Balasubramanian, S. P. 2017. Incidence, Prevalence, and Risk


Factors for Post-surgical Hypocalcaemia and Hypoparathyroidism. Gland
Surgery, 6(suppl 1): S59-S68.

Elmaksoud, M. A., Iman, G. F., and Mahmoud, M. K. 2015. Parathyroid Gland


Autotransplantation after Total Thyroidectomy in Surgical Management of
Hypopharingeal and Laryngeal Carcinoma. Annals of Medicinie and
Surgery, 4(2):85-88.

Falch, C., Jan, H., Moritz, S., Manuel, B., Alfred, K., Andreas, K., and Sven, M.
2018. Factors Predicting Hypocalcemia after Total Thyroidectomy - a
Retrospective Cohort Analysis. International Journal of Surgery. doi:
10.1016/j.ijsu.2018.05.014.

Kasper, D .L, Larry, J. J., Dan, L. L., Anthony, S. F., Stephen, L. H., and Joseph,
L. 2015. Harrison’s Principle of Internal Medicine. ed. 19. New York :
McGRaw-Hill.

Kumar, V., Abdul, A., and Jon, A. 2013. Robbins Basic Pathology. ed.9. Canada :
Elsevier.

Le, T. N., Paul, D. K., Donna, E. S., and Pascal L. 2014. Validation of 1-Hour
Post-Thyroidectomy Parathyroid Hormone Level in Predicting
Hypocalcemia. Journal of Otolaryngology-Head and Neck Surgery, 43:5.

Lin, Y. S., Chuen, H., Hsin Y.W., Ming, C. Y., and Tzu, C. C. 2017. Incidental
Parathyroidectomy During Thyroidectomy Increase the Risk of
Postoperative Hypocalcemia. The Laryngoscope.

Mathur, A.K. 2010. Bab 1: Tiroidektomi dan Diseksi Leher. Dalam Minter
RM; GM Doherty (eds.). Prosedur Saat Ini: Bedah . New York: McGraw-
Hill.

Philips R., Philip N., Nolam S., Yubo T, Guy B., and Garth E. 2019. Predicting
Transient Hypocalcemia in Patients with Unplanned Parathyroidectomy
after Thyroidectomy. Am J Otolaryngol. 40; 504-508.

Rodwell, V. W., David, A.B., Kathleen, M.B., Peter, J.K., and P. Anthony, W.
2015. Harper’s Illustarted Biochemistry. ed.30. New York : McGraw-Hill
& Lange.
Sherwood, L. 2016. Fisiologi Manusia : Dari Sel ke Sistem (Human Physiology
from Cells to System). Ed. 9. Indonesia : EGC.

White, M. G., Benjamin, C. J., Cheryl, N., Sapna, N., Edwin, L. K., Peter, A., and
Raymon, H. G. 2015. One-Hour PTH after Thyroidectomy Predicts
Symptomatic Hypocalcemia. Journal of Surgical Research, 7(1).

Widodo A., dan Surasno B. 2009. Komplikasi Tiroidektomi. Laporan Kasus.


Jurnal THT-KL. Vol.2 no.3 hh 127-133.

Anda mungkin juga menyukai