net/publication/305722295
CITATIONS READS
0 7,835
1 author:
Dr. Ja'far, MA
State Islamic University of Sumatera Utara, Medan Indonesia
26 PUBLICATIONS 31 CITATIONS
SEE PROFILE
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
Perspektif Pendidik Al Washliyah dan Al Ittihadiyah tentang Paham dan Penanggulangan Radikalisme dan Terorisme di Indonesia View project
All content following this page was uploaded by Dr. Ja'far, MA on 30 July 2016.
1Lois Hoffman dan John Hoffman, Modern dan Posmodern Ways of Knowing:
Implications for Therapy and Integration (Costa Mesa: Vanguard University of
Southern California, t.t.), h. 4.
2Reinhard Bendix, “Apa Itu Modernisasi,” dalam Modernisasi: Masalah
3
Penulisan artikel ini memiliki tujuan ganda. Pertama. Berupaya
menjelaskan dan menegaskan pengertian sejumlah istilah yang berkaitan
dengan tema modernitas seperti modern, modernis, modernisasi,
modernitas dan modernisme. Kedua. Berupaya melacak nilai-nilai
fundamental modernitas yang dianggap sebagai pendorong kemunculan
era modern. Pengetahuan terhadap pengertian dan nilai-nilai fundamental
modernitas diharapkan dapat menjadi semacam pemantik bagi perubahan
sosial suatu komunitas, dari masyarakat tradisional menuju masyarakat
modern, sebab masih dapat ditemukan bahwa sekelompok masyarakat
masih tergolong tradisional (pramodern) dan jauh dari nilai-nilai
modernitas meski mereka sudah memasuki periode modern secara global.
Pengertian
(Jakarta: Balai Pustaka, 2005), h. 751; W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa
Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1978), h. 653.
4
modern bermakna ‘yang baru’ sebagai lawan ‘yang kuno,’ atau ‘perubahan
terbaru’ sebagai lawan dari ‘tradisional.’9 Sementara itu, Bendix
menyatakan bahwa “istilah modern mencakup seluruh era sejak abad
kedelapanbelas, ketika penemuan-penemuan seperti mesin uap dan mesin
pemintal meletakkan landasan teknik yang pertama bagi industrialisasi
berbagai masyarakat.10 Dengan demikian, istilah modern merujuk kepada
suatu kondisi sosial dan kultural masyarakat.
Istilah kedua, modernis berasal dari bahasa Inggris, modernist.
Kamus-kamus bahasa Inggris memaknai modernist sebagai believer in
modern, supporter of modern,11 a person who holds modern views or uses modern
methods, a person who supports the study of modern subjects in preference to the
ancient classics, dan a person who interprets religions teaching in a modern way.12
Dengan demikian, kata modernis mengacu kepada seseorang yang
memiliki, memegang, bahkan mendukung pandangan dan metode
modern, serta menjadikannya sebagai sarana menjalani kehidupan.
Istilah ketiga, modernitas, yang berasal dari bahasa Inggris,
modernity, dan dalam kamus bahasa Indonesia diartikan sebagai
‘kemodernan.’13 Dalam kamus bahasa Inggris, kata ini dimaknai sebagai
being modern,14 the condition of being modern or up-to-date,15 dan the equality of
being modern.16 Dengan demikian, modernitas dapat dimaknai sebagai
menjadi modern dan kondisi menjadi modern. Dalam hal ini, modernitas
lebih mengacu kepada sikap hidup yang modern.
5
Menurut Eduardo, seorang sosiolog, bahwa modernitas (modernity)
mengacu kepada sebuah periode historis yang bermula di Eropa Barat
melalui serangkaian perubahan sosial, budaya dan ekonomi selama abad
17. Modernitas dicirikan dengan tiga hal berikut. Pertama. Pengandalan
kepada penalaran dan pengalaman yang telah menyebabkan pertumbuhan
ilmu pengetahuan dan kesadaran ilmiah, sekularitas dan rasionalitas
instrumental. Kedua. Kehidupan didasarkan pada pertumbuhan
masyarakat industri, mobilitas sosial, ekonomi pasar, kemelekan huruf,
serta birokratisasi dan konsolidasi negara-bangsa. Ketiga. Keberadaan
konsepsi bahwa manusia adalah bebas, otonom, bisa mengendalikan diri
dan refleksif.17 Dengan demikian, modernitas mengacu kepada sebuah
periode setelah periode tradisional dan/atau periode sejarah setelah
periode Abad Pertengahan, yaitu suatu periode dimana budaya suatu
masyarakat telah bergerak dari sistem feodalisme menjadi sistem kapitalis,
industrialis, dan sekularis.
Istilah keempat adalah modernisme, berasal dari bahasa Inggris,
modernism. Dalam kamus bahasa Inggris, modernisme dipahami sebagai
modern views or methods,18 modern term or expression,19 modern, character or
practice, the theory and practice of modern art,20 modern attitudes or methods.21
Modernism kerap diartikan juga sebagai a religious movement stressing ethical
and citical values rather than theological creeds and dogmas,22 “the movement in
Roman Chatolic thought that interpreted the teaching of the Church in the light of
modern philosophic and scientific thought,” “the liberal theological tendency in
20th century protestantism,”23 “a movement among Roman Chatolics to modify
the teachings and tenets of the Church in the direction of the scientific, literary and
6
philosophic opinions of the 1800’s and 1900’s.”24 Dalam kamus bahasa
Indonesia disebutkan bahwa modernisme adalah ‘gerakan yang bertujuan
menafsirkan kembali doktrin tradisional dan menyesuaikannya dengan
aliran-aliran modern dalam filsafat, sejarah dan ilmu pengetahuan.’25
7
Pandangan ini didukung oleh Bernard M.G. Reardon, bahwa dalam sejarah
Kristen Katolik, terdapat sebuah gerakan teologi bernama modernisme,
yakni “sebuah gerakan yang hendak memasukkan karakter modern dan
liberal dalam ajaran Gereja Katolik Roma pada awal abad 20.”30
8
“sebuah rencana untuk membuat aspek-aspek politik dan ekonomi
masyarakat menjadi baru.”35
Dalam kamus bahasa Indonesia, modernisasi diartikan sebagai
“proses pergeseran sikap dan mentalitas sebagai warga masyarakat untuk
dapat hidup sesuai dengan tuntutan masa kini,”36 dan “proses perubahan
atau perombakan keadaan lama kepada yang baru sesuai dengan tuntutan
zaman guna kemajuan.”37
Sejumlah sosiolog sudah memberikan definisi bagi modernisasi.
Reinhard Bendix, misalnya, menyatakan bahwa modernisasi adalah “satu
jenis perubahan sosial sejak abad kedelapan belas, yang terdiri dari
kemajuan sesuatu masyarakat perintis di bidang ekonomi dan politik, dan
perubahan-perubahan yang terjadi kemudian di masyarakat-masyarakat
pengikut.”38 Haviland menyatakan modernisasi adalah “proses perubahan
kebudayaan dan sosio-ekonomis yang meliputi segala-galanya dan
terdapat di seluruh dunia, di mana seluruh masyarakatnya berkembang
berusaha mendapatkan sebagian karakteristik umum yang terdapat dalam
kebanyakan masyarakat industri yang maju.”39 Armer dan Katsillis
menyatakan bahwa modernisasi adalah “proses perubahan menuju tipe
serta sistem sosial, ekonomi, dan politik yang berkembang di Eropa Barat
dan Amerika Utara pada abad ke-17 sampai abad ke-19, yang selanjutnya
sistem tersebut berkembang ke negara-negara Eropa lain dan pada abad
ke-19 dan abad ke-20 berkembang ke Amerika Selatan, Asia dan Afrika.”40
Menurut Nurcholish Madjid, modernisasi adalah “proses perombakan pola
berpikir dan tata kerja lama yang tidak akliah, dan menggantikannya
35Wilson,“Modernity,” h. 18.
36Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 751.
37Zainul Bahri, Kamus Umum: Khususnya Bidang Hukum dan Politik
Edgar F. Borgatta (ed.), Encyclopedia of Sociology, Vol. III (New York: Macmillan
Reference USA, t.t.), h. 1883.
9
dengan pola berpikir dan tata kerja baru yang akliah.”41 J.W. Schoor,
seperti dikutip oleh Manan, mendefinisikan modernisasi sebagai
“penerapan pengetahuan ilmiah kepada semua aktifitas dan semua bidang
kehidupan atau kepada semua aspek-aspek masyarakat.”42 Soekanto
menjelaskan bahwa modernisasi adalah “suatu proses perubahan yang
menuju pada tipe sistem-sistem sosial, ekonomi dan politik yang telah
berkembang di Eropa Barat dan Amerika Utara pada abad ke-17 sampai
abad ke-19.”43 Secara sederhana, dapat dikatakan bahwa modernisasi
adalah suatu proses memodernkan suatu komunitas masyarakat tertentu.
Modernisasi biasanya diterapkan kepada suatu komunitas masyarakat
yang masih tradisional.
1989), h. 56.
43Soerjono Soekanto, Sosiologi: Suatu Pengantar (Jakarta: Rajawali, 2005), h.
345.
10
bentuk perubahan sosial. Modernisasi dapat digolongkan sebagai
perubahan sosial yang terarah (directed-change) dan didasarkan kepada
perencanaan (planned-change). Secara historis, istilah modernisasi merujuk
kepada suatu proses perubahan sosial, ekonomi dan politik yang telah
berkembang di Eropa Barat dan Amerika Utara selama abad ke-17 sampai
abad ke-19, lalu perubahan seperti ini diikuti oleh negara-negara Amerika
Selatan, Asia dan Afrika.44 Dalam hal ini, sebuah komunitas menerapkan
paradigma modernisasi dengan tujuan untuk menggapai kemajuan dalam
berbagai bidang kehidupan. Artinya, modernisasi akan memunculkan
modernitas.
11
periode sejarah yang bermula di Eropa Barat melalui serangkaian
perubahan sosial, budaya dan ekonomi selama abad ke-17.46 Dengan
demikian, modernisasi telah membawa masyarakat Eropa menuju periode
modernitas. Dalam hal ini, mereka telah menjadi masyarakat modern.
12
istiadat. Ketiga. Percaya kepada kekuatan gaib. Keempat. Tidak ada lembaga
khusus sebagai pengatur bidang pendidikan dalam masyarakat. Kelima.
Tingkat buta huruf sangat tinggi. Keenam. Kegiatan ekonomi hanya untuk
memenuhi kebutuhan sendiri dan tidak dipasarkan. Ketujuh. Kegiatan
ekonomi dan sosial memerlukan kerjasama dengan sistem gotong-royong.
Kedelapan. Hukum masyarakat dipahami oleh anggota masyarakat yang
sudah dewasa. Sedangkan menurut Bill Crouse, era pra modern dicirikan
dengan kuatnya ortodoksi, kepercayaan, dogma-dogma dan tradisi, serta
tidak ada batas tegas antara dunia spiritual dan dunia material.50
Periode modern berarti kelanjutan dari periode pra-modern. Griffin
menyebut sejumlah ciri era modern, yakni industrialisasi, urbanisasi,
teknologisasi, birokratisasi, rasionalisasi instrumental, sekularisasi,
egalitarianisme dan materialisme.51 Dostoeusky menyebut bahwa era
modern memiliki tiga jiwa, yakni kesadaran diri sebagai subjek, sikap kritis
terhadap prasangka-prasangka tradisi dan progressifitas.52 Sedangkan
menurut Bill Crouse, era modern berlandaskan rasionalisme, kebebasan,
kemajuan dan optimisme, serta kecenderungan kepada perspektif
imanensi, bukan transendensi.53 Memang disadari bahwa modernisme
dianggap oleh sekelompok ahli sebagai proyek gagal, seperti pendapat
Jurgen Habermas, dan mereka mengajukan berbagai kritik terhadapnya.
Menurut Akbar S. Ahmed, era posmodernis memiliki sejumlah
karakteristik. Pertama. Hilangnya kepercayaan pada proyek modernitas;
semangat pluralisme; skeptis terhadap ortodoksi tradisional; penolakan
terhadap pandangan bahwa dunia adalah sebuah totalitas universal; dan
pendekatan terhadap harapan akan solusi akhir dan jawaban sempurna.
Kedua. Dalam banyak cara yang bersifat mendasar, media adalah dinamika
13
sentral. Ketiga. Kaitan posmodernisme dengan revivalisme etno-religious
atau fundamentalisme perlu ditelaah oleh ilmuan sosial dan politik.
Revivalisme adalah sebab dan akibat dari posmodernisme. Keempat.
Kontinuitas dengan masa lalu tetap merupakan ciri posmodernisme.
Kelima. Karena sebagian besar penduduk menempati wilayah perkotaan
dan sebagian lebih besar lagi masih dipengaruhi oleh ide-ide yang
berkembang dari wilayah ini, maka metropolis menjadi sentral bagi
posmodernisme. Keenam. Terdapat elemen kelas bagi perkembangannya
dan demokrasi adalah syarat mutlak bagi perkembangannya. Ketujuh.
Posmodernisme memberikan peluang, mendorong penjajaran wacana,
eklektisme dan pencampuran berbagai citra. Kedelapan. Ide tentang bahasa
sederhana terkadang terlewatkan oleh ahli posmodernisme, meski mereka
mengklaim dapat menjangkaunya.54 Dengan demikian, ciri mendasar era
ini adalah dekonstruksi, relativisme, pluralisme, skeptisisme heterogenitas,
perspektif holisme dan kebangkitan etis dan spiritualitas. Dalam hal ini,
posmodernisme memperoleh kritikan dari sekelompok modernis.
14
kandas tanpa membawa hasil sebagaimana dicita-citakan, yakni menjadi
masyarakat modern.
Menurut Manan, paradigma modernisasi mengemukakan model
linier pembangunan sebagaimana telah dilalui banyak mesyarakat maju
adalah bermula dari pengembangan intelektual dan pengembangan
tersebut menghasilkan revolusi ilmu pengetahuan dan perkembangan
teknologi. Namun patut disadari bahwa menurut paradigma modernisasi,
adalah revolusi tersebut berakar dari sistem nilai budaya mereka.55 Dengan
demikian, nilai sosial budaya menjadi faktor pendorong dan pendukung
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pada akhirnya
menyembulkan revolusi ilmu pengetahuan dan teknologi bahkan
membawa suatu komunitas menjadi masyarakat modern.
Alex Inkeles dan Smith, seperti dikutip Manan, pernah membahas
transformasi orang-orang tradisional menjadi orang-orang modern. Kedua
tokoh ini memandang penting perubahan spirit, cara berpikir, merasa dan
bertindak dari orang-orang tradisional yang hendak menjadi masyarakat
modern. Spirit dan cara berpikir, merasa dan bertindak ini dapat disebut
sebagai sistem nilai dan semuanya menjadi syarat penting bagi upaya
memodernkan sebuah komunitas. Dalam hal ini, Inkeles dan Smith56
mengemukakan bahwa sistem nilai ini disebut sebagai kepribadian, dan
kepribadian masyarakat modern tersebut adalah:
1. Terbuka terhadap pengalaman dan cara-cara baru;
2. Siap untuk perubahan-perubahan;
3. Sanggup membentuk dan mempunyai pendapat tentang berbagai hal
baik di dalam maupun di luar lingkungannya;
4. Sadar akan keragaman sikap dan pendapat di sekitarnya dan sanggup
memberi penilaian;
5. Mengetahui dunia luas;
15
6. Lebih berorientasi kepada masa sekarang dan masa depan;
2005), h. 113-116.
16
Kedua tokoh ini mendapati bahwa keberhasilan pembangunan Barat
dikarenakan masyarakat Barat berorientasi kepada sejumlah nilai seperti
berorientasi kepada masa depan, pandangan bahwa hukum alam bisa
diketahui dan dikuasai, pandangan bahwa bekerja dapat menimbulkan
kerja yang lebih banyak, pandangan bahwa manusia adalah sama,
pandangan bahwa kebudayaan material adalah penting, serta pandangan
bahwa kehidupan sebagai sesuatu yang baik.59 Semua pandangan tersebut
telah menjadi nilai sosial budaya masyarakat Barat dan orientasi nilai
tersebut telah membawa kepada kemajuan bahkan modernitas. Semua
pandangan tersebut dapat disebut sebagai nilai-nilai fundamental
modernitas.
Manan melanjutkan bahwa pandangan Kluckhohn dan Strodtbeck
tentang orientasi nilai sosial budaya tersebut memang akan mengarahkan
suatu komunitas kepada modernitas, dikarenakan alasan sebagai berikut:
1. Nilai berupa orientasi ke masa depan akan mengarahkan seseorang
mempunyai sikap hemat dan mendorong kegemaran menabung.
Dalam perspektif ekonomi, tabungan dapat meningkatkan investasi
dan kunci kemajuan ekonomi;
2. Nilai berupa keyakinan bahwa hukum alam bisa diketahui dan
dikuasai akan mendorong perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Ilmu pengetahuan dan teknologi akan bisa meningkatkan
kualitas dan kuantitas pemenuhan kebutuhan dasariah manusia;
3. Nilai berupa keyakinan bahwa bekerja dapat menghasilkan kerja yang
lebih banyak dan lebih baik akan mengarahkan kualitas kesejahteraan
masyarakat;
17
5. Nilai berupa keyakinan bahwa kebudayaan material adalah penting
dan normal akan mendorong setiap orang memperolehnya;
6. Nilai berupa keyakinan bahwa hidup adalah sesuatu yang baik dan
bermakna akan mendorong setiap orang mengisi hidup dengan karya-
karya besar dan bermakna.60
Manan menyebut sejumlah pandangan para sosiolog tentang
orientasi nilai masyarakat Barat. T. Parsons, lewat teori pattren variables,
ikut menambahkan bahwa masyarakat modern menganut suatu orientasi
nilai tertentu yakni mengutamakan penilaian berdasarkan keberhasilan
dan prestasi, bukan status. Max Weber menyatakan bahwa masyarakat
modern memiliki nilai-nilai seperti sikap menjunjung tinggi kerajinan,
kehematan, ketenangan hati dan kebijaksanaan, bahkan rasionalitas telah
dijadikan sebagai jiwa kehidupan ekonomi, teknik, penelitian ilmiah,
kemiliteran, hukum dan sistem administrasi. David McClelland
menambahkan bahwa masyarakat modern memiliki jiwa wiraswasta
dengan karakter khasnya seperti suka bertanggungjawab atas semua
pekerjaannya, suka bekerja dengan hasil yang jelas dan terukur dengan
sukses atau gagal, bekerja dengan rencana dan berani mengambil resiko.
E.E. Hagen menyatakan bahwa masyarakat modern memiliki
kecenderungan kreatif dan kesanggupan memecahkan masalah dan
menggunakannya untuk tujuan ekonomis. Kepribadian ini memunculkan
kepribadian inovatif. Orang-orang kreatif dan inovatif memiliki sifat
seperti terbuka terhadap pengalaman baru, imajinasi yang kreatif, yakin
kepada penilaian sendiri, kepuasan menghadapi dan menyelesaikan
masalah, kesadaran akan kewajiban dan tanggungjawab untuk berhasil,
cerdas, giat, dan memiliki persepsi bahwa dunia adalah tantangan.
Sedangkan Daniel Lerner menyatakan bahwa masyarakat modern adalah
masyarakat berkarakter dinamis, mampu merubah diri secara tepat dalam
masa perubahan sosial yang cepat, dan mempunyai kapasitas untuk
melihat diri sendiri dalam posisi orang lain.61 Para ahli ini menilai bahwa
60Ibid., h. 66.
61Ibid., h. 66-70.
18
sejumlah karakter dan nilai tersebut sangat mempengaruhi perubahan
sosial masyarakat Eropa, dari masyarakat tradisional menuju masyarakat
modern. Artinya, kemunculan era modern didorong oleh perubahan spirit
dan cara berpikir, merasa dan bertindak masyarakat tradisional.
19
“meringan-ringankan” agama.62 Padahal, bagi sebagian kalangan bahwa
meskipun modernisasi adalah proyek Barat, namun sebuah komunitas
akan bisa menjadi modern tanpa harus menjadi seorang westernis,
sekularis dan liberalis, dengan cara menginternalisasikan nilai-nilai
fundamental modernitas tersebut dalam kehidupan mereka. Konon lagi,
nilai-nilai fundamenla modernitas tersebut akan mendapat legitimasi dari
agama-agama dunia.
Kesimpulannya adalah ada kaitan erat antara istilah modern,
modernisasi, modernitas, modernis dan modernisme. Istilah modernitas
mengacu kepada sebuah periode sejarah, posisi periode ini adalah sesudah
pra-modern dan sebelum posmodern. Periode ini berawal di Eropa ketika
terjadi serangkaian perubahan dalam bidang sosial, ekonomi dan budaya
selama abad ke-17. Periode ini muncul sebagai akibat dari upaya
modernisasi yang dilakukan oleh masyarakat Eropa. Para pelopor dan
pendukung modernisasi ini disebut kaum modernis. Sedangkan segala
sikap, komitmen, pandangan, gagasan dan gerakan kaum modernis ini
disebut modernisme. Artinya, kelima istilah ini memiliki hubungan antara
istilah satu dengan lainnya.
Diakui bahwa fenomena perubahan sosial, budaya dan politik
tersebut muncul sebagai akibat kelahiran revolusi ilmu pengetahuan dan
teknologi, namun penyebab dasar dari revolusi tersebut adalah adanya
perubahan spirit, serta cara berpikir, merasa dan bertindak dalam diri
masyarakat Eropa. Orientasi mereka terhadap sejumlah nilai-nilai sosial
budaya menjadi pemantik tepat bagi kemunculan revolusi ilmu dan
teknologi, bahkan melahirkan sebuah era baru bernama era modern.
20
Meskipun nilai-nilai tersebut menjadi basis kemunculan revolusi
ilmu dan teknologi, namun ketika masyarakat Barat sudah menjadi
masyarakat modern, nilai-nilai tersebut tetap melekat dalam dan menjadi
kepribadian masyarakat. Nilai-nilai tersebut antara lain mengutamakan
penilaian berdasarkan keberhasilan dan prestasi; menjunjung tinggi
kerajinan, kehematan, ketenangan hati, kebijaksanaan, dan rasionalitas;
berjiwa wiraswasta; berjiwa kreatif, inovatif dan kesanggupan
memecahkan masalah dan menggunakannya untuk tujuan ekonomis;
berkarakter dinamis, mampu merubah diri secara tepat dalam masa
perubahan sosial yang cepat, dan mempunyai kapasitas untuk melihat diri
sendiri dalam posisi orang lain. Akhirnya, nilai-nilai tersebut menjadi nilai-
nilai fundamental modernitas.[]
21