1
Hizkia Yosie Polimpung
2
“ Ontroantropologi:
Fantasi Realisme Spekulatif
Quentin Meillassoux
3
Hizkia Yosie Polimpung
Ia adalah penulis buku Asal Usul Kedaulatan (Kepik, 2014), dan penulis-ber
sama buku Marxisme dan Ketuhanan Yang Maha Esa (IndoProgress, 2016),
Membedah Tantangan Jokowi-JK (peny. Coen H. Pontoh; Marjin Kiri dan
IndoProgress, 2014), Oposisi Demokratik di Era Mediasi-Massal Demokrasi (UI
Press, 2012), Dilema Kultural dalam Strategi Diplomasi Indonesia di ASEAN (UI
Press, 2012). Tulisan dan makalahnya tersebar di harian dan jurnal-jurnal mulai
dari IndoProgress, The Jakarta Post, Esquire, Koran Sindo, dll. Area risetnya
adalah seputar interseksi transdisipliner dari psikoanalisis, studi urban dan
ekonomi politik global. Topik kajian yang sedang digelutinya saat ini adalah
pembentukan subjektivitas pekerja kreatif dan anak muda perkotaan, dan
proses kerja imaterial di era kapitalisme pasca-Fordis. Di samping itu, ia juga
aktif dalam mengarusutamakan dan memfasilitasi pengembangan jejaring
koperasi dan jejaring riset kolaboratif.
Buku ini adalah pengembangan dari disertasi doktoralnya yang berjudul Kritik
terhadap Proyek Filsafat Realisme Spekulatif Quentin Meillassoux dari Perspektif
Psikoanalisis Jacques Lacan (Universitas Indonesia, 2016).
4
“
Ontroantropologi:
Fantasi Realisme Spekulatif
Quentin Meillassoux
5
Hizkia Yosie Polimpung
Perpustakaan Nasional:
Katalog Dalam Terbitan (KDT)
Ontoantropologi: fantasi realisme spekulatif
quentin meillassoux/Hizkia yosie polimpung
—Yogyakarta: Cantrik Pustaka, 2017
300 hlm ; 14,5 x 20,7 cm
ISBN 978-602-60226-8-4
Cetakan Pertama, Januari 2017
6
Dari Penerbit
M ari kita baca buku ini dengan gambaran karikatural agar filsafat
tidak selalu tampak menjenuhkan.
Seorang mahasiswa filsafat di sebuah perguruan tinggi negeri
pesimis masa depannya akan berakhir sebagai peternak lele.
Bukan karena khawatir tidak bisa mendapatkan lowongan kerja,
melainkan karena ilmu yang dipelajarinya menjadi demikian lemah.
Ia, dengan filsafat yang sudah susah-payah dipelajarinya, tidak bisa
berbuat apa-apa. Kenapa? Karena filsafat yang berkembang akhir-
akhir ini menutup semua kemungkinan manusia mengakses yang
absolut. Manusia (dianggap) selalu sudah terkurung dalam horizon
kemanusiaannya. Namun akhirnya, daripada semua upaya filosofis
untuk mencari kebenaran absolut hanya akan dianggap sama saja
dengan harga lele yang selalu dipengaruhi oleh konteks ekonomi-
politik (korelat manusia), pikir mahasiswa itu, lebih baik jadi peternak
lele saja yang tak perlu susah-payah berpikir. Meski keputusan ini
teramat dilematis untuk diambil. Singkatnya, berfilsafat, ketika tidak
bisa mengakses yang absolut, itu tak lebih istimewa dari beternak
lele.
Pembatasan akses manusia terhadap yang absolut itu, setidak
nya, dimulai sejak Immanuel Kant menulis Kritik atas Rasio Murni.
Mulanya Kant hendak mengkritik metafisika yang terobsesi meng
gapai benda-dalam-dirinya (das Ding an sich). Kritik itu cukup
tajam—bahwa daripada memikirkan benda-dalam-dirinya, filsuf se
mestinya cukup memikirkan apa yang memungkinkan kognisi ma
nusia bisa bermetafisika.
7
Hizkia Yosie Polimpung
8
Dari Penerbit
9
Hizkia Yosie Polimpung
10
Dari Penerbit
11
Hizkia Yosie Polimpung
12
Pengantar Penulis
Dari Penulis
B uku ini adalah tentang apa yang disebut di sini sebagai onto
antropologi, yaitu pandangan ontologis yang meletakkan manu
sia sebagai jangkar dari keberadaan segala sesuatunya. Apabila
dalam tradisi metafisika kita mengenal istilah ontoteologi, yang mana
Tuhan ditempatkan sebagai jangkar ontologis segala sesuatunya, di
dalam filsafat kontemporer kita melihat korelat-korelat kemanusiaan
yang menjadi jangkar ontologis ini. Mulai dari ide, rasio, kehendak,
kuasa, bahasa, dst., semuanya berkompetisi mengisi kekosongan
pasca-Tuhan dikumandangkan kematiannya oleh Nietzsche. Sayang
nya, Tuhan tidaklah benar-benar mati, ia menjelma dan merasuk
dalam rupa-rupa yang baru dalam filsafat, yaitu dalam rupa manusia.
Alhasil, kita bisa menduga, korelat-korelat manusia tadi tidak lain
adalah jejak-jejak sekuler Tuhan dalam filsafat. Adalah Quentin
Meillassoux [baca: kwang-tang meiy-yas-suh] yang mencoba,
dan berhasil, menunjukkan betapa filsafat kontemporer, sekalipun
menggadang-gadang tentang perbedaan (dalam segala bentuk dan
manifestasi konseptualnya) sebenarnya tetap mengulangi satu kesa
maan, yaitu peneguhan korelat manusia sebagai jangkar keberadaan
ontologis.
Buku ini mencoba memberikan refleksi kritis akan proyek
filsafat Meillassoux. Setelah memberikan kritik terhadap filsafat-
filsafat perbedaan ini, yang disebutnya korelasionisme (yang lebih
spesifiknya lagi mengacu pada fenomenologi, Analitik, dan pasca
modernisme), Meillassoux mencoba untuk kembali menjajal ke
mampuan filsafat untuk menaja problem ontologis, yaitu meng
klaim kebenaran absolut. Tentunya kali ini adalah kebenaran absolut
yang nirmetafisik, nirabsolutis, dan nirontoantropologis. Sayangnya
buku ini menunjukkan keterbatasan dari upaya Meillassoux
13
Hizkia Yosie Polimpung
14
Pengantar Penulis
15
Hizkia Yosie Polimpung
16
Pengantar Penulis
17
Hizkia Yosie Polimpung
Penulis
18
“ Where there is nothing, read that I love you
19
Hizkia Yosie Polimpung
20
Isi Buku
Dari Penerbit
Pengantar Penulis
BAB I
Ontoteologi, Ontoantropologi, Realisme Spekulatif 23
Dua Ontologi — Realisme Spekulatif — Realisme
dan Realitas Eksternal yang Objektif dan Absolut —
Ontoantropologi dalam Realisme Spekulatif — Tentang
Buku Ini — Menyituasikan Kritik Ontoantropologi —
Kerangka Pembahasan
BAB II
Filsafat Libidinal Jacques Lacan dan Keganjilan
Ontologis 61
Psikoanalisis Lacan atau Filsafat Libidinal —
Ketidaksadaran, Perbedaan Seksual dan Ontologi —
Keganjilan Ontologis dan Fantasi Fundamental — Demo
Analisis — Fantasi Realisme Spekulatif
BAB III
Filsafat di Era Kembalinya Irasionalitas:
Menyituasikan Intervensi Realisme Spekulatif
Quentin Meillassoux 97
Peralihan Spekulatif — Idiosinkrasi Meillassoux —
Irasionalitas I: Kontra-Revolusi Ptolemian — Irasionalitas
II: Filsafat sebagai Pelindung Fanatisme
21
Hizkia Yosie Polimpung
BAB IV
Problem Ansestral, Solusi Astral: Seksualitas Dunia
Luar Raya 130
Ansestralitas dan Lintasan Menuju Dunia Luar Raya —
Paradoks Ganda Arke-Fosil: Di Manakah Itu di Luar? —
Lini Pelarian Astral — “Seandainya Manusia tak Pernah
Ada …” — Paradoks Heisenberg dan Perburuan Partikel
Tuhan — Dunia tanpa Manusia? — Yang di dalam Kulit —
Seksualisasi Ontologis — Refleksi Transferensial
BAB V
Ketiadaan Absolut: Konsekuensi Faktialitas dan
Kemanusiawian Matematika 177
Argumen Faktialitas dan Matematika Transfinit — Dari
Tiada, Menuju Tiada, Dengan Tanpa Alasan — Dialog
Pasca-Kematian — Absolutisasi Faktisitas dan Keniscayaan
Kontingensi — Mengekang Hiperkaos — Absolut Matematis
dan Yang Tak Terhitungkan — Inferensi Probabilis dan
Keberuntungan — Transfinit Cantorian — Tiada dan
Variannya — Tiada Meontologis — Tiada Ontikologis —
Matematikalisasi, Seksualisasi — Rasionalitas Nirmanusia
— Irasionalitas Manusia dan Ketaksadaran Saintifik —
Matematika Manusiawi I: Korelat Pervert
BAB VI
Simpulan 259
Keganjilan Ontologis — Seksualisasi Ontologi — Dari
Ansestralitas ke Astralitas — Ketidaksadaran Saintifik
22
Simpulan
BAB VI
Simpulan
259
Hizkia Yosie Polimpung
260
Simpulan
Keganjilan Ontologis
261
Hizkia Yosie Polimpung
262
Simpulan
5 Atau, dalam terma teknis Lacanian, objet petit a, atau objet cause de désir.
263
Hizkia Yosie Polimpung
Seksualisasi Ontologi
264
Simpulan
6 Untuk penjelasan Lacan mengenai pemotongan (coupure) ini, lihat penjelasan di Bab
2.Lihat juga, Jacques Lacan, Le Séminaire, Livre VI: Le Désir et son interpretation, bagian
seminar tertanggal 20 dan 27 Mei 1959; dan Alenka Zupančič, Why Psychoanalysis, h. 6-20.
7 Lacan, Seminar II: The Ego, h. 55.Bric-à-bracadalah barang-barang, pernak-pernik dan
ornamen antik keseharian yang biasa dipakai untuk dekorasi meja dan lemari paja
ngan. Banyak dijumpai di toko maupun kios jalanan.
265
Hizkia Yosie Polimpung
8 “One makes use of the ego in the same way as the Bororo does the parrot. The Bororo
says I am a parrot, we say I am me [moi],” Ibid., h. 39. Di sini Lacan membandingkan
manusia dengan orang Indian Bororo yang dikaji oleh Claude Lévi-Strauss. Orang
Bororo, mengatakan dirinya sebagai burung kakaktua merah, sama seperti seekor
ulat menyebut dirinya kupu-kupu. Adalah Jonathan Z. Smith yang mempopulerkan
ungkapan “I am a Parrot.” Jonathan Z. Smith, “I Am a Parrot (Red),” History of Religions,
11, 4 (1972).
9 Di sini Lacan menggunakan kata ‘orang gila’ dalam artiannya sehari-hari dan bukan
teknis klinis.Lih. Lacan, Écrits: Complete Edition, h. 139.
10 “If a man who thinks he is king is mad, a king who thinks he is king is no less so.” Ibid.,
140
266
Simpulan
267
Hizkia Yosie Polimpung
13 “Remove the observer, and the world becomes devoid of these sonorous, visual, olfactory,
etc., qualities, just as the flame becomes devoid of pain once the finger is removed.”
Meillassoux, After Finitude, h. 1.
268
Simpulan
269
Hizkia Yosie Polimpung
suatu objek yang ganjil, persis justru saat manusia coba dilenyapkan.
Meillassoux tidak memberikan justifikasi apa-apa mengenai apa
status pikiran dan dirinya sebagai filsuf yang tetap berpikir saat
kemanusiaan tidak ada lagi.
Menarik sebenarnya bagaimana Meillassoux sama sekali tidak
mendiskusikan mengenai “sisi dalam” (inside) yang adalah sisi balik
dari sisi luar (outside) yang notabene penyebutannya berceceran
di sepanjang pembahasan di buku After Finitude. Apabila hendak
diterka-terka, maka setidaknya ada dua petunjuk yang secara implisit
memberi tahu kita mengenai apa yang ada di benak Meillassoux
tentang ‘sisi dalam’. Yang paling culas tentunya adalah seruan ajakan
Meillassoux dalam memberikan arahan ke mana filsafat sebaiknya
mulai berpikir: yaitu “keluar dari diri kita sendiri, merengkuh yang
pada dirinya sendiri, untuk mengetahui apakah sesuatu dengan
atau tanpa keberadaan kita.”14 Tapi ungkapan “keluar dari diri” ini
masih abstrak. Di bagian lain, Meillassoux memberi operasionalisasi
lebih lanjut tentang apa itu ‘diri’. Yaitu dengan menggunakan kulit
sebagai batasan penanda ‘diri’, “kita tidak bisa keluar dari kulit
kita.”15 Dengan demikian, terlihat jelas bahwa sebenarnya adalah
kulit yang menjadi batasan antara interioritas pikiran manusia dan
eksterioritas dunia luar raya. Dengan demikian, “di dalam” adalah
dimulai dari kulit dan ke dalamnya, sementara “di luar” juga dimulai
dari kulit ke luarnya. Tapi apakah yang ada di sebelah dalam kulit?
Apakah manusia? Apakah pikiran? Sayangnya pertanyaan ini sama
sekali tidak terlintas sebersit pun di After Finitude.
Dalam ontoantropologi, kulit manusia memainkan peran yang
amat vital, yaitu sebagai penanda (marker), sebagai garis batas, sebagai
poin acuan, dan sebagai titik tolak pikiran untuk mengualifikasi
segala sesuatu yang nirmanusia—yi. objek maupun dunia luar raya
(Meillassoux). Itulah mengapa disebut ontoantropologis, yaitu kare
na “yurisdiksi” antroposentrisme ini tidak hanya di satu atau dua
objek saja, melainkan seluruh objek yang menghuni ‘sisi luar’ dari
manusia pada umumnya; ‘logos’ dari yang ontis, adalah selalu ‘logos’
14 “[T]o get out of ourselves, to grasp the in-itself, to know what is whether we are or
not,”Meillassoux, After Finitude, h. 27. Cetak miring teks asli dihilangkan.
15 “[W]e cannot get out of our own skins,” Ibid., h. 11.
270
Simpulan
271
Hizkia Yosie Polimpung
272
Simpulan
Ketidaksadaran Saintifik
273
Hizkia Yosie Polimpung
274
Simpulan
275
Hizkia Yosie Polimpung
276
Simpulan
277
Hizkia Yosie Polimpung
278
Simpulan
279
Hizkia Yosie Polimpung
280
Simpulan
281
Hizkia Yosie Polimpung
Daftar Pustaka
282
Daftar Pustaka
283
Hizkia Yosie Polimpung
284
Daftar Pustaka
285
Hizkia Yosie Polimpung
286
Daftar Pustaka
287
Hizkia Yosie Polimpung
288
Daftar Pustaka
289
Hizkia Yosie Polimpung
290
Daftar Pustaka
291
Hizkia Yosie Polimpung
292
Daftar Pustaka
293
Hizkia Yosie Polimpung
294
Daftar Pustaka
295
Hizkia Yosie Polimpung
Indeks
296
Indeks
193, 205, 225, 226 239, 240, 244, 245, 246, 254,
Cogito 100, 284 256, 258, 262, 263, 265, 267,
272, 275, 276, 277, 278
D Hasrat 74, 88, 90, 91, 92, 170, 263
Deleuze 30, 97, 104, 133, 166, 200, Heidegger 8, 25, 26, 27, 59, 98, 100,
220, 283, 284, 295 104, 108, 116, 121, 122, 130,
Deleuze, Gilles 284 214, 282, 285, 287
Derrida 8, 27, 47, 98, 100, 107, 108, Heideggerian 27, 99, 126, 179, 204,
115, 215, 284, 285, 286 274
Derrida, Jacques 284 Heidegger, Martin 130, 287
dunia luar raya 11, 33, 41, 42, 50, hiperkaos 46, 186, 187, 189, 190,
51, 54, 59, 91, 138, 142, 147, 193, 196
148, 153, 161, 163, 166, 170, Hiperkaos 22, 188
172, 175, 238, 261, 262, 263, Hume 92, 93, 99, 114, 117, 193, 194,
266, 267, 270, 272, 273 195, 196, 198, 199, 205, 231,
246, 247, 287
F Hume, David 287
faktialitas 59, 60, 176, 177, 178, 192,
193, 200, 205, 206, 209, 210, K
211, 214, 215, 216, 217, 223, Kant 7, 8, 9, 25, 32, 33, 74, 98, 99,
228, 257, 273, 274, 276 100, 104, 108, 109, 110, 111,
Faktialitas 22, 177, 178, 192 112, 113, 114, 115, 116, 117,
Freud, Sigmund 285, 286 118, 119, 127, 137, 188, 189,
196, 197, 288
G Kantian 8, 98, 108, 112, 113, 114,
Galilean-Kopernikan 111, 112 119, 120, 121, 122, 128, 133,
Galilei, Galileo 109, 285, 286 139, 179, 195, 199, 204, 205
Galloway, Alexander 286 Kant, Immanuel 288
keniscayaan 1, 57, 60, 93, 95, 111,
H 117, 118, 119, 121, 178, 181,
Harman 31, 32, 35, 41, 47, 48, 49, 185, 186, 187, 189, 190, 191,
103, 104, 105, 107, 161, 162, 192, 194, 195, 196, 197, 198,
163, 164, 165, 205, 215, 283, 199, 200, 201, 203, 204, 206,
286, 287, 291 210
Harman, Graham 287 ketakberalasanan 177, 185, 193,
hasrat 12, 27, 28, 54, 55, 56, 57, 59, 200, 206, 215, 216, 234, 255,
72, 73, 74, 77, 78, 79, 80, 81, 257
82, 83, 84, 85, 87, 88, 89, 90, Kontinental 1, 28, 104
91, 92, 94, 95, 101, 167, 168, kontingensi 1, 46, 47, 51, 95, 121,
169, 170, 171, 172, 174, 175, 181, 182, 185, 186, 187, 188,
222, 224, 234, 235, 236, 237, 189, 190, 191, 192, 193, 194,
297
Hizkia Yosie Polimpung
298
Indeks
255, 256, 257, 258, 260, 261, 266, 270, 271, 272, 273, 275,
262, 263, 264, 266, 267, 268, 276, 278, 279
269, 270, 271, 272, 273, 274, Ontoantropologi 6, 21, 23, 41, 45,
275, 276, 277, 278, 279, 280, 91, 167, 258, 262, 267
283, 286, 287, 291, 292, 294 ontologi 24, 26, 30, 31, 69, 90, 122,
Meillassoux, Quentin 283, 291 162, 200, 209, 213, 214, 219,
220, 261, 275
N Ontologi 21, 22, 23, 47, 49, 67, 162,
Negarestani 50, 51, 52, 53, 54, 292 245, 264
Negarestani, Reza 292 ontoteologi 13, 24, 25, 26, 59, 259,
Negri, Antonio 292 263
Nietzsche 8, 13, 23, 27, 259, 292 Ontoteologi 21, 23, 25
Nietzsche, Friedrich 292 OPH 72, 73, 77, 79, 80, 81, 84, 89,
nihilisme 213, 218, 219, 223, 257, 91, 168, 169, 170, 172, 263
279
nirmanusia 15, 26, 28, 53, 148, 162, P
163, 164, 227, 229, 230, 231, psikoanalisis 1, 4, 27, 54, 56, 58, 61,
234, 236, 237, 245, 246, 254, 62, 63, 64, 65, 67, 70, 73, 74,
256, 268, 270, 271, 276 75, 76, 77, 84, 85, 86, 88, 93,
Nirmanusia 22, 227 94, 131, 173, 174, 175, 222,
224, 234, 244, 262, 264, 266,
O 267
objek 8, 9, 10, 11, 26, 34, 35, 36, 37, Ptolemian 21, 108, 111
38, 39, 40, 46, 52, 53, 59, 65,
67, 69, 70, 71, 72, 73, 74, 76, R
77, 78, 79, 80, 81, 82, 84, 87, realisme spekulatif 6, 9, 15, 33, 34,
89, 91, 108, 112, 120, 134, 35, 38, 39, 40, 41, 43, 44, 45,
135, 139, 140, 148, 152, 153, 46, 49, 50, 55, 56, 57, 58, 59,
159, 160, 162, 163, 167, 168, 61, 62, 63, 70, 90, 92, 98, 103,
169, 172, 185, 197, 199, 207, 104, 105, 128, 161, 178, 212,
219, 220, 222, 224, 234, 235, 222, 223, 261, 263, 264, 274
236, 240, 244, 246, 253, 256, Realisme Spekulatif 3, 4, 5, 9, 21,
257, 262, 265, 266, 267, 268, 23, 28, 31, 34, 37, 40, 41, 90,
270, 271, 272, 276, 277 97, 98, 104, 135
ontoantropologi 11, 13, 26, 27, 28,
31, 41, 42, 43, 45, 52, 54, 55, S
57, 58, 59, 61, 63, 70, 91, 92, seksualisasi 22, 91, 166, 167, 225,
94, 162, 163, 164, 165, 167, 264, 265
170, 171, 172, 175, 215, 217, Seksualisasi 22, 91, 166, 167, 225,
222, 223, 224, 227, 234, 235, 264, 265
236, 245, 259, 262, 263, 264, seksualitas 22, 80, 81, 130, 265
299
Hizkia Yosie Polimpung
300