Penulis:
Dr. Sarwo Edy, M.Pd.
Dr. Sri Uchtiawati, M.Si
“Teori Belajar”
Gresik: UMG Press, 2017
ISBN: 978-602-50818-0-4
Editor:
Dr. Yudhi Arifani
Penyunting:
Lulu Asyrifah
Penerbit:
UMG Press
Redaksi:
Jln. Sumatera 101 GKB
Gresik 61121
Telp +6231 3951414
Fax +6231 3952585
Email: press@umg.ac.id
ii | P a g e
Daftar Isi
iii | P a g e
Pengantar
iv | P a g e
HAKEKAT
BELAJAR DAN PEMBELAJARAN
1|Page
Bagian 1
Konsepsi Belajar
2|Page
yang datang ke Surabaya, dia sedang menikmati suasana jembatan
merah dengan menelusuri jalan pada posisi kanan, rupanya dia lupa
sedang berada di Indonesia yang mengikuti sistem/madzab lalu
lintas kiri bagi pengguna jalan. Karena sangat asyiknya, dia tidak
sadar sebuah becak datang dari arah depannya dan secara tidak
sengaja terjadi senggolan, sehingga membuat wisatawan tersebut
kaget. Kejadian tersebut tidak membuatnya berpindah jalur, justru
dia melanjutkan tetap pada jalur awalnya, sehingga banyak orang
mengatakan wisatawan tersebut tidak belajar dari pengalaman yang
baru saja terjadi.
Pertanyaan yang relevan dengan fenomena di atas adalah apa
sebenarnya yang dimaksud dengan belajar itu?. Barangkali akan
banyak jawaban yang disampaikan, misalnya seorang siswa akan
menjawab: belajar adalah membaca buku untuk mendapatkan
pengetahuan sehingga dapat menjawab soal soal ujian di sekolah.
Bagi siswa, belajar sukses adalah dapat menyelesaikan soal dengan
baik. Hal tersebut mungkin serupa dengan jawaban para orang tua,
yang merasa lega ketika melihat putra putrinya membaca buku atau
mengerjakan pekerjaan rumah (PR) tanpa harus mengecek apakah
dengan membaca putra putrinya mendapatkan pengetahuan,
sehingga belajar cukuplah dengan aktivitas membaca.
Tentu berbeda dengan pemaian bola yang baru pulang dari
training di luar negeri, kata belajar lebih mengarah pada perubahan
skill atau keterampilan disamping perubahan pengetahuan bahkan
mental. Perubahan kemampuan menendang bola pinalti dari tidak
baik menjadi sangat baik atau mantap, merupakan hasil belajar
bentuk lain.
Selanjutnya, bila dianalisa fenomena wisatawan di Surabaya
yang tetap pada jalur kanan setelah disenggol becak yang datang
dari arah depannya, barang kali kita sepakat dengan banyak orang
yang mengatakan bahwa wisatawan tersebut tidak belajar dari
kejadian atau insiden tersenggolnya dia oleh tukang becak.
Seharusnya wisatawan tersebut segera menyadari kesalahannya
berjalan di lajur kanan dan berpindah jalur kiri, karena sedang
3|Page
berada di Indonesia yang menggunakan sistem lalu lintas kiri tidak
seperti di Amerika Serikat. Dengan kata lain, kita akan mengatakan
bahwa wisatawan itu telah belajar dari kejadian atau insiden yang
terjadi. Pada fenomena ini, belajar tidak lagi sekedar membaca
buku, lebih dari itu belajar dapat berupa membaca fenomena atau
kejadian (pengalaman).
Jika dikaji lebih dalam perubahan pada siswa di sekolah,
mereka hampir melakukan aktivitas belajar yang sama, meliputi
membaca dengan memanfaatkan penglihatan, melihat tampilan
sajian materi oleh guru, mendengarkan penjelasan, bahkan diskusi
bersama teman sejawat, namun hasil yang dicapai berbeda antar
mereka. Sebagian siswa telah mendapatkan pengetahuan maksimal,
sebagian yang lain masih harus mengulang untuk mendapatkan
pengetahuan yang sama, bahkan sebagian kecil belum sama sekali
mendapatkan pengetahuan seperti teman lainnya. Hal ini
menunjukkan bahwa usaha yang sama, dengan alat sama, cara yang
sama tidak menjamin sesorang mendapatkan hasil yang sama pula.
Contoh kecil saat di bandara saat menunggu penerbangan
dapat digunakan sebagai padanan proses belajar siswa di atas. Pagi
itu, bertiga kami mau ke Jakarta, sembari menunggu waktu
boarding, dua teman saya tanpa disengaja membeli koran harian
yang sama. Sebenarnya saya juga bermaksud membeli koran yang
sama, namun setelah melihat dua teman telah membeli koran yang
saya maksud, saya mengurungkan niat untuk membeli dengan
harapan untuk mendapatkan informasi aktual hari ini cukup dengan
bertanya pada teman. Sesaat di dalam pesawat saya bertanya
trending topic hari ini pada teman A, dia menjelaskan singkat dan
cukup memberikan pemahaman saya terhadap topik tersebut,
sehingga kalu saya beri nilai kira kira 60-70. Untuk mendapatkan
informasi lebih, saya pun bertanya pada teman B yang juga
membaca topik yang sama, dan dari teman B akhirnya saya
mendapatkan informasi lebih yang tidak saya dapatkan dari A,
sehingga seandainya saya harus memberi nilai akan saya berikan
nilai 90. Iseng, saya mencoba menanyakan hal yang sama kepada
4|Page
seorang turis asing yang ternyata juga melihat lihat koran yang
sama dengan milik teman. Berbeda dengan dua teman saya,
wisatawan ini hanya bilang sorry I don’t know.
Aktivitas membaca yang sama dilakukan tiga orang
menghasilkan pengetahuan dan pemahaman yang berbeda bahkan
wisatawan barang kali hanya bisa membaca judul topik, begitupun
dengan siswa di kelas yang beraktivitas sama, ternyata
menghasilkan yang berbeda. Pertanyaannya adalah apakah mereka
belajar?, jawabannya tentu ya, walaupun dengan tarap hasil yang
berbeda, hal ini dipengaruhi banyak faktor lainnya. Dengan
demikian yang dimaksud dengan belajar adalah aktivitas yang
menghasilkan perubahan, sekalipun hanya sedikit, hal ini selaras
dengan Kimble yang mendefinisikan belajar sebagai perubahan
yang relatif permanen di dalam potensi perilaku yang terjadi akibat
praktik yang diperkuat (Hergenhahn & Olson, 2008).
Belajar menurut Kimble paling tidak meliputi pertama,
bahwa perubahan perilaku menjadi indikator seseorang telah
belajar atau belum, sukses atau gagal dalam belajarnya, minimal
perubahan hasil belajar harus dapat diamati walaupun sebenarnya
perubahan tersebut berupa perubahan mental. Kedua, sifat relatif
permanen memungkinkan suatu saat akan hilang karena tidak
terjadi pengulangan atau penguatan. Ketiga, kekuatan pemanen
hasil belajar dimungkinkan jika cara mendapatkannya dari praktik
yang diperkuat untuk mendapatkan pengalaman yang dirasakan
langsung.
Definisi belajar yang serupa dinyatakan beberapa ahli, bahwa
belajar merupakan proses perubahan yang relatif tetap dalam
perilaku individu sebagai hasil dari pengalaman (Fontana, 1981),
bukan berasal dari pertumbuhan (Gagne, 1970), dan bukan
disebabkan instink, kematangan, kelelahan, dan kebiasaan (Bower
& Hilgard, 1981).
Secara umum, belajar dapat digambarkan dengan sederhana
untuk diingat seperti pada gambar di bawah ini.
5|Page
Belajar
Hasil
(perubahan)
Konsepsi Belajar
Bahan Diskusi:
1. Jelaskan ciri ciri seseorang disebut sukses belajar
2. Hasil belajar sering kali bersifat relatif pemanen, jelaskan
maksud relatif dalam belajar manusia
3. Dengan kalimat sendiri, definisikan belajar menurut Anda.
6|Page
Bagian 2
Konsepsi Pembelajaran
Pengertian Pembelajaran
Istilah pembelajaran berhubungan erat dengan
pengertian belajar dan mengajar. Belajar, mengajar dan
pembelajaran terjadi bersama-sama. Belajar dapat terjadi
tanpa guru atau tanpa kegiatan mengajar dan pembelajaran
formal lain. Sedangkan mengajar meliputi segala hal yang
guru lakukan di dalam kelas.
Beberapa definisi pembelajaran dapat dijumpai antara
lain, (Gagne & Briggs, 1979) mengartikan instruction atau
pembelajaran ini adalah suatu sistem yang bertujuan untuk
membantu proses belajar siswa, yang berisi serangkaian
peristiwa yang dirancang, disusun sedemikian rupa untuk
mempengaruhi dan mendukung terjadinya proses belajar
siswa yang bersifat internal. (Gagne, 1970) mengartikan
Instruction is a set of event that effect learners in such a
way that learning is facilitated. Sementara (Winkel, 1991)
menyampaikan separangkat tindakan yang dirancang untuk
mendukung proses belajar siswa, dengan memperhitungkan
kejadian kejadian ekstrim yang berperan terhadap rangkaian
kejadian-kejadian intern yang berlangsung dialami siswa.
7|Page
Ciri Ciri Pembelajaran
Ciri-ciri pembelajaran sebagai berikut :
1. Merupakan upaya sadar dan disengaja
2. Pembelajaran harus membuat siswa belajar
3. Tujuan harus ditetapkan terlebih dahulu sebelum proses
dilaksanakan
4. Pelaksanaannya terkendali, baik isinya, waktu, proses
maupun hasilnya
Konsepsi Pembelajaran
8|Page
3. Perilaku yang timbul oleh tanda-tanda tertentu akan
hilang atau berkurang frekuensinya bila tidak diperkuat
dengan akibat yang menyenangkan.
4. Belajar yang berbentuk respon terhadap tanda-tanda yang
terbatas akan ditransfer kepada situasi lain yang terbatas
pula.
5. Belajar menggeneralisasikan dan membedakan adalah
dasar untuk belajar sesuatu yang kompleks seperti yang
berkenaan dengan pemecahan masalah.
6. Situasi mental siswa untuk menghadapi pelajaran akan
mempengaruhi perhatian dan ketekunan siswa selama
proses siswa belajar.
7. Kegiatan belajar yang dibagi menjadi langkah-langkah
kecil dan disertai umpan balik menyelesaikan tiap
langkah, akan membantu siswa.
8. Kebutuhan memecah materi kompleks menjadi kegiatan -
kegiatan kecil dapat dikurangi dengan mewujudkan
dalam suatu model.
9. Keterampilan tingkat tinggi (kompleks) terbentuk dari
keterampilan dasar yang lebih sederhana.
10. Belajar akan lebih cepat, efisien, dan menyenangkan bila
siswa diberi informasi tentang kualitas penampilannya
dan cara meningkatkannya.
11. Perkembangan dan kecepatan belajar siswa sangat
bervariasi, ada yang maju dengan cepat ada yang lebih
lambat.
12. Dengan persiapan, siswa dapat mengembangkan
kemampuan mengorganisasikan kegiatan belajarnya
sendiri dan menimbulkan umpan balik bagi dirinya untuk
membuat respon yang benar.
10 | P a g e
Merangsang kamampuan mengingat-ingat dan mentransfer
dengan memberikan rangkuman, mengadakan review atau
mempraktekkan apa yang telah dipelajari.
Bahan Diskusi:
1. Pembelajaran dikenal juga dengan instruksional, jelaskan
hubungan pembelajaran dengan konsep belajar
2. Jelaskan perbedaan essensial antara pembelajaran dan belajar.
3. Pembelajaran dikatakan bersifat jamak, jelaskan maksud jamak
dalam sifat pembelajaran.
11 | P a g e
Bagian 3
Jenis Belajar
12 | P a g e
tentang sesuatu yang kemudian ditanggapi oleh muridnya.
Guru memberi pertanyaan kemudian murid menjawab.
3. Belajar merantaikan (chaining).
Tipe ini merupakan belajar dengan membuat gerakan-
gerakan motorik sehingga akhirnya membentuk rangkaian
gerak dalam urutan tertentu. Contohnya yaitu pengajaran
tari atau senam yang dari awal membutuhkan proses-
proses dan tahapan untuk mencapai tujuannya.
4. Belajar asosiasi verbal (verbal association).
Tipe ini merupakan belajar menghubungkan suatu kata
dengan suatu obyek yang berupa benda, orang atau
kejadian dan merangkaikan sejumlah kata dalam urutan
yang tepat. Contohnya yaitu Membuat langkah kerja dari
suatu praktek dengan bntuan alat atau objek tertentu.
Membuat prosedur dari praktek kayu.
5. Belajar membedakan (discrimination).
Tipe belajar ini memberikan reaksi yang berbeda–beda
pada stimulus yang mempunyai kesamaan. Contohnya
yaitu seorang guru memberikan sebuah bentuk pertanyaan
dalam berupa kata-kata atau benda yang mempunyai
jawaban yang mempunyai banyak versi tetapi masih dalam
satu bagian dalam jawaban yang benar. Guru memberikan
sebuah bentuk (kubus) siswa menerka ada yang bilang
berbentuk kotak, seperti kotak kardus, kubus, dsb.
6. Belajar konsep (concept learning).
Belajar mengklsifikasikan stimulus, atau menempatkan
obyek-obyek dalam kelompok tertentu yang membentuk
suatu konsep. (konsep : satuan arti yang mewakili
kesamaan ciri). Contohnya yaitu memahami sebuah
prosedur dalam suatu praktek atau juga teori. Memahami
prosedur praktek uji bahan sebelum praktek, atau konsep
dalam kuliah mekanika teknik.
7. Belajar dalil (rule learning).
13 | P a g e
Tipe ini merupakan tipe belajar untuk menghasilkan
aturan atau kaidah yang terdiri dari penggabungan
beberapa konsep. Hubungan antara konsep biasanya
dituangkan dalam bentuk kalimat. Contohnya yaitu
seorang guru memberikan hukuman kepada siswa yang
tidak mengerjakan tugas yang merupakan kewajiban
siswa, dalam hal itu hukuman diberikan supaya siswa
tidak mengulangi kesalahannya.
8. Belajar memecahkan masalah (problem solving).
Tipe ini merupakan tipe belajar yang menggabungkan
beberapa kaidah untuk memecahkan masalah, sehingga
terbentuk kaedah yang lebih tinggi (higher order rule).
Contohnya yaitu seorang guru memberikan kasus atau
permasalahan kepada siswa-siswanya untuk memancing
otak mereka mencari jawaban atau penyelesaian dari
masalah tersebut.
Selain delapan jenis belajar, Gagne juga membuat
semacam sistematika jenis belajar. Menurutnya sistematika
tersebut mengelompokkan hasil hasil belajar yang
mempunyai ciri ciri sama dalam satu katagori. Kelima hal
tersebut adalah:
1. Keterampilan intelektual
Kemampuan seseorang untuk berinteraksi dengan
lingkungannya dengan menggunakan simbol huruf, angka,
kata atau gambar.
2. Informasi verbal
Seseorang belajar menyatakan atau menceritakan suatu
fakta atau suatu peristiwa secara lisan atau tertulis,
termasuk dengan cara menggambar.
3. Strategi kognitif
Kemampuan seseorang untuk mengatur proses belajarnya
sendiri, mengingat dan berfikir.
4. Keterampilan motorik
14 | P a g e
Seseorang belajar melakukan gerakan secara teratur dalam
urutan tertentu (organized motor act). Ciri khasnya adalah
otomatisme yaitu gerakan berlangsung secara teratur dan
berjalan dengan lancar dan luwes.
5. Sikap keadaan mental yang mempengaruhi seseorang
untuk melakukan pilihan-pilihan dalam bertindak
Menurut Bloom
Benyamin S. Bloom adalah ahli pendidikan yang
terkenal sebagai pencetus konsep taksonomi belajar.
Taksonomi belajar adalah pengelompokkan tujuan
berdasarkan domain atau kawasan belajar. Menurut Bloom
(Anderson, 2001) ada tiga domain belajar yaitu:
1. Cognitive Domain (kawasan kognitif).
Adalah kawasan yang berkaitan dengan aspek aspek
intelektual atau secara logis yang bias diukur dengan
pikiran atau nalar.
15 | P a g e
Menilai berdasarkan norma internal (hasil karya, mutu
karangan, dll).
6) Berkreasi
Menghasilkan (klasifikasi, karangan, teori), Menyusun
(laporan, rencana, skema, program, proposal).
4) Mengorganisasikan
Membentuk sistem nilai, Menangkap relasi antar nilai.
Bertanggung jawab, Mengintegrasikan nilai.
5) Karakterisasi menurut nilai.
Menunjukkan (kepercayaan diri, disiplin pribadi, kesadaran
moral), Mempertimbangkan. Melibatkan diri
3. Belajar Menghafal.
Menghafal adalah suatu aktivitas menanamkan suatu
materi verbal dalam ingatan, sehingga nantinya dapat
diproduksikan (diingat) kembali secara harfiah, sesuai
dengan materi yang asli, dan menyimpan kesan-kesan
yang nantinya suatu waktu bila diperlukan dapat diingat
kembali kealam dasar.
17 | P a g e
4. Belajar Teoritis.
Bentuk belajar ini bertujuan untuk menempatkan semua
data dan fakta (pengetahuan) dalam suatu kerangka
organisasi mental, sehingga dapat difahami dan digunakan
untuk memecahkan problem, seperti terjadi dalam bidang-
bidang studi ilmiah.
5. Belajar Konsep.
Konsep atau pengertian adalah satuan arti yang mewakili
sejumlah objek yang mempunyai ciri-ciri yang sama,
orang yang memiliki konsep mampu mengadakan abstraksi
terhadap objek-objek yang dihadapinya, sehingga objek
ditempatkan dalam golongan tertentu.
6. Belajar Kaidah.
Belajar kaidah (rule) termasuk dari jenis belajar
kemahiran intelektual (intellectual skill), yang
dikemukakan oleh Gagne. Belajar kaidah adalah bila dua
konsep atau lebih dihubungkan satu sama lain, terbentuk
suatu ketentuan yang merepresentasikan suatu keteraturan.
7. Belajar Berpikir.
Dalam belajar ini, orang dihadapkan pada suatu masalah
yang harus dipecahkan, tetapi tanpa melalui pengamatan
dan reorganisasi dalam pengamatan. Masalah harus
dipecahkan melalui operasi mental, khususnya
menggunakan konsep dan kaidah serta metode metode
bekerja tertentu.
Bahan Diskusi:
1. Banyak ahli pendidikan yang menyamaikan jenis belajar,
diantaranya Gagne dengan 8 jenis belajar. Jelaskan masing
masing jenis belajar Gagne.
2. Jenis belajar Gagne bersifat bertingkat, jelaskan maksud
bertingkat pada jenis belajar Gagne.
18 | P a g e
3. Belajar pemecahan masalah merupakan tingkat tertinggi pada
jenis belajar Gagne, jelaskan dan berikan contoh pada kehidupan
sehari hari.
19 | P a g e
TEORI TEORI BELAJAR
20 | P a g e
Bagian 4
Teori Classical Conditioning: Ivan Petrovic Pavlov
Pendidikan
bukan sekedar persoalan teknik pengolahan informasi,
bahkan bukan penerapan teori belajar di kelas
atau menggunakan hasil ujian perstasi
yang berpusat pada mata pelajaran
Jerome S Bruner
21 | P a g e
apa yang di inginkan. Kemudian Pavlov mengadakan eksperimen
dengan menggunakan binatang (anjing) karena ia menganggap
binatang memiliki kesamaan dengan manusia. Namun demikian,
dengan segala kelebihannya, secara hakiki manusia berbeda dengan
binatang (Pavlov, 1955)
Eksperimen Pavlov
Gambar 1:
Anjing diberikan makanan (UCS), maka secara reflek anjing akan
mengeluarkan air liur (UCR).
Gambar 2:
Saat dibunyikan bel (stimulus netral), maka anjing tidak merespon
atau mengeluarkan air liur.
Gambar 3:
Saat anjing diberikan sebuah makanan (UCS) setelah diberikan
bunyi bel (CS) terlebih dahulu, anjing akan mengeluarkan air liur
(UCR) akibat pemberian makanan.
22 | P a g e
Gambar 4:
Setelah perlakukan ini dilakukan secara berulang-ulang, maka
ketika anjing mendengar bunyi bel (CS) tanpa diberikan makanan,
secara otonom anjing akan memberikan respon berupa keluarnya
air liur dari mulutnya (CR).
23 | P a g e
Simpulan yang didapat dari percobaan ini, bahwa tingkah
laku sebenarnya tidak lain daripada rangkaian reflek berkondisi,
yaitu refleks refleks yang terjadi setelah adanya proses
pengkondisian (conditioning process). Dengan kata lain, gerakan
gerakan refleks itu dapat dipelajari, dapat berubah karena mendapat
latihan.
Dengan demikian dapat dibedakan dua macam refleks, yaitu
refleks wajar (unconditioned refleks) yaitu keluarnya air liur ketika
melihat makanan yang lezat dan refleks bersyarat atau refleks yang
dipelajari (conditioned refleks) yaitu keluarnya air liur karena
menerima atau bereaksi terhadap suara bunyi tertentu.
24 | P a g e
Prinsip Belajar Ivan Petrovic Pavlov.
Dalam penerapan teori belajar menurut Pavlov, perlu
memperhatikan penggunaan ciri ciri kuat yang mendasarinya,
meliputi sifat mementingkan 1) pengaruh lingkungan, 2) bagian-
bagian, 3) peranan reaksi, 4) mekanisme terbentuknya hasil belajar
melalui prosedur stimulus respon, 5) peranan kemampuan yang
sudah terbentuk sebelumnya, 6) pembentukan kebiasaan melalui
latihan dan pengulangan, dan 7) hasil belajar yang dicapai adalah
munculnya perilaku yang diinginkan.
Bahan Diskusi:
1. Jelaskan eksperimen Pavlov untuk menjelaskan pengkondisian
klasik.
2. Berikan contoh implementasi classical conditioning dalam
pembelajaran di kelas
3. Berikan contoh pemakaian classical conditioning dalam
kehidupan sehari hari di luar konteks belajar pembelajaran
4. Pada sekolah perkotaan dengan taraf ekonomi wali siswa diatas
rata rata, pemakaian stimulus harus tepat sasaran. Berikan
contoh penggunaan stimulus oleh guru pada sekolah tersebut,
berikut penjelasannya.
26 | P a g e
Bagian 5
Teori Connectionism: Edward Lee Thorndike
Pemikiran kritis
adalah arti penting pertama dalam konsepsi
dan pengaturan aktivitas pendidikan
Israel Scheffler
Eksperimen Thorndike
Eksperimen Thorndike (Santrock, 2007) mempergunakan
kucing sebagai subjek dalam eksperimennya yang dimasukkan
dalam kotak/kandang, dengan konstruksi pintu kotak yang dibuat
sedemikian rupa sehingga jika kucing menarik tali, maka pintu
kotak akan terbuka dan akhirnya kucing dapat keluar dan mancapai
makanan (daging) yang ditempatkan di luar kotak sebagai hadiah
atau daya penarik bagi kucing. Kucing yang dikondisikan sehat dan
lapar ditempatkan dalam kotak, saat disajikan makanan di luar
kotak, kucing merespon dengan cara mencoba keluar dengan
berbagai cara. Pada reaksi yang kesekian kalinya, kucing tanpa
sengaja menarik tali pembuka pintu sehingga kucing sukses keluar
dan mendapatkan makanan.
27 | P a g e
Eksperimen serupa diulang oleh Thorndike pada beberapa
kesempatan. Pada eksperimen eksperimen tersebut dapat dicatat
bahwa kucing ternyata memiliki reasoning untuk membuka pintu
kotak dengan cara menarik tali akibat pengulangan. Dalam hal ini
Thorndike menafsirkan bahwa kucing tidak mengerti cara
membebaskan diri dari kotak, tetapi dia belajar mempertahankan
respon respon yang benar dan menghilangkan atau meninggalkan
respon respon yang salah.
Eksperimen Thorndike mempengaruhi pikirannya mengenai
belajar pada taraf insani (human).
Eksperimen Thorndike
28 | P a g e
respon adalah sembarang tingkah laku yang dimunculkan karena
adanya rangsangan.
Thorndike memproklamasikan teorinya dalam belajar dengan
mengungkapkan bahwa setiap makhluk hidup dalam tingkah
lakunya merupakan hubungan antara stimulus dan respon, sehingga
teori Thorndike ini disebut teori koneksionisme (connectionism)
(Slavin, 2000).
Belajar adalah pembentukan hubungan stimulus dan respon
sebanyak banyaknya, dengan adanya stimulus itu maka diharapkan
timbulah respon yang maksimal. Teori ini sering juga disebut
dengan teori trial and error. Dalam teori ini seseorang yang bisa
menguasai hubungan stimulus dan respon sebanyak banyaknya,
dapat dikatakan berhasil dalam belajar.
31 | P a g e
Bahan Diskusi:
1. Jelaskan eksperimen Thorndike yang menggunakan kucing
sebagai hewan eksperimennya.
2. Berdasar hasil eksperimennya, Thorndike merumuskan tiga
hukum dalam belajar. Sebutkan hukum hukum tersebut berikut
penjelasannya.
3. Berikan contoh implementasi tiga hukum belajar Thorndike
yang dapat dilakuakan oleh siswa.
4. Pada konteks sekolah, pemakaian hukum belajar Thorndike
yang didesain oleh guru terhadap siswa harus dapat membuat
belajar siswa effektif. Berikan contoh penggunaan ketiga hukum
belajar oleh guru pada saat proses pembelajaran di kelas.
32 | P a g e
Bagian 6
Teori Operant Conditioning: Burrhus F. Skinner
Eksperimen BF Skinner
33 | P a g e
disebut Skinner box, dilengkapi dengan berbagai peralatan,
meliputi beberapa tombol, alat memberi makanan, penampung
makanan, lampu yang dapat diatur nyalanya, dan lantai yang dapat
dialiri listrik. Dorongan lapar (hunger drive) tikus berusaha keluar
untuk mencari makanan. Selama tikus bergerak kesana-kemari
untuk keluar dari box, respon salah satunya adalah menekan tombol
(tidak disengaja), maka makanan tersaji secara otomatis. Dalam
eksperimen ini secara terjadwal diberikan makanan secara bertahap
sesuai peningkatan perilaku yang ditunjukkan si tikus, proses ini
disebut shaping.
Berdasarkan berbagai percobaannya pada tikus dan burung
merpati, Skinner menyatakan bahwa unsur terpenting dalam belajar
adalah penguatan (reinforcement), dengan maksud pengetahuan
yang terbentuk melalui ikatan stimulus - respon akan semakin kuat
bila diberi penguatan.
Skinner membagi penguatan dalam dua kategori, yaitu:
1. Penguatan positif
Penguatan berdasarkan prinsip bahwa frekuensi respons
meningkat karena diikuti dengan stimulus yang mendukung
(rewarding). Bentuk bentuk penguatan positif dapat berupa
hadiah, perilaku senyum, menganggukkan kepala untuk
menyetujui, bertepuk tangan, mengacungkan jempol, atau
penghargaan.
2. Penguatan negatif
Penguatan berdasarkan prinsip bahwa frekuensi respons
meningkat karena diikuti dengan penghilangan stimulus yang
merugikan (tidak menyenangkan). Bentuk bentuk penguatan
negatif diantaranya menunda/tidak memberi penghargaan,
memberikan tugas tambahan atau menunjukkan perilaku tidak
senang (menggeleng, kening berkerut, muka kecewa dll).
Bahan Diskusi:
1. Jelaskan eksperimen Skinner yang menggunakan tikus dan
burung dara sebagai hewan eksperimennya.
2. Apa yang khas dalam eksperimen Skinner, dan hal tersebut
membedakan dengan proses eksperimen kelompok behavioristik
lainnya seperti Pavlov dan Thorndike.
3. Salah satu hasil eksperimennya, Skinner menemukan konsep
shaping program, jelaskan.
36 | P a g e
4. Jelaskan teori operant conditioning Skinner dan berikan contoh
implementasinya dalam proses pembelajaran di kelas.
37 | P a g e
Bagian 7
Teori Systematic Behavior: Clark Leonard Hull
38 | P a g e
menjelaskan bagaimana kebutuhan tubuh, lingkungan dan prilaku
saling berinteraksi untuk meningkatkan probabilitas survival
organisme.
Postulat 1:
Sensing the external environment and the stimulus Trace. Hull
mempostulatkan adanya suatu stimulus traces (jejak stimulus)
yang bertahan selama beberapa detik setelah kejadian stimulus
berhenti. Karena dorongan neural afferent ini menjadi di
asosiasikan dengan suatu respons, Hull mengubah rumusan S-R
tradisional menjadi S-s-R atau S-s-r-R. Dimana s jejak stimulus, S
stimulasi ekternal, r adalah pengaktifan neuron motor, dan R adalah
respons yang jelas.
Postulat 2:
The interaction of sensory impulses. Interaction of sensory
impulses. Mengidikasikan kompleksitas stimulasi dan karenanya
menunjukkan kesulitan dalam memprediksi prilaku. Banyak stimuli
dan jejaknya itu saling berinteraksi satu sama lain dan sistensisnya
akan menentukan prilaku. Jadi rumusan nya berubah menjadi S-r-
R.
Postulat 3:
Unlearned behavior. Hull percaya bahwa organisasi dilahirkan
dengan hierarki respon, unlearned behavior (prilaku yang tak
terpelajari), yang akan aktif jika akan di butuhkan. Istilah hierarki
dipakai untuk menyebut respons-respons ini karena ada lebih dari
satu reaksi yang mungkin terjadi. Jika pola respon bawaan pertama
39 | P a g e
tidak memenuhi kebutuhan, maka akan muncul pola lainnya. Jika
tak satu pun dari pola prilaku bawaan itu yang di efektif dalam
memenuhi kebutuhan, maka organisme harus mempelajari pola
respon baru.
Postulat 4:
Contiguity and drive reduction as necessary conditions for
learning. Kekuatan kebiasaan akan bertambah jika kegiatan-
kegiatan reseptor dan efektor terjadi dalam persamaan waktu yang
menyebabkan hubungan kontiguitif dengan hadiah pertama dan
hadiah kedua. Jika satu stimulus diikuti dengan satu respons yang
kemudian diikuti dengan penguatan, maka asosiasi antara stimulus
dan respons itu akan semakin kuat yang disebut dengan habit
strength (kekuatan kebiasaan) [SHR]. Rumusan matematis yang
mendeskripsikan hubungan antara SHR dan jumlah pasangan S dan
R yang diperkuat adalah SHR = 1 – 10 -0.0305N
N adalah jumlah pemasangan antara S dan R yag diperkuat.
Rumusan ini menghasilkan kurva belajar yang terakselerasi secara
negatif, yang berarti bahwa pasangan yang lebih dahulu diperkuat
memiliki lebih banyak efek terhadap belajar ketimbang pasangan
selanjutnya.
Postulat 5:
Stimulus generalization. Hull mengatakan bahwa kemampuan
suatu stimulus (selain stimulus yang digunakan selama
pengkondisian) untuk menimbulkan respons yang dikondisikan
ditentukan oleh kemiripannya dengan stimulus yang digunakan
selama training.
Postulat 6:
stimuli associated with drives. Menghasilkan dorongan, dan setiap
dorongan diasosiasikan dengan stimuli spesifik. Contoh : bibir dan
tenggorokan kering yang mengiringi dorongan haus.
40 | P a g e
Postulat 7:
Reaction potential as a functionof drive and habit strength.
Kemungkinan respons yang dipelajari pada satu waktu tertentu
dinamakan reaction potential (potensi reaksi [sHR]). Potensi reaksi
adalah fungsi dari kekuatan kebiasaan (sHR) dan dorongan (D).
Potensi reaksi = SER = SHR x D
Jadi potensi reaksi adalah fungsi dari seberapa sering respon di
perkuat dalam situasi dan sejauh mana dorongan.
Postulat 8:
Responding cause fatigues, which operates against the elicitation
of a conditional responses. Respon memerlukan kerja, dan kerja
menyebabkan keletihan yang pada akhirnya akan menghambat
respons. Reactive inhibiton (hambatan reaktif) [IR] disebabkan
kelelahan, tetapi secara otomatis akan hilang jika organisme
berhenti beraktivitas. Timbulnya suatu reaksi menyebabkan
pengekangan reaksi yang lain. Suatu kejemuan untuk mengulangi
respon. Pengekangan reaksi adalah penghamburan waktu yang
spontan.
Postulat 9:
The learned response of not responding. Respon untuk tidak
merespons ini dinamakan conditional inhibition (hambatan yang
dikondisikan). Baik itu IR maupun sIR beroprasi melawan
munculnya respons yang telah dipelajari dan karenanya merupakan
pengurangan dari potensi reaksi (SER). Ketika IR dan sIR dikurangi
SER, hasilnya adalah efective reaction potential (potensi reaksi
efektif [(SER]).
Potensi reaksi efektif = SER = SHR x D – (IR+ SIR)
Postulat 10:
Factor tending to inhibit a learned response change from moment
to moment. Menurut Hull, ada “potensi penghambat” yang
bervariasi dari satu waktu ke waktu lainnya dan menghambat
41 | P a g e
munculknya respons yang telah dipelajari. Potensi penghambatan
itu dinamakan efek guncangan (SOR) yang membahas sifat
probabilistik dan prediksi prilaku.
Potensi reaksi efektif sementara = SER = (SHR x D – [IR + SIR]) -
SOR
Postulat 11:
Momentary effective reaction potential must exceed a certain value
before learned response can occur. Nilai SER yang harus lebih tiggi
sebelum respons yang terkondisikan dapat muncul dinamakan
reaction thershold (ambang reaksi [SLR]).
Postulat 12:
The probability that a learned response will be made is a combined
function of SER, SOR, and SLR. Dalam tahap awal training, yakni
hanya setelah beberapa percobaan yang dipertukat, SER akan dekat
dengan SLR, sehingga, karena efek dari SOR, respon yang
terkondisikan akan muncul beberpa percobaan tetapi tidak dapat di
percobaan lain.
Postulat 13:
The greater the value of SER the shorter will be the latency batween
S and R. Latency. Latensi [STR] adalah waktu antara presentasi
stimulus ke organisme dan respon yang dipelajarinya. Postulat ini
menyatakan bahwa waktu reaksi antara awal stimulus dan
kemunculan respons yang telah di pelajari akan turun jika nilai SER
naik.
Postulat 14:
The Value SER will determine resistance to extinction. Semakin
besar potensi reaksi efektif (SER), semakin besar pula respons tak
diperkuat yang dibutuhkan sebelum pelenyapan terjadi.
42 | P a g e
Postulat 15:
The Amplitude of a conditioned response varies directly with SER.
Ketika respons yang terkondisikan adalah respon yang terjadi
secara bertingkat, besarannya akan terkait langsung dengan
besarnya, potensu reaksi efektifpotensial.
Postulat 16:
When two or more incompatible response tend to be elicited in the
same situatin, the one with the greatest SER will occur. Postulat ini
sudah cukup jelas.
Dinamisme Intensitas-Stimulus
Menurut Hull, stimulus itensity dynamism adalah variabel
pengintervensi yang bervariasi menurut intensitas stimulus
eksternal (S). Secara sederhana dinamisme intensitas stimulus
menunjukkan bahwa semakin besar intensitas dari suatu stimulus,
43 | P a g e
semakin besar kemungkinan munculnya respons yang telah
dipelajari.
44 | P a g e
rute yang paling mungkin adalah rute yang paling cepat membawa
hewan mendekati penguatan.
Habit Family Hieracy (Hierarki rumpun kebiasaan) merujuk
pada fakta bahwa dalam situasi belajar apapun, ada banyak
kemungkinan respons, dan respons yang paling mungkin adalah
respons menimbulkan penguatan paling cepat dan dengan paling
sedikit membutuhkan usaha. Jika satu jalan tertentu ditutup, hewan
akan memilih ke rute terdekat selanjutnya, dan jika ini juga ditutup,
hewan akan memilih rute terdekat ketiga, dan seterusnya.
45 | P a g e
Bahan Diskusi:
1. Jelaskan teori systematic behavior milik Hull.
2. Berdasarkan teori Hull, apa dampak peningkatan penguat
terhadap belajar?
3. Sama sama menggunakan penguat dalam teorinya, apa beda
penguat yang digunakan Hull dan Skinner? Jelaskan.
46 | P a g e
Bagian 8
Teori Contiguity: Edwin Ray Guthrie
47 | P a g e
stimulus untuk tingkah laku yang berikutnya. Demikianlah
seterusnya sehingga membentuk deretan tingkah laku yang terus
menerus. Jadi pada proses conditioning ini terjadi asosiasi antara
unit unit tingkah laku secara berurutan.
Guthrie berpendapat, bahwa kaidah yang dikemukakan oleh
para teoritis seperti Thorndike dan Pavlov adalah terlalu ruwet dan
tak perlu, dan sebagai penggantinya dia mengusulkan satu hukum
belajar, law of contiguity (hukum kontiguitas), yang diyatakan
bahwa kombinasi stimuli yang mengiringi suatu gerakan akan
cenderung diikuti oleh gerakan itu jika kejadiannya berulang. Jadi
dapat kita simpulkan bahwa dalam proses belajar terdapat suatu
ransangan akan terjadi secara reflek apabila di ikuti oleh suatu
gerakan yang dimana kejadian tersebut sering terjadi dan
kejadiannya berulang ulang. Contohnya, ketika terdapat seokor
anjing, yang dimana pemilik memberikan alarm tanda makan, dan
piring diisi daging, anjing berlari mendekati makanan. Pada hari
kedua, ketika alarm itu berbunyi anjing itu akan berlari dan
mendekati suatu piring yang berisi daging, begitu di hari
berikutnya. Alarm sebagai stimuli dan larinya anjing mendekati
makanan adalah suatu gerakan yang mengiringi stimuli tersebut.
Dalam konteks paragraf diatas, dapat dijelaskan sesuai
dengan hukum belajar yang usulkan oleh Guthrie, bahwa
kombinasi stimuli mengiringi suatu gerakan akan cenderung diikuti
oleh gerakan itu jika kejadiannya berulang. Cara lain menyatakan
hukum kontiguitas adalah jika anda melakukan sesuatu dalam
situasi tertentu, pada waktu lain saat anda dalam situasi itu anda
cenderung akan melakukan hal yang sama.
48 | P a g e
- Dorongan atau ransangan dengan satu respons, dan belajar akan
lengkap (asosiasi penuh) hanya setelah penyandingan antara
stimuli dan respon (Hergenhahn & Olson, 2008)
Maka dapat kita fahami bahwa proses belajar itu hasil dari
suatu keadaan bersamaan baik dalam hal ruang maupun waktu
antara suatu rangsangan atau dorongan dengan suatu respons, dan
proses belajar akan lengkap apabila mampu menyandingkan antara
stimuli dengan suatu respon.
Prinsip Kebaruan
Prinsip Kontiguitas dan belajar satu percobaan membutuhkan
recency principle (prinsip kebaruan), yang menyatakan bahwa
respon yang akan dilakukan ketika kombinasi stimulus itu terjadi
lagi di lain waktu. Maksud dari prinsip tersebut bahwa, apapun
yang kita lakukan yang terakhir kali dalam situasi tertentu, kita
akan cenderung melakukan lagi ketika kita berjumpa lagi dengan
hal yang sama.
49 | P a g e
Pandangan Guthrie tentang lupa, hukuman, dorongan,
niat, transfer training sebagai berikut:
1. Lupa
Lupa disebabkan oleh munculnya respons alternatif dalam satu
pola stimulus. Setelah pola stimulus menghasilkan respons
alternatif, pola stimulus itu kemudian akan cenderung
menghasilkan respons baru. Jadi lupa pasti melibatkan proses
belajar baru. Contoh: Seseorang yang belajar tugas A dan
kemudian belajar tugas B lalu diuji untuk tugas A. Satu orang
lainnya belajar tugas A, tetapi tidak belajar tugas B, dan
kemudian diuji pada tugas A. secara umum akan ditemukan
bahwa orang pertama mengingat tugas A lebih sedikit
ketimbang orang kedua. Jadi, tampak bahwa mempelajari hal
baru (tugas B) telah mencampuri retensi dari apa yang dipelajari
sebelumnya (tugas A). Pendapatnya adalah bahwa setiap kali
mempelajari hal yang baru, maka proses itu akan menghambat
sesuatu yang lama. Dengan kata lain, lupa disebabkan oleh
intervensi. Tak ada intervensi, maka lupa tidak akan terjadi
(Hergenhahn & Olson, 2008).
2. Hukuman
Efektivitas punishment (hukuman) ditentukan oleh apa
penyebab tindakan yang dilakukan oleh organisme yang
dihukum itu. Hukuman bekerja baik bukan karena rasa sakit
yang dialami oleh individu terhukum, tetapi karena hukuman
mengubah cara individu merespons stimuli tertentu. Hukuman
akan efektif jika menghasilkan respons baru terhadap stimuli
yang sama. Hukuman berhasil mengubah perilaku yang tidak
diinginkan karena hukuman menimbulkan perilaku yang tidak
kompatibel dengan perilaku yang dihukum. Hukuman akan
gagal jika perilaku yang disebabkan oleh hukuman selaras
dengan perilaku yang dihukum. Misalnya, seorang guru yang
melihat siswanya ramai, siswa tersebut diingatkan, jika masih
50 | P a g e
tetap ramai, guru menghukum siswa untuk menyanyi di depan
kelas.
3. Dorongan
Dorongan fisiologis merupakan apa yang oleh Guthrie
disebut maintaining stimuli (stimuli yang mempertahankan)
yang menjaga organisme tetap aktif sampai tujuan tercapai.
Misalnya, rasa lapar menghasilkan stimuli internal yang terus
ada sampai makanan dikonsumsi. Ketika makan diperoleh,
maintaining stimuli akan hilang, dan karenanya kondisi yang
menstimulasi telah berubah. Misalnya, seorang siswa yang
mendapat nilai jelek saat ulangan, guru tidak boleh
memarahinya. Menurut Guthrie, guru seharusnya memberi
dorongan agar siswa tersebut lebih rajin belajar (Hergenhahn &
Olson, 2008).
4. Niat
Respon yang dikondisikan ke maintaining stimuli dinamakan
intensions (niat). Respons itu dinamakan niat
karena maintaining stimuli dari dorongan biasanya berlangsung
selama periode waktu tertentu (sampai dorongan berkurang).
Gambarannya, ketika seorang siswa sudah paham dengan materi
yang disampaikan oleh guru maka dia akan langsung
mengerjakan soal yang diberikan. Tetapi jika dia belum paham
maka dia akan mengacungkan tangan untuk bertanya kepada
guru mengenai materi yang belum dipahaminya. Perilaku yang
dipicu oleh maintaining stimuli inilah yang tampak purposive
atau intensional (diniatkan).
5. Transfer Training
Guthrie dalam hal ini kurang terlalu berharap. Karena pada
dasarnya seseorang akan menunjukkan respons yang sesuai
dengan stimuli jika pada kondisi yang sama. Guthrie selalu
mengatakan pada mahasiswa universitasnya, jika anda ingin
mendapat manfaat terbesar dari studi anda, anda harus berlatih
51 | P a g e
dalam situasi yang persis sama-dalam kursi yang sama-di mana
anda akan diuji. Jika anda belajar sesuatu di kamar, tidak ada
jaminan pengetahuan yang diperoleh disitu akan ditransfer ke
kelas. Saran Guthrie adalah selalu mempraktikkan perilaku yang
persis sama yang akan diminta kita lakukan nanti, selain itu, kita
harus melatihnya dalam kondisi yang persis sama dengan
kondisi ketika nanti kita diuji. Gagasan mengenai pemahaman,
wawasan dan pemikiran hanya sedikit, atau tidak ada maknanya
bagi Guthrie. Satu satunya hukum belajar adalah hukum
kontiguitas, yang menyatakan bahwa ketika dua kejadian terjadi
bersamaan, keduanya akan dipelajari.
Bahan Diskusi:
1. Teori belajar guthrie dikembangkan atas fenomena perilaku
seseorang menangkap dering telepon. Jelaskan tahap perilaku
tersebut.
2. Guthrie memunculkan teori contigiuty, jelaskan teori tersebut.
3. Apa hukum asosiasi yang menjadi dasar teori Guthrie? Jelaskan.
4. Jelaskan lupa menurut Guthrie.
53 | P a g e
Bagian 9
Teori Molar Behavior: Edward C. Tolman
Pendahuluan
Teori belajar Tolman dapat dikatakan sebagai campuran
antara Teori Gestalt dan Behaviorisme. Setelah lulus dari Harvard,
Tolman pergi ke Jerman dan bekerja dengan Koffka. Keberadaan
teori Gestalt terhadap proses berteorinya mempunyai pengaruh
yang sangat signifikan. Sikapnya yang senang terhadap teori
Gestalt tidaklah menghalangi perhatiannya terhadap behaviorisme.
Ketidak sepakatannya dengan behaviorisme adalah pada soal unit
perilaku yang mesti diteliti. Pemikirannya bertentangan dengan
para behavioris seperti Pavlov, Guthrie, Hull, Watson, dan Skinner
yang menyatakan bahwa unit perilaku bisa dipelajari sebagai unsur
unsur yang terpisah.
Tolman memandang dengan menjadikan elemen elemen
kecil, sesungguhnya behavioris telah membuang artinya secara
utuh. Akan tetapi dia juga yakin bahwa hal seperti itu mungkin juga
untuk dijadikan sebagai objek ketika belajar tentang molar behavior
secara sistematis. Oleh karena itu bisa dikatakan bahwa Tolman
seorang behavioris secara metodologi dan teoris kognitif dalam hal
metafisik. Dengan kata lain, ia belajar behavior untuk menentukan
proses kognitif.
54 | P a g e
Perilaku Moral
Teori Belajar Edward C. Tolman mengatakan bahwa tingkah
laku manusia secara keseluruhan disebut tingkah laku molar.
Tingkah laku molar ini terdiri dari tingkah laku tingkah laku yang
lebih kecil yang disebut molekular. Karakteristik utama molar
behavior (perilaku molar) adalah perilaku itu purposive (memiliki
tujuan) yakni ia selalu diarahkan untuk tujuan tertentu (Hergenhahn
& Olson, 2008).
Behaviorisme Purposif
Tolman disebut sebagai purposive behaviorism
(behaviorisme purposif) sebab ia berusaha menjelaskan perilaku
yang diarahkan untuk mendapatkan tujuan atau dengan kata lain
mengkaji perilaku dalam kaitannya dengan tujuan yang hendak
dicapai melalui perilaku itu. Sorotan bahwa Tolman dianggap
sebagai setengah behavioris atau setengah kognitif itu adalah
karena sebutan dari orang lain dan itu bukan sebutan dari Tolman
sendiri. Selain itu juga teori behaviorisme purposive Tolman
merupakan teori kognitif akan tetapi kadang juga dianggap sebagai
teori behavioristik, hal itu dikarenakan Tolman dalam
percobaannya menggunakan metode pengembangan behavioristik
tapi dia meneliti atau menempatkan penelitiannya pada posisi
kognitif.
Penggunaan Tikus
Tolman bukan satu satunya orang di kalangan teoretisi
kognitif yang memberikan perhatian lebih pada perilaku hewan
dibandingkan pada manusia (hal ini juga bisa dilihat pada Kohler
dalam salah satu tahapan persepsi manusia juga) dalam hal tertentu,
pilihan ini juga mencerminkan faktor penyebab yang menuntun
kalangan behavioris untuk meneliti hewan, karena hewan lebih
simpel dan lingkungan mereka lebih mudah dikontrol. Tolman
untuk menunjukkan bahwa sistem kognitif bisa bersifat objektif
55 | P a g e
dan tidak perlu bergantung sama sekali pada apa yang dikatakan
oleh individu.
Tolman sendiri dengan gaya tulisannya yang terus terang
menyodorkan kemungkinan alasan yang ketiga. Ia mengatakan
bahwa para psikolog biasanya berangkat dari keinginan untuk
memecahkan masalah masalah besar kehidupan manusia, namun
kemudian merasa gamang setelah membayangkan konsekuensi dari
tugas besar semacam itu dan akhirnya lebih memilih mengamankan
diri dengan mengkaji segi segi tertentu, perilaku pembelajaran tikus
misalnya.
Eksperimen Tolman
Eksperimen Tolman
56 | P a g e
selama 4 malam, dimana tikus belajar secara langsung dan tanpa
ragu ragu dari titik A sampai G (Hergenhahn & Olson, 2008).
Dari percobaan tersebut, Tolman menyimpulkan bahwa tikus
tikus itu telah belajar peta kognitif dari titik A (tempat dimana tikus
mulai berlari, sampai ke titik G (kotak makanan). Peta kognitif
merupakan kesadaran mental yang didapatkan dari struktur ruang
fisik atau unsur unsur yang terkait. Tolman melakukan eksperimen
ini untuk menguji maksud dari belajar respon (respon learning),
dan belajar tempat (place learning).
59 | P a g e
Belajar Laten
Latent learning (pembelajaran laten) adalah pembelajaran
yang tidak langsung dalam kinerja seseorang. Dengan kata lain,
pembelajaran laten merupakan suatu jenis pembelajaran dimana
hasil pembelajaran tersebut tidak langsung terlihat; hal ini terjadi
tanpa suatu penguatan yang nyata. Konsep tentang latent learning
sangat penting bagi Tolman, dan dia merasa sukses dalam
mendemonstrasikan eksistensinya.
Eksperimen terkenal yang dilakukan oleh Tolman dan
Honzik melibatkan tiga kelompok tikus, yang mencoba belajar
untuk memecahkan suatu kebingungan (jaringan jalan yang
simpang siur). Kelompok pertama, tidak pernah mendapatkan atau
menemui makanan saat melintasi jalan yang simpang siur itu.
Kelompok kedua, selalu diberi makanan di ujung labirin. Sedang
kelompok ketiga, tidaklah diperkuat sampai hari ke-11 mengadakan
percobaan. Kelompok terakhir inilah yang menarik bagi Tolman.
Teorinya tentang latent learning meramalkan bahwa kelompok ini
akan belajar di simpang siur jalan itu, sama halnya dengan
kelompok yang secara teratur diperkuat. Dan ketika penguatan
(reinforcement) diperkenalkan pada hari ke-11, kelompok ini akan
melakukan seperti halnya kelompok yang secara terus menerus
diperkuat (reinforced).
Variabel Lingkungan
Tolman memandang ∑OBO sebagai variabel bebas karena ia
berpengaruh langsung terhadap variabel terikat (yakni, rasio
perilaku) dan ia di dalam kontrol eksperimenter yang menentukan
jumlah percobaan latihan. Jelas bahwa Tolman tak lain bicara
61 | P a g e
hanya mengenai belajar di jalur T, tetapi juga belajar jalur teka teki
yang lebih rumit.
62 | P a g e
Variabel Intervening
Variabel Intervening sebuah unsur yang diciptakan oleh
teoretisi untuk membantu menjelaskan hubungan antara variabel
bebas dengan variabel terikat. Kinerja pada tugas belajar akan
bervariasi sesuai dengan lamanya deprivasi makanan maka itu
adalah hubungan empiris. Tetapi jika orang mengatakan bahwa
lapar bervariasi sesuai dengan lamanya deprivasi dan karenanya
mempengaruhi belajar, konsep lapar dipakai sebagai variabel
intervening. Seperti dikatakan Tolman, konsep semacam ini
dipakai untuk mengisi kekosongan dalam program riset.
2. Keyakinan Ekuivalensi
Ketika sub tujuan memiliki efek yang sama dengan tujuan itu
sendiri, maka sub tujuan itu dikatakan merupakan keyakinan
ekuivalensi. Hal seperti ini hampir sesuai dengan yang disebut
oleh para ahli teori S-R sebagai penguatan sekunder, Tolman
menganggap bahwa jenis belajar ini termasuk dalam tipe
dorongan sosial dari pada dorongan fisiologis. Misalnya,
seorang atlet olahraga yang belajar pada fakultas ataupun
akademi olahraga, maka dengan jelas dapat ditunjukkan dengan
minat, kebutuhan dan menerima pembelajaran tanpa harus
menanyakan tentang kualitas nilai belajar dan juga tanpa
menanyakan tentang rasa suka.
3. Ekspektasi Medan
Field expectancies (ekspektasi medan) berkembang dengan cara
yang serupa dengan perkembangan peta kognitif. Organisme
belajar bahwa sesuatu akan menimbulkan sesuatu yang lain.
Setelah melihat isyarat tertentu misalnya, ia akan berharap
isyarat lain akan muncul. Pengetahuan umum tentang
lingkungan ini digunakan untuk menjelaskan belajar laten,
belajar ruang, dan penggunaan jalan pintas. Satu satunya
penguatan yang dibutuhkan untuk jenis belajar ini adalah
konfirmasi hipotesis.
64 | P a g e
4. Mode Medan Kognisi
Jenis belajar seperti ini kurang diminati oleh Tolman. Ini adalah
sebuah strategi, cara pendekatan untuk situasi pemecahan
masalah. Hal ini merupakan sebuah tendensi untuk menyusun
bidang perseptual dalam konfigurasi tertentu. Tolman
mencurigai bahwa kecenderungan ini adalah bawaan, tetapi bisa
dimodifikasi dengan pengalaman.
Sesungguhnya hal paling utama pada strategi yang bekerja
dalam pemecahan masalah adalah akan dicoba pada situasi yang
sama pada masa yang akan datang. Seperti itulah field cognition
modes yang efektif atau pemecahan masalah yaitu
memindahkan permasalahan-permasalahan yang berhubungan.
Pengalaman belajar akan digunakan atau di uji pada situasi yang
akan datang.
5. Diskriminasi Dorongan
Drive discrimination (diskriminasi dorongan) berarti bahwa
organisme dapat menentukan keadaan dorongan mereka sendiri
dan karenanya dapat merespon dengan benar. Misalnya,
ditemukan bahwa ada seorang atlet lari yang dilatih untuk
berbelok ke suatu arah dalam jalur teka teki berbentuk T apabila
mereka menuju lapar dan ke arah lain apabila mereka haus.
Dalam hal ini menunjukan, jika kebutuhannya jelas makan
tujuannya pun jelas, jika kebutuhnnya tak jelas maka tujuannya
tak jelas. Diskriminasi dorongan hanya mengacu kepada fakta
bahwa organisme dapat menentukan status dorongan mereka
sendiri. Jadi mereka mampu merespon sewajarnya. Contohnya,
Seorang mahasiswa Pasca Sarjana Ilmu Pendidikan dibebaskan
untuk menentukan program jurusannya, memilih program
bahasa inggris atau pun pendidikan matematika.
6. Pola Motor
Tolman menunjukkan bahwa teorinya sebagian besar itu terkait
dengan ide asosiasi bukan terkait dengan ide yang berhubungan
65 | P a g e
dengan perilaku. Belajar motor pattern (pola motor) adalah
usaha untuk memecahkan kesulitan dan masalah. Tolman
menerima pendapat Guthrie tentang bagaimana respon bisa
menjadi hubungan dengan stimuli.
Bahan Diskusi:
1. Apa yang dimaksud dengan behaviorisme purposive dalam teori
Tolman?
2. Jelaskan eksperimen Tolman.
3. Mengapa teori Tolman disebut S-S, bukan S-R ?
4. Teori Tolman dianggap sebagai kombinasi dari psikologi Gestalt
dan behaviorisme?
66 | P a g e
Bagian 10
Belajar Observasional: Albert Bandura
Pada akhirnya,
pendidikan harus mendapatkan justifikasinya
dalam peningkatan pemahaman manusia
Howerd Gardner
Belajar Observasional.
Selama berabad abad, observational learning (belajar
observasi) diterima begitu saja dan biasanya dipakai untuk
mempostulatkan tendensi natural manusia untuk meniru apa yang
dilakukan orang lain. Edward L. Thorndike melakukan percobaan
dengan meletakkan kucing di kotak teka teki dan kucing lainnya di
sangkar yang ada di dekat kotak teka teki. Kucing yang pertama
sudah belajar untuk keluar dari kotak tersebut tetapi kucing yang
kedua diletakkan juga di kotak teka teki ternyata kucing yang
kedua tidak memberikan respon untuk membebaskan diri. Dan dia
lakukan juga pada monyet dengan hal yang sama juga. hal ini
membuktikan bahwa hewan yang hanya melihat saja tanpa
mempraktikan apa yang dilihatnya itu lebih sulit mempraktikkan
hal yang sama ketika dia dihadapkan pada masalah yang sama.
67 | P a g e
Dengan hasil percobaannya berulang kali mereka tidak
menemukan bukti adanya belajar observasional. Dan mereka
menyimpulkan bahwa belajar hanya berasal dari pengalaman
langsung (direct experience) dan bukan dari vicarious experience
(pengalaman tidak langsung), yang artinya seseorang mendapatkan
pelajaran dari pengalaman langsung bukan dari hasil mengamati
orang lain.
68 | P a g e
Penjelasan Bandura tentang Observatioal Learning.
Bandura mengatakan bahwa observational learning mungkin
(atau mungkin juga tidak) melibatkan imitasi. Apa yang dipelajari
seseorang adalah informasi yang diproses secara kognitif dan
digunakan dalam cara yang memberikan keuntungan tertentu.
Observational learning jauh lebih rumit dibanding imitasi
sederhana yang biasanya (hanya) melibatkan peniruan terhadap
tindakan orang lain. Observational learning merupakan proses
kognitif yang melibatkan sejumlah atribut seperti bahasa, moralitas,
pemikiran dan pengaturan diri dari perilaku seseorang, sehingga
apabila seseorang melakukan perbuatan, maka hal itu merupakan
hasil dari proses yang melibatkan beberapa atribut tersebut, bukan
asal meniru perilaku orang lain.
Observasi Empiris.
Ada suatu perbedaan pendapat antara pendapat bandura dan
pendapat Miller dan Dollard yaitu Bandura mengatakan bahwa
perilaku anak dipengaruhi oleh pengalaman tak langsung atau
pengalaman pengganti artinya apa yang anak anak lihat yang
dilakukan atau dialami orang lain akan memengaruhi perilaku
mereka. Sedangkan pendapat Miller dan Dollard bahwa belajar
observasional hanya terjadi jika perilaku nyata organisme diikuti
oleh penguatan. Dalam eksperimennya Bandura menggunakan
model, yang mana model adalah apa saja yang menyampaikan
informasi, seperti orang, film, tv, pameran, gambar, atau instruksi.
69 | P a g e
Hasil studi yang dilakukan oleh Albert Bandura diringkas di
gambar:
Determinisme Resiprokal
Mungkin pertanyaan paling dasar dalam semua psikologi
adalah, mengapa orang bertindak seperti yang mereka
lakukan?. Berdasarkan jawaban ini, seseorang dapat
71 | P a g e
diklasifikasikan sebagai environmentalis (empirisis). Lingkungan
menjadi salah satu faktor keberlanjutan kehidupan manusia di
bumi, nativis, eksistensialis, atau sesuatu yang lain. Jawaban
Bandura untuk pertanyaan ini termasuk dalam kategori sesuatu
yang lain. Jawabannya adalah orang, lingkungan, dan perilaku
orang itu semuanya berinteraksi untuk menghasilkan perilaku
selanjutnya. Dengan kata lain, ketiga komponen itu tak bisa
dipahami secara terpisah pisah. Bandura, 1986 meringkas tiga
interaksi itu sebagai berikut :
P E
Determinisme Resiprokal
72 | P a g e
Tindakan Moral
Orang tua biasanya memberi contoh aturan moral yang
kemudian diinternalisasikan oleh anak. Contoh terbaik dari perilaku
situasional adalah moralitas. Meskipun seseorang memilki prinsip
moral yang kuat, ada beberapa mekanisme yang dapat dipakai
untuk memisahkan tindakan yang tercela dengan pencelaan diri.
Mekanisme ini memungkinkan seseorang melanggar prinsip
moralnya tanpa merasa perlu mencela diri atau tanpa merasa
bersalah (Bandura A. , 1986).
1. Justifikasi Moral.
Dalam moral justification (justifikasi moral) ini, tindakan yang
tercela itu mejadi cara untuk mencapai tujuan yang lebih luhur
dan karenanya dibenarkan, misalnya saya melakukan kejahatan
agar bisa memberi makanan pada keluarga.
2. Pelabelan Eufemistis.
Dengan menyebut tindakan yang tercela sebagai sesuatu yang
lain, seseorang dapat melakukannya tanpa merasa bersalah.
Misalnya individu yang tidak agresif, mungkin akan bertindak
agresif terhadap orang lain ketika tindakannya itu dinamakan
permainan.
3. Perbandingan yang Menguntungkan.
Dengan membandingkan tindakannya sendiri dengan tndakan
yang lebih bengis, seseorang dapat menjadikan tindakan
tercelanya tampak lebih baik dengan menggunakan
adventageous comparison (perbandingan yang menguntungkan),
misalnya jelas saya melakukannya, tetapi tindakan orang itu
jauh lebih buruk.
4. Pengalihan Tanggung Jawab.
Melalui displacement of responsibility (pengalihan tanggung
jawab), beberapa orang dapat melanggar prinsip moral mereka
jika mereka merasa diperintah oleh otoritas dan karenanya
menganggap tanggung jawab ada dipundak pemberi perintah.
5. Difusi Tanggung Jawab.
73 | P a g e
Keputusan untuk bertindak tercela yang dilakukan oleh satu
kelompok akan lebih mudah dilakukan ketimbang keputusan
individual.
78 | P a g e
telah dipakai untuk mengatasi individu yang mengalami gangguan
seksual.
Agen Manusia
Orang bukan hanya sekadar kumpulan mekanisme internal
yang diatur oleh kejadian di lingkungan. Mereka adalah pelaku
pengalaman, tidak hanya sekadar mengalami secara pasif. Sistem
indera, motor, dan otak adalah alat yang dipakai manusia untuk
menyelesaikan tugas dan mencapai tujuan yang memberi makna
dan kepuasan bagi kehidupan mereka. Dari perspektif agen ini
banyak hal yang kita pelajari sudah direncanakan terlebih dahulu
dan dipandu oleh skema kognisi yang mencakup fokus pada tujuan
yang mungkin terjadi, dan perilaku koreksi diri untuk
mempertahankan kemajuan ke arah hasil yang diharapkan.
Ciri utama dari agen manusia meliputi:
79 | P a g e
1. Intentionality (intensionalitas)
Didefinisikan sebagai representasi arah tindakan yang akan
dilakukan di masa depan. Dengan kata lain, intensionalitas
melibatkan perencanaan arah tindakan untuk tujuan tertentu.
Tetapi, rencana itu tidak menjamin individu akan bisa
menguasai keterampilan itu; ada kemungkinan hasilnya tidak
sesuai rencana.
2. Forethought (pemikiran ke depan)
Didefinisikan sebagai antisipasi atau perkiraan konsekuensi dari
niat kita. Orientasi ke depan ini memandu perilaku kita ke arah
akuisisi hasil positif dan menjauhkan diri dari hasil negatif, dan
karenanya bersifat sebagai motivasi. Bandura menekankan
bahwa representasi kognitif dari tujuan itulah yang akan
memberi motivasi dan pedoman, sebab hasil aktual belum
terwujud untuk saat sekarang. Lebih jauh, representasi kognitif
tunduk pada regulasi diri berdasarkan anggapan kecakapan diri,
keyakinan, dan standar moral.
3. Self reactiveness (kereaktifan diri)
Menghubungkan pikiran dan tindakan. Faktor kecakapan,
keyakinan, dan nilai dalam teori kognitif sosial bertindak
sebagai pemberi pedoman. Dalam kasus kereaktifan diri faktor
ini memandu pelaksanaan perilaku aktual.
4. Self reflectiveness (kereflektifan diri)
Kemampuan metakognisi untuk merenungkan arah,
konsekuensi, dan makna dari rencana dan tindakan kita.
Bandura percaya bahwa anggapan tentang kecakapan diri ini
adalah faktor terpenting yang menentukan pilihan tindakan kita,
intensitas aktivitas kita, dan kemauan kita untuk terus bertahan
saat menghadapi rasa frustasi yang bisa menimbulkan
kegagalan.
80 | P a g e
Bandura Tentang Belajar
Bandura percaya bahwa segala sesuatu yang dapat dipelajari
melalui pengalaman langsung juga bisa dipelajari secara tidak
langsung melalui observasi. Dia juga percaya bahwa model akan
sangat efektif apabila dilihat sebagai seseorang yang memiliki
kehormatan, kompetensi, status tinggi atau kekuasaan. Dan dalam
hal ini sebagian besar guru memiliki kriteria tersebut sehingga
dapat menjadi model yang berpengaruh besar.
Guru dapat menjadi model untuk suatu keahlian, strategi
pemecahan masalah, kode moral, standar performa, aturan dan
prinsip umum, dan kreativitas. Guru juga dapat menjadi model
tindakan, yang akan diinternalisasi siswa dan karenanya menjadi
standar evaluasi diri. Bandura juga menyatakan bahwa penguatan
intrinsik lebih penting daripada penguatan ekstrinsik. Penguatan
ekstrinsik dianggap justru bisa mereduksi motivasi belajar siswa.
Proses belajar observasional diatur oleh empat variabel yang
harus diperhatikan oleh guru. Proses yang pertama yaitu atensional
(perhatian), dimana siswa harus menaruh perhatian terhadap
sesuatu yang menurutnya menarik, popular, kompeten, atau
dikagumi, dan proses itu akan bervariasi seiring dengan
pendewasaan dan pengalaman belajar sebelumnya. Kedua yaitu
retensi, agar dapat meniru perilaku suatu model siswa harus
mengingat perilaku itu. Pada fase retensi ini, latihan sangat
membantu siswa untuk mengingat elemen-elemen perilaku yang
dikehendaki. Ketiga produksi, suatu proses pembelajaran dengan
memberikan latihan-latihan agar membantu siswa lancar dan ahli
dalam menguasai materi pelajaran. Keempat motivasi, suatu cara
agar dapat mendorong kinerja dan mempertahankan tetap
dilakukannya keterampilan yang baru diperoleh dengan
memberikan penguatan (bisa berupa nilai dan penghargaan).
Dengan mengingat bahwa teori belajar observasional
memiliki banyak implikasi edukasional dan untuk dapat
menggunakannya secara efektif memerlukan pertimbangan proses
proses tertentu, film, televisi, ceramah, tape recorder, demonstrasi,
81 | P a g e
dan display dapat dipakai sebagai model yang efektif untuk tujuan
pendidikan.
Bahan Diskusi:
1. Jelaskan belajar observasional menurut Miller dan Dollard.
2. Jelaskan belajar observasional menurut Bandura.
3. Berdasarkan Bandura, apa yang dimaksud dengan Determinisme
Resiprokal? Jelaskan dan berikan contoh pada kehidupan sehari
hari.
4. Jelaskan konsep modelling oleh Bandura
82 | P a g e
Bagian 11
Perkembangan Kognitif: Jean Piaget
Bagi saya,
Pendidikan berarti menghasilkan pencipta,
sekalipun tidak banyak,
sekalipusn suatu penciptaan dibatasi
oleh pembandingan dengan penciptaan yang lain
Jean Piaget
83 | P a g e
mengembangkan tes kecerdasan berdasarkan teorinya, misalnya
Goldschmid & Bentler (Hergenhahn & Olson, 2008).
Piaget menemukan banyak fenomena yang menawan yang
ada di depan hidung semua orang tetapi hanya sedikit yang mampu
melihatnya. Reliabilitas dari penemuan itu (bayi usia delapan bulan
yang tiba tiba bisa menemukan mainan tersembunyi dan penemuan
non konservasikan dan konservasi anak 7 tahun yang menghadapi
teka teki air di wadah)
Skemata.
Piaget meneliti potensi secara umum tentang gerakan refleks
setiap individu yaitu gerakan mengisap, menatap, menggapai, atau
memegang. Suatu tindakan seperti itu disebut dengan skema. Tahap
tahap awal dari skema adalah isi mendiskripsikan kondisi yang
berlaku selama terjadi potensi umum. Tahap skemata sangat
berpengaruhi pada lingkungan fisik, sehingga akan membentuk
skemata yang baik dengan lingkungan yang baik walaupun seiring
dengan perkembangan usia pada anak agar lingkungan fisik akan
tetap eksis untuk setiap individu.
Ekuilibrasi.
Ekuilibrasi (penyeimbangan) adalah tendensi bawaan untuk
mengorganisasikan pengalaman untuk mendapatkan adaptasi yang
maksimal. Konsep teori Piaget yang keempat ini menjelaskan
bahwa perubahan kejadian dan lingkungan yang terjadi pada anak
akan membuat ketidak seimbangan kognitif (tingkah laku anak)
sehingga anak harus mencoba menyeimbangkan tingkah lakunya
pada kondisi baru tersebut.
85 | P a g e
Contoh hubungan asimilasi, akomodasi, dan ekuilibrasi:
tingkah laku yang sudah dilakukan oleh anak pertama kali seperti
skemata memegang roti, maka jika tingkah laku atau kondisi yang
berubah anak mengasimilasikan pengalamannya sesuai aspek aspek
yang terjadi padanya sesuai lingkungannya. Perubahan yang terjadi
seperti anak memegang bola. Perbedaan bentuk roti dan bentuk
bola inilah yang membuat anak mengasimilasikan pengalaman
skemata memegangnya dan mengakomodasikan bentuk jari jarinya
untuk mengikuti bentuk benda (roti dan bola) tersebut. Tindakan
menyesuaikan bentuk roti dan bentuk bola tersebut merupakan
respon tingkah laku anak untuk beradaptasi dalam memegang
berbagai macam benda atau yang dinamakan ekuilibrasi pada anak.
Interiorisasi
Interiorisasi (interiorization) adalah penurunan
ketergantungan pada lingkungan fisik dan meningkatnya kegunaan
struktur kognitif. Setelah struktur kognitif berkembang maka
belajar anak dapat memecahkan masalah yang lebih rumit, karena
pengalaman pengalaman yang sudah dimiliki diorientasikan untuk
lebih beradaptasi dengan lingkungannya. Piaget menyebut proses
perkembangan ini sebagai operation (operasi) aksi atau sama
artinya dengan berfikir.
Contoh interiorisasi: Anak yang sudah dewasa pasti memiliki
pengalaman yang kompleks seperti sudah bisa memegang semua
benda, bisa berjalan dan berlari, bisa membedakan warna warna.
Dalam pertumbuhan anak, seorang anak sudah bisa
membayangkan/ mengaplikasikan buku buku pengetahuan yang
mereka baca dan dapat memecahkan masalah dari perbuatannya.
Tidak perlu penerapan langsung tapi anak sudah bisa mengetahui
bahwa api itu berbahaya tanpa harus memegangnya terlebih
dahulu.
86 | P a g e
Tahap Tahap Perkembangan Intelektual.
Piaget (Santrock, 2007) menjelaskan bahwa anak dengan usia
yang sama mungkin mempunyai kemampuan mental yang berbeda
beda, tetapi tahapan kemunculan kemampuan itu selalu sama.
Tahapan-tahapan kemunculan kemampuan anak menurut Jean
Piaget adalah sebagai berikut:
1. Tahap sensori motor 0-2 tahun
2. Tahap pra oprasional berfikir 2-7tahun
3. Tahap oprasional kongkrit 7-11/12tahun
4. Tahap oprasional formal sekitar umur 11,12,13,14 atau 15 tahun
89 | P a g e
Jika informasi tidak dapat diasimilasikan, maka la tak bisa
dipahami. Tetapi jika sesuatu sudah dipahami dengan sempurna,
tidak diperlukan proses belajar. Menurut Piaget, kegagalan
pengetahuan sebelumnya untuk mengasimilasikan suatu
pengalaman akan menyebabkan akomodasi, atau proses belajar
baru. Pengalaman harus cukup menantang agar memicu
pertumbuhan kognitif. Sekali lagi, pertumbuhan akan terjadi hanya
jika asimilasi terjadi. Seseorang harus menentukan jenis struktur
kognitif apa yang tersedia bagi individu dan pelan-pelan mengubah
struktur ini sedikit demi sedikit. Karena alasan inilah Piaget
mendukung hubungan tatap muka antara guru dan siswa.
(Ginsburg & Opper, 1979) meringkaskan cara Piaget
memandang perkembangan kognitif yang dipengaruhi oleh warisan
bawaan: 1) Struktur fisik bawaan (yakni sistem saraf) membatasi
fungsi intelektual, 2) Reaksi behavioral bawaan (yakni refleks)
mempengaruhi tahap awal kehidupan manusia namun setelah itu
dimodifikasi besar besaran setelah berinteraksi dengan
lingkungannya, dan 3) Pendewasaan struktur fisik mungkin
memiliki korelasi psikologis (yakni ketika otak menjadi matang
sampai titik di mana perkembangan bahasa dimungkinkan) seperti
telah kita lihat, ekuilibrasi, atau tendensi mencari harmoni antara
diri dengan lingkungan, juga merupakan bawaan.
Piaget menginterpetasikan perkembangan kognitif dengan
menggunakan diagram berikut.
90 | P a g e
Perkembangan Kognitif Piaget
Bahan Diskusi.
1. Apa yang dimaksud oleh Piaget tentang intelegensi, skemata,
asimilsi, akomodasi, ekuilibrasi dan interiorisasi.
2. Jelaskan tahap perkembangan kognitif menurut Piaget.
91 | P a g e
Bagian 12
Teori Gestalt: Wolfgang Kohler
Sebagian dari keterampilan
yang kita junjung tinggi dalam sistem pendidikan
sangat bertentangan dengan cara kerja pikiran manusia
yang bersifat spontan
Margaret Donaldson
Pendahuluan
Pengajaran identik dengan mendidik. Proses pengajaran
adalah proses pendidikan. Pengajaran adalah suatu proses aktivitas
belajar mengajar, di dalamnya terdapat dua objek yang saling
terlibat yaitu guru dan peserta didik. Adanya proses yang panjang
dan tertata dengan rapi serta berjenjang akan memungkinkan
belajar menjadi baik dan efisien.
Teori belajar Gestalt merupakan teori belajar yang di
kembangkan oleh Max Wertheimer, ia juga bekerjasama dengan
Kurt Koffa dan Wolfgang Kohler. Bagi para penganut Gestalt,
perkembangan itu adalah proses diferensiasi. Teori yang memiliki
beberapa kelemahan seperti behaviorisme itu bersifat otomatis
mekanis dalam menghubungkan stimulus dan respon, sehingga
terkesan seperti kinerja mesin atau robot. Teori ini akan di
kembangakan demi kemajuan proses belajar dengan menggunakan
teori belajar kognitif.
Teori Gestalt
Gestalt adalah sebuah teori yang menjelaskan proses persepsi
melalui pengorganisasian komponen komponen sensasi yang
memiliki hubungan, pola, ataupun, kemiripan menjadi kesatuan.
Gestalt adalah kata Jerman yang berarti pola atau konfigurasi,
anggota aliran ini berpendapat bahwa kita mengalami dunia secara
92 | P a g e
menyeluruh dan bermakna. Kita tidak melihat stimulasi yang
terpisah pisah, namun stimulasi itu dikelompokan bersama
(diorganisasikan) ke dalam satu konfigurasi yang bermakna, atau
Gestalten (bentuk jamak dari Gestalt) (Hergenhahn & Olson, 2008)
Penentangan Terhadap Voluntarisme, Strukturalisme, dan
Behaviorisme.
Psikolog Gestalt berpendapat bahwa voluntaris, strukturalis,
dan behavioris semuanya membuat kesalahan mendasar dalam
menggunakan pendekatan elementistik ini. Mereka berusaha
membagi bagi pokok persoalan mereka menjadi elemen elemen
dalam rangka mendapatkan pemahaman. Voluntaris dan
strukturalis berusaha mencari ide ide elemental yang berkombinasi
untuk membentuk pemikiran yang kompleks, dan behavioris
berusaha memahami perilaku yang kompleks dari segi kebiasaan,
respon yang dikondisikan atau kombinasi stimulus respon
(Hergenhahn & Olson, 2008).
93 | P a g e
Hukum Pragnanz
Hukum Pragnanz, yang mengatakan bahwa organisasi
psikologis selalu cenderung ke arah yang bermakna atau penuh arti
(pragnanz). Suatu prinsip yang menyatakan kecenderungan
terhadap apapun yang dipandang untuk menerima kondisi yang
paling baik.
2. Transposisi
Satu prinsip pemecah masalah dalam satu situasi
diaplikasikan ke problem lain, proses ini dinamakan transposisi.
Eksperimen Kohler dengan melatih hewan, pertama hewan diajari
mendekati stimulus yang gelap dan kemudian ditawari memilih
antara stimulus yang gelap itu dan stimulus baru yang lebih gelap
lagi. Jika hewan memilih stimulus yang lebih gelap lagi maka
dikatakan bahwa transposisi telah terjadi.
Pemikiran Produktif.
Pemikiran produtif adalah pemahaman tentang hakikat dari
problem, belajar semacam itu berasal dari dalam individu dan tidak
dipaksakan oleh orang lain, ia mudah di generalisasikan dan di
ingat dalam jangka waktu yang lama. Max wertheimer tertarik
untuk mengaplikasikan prinsip gestalt ke pendidikan. Wertheimer
mengesplorasikan sifat dari pemecahan masalah dan teknik yang
dapat digunakan untuk mengajarkannya, yakni productive thinking
(pemikiran produktif).
95 | P a g e
Terdapat dua pendekatan tradisional untuk pada dasarnya
menghambat perkembangan pemahaman. Pendekatan pertama
adalah pengajaran yang menekankan pentingnya logika. Baik itu
logika induktif maupun deduktif menetepkan kaidah yang harus di
ikuti untuk samapai kepada kesimpulan. Namun menurut
Wertheimer pendekatan ini tidak berguna untuk membantu
meningkatkan kemampuan memecahkan masalah. Logika
tradisional berhubungan dengan kriteria menjamin ketetapan,
validitas, kosistensi konsep umum , proposisi, kesimpulan, dan
silogisme.
Pendekatan kedua yang diyakini oleh wetheimer justru
menghambat pemahaman adalah cara yang didasarkan pada doktrin
asosiasisme, contohnya siswa yang awalnya di perkenalkan persegi
panjang, dan diajari menghitung luas persegi panjang, kemudian
dihadapkan dengan jajaran genjang, dan dia diharapkan
menghitung luas dari jajargenjang tersebut, siswa yang tadinya
mempelajari tentang menghintung persegi panjang, menarik garis
tegak lurus sehingga membentuk segitiga. Dan ia menghitung
luasnya dengan panjang kali lebar. Siswa yang melakukan hal ini
akan mampu memecahkan berbagai problem dibandingkan siswa
lainya yang tidak tahu atau tidak memiliki wawasan seperti ini.
Wertheimer menekankan poin yang sama yakni belajar berdasarkan
pemahaman akan lebih dalam dan lebih dapat digeneralisasikan
ketimbang belajar yang hanya berdasarkan ingatan tanpa
pemahaman.
Jejak Memori
Koffa adalah teoritis gestalt yang berusaha menghubungkan
masa lalu dan masa sekarang melalui konsep yakni memory trace
(jejak memory/ingatan). Proses ini adalah aktivitas di otak yang
disebabkan oleh pengalaman lingkungan. Proses ini bisa sederhana
atau kompleks, tergantung pada pengalamannya. Menurut koffka,
jika seorang mendefinisikan belajar sebagai modifikasi potensi
perilaku yang berasal dari pengalaman, maka setiap pemunculan
96 | P a g e
proses ini dapat dilihat sebagai pengalaman belajar. Saat seseorang
diwaktu yang lain berada dalam situasi pemecahan masalah sama,
akan muncul sebuah proses yang akan bekomunikasi dengan jejak
dari pengalaman pemecah masalah sebelumnya.
Perjalanan waktu juga sangat berpengaruh terhadap jejak
ingatan. Perjalanan waktu dapat menyebabkan terjadinya
perubahan jejak, karena jejak itu cenderung memperluas dan
disempurnakan untuk mendapat gestalt yang lebih baik dalam
ingatan. Contoh, seorang anak di marahi ibunya ketika ia dengan
sengaja memecahkan vas bunga kesayangan ibunya, lalu ibunya
memarahinya sehingga anak itu sedih, ketika dalam keadaan sedih
temanya mengajak bermain dan kesedihan yang ia rasakan mulai
berkurang karena disibukan dengan bermain. Dan waktu beranjak
dewasa ia merasa sedih karena diputus oleh pacarnya, ia merasa
sangat sedih dan ia mencoba untuk menghibur diri dengan pergi ke
tempat permain seperti time zone bersama teman temannya. Solusi
dari proses memory treace yakni mengatasi kesedihan dengan
menyibukkan diri dengan bermain.
Bahan Diskusi.
1. Pendekatan studi psikologi yang digunakan strukturalis dan
behavioris ditentang oleh teorisasi gestalt, jelaskan
2. Hukum pragnanz digunakan psikolog gestalt sebagai prinsip
utama, berikan penjelasan.
3. Jelaskan proses belajar menurut teori gestalt
98 | P a g e
Referensi
Bandura, A. (1977). Social Learning theory. Englewood Clifts, NJ:
Prentice Hall.
99 | P a g e
Hergenhahn, B. R., & Olson, M. H. (2008). Theories Of Learning,
Edisi Ketujuh. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
100 | P a g e