Anda di halaman 1dari 105

TEORI BELAJAR

Dr. Sarwo Edy, M.Pd


Dr. Sri Uchtiawati, M.Si

Universitas Muhammadiyah Gresik


Perpustakaaan Nasional: katalog dalam terbitan (KDT)

Penulis:
Dr. Sarwo Edy, M.Pd.
Dr. Sri Uchtiawati, M.Si

“Teori Belajar”
Gresik: UMG Press, 2017
ISBN: 978-602-50818-0-4

Editor:
Dr. Yudhi Arifani

Penyunting:
Lulu Asyrifah

Desain sampul dan Tata letak


Moch. Indah Hastomo

Penerbit:
UMG Press

Redaksi:
Jln. Sumatera 101 GKB
Gresik 61121
Telp +6231 3951414
Fax +6231 3952585
Email: press@umg.ac.id

Angoota IKAPI No. 189 dan APPTI No. 002.021


Cetakan pertama, Oktober 2017

Hak cipta dilindungi undang-undang


Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan dengan
cara apapun tanpa ijin tertulis dari penerbit

ii | P a g e
Daftar Isi

Daftar Isi ......................................................... iii


Pengantar ........................................................ iv
Hakekat Belajar dan Pembelajaran....... 1
Bagian 1 Konsepsi Belajar ............................................ 2
Bagian 2 Konsepsi Pembelajaran .................................. 7
Bagian 3 Jenis Belajar ................................................... 12

Teori Teori Belajar ................................. 20


Bagian 4 Teori Classical Conditioning .......................... 21
Bagian 5 Teori Connectionism ...................................... 27
Bagian 6 Teori Operant Conditioning ........................... 33
Bagian 7 Teori Syastematic Behavior ........................... 38
Bagian 8 Teori Contiguty .............................................. 47
Bagian 9 Teori Molar Behavior ..................................... 54
Bagian 10 Teori Observasional ....................................... 67
Bagian 11 Teori Perkembangan Kognitif ........................ 83
Bagian 12 Teori Gestalt ................................................... 92
Referensi ......................................................... 99

iii | P a g e
Pengantar

Teori belajar yang disajikan dalam buku ini bagian dari


faham atau aliran yang dapat diklasifikasikan dalam
kelompok behavior, kognitif, maupun sosial, yang
dapat digunakan dalam praktik belajar secara mandiri
maupun pembelajaran di kelas.

Gresik, Oktober 2017

iv | P a g e
HAKEKAT
BELAJAR DAN PEMBELAJARAN

1|Page
Bagian 1
Konsepsi Belajar

Belajar berarti membuat segala sesuatu yang kita jawab


menjadi hakikat hakikat yang selalu menunjukkan
dirinya sendiri pada kita setiap saat ...
Martin Heidegger

Barang kali ribuan kali kita telah mengucapkan kata belajar


tanpa kita sadari makna dari belajar itu sendiri. Seorang siswa atau
mahasiswa bangga dengan hasil ujiannya dan mengatakan ini
semua hasil belajar yang aku lakukan, sebaliknya sering kali
mereka menyesal karena nilai ujiannya hancur karena tidak belajar
dengan baik. Orang tua hampir setiap malam meminta putra
putrinya untuk belajar, dan mereka merasa lega saat melihat putra
putrinya membaca buku pelajaran. Orang tua percaya dengan
membaca buku, berarti putra putrinya sedang belajar, tanpa
memahami dengan baik makna belajar. Seorang guru hampir setiap
saat mengingatkan siswanya untuk belajar, terutama menjelang
ujian negara misalnya. Jangan lupa belajar dengan giat agar sukses
ujian besok, kata seorang guru. Ini merupkan fenomena yang lazim
terdengar di sekolah dan di rumah.
Pemain bola mengatakan pada teman teman di klubnya
sepulang dari luar negeri, aku telah belajar banyak dari pelatih
asing. Sebelum berangkat saya tidak dapat melakukan tendangan
pinalti yang mengecoh kiper lawan, tetapi setelah selama tiga bulan
setiap pagi, siang, dan sore di dril khusus kini saya cukup mantap
secara mental maupun keterampilan tendangan pinalti. Cerita yang
sering terdengar di lapangan bola ini juga menggunakan kata
belajar, dan berbeda pemakaiannya dengan di sekolah.
Fenomena lain tentang belajar dapat saja dijumpai di jalanan.
Sebutlah seorang wisatawan manca negara dari Amerika Serikat

2|Page
yang datang ke Surabaya, dia sedang menikmati suasana jembatan
merah dengan menelusuri jalan pada posisi kanan, rupanya dia lupa
sedang berada di Indonesia yang mengikuti sistem/madzab lalu
lintas kiri bagi pengguna jalan. Karena sangat asyiknya, dia tidak
sadar sebuah becak datang dari arah depannya dan secara tidak
sengaja terjadi senggolan, sehingga membuat wisatawan tersebut
kaget. Kejadian tersebut tidak membuatnya berpindah jalur, justru
dia melanjutkan tetap pada jalur awalnya, sehingga banyak orang
mengatakan wisatawan tersebut tidak belajar dari pengalaman yang
baru saja terjadi.
Pertanyaan yang relevan dengan fenomena di atas adalah apa
sebenarnya yang dimaksud dengan belajar itu?. Barangkali akan
banyak jawaban yang disampaikan, misalnya seorang siswa akan
menjawab: belajar adalah membaca buku untuk mendapatkan
pengetahuan sehingga dapat menjawab soal soal ujian di sekolah.
Bagi siswa, belajar sukses adalah dapat menyelesaikan soal dengan
baik. Hal tersebut mungkin serupa dengan jawaban para orang tua,
yang merasa lega ketika melihat putra putrinya membaca buku atau
mengerjakan pekerjaan rumah (PR) tanpa harus mengecek apakah
dengan membaca putra putrinya mendapatkan pengetahuan,
sehingga belajar cukuplah dengan aktivitas membaca.
Tentu berbeda dengan pemaian bola yang baru pulang dari
training di luar negeri, kata belajar lebih mengarah pada perubahan
skill atau keterampilan disamping perubahan pengetahuan bahkan
mental. Perubahan kemampuan menendang bola pinalti dari tidak
baik menjadi sangat baik atau mantap, merupakan hasil belajar
bentuk lain.
Selanjutnya, bila dianalisa fenomena wisatawan di Surabaya
yang tetap pada jalur kanan setelah disenggol becak yang datang
dari arah depannya, barang kali kita sepakat dengan banyak orang
yang mengatakan bahwa wisatawan tersebut tidak belajar dari
kejadian atau insiden tersenggolnya dia oleh tukang becak.
Seharusnya wisatawan tersebut segera menyadari kesalahannya
berjalan di lajur kanan dan berpindah jalur kiri, karena sedang
3|Page
berada di Indonesia yang menggunakan sistem lalu lintas kiri tidak
seperti di Amerika Serikat. Dengan kata lain, kita akan mengatakan
bahwa wisatawan itu telah belajar dari kejadian atau insiden yang
terjadi. Pada fenomena ini, belajar tidak lagi sekedar membaca
buku, lebih dari itu belajar dapat berupa membaca fenomena atau
kejadian (pengalaman).
Jika dikaji lebih dalam perubahan pada siswa di sekolah,
mereka hampir melakukan aktivitas belajar yang sama, meliputi
membaca dengan memanfaatkan penglihatan, melihat tampilan
sajian materi oleh guru, mendengarkan penjelasan, bahkan diskusi
bersama teman sejawat, namun hasil yang dicapai berbeda antar
mereka. Sebagian siswa telah mendapatkan pengetahuan maksimal,
sebagian yang lain masih harus mengulang untuk mendapatkan
pengetahuan yang sama, bahkan sebagian kecil belum sama sekali
mendapatkan pengetahuan seperti teman lainnya. Hal ini
menunjukkan bahwa usaha yang sama, dengan alat sama, cara yang
sama tidak menjamin sesorang mendapatkan hasil yang sama pula.
Contoh kecil saat di bandara saat menunggu penerbangan
dapat digunakan sebagai padanan proses belajar siswa di atas. Pagi
itu, bertiga kami mau ke Jakarta, sembari menunggu waktu
boarding, dua teman saya tanpa disengaja membeli koran harian
yang sama. Sebenarnya saya juga bermaksud membeli koran yang
sama, namun setelah melihat dua teman telah membeli koran yang
saya maksud, saya mengurungkan niat untuk membeli dengan
harapan untuk mendapatkan informasi aktual hari ini cukup dengan
bertanya pada teman. Sesaat di dalam pesawat saya bertanya
trending topic hari ini pada teman A, dia menjelaskan singkat dan
cukup memberikan pemahaman saya terhadap topik tersebut,
sehingga kalu saya beri nilai kira kira 60-70. Untuk mendapatkan
informasi lebih, saya pun bertanya pada teman B yang juga
membaca topik yang sama, dan dari teman B akhirnya saya
mendapatkan informasi lebih yang tidak saya dapatkan dari A,
sehingga seandainya saya harus memberi nilai akan saya berikan
nilai 90. Iseng, saya mencoba menanyakan hal yang sama kepada
4|Page
seorang turis asing yang ternyata juga melihat lihat koran yang
sama dengan milik teman. Berbeda dengan dua teman saya,
wisatawan ini hanya bilang sorry I don’t know.
Aktivitas membaca yang sama dilakukan tiga orang
menghasilkan pengetahuan dan pemahaman yang berbeda bahkan
wisatawan barang kali hanya bisa membaca judul topik, begitupun
dengan siswa di kelas yang beraktivitas sama, ternyata
menghasilkan yang berbeda. Pertanyaannya adalah apakah mereka
belajar?, jawabannya tentu ya, walaupun dengan tarap hasil yang
berbeda, hal ini dipengaruhi banyak faktor lainnya. Dengan
demikian yang dimaksud dengan belajar adalah aktivitas yang
menghasilkan perubahan, sekalipun hanya sedikit, hal ini selaras
dengan Kimble yang mendefinisikan belajar sebagai perubahan
yang relatif permanen di dalam potensi perilaku yang terjadi akibat
praktik yang diperkuat (Hergenhahn & Olson, 2008).
Belajar menurut Kimble paling tidak meliputi pertama,
bahwa perubahan perilaku menjadi indikator seseorang telah
belajar atau belum, sukses atau gagal dalam belajarnya, minimal
perubahan hasil belajar harus dapat diamati walaupun sebenarnya
perubahan tersebut berupa perubahan mental. Kedua, sifat relatif
permanen memungkinkan suatu saat akan hilang karena tidak
terjadi pengulangan atau penguatan. Ketiga, kekuatan pemanen
hasil belajar dimungkinkan jika cara mendapatkannya dari praktik
yang diperkuat untuk mendapatkan pengalaman yang dirasakan
langsung.
Definisi belajar yang serupa dinyatakan beberapa ahli, bahwa
belajar merupakan proses perubahan yang relatif tetap dalam
perilaku individu sebagai hasil dari pengalaman (Fontana, 1981),
bukan berasal dari pertumbuhan (Gagne, 1970), dan bukan
disebabkan instink, kematangan, kelelahan, dan kebiasaan (Bower
& Hilgard, 1981).
Secara umum, belajar dapat digambarkan dengan sederhana
untuk diingat seperti pada gambar di bawah ini.

5|Page
Belajar

Hasil
(perubahan)

Konsepsi Belajar

Bahan Diskusi:
1. Jelaskan ciri ciri seseorang disebut sukses belajar
2. Hasil belajar sering kali bersifat relatif pemanen, jelaskan
maksud relatif dalam belajar manusia
3. Dengan kalimat sendiri, definisikan belajar menurut Anda.

6|Page
Bagian 2
Konsepsi Pembelajaran

Pembelajaran (mengajar) lebih sulit daripada belajar,


karena apa yang dituntut dari mengajar
adalah membiarkan belajar
Martin Heidegger

Pengertian Pembelajaran
Istilah pembelajaran berhubungan erat dengan
pengertian belajar dan mengajar. Belajar, mengajar dan
pembelajaran terjadi bersama-sama. Belajar dapat terjadi
tanpa guru atau tanpa kegiatan mengajar dan pembelajaran
formal lain. Sedangkan mengajar meliputi segala hal yang
guru lakukan di dalam kelas.
Beberapa definisi pembelajaran dapat dijumpai antara
lain, (Gagne & Briggs, 1979) mengartikan instruction atau
pembelajaran ini adalah suatu sistem yang bertujuan untuk
membantu proses belajar siswa, yang berisi serangkaian
peristiwa yang dirancang, disusun sedemikian rupa untuk
mempengaruhi dan mendukung terjadinya proses belajar
siswa yang bersifat internal. (Gagne, 1970) mengartikan
Instruction is a set of event that effect learners in such a
way that learning is facilitated. Sementara (Winkel, 1991)
menyampaikan separangkat tindakan yang dirancang untuk
mendukung proses belajar siswa, dengan memperhitungkan
kejadian kejadian ekstrim yang berperan terhadap rangkaian
kejadian-kejadian intern yang berlangsung dialami siswa.

7|Page
Ciri Ciri Pembelajaran
Ciri-ciri pembelajaran sebagai berikut :
1. Merupakan upaya sadar dan disengaja
2. Pembelajaran harus membuat siswa belajar
3. Tujuan harus ditetapkan terlebih dahulu sebelum proses
dilaksanakan
4. Pelaksanaannya terkendali, baik isinya, waktu, proses
maupun hasilnya

Pembelajaran Belajar Hasil

Aktivitas jamak Aktivitas


individual

Konsepsi Pembelajaran

Prinsip Pembelajaran Menurut Gagne.


Prinsip pembelajaran menurut Gagne dipaparkan
sebagai berikut :
1. Respon respon baru (new responses) diulang sebagai
akibat dari respon yang terjadi sebelumnya.
2. Perilaku tidak hanya dikontrol oleh akibat dari respon,
tetapi juga di bawah pengaruh kondisi atau tanda-tanda
dilingkungan siswa.

8|Page
3. Perilaku yang timbul oleh tanda-tanda tertentu akan
hilang atau berkurang frekuensinya bila tidak diperkuat
dengan akibat yang menyenangkan.
4. Belajar yang berbentuk respon terhadap tanda-tanda yang
terbatas akan ditransfer kepada situasi lain yang terbatas
pula.
5. Belajar menggeneralisasikan dan membedakan adalah
dasar untuk belajar sesuatu yang kompleks seperti yang
berkenaan dengan pemecahan masalah.
6. Situasi mental siswa untuk menghadapi pelajaran akan
mempengaruhi perhatian dan ketekunan siswa selama
proses siswa belajar.
7. Kegiatan belajar yang dibagi menjadi langkah-langkah
kecil dan disertai umpan balik menyelesaikan tiap
langkah, akan membantu siswa.
8. Kebutuhan memecah materi kompleks menjadi kegiatan -
kegiatan kecil dapat dikurangi dengan mewujudkan
dalam suatu model.
9. Keterampilan tingkat tinggi (kompleks) terbentuk dari
keterampilan dasar yang lebih sederhana.
10. Belajar akan lebih cepat, efisien, dan menyenangkan bila
siswa diberi informasi tentang kualitas penampilannya
dan cara meningkatkannya.
11. Perkembangan dan kecepatan belajar siswa sangat
bervariasi, ada yang maju dengan cepat ada yang lebih
lambat.
12. Dengan persiapan, siswa dapat mengembangkan
kemampuan mengorganisasikan kegiatan belajarnya
sendiri dan menimbulkan umpan balik bagi dirinya untuk
membuat respon yang benar.

Dalam buku Condition of Learning (Gagne, 1970)


mengemukakan sembilan prinsip yang dapat dilakukan guru
dalam melaksanakan pembelajaran, sebagai berikut:
9|Page
1. Menarik perhatian (gaining attention)
Hal yang menimbulkan minat siswa dengan
mengemukakan sesuatu yang baru, aneh, kontradiksi, atau
kompleks.
2. Menyampaikan tujuan pembelajaran (informing learner of
the objectives)
Memberitahukan kemampuan yang harus dikuasai siswa
setelah selesai mengikuti pelajaran.
3. Mengingatkan konsep/prinsip yang telah dipelajari
(stimulating recall or prior learning)
Merangsang ingatan tentang pengetahuan yang telah
dipelajari yang menjadi prasyarat untuk mempelajari
materi yang baru.
4. Menyampaikan materi pelajaran (presenting the stimulus)
Menyampaikan materi-materi pembelajaran yang telah
direncanakan.
5. Memberikan bimbingan belajar (providing learner
guidance)
Memberikan pertanyaan-pertanyaan yamng membimbing
proses/alur berpikir siswa agar memiliki pemahaman yang
lebih baik.
6. Memperoleh kinerja/penampilan siswa (eliciting
performance)
Siswa diminta untuk menunjukkan apa yang telah
dipelajari atau penguasaannya terhadap materi.
7. Memberikan balikan (providing feedback)
Memberitahu seberapa jauh ketepatan performance siswa.
8. Menilai hasil belajar (assessing performance)
Memberitahukan tes/tugas untuk mengetahui seberapa
jauh siswa menguasai tujuan pembelajaran.
9. Memperkuat retensi dan transfer belajar (enhancing
retention and transfer)

10 | P a g e
Merangsang kamampuan mengingat-ingat dan mentransfer
dengan memberikan rangkuman, mengadakan review atau
mempraktekkan apa yang telah dipelajari.

Bahan Diskusi:
1. Pembelajaran dikenal juga dengan instruksional, jelaskan
hubungan pembelajaran dengan konsep belajar
2. Jelaskan perbedaan essensial antara pembelajaran dan belajar.
3. Pembelajaran dikatakan bersifat jamak, jelaskan maksud jamak
dalam sifat pembelajaran.

11 | P a g e
Bagian 3
Jenis Belajar

Ketika saya mulai mempercayai mahasiswa ...


saya berubah dari seorang guru dan evaluator
menjadi fasilitator dalam proses belajar
Carl Rogers

Banyak ahli yang menyajikan jenis belajar, diantaranya


Robert M. Gagne, Benyamin S. Bloom, A. De Block, dan C. Van
Parreren.

Menurut Robert M. Gagne


Manusia memilki beragam potensi, karakter, dan
kebutuhan dalam belajar. Karena itu banyak tipe tipe belajar
yang dilakukan manusia. Gagne mencatat ada delapan tipe
belajar:
1. Belajar isyarat (signal learning).
Menurut Gagne, ternyata tidak semua reaksi sepontan
manusia terhadap stimulus sebenarnya tidak menimbulkan
respon. Dalam konteks inilah signal learning terjadi.
Contohnya yaitu seorang guru yang memberikan isyarat
kepada muridnya yang gaduh dengan bahasa tubuh tangan
diangkat kemudian diturunkan.
2. Belajar stimulus respon.
Belajar tipe ini memberikan respon yang tepat terhadap
stimulus yang diberikan. Reaksi yang tepat diberikan
penguatan (reinforcement) sehingga terbentuk perilaku
tertentu (shaping). Contohnya yaitu seorang guru
memberikan suatu bentuk pertanyaan atau gambaran

12 | P a g e
tentang sesuatu yang kemudian ditanggapi oleh muridnya.
Guru memberi pertanyaan kemudian murid menjawab.
3. Belajar merantaikan (chaining).
Tipe ini merupakan belajar dengan membuat gerakan-
gerakan motorik sehingga akhirnya membentuk rangkaian
gerak dalam urutan tertentu. Contohnya yaitu pengajaran
tari atau senam yang dari awal membutuhkan proses-
proses dan tahapan untuk mencapai tujuannya.
4. Belajar asosiasi verbal (verbal association).
Tipe ini merupakan belajar menghubungkan suatu kata
dengan suatu obyek yang berupa benda, orang atau
kejadian dan merangkaikan sejumlah kata dalam urutan
yang tepat. Contohnya yaitu Membuat langkah kerja dari
suatu praktek dengan bntuan alat atau objek tertentu.
Membuat prosedur dari praktek kayu.
5. Belajar membedakan (discrimination).
Tipe belajar ini memberikan reaksi yang berbeda–beda
pada stimulus yang mempunyai kesamaan. Contohnya
yaitu seorang guru memberikan sebuah bentuk pertanyaan
dalam berupa kata-kata atau benda yang mempunyai
jawaban yang mempunyai banyak versi tetapi masih dalam
satu bagian dalam jawaban yang benar. Guru memberikan
sebuah bentuk (kubus) siswa menerka ada yang bilang
berbentuk kotak, seperti kotak kardus, kubus, dsb.
6. Belajar konsep (concept learning).
Belajar mengklsifikasikan stimulus, atau menempatkan
obyek-obyek dalam kelompok tertentu yang membentuk
suatu konsep. (konsep : satuan arti yang mewakili
kesamaan ciri). Contohnya yaitu memahami sebuah
prosedur dalam suatu praktek atau juga teori. Memahami
prosedur praktek uji bahan sebelum praktek, atau konsep
dalam kuliah mekanika teknik.
7. Belajar dalil (rule learning).

13 | P a g e
Tipe ini merupakan tipe belajar untuk menghasilkan
aturan atau kaidah yang terdiri dari penggabungan
beberapa konsep. Hubungan antara konsep biasanya
dituangkan dalam bentuk kalimat. Contohnya yaitu
seorang guru memberikan hukuman kepada siswa yang
tidak mengerjakan tugas yang merupakan kewajiban
siswa, dalam hal itu hukuman diberikan supaya siswa
tidak mengulangi kesalahannya.
8. Belajar memecahkan masalah (problem solving).
Tipe ini merupakan tipe belajar yang menggabungkan
beberapa kaidah untuk memecahkan masalah, sehingga
terbentuk kaedah yang lebih tinggi (higher order rule).
Contohnya yaitu seorang guru memberikan kasus atau
permasalahan kepada siswa-siswanya untuk memancing
otak mereka mencari jawaban atau penyelesaian dari
masalah tersebut.
Selain delapan jenis belajar, Gagne juga membuat
semacam sistematika jenis belajar. Menurutnya sistematika
tersebut mengelompokkan hasil hasil belajar yang
mempunyai ciri ciri sama dalam satu katagori. Kelima hal
tersebut adalah:
1. Keterampilan intelektual
Kemampuan seseorang untuk berinteraksi dengan
lingkungannya dengan menggunakan simbol huruf, angka,
kata atau gambar.
2. Informasi verbal
Seseorang belajar menyatakan atau menceritakan suatu
fakta atau suatu peristiwa secara lisan atau tertulis,
termasuk dengan cara menggambar.
3. Strategi kognitif
Kemampuan seseorang untuk mengatur proses belajarnya
sendiri, mengingat dan berfikir.
4. Keterampilan motorik

14 | P a g e
Seseorang belajar melakukan gerakan secara teratur dalam
urutan tertentu (organized motor act). Ciri khasnya adalah
otomatisme yaitu gerakan berlangsung secara teratur dan
berjalan dengan lancar dan luwes.
5. Sikap keadaan mental yang mempengaruhi seseorang
untuk melakukan pilihan-pilihan dalam bertindak

Menurut Bloom
Benyamin S. Bloom adalah ahli pendidikan yang
terkenal sebagai pencetus konsep taksonomi belajar.
Taksonomi belajar adalah pengelompokkan tujuan
berdasarkan domain atau kawasan belajar. Menurut Bloom
(Anderson, 2001) ada tiga domain belajar yaitu:
1. Cognitive Domain (kawasan kognitif).
Adalah kawasan yang berkaitan dengan aspek aspek
intelektual atau secara logis yang bias diukur dengan
pikiran atau nalar.

Kawasan ini terdiri dari:


1) Mengingat.
Mengetahui (istilah, fakta, aturan, urutan, metoda)
2) Memahami.
Menerjemahkan, menafsirkan, memperkirakan, menentukan
(metode, prosedur), memahami (konsep, kaidah, prinsip,
kaitan antara, fakta, isi pokok), mengartikan,
menginterpretasikan ... (tabel, grafik, bagan)
3) Menerapkan
Memecahkan masalah, Membuat bagan/grafik,
Menggunakan (metoda, prosedur, konsep, kaidah, prinsip)
4) Menganalisis
Mengenali kesalahan, Memberikan (fakta fakta),
Menganalisis (struktur, bagian, hubungan).
5) Mengevaluasi

15 | P a g e
Menilai berdasarkan norma internal (hasil karya, mutu
karangan, dll).
6) Berkreasi
Menghasilkan (klasifikasi, karangan, teori), Menyusun
(laporan, rencana, skema, program, proposal).

2. Affective Domain (kawasan afektif).


Adalah kawasan yang berkaitan dengan aspek-aspek
emosional, seperti perasaan, minat, sikap, kepatuhan
terhadap moral dan sebagainya. Kawasan ini terdiri dari:
1) Menerima.
Menunjukkan (kesadaran, kemauan, perhatian), Mengakui
(perbedaan, kepentingan)
2) Merespon.
Mematuhi (peraturan, tuntutan, perintah), Berperan aktif (di
laboratorium, dalam diskusi, dalam kelompok, dalam
organisasi, dalam kegiatan)
3) Menghargai.
Menerima suatu nilai, menyukai, menyepakati. Menghargai
(karya seni, sumbangan ilmu, pendapt, gagasan dan saran)

4) Mengorganisasikan
Membentuk sistem nilai, Menangkap relasi antar nilai.
Bertanggung jawab, Mengintegrasikan nilai.
5) Karakterisasi menurut nilai.
Menunjukkan (kepercayaan diri, disiplin pribadi, kesadaran
moral), Mempertimbangkan. Melibatkan diri

3. Psychomotor Domain (kawasan psikomotorik).


Adalah kawasan yang berkaitan dengan aspek-aspek
keterampilan yang melibatkan fungsi sistem syaraf dan
otot (neuron muscular system) dan fungsi psikis. Kawasan
ini terdiri dari:
1) Meniru
16 | P a g e
Menafsirkan rangsangan (stimulus), Kepekaan terhadap
rangsangan
2) Manipulasi
Menyiapkan diri secara fisik
3) Presisi
Berkonsentrasi untuk menghasilkan ketepatan
4) Artikulasi
Mengkaitkan berbagai ketrampilan, Bekerja berdasarkan
pola
5) Naturalisasi
Menghasilkan karya cipta, Melakukan sesuatu dengan
ketepatan tinggi

Menurut A. De Block, Robert M. Gagne, C. Van


Parreren.
1. Belajar Arti Kata Kata.
Belajar arti kata-kata maksudnya adalah orang mulai
menangkap arti yang terkandung dalam kata-kata yang
digunakan.
2. Belajar Kognitif.
Tak dapat disangkal bahwa belajar kognitif bersentuhan
dengan masalah mental. Objek objek yang diamati
dihadirkan dalam diri seseorang melalui tanggapan,
gagasan, atau lambang yang merupakan sesuatu bersifat
mental.

3. Belajar Menghafal.
Menghafal adalah suatu aktivitas menanamkan suatu
materi verbal dalam ingatan, sehingga nantinya dapat
diproduksikan (diingat) kembali secara harfiah, sesuai
dengan materi yang asli, dan menyimpan kesan-kesan
yang nantinya suatu waktu bila diperlukan dapat diingat
kembali kealam dasar.
17 | P a g e
4. Belajar Teoritis.
Bentuk belajar ini bertujuan untuk menempatkan semua
data dan fakta (pengetahuan) dalam suatu kerangka
organisasi mental, sehingga dapat difahami dan digunakan
untuk memecahkan problem, seperti terjadi dalam bidang-
bidang studi ilmiah.
5. Belajar Konsep.
Konsep atau pengertian adalah satuan arti yang mewakili
sejumlah objek yang mempunyai ciri-ciri yang sama,
orang yang memiliki konsep mampu mengadakan abstraksi
terhadap objek-objek yang dihadapinya, sehingga objek
ditempatkan dalam golongan tertentu.
6. Belajar Kaidah.
Belajar kaidah (rule) termasuk dari jenis belajar
kemahiran intelektual (intellectual skill), yang
dikemukakan oleh Gagne. Belajar kaidah adalah bila dua
konsep atau lebih dihubungkan satu sama lain, terbentuk
suatu ketentuan yang merepresentasikan suatu keteraturan.
7. Belajar Berpikir.
Dalam belajar ini, orang dihadapkan pada suatu masalah
yang harus dipecahkan, tetapi tanpa melalui pengamatan
dan reorganisasi dalam pengamatan. Masalah harus
dipecahkan melalui operasi mental, khususnya
menggunakan konsep dan kaidah serta metode metode
bekerja tertentu.

Bahan Diskusi:
1. Banyak ahli pendidikan yang menyamaikan jenis belajar,
diantaranya Gagne dengan 8 jenis belajar. Jelaskan masing
masing jenis belajar Gagne.
2. Jenis belajar Gagne bersifat bertingkat, jelaskan maksud
bertingkat pada jenis belajar Gagne.

18 | P a g e
3. Belajar pemecahan masalah merupakan tingkat tertinggi pada
jenis belajar Gagne, jelaskan dan berikan contoh pada kehidupan
sehari hari.

19 | P a g e
TEORI TEORI BELAJAR

20 | P a g e
Bagian 4
Teori Classical Conditioning: Ivan Petrovic Pavlov

Pendidikan
bukan sekedar persoalan teknik pengolahan informasi,
bahkan bukan penerapan teori belajar di kelas
atau menggunakan hasil ujian perstasi
yang berpusat pada mata pelajaran
Jerome S Bruner

Ivan Petrovich Pavlov (1849-1936) adalah seorang


behavioristik terkenal dengan teori pengkondisian asosiatif
stimulus-respons dan hal ini yang dikenang darinya hingga kini.
Classical conditioning (pengkondisian atau persyaratan klasik)
adalah proses yang ditemukan Pavlov melalui percobaannya
terhadap anjing, dimana perangsang asli dan netral dipasangkan
dengan stimulus bersyarat secara berulang-ulang sehingga
memunculkan reaksi yang diinginkan.

Eksperimen Ivan Petrovic Pavlov.


Pavlov dapat menggunakan stimulus netral, seperti sebuah
nada atau sinar untuk membentuk perilaku (respons). Eksperimen-
eksperimen yang dilakukan Pavlov dan ahli lain tampaknya sangat
terpengaruh pandangan behaviorisme, dimana gejala-gejala
kejiwaan seseorang dilihat dari perilakunya. Hal ini sesuai dengan
pendapat Bakker bahwa yang paling sentral dalam hidup manusia
bukan hanya pikiran, peranan maupun bicara, melainkan tingkah
lakunya. Pikiran mengenai tugas atau rencana baru akan
mendapatkan arti yang benar jika ia berbuat sesuatu. Bertitik tolak
dari asumsinya bahwa dengan menggunakan rangsangan-
rangsangan tertentu, perilaku manusia dapat berubah sesuai dengan

21 | P a g e
apa yang di inginkan. Kemudian Pavlov mengadakan eksperimen
dengan menggunakan binatang (anjing) karena ia menganggap
binatang memiliki kesamaan dengan manusia. Namun demikian,
dengan segala kelebihannya, secara hakiki manusia berbeda dengan
binatang (Pavlov, 1955)

Eksperimen Pavlov

Gambar 1:
Anjing diberikan makanan (UCS), maka secara reflek anjing akan
mengeluarkan air liur (UCR).

Gambar 2:
Saat dibunyikan bel (stimulus netral), maka anjing tidak merespon
atau mengeluarkan air liur.

Gambar 3:
Saat anjing diberikan sebuah makanan (UCS) setelah diberikan
bunyi bel (CS) terlebih dahulu, anjing akan mengeluarkan air liur
(UCR) akibat pemberian makanan.

22 | P a g e
Gambar 4:
Setelah perlakukan ini dilakukan secara berulang-ulang, maka
ketika anjing mendengar bunyi bel (CS) tanpa diberikan makanan,
secara otonom anjing akan memberikan respon berupa keluarnya
air liur dari mulutnya (CR).

Ekperimen ini membentuk perilaku anjing ketika bunyi bel


terdengar, anjing akan merespon dengan mengeluarkan air liur
walaupun tanpa diberikan makanan disebut sebagai respon yang
terkondisikan, karena pada awalnya (gambar 2) anjing tidak
merespon apapun ketika mendengar bunyi bel.
Selanjutnya jika pembunyian bel secara terus menerus
diberikan tanpa pemberian makanan, maka suatu saat kemampuan
stimulus terkondisikan (bunyi bel) untuk menimbulkan respons (air
liur) akan hilang, hal ini disebut dengan extinction atau
penghapusan.
Pavlov mengemukakan empat peristiwa eksperimental dalam
proses akuisisi dan penghapusan sebagai berikut:
1. Stimulus tidak terkondisi (UCS), suatu peristiwa lingkungan
yang melalui kemampuan bawaan dapat menimbulkan reflek
organismik, contohnya makanan.
2. Stimulus terkondisi (CS), suatu peristiwa lingkungan yang
bersifat netral dipasangkan dengan stimulus tak terkondisi
(UCS). Contoh: Bunyi bel adalah stimulus netral yang di
pasangkan dengan stimulus tidak terkondisi berupa makanan.
3. Respons tidak terkondisi (UCR), refleks alami yang ditimbulkan
secara otonom atau dengan sendirinya, misanya mengeluarkan
air liur.
4. Respons terkondisi (CR), refleks yang dipelajari dan muncul
akibat dari penggabungan CS dan US, misalnya keluarnya air
liur akibat penggabungan bunyi bel dengan makanan.

23 | P a g e
Simpulan yang didapat dari percobaan ini, bahwa tingkah
laku sebenarnya tidak lain daripada rangkaian reflek berkondisi,
yaitu refleks refleks yang terjadi setelah adanya proses
pengkondisian (conditioning process). Dengan kata lain, gerakan
gerakan refleks itu dapat dipelajari, dapat berubah karena mendapat
latihan.
Dengan demikian dapat dibedakan dua macam refleks, yaitu
refleks wajar (unconditioned refleks) yaitu keluarnya air liur ketika
melihat makanan yang lezat dan refleks bersyarat atau refleks yang
dipelajari (conditioned refleks) yaitu keluarnya air liur karena
menerima atau bereaksi terhadap suara bunyi tertentu.

Hukum Belajar Ivan Petrovic Pavlov.


Dari eksperimen yang dilakukan Pavlov terhadap seekor
anjing menghasilkan hukum belajar:
1. Law of Respondent Conditioning yaitu hukum pembiasaan yang
dituntut. Jika dua macam stimulus dihadirkan secara simultan
(yang salah satunya berfungsi sebagai penguatan/reinforcer),
maka refleks dan stimulus lainnya akan meningkat.
2. Law of Respondent Extinction yaitu hukum pemusnahan yang
dituntut. Jika refleks yang sudah diperkuat melalui respondent
conditioning itu didatangkan kembali tanpa menghadirkan
reinforcer, maka kekuatannya akan menurun.

Menurut teori conditioning belajar itu adalah suatu proses


perubahan yang terjadi karena adanya syarat syarat (conditions)
yang kemudian menimbulkan reaksi (response). Untuk menjadikan
seseorang itu belajar haruslah kita memberikan syarat syarat
tertentu. Maka yang penting dalam belajar menurut teori
conditioning adalah adanya latihan latihan yang continue (terus
menerus).

24 | P a g e
Prinsip Belajar Ivan Petrovic Pavlov.
Dalam penerapan teori belajar menurut Pavlov, perlu
memperhatikan penggunaan ciri ciri kuat yang mendasarinya,
meliputi sifat mementingkan 1) pengaruh lingkungan, 2) bagian-
bagian, 3) peranan reaksi, 4) mekanisme terbentuknya hasil belajar
melalui prosedur stimulus respon, 5) peranan kemampuan yang
sudah terbentuk sebelumnya, 6) pembentukan kebiasaan melalui
latihan dan pengulangan, dan 7) hasil belajar yang dicapai adalah
munculnya perilaku yang diinginkan.

Aplikasi Teori Belajar Ivan Petrovic Pavlov Terhadap


Pembelajaran.
Sebagai konsekuensi teori classical conditioning, para guru
yang menggunakan paradigma Pavlov akan menyusun bahan
pelajaran dalam bentuk yang sudah siap, sehingga tujuan
pembelajaran yang harus dikuasai siswa disampaikan secara utuh
oleh guru. Guru tidak banyak memberi ceramah, tetapi instruksi
singkat yang diikuti contoh contoh, baik dilakukan sendiri maupun
melalui simulasi. Bahan pelajaran disusun secara hierarki dari yang
sederhana sampai pada yang kompleks.
Metode Pavlov ini sangat cocok untuk perolehan kemampuan
yang membutuhkan praktek dan pembiasaan yang mengandung
unsur unsur seperti: kecepatan, spontanitas, kelenturan, reflek, daya
tahan dan sebagainya, contohnya: percakapan bahasa asing,
mengetik, menari, menggunakan komputer, berenang, olahraga dan
sebagainya. Teori ini juga cocok diterapkan untuk melatih anak
anak yang masih membutuhkan dominansi peran orang dewasa,
suka mengulangi dan harus dibiasakan, suka meniru dan senang
dengan bentuk bentuk penghargaan langsung seperti diberi permen
atau pujian.
Penerapan teori belajar Pavlov yang salah dalam suatu situasi
pembelajaran juga mengakibatkan terjadinya proses pembelajaran
yang sangat tidak menyenangkan bagi siswa yaitu guru sebagai
figur sentral, bersikap otoriter, komunikasi berlangsung satu arah,
25 | P a g e
guru melatih dan menentukan apa yang harus dipelajari siswa.
Siswa dipandang pasif, perlu motivasi dari luar, dan sangat
dipengaruhi oleh penguatan yang diberikan guru, hanya
mendengarkan dengan tertib terhadap penjelasan guru dan
menghafalkan apa yang didengar dan dipandang sebagai cara
belajar yang efektif.

Bahan Diskusi:
1. Jelaskan eksperimen Pavlov untuk menjelaskan pengkondisian
klasik.
2. Berikan contoh implementasi classical conditioning dalam
pembelajaran di kelas
3. Berikan contoh pemakaian classical conditioning dalam
kehidupan sehari hari di luar konteks belajar pembelajaran
4. Pada sekolah perkotaan dengan taraf ekonomi wali siswa diatas
rata rata, pemakaian stimulus harus tepat sasaran. Berikan
contoh penggunaan stimulus oleh guru pada sekolah tersebut,
berikut penjelasannya.

26 | P a g e
Bagian 5
Teori Connectionism: Edward Lee Thorndike

Pemikiran kritis
adalah arti penting pertama dalam konsepsi
dan pengaturan aktivitas pendidikan
Israel Scheffler

Paradigma teori fungsianalitik adalah mencerminkan


pengaruh dari Darwinisme, karena ia menekankan pada hubungan
antara belajar dengan penyesuaian diri dengan lingkungan. Tokoh
yang paling dikenal dalam teori fungsionalistik adalah Thorndike
yang merumuskan teorinya tentang kaidah efek. Menurut
Thorndike bentuk paling dasar dari proses belajar adalah trial and
error learning (belajar dengan uji coba), atau yang disebutnya
sebagai selecting and connecting (pemilihan dan pengaitan).

Eksperimen Thorndike
Eksperimen Thorndike (Santrock, 2007) mempergunakan
kucing sebagai subjek dalam eksperimennya yang dimasukkan
dalam kotak/kandang, dengan konstruksi pintu kotak yang dibuat
sedemikian rupa sehingga jika kucing menarik tali, maka pintu
kotak akan terbuka dan akhirnya kucing dapat keluar dan mancapai
makanan (daging) yang ditempatkan di luar kotak sebagai hadiah
atau daya penarik bagi kucing. Kucing yang dikondisikan sehat dan
lapar ditempatkan dalam kotak, saat disajikan makanan di luar
kotak, kucing merespon dengan cara mencoba keluar dengan
berbagai cara. Pada reaksi yang kesekian kalinya, kucing tanpa
sengaja menarik tali pembuka pintu sehingga kucing sukses keluar
dan mendapatkan makanan.

27 | P a g e
Eksperimen serupa diulang oleh Thorndike pada beberapa
kesempatan. Pada eksperimen eksperimen tersebut dapat dicatat
bahwa kucing ternyata memiliki reasoning untuk membuka pintu
kotak dengan cara menarik tali akibat pengulangan. Dalam hal ini
Thorndike menafsirkan bahwa kucing tidak mengerti cara
membebaskan diri dari kotak, tetapi dia belajar mempertahankan
respon respon yang benar dan menghilangkan atau meninggalkan
respon respon yang salah.
Eksperimen Thorndike mempengaruhi pikirannya mengenai
belajar pada taraf insani (human).

Eksperimen Thorndike

Percobaan tersebut menghasilkan teori trial and error atau


selecting and conecting, yaitu belajar terjadi dengan cara mencoba
coba dan membuat salah. Setiap response menimbulkan stimulus
yang baru, selanjutnya stimulus baru ini akan menimbulkan
response lagi, demikian selanjutnya, sehingga dapat digambarkan
sebagai berikut:
S → R→ S1 → R1 → S2 → R2 → dst

Belajar Menurut Thorndike


Belajar merupakan peristiwa terbentuknya asosiasi asosiasi
antara peristiwa peristiwa yang disebut stimulus (S) dengan respon
(R ), dimana stimulus adalah sesuatu yang merangsang terjadinya
kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan, atau hal lain, sementara

28 | P a g e
respon adalah sembarang tingkah laku yang dimunculkan karena
adanya rangsangan.
Thorndike memproklamasikan teorinya dalam belajar dengan
mengungkapkan bahwa setiap makhluk hidup dalam tingkah
lakunya merupakan hubungan antara stimulus dan respon, sehingga
teori Thorndike ini disebut teori koneksionisme (connectionism)
(Slavin, 2000).
Belajar adalah pembentukan hubungan stimulus dan respon
sebanyak banyaknya, dengan adanya stimulus itu maka diharapkan
timbulah respon yang maksimal. Teori ini sering juga disebut
dengan teori trial and error. Dalam teori ini seseorang yang bisa
menguasai hubungan stimulus dan respon sebanyak banyaknya,
dapat dikatakan berhasil dalam belajar.

Hukum Belajar menurut Thorndike.


Eksperimen yang dilakukan Thorndike terhadap kucing yang
dimasukkan dalam kotak, menghasilkan tiga hukum belajar yang
dapat digunakan dalam belajar, meliputi:
1. Hukum Kesiapan (law of readiness):
Semakin siap suatu organisme memperoleh suatu perubahan
tingkah laku, maka pelaksanaan tingkah laku tersebut akan
menimbulkan kepuasan individu sehingga asosiasi cenderung
diperkuat.
2. Hukum Latihan (law of exercise):
Semakin sering tingkah laku diulang/dilatih (digunakan), maka
asosiasi tersebut akan semakin kuat.
3. Hukum akibat (law of effect):
Hubungan stimulus respon cenderung diperkuat bila akibatnya
menyenangkan dan cenderung diperlemah jika akibatnya tidak
memuaskan

Prinsip Prinsip Belajar Thorndike.


1. Pada saat berhadapan dengan situasi yang baru, berbagai respon
yang dilakukan beragam. Respon tiap tiap individu
29 | P a g e
berbeda/tidak sama walaupun menghadapi situasi yang sama,
hingga akhirnya tiap individu mendapatkan respon atau tindakan
yang cocok dan memuaskan.
2. Dalam diri setiap individu sebenarnya sudah tertanam potensi
untuk mengadakan seleksi terhadap unsur unsur yang penting
dan kurang penting, hingga akhirnya menemukan respon yang
tepat.
3. Orang cenderung memberi respon yang sama terhadap situasi
yang sama.

Aplikasi Teori Belajar Thorndike Terhadap Pembelajaran.


Sebagai konsekuensi teori ini, para guru yang menggunakan
paradigma behaviorisme akan menyusun bahan pelajaran dalam
bentuk yang sudah siap, sehingga tujuan pembelajaran yang
dikuasai siswa disampaikan secara utuh oleh guru. Guru tidak
banyak memberi ceramah, tetapi instruksi singkat yang diikuti
contoh contoh baik dilakukan sendiri maupun melalui simulasi.
Bahan pelajaran disusun secara hierarki dari yang sederhana
sampai pada yang kompleks.
Tujuan pembelajaran dibagi dalam bagian kecil yang ditandai
dengan pencapaian suatu keterampilan tertentu. Pembelajaran
berorientasi pada hasil yang dapat diukur dan diamati, kesalahan
harus segera diperbaiki, dan pengulangan serta latihan digunakan
agar perilaku yang diinginkan dapat menjadi kebiasaan. Hasil yang
diharapkan dari penerapan teori behavioristik ini adalah
terbentuknya suatu perilaku yang dinginkan, sehingga perilaku
yang diinginkan mendapat penguatan positif dan perilaku yang
kurang sesuai mendapat penguatan negatif.

Kelebihan Teori Thorndike.


Dengan seringnya melakukan pengulangan dalam
memecahkan suatu permasalahan, peserta didik akan memiliki
sebuah pengalaman yang berharga. Pemberian reward juga akan
membuat peserta didik lebih memiliki kemauan dalam
30 | P a g e
memecahkan permasalahan yang dihadapi. Selain itu metode
pembelajaran yang menyesuaikan dengan kondisi lingkungan
belajar dan tidak menggunakan teknik ceramah, akan lebih
membuat peserta didik memahami pembelajaran.

Kekurangan Teori Thorndike.


1. Terlalu memandang manusia sebagai mekanismus dan
otomatisme belaka disamakan dengan hewan. Meskipun banyak
tingkah laku manusia yang otomatis, tetapi tidak selalu bahwa
tingkah laku manusia itu dapat dipengaruhi secara trial and
error.
2. Memandang belajar hanya merupakan asosiasi antara stimulus
dan respon. Sehingga yang dipentingkan dalam belajar ialah
memperkuat asosiasi tersebut dengan latihan latihan terus
menerus.
3. Karena belajar berlangsung secara mekanistis,
maka pengertian tidak dipandangnya sebagai suatu yang pokok
dalam belajar, sehingga mengabaikan pengertian sebagai unsur
yang pokok dalam belajar.
4. Implikasi dari teori behavioristik dalam proses pembelajaran
dirasakan kurang memberikan ruang gerak yang bebas bagi
pebelajar untuk berkreasi, bereksperimentasi dan
mengembangkan kemampuannya sendiri. Karena sistem
pembelajaran tersebut bersifat otomatis-mekanis dalam
menghubungkan stimulus dan respon sehingga terkesan seperti
kinerja mesin atau robot, akibatnya pebelajar kurang mampu
untuk berkembang sesuai dengan potensi yang ada pada diri
mereka.

31 | P a g e
Bahan Diskusi:
1. Jelaskan eksperimen Thorndike yang menggunakan kucing
sebagai hewan eksperimennya.
2. Berdasar hasil eksperimennya, Thorndike merumuskan tiga
hukum dalam belajar. Sebutkan hukum hukum tersebut berikut
penjelasannya.
3. Berikan contoh implementasi tiga hukum belajar Thorndike
yang dapat dilakuakan oleh siswa.
4. Pada konteks sekolah, pemakaian hukum belajar Thorndike
yang didesain oleh guru terhadap siswa harus dapat membuat
belajar siswa effektif. Berikan contoh penggunaan ketiga hukum
belajar oleh guru pada saat proses pembelajaran di kelas.

32 | P a g e
Bagian 6
Teori Operant Conditioning: Burrhus F. Skinner

Mengajar adalah mempercepat proses belajar.


Anak didik belajar tanpa pengajaran, dan guru menciptakan kondisi
agar anak didik belajar secara lebih efektif dan lebih cepat.
Burrhus Frederic Sikker

Dalam teori belajarnya, Burrhus Frederic Skinner


mendefinisikan bahwa belajar adalah sebuah proses perubahan
prilaku yang telah dicapai dari hasil belajar melalui
beberapa penguatan penguatan prilaku yang baru, yang disebut
dengan pengkondisian operan (operant conditioning). Bagi Skinner
unsur yang terpenting dalam belajar adalah adanya penguatan
(reinforcement) dan hukuman (punishment).

Eksperimen Burrhus Frederic Skinner

Eksperimen BF Skinner

Di laboratorium, Skinner menggunakan subyek


eksperimennya seekor tikus. Tikus dimasukkan dalam kotak yang

33 | P a g e
disebut Skinner box, dilengkapi dengan berbagai peralatan,
meliputi beberapa tombol, alat memberi makanan, penampung
makanan, lampu yang dapat diatur nyalanya, dan lantai yang dapat
dialiri listrik. Dorongan lapar (hunger drive) tikus berusaha keluar
untuk mencari makanan. Selama tikus bergerak kesana-kemari
untuk keluar dari box, respon salah satunya adalah menekan tombol
(tidak disengaja), maka makanan tersaji secara otomatis. Dalam
eksperimen ini secara terjadwal diberikan makanan secara bertahap
sesuai peningkatan perilaku yang ditunjukkan si tikus, proses ini
disebut shaping.
Berdasarkan berbagai percobaannya pada tikus dan burung
merpati, Skinner menyatakan bahwa unsur terpenting dalam belajar
adalah penguatan (reinforcement), dengan maksud pengetahuan
yang terbentuk melalui ikatan stimulus - respon akan semakin kuat
bila diberi penguatan.
Skinner membagi penguatan dalam dua kategori, yaitu:
1. Penguatan positif
Penguatan berdasarkan prinsip bahwa frekuensi respons
meningkat karena diikuti dengan stimulus yang mendukung
(rewarding). Bentuk bentuk penguatan positif dapat berupa
hadiah, perilaku senyum, menganggukkan kepala untuk
menyetujui, bertepuk tangan, mengacungkan jempol, atau
penghargaan.
2. Penguatan negatif
Penguatan berdasarkan prinsip bahwa frekuensi respons
meningkat karena diikuti dengan penghilangan stimulus yang
merugikan (tidak menyenangkan). Bentuk bentuk penguatan
negatif diantaranya menunda/tidak memberi penghargaan,
memberikan tugas tambahan atau menunjukkan perilaku tidak
senang (menggeleng, kening berkerut, muka kecewa dll).

Belajar Menurut Skinner


Skinner mendefinisikan belajar sebagai learning is a process
of progressive behavior adaptation (Hergenhahn & Olson, 2008).
34 | P a g e
Dari definisi tersebut dapat dijelaskan bahwa belajar itu merupakan
suatu proses adaptasi perilaku yang bersifat progresif. Ini berarti
bahwa sebagai akibat dari belajar adanya sifat progresifitas, adanya
tendensi kearah yang lebih baik dari keadaan sebelumnya.
Bagi Skinner, hampir semua perilaku manusia diidentifikasi
jatuh ke dalam dua kategori yaitu perilaku responden dan
p e r i l a k u o p e r a n . Perilaku responden adalah perilaku tanpa
sengaja (refleks). Agar perilaku responden terjadi, diperlukan
stimulus yang terjadi pada organisme, contohnya stimulus dari
binatang kecil yang mengganggu terhadap mata akan menyebabkan
berkedip, suatu peristiwa memalukan dapat menyebabkan bermuka
merah, dan flash cahaya terang akan mengakibatkan mata berkedip.
Perilaku operan merupakan perilaku yang dipancarkan secara
spontan yang berbeda dengan perilaku responden dalam
pengkondisian yang muncul karena adanya stimulus tertentu.
Dilihat dari pengertian operan sendiri, menjelaskan bahwa
seluruh perilaku yang beroperasi pada lingkungan untuk
menghasilkan peristiwa atau tanggapan dalam lingkungan. Jika
kejadian atau tanggapan yang memuaskan, maka kemungkinan
perilaku operan akan diulang secara terus menerus bahkan akan
ditingkatkan. Contoh perilaku operan yang mengalami penguatan
adalah anak kecil yang tersenyum mendapat permen dari orang
dewasa yang gemas melihatnya, maka anak tersebut cenderung
mengulangi perbuatannya yang semula tidak disengaja atau tanpa
maksud tertentu, dengan demikian tersenyum adalah perilaku
operan dan permen adalah penguat positif.
Selanjutnya Skinner mendefinisikan bahwa belajar
adalah proses perubahan prilaku yang telah dicapai dari hasil
belajar melalui beberapa penguatan-penguatan prilaku yang baru,
yang disebut dengan pengkondisian operan (operant conditioning).
Unsur penting dalam belajar adalah adanya penguatan
(reinforcement) dan hukuman (punishment), dimana penguatan
(reinforcement) adalah konsekuensi yang meningkatkan
probabilitas suatu perilaku akan terjadi. Sebaliknya, hukuman
35 | P a g e
(punishment) merupakan konsekuensi yang
menurunkan probabilitas terjadinya suatu perilaku.

Aplikasi Teori Skinner Terhadap Pembelajaran


Proses pembelajaran diharapkan memperhatikan prinsip 1)
hasil belajar harus segera diberitahukan kepada siswa, jika salah
harus dilakukan pembetulan dan jika benar diberi penguat, 2)
proses belajar harus mengikuti irama dari pebelajar, 3) materi
menggunakan sistem modul, 4) lebih mementingkan aktivitas
individua, 4) jika tingkah laku yang diinginkan terjadi pada peserta
didik, maka segera diberikan pengutan positif (hadiah) dan
sebaliknya diberikan penguat negatif, 5) menggunakan shaping
program.
Kelebihan dan Kelemahan Teori Belajar Skinner
Kelebihan teori pengkondisian operan, pendidik diarahkan
untuk menghargai setiap anak didik, ditunjukkan dengan
dihilangkannya sistem hukuman. Hal itu didukung dengan adanya
pembentukan lingkungan yang baik sehingga dimungkinkan akan
meminimalkan terjadinya kesalahan.
Beberapa kelemahan dari teori ini berdasarkan analisa
teknologi bahwa: 1) teknologi untuk situasi yang kompleks tidak
bisa lengkap, analisa yang berhasil bergantung pada keterampilan
teknologis, 2) banyaknya respon sukar diterapkan pada tingkah
laku kompleks sebagai ukuran peluang kejadian.

Bahan Diskusi:
1. Jelaskan eksperimen Skinner yang menggunakan tikus dan
burung dara sebagai hewan eksperimennya.
2. Apa yang khas dalam eksperimen Skinner, dan hal tersebut
membedakan dengan proses eksperimen kelompok behavioristik
lainnya seperti Pavlov dan Thorndike.
3. Salah satu hasil eksperimennya, Skinner menemukan konsep
shaping program, jelaskan.

36 | P a g e
4. Jelaskan teori operant conditioning Skinner dan berikan contoh
implementasinya dalam proses pembelajaran di kelas.

37 | P a g e
Bagian 7
Teori Systematic Behavior: Clark Leonard Hull

Pengetahuan untuk harapan cerah kadang disebut kearifan,


yang memadukan pengetahuan manusia
dengan kejerbihan berpikir tentang apa yang dapat
dan tidak dapat dicapai
Harry Broudy

Dasar dari teori belajar Clark Leonard Hull adalah teori


belajar behavioristik. Menurut teori behavioristik belajar adalah
perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Belajar
merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon
(Slavin, 2000). Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia
dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini
dalam belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan
output yang berupa respon. Faktor lain yang dianggap penting oleh
aliran behavioristik adalah faktor penguatan (reinforcement). Bila
penguatan ditambahkan (positive reinforcement) maka respon akan
semakin kuat. Begitu pula bila respon dikurangi atau dihilangkan
(negative reinforcement) maka respon juga semakin kuat.
Hypothetico deductive theory adalah teori belajar yang
dikembangkan Hull dengan menggunakan metode deduktif. Hull
percaya bahwa pengembangan ilmu psikologi harus didasarkan
pada teori dan tidak semata-mata berdasarkan fenomena individual
(induktif). Teori ini terdiri dari beberapa postulat yang menjelaskan
pemikirannya tentang aktivitas otak, reinforcement, habit, reaksi
potensial, dan lain sebagainya.
Clark Leonard Hull menjelaskan perilaku adaptif dan untuk
memahami variabel-variabel yang memengaruhinya. Dapat
dikatakan bahwa Hull tertarik untuk menyusun sebuah teori yang

38 | P a g e
menjelaskan bagaimana kebutuhan tubuh, lingkungan dan prilaku
saling berinteraksi untuk meningkatkan probabilitas survival
organisme.

Konsep Teoretis Utama


Teori Hull mengandung struktur postulat dan teorema yang
logis mirip dengan geometri Euclid. Dalam konsep ini terdapat 16
postulat utama Hull (Hergenhahn & Olson, 2008) sebagai berikut:

Postulat 1:
Sensing the external environment and the stimulus Trace. Hull
mempostulatkan adanya suatu stimulus traces (jejak stimulus)
yang bertahan selama beberapa detik setelah kejadian stimulus
berhenti. Karena dorongan neural afferent ini menjadi di
asosiasikan dengan suatu respons, Hull mengubah rumusan S-R
tradisional menjadi S-s-R atau S-s-r-R. Dimana s jejak stimulus, S
stimulasi ekternal, r adalah pengaktifan neuron motor, dan R adalah
respons yang jelas.

Postulat 2:
The interaction of sensory impulses. Interaction of sensory
impulses. Mengidikasikan kompleksitas stimulasi dan karenanya
menunjukkan kesulitan dalam memprediksi prilaku. Banyak stimuli
dan jejaknya itu saling berinteraksi satu sama lain dan sistensisnya
akan menentukan prilaku. Jadi rumusan nya berubah menjadi S-r-
R.

Postulat 3:
Unlearned behavior. Hull percaya bahwa organisasi dilahirkan
dengan hierarki respon, unlearned behavior (prilaku yang tak
terpelajari), yang akan aktif jika akan di butuhkan. Istilah hierarki
dipakai untuk menyebut respons-respons ini karena ada lebih dari
satu reaksi yang mungkin terjadi. Jika pola respon bawaan pertama
39 | P a g e
tidak memenuhi kebutuhan, maka akan muncul pola lainnya. Jika
tak satu pun dari pola prilaku bawaan itu yang di efektif dalam
memenuhi kebutuhan, maka organisme harus mempelajari pola
respon baru.

Postulat 4:
Contiguity and drive reduction as necessary conditions for
learning. Kekuatan kebiasaan akan bertambah jika kegiatan-
kegiatan reseptor dan efektor terjadi dalam persamaan waktu yang
menyebabkan hubungan kontiguitif dengan hadiah pertama dan
hadiah kedua. Jika satu stimulus diikuti dengan satu respons yang
kemudian diikuti dengan penguatan, maka asosiasi antara stimulus
dan respons itu akan semakin kuat yang disebut dengan habit
strength (kekuatan kebiasaan) [SHR]. Rumusan matematis yang
mendeskripsikan hubungan antara SHR dan jumlah pasangan S dan
R yang diperkuat adalah SHR = 1 – 10 -0.0305N
N adalah jumlah pemasangan antara S dan R yag diperkuat.
Rumusan ini menghasilkan kurva belajar yang terakselerasi secara
negatif, yang berarti bahwa pasangan yang lebih dahulu diperkuat
memiliki lebih banyak efek terhadap belajar ketimbang pasangan
selanjutnya.

Postulat 5:
Stimulus generalization. Hull mengatakan bahwa kemampuan
suatu stimulus (selain stimulus yang digunakan selama
pengkondisian) untuk menimbulkan respons yang dikondisikan
ditentukan oleh kemiripannya dengan stimulus yang digunakan
selama training.

Postulat 6:
stimuli associated with drives. Menghasilkan dorongan, dan setiap
dorongan diasosiasikan dengan stimuli spesifik. Contoh : bibir dan
tenggorokan kering yang mengiringi dorongan haus.

40 | P a g e
Postulat 7:
Reaction potential as a functionof drive and habit strength.
Kemungkinan respons yang dipelajari pada satu waktu tertentu
dinamakan reaction potential (potensi reaksi [sHR]). Potensi reaksi
adalah fungsi dari kekuatan kebiasaan (sHR) dan dorongan (D).
Potensi reaksi = SER = SHR x D
Jadi potensi reaksi adalah fungsi dari seberapa sering respon di
perkuat dalam situasi dan sejauh mana dorongan.

Postulat 8:
Responding cause fatigues, which operates against the elicitation
of a conditional responses. Respon memerlukan kerja, dan kerja
menyebabkan keletihan yang pada akhirnya akan menghambat
respons. Reactive inhibiton (hambatan reaktif) [IR] disebabkan
kelelahan, tetapi secara otomatis akan hilang jika organisme
berhenti beraktivitas. Timbulnya suatu reaksi menyebabkan
pengekangan reaksi yang lain. Suatu kejemuan untuk mengulangi
respon. Pengekangan reaksi adalah penghamburan waktu yang
spontan.

Postulat 9:
The learned response of not responding. Respon untuk tidak
merespons ini dinamakan conditional inhibition (hambatan yang
dikondisikan). Baik itu IR maupun sIR beroprasi melawan
munculnya respons yang telah dipelajari dan karenanya merupakan
pengurangan dari potensi reaksi (SER). Ketika IR dan sIR dikurangi
SER, hasilnya adalah efective reaction potential (potensi reaksi
efektif [(SER]).
Potensi reaksi efektif = SER = SHR x D – (IR+ SIR)

Postulat 10:
Factor tending to inhibit a learned response change from moment
to moment. Menurut Hull, ada “potensi penghambat” yang
bervariasi dari satu waktu ke waktu lainnya dan menghambat
41 | P a g e
munculknya respons yang telah dipelajari. Potensi penghambatan
itu dinamakan efek guncangan (SOR) yang membahas sifat
probabilistik dan prediksi prilaku.
Potensi reaksi efektif sementara = SER = (SHR x D – [IR + SIR]) -
SOR

Postulat 11:
Momentary effective reaction potential must exceed a certain value
before learned response can occur. Nilai SER yang harus lebih tiggi
sebelum respons yang terkondisikan dapat muncul dinamakan
reaction thershold (ambang reaksi [SLR]).

Postulat 12:
The probability that a learned response will be made is a combined
function of SER, SOR, and SLR. Dalam tahap awal training, yakni
hanya setelah beberapa percobaan yang dipertukat, SER akan dekat
dengan SLR, sehingga, karena efek dari SOR, respon yang
terkondisikan akan muncul beberpa percobaan tetapi tidak dapat di
percobaan lain.

Postulat 13:
The greater the value of SER the shorter will be the latency batween
S and R. Latency. Latensi [STR] adalah waktu antara presentasi
stimulus ke organisme dan respon yang dipelajarinya. Postulat ini
menyatakan bahwa waktu reaksi antara awal stimulus dan
kemunculan respons yang telah di pelajari akan turun jika nilai SER
naik.

Postulat 14:
The Value SER will determine resistance to extinction. Semakin
besar potensi reaksi efektif (SER), semakin besar pula respons tak
diperkuat yang dibutuhkan sebelum pelenyapan terjadi.

42 | P a g e
Postulat 15:
The Amplitude of a conditioned response varies directly with SER.
Ketika respons yang terkondisikan adalah respon yang terjadi
secara bertingkat, besarannya akan terkait langsung dengan
besarnya, potensu reaksi efektifpotensial.

Postulat 16:
When two or more incompatible response tend to be elicited in the
same situatin, the one with the greatest SER will occur. Postulat ini
sudah cukup jelas.

Teori Utama Clark Leonard Hull


Motivasi Insentif (K)
Dalam teorinya, Hull membahas besaran penguatan sebagai
variabel belajar. Semakin besar jumlah penguatan, semakin besar
jumlah reduksi dorongan, dan karenanya semakin besar
peningkatan dalam SHR. Eksperimen mengidentifikasikan bahwa
kinerja berubah secara dramatis saat besarnyaa penguatan
divariasikan setelah belajar selesai. Perubahan kinerja setelah
perubahan besaran penguatan tidak dapat dijelaskan dalam term
perubahan SHR karena perubahan itu terlampau cepat. Kecuali satu
atau lebih faktor beroprasi melawan SHR, nilainya tidak akan turun.
Hull mengambil kesimpulan bahwa organisme belajar sama
cepatnya untuk insentif kecil dan insentif besar, namun binatang
melakukan nya secara berbeda sesuai dengan variasi besarnya
insentif (K). Perubahan kinerja cepat setelah adanya perubahan
ukuran penguatan ini disebut sebagai efek Grespi (Grespi effect).

Dinamisme Intensitas-Stimulus
Menurut Hull, stimulus itensity dynamism adalah variabel
pengintervensi yang bervariasi menurut intensitas stimulus
eksternal (S). Secara sederhana dinamisme intensitas stimulus
menunjukkan bahwa semakin besar intensitas dari suatu stimulus,

43 | P a g e
semakin besar kemungkinan munculnya respons yang telah
dipelajari.

Perubahan dari Reduksi Dorongan ke Reduksi Stimulus


Dorongan
Pada mulanya Hull mengikuti teori reduksi belajar, namun
kemudian dia merevisinya menjadi teori drive stimulus reduction
dalam belajar. Salah satu alasan perubahan ini adalah kesadaran
jika hewan yang haus diberikan air sebagai penguat agar
melakukan beberapa tindakan, agar dibutuhkan banyak waktu
untuk memuaskan dorongan haus ini. Hull menyimpulkan bahwa
reduksi dorongan tidak memadai untuk menjelaskan proses belajar.
Yang dibutuhkan untuk menjelaskan belajar adalah sesuatu yang
terjadi setelah penyajian penguat, dan sesuatu itu adalah reduksi
drive stimuli.
Seperti yang telah dikemukakan diatas, stimuli dorongan
untuk dorongan haus mencakup rasa kering di mulut dan bibir yang
pecah. Air dengan segera mereduksi stimulus ini, dan karenanya
kini mendapatkan mekanisme yang dibutuhkan untuk menjelaskan
belajar. Alasan kedua perubahan dari teori reduksi dorongan ke
reduksi stimulus dorongan yang menemukan bahwa tikus yang
lapar diperkuat oleh sakarin yang tidak mengandung nutrisi, yang
tidak mungkin mereduksi lapar.

Respons Tujuan Pendahuluan Fraksional


Fractional antedating goal response [rg] merupakan salah
satu konsep terpenting Hull. Respon Tujuan Pendahulu Fraksional
adalah respons terkondisikan terhadap stimuli, yang dialami
sebelum pencernaan makanan.

Hierarki rumpun kebiasaan


Karena ada banyak kemungkina respons nyata terhadap S G
tertentu, maka ada banyak cara untuk mencapai tujuan. Akan tetapi

44 | P a g e
rute yang paling mungkin adalah rute yang paling cepat membawa
hewan mendekati penguatan.
Habit Family Hieracy (Hierarki rumpun kebiasaan) merujuk
pada fakta bahwa dalam situasi belajar apapun, ada banyak
kemungkinan respons, dan respons yang paling mungkin adalah
respons menimbulkan penguatan paling cepat dan dengan paling
sedikit membutuhkan usaha. Jika satu jalan tertentu ditutup, hewan
akan memilih ke rute terdekat selanjutnya, dan jika ini juga ditutup,
hewan akan memilih rute terdekat ketiga, dan seterusnya.

Pandangan Hull Tentang Belajar.


Teori belajar Hull adalah teori reduksi dorongan atau reduksi
stimulus dorongan. Berdasarkan penalaran ini, maka mereduksi
kecemasan murid adalah syarat diperlukan untuk belajar di kelas.
Terlalu sedikit kecemasan tidak akan menimbulkan proses belajar
(karena tidak ada dorongan yang akan direduksi), dan jika terlalu
banyak kecemasan akan mengganggu. Karenanya siswa yang
merasakan kecemasan ringan ada dalam posisi terbaik untuk belajar
dan karenanya lebih mudah untuk dimengerti.
Miller dan Dollard meringkas aplikasi teori Hull untuk
belajar sebagai berikut :
Drive : Pembelajar harus menginginkan
sesuatu
Cue : Pembelajar harus memerhatikan
sesuatu
Response : Pembelajar harus melakukan sesuatu
Reinforcement : Respon pembelajar harus membuatnya
mendapatkan sesuatu yang diinginkan.

45 | P a g e
Bahan Diskusi:
1. Jelaskan teori systematic behavior milik Hull.
2. Berdasarkan teori Hull, apa dampak peningkatan penguat
terhadap belajar?
3. Sama sama menggunakan penguat dalam teorinya, apa beda
penguat yang digunakan Hull dan Skinner? Jelaskan.

46 | P a g e
Bagian 8
Teori Contiguity: Edwin Ray Guthrie

Sebagian dari keterampilan


yang kita junjung tinggi dalam sistem pendidikan
sangat bertentangan dengan cara kerja pikiran manusia
yang bersifat spontan
Margaret Donaldson

Belajar merupakan sebuah proses perubahan tingkah laku


individu. Belajar merupakan hal yang sangat penting dan harus
dijalani oleh setiap manusia. Dengan pendidikan seseorang bisa
membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Dengan
pendidikan seseorang bisa membedakan mana yang boleh dan
mana yang tidak boleh, dan dengan pendidikan juga seseorang bisa
merumuskan tujuan hidup.
Belajar dilakukan oleh masing-masing individu bisa
dilakukan dengan banyak gaya. Penggunaan gaya di maksudkan
agar tujuan belajar dapat tercapai dengan baik. Dalam hal ini teori
juga bisa di kategorikan gaya belajar seseorang. Ada banyak teori
yang berbicara tentang belajar, salah satunya adalah teori belajar
behavioristik.

Teori Contiguous Conditioning Guthrie.


Menurut teori contiguous conditioning, belajar itu adalah
suatu proses perubahan yang terjadi karena adanya syarat-syarat
(conditions) yang kemudian menimbulkan reaksi (respons).
Guthrie mengemukakan bahwa tingkah laku manusia itu secara
keseluruhan dapat dipandang sebagai deretan tingkah laku yang
terdiri dari unit unit. Unit unit tingkah laku ini merupakan reaksi
dari stimulus sebelumnya, dan kemudian unit tersebut menjadi

47 | P a g e
stimulus untuk tingkah laku yang berikutnya. Demikianlah
seterusnya sehingga membentuk deretan tingkah laku yang terus
menerus. Jadi pada proses conditioning ini terjadi asosiasi antara
unit unit tingkah laku secara berurutan.
Guthrie berpendapat, bahwa kaidah yang dikemukakan oleh
para teoritis seperti Thorndike dan Pavlov adalah terlalu ruwet dan
tak perlu, dan sebagai penggantinya dia mengusulkan satu hukum
belajar, law of contiguity (hukum kontiguitas), yang diyatakan
bahwa kombinasi stimuli yang mengiringi suatu gerakan akan
cenderung diikuti oleh gerakan itu jika kejadiannya berulang. Jadi
dapat kita simpulkan bahwa dalam proses belajar terdapat suatu
ransangan akan terjadi secara reflek apabila di ikuti oleh suatu
gerakan yang dimana kejadian tersebut sering terjadi dan
kejadiannya berulang ulang. Contohnya, ketika terdapat seokor
anjing, yang dimana pemilik memberikan alarm tanda makan, dan
piring diisi daging, anjing berlari mendekati makanan. Pada hari
kedua, ketika alarm itu berbunyi anjing itu akan berlari dan
mendekati suatu piring yang berisi daging, begitu di hari
berikutnya. Alarm sebagai stimuli dan larinya anjing mendekati
makanan adalah suatu gerakan yang mengiringi stimuli tersebut.
Dalam konteks paragraf diatas, dapat dijelaskan sesuai
dengan hukum belajar yang usulkan oleh Guthrie, bahwa
kombinasi stimuli mengiringi suatu gerakan akan cenderung diikuti
oleh gerakan itu jika kejadiannya berulang. Cara lain menyatakan
hukum kontiguitas adalah jika anda melakukan sesuatu dalam
situasi tertentu, pada waktu lain saat anda dalam situasi itu anda
cenderung akan melakukan hal yang sama.

Belajar Satu Percobaan


Prinsip one trial learning (belajar satu percobaan):
- Dari Guthrie menolak hukum frekuensi sebagai prinsip belajar
adalah suatu pola stimulus mendapatkan kekuatan asosiatif
penuh pada saat pertama kali dipasangkan dengan suatu respons.

48 | P a g e
- Dorongan atau ransangan dengan satu respons, dan belajar akan
lengkap (asosiasi penuh) hanya setelah penyandingan antara
stimuli dan respon (Hergenhahn & Olson, 2008)

Maka dapat kita fahami bahwa proses belajar itu hasil dari
suatu keadaan bersamaan baik dalam hal ruang maupun waktu
antara suatu rangsangan atau dorongan dengan suatu respons, dan
proses belajar akan lengkap apabila mampu menyandingkan antara
stimuli dengan suatu respon.

Prinsip Kebaruan
Prinsip Kontiguitas dan belajar satu percobaan membutuhkan
recency principle (prinsip kebaruan), yang menyatakan bahwa
respon yang akan dilakukan ketika kombinasi stimulus itu terjadi
lagi di lain waktu. Maksud dari prinsip tersebut bahwa, apapun
yang kita lakukan yang terakhir kali dalam situasi tertentu, kita
akan cenderung melakukan lagi ketika kita berjumpa lagi dengan
hal yang sama.

Stimuli yang dihasilkan oleh Gerakan


Guthrie memecahkan problem ini dengan mengemukakan
adanya movement produced stimuli (stimuli yang dihasilkan oleh
gerakan), yakni disebabkan oleh gerakan tubuh. Diagram yang
didiskripsikan sebagai berikut (Guthrie, 1935):
Stimulasi Eksternal Respon Nyata Stimulasi yang
dihasilkan oleh gerakan Respons Nyata Stimulasi
yang dihasilkan oleh gerakan Respon Nyata
Stimulasi yang dihasilkan oleh gerakan Respon Nyata

49 | P a g e
Pandangan Guthrie tentang lupa, hukuman, dorongan,
niat, transfer training sebagai berikut:
1. Lupa
Lupa disebabkan oleh munculnya respons alternatif dalam satu
pola stimulus. Setelah pola stimulus menghasilkan respons
alternatif, pola stimulus itu kemudian akan cenderung
menghasilkan respons baru. Jadi lupa pasti melibatkan proses
belajar baru. Contoh: Seseorang yang belajar tugas A dan
kemudian belajar tugas B lalu diuji untuk tugas A. Satu orang
lainnya belajar tugas A, tetapi tidak belajar tugas B, dan
kemudian diuji pada tugas A. secara umum akan ditemukan
bahwa orang pertama mengingat tugas A lebih sedikit
ketimbang orang kedua. Jadi, tampak bahwa mempelajari hal
baru (tugas B) telah mencampuri retensi dari apa yang dipelajari
sebelumnya (tugas A). Pendapatnya adalah bahwa setiap kali
mempelajari hal yang baru, maka proses itu akan menghambat
sesuatu yang lama. Dengan kata lain, lupa disebabkan oleh
intervensi. Tak ada intervensi, maka lupa tidak akan terjadi
(Hergenhahn & Olson, 2008).

2. Hukuman
Efektivitas punishment (hukuman) ditentukan oleh apa
penyebab tindakan yang dilakukan oleh organisme yang
dihukum itu. Hukuman bekerja baik bukan karena rasa sakit
yang dialami oleh individu terhukum, tetapi karena hukuman
mengubah cara individu merespons stimuli tertentu. Hukuman
akan efektif jika menghasilkan respons baru terhadap stimuli
yang sama. Hukuman berhasil mengubah perilaku yang tidak
diinginkan karena hukuman menimbulkan perilaku yang tidak
kompatibel dengan perilaku yang dihukum. Hukuman akan
gagal jika perilaku yang disebabkan oleh hukuman selaras
dengan perilaku yang dihukum. Misalnya, seorang guru yang
melihat siswanya ramai, siswa tersebut diingatkan, jika masih

50 | P a g e
tetap ramai, guru menghukum siswa untuk menyanyi di depan
kelas.
3. Dorongan
Dorongan fisiologis merupakan apa yang oleh Guthrie
disebut maintaining stimuli (stimuli yang mempertahankan)
yang menjaga organisme tetap aktif sampai tujuan tercapai.
Misalnya, rasa lapar menghasilkan stimuli internal yang terus
ada sampai makanan dikonsumsi. Ketika makan diperoleh,
maintaining stimuli akan hilang, dan karenanya kondisi yang
menstimulasi telah berubah. Misalnya, seorang siswa yang
mendapat nilai jelek saat ulangan, guru tidak boleh
memarahinya. Menurut Guthrie, guru seharusnya memberi
dorongan agar siswa tersebut lebih rajin belajar (Hergenhahn &
Olson, 2008).
4. Niat
Respon yang dikondisikan ke maintaining stimuli dinamakan
intensions (niat). Respons itu dinamakan niat
karena maintaining stimuli dari dorongan biasanya berlangsung
selama periode waktu tertentu (sampai dorongan berkurang).
Gambarannya, ketika seorang siswa sudah paham dengan materi
yang disampaikan oleh guru maka dia akan langsung
mengerjakan soal yang diberikan. Tetapi jika dia belum paham
maka dia akan mengacungkan tangan untuk bertanya kepada
guru mengenai materi yang belum dipahaminya. Perilaku yang
dipicu oleh maintaining stimuli inilah yang tampak purposive
atau intensional (diniatkan).

5. Transfer Training
Guthrie dalam hal ini kurang terlalu berharap. Karena pada
dasarnya seseorang akan menunjukkan respons yang sesuai
dengan stimuli jika pada kondisi yang sama. Guthrie selalu
mengatakan pada mahasiswa universitasnya, jika anda ingin
mendapat manfaat terbesar dari studi anda, anda harus berlatih

51 | P a g e
dalam situasi yang persis sama-dalam kursi yang sama-di mana
anda akan diuji. Jika anda belajar sesuatu di kamar, tidak ada
jaminan pengetahuan yang diperoleh disitu akan ditransfer ke
kelas. Saran Guthrie adalah selalu mempraktikkan perilaku yang
persis sama yang akan diminta kita lakukan nanti, selain itu, kita
harus melatihnya dalam kondisi yang persis sama dengan
kondisi ketika nanti kita diuji. Gagasan mengenai pemahaman,
wawasan dan pemikiran hanya sedikit, atau tidak ada maknanya
bagi Guthrie. Satu satunya hukum belajar adalah hukum
kontiguitas, yang menyatakan bahwa ketika dua kejadian terjadi
bersamaan, keduanya akan dipelajari.

Metode Guthrie Dalam Mengubah Tingkah Laku


1. Metode Ambang (Threshold Ambang)
Metode mencari petunjuk yang memicu kebiasaan buruk dan
melakukan respons lain saat petunjuk itu muncul. Misalnya kita
akan mengubah tingkah laku/kebiasaan kebiasaan buruk yang
dilakukan seorang anak di sekolahnya, dengan memindahkan
anak itu ke sekolah lain. Contoh lain, seorang siswa yang suka
ramai di belakang kelas, untuk menghentikan kebiasaan ramai
siswa tersebut, guru dapat memindahkan tempat duduknya ke
baris depan.
2. Metode Kelelahan (Fatigue Method)
Hubungan antara stimulus dan reaksi yang buruk itu dibiarkan
saja sampai pelakunya merasa bosan. Sebagai contoh, seorang
siswa yang suka membuat catatan kecil untuk mencontek, maka
untuk menghentikan perilaku buruk itu, seorang guru bisa
menyuruh siswa tersebut membuat catatan berlembar-lembar
secara terus menerus sehingga ia akan bosan dengan sendirinya.
Contoh lain, seorang siswa yang suka mengobrol dengan
temannya ketika pelajaran berlangsung, guru dapat memberi
efek jera pada siswa tersebut dengan menyuruh siswa tersebut
berbicara selama 1 jam pelajaran sehingga siswa tersebut akan
bosan dan berhenti dengan sendirinya.
52 | P a g e
3. Metode Reaksi Berlawanan (Incompatible Response Method)
Metode ini menganggap manusia adalah suatu organisme yang
selalu mereaksi kepada stimulus-stimulus tertentu. Jika suatu
reaksi terhadap stimulus tertentu telah menjadi kebiasaan, maka
cara untuk mengubahnya adalah dengan cara menghubungkan
stimulus dengan reaksi yang berlawanan dengan reaksi yang
hendak dihilangkan. Misalnya seorang murid yang merasa
ketakutan saat disuruh gurunya maju untuk mengerjakan soal di
papan tulis, untuk menghilangkan perasaan takut siswa tersebut,
guru bisa menyuruh siswa maju terus menerus tiap ada soal
yang hendak dikerjakan di papan tulis.

Pendapat Guthrie Tentang Belajar


Seperti Thorndike, Guthrie menyarankan proses belajar
dimulai dengan menyatakan tujuan, yakni menyatakan respons apa
yang harus dibuat untuk stimuli. Dia menyarankan lingkungan
belajar yang akan memunculkan respons yang diinginkan bersama
dengan adanya stimuli yang akan diletakkan padanya. Jadi motivasi
dianggap tidak terlalu penting, yang diperlukan adalah siswa mesti
merespons dengan tepat dalam kehadiran stimuli tertentu.
Latihan (praktik) adalah penting karena ia menimbulkan lebih
banyak stimuli untuk menghasilkan perilaku yang diinginkan.
Karena setiap pengalaman adalah unik, seseorang harus “belajar
ulang” berkali kali. Guthtrie mengatakan bahwa belajar 2 ditambah
2 di papan tulis tidak menjamin siswa bisa belajar 2 ditambah 2
ketika dibangkunya.

Bahan Diskusi:
1. Teori belajar guthrie dikembangkan atas fenomena perilaku
seseorang menangkap dering telepon. Jelaskan tahap perilaku
tersebut.
2. Guthrie memunculkan teori contigiuty, jelaskan teori tersebut.
3. Apa hukum asosiasi yang menjadi dasar teori Guthrie? Jelaskan.
4. Jelaskan lupa menurut Guthrie.
53 | P a g e
Bagian 9
Teori Molar Behavior: Edward C. Tolman

Karena agama dan senilah


kita bisa sampai pada representasi yang bersifat individual,
karena perasaan (persahabatan, cinta, kasih sayang) manusia
berbeda dengan makhluk lain.
Memberi julukan, menggolong golongkan seseorang yang dicintai,
adalah suatu kejahatan
Simone Weil.

Pendahuluan
Teori belajar Tolman dapat dikatakan sebagai campuran
antara Teori Gestalt dan Behaviorisme. Setelah lulus dari Harvard,
Tolman pergi ke Jerman dan bekerja dengan Koffka. Keberadaan
teori Gestalt terhadap proses berteorinya mempunyai pengaruh
yang sangat signifikan. Sikapnya yang senang terhadap teori
Gestalt tidaklah menghalangi perhatiannya terhadap behaviorisme.
Ketidak sepakatannya dengan behaviorisme adalah pada soal unit
perilaku yang mesti diteliti. Pemikirannya bertentangan dengan
para behavioris seperti Pavlov, Guthrie, Hull, Watson, dan Skinner
yang menyatakan bahwa unit perilaku bisa dipelajari sebagai unsur
unsur yang terpisah.
Tolman memandang dengan menjadikan elemen elemen
kecil, sesungguhnya behavioris telah membuang artinya secara
utuh. Akan tetapi dia juga yakin bahwa hal seperti itu mungkin juga
untuk dijadikan sebagai objek ketika belajar tentang molar behavior
secara sistematis. Oleh karena itu bisa dikatakan bahwa Tolman
seorang behavioris secara metodologi dan teoris kognitif dalam hal
metafisik. Dengan kata lain, ia belajar behavior untuk menentukan
proses kognitif.

54 | P a g e
Perilaku Moral
Teori Belajar Edward C. Tolman mengatakan bahwa tingkah
laku manusia secara keseluruhan disebut tingkah laku molar.
Tingkah laku molar ini terdiri dari tingkah laku tingkah laku yang
lebih kecil yang disebut molekular. Karakteristik utama molar
behavior (perilaku molar) adalah perilaku itu purposive (memiliki
tujuan) yakni ia selalu diarahkan untuk tujuan tertentu (Hergenhahn
& Olson, 2008).

Behaviorisme Purposif
Tolman disebut sebagai purposive behaviorism
(behaviorisme purposif) sebab ia berusaha menjelaskan perilaku
yang diarahkan untuk mendapatkan tujuan atau dengan kata lain
mengkaji perilaku dalam kaitannya dengan tujuan yang hendak
dicapai melalui perilaku itu. Sorotan bahwa Tolman dianggap
sebagai setengah behavioris atau setengah kognitif itu adalah
karena sebutan dari orang lain dan itu bukan sebutan dari Tolman
sendiri. Selain itu juga teori behaviorisme purposive Tolman
merupakan teori kognitif akan tetapi kadang juga dianggap sebagai
teori behavioristik, hal itu dikarenakan Tolman dalam
percobaannya menggunakan metode pengembangan behavioristik
tapi dia meneliti atau menempatkan penelitiannya pada posisi
kognitif.

Penggunaan Tikus
Tolman bukan satu satunya orang di kalangan teoretisi
kognitif yang memberikan perhatian lebih pada perilaku hewan
dibandingkan pada manusia (hal ini juga bisa dilihat pada Kohler
dalam salah satu tahapan persepsi manusia juga) dalam hal tertentu,
pilihan ini juga mencerminkan faktor penyebab yang menuntun
kalangan behavioris untuk meneliti hewan, karena hewan lebih
simpel dan lingkungan mereka lebih mudah dikontrol. Tolman
untuk menunjukkan bahwa sistem kognitif bisa bersifat objektif

55 | P a g e
dan tidak perlu bergantung sama sekali pada apa yang dikatakan
oleh individu.
Tolman sendiri dengan gaya tulisannya yang terus terang
menyodorkan kemungkinan alasan yang ketiga. Ia mengatakan
bahwa para psikolog biasanya berangkat dari keinginan untuk
memecahkan masalah masalah besar kehidupan manusia, namun
kemudian merasa gamang setelah membayangkan konsekuensi dari
tugas besar semacam itu dan akhirnya lebih memilih mengamankan
diri dengan mengkaji segi segi tertentu, perilaku pembelajaran tikus
misalnya.

Eksperimen Tolman

Eksperimen Tolman

Tolman mempergunakan tikus sebagai subjek dalam


ekperimennya. Tolman mendesain sebuah labirin yang ditinggikan.
Tikus tikus yang menjadi hewan percobaan berlari dari titik A di
seberang meja bundar terbuka melalui titik CD (yang memiliki
dinding gang), dan akhirnya ke titik G, dimana kotak makanan
disediakan. Sementara itu H adalah lampu yang bersinar langsung
pada jalan turun dari titik G ke F. Percobaan telah berlangsung

56 | P a g e
selama 4 malam, dimana tikus belajar secara langsung dan tanpa
ragu ragu dari titik A sampai G (Hergenhahn & Olson, 2008).
Dari percobaan tersebut, Tolman menyimpulkan bahwa tikus
tikus itu telah belajar peta kognitif dari titik A (tempat dimana tikus
mulai berlari, sampai ke titik G (kotak makanan). Peta kognitif
merupakan kesadaran mental yang didapatkan dari struktur ruang
fisik atau unsur unsur yang terkait. Tolman melakukan eksperimen
ini untuk menguji maksud dari belajar respon (respon learning),
dan belajar tempat (place learning).

Konsep Teori Utama Teori Belajar Edward C. Tolman


Dalam teori belajar Edward C. Tolman memperkenalkan
penggunaan variable intervening (penyela atau perantara) dalam
riset psikologis, dan Hull meminjam gagasan itu darinya. Sehingga
keduanya menggunakan variable intervening dengan cara yang
serupa dalam penelitiannya. Akan tetapi, Hull mengembangkan
teori belajar yang lebih luas dan komprehensif dari pada Tolman.
Berikut ini adalah asumsi asumsi umum yang dikemukakan
Tolman dalam proses belajar:
 Apa yang ada di belajar?
Para tokoh behavioris seperti, Pavlov, Watson, Guthrie, dan
Hull, mengatakan bahwa asosiasi asosiasi stimulus respons itu yang
dipelajari dan melibatkan hubungan S-R yang komplek. Atau
belajar adalah perubahan dengan tingkah laku sebagai dari interaksi
antara lain stimulus dan respons. Sedangkan Tolman banyak
mengambil petunjuk atau pandangan awal dari teori teori Gestalt,
yang mengatakan bahwa dalam belajar, hal yang utama adalah
proses interaksi yang berkesinambungan dengan lingkungan.
Organisme yang sampai pada ekplorasi, akan menemukan
bahwa peristiwa tertentu, akan menimbulkan peristiwa lain atau
satu isyarat akan menghasilkan isyarat lain. Oleh karena itu,
Tolman lebih dikenal sebagai ahli teori S-S. Pengetahuan bagi
Tolman adalah suatu proses berkelanjutan yang tidak memerlukan
motivasi apapun. Dalam hal ini, Tolman sependapat dengan
57 | P a g e
Guthrie dan bertentangan dengan Pavlov, Skinner, dan Torndike.
Bagaimanapun juga, haruslah ditunjukkan bahwa motivasi adalah
penting bagi teori Tolman. Karena motivasi itu menentukan aspek-
aspek lingkungan mana yang hendak disertai oleh organisme
tersebut. Misalnya, organisme yang lapar akan memakan makanan
yang ada di lingkungan itu.
Bagi Tolman, belajar adalah mengenal tentang situasi.
Organisme belajar tentang sesuatu yang ada di sekitarnya, jika ia
berbalik ke kiri, ia akan menemukan sesuatu. Jika ia berbalik ke
kanan, ia temukan juga sesuatu yang lain. Hal ini terjadi secara
berangsur angsur, sehingga ia dapat membuat kesimpulan sendiri.
Dengan demikian, menurut Tolman, belajar itu akan sia-sia jika
hanya dihafal. Sehingga dapat dikatakan bahwa belajar adalah
merupakan pengorganisasian perbuatan (tingkah laku) untuk
meraih maksud.

 Konfirmasi versus Penguatan


Sebagaimana Guthrie, konsep penguatan (reinforcement)
adalah tidak penting bagi Tolman sebagai variable pembelajaran,
akan tetapi Tolman menyebutkan hal tersebut sebagai konfirmasi,
di mana behavioris menyebutnya rinforcement. Selama
perkembangan sebuah peta kognitif, harapan atau dugaan dugaan
dimanfaatkan oleh sebuah organisme. Dugaan adalah sebuah firasat
tentang sesuatu dan fungsinya. Di mana awal sebuah dugaan
bersifat sementara yang disebut hipotesis, yang berasal baik dari
pengalaman maupun bukan. Hipotesis yang telah dikonfirmasikan
akan dipakai.
Sedangkan hipotesis yang salah akan dibuang. Yang harus
diperhatikan adalah proses penerimaan maupun penolakan
hipotesis merupakan sebuah proses kognitif bukan termasuk
tindakan behavior. Bisa dikatakan bahwa konfirmasi itu semacam
berhipotesis, sebab dalam konfirmasi itu ada harapan menemukan
apa menuju apa dengan menggunakan prinsip dasar bahwa
sebenarnya tingkah laku itu memiliki tujuan.
58 | P a g e
 Vicarious Trial and Error
Tolman memperhatikan karakteristik tikus dalam
kebingungan (jalan simpag siur). Sehingga ia bisa
memanfaatkannya sebagai pendukung untuk menafsirkan teori
belajarnya. Seekor tikus sering berhenti pada suatu titik tertentu
dan memandang sekelilingnya seolah olah berpikir tentang
berbagai alternatif yang ada. Kegiatan seperti ini (berhenti dan
memandang sekelilingnya) yang disebut Tolman sebagai vicarious
trial and error, sehingga organisme itu bisa membuat kesimpulan
sendiri dari berbagai kegiatan yang telah dilakukannya.

 Belajar versus Performa


Hull membedakan antara learning dan performance. Pada
akhir teorinya, Hull menyatakan bahwa banyaknya jumlah
percobaan (trial) yang diperbuat merupakan satu satunya variabel
belajar. Sedangkan variabel variabel lainnya, yang ada dalam
sistemnya merupakan variabel perantara (performance), sehingga
performance dapat dimaksudkan sebagai perwujudan belajar ke
dalam prilaku. Hal seperti ini penting bagi Hull, dan lebih penting
lagi bagi Tolman.
Menurut Tolman, kita mengetahui banyak hal tentang
lingkungan di sekitar kita, akan tetapi, kita hanya akan
melaksanakan informasi atau pengetahuan itu ketika kita harus
melakukannya. Dalam status kebutuhan (need), organisme
memanfaatkan apa yang telah dipelajarinya hingga sampai pada
real testing yang bisa mengurangi kebutuhan itu. Misalnya, ada dua
kran air dalam rumah kita, dalam jangka waktu yang lama, kita
tidak pernah memperhatikan atau meminumnya hingga suatu saat
terasa sangat haus. Secara spontan kita akan meminum salah satu
dari keduanya. Dari sini, kita akan mengetahui bagaimana
menemukan air minum itu tanpa harus menunggu hingga terasa
haus.

59 | P a g e
 Belajar Laten
Latent learning (pembelajaran laten) adalah pembelajaran
yang tidak langsung dalam kinerja seseorang. Dengan kata lain,
pembelajaran laten merupakan suatu jenis pembelajaran dimana
hasil pembelajaran tersebut tidak langsung terlihat; hal ini terjadi
tanpa suatu penguatan yang nyata. Konsep tentang latent learning
sangat penting bagi Tolman, dan dia merasa sukses dalam
mendemonstrasikan eksistensinya.
Eksperimen terkenal yang dilakukan oleh Tolman dan
Honzik melibatkan tiga kelompok tikus, yang mencoba belajar
untuk memecahkan suatu kebingungan (jaringan jalan yang
simpang siur). Kelompok pertama, tidak pernah mendapatkan atau
menemui makanan saat melintasi jalan yang simpang siur itu.
Kelompok kedua, selalu diberi makanan di ujung labirin. Sedang
kelompok ketiga, tidaklah diperkuat sampai hari ke-11 mengadakan
percobaan. Kelompok terakhir inilah yang menarik bagi Tolman.
Teorinya tentang latent learning meramalkan bahwa kelompok ini
akan belajar di simpang siur jalan itu, sama halnya dengan
kelompok yang secara teratur diperkuat. Dan ketika penguatan
(reinforcement) diperkenalkan pada hari ke-11, kelompok ini akan
melakukan seperti halnya kelompok yang secara terus menerus
diperkuat (reinforced).

 Belajar Ruang Versus Belajar Respon


Menurut Tolman, ketika kita belajar, kita menganalisa situasi.
Term understanding selalu ada hubungannya dengan Tolman
sebagaimana para behavioris. Dalam situasi problem solving, kita
belajar untuk memperoleh cara yang paling paktis. Kita belajar
untuk mengharapkan terjadinya persitiwa tertentu, mengikuti
peristiwa yang lain. Seekor binatang mengharapkan jika ia pergi ke
suatu tempat tertentu, maka ia akan menemukan reinforcer tertentu.
 Ekspetasi Penguatan
Ekspetasi penguatan (reinforcement expectancy) ketika
belajar kita mengetahui tempat sesuatu. Dalam memecahkan
60 | P a g e
masalah, kita belajar dimana letak tujuannya, dan kita sampai ke
sana dengan mengikuti rute paling pendek. Kita belajar
memperkirakan kejadian tertentu akan muncul mengikuti kejadian
lainnya. Hewan memperkirakan bahwa jika ia pergi ke suatu
tempat, ia akan menemukan penguat tertentu.
Teoretisi S-R memperkirakan bahwa perubahan penguat
dalam situasi belajar tidak akan mengganggu perilaku selama
kuantitas penguatan tidak berubah drastis. Namun Tolman
memperkirakan bahwa jika penguat diubah, perilaku akan
terganggu karena dalam reinnforcement expectancy (ekspektasi
penguatan) penguat tertentu akan menjadi bagian dari yang
diharapkan.

Aspek Formal Teori Tolman


Sebagai contoh teorisasi (Tolman, The Determiners of
Behavior at a Choice Point, 1938) yang lebih abstrak, dalam
artikelnya yang berjudul The Determiners at a Choice Point,
dalam contoh ini, titik pilihan itu adalah tempat di mana tikus akan
memutuskan untuk berbelok kekiri atau ke kanan dalam jalur teka
teki berbentuk T. Tolman berpendapat bahwa rasio perilaku
ditentukan oleh pengalaman kolektif yang berasal dari tindakan
yang berbelok ke setiap arah saat di titik pilihan dalam beberapa
kali percobaan.
Pengalaman ini memungkinkan hewan untuk belajar jalur ini
akan menuju ini atau jalur itu akan menuju itu. Jadi jika hewan
tersebut sudah belajar atau pun memiliki tujuan, maka hewan
tersebut akan berbelok sesuai tujuan yang akan dicapai.

Variabel Lingkungan
Tolman memandang ∑OBO sebagai variabel bebas karena ia
berpengaruh langsung terhadap variabel terikat (yakni, rasio
perilaku) dan ia di dalam kontrol eksperimenter yang menentukan
jumlah percobaan latihan. Jelas bahwa Tolman tak lain bicara

61 | P a g e
hanya mengenai belajar di jalur T, tetapi juga belajar jalur teka teki
yang lebih rumit.

Variabel Perbedaan Individual


Selain variabel bebas di atas, ada variabel yang dibawa
subjek individual ke dalam eksperimen. Menurut Tolman, variabel
yang ada pada diri individu yang berpengaruh dalam belajar adalah
heredity, age, previous training, special endrocine yang
membentuk singkatan HATE (Hergenhahn & Olson, 2008), kata
yang tampak aneh dipakai Tolman.
 Heredity (warisan),
merupakan faktor keturunan, faktor keturunan juga
mempengaruhi belajar individu. Karena keturunan masing-
masing individu berbeda-beda maka akan membawa hasil
belajar yang berbeda-beda juga.
 Age (usia),
berkaitan dengan kematangan otak. Belajar akan mencapai hasil
yang baik jika disertai dengan kematangan dalam
memperdalami hal yang sedang dipelajari. Dalam hal ini umur
juga mempengaruhi belajar karena terkadang faktor usia yang
semakin tua akan berdampak seperti lupa atau pun kepikunan.
 Previous training (latihan),
merupakan latihan atau pengalaman yang pernah dialami.
Pengalaman yang pernah dialami akan mempengaruhi proses
belajar.
 Special endocrine,
merupakan minuman keras, obat-obatan dan vitamin akan
mempengaruhi perkembangan internal. Keadaan tersebut akan
berpengaruh pada temperamen, suasana hati (mood) dan
kepribadian seseorang. Sehingga akan berpengaruh dalam
belajar yang pada akhirnya akan mempengaruhi hasil belajar.

62 | P a g e
Variabel Intervening
Variabel Intervening sebuah unsur yang diciptakan oleh
teoretisi untuk membantu menjelaskan hubungan antara variabel
bebas dengan variabel terikat. Kinerja pada tugas belajar akan
bervariasi sesuai dengan lamanya deprivasi makanan maka itu
adalah hubungan empiris. Tetapi jika orang mengatakan bahwa
lapar bervariasi sesuai dengan lamanya deprivasi dan karenanya
mempengaruhi belajar, konsep lapar dipakai sebagai variabel
intervening. Seperti dikatakan Tolman, konsep semacam ini
dipakai untuk mengisi kekosongan dalam program riset.

Formalisasi MacCorquodale dan Meehl Atas Teori Tolman


Mac Corquodale dan Meehl mendeskripsikan teori Tolman
sebagai teori S1-R1-S2, di mana S1 menimbulkan ekspektansi, R1
menunjukkan cara ekspektansi itu ditindak lanjuti, dan S2
menunjukkan apa perkiraan organisme tentang hal yang terjadi
sebagai akibat dari tindakannya dalam situasi tertentu (Hergenhahn
& Olson, 2008). Dengan kata lain, organisme tampak berpikir
“dalam situasi ini (S1), jika saya melakukan ini (R1), maka saya
akan mendapatkan pengalaman tertentu (S2)”.

Enam Jenis Belajar


Dalam artikelnya, "There is More than One Kind of Learning",
Tolman membagi belajar menjadi enam macam yaitu (Tolman E.
C., 1949):
1. Cathexes
Mengacu pada kecenderungan belajar untuk berhubungan
dengan objek tertentu dengan keadaan dorongan tertentu.
Misalnya, ada makanan tertentu untuk memuaskan dorongan
lapar dari seseorang yang tinggal disuatu negara. Orang yang
tinggal di daerah dimana biasanya makan ikan itu sudah menjadi
kebiasaan cenderung akan mencari ikan untuk menghilangkan
laparnya. Orang-orang ini mungkin tidak menyukai daging sapi
atau spageti karena menurut mereka, makanan itu tidak
63 | P a g e
diasosiasikan dengan pemuasan dorongan rasa lapar. Contoh
lain mahasiswa matematika cenderung untuk mempelajari
tentang rumus-rumus matematika walaupun ada potensi untuk
mempelajari ilmu lain selain matematika. Karena stimuli
tertentu itu dihubungkan dengan kepuasan tertentu, sehingga
stimuli-stimuli itu akan cenderung untuk dicari-cari ketika
keadaan itu terulang.

2. Keyakinan Ekuivalensi
Ketika sub tujuan memiliki efek yang sama dengan tujuan itu
sendiri, maka sub tujuan itu dikatakan merupakan keyakinan
ekuivalensi. Hal seperti ini hampir sesuai dengan yang disebut
oleh para ahli teori S-R sebagai penguatan sekunder, Tolman
menganggap bahwa jenis belajar ini termasuk dalam tipe
dorongan sosial dari pada dorongan fisiologis. Misalnya,
seorang atlet olahraga yang belajar pada fakultas ataupun
akademi olahraga, maka dengan jelas dapat ditunjukkan dengan
minat, kebutuhan dan menerima pembelajaran tanpa harus
menanyakan tentang kualitas nilai belajar dan juga tanpa
menanyakan tentang rasa suka.

3. Ekspektasi Medan
Field expectancies (ekspektasi medan) berkembang dengan cara
yang serupa dengan perkembangan peta kognitif. Organisme
belajar bahwa sesuatu akan menimbulkan sesuatu yang lain.
Setelah melihat isyarat tertentu misalnya, ia akan berharap
isyarat lain akan muncul. Pengetahuan umum tentang
lingkungan ini digunakan untuk menjelaskan belajar laten,
belajar ruang, dan penggunaan jalan pintas. Satu satunya
penguatan yang dibutuhkan untuk jenis belajar ini adalah
konfirmasi hipotesis.

64 | P a g e
4. Mode Medan Kognisi
Jenis belajar seperti ini kurang diminati oleh Tolman. Ini adalah
sebuah strategi, cara pendekatan untuk situasi pemecahan
masalah. Hal ini merupakan sebuah tendensi untuk menyusun
bidang perseptual dalam konfigurasi tertentu. Tolman
mencurigai bahwa kecenderungan ini adalah bawaan, tetapi bisa
dimodifikasi dengan pengalaman.
Sesungguhnya hal paling utama pada strategi yang bekerja
dalam pemecahan masalah adalah akan dicoba pada situasi yang
sama pada masa yang akan datang. Seperti itulah field cognition
modes yang efektif atau pemecahan masalah yaitu
memindahkan permasalahan-permasalahan yang berhubungan.
Pengalaman belajar akan digunakan atau di uji pada situasi yang
akan datang.

5. Diskriminasi Dorongan
Drive discrimination (diskriminasi dorongan) berarti bahwa
organisme dapat menentukan keadaan dorongan mereka sendiri
dan karenanya dapat merespon dengan benar. Misalnya,
ditemukan bahwa ada seorang atlet lari yang dilatih untuk
berbelok ke suatu arah dalam jalur teka teki berbentuk T apabila
mereka menuju lapar dan ke arah lain apabila mereka haus.
Dalam hal ini menunjukan, jika kebutuhannya jelas makan
tujuannya pun jelas, jika kebutuhnnya tak jelas maka tujuannya
tak jelas. Diskriminasi dorongan hanya mengacu kepada fakta
bahwa organisme dapat menentukan status dorongan mereka
sendiri. Jadi mereka mampu merespon sewajarnya. Contohnya,
Seorang mahasiswa Pasca Sarjana Ilmu Pendidikan dibebaskan
untuk menentukan program jurusannya, memilih program
bahasa inggris atau pun pendidikan matematika.

6. Pola Motor
Tolman menunjukkan bahwa teorinya sebagian besar itu terkait
dengan ide asosiasi bukan terkait dengan ide yang berhubungan
65 | P a g e
dengan perilaku. Belajar motor pattern (pola motor) adalah
usaha untuk memecahkan kesulitan dan masalah. Tolman
menerima pendapat Guthrie tentang bagaimana respon bisa
menjadi hubungan dengan stimuli.

Tolman Tentang Belajar


Dalam banyak hal, Tolman dan Gestaltis sepakat mengenai
praktik belajar pembelajaran yang menekankan pentingnya
pemikiran dan pemahaman. Menurut Tolman, siswa perlu
melakukan hipotesis dalam situasi problem. Tolman mendukung
diskusi kelompok-kelompok kecil dalam kelas. Yang paling
penting buat siswa adalah punya kesempatan, secara individual
atau sebagai anggota kelompok untuk menguji ide-idenya secara
memadai.
Seperti teoritisi Gestalt, Tolman juga menunjukkan bahwa
siswa semestinya dihadapkan pada topik dan berbagai sudut
pandang yang berbeda. Proses ini akan memungkinkan siswa untuk
mengembangkan peta kognitif yang akan dipakai untuk menjawab
pertanyaan tentang topik tertentu dan topik lainnya. Akhirnya
Tolman mengatakan bahwa penguatan ekstrinsik adalah tak perlu
untuk memicu proses belajar, karena menurut Tolman belajar
bersifat konstan.

Bahan Diskusi:
1. Apa yang dimaksud dengan behaviorisme purposive dalam teori
Tolman?
2. Jelaskan eksperimen Tolman.
3. Mengapa teori Tolman disebut S-S, bukan S-R ?
4. Teori Tolman dianggap sebagai kombinasi dari psikologi Gestalt
dan behaviorisme?

66 | P a g e
Bagian 10
Belajar Observasional: Albert Bandura
Pada akhirnya,
pendidikan harus mendapatkan justifikasinya
dalam peningkatan pemahaman manusia
Howerd Gardner

Teori merupakan salah satu unsur penting dari setiap


pengetahuan ilmiah atau ilmu, termasuk teori pembelajaran. Tanpa
teori pembelajaran tidak akan ada suatu kerangka kerja konseptual
yang digunakan sebagai dasar untuk melaksanakan pembelajaran.
Teori pembelajaran adalah suatu kerangka kerja konseptual yang
digunakan sebagai dasar untuk melaksanakan pembelajaran. Dalam
perkembangannya terdapat banyak sekali teori teori yang
berkembang dari tokoh tokoh psikologi salah satunya adalah teori
belajar observasional yang dikembangkan oleh Albert Bandura.

Belajar Observasional.
Selama berabad abad, observational learning (belajar
observasi) diterima begitu saja dan biasanya dipakai untuk
mempostulatkan tendensi natural manusia untuk meniru apa yang
dilakukan orang lain. Edward L. Thorndike melakukan percobaan
dengan meletakkan kucing di kotak teka teki dan kucing lainnya di
sangkar yang ada di dekat kotak teka teki. Kucing yang pertama
sudah belajar untuk keluar dari kotak tersebut tetapi kucing yang
kedua diletakkan juga di kotak teka teki ternyata kucing yang
kedua tidak memberikan respon untuk membebaskan diri. Dan dia
lakukan juga pada monyet dengan hal yang sama juga. hal ini
membuktikan bahwa hewan yang hanya melihat saja tanpa
mempraktikan apa yang dilihatnya itu lebih sulit mempraktikkan
hal yang sama ketika dia dihadapkan pada masalah yang sama.

67 | P a g e
Dengan hasil percobaannya berulang kali mereka tidak
menemukan bukti adanya belajar observasional. Dan mereka
menyimpulkan bahwa belajar hanya berasal dari pengalaman
langsung (direct experience) dan bukan dari vicarious experience
(pengalaman tidak langsung), yang artinya seseorang mendapatkan
pelajaran dari pengalaman langsung bukan dari hasil mengamati
orang lain.

Belajar Observasional Berdasarkan Miller dan Dollard.


Miller dan Dollard mengungkapkan bahwa organisme bisa
belajar dengan mengamati aktivitas organisme lain. Dimana proses
belajar semacam ini agak merata dan dapat dijelaskan secara
obyektif dalam kerangka teori hullian, yaitu jika imitative behavior
(perilaku imitatif) diperkuat, maka ia akan diperkuat seperti jenis
perilaku lainnya.
Miller dan Dollard membagi perilaku imitatif ke dalam tiga
kategori, yaitu:
1. Same behavior (perilaku sama) terjadi ketika dua atau lebih
individu merespons situasi yang sama dengan cara yang sama.
2. Copying behavior (perilaku meniru atau menyalin) yaitu
melakukan perilaku sesuai dengan perilaku orang lain.
3. Matched – dependent behavior (perilaku yang tergantung pada
kesesuain) yaitu seorang pengamat diperkuat untuk mengulang
begitu saja tindakan dari seorang model.

Belajar Observasional Berdasarkan Analisis Skinnerian.


Skinnerian menganalisa tentang belajar observasional yaitu
perilaku model diamati kemudian pengamat meniru respons dari
model, dan akhirnya respons yang sama diperkuat. Hal ini sama
dengan apa yang telah dijelaskan oleh Miller dan Dollard
(Hergenhahn & Olson, 2008).

68 | P a g e
Penjelasan Bandura tentang Observatioal Learning.
Bandura mengatakan bahwa observational learning mungkin
(atau mungkin juga tidak) melibatkan imitasi. Apa yang dipelajari
seseorang adalah informasi yang diproses secara kognitif dan
digunakan dalam cara yang memberikan keuntungan tertentu.
Observational learning jauh lebih rumit dibanding imitasi
sederhana yang biasanya (hanya) melibatkan peniruan terhadap
tindakan orang lain. Observational learning merupakan proses
kognitif yang melibatkan sejumlah atribut seperti bahasa, moralitas,
pemikiran dan pengaturan diri dari perilaku seseorang, sehingga
apabila seseorang melakukan perbuatan, maka hal itu merupakan
hasil dari proses yang melibatkan beberapa atribut tersebut, bukan
asal meniru perilaku orang lain.

Observasi Empiris.
Ada suatu perbedaan pendapat antara pendapat bandura dan
pendapat Miller dan Dollard yaitu Bandura mengatakan bahwa
perilaku anak dipengaruhi oleh pengalaman tak langsung atau
pengalaman pengganti artinya apa yang anak anak lihat yang
dilakukan atau dialami orang lain akan memengaruhi perilaku
mereka. Sedangkan pendapat Miller dan Dollard bahwa belajar
observasional hanya terjadi jika perilaku nyata organisme diikuti
oleh penguatan. Dalam eksperimennya Bandura menggunakan
model, yang mana model adalah apa saja yang menyampaikan
informasi, seperti orang, film, tv, pameran, gambar, atau instruksi.

69 | P a g e
Hasil studi yang dilakukan oleh Albert Bandura diringkas di
gambar:

Pengaruh insentif positif terhadap perwujudan respons


yang dipelajari melalui observasi.

Bandura menemukan beberapa kesalahan dalam penjelasan


skinner serta Miller dan Dollard tentang belajar observasional.
Pertama mereka tidak menjelaskan bagaimana belajar terjadi jika
pengamat atau model tidak diperkuat tindakannya. Kedua, mereka
tidak menunjukkan belajar yang terjadi dari observasi yang
dilakukan pada waktu lalu. Ketiga, pengamat harus menyadari
kontingensi penguatan sebelum pengutan memberikan efeknya.
Bandura berpendapat bahwa tidak ada semua unsur penting
untuk analisis operasional terhadap belajar observasional, yakni
sering kali tidak ada stimulus diskriminatif, tidak ada respon nyata,
dan tidak ada penguatan (Bandura, 1977).

Konsep Teoretis Utama


Belum dipastikan bahwa belajar observasional terjadi secara
independen dari penguatan yang tidak ada yang mempengaruhinya.
Bandura menyebut empat proses yang mempengaruhi belajar
observasional adalah:
1. Proses Atensional
Sebelum suatu perilaku bisa dipelajari dari model, maka kita
harus memperhatikan dan mengamati model tersebut karena
70 | P a g e
yang diamati sajalah yang dapat dipelajari dan hal ini berarti
juga terkait pada kapasitas sensorik seseorang.
2. Proses Retensional
Dengan menyimpan dan mengingat informasi dari observasi,
informasi tersebut akan berguna. Dimana informasi tersebut
harus disimpan baik secara simbolis dengan dua cara (imajiner
dan verbal).
3. Proses pembentukan perilaku
Proses produksi perilaku menentukan tingkat dimana segala
sesuatu yang telah dipelajari akan diterjemahkan dalam perilaku.
Orang bisa belajar dari mengobsevasi seekor monyet yang
bergelantungan dari pohon ke pohon, tapi tidak akan bisa
meniru perilaku tersebut bila tak punya ekor. Artinya seseorang
mungkin mempelajari sesuatu secara kognitif namun dia tak
mampu menerjemahkan informasi itu kedalam perilaku karena
ada keterbatasan.
4. Proses Motivasional
Reinforcement mempunyai dua fungsi: 1) Menciptakan
penghargaan, apabila bertindak seperti model yang mendapatkan
reinforcement, maka ia akan mendapat reinforcement juga, dan
2) Proses Motivasi, memberikan satu motif untuk menggunakan
apa yang telah dipelajari. Seseorang dapat mengatakan bahwa
observational learning mencakup atensi, retensi, kemampuan
perilaku, dan insentif. Oleh karena itu bila observational
learning tidak terjadi, hal itu dapat disebabkan oleh karena
observer tidak melakukan observasi pada aktivitas model yang
relevan, tidak mampu mendapatkannya atau secara fisik tidak
mampu melakukannya, atau bahkan juga tidak memiliki insentif
yang memadai untuk melakukannya.

Determinisme Resiprokal
Mungkin pertanyaan paling dasar dalam semua psikologi
adalah, mengapa orang bertindak seperti yang mereka
lakukan?. Berdasarkan jawaban ini, seseorang dapat
71 | P a g e
diklasifikasikan sebagai environmentalis (empirisis). Lingkungan
menjadi salah satu faktor keberlanjutan kehidupan manusia di
bumi, nativis, eksistensialis, atau sesuatu yang lain. Jawaban
Bandura untuk pertanyaan ini termasuk dalam kategori sesuatu
yang lain. Jawabannya adalah orang, lingkungan, dan perilaku
orang itu semuanya berinteraksi untuk menghasilkan perilaku
selanjutnya. Dengan kata lain, ketiga komponen itu tak bisa
dipahami secara terpisah pisah. Bandura, 1986 meringkas tiga
interaksi itu sebagai berikut :

P E
Determinisme Resiprokal

Dimana P (personality) adalah orang, E (environment) adalah


lingkungan, dan B (behavior) adalah perilaku. Salah satu deduksi
dari konsep ini adalah bahwa kita bisa mengatakan perilaku
mempengaruhi seseorang dan lingkungan, atau lingkungan atau
orang mempengaruhi perilaku.

Regulasi Diri Perilaku


Menurut (Bandura, 1977), Jika tindakan ditentukan hanya
oleh imbalan (penghargaan) dan hukuman eksternal, orang akan
berperilaku mengikuti kemana angin bertiup, selalu berubah ubah
arah untuk menyesuaikan diri dengan pengaruh sementara yang
mengenai mereka. Perilaku manusia sebagian besar adalah self
regulated behaviour (perilaku yang diatur sendiri). Anggapan
tentang kecakapan diri beperan besar dalam perilaku yang diatur
sendiri. Orang yang menganggap tingkat kecakapan dirinya cukup
tinggi akan berusaha lebih keras, berprestasi lebih banyak, dan
lebih gigih dalam menjalankan tugas ketimbang yang menganggap
kecakapan dirinya rendah.

72 | P a g e
Tindakan Moral
Orang tua biasanya memberi contoh aturan moral yang
kemudian diinternalisasikan oleh anak. Contoh terbaik dari perilaku
situasional adalah moralitas. Meskipun seseorang memilki prinsip
moral yang kuat, ada beberapa mekanisme yang dapat dipakai
untuk memisahkan tindakan yang tercela dengan pencelaan diri.
Mekanisme ini memungkinkan seseorang melanggar prinsip
moralnya tanpa merasa perlu mencela diri atau tanpa merasa
bersalah (Bandura A. , 1986).
1. Justifikasi Moral.
Dalam moral justification (justifikasi moral) ini, tindakan yang
tercela itu mejadi cara untuk mencapai tujuan yang lebih luhur
dan karenanya dibenarkan, misalnya saya melakukan kejahatan
agar bisa memberi makanan pada keluarga.
2. Pelabelan Eufemistis.
Dengan menyebut tindakan yang tercela sebagai sesuatu yang
lain, seseorang dapat melakukannya tanpa merasa bersalah.
Misalnya individu yang tidak agresif, mungkin akan bertindak
agresif terhadap orang lain ketika tindakannya itu dinamakan
permainan.
3. Perbandingan yang Menguntungkan.
Dengan membandingkan tindakannya sendiri dengan tndakan
yang lebih bengis, seseorang dapat menjadikan tindakan
tercelanya tampak lebih baik dengan menggunakan
adventageous comparison (perbandingan yang menguntungkan),
misalnya jelas saya melakukannya, tetapi tindakan orang itu
jauh lebih buruk.
4. Pengalihan Tanggung Jawab.
Melalui displacement of responsibility (pengalihan tanggung
jawab), beberapa orang dapat melanggar prinsip moral mereka
jika mereka merasa diperintah oleh otoritas dan karenanya
menganggap tanggung jawab ada dipundak pemberi perintah.
5. Difusi Tanggung Jawab.

73 | P a g e
Keputusan untuk bertindak tercela yang dilakukan oleh satu
kelompok akan lebih mudah dilakukan ketimbang keputusan
individual.

6. Pengabaian atau Distorsi Konsekuensi.


Dalam disregard atau distortion of consequences, orang
mengabaikan atau mendistorsi bahaya yang disebabkan oleh
tindakan mereka dan karenanya, tidak perlu merasa bersalah
atau mencela diri (menyesal), misalnya saya jatuhkan bom, dan
bom itu hilang diawan.
7. Dehumanisasi.
Jika beberapa individu dianggap manusia rendahan, mereka bisa
diperlakukan secara tak manusiawi tanpa perlu merasa bersalah,
misalnya ambilah tanah meraka, sebab mereka adalah orang
barbar tak punya jiwa.
8. Atribusi Kesalahan.
Seseorang selalu dapat menyebut sesuatu yang dikatakan atau
dilakukan korban sebagai alasan untuk bertindak keras atau
tercela.

Determinisme Versus Kebebasan


Bandura mendefinisikan freedom (kebebasan) dalam term
jumlah opsi yang tersedia dan kesempatan untuk melakukannya.
Jadi dalam lingkungan fisik yang sama beberapa individu lebih
bebas ketimbang individu lainnya. Penghambat kebebasan lainnya
adalah proses kognitif yang salah, yang menyebabkan orang tidak
berinteraksi secara efektif dengan lingkungannya.

Proses Kognitif Yang Salah.


Bandura menganggap penting proses kognitif dalam
penentuan perilaku manusia. Karena perilaku seseorang sebagian
ditentukan oleh proses kognitifnya, maka jika proses kognitif tidak
akurat dalam merefleksikan realitas akan mungkin muncul perilaku
yang salah (maladaptif).
74 | P a g e
Bandura memberi beberapa sebab munculnya faulty cognitive
processes (proses kognitif yang salah). Pertama, anak mungkin
mengembangkan kepercayaan salah karena mereka cenderung
mengevaluasi segala sesuatu berdasarkan penampilan. Kedua,
kesalahan dalam pemikiran terjadi ketika informasi diambil dari
bukti yang kurang cukup. Ketiga, kekeliruan dalam berfikir dapat
muncul dari kesalahan memproses informasi. Misalnya jika orang
percaya bahwa semua petani kurang cerdas, mereka akan
menyimpulkan bahwa setiap petani pasti kurang cerdas.
Dalam beberapa kasus, keyakinan yang salah bisa
memunculkan perilaku yang ganjil, seperti ketika seseorang
percaya bahwa dirinya adalah tuhan. Fobia juga bisa memicu
perilaku defensif yang ekstrem, seperti seseorang tak mau keluar
dari rumahnya karena takut anjing.

Aplikasi Praktis Dari Belajar Observasional.


Apa yang Didapat dari Modeling
Modeling memberi beberapa efek bagi pengamat. Respons
baru mungkin muncul setelah menyaksikan seorang model
diperkuat setelah melakukan tindakan tertentu. Jadi aquisition
(akuisisi) perilaku berasal dari penguatan tak langsung. Sebuah
respon mungkin tak muncul ketika melihat seorang model dihukum
karena memberikan respon tersebut. Dengan demikian, hasil yang
terhalangi tersebut merupakan akibat daripada hukuman tersebut.
Reduksi rasa takut yang berasal dari pengamatan atas tindakan
model dalam aktivitas yang ditakuti itu dinamakan disinhibition.
Model meningkatkan kemungkinan si pengamat akan melakukan
respon yang sama, dinamakn facilitation (fasilitasi). Modeling juga
dapat menstimulasi creativity (kreativitas) dengan cara menunjukan
kepada pengamat beberapa model yang menyebabkan pengamat
mengadopsi kombinasi berbagai karakteristik atau gaya.
Penggunaan modeling untuk menyampaikan informasi telah
dikritik karena umumnya memicu tindakan imitasi belaka, kecuali
untuk beberapa orang yang memang kreatif. Namun kritik ini
75 | P a g e
disanggah melalui bukti dari konsep abstract modeling (pemodelan
abstrak), dimana orang mengamati model yang melakukan berbagai
macam respon yang memilki kaidah atau prinsip umum. Jadi
pemodelan abstrak mengandung tiga komponen 1) mengamati
berbagai macam situasi yang memilki kaidah atau prinsip sama, 2)
mengambil inti sari kaidah atau prinsip dari berbagai pengalaman
yang berbeda, 3) menggunakan kaidah atau prinsip itu dalam situai
yang barudan berbeda.

Modeling Dalam Setting Klinis


Menurut Bandura, psikopatologi berasal dari belajar
disfungsional, yang menyebabkan antisipasi yang keliru terhadap
dunia. Tugas psikoterapi adalah memberi pengalaman yang akan
menyangkal ekspetasi yang salah itu dan menggantinya dengan
ekspetasi yang benar.
Bandura dan rekan rekannya melakukan sejumlah studi untuk
menguji ekfektivitas modeling dalam mengatasi beberapa
gangguan psikologis (Hergenhahn & Olson, 2008). Misalnya,
ditunjukkan kepada anak yang sangat takut pada anjing, bagaimana
seorang anak lain berinteraksi tanpa rasa takut dengan anjing
kemudian tali ikatan anjing itu dikendurkan secara bertahap dan
interaksi langusng antara model dengan si anjing dibuat bervariasi.
Satu kelompok kontrol yang terdiri dari anak yang juga fobia
anjing tidak diberi pengalaman modeling, kemudian perilaku
semua anak itu dalam berhubungan anjing dalam eksperimen dan
dengan anjing lain yang asing. Pengukuran dilakukan segera
sesudah pengalaman itu dan juga setelah sebulan kemudian. Skor
ditentukan dengan memberi nilai pada urutan interaksi dengan
anjing, yakni anak diminta mendekati anjing dan memegangnya,
lalu di minta mengeluarkan anjing dari kandang, melepas tali
lehernya, dan akhirnya bermain bersama anjing.
Dapat dilihat dari studi ini bahwa bukan hanya respons baru
dapat di pelajari dengan mengamati konsekuensi dari model, tetapi
juga respons dapat dilenyapkan dengan cara serupa. Jadi vicaraous
76 | P a g e
extinction (pelenyapan tak langsung) sama pentingnya dengan
penguatan tak langsung dalam teori Bandura. Pelenyapan secara
tak langsung dipakai untuk mereduksi atau menghilangkan
ketakutan pada anjing dan karenanya membantu menguatkan
respon mendekati anjing.
Dalam studi lainnya, Bandura menggunakan tiga kelompok
anak yang fobia anjing. Mereka diminta menonton film dalam tiga
kondisi yang berbeda: single modeling (modeling tunggal), dimana
anak melihat seorang model berinteraksi dengan seokor anjing
dengan tingkat keintiman semakin kuat; multiple modeling
(modeling banyak), dimana anak melihat berbagai macam model
berinteraksi dengan sejumlah anjing tanpa rasa takut; dan ketiga
adalah kondisi kontrol, dimana anak melihat film yang tidak
menampilkan anjing sama sekali. Dengan membandingkan,
Bandura menyimpulkan bahwa meskipun direct modeling
(modeling langsung) melihat model secara langsung maupun
symbolic modeling (modeling simbolis ) melihat model dalam film,
cukup efektif untuk mengurangi rasa takut, namun tampaknya
modeling langsung adalah yang lebih efektif.
Dalam studi terakhir yang akan di bahas disisni, Bandura,
Blanchard, & Ritter, membandingkan efektifitas modeling
simbolis, modeling dengan partisipasi, dan desentisasi sebagai
teknik untuk mengatasi fobia. Dalam studi ini, orang dewasa dan
remaja yang takut ular dibagi menjadi empat kelompok. Kelompok
1 (modeling simbolis) diperlihatkan sebuah film yang
menunjukkan anak, remaja dan orang tua yang berinteraksi dengan
seokor ular besar. Adegannya menunjukkan peningkatan keakraban
secara bertahap antara model dengan ular. Subyek dalam kelompok
ini diberikan teknik relaksasi dan dapat menghentikan film kapan
saja mereka merasa sangat takut. Kelompok 2 (modeling
participation / partisipasi modeling) menonton seorang model
memegang seokor ular dan kemudian mereka di bantu oleh si
model untuk menyentuh ular. Kelompok 3 menerima desentization
therapy (terapi desentisasi), yakni meminta subyek untuk
77 | P a g e
membayangkan adegan yang menakutkan saat bersama ular,
dengan memulai membayangkan adegan yang tidak terlalu
menimbulkan kecemasan dan pelan pelan sampai ke yang
menyebabkan rasa takut luar biasa. Kelompok 4 tidak menerima
terapi apapun. Hasil menunjukkan bahwa ketiga kondisi perawatan
itu efektif dalam mereduksi fobia ular, tetapi metode modeling
dengan partisipasi adalah yang paling efektif.

Pengaruh Berita Dan Media Hiburan


Bandura menyatakan bahwa seseorang dapat belajar dari
pengalaman tak langsung atau pengalaman pengganti dan belajar
dengan mengamati konsekuensi dari perilakunya sendiri. Bandura
mendefenisikan model sebagai segala sesuatu yang menyampaikan
informasi. Jadi koran, majalah, televisi, dan sebagainya merupakan
model. Dan tentu saja berita dan hiburan yang disampaikan dapat
membawa pengaruh positif maupun dapat memunculkan proses
kognitif yang salah pada individu.
Bandura menyatakan bahwa anak anak dan orang dewasa
mendapatkan sikap, emosi tanggapan, dan gaya baru yang
melakukan melalui televisi modeling dan film. Contoh bagaimana
tayangan di televisi dapat memicu perilaku anti sosial, misalnya
terjadinya pemerasan dengan strategi yang sama dengan yang ada
dalam sebuah film yang baru saja ditayangkan, Bandura menolak
kejadian itu hanya kebetulan belaka. Secara umum, Bandura
menarik kesimpulan tentang acara di televisi bahwa tindakan
kekerasan digambarkan sebagai tindak yang diperbolehkan, sukses,
dan relatif tidak kotor. Melihat kekerasan yang disajikan secara
dramatis akan menyebabkan orang makin terbiasa dan bahkan
mendukung kekerasan daripada mencari solusi alternatif. Namun
yang juga perlu diketahui, tidak semua orang yang menonton
kekerasan di televisi akan melakukan aksi kekerasan. Dan juga
tidak ada orang yang menonton tayangan yang eksplisit secara
seksual akan menjadi orang yang kecanduan seks. Materi erotis

78 | P a g e
telah dipakai untuk mengatasi individu yang mengalami gangguan
seksual.

Teori Kognitif Sosial


Meskipun teori Bandura bersifat kognitif tetapi lebih
komprehensif. Bandura juga berkonsentrasi pada perilaku sosial.
Dan untuk membedakan teorinya dengan teori Tolman atau Dollard
dan Miller, Bandura memilih nama social cognitive theory (teori
kognitif sosial). Teori ini mendeskripsikan manusia sebagai
organisme yang dinamis dalam memproses informasi dan sebagai
organisme sosial. Kebanyakan dari proses belajar kita melibatkan
orang lain dalam setting sosial dan berdasarkan observasi dan
interaksi dengan orang lain inilah kognisi kita terus berkembang.
Riset Bandura biasanya merefleksikan situasi dan problem
kehidupan nyata dan subjeknya adalah manusia yang berinteraksi
dengan manusia lain. Menurut Bandura, kemampuan manusia
untuk membuat simbol membuat mereka bisa merepresentasikan
kejadian, menganalisis pengalaman sadarnya, berkomunikasi
dengan orang lain yang dipisahkan oleh jarak dan waktu,
merencanakan, menciptakan, membayangkan, dan melakukan
tindakan yang penuh pertimbangan.

Agen Manusia
Orang bukan hanya sekadar kumpulan mekanisme internal
yang diatur oleh kejadian di lingkungan. Mereka adalah pelaku
pengalaman, tidak hanya sekadar mengalami secara pasif. Sistem
indera, motor, dan otak adalah alat yang dipakai manusia untuk
menyelesaikan tugas dan mencapai tujuan yang memberi makna
dan kepuasan bagi kehidupan mereka. Dari perspektif agen ini
banyak hal yang kita pelajari sudah direncanakan terlebih dahulu
dan dipandu oleh skema kognisi yang mencakup fokus pada tujuan
yang mungkin terjadi, dan perilaku koreksi diri untuk
mempertahankan kemajuan ke arah hasil yang diharapkan.
Ciri utama dari agen manusia meliputi:
79 | P a g e
1. Intentionality (intensionalitas)
Didefinisikan sebagai representasi arah tindakan yang akan
dilakukan di masa depan. Dengan kata lain, intensionalitas
melibatkan perencanaan arah tindakan untuk tujuan tertentu.
Tetapi, rencana itu tidak menjamin individu akan bisa
menguasai keterampilan itu; ada kemungkinan hasilnya tidak
sesuai rencana.
2. Forethought (pemikiran ke depan)
Didefinisikan sebagai antisipasi atau perkiraan konsekuensi dari
niat kita. Orientasi ke depan ini memandu perilaku kita ke arah
akuisisi hasil positif dan menjauhkan diri dari hasil negatif, dan
karenanya bersifat sebagai motivasi. Bandura menekankan
bahwa representasi kognitif dari tujuan itulah yang akan
memberi motivasi dan pedoman, sebab hasil aktual belum
terwujud untuk saat sekarang. Lebih jauh, representasi kognitif
tunduk pada regulasi diri berdasarkan anggapan kecakapan diri,
keyakinan, dan standar moral.
3. Self reactiveness (kereaktifan diri)
Menghubungkan pikiran dan tindakan. Faktor kecakapan,
keyakinan, dan nilai dalam teori kognitif sosial bertindak
sebagai pemberi pedoman. Dalam kasus kereaktifan diri faktor
ini memandu pelaksanaan perilaku aktual.
4. Self reflectiveness (kereflektifan diri)
Kemampuan metakognisi untuk merenungkan arah,
konsekuensi, dan makna dari rencana dan tindakan kita.
Bandura percaya bahwa anggapan tentang kecakapan diri ini
adalah faktor terpenting yang menentukan pilihan tindakan kita,
intensitas aktivitas kita, dan kemauan kita untuk terus bertahan
saat menghadapi rasa frustasi yang bisa menimbulkan
kegagalan.

80 | P a g e
Bandura Tentang Belajar
Bandura percaya bahwa segala sesuatu yang dapat dipelajari
melalui pengalaman langsung juga bisa dipelajari secara tidak
langsung melalui observasi. Dia juga percaya bahwa model akan
sangat efektif apabila dilihat sebagai seseorang yang memiliki
kehormatan, kompetensi, status tinggi atau kekuasaan. Dan dalam
hal ini sebagian besar guru memiliki kriteria tersebut sehingga
dapat menjadi model yang berpengaruh besar.
Guru dapat menjadi model untuk suatu keahlian, strategi
pemecahan masalah, kode moral, standar performa, aturan dan
prinsip umum, dan kreativitas. Guru juga dapat menjadi model
tindakan, yang akan diinternalisasi siswa dan karenanya menjadi
standar evaluasi diri. Bandura juga menyatakan bahwa penguatan
intrinsik lebih penting daripada penguatan ekstrinsik. Penguatan
ekstrinsik dianggap justru bisa mereduksi motivasi belajar siswa.
Proses belajar observasional diatur oleh empat variabel yang
harus diperhatikan oleh guru. Proses yang pertama yaitu atensional
(perhatian), dimana siswa harus menaruh perhatian terhadap
sesuatu yang menurutnya menarik, popular, kompeten, atau
dikagumi, dan proses itu akan bervariasi seiring dengan
pendewasaan dan pengalaman belajar sebelumnya. Kedua yaitu
retensi, agar dapat meniru perilaku suatu model siswa harus
mengingat perilaku itu. Pada fase retensi ini, latihan sangat
membantu siswa untuk mengingat elemen-elemen perilaku yang
dikehendaki. Ketiga produksi, suatu proses pembelajaran dengan
memberikan latihan-latihan agar membantu siswa lancar dan ahli
dalam menguasai materi pelajaran. Keempat motivasi, suatu cara
agar dapat mendorong kinerja dan mempertahankan tetap
dilakukannya keterampilan yang baru diperoleh dengan
memberikan penguatan (bisa berupa nilai dan penghargaan).
Dengan mengingat bahwa teori belajar observasional
memiliki banyak implikasi edukasional dan untuk dapat
menggunakannya secara efektif memerlukan pertimbangan proses
proses tertentu, film, televisi, ceramah, tape recorder, demonstrasi,
81 | P a g e
dan display dapat dipakai sebagai model yang efektif untuk tujuan
pendidikan.

Bahan Diskusi:
1. Jelaskan belajar observasional menurut Miller dan Dollard.
2. Jelaskan belajar observasional menurut Bandura.
3. Berdasarkan Bandura, apa yang dimaksud dengan Determinisme
Resiprokal? Jelaskan dan berikan contoh pada kehidupan sehari
hari.
4. Jelaskan konsep modelling oleh Bandura

82 | P a g e
Bagian 11
Perkembangan Kognitif: Jean Piaget

Bagi saya,
Pendidikan berarti menghasilkan pencipta,
sekalipun tidak banyak,
sekalipusn suatu penciptaan dibatasi
oleh pembandingan dengan penciptaan yang lain
Jean Piaget

Menurut Piaget, anak lahir dengan beberapa skemata sensori


motor, yang memberi kerangka bagi interaksi awal mereka dengan
lingkungannya. Kejadian yang dapat diasimilasikan ke skemata
itulah yang dapat direspons oleh si anak, dan karenanya kejadiaan
itu akan menentukan batasan pengalaman anak. Setiap pengalaman
mengandung elemen unik yang harus diakomodasikan oleh struktur
kognitif anak.
Struktur kognitif lebih terartikulasikan, demikian pula
lingkungan fisik mereka; jadi dapat dikatakan bahwa struktur
kognitif mereka mengkonstruksi lingkungan fisik. Istilah intelligent
(kecerdasan) dipakai oleh Piaget untuk mendeskripsikan semua
aktivitas adaptif. Jadi, perilaku anak yang memegang mainan
adalah sama cerdasnya dengan perilaku anak yang lebih tua dalam
memecahkan problem. Menurut Piaget, tindakan yang cerdas selalu
cenderung menciptakan keseimbangan antara organisme dengan
lingkungannya dalam situasi saat itu.
Teori Piaget memberi efek signifikasikan pada praktik
pendidikan. Banyak pendidik berusaha untuk merumuskan
kebijakan spesifik berdasarkan teori Piaget, misalnya Athey &
Rubadeau; Fruth; Ginsburg & Opper. Yang lainnya berusaha

83 | P a g e
mengembangkan tes kecerdasan berdasarkan teorinya, misalnya
Goldschmid & Bentler (Hergenhahn & Olson, 2008).
Piaget menemukan banyak fenomena yang menawan yang
ada di depan hidung semua orang tetapi hanya sedikit yang mampu
melihatnya. Reliabilitas dari penemuan itu (bayi usia delapan bulan
yang tiba tiba bisa menemukan mainan tersembunyi dan penemuan
non konservasikan dan konservasi anak 7 tahun yang menghadapi
teka teki air di wadah)

Konsep Teoritis Utama Piaget.


Intelegensi.
Menurut Piaget tindakan cerdas adalah tindakan yang
menimbulkan kondisi yang mendekati optimal untuk kelangsungan
hidup organisme. Jadi intelegensi adalah ciri bawaan yang dinamis
dengan tindakan yang cerdas akan berubah saat organisme itu lebih
matang secara biologis dan mendapat pengalaman. Intelegensi
adalah bagian integral dari setiap organisme karena semua makhluk
hidup yang hidup selalu mencari kondisi yang kondusif untuk
kelangsungan hidup mereka. Namun, bagaimana kecerdasan
memanifestasikan dirinya pada waktu tertentu akan selalu
bervariasi sesuai kondisi yang ada.
Cara berfikir anak bukan hanya kurang matang dibandingkan
dengan orang biasa karena kurang pengetahuan, tetapi juga berbeda
secara kualitatif. Menurut penelitian Piaget, bahwa tahap tahap
perkembangan intelektual individu serta perubahan umur sangat
mempengaruhi kemampuan individu mengamati ilmu pengetahuan.
Maksud dari Piaget tersebut dapat dilihat di kehidupan sehari hari
anak yang masih SD mempunyai pengalaman yang berbeda dengan
anak SMP, cara berfikir merekapun berbeda. Cara menyerap
pengetahuan anak SD belum bisa abstrak maka kurikulum dibuat
untuk mengatasi perbedaan intelegensi (kecerdasan) di setiap
jenjang pendidikan anak. Pemikiran anak SD untuk mendapat
kondisi yang kondusif yaitu masih ingin bermain. Sedangkan
pemikiran anak SMP untuk mendapat kondisi yang kondusif
84 | P a g e
memikirkan jadi apa dia di masa dewasa, sudah dapat memilih
mana yang baik dan mana yang buruk dalam mengatasi masalah.
Semua itu dilakukan untuk mendapatkan hasil yang optimal bagi
setiap pemikiran individu.

Skemata.
Piaget meneliti potensi secara umum tentang gerakan refleks
setiap individu yaitu gerakan mengisap, menatap, menggapai, atau
memegang. Suatu tindakan seperti itu disebut dengan skema. Tahap
tahap awal dari skema adalah isi mendiskripsikan kondisi yang
berlaku selama terjadi potensi umum. Tahap skemata sangat
berpengaruhi pada lingkungan fisik, sehingga akan membentuk
skemata yang baik dengan lingkungan yang baik walaupun seiring
dengan perkembangan usia pada anak agar lingkungan fisik akan
tetap eksis untuk setiap individu.

Asimilasi dan Akomodosi.


Asimilasi adalah proses merespon lingkungan sesuai struktur
kognitif seseorang, yakni jenis pencocokan atas penyesuaian antara
struktur kognitif dengan lingkungan fisik. Akomodasi dapat
diartikan sebagai penciptaan skemata baru atau pengubahan
skemata lama. Asimilasi dan akomodasi terjadi sama sama saling
mengisi pada setiap individu yang menyesuaikan diri dengan
lingkungannya.

Ekuilibrasi.
Ekuilibrasi (penyeimbangan) adalah tendensi bawaan untuk
mengorganisasikan pengalaman untuk mendapatkan adaptasi yang
maksimal. Konsep teori Piaget yang keempat ini menjelaskan
bahwa perubahan kejadian dan lingkungan yang terjadi pada anak
akan membuat ketidak seimbangan kognitif (tingkah laku anak)
sehingga anak harus mencoba menyeimbangkan tingkah lakunya
pada kondisi baru tersebut.

85 | P a g e
Contoh hubungan asimilasi, akomodasi, dan ekuilibrasi:
tingkah laku yang sudah dilakukan oleh anak pertama kali seperti
skemata memegang roti, maka jika tingkah laku atau kondisi yang
berubah anak mengasimilasikan pengalamannya sesuai aspek aspek
yang terjadi padanya sesuai lingkungannya. Perubahan yang terjadi
seperti anak memegang bola. Perbedaan bentuk roti dan bentuk
bola inilah yang membuat anak mengasimilasikan pengalaman
skemata memegangnya dan mengakomodasikan bentuk jari jarinya
untuk mengikuti bentuk benda (roti dan bola) tersebut. Tindakan
menyesuaikan bentuk roti dan bentuk bola tersebut merupakan
respon tingkah laku anak untuk beradaptasi dalam memegang
berbagai macam benda atau yang dinamakan ekuilibrasi pada anak.

Interiorisasi
Interiorisasi (interiorization) adalah penurunan
ketergantungan pada lingkungan fisik dan meningkatnya kegunaan
struktur kognitif. Setelah struktur kognitif berkembang maka
belajar anak dapat memecahkan masalah yang lebih rumit, karena
pengalaman pengalaman yang sudah dimiliki diorientasikan untuk
lebih beradaptasi dengan lingkungannya. Piaget menyebut proses
perkembangan ini sebagai operation (operasi) aksi atau sama
artinya dengan berfikir.
Contoh interiorisasi: Anak yang sudah dewasa pasti memiliki
pengalaman yang kompleks seperti sudah bisa memegang semua
benda, bisa berjalan dan berlari, bisa membedakan warna warna.
Dalam pertumbuhan anak, seorang anak sudah bisa
membayangkan/ mengaplikasikan buku buku pengetahuan yang
mereka baca dan dapat memecahkan masalah dari perbuatannya.
Tidak perlu penerapan langsung tapi anak sudah bisa mengetahui
bahwa api itu berbahaya tanpa harus memegangnya terlebih
dahulu.

86 | P a g e
Tahap Tahap Perkembangan Intelektual.
Piaget (Santrock, 2007) menjelaskan bahwa anak dengan usia
yang sama mungkin mempunyai kemampuan mental yang berbeda
beda, tetapi tahapan kemunculan kemampuan itu selalu sama.
Tahapan-tahapan kemunculan kemampuan anak menurut Jean
Piaget adalah sebagai berikut:
1. Tahap sensori motor 0-2 tahun
2. Tahap pra oprasional berfikir 2-7tahun
3. Tahap oprasional kongkrit 7-11/12tahun
4. Tahap oprasional formal sekitar umur 11,12,13,14 atau 15 tahun

Tahap Sensori Motor


Anak yang baru lahir sampai dengan umur 2 tahun hanya
berpengalaman dalam gerak tubuhnya. Cara berfikirnya pun masih
dari gerakan reaksi dan spontan. Intelektual yang dimiliki sangat
bergantung pada lingkungannya. Perkembangan sensori motornya
masih dalam asimilasi dan akomodasi saja. Tahap-tahap
perkembangan kognitif anak didasarkan pada proses asimilasi dan
akomodasi terhadap skema-skema yang di dapat anak dari
bergerak, rangsangan, dan pengalaman.
Ciri-ciri tahap sensori motor adalah sebagai berikut:
1. Anak berusaha menyamakan dan menyelaraskan jasmaninya
dengan perbuatannya mentalnya menjadi tindakan-tindakan atau
perbuatannya yang teratur dan pasti. Dia berusaha
mengorganisasikan akal dan geraknya. Kegiatan menyelaraskan
perbuatannya gerak fisik dan mentalnya disebut skemata.
2. Anak berfikir melalui perbuatan dan geraknya.
3. Perkembangan yang terjadi pada tahap ini adalah gerak refleks,
gerak mata sampai pada kemampuan untuk makan, melihat,
memegang, berjalan, dan berbicara.
4. Pada akhir tahap ini anak belajar mengaitkan simbol benda dan
benda konkretnya masih kesulitan. Misalnya ia mengaitkan
penglihatan mental dengan penglihatan riil dari benda yang
disembunyikan. Dari tahap ini anak belajar bahwa benda yang
87 | P a g e
disembuyikan dari penglihatan itu tidak menghilang terus,
sebagaimana yang sebelumnya dia kira.
5. Pada akhir tahap ini pula anak mulai melakukan percobaan,
coba coba berkenalan dengan benda benda konkret.
Tahap Pra Oprasional Berfikir
Pada tahap ini anak mulai mengalami proses berfikir logis
dan aktifitas sensori motor. Anak lebih egosentris, maksudnya dia
menguatkan apa yang dia lihat dengan kemampuan berfikirnya
sendiri. Pada tahap ini dibagi menjadi 2 tahap lagi yaitu tahap pra
konseptual (2-4) tahun dan pemikiran intuitif (4-7) tahun.
Ciri-ciri tahap pra oprasional berfikir adalah sebagai berikut:
1. Anak berfikir internal (penghayatan kesalahan) sedangkan pada
tahap sensori motor dengan gerak atau perbuatan. Anak pada
tahap pra konseptual memungkinkan representasi itu dengan
bahasa, gambar, dan permainan khayalan. Penilaian dan
peetimbangan anak pada tahap berfikir intuitif didasarkan
dengan persepsi pengalaman sendiri, belum pada penalaran.
2. Anak mengaitkan pengalaman yang ada pada dunia luar dengan
pengalaman pribadinya. Anak mengira bahwa cara berfikirnya
dan pengalamannya dimiliki pula oleh orang lain.
3. Anak tidak bisa membedakan kejadian sebenarnya (fakta)
dengan khayalan (fantasi), oleh karena itu jika dia berdusta, itu
bukan karena moralnya jelek, tetapi karena kelemahannya.
4. Anak masih kesulitan membalikkan dan mengulang pemikiran
5. Anak mampu memanipulasi benda benda kongkret.

Tahap Oprasional Kongkrit


Pada umumnya yang memasuki tahap ini adalah anak anak
SD, mereka sudah bisa berfikir dengan logis. Anak bisa berfikir
dengan bantuan benda benda kongkret tapi bisa juga anak masih
bingung walaupun sudah mendapatkan bantuan dari benda benda
kongkret. Bisanya kebingungan anak yang sering terjadi pada tahap
ini adalah membaca diagram dan realisasinya dalam kehidupan.
Ciri-ciri tahap oprasional kongkret adalah sebagai berikut:
88 | P a g e
1. Egoisme mulai berkurang
2. Dapat megelompokkan benda benda yang mempunyai
karakteristik yang sama.
3. Dapat berinteraksi dengan berkelompok.
4. Dapat melihat sudut pandang orang lain.
5. Dapat memahami isi dari buku yang dia baca bahkan buku buku
yang bertuliskan rumus rumus.

Tahap Oprasional Formalitas.


Para remaja dan dewasa pasti sudah bisa berfikir secara logis
berdasarkan teori-teori yang dia pelajari. Mereka sudah bisa
mengalami kesimpulaan dari hipotesis hipotesis yang mereka
kumpulkan dan eksperimen yang mereka lakukan.
Ciri-ciri tahap oprasional formal adalah sebagai berikut:
1. Dapat memandang banyak pandangan orang lain dan dapat
memandang secara objektif
2. Mulai belajar merumuskan hipotesis hipotesis.
3. Sudah dapat merumuskan dalil/teori
4. Anak dapat mengetahui semua rumus matematika rumit dan
mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari hari.

Kondisi optimal untuk belajar.


Jika sesuatu tak bisa diasimilasikan ke dalam struktur
kognitif organisme, ia tak dapat bertindak sebagai stimulus
biologis. Dalam pengertian inilah struktur kognitif menciptakan
lingkungan fisik (jasmani). Saat struktur kognitif makin meluas,
lingkungan fisik menjadi terartikulasikan dengan lebih baik.
Demikian pula, jika sesuatu sangat jauh dari struktur kognitif
organisme sehingga tidak bisa diakomodasi, tidak akan terjadi
belajar. Agar belajar optimal terjadi, informasi harus disajikan
sedemikian rupa sehingga dapat diasimilasikan ke dalam struktur
kognitif tetapi pada saat yang sama ia harus berbeda agar
menimbulkan perubahan dalam struktur kognitif tersebut.

89 | P a g e
Jika informasi tidak dapat diasimilasikan, maka la tak bisa
dipahami. Tetapi jika sesuatu sudah dipahami dengan sempurna,
tidak diperlukan proses belajar. Menurut Piaget, kegagalan
pengetahuan sebelumnya untuk mengasimilasikan suatu
pengalaman akan menyebabkan akomodasi, atau proses belajar
baru. Pengalaman harus cukup menantang agar memicu
pertumbuhan kognitif. Sekali lagi, pertumbuhan akan terjadi hanya
jika asimilasi terjadi. Seseorang harus menentukan jenis struktur
kognitif apa yang tersedia bagi individu dan pelan-pelan mengubah
struktur ini sedikit demi sedikit. Karena alasan inilah Piaget
mendukung hubungan tatap muka antara guru dan siswa.
(Ginsburg & Opper, 1979) meringkaskan cara Piaget
memandang perkembangan kognitif yang dipengaruhi oleh warisan
bawaan: 1) Struktur fisik bawaan (yakni sistem saraf) membatasi
fungsi intelektual, 2) Reaksi behavioral bawaan (yakni refleks)
mempengaruhi tahap awal kehidupan manusia namun setelah itu
dimodifikasi besar besaran setelah berinteraksi dengan
lingkungannya, dan 3) Pendewasaan struktur fisik mungkin
memiliki korelasi psikologis (yakni ketika otak menjadi matang
sampai titik di mana perkembangan bahasa dimungkinkan) seperti
telah kita lihat, ekuilibrasi, atau tendensi mencari harmoni antara
diri dengan lingkungan, juga merupakan bawaan.
Piaget menginterpetasikan perkembangan kognitif dengan
menggunakan diagram berikut.

90 | P a g e
Perkembangan Kognitif Piaget

Berdasarkan diagram tersebut dimulai dengan meninjau anak


yang sudah memiliki pengalaman yang khas, yang berarti anak
sudah memiliki sejumlah skemata yang khas. Pada suatu keadaan
seimbang sesaat ketika ia berhadapan dengan stimulus (bisa berupa
benda, peristiwa, gagasan) pada pikiran anak terjadi pemilahan
melalui memorinya. Dalam memori anak terdapat 2 kemungkinan
yang dapat terjadi yaitu 1) terdapat kesesuaian sempurna antara
stimulus dengan skema yang sudah ada dalam pikiran anak, 2)
terdapat kecocokan yang tidak sempurna, antara stimulus dengan
skema yang ada dalam pikiran anak.

Bahan Diskusi.
1. Apa yang dimaksud oleh Piaget tentang intelegensi, skemata,
asimilsi, akomodasi, ekuilibrasi dan interiorisasi.
2. Jelaskan tahap perkembangan kognitif menurut Piaget.

91 | P a g e
Bagian 12
Teori Gestalt: Wolfgang Kohler
Sebagian dari keterampilan
yang kita junjung tinggi dalam sistem pendidikan
sangat bertentangan dengan cara kerja pikiran manusia
yang bersifat spontan
Margaret Donaldson

Pendahuluan
Pengajaran identik dengan mendidik. Proses pengajaran
adalah proses pendidikan. Pengajaran adalah suatu proses aktivitas
belajar mengajar, di dalamnya terdapat dua objek yang saling
terlibat yaitu guru dan peserta didik. Adanya proses yang panjang
dan tertata dengan rapi serta berjenjang akan memungkinkan
belajar menjadi baik dan efisien.
Teori belajar Gestalt merupakan teori belajar yang di
kembangkan oleh Max Wertheimer, ia juga bekerjasama dengan
Kurt Koffa dan Wolfgang Kohler. Bagi para penganut Gestalt,
perkembangan itu adalah proses diferensiasi. Teori yang memiliki
beberapa kelemahan seperti behaviorisme itu bersifat otomatis
mekanis dalam menghubungkan stimulus dan respon, sehingga
terkesan seperti kinerja mesin atau robot. Teori ini akan di
kembangakan demi kemajuan proses belajar dengan menggunakan
teori belajar kognitif.

Teori Gestalt
Gestalt adalah sebuah teori yang menjelaskan proses persepsi
melalui pengorganisasian komponen komponen sensasi yang
memiliki hubungan, pola, ataupun, kemiripan menjadi kesatuan.
Gestalt adalah kata Jerman yang berarti pola atau konfigurasi,
anggota aliran ini berpendapat bahwa kita mengalami dunia secara

92 | P a g e
menyeluruh dan bermakna. Kita tidak melihat stimulasi yang
terpisah pisah, namun stimulasi itu dikelompokan bersama
(diorganisasikan) ke dalam satu konfigurasi yang bermakna, atau
Gestalten (bentuk jamak dari Gestalt) (Hergenhahn & Olson, 2008)
Penentangan Terhadap Voluntarisme, Strukturalisme, dan
Behaviorisme.
Psikolog Gestalt berpendapat bahwa voluntaris, strukturalis,
dan behavioris semuanya membuat kesalahan mendasar dalam
menggunakan pendekatan elementistik ini. Mereka berusaha
membagi bagi pokok persoalan mereka menjadi elemen elemen
dalam rangka mendapatkan pemahaman. Voluntaris dan
strukturalis berusaha mencari ide ide elemental yang berkombinasi
untuk membentuk pemikiran yang kompleks, dan behavioris
berusaha memahami perilaku yang kompleks dari segi kebiasaan,
respon yang dikondisikan atau kombinasi stimulus respon
(Hergenhahn & Olson, 2008).

Konsep Teoretis Utama


Teori Medan
Hal penting dalam suatu medan adalah bahwa tidak ada yang
eksis secara terpisah atau terisolasi. Seseorang berada dalam medan
pengaruh yang terus menerus berubah, dan satu perubahan dalam
salah satu sebab akan memengaruhi semua sebab lainnya. Inilah
yang dimaksud dengan teori medan psikologis.

Nature versus Nurture


Behavioris cenderung melihat otak sebagai penerima pasif
terhadap sensasi yang pada gilirannya akan menghasilkan respon.
Gestaltis mengatakan otak bereaksi terhadap informasi sensoris
yang masuk dan otak melakukan penataan yang membuat informasi
itu lebih bermakna. Behavioris mempostulatkan otak yang pasif
yang merespons pada informasi sensoris, sedangkan gestaltis
mempostulat kebalikan dari behavioris yaitu otak aktif yang
merespon pada informasi sensori.

93 | P a g e
Hukum Pragnanz
Hukum Pragnanz, yang mengatakan bahwa organisasi
psikologis selalu cenderung ke arah yang bermakna atau penuh arti
(pragnanz). Suatu prinsip yang menyatakan kecenderungan
terhadap apapun yang dipandang untuk menerima kondisi yang
paling baik.

Otak dan Pengalaman Sadar.


Psikolog Gestalt mengatakan bahwa isi pemikiran
(kesadaran) datang ke kita sudah dalam keadaan tertata; ia
diorganisasikan oleh otak sebelum kita mengalaminya atau saat kita
mengalaminya.

Realitas Subjektif dan Objektif.


Suatu hal yang menentukan perilaku bukanlah lingkungan
fisik, sebab dalam satu pengertian, kita tidak pernah merasakan
lingkungan fisik secara langsung.

Prinsip Belajar Gestalt


1. Periode Prasolusi
Biasanya dibutuhkan waktu agak lebih lama sebelum solusi
berwawasan ini ditemukan. Ketika cara yang benar telah
ditemukan, maka muncul wawasan atau pengetahuan mendalam.
Agar belajar mendalam ini dapat terjadi, organisme itu harus
dihadapkan pada suatu elemen problem, jika tidak, perilakunya
tampaknya tidah terarah.
Belajar berwawasan memiliki empat karakteristik, yaitu :
- Transisi dari prasolusi ke solusi terjadi secara mendadak dan
komplet.
- Kinerja berdasarkan solusi diperoleh dengan pengertian
mendalam yang biasanya bebas dari kekeliruan.
- Solusi yang diperoleh melalui wawasan mendalam ini akan
diingat dalam waktu yang cukup lama.
94 | P a g e
- Prinsip yang diperoleh melalui wawasan mendalam ini mudah
diaplikasikan ke problem lainnya.

2. Transposisi
Satu prinsip pemecah masalah dalam satu situasi
diaplikasikan ke problem lain, proses ini dinamakan transposisi.
Eksperimen Kohler dengan melatih hewan, pertama hewan diajari
mendekati stimulus yang gelap dan kemudian ditawari memilih
antara stimulus yang gelap itu dan stimulus baru yang lebih gelap
lagi. Jika hewan memilih stimulus yang lebih gelap lagi maka
dikatakan bahwa transposisi telah terjadi.

3. Penjelasan Behavioris tentang Transposisi


Behavioris cenderung berbicara tentang belajar koneksi S-R
spesifik yang disebut absolute theory. Sedangkan pendapat Gestalt
tentang belajar lebih menekankan pada perbandingan antara dua
stimuli yang disebut relational theory.
Penjelasan transposisi behavioristik Spence didasarkan pada
generalisasi, karena teori Spence dapat memprediksi kesuksesan
dan kegagalan fenomena transposisi maka sudut pandangnya lebih
diterima lebih luas dari pada sudut pandang Gestalt. Tetapi riset
terhadap beberapa aspek dari transposisi menunjukkan bahwa
prediksi S-R dan Gestaltis gagal dalam situasi tertentu (Hergenhahn
& Olson, 2008).

Pemikiran Produktif.
Pemikiran produtif adalah pemahaman tentang hakikat dari
problem, belajar semacam itu berasal dari dalam individu dan tidak
dipaksakan oleh orang lain, ia mudah di generalisasikan dan di
ingat dalam jangka waktu yang lama. Max wertheimer tertarik
untuk mengaplikasikan prinsip gestalt ke pendidikan. Wertheimer
mengesplorasikan sifat dari pemecahan masalah dan teknik yang
dapat digunakan untuk mengajarkannya, yakni productive thinking
(pemikiran produktif).
95 | P a g e
Terdapat dua pendekatan tradisional untuk pada dasarnya
menghambat perkembangan pemahaman. Pendekatan pertama
adalah pengajaran yang menekankan pentingnya logika. Baik itu
logika induktif maupun deduktif menetepkan kaidah yang harus di
ikuti untuk samapai kepada kesimpulan. Namun menurut
Wertheimer pendekatan ini tidak berguna untuk membantu
meningkatkan kemampuan memecahkan masalah. Logika
tradisional berhubungan dengan kriteria menjamin ketetapan,
validitas, kosistensi konsep umum , proposisi, kesimpulan, dan
silogisme.
Pendekatan kedua yang diyakini oleh wetheimer justru
menghambat pemahaman adalah cara yang didasarkan pada doktrin
asosiasisme, contohnya siswa yang awalnya di perkenalkan persegi
panjang, dan diajari menghitung luas persegi panjang, kemudian
dihadapkan dengan jajaran genjang, dan dia diharapkan
menghitung luas dari jajargenjang tersebut, siswa yang tadinya
mempelajari tentang menghintung persegi panjang, menarik garis
tegak lurus sehingga membentuk segitiga. Dan ia menghitung
luasnya dengan panjang kali lebar. Siswa yang melakukan hal ini
akan mampu memecahkan berbagai problem dibandingkan siswa
lainya yang tidak tahu atau tidak memiliki wawasan seperti ini.
Wertheimer menekankan poin yang sama yakni belajar berdasarkan
pemahaman akan lebih dalam dan lebih dapat digeneralisasikan
ketimbang belajar yang hanya berdasarkan ingatan tanpa
pemahaman.

Jejak Memori
Koffa adalah teoritis gestalt yang berusaha menghubungkan
masa lalu dan masa sekarang melalui konsep yakni memory trace
(jejak memory/ingatan). Proses ini adalah aktivitas di otak yang
disebabkan oleh pengalaman lingkungan. Proses ini bisa sederhana
atau kompleks, tergantung pada pengalamannya. Menurut koffka,
jika seorang mendefinisikan belajar sebagai modifikasi potensi
perilaku yang berasal dari pengalaman, maka setiap pemunculan
96 | P a g e
proses ini dapat dilihat sebagai pengalaman belajar. Saat seseorang
diwaktu yang lain berada dalam situasi pemecahan masalah sama,
akan muncul sebuah proses yang akan bekomunikasi dengan jejak
dari pengalaman pemecah masalah sebelumnya.
Perjalanan waktu juga sangat berpengaruh terhadap jejak
ingatan. Perjalanan waktu dapat menyebabkan terjadinya
perubahan jejak, karena jejak itu cenderung memperluas dan
disempurnakan untuk mendapat gestalt yang lebih baik dalam
ingatan. Contoh, seorang anak di marahi ibunya ketika ia dengan
sengaja memecahkan vas bunga kesayangan ibunya, lalu ibunya
memarahinya sehingga anak itu sedih, ketika dalam keadaan sedih
temanya mengajak bermain dan kesedihan yang ia rasakan mulai
berkurang karena disibukan dengan bermain. Dan waktu beranjak
dewasa ia merasa sedih karena diputus oleh pacarnya, ia merasa
sangat sedih dan ia mencoba untuk menghibur diri dengan pergi ke
tempat permain seperti time zone bersama teman temannya. Solusi
dari proses memory treace yakni mengatasi kesedihan dengan
menyibukkan diri dengan bermain.

Jejak Individual Versus Sistem Jejak.


Memcahkan masalah individu hanyalah suatu kejadian
spesifik dari prilaku pemecah masalah setiap ketrampilan atau
keahlian yang kompleks dapat dilihat dari banyak proses dan jejak.
Koffka mengasumsikan bahwa melalui repetisi sistem jejak
menjadi lebih penting ketimbang jejak individual yang
menyusunnya, dan karenanya menyebabkan kehilangan
individualitasnya.

Psikologi Gestlat Mengengai Belajar


Bruner mengatakan: rasa ingin tahu, hampir merupakan
prototipe dari motif intrinsik. Perhatian kita terarah pada sesuatu
yang tidak jelas, belum tuntas, atau tidak pasti. Kita
mempertahankan perhatian kita sampai persoalan menjadi jelas,
selesai atau pasti. Pencapaian kejelasan itulah yang akan
97 | P a g e
memuaskan kita. Kita akan berfikir bahwa akan lebih baik jika
seseorang akan memberi kita memberi pujian, atau jika kita dapat
keuntungan karena telah berhasil memuaskan rasa ingin tahu kita
(Bruner, 1966).
Pernyataan John Hold, untuk mengetahui sesuatu karena
suatu alasan. Alasannya adalah lubang, celah, ruang kosong dalam
pemahaman kita tentang sesuatu, model kita tentang dunia. Orang
yang benar benar ingin tahu sesuatu tidak mesti harus di kasih tahu
berkali kali, di uji atau dikuliahi. Pengetahuaan baru itu akan
mengisi celah yang sesuai dengannya, seperti memasang keeping –
keeping dalam permainan jigsaw. Setelah ada di sana pengetahuan
akan dipertahankan, ia tak bias lepas lagi (Hergenhahn & Olson,
2008).
Bruner dan Hold menganut gagasan gestaltian, bahwa belajar
adalah memuaskan secara personal dan tidak perlu didorong
dorong oleh pengaturan eksternal. Kelas yang berorientasi gestalt
yang dicirikan oleh hubungan memberi dan menerima antara siswa
dengan guru. Guru yang berorientasi gestalt mungkin mengunakan
tehnik ceramah (lecture), tetapi ia akan berusaha agar ada interaksi
antara guru dengan siswa. Setelah siswa memahami prinsip di balik
pengalaman, barulah mereka dapat memahami dengan
sesungguhnya. Maka mereka akan lebih mudah mengaplikasikan
ke situasi yang baru dan di pertahankan dalam jangka waktu yang
lama (Hergenhahn & Olson, 2008).

Bahan Diskusi.
1. Pendekatan studi psikologi yang digunakan strukturalis dan
behavioris ditentang oleh teorisasi gestalt, jelaskan
2. Hukum pragnanz digunakan psikolog gestalt sebagai prinsip
utama, berikan penjelasan.
3. Jelaskan proses belajar menurut teori gestalt
98 | P a g e
Referensi
Bandura, A. (1977). Social Learning theory. Englewood Clifts, NJ:
Prentice Hall.

Bandura, A. (1986). Social Foundation of Thought and Action: A


Social Cognitive Theory. Englewood Clifts NJ: Prentice
Hall.

Bower, G. H., & Hilgard, E. R. (1981). Theories of Learning.


Englewood Cliffs, NJ: Prentice Hall.

Bruner, J. S. (1966). Toward a Theory of Instruction. Cambridge,


MA: Harvard University Press.

Fontana, D. (1981). Psychology for Teachers. London: Mcmillan.

Gagne, R. M. (1970). The Condition of Learning. New York: Holt,


Rinehart & Winstone.

Gagne, R., & Briggs, L. (1979). Principles of Instructional Design


(2nd ed.). New York: Holt, Rinehart, & Winston.

Ginsburg, H., & Opper, S. (1979). Piagets Theory of Intellectual


Development (2nd ed.). Englewood Clifts NJ: Prentice Hall.

Guthrie, E. R. (1935). The Psychology of Learning. New York:


Harper & Row.

99 | P a g e
Hergenhahn, B. R., & Olson, M. H. (2008). Theories Of Learning,
Edisi Ketujuh. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Pavlov, I. P. (1955). Selected Work. Moscow: Foreign Languages


Publishing House.

Santrock, J. W. (2007). Psikologi Pendidikan, Edisi Kedua. Jakarta:


Kencana Prenada Media Group.

Slavin, R. E. (2000). Educational psychology : theory into practice.


Bandung: Nusa Media.

Tolman, E. C. (1938). The Determiners of Behavior at a Choice


Point. Psychological Review, 45, 1-41.

Tolman, E. C. (1949). There is More Than One Kind of Learning.


Psychological review, 56, 144-155.

Winkel. (1991). Psikologi Pengajaran. Jakarta: Gramedia.

100 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai