Berfikir Sejarah Dan Awal Kehidupan
Berfikir Sejarah Dan Awal Kehidupan
KELAS X IPA 3
1
BAB I
PROSES BERFIKIR SEJARAH
Menurut Galtung, diakronis berasal dari bahasa Yunani, dia artinya melintasi atau melewati
dan khronos yang berarti perjalanan waktu. Dengan demikian, diakronis dapat diartikan
sebagai suatu peristiwa yang berhubungan dengan peristiwa-peristiwa sebelumnya dan tidak
berdiri sendiri atau timbul secara tiba-tiba. Sebab sejarah meneliti gejala-gejala yang
memanjang dalam waktu, tetapi dalam ruang yang terbatas.
Konsep diakronis melihat bahwa peristiwa dalam sejarah mengalami
perkembangan dan bergerak sepanjang masa. Melalui proses inilah, manusia dapat
melakukan perbandingan dan melihat perkembangan sejarah kehidupan masyarakatnya dari
jaman ke jaman berikutnya.
Suatu peristiwa sejarah tidak bisa lepas dari peristiwa sebelumnya dan akan
mempengaruhi peristiwa yang akan datang. Sehingga, berfikir secara diakronis haruslah
dapat memberikan penjelasan secara kronologis dan kausalita. Kronologi adalah catatan
kejadian-kejadian yang diurutkan sesuai dengan waktu terjadinya. Kronologi dalam peristiwa
sejarah dapat membantu merekonstruksi kembali suatu peristiwa berdasarkan urutan waktu
secara tepat, selain itu dapat juga membantu untuk membandingkan kejadian sejarah dalam
waktu yang sama di tempat berbeda yang terkait peristiwanya.
2
a) Contoh berpikir sejarah secara diakronis
Menjelaskan peristiwa detik-detik proklamasi harus menjelaskan pula peristiwa-
peristiwa yang melatarbelakanginya, seperti: peristiwa menyerahnya Jepang kepada
sekutu, reaksi pemuda Indonesia terhadap berita kekalahan Jepang, peristiwa
Rengasdengklok, penyususnan teks proklamasi, dan lain sebagainya.
b) Ciri-ciri berpikir sejarah secara diakronis
Ø Mengkaji dengan berlalunya masa
Ø Menitik beratkan pengkajian peristiwa pada sejarahnya
Ø Bersifat historis atau komparatif
Ø Bersifat vertikal
Ø Terdapat konsep perbandingan
Ø Cakupan kajian lebih luas
3
munculnya ide kreatif. Ide kreatif inilah yang merupakan embrio terbentuknya
kebudayaan.
2. Ruang, Dalam sejarah, ruang merupakan unsur penting yang harus ada. Ruang atau
tempat terjadinya peristiwa sejarah berkaitan dengan aspek geografis. Setiap komunitas
yang tinggal di suatu tempat, akan memiliki pola pikir dan sistem budaya yang
diperoleh dari leluhurnya. Sehingga kisah sejarah manusia merupakan proses interaksi
dengan kehidupan sosial, budaya, politik, ekonomi pada ruang atau tempat tertentu.
3. Waktu, Setiap manusia dan makhluk hidup lainnya hidup dalam waktu dan tidak dapat
dilepaskan dari waktu. Mereka berkaitan erat dengan kehidupan masa lalu, masa kini,
dan masa depan. Mempelajari sejarah bukan hanya mempelajari sesuatu yang berhenti,
melainkan sesuatu yang terus bergerak sejalan dengan perjalanan waktu. Setiap
peristiwa sejarah berada dalam kurun waktu tertentu yang memiliki latar belakang
waktu sebelumnya.
Konsep ruang dan waktu merupakan unsur penting yang tidak dapat dipisahkan dalam
suatu peristiwa dan perubahannya dalam kehidupan manusia sebagai subyek atau pelaku
sejarah. Segala aktivitas manusia pasti berlangsung bersamaan dengan tempat dan waktu
kejadian. Manusia selama hidupnya tidak bisa dilepaskan dari unsur tempat dan waktu karena
perjalanan manusia sama dengan perjalanan waktu itu sendiri pada suatu tempat dimana
manusia hidup (beraktivitas).
4
D. Proses Berfikir Sejarah Secara Periodesasi
Periodisasi adalah pembagian waktu menurut zamannya. Istilah periodisasi dalam
bahasa Indonesia sepadan dengan penzamanan atau pembabakan. Ketiga istilah ini
(peridisasi, penzamana dan pembabakan) mempunyai pengertian yang sama, yakni
pembagian waktu menurut zamannya.
Kata periodisasi berasal dari kata periode. Dalam bahasa Indonesia, kata periode
mempunyai tiga pengertian: (1) kurun waktu, (2) lingkaran waktu, dan (3) masa. Ketiga
pengertian ini mengandung arti yang sama yakni berkaitan dengan dimensi waktu. Oleh
karena itu memahami periode menjadi sangat penting dalam belajar sejarah karena dimensi
waktu merupakan sesuatu yang paling mendasar dalam ilmu sejarah. Periodisasi dalam ilmu
sejarah berfungsi untuk menyusun sistematika dalam penulisan sejarah.
Periodisasi diberikan berdasarkan caesuur atau pembagian waktu yang diberikan.
Pemberian caesuur diberikan oleh para pujangga untuk historiografi tradisional, dan
sejarawan untuk historiografi modern. Keduanya mempunyai perbedaa sebagai berikut:
Dalam historiografi tradisional suatu zaman diberi nama menurut seorang raja yang
memerintah, atau dinasti yang memerintah, atau nama kerajaannya. Sebagai contoh masa
Raja Hawam Wuruk dalam sejarah Kerajaan Majapahit, Masa dinasti atau wangsa Syailendra
dalam sejarah Kerajaan Mataram Hindu yang mendirikan Candi Borobudur, atau sejarah kota
Makasar pada masa Kesultanan Gowa. Dalam historigrafi modern, pembagian waktu
diberikan berdasarkan penamaan kurun waktu, misalnya periodisasi dalam sejarah Eropa
yang dibagi menjadi tiga zaman, yaitu zaman kuno, zaman pertengahan dan zaman modern.
Pembagian ini diberikan oleh Christophorus Cellarius (1638-1707), seorang ahli sejarah
klasik Eropa berkebangsaan Jerman yang hidup pada abad ke-17. Dialah yang membagi
sejarah Eropa menjadi zaman kuno. pertengahan, dam modern. Setiap periode diberikan
batasan waktu 500 tahun. Berdasarkan pembagian waktu ini maka zaman kuno Eropa
berlangsung antara tahun 500 hingga tahun 1000, zaman pertengahan Eropa berlangsung
antara tahun 1000 hingga tahun 1500, dan zaman modern Eropa berlangsung mulai dari tahun
1500 hingga sekarang.
Pembulatan waktu yang dilakukan Cellarius dalam periodisasinya bertujuan untuk
memberikan kemudahan dalam memahami perjalanan sejarah bangsa Eropa menuju bangsa
yang modern. Di samping pembulatan tahun, para sejarawan juga menggunakan pembulatan
berdasarkan abad. Sementara satu abad berjumlah 100 tahun. OLeh karena itu pembulatan
waktu berdasarkan abad memahami sejarah suatu bangsa dalam kurun waktu setiap seratus
tahun. Sebagai contoh dalam historigrafi Barat dikenal periodisasi yang membagi periodisasi
menjadi periode Reformasi – Protestan untuk sejarah Eropa pada abad ke-16, periode
Rasionalisme untuk sejarah Eropa pada abad ke-17, periode Pencerahan
atau Aufklarung untuk sejarah Eropa pada abad ke-18, dan peride Romantisme-Nasionalisme
untuk sejarah Eropa pada abad ke-19.
Periodisasi juga diberikan para sejarawan Indonesia. Pada tahun 1957 para sejarawan
Indonesia membagi sejarah Indonesia menjadi enam periode, yaitu (1) Jaman Prasejarah
Indonesia, (2) Jaman Kuno, (3) Jaman Pertumbuhan dan Perkembangan Kerajaan-Kerajaan
Islam di Indonesia, (4) Abad Kesembilanbelas, (5) Jaman Kebangkian Nasional dan Masa
Akhir Hindia Belanda, dan (6) Jaman Jepang dan Jaman Republik Indonesia. Setiap periode
tersebut berlangsung dalam kurun waktu tertentu. Jalam prasejarah berlangsung sebelum
abad masehi, jaman kuno beralngsung dari awal abad Masehi hingga tahun 1500, jaman
pertumbuhan dan perkembangan Kerajaan-Kerajaan Islam berlangsung dari tahun 1500
hingga tahun 1800, abad kesembilan belas berlangsung dari tahu 1800 hingga tahun 1900,
jaman kebangkitan nasional dan masa akhir Hindia Belanda berlangsung dari tahun 1900
hingga 1942, dan jaman Jepang dan Jaman Republik Indonesia berlangsung dari tahun 1942
hingga sekarang.
5
Periodisasi sejarah Indonesia yang diberikan para sejarawan Indonesia tersebut
merupakan penggabungan dari pembulatan tahun dan pembulatan abad serta pertistiwa-
peristiwa politik yang dinilai sangat penting, seperti tahun 1942, yaitu awal penjajahan
Jepang di Indonesia yang menandai berakhirnya penjajahan Belanda di Indonesia.
Dalam sejarah politik ada kebiasaan membuat periodisasi berdasarkan
pemilihan caesuur pada tahun pertistiwa penting, antara lain akhir perang, awal revolusi,
awal suatu pemerintahan, dan lain sebagainya. Periodisasi seperti ini membuktikan bahwa ide
pentingnya peranan perang, diplomasi, dan peristiwa penting lain sangat menonjol. Jadi
dominasi sejarah politik dan perang sangat menentukan. Sebagai contoh adalah Revolusi
Perancis pada tahun 1789 yang dijadikan sebagai awal periode modern daam sejarah
Perancis. Dapat disimpulkan bahwa periodisasi dalam sejarah politik dilakukan seara tajam.
Pembagian periode secara tajam sebagaimana berlaku dalam sejarah politik tersebut
tidak dilakukan para sejarawan ekonomi dan social. Mereka membagi periode berdasarkan
konjungtur atau gelombang yang memperhatikan perubahan yang lambat. Sebagai contoh
adalah periodisasi yang dilakukan sejarawan Perancis, Braudel. Ia membagi sejarah menjadi
tiga periode yaitu sejarah kejadian-kejadian (L’histoire evenementielle), sejarah konjungtural,
dan sejarah jangka panjang atau sejarah structural.
Perubahan dalam sejarah structural (sejarah social) lebih lambat dari pada perubahan
yang berlangsung dalam sejarah konjungtural (sejarah ekonomi). Contoh sejarah structural
adaah perubahan struktur social atau struktur kekuasaan. Keduanya tidak dapat terjadi secara
mendadak dan berlangsung dalam waktu yang sangat lama. Perubahan dalam struktur social
sangat bergantung pada kemunculan golongan social baru. Kemuncula golonga social baru
ini menciptakan pola hubungan social yang baru pula di antara golongan-golongan social
tersebut.
Dari uraian di atas, periodisasi yang paling sederhana adalah periodisasi dalam
sejarah politik. Relatif lebih mudah meetapkan caesuur masa pemerintahan penguasa, awal
da akhir perang, atau periode berdirinya suatu negara dan kerajaan daripada menentukan
perubahan konjungtural maupun structural. Kesulitan utama dalam membuat periodisasi
berkaitan dengan unit sejarah yang diambil. Semakin besar dan kompleks suatu unit, semakin
sulit menetapkan criteria tajam yang berlaku untuk seluruh unit.
Dalam menghadapi kesulitan-kesulitan itu perlu diperhatikan bahwa periodisasi hanya
suatu modalitas untuk member struktur atau bentuk kepada waktu, tidak diperlukan
kemutlakan dalam membuat pembatasan. Yang paling pokok ialah memakai criteria secara
konsisten. Kriteria adalah ukuran yang digunakan untuk menetapkan karakteristik zaman.
6
BAB II
KEHIDUPAN AWAL MASYARAKAT INDONESIA
8
Disamping perhiasan tersebut juga ditemukan kebudayaan yang terbuat dari batu besar
atau Megalitikum pada masa kehidupan masyarakat bercocok tanam. Kebudayaan
megalitikum erat kaitannya dengan kegiatan religius, yaitu kepercayaan terhadap nenek
moyang. Bangunan ini dibuat berdasarkan adanya kepercayaan hubungan antara alam fana
dan alam baka. Contoh Bangunan Pada Masa Megalitikum
a. Menhir, adalah tugu batu tempat pemujaan terhadap roh nenek moyang, ditemukan di
daerah Sumatera, Sulawesi Tengah dan Kalimantan.
b. Waruga, adalah kubur batu yang berbentuk kubus atau bulat yang dibuat dari batu
utuh. Ditemukan di daerah Sulawesi Tengah dan Sulawesi Utara.
c. Dolmen, adalah meja batu tempat meletakkan sesaji yang dipersembahkan kepada roh
nenek moyang. Di bawah dolmen biasanya sering ditemukan kubur batu. Ditemukan
di Telagamukmin, Sumberjaya, Lampung Barat.
d. Punden berundak-undak, adalah bangunan suci tempat pemujaan terhadap roh
nenek moyang yang dibuat bertingkat-tingkat. Ditemukan di daerah Lebak Si Beduk
daerah Banten Selatan.
e. Sarkofagus, adalah peti jenazah yang terbuat dari batu bulat (batu tunggal). Banyak
ditemukan di Bali.
f. Kubur batu, adalahb peti jenazah terbuat dari batu pipih. Banyak ditemukan di
daerah Kuningan, Jawa Barat.
g. Arca, arca dari masa megalitikum menggambarkan kehidupan binatang dan manusia.
Banyak ditemukan di Sumatera Selatan, Lampung, Jawa Tengah dan Jawa Timur.
9
3. Kehidupan Budaya Masyarakat
Benda-benda peninggalan bangsa Indonesia yang terbuat dari logam diantaranya:
1. Nekara Perunggu
Fungsinya sebagai pelengkap upacara untuk memohon turunnya, hujan dan sebagai
genderang perang. Banyak ditemukan di daerah timur Indonesia.
2. Kapak Perunggu
Ada yang berbentuk pahat, jantung atau tembilang.
3. Bejana Perunggu
Bentuknya mirip gitar spanyol tanpa tangkai. Ditemukan di daerah Madura dan Sumatera
4. Arca Perunggu
Ditemukan di daerah Bangkinang, Riau, Lumajang, Bogor dan Palembang.
5. Perhiasan
Ditemukan di daerah Bogor, Bali, Malang.
10