Anda di halaman 1dari 10

Jurnal Manajemen Pemasaran, Vol. 11, No. 1, April 2017 doi: 10.9744/pemasaran.11.1.

16-25
ISSN 1907-235X

PENGARUH VISUAL MERCHANDISING TERHADAP IMPULSE BUYING


MELALUI POSITIVE EMOTION PADA ZARA SURABAYA

Jovita Guntara Sudarsono


Praktisi pemasaran di Surabaya
E-mail: jo_guntara@gmail.com

Abstrak: Perkembangan ritel di Indonesia terus meningkat. Selain itu, permintaan masyarakat Indonesia atas pakaian juga
terus bertambah. Hal ini menjadikan Indonesia sebagai pasar potensial bagi ritel luar negeri dan turut bersaing di pasar ritel di
Indonesia. Oleh karena itu, pihak manajemen harus memahami perilaku konsumen yang sering terjadi pada gerai ritel yaitu
impulse buying. Impulse buying bahkan mampu menguasai 65% jumlah total pembelian dalam sebuah toko, sehingga sangat
penting untuk mengetahui variabel-variabel yang mampu mempengaruhi impulse buying. Dengan demikian maka penelitian
ini bertujuan untuk menganalisa pengaruh dari Visual Merchandising (window display, mannequin display, promotional
signage, floor merchandising) terhadap Impulse Buying (affective dan cognitive) melalui Positive Emotion (pleasure,
arousal, dominance) pada Zara Surabaya. Penelitian ini akan dilaksanakan dengan menyebarkan kuisioner kepada 100
responden konsumen Zara Surabaya dengan program smart-PLS melalui metode path analysis. Menurut hasil penelitian
yang telah dilakukan oleh peneliti maka variabel visual merchandising memiliki hubungan, namun tidak signifikan terhadap
impulse buying. Sedangkan variabel visual merchandising berhubungan secara signifikan terhadap positive emotion. Begitu
pula dengan hubungan variabel positive emotion dengan impulse buying.

Kata kunci: Visual merchandising; positive emotion, impulse buying, window display; mannequin display; promotional
signage; floor merchandising; affective; cognitive; pleasure; arousal; dominance.

Abstract: Retail developments in Indonesia continues to increase. In addition, demand for Indonesian society on clothing is
also growing. This makes Indonesia as a potential market for foreign retail and also competing in the retail market in
Indonesia. Therefore, management must understand consumer behavior that often occurs in retail outlets is impulse buying.
Impulse buying even able to control 65% of the total purchases in a store, so it is important to know the variables that can
affect impulse buying. Thus, this study aims to analyze the influence of Visual Merchandising (window displays, mannequins
display, promotional signage, merchandising floor) on the Impulse Buying (affective and cognitive) through Positive
Emotion (pleasure, arousal, dominance) in Surabaya Zara. This study will be conducted by distributing questionnaires to
100 respondents Zara Surabaya consumers with smart-PLS program through path analysis method. According to research
conducted by the researchers then visual merchandising variables have a relationship, but not significant to impulse buying.
While the visual merchandising variables significantly related to positive emotion. Similarly, the variable positive emotion
relationship with impulse buying.

Keywords: Visual merchandising; positive emotion; impulse buying; window display; mannequin display; promotional
signage; floor merchandising; affective; cognitive; pleasure; arousal; dominance.

PENDAHULUAN melalui prediksi pengeluaran masyarakat Indonesia


dalam bidang apparel yang menempati posisi
Pertumbuhan bisnis ritel di Indonesia terus keempat tertinggi (Oberman, 2012)
mengalami peningkatan setiap tahunnya dan di- Surabaya merupakan kota terbesar kedua di
perkirakan akan terus bertumbuh selama beberapa Indonesia setelah ibukota Jakarta yang semakin
tahun yang akan mendatang. diperhitungkan oleh pebisnis ritel nasional maupun
Omzet ritel modern nasional pada 2014 diper- internasional, seiring pertumbuhan ekonomi yang
kirakan tumbuh 10% dan nilai penjualan ritel modern berada pada posisi 7 persen hingga 7.5% selama tiga
2014 mencapai Rp162,8 triliun (Frontier Consulting tahun terakhir (Kompas.com, 01/07/2015). Nama-
Group, 2014). Selain itu, dengan dibukanya pintu nama besar dalam jaringan ritel internasional lebih
masuk bagi para peritel asing sebagaimana Keputusan antusias melakukan ekspansi di pasar Surabaya. Hal
Presiden No. 118/2000 yang telah mengeluarkan ini ditandai dengan merek-merek menengah semacam
bisnis ritel dari negative list bagi penanaman modal Zara yang mulai beroperasi tahun lalu di pusat belanja
asing (PMA), ritel asing mulai marak masuk ke Surabaya Timur, yang kemudian disusul oleh Stradi-
Indonesia (Marketing.co.id, 03/01/2013). varius, Cotton On, dan New Look. Selain itu, peritel
Jumlah brand fesyen bertaraf internasional se- asal Swedia dan Jepang yakni H&M dan Uniqlo juga
makin bertambah karena Indonesia dinilai sebagai telah membuat komitmen dengan dua pusat belanja
pasar yang potensial. Hal tersebut dapat ditinjau Surabaya lainnya yang saat ini masih dalam tahap

16
Sudarsono: Pengaruh Visual Merchandising Terhadap Impulse Buying Melalui Positive Emotion 17

pengembangan (Kompas.com, 01/07/2015). Langkah Volume penjualan Zara Surabaya yang besar
tersebut diikuti merek premium seperti Louis Vuitton, merupakan hasil dari pembelanjaan impulsif dari
Burberry, Balenciaga, Yves Saint Laurent, Hugo customer Zara. Berdasarkan pra-survey melalui
Boss, Michael Kors, Toni Dress, Rolex, Tag Heuer wawancara pada 5 staf Zara Surabaya, mereka
dan Victoria's Secret. Pasokan tersebut akan ber- memberi gambaran bahwa 8 dari 10 customer Zara
tambah sebanyak 31% hingga 2018 mendatang. Surabaya merupakan impulse buyer. Pengunjung
(Kompas.com, 01/07/2015). Zara dengan pembelian impulsif yang menguasai
Dengan bertambahnya jumlah ritel fesyen, maka hingga 80% total penjualan ini seringkali masuk toko
pihak manajemen harus mengerti kebutuhan dan tanpa adanya rencana pembelian serta berakhir
keinginan konsumen, serta membuat strategi-strategi dengan membawa kantong belanja Zara yang berisi
yang handal untuk mempertahankan pelanggan dan produk yang tidak mereka rencanakan sebelumnya.
menarik pelanggan baru. Perusahaan juga harus me- Faktor utama yang memberikan kontribusi
mahami perilaku konsumen dan salah satu perilaku untuk kesuksesan Zara adalah presentasi tokonya.
konsumen yang sering terjadi pada gerai ritel adalah Setiap toko Zara identik dengan toko yang lain.
impulse buying. Keseragaman ini dicapai melalui distribusi instruksi
Impulse buying merupakan keputusan pembeli- manual setiap dua minggu dan penegakan hukum
an yang dilakukan di dalam toko dengan tidak adanya secara tegas dari pihak visual merchandising di setiap
pengakuan eksplisit akan kebutuhan atas pembelian toko Zara. Keunikan pada Zara ialah Zara tidak
tersebut sebelum masuk ke toko (Kollat & Willett, pernah memasang iklan pada media cetak, media
1967). Hal ini didukung oleh sebuah studi yang me- suara, maupun baliho yang menghabiskan biaya
nemukan bahwa 65% keputusan pembelian super- besar. Zara memaksimalkan promosi melalui visual
market dibuat di dalam toko dengan tidak direncana- merchandising design pada gerainya karena hal ini
kan (Popai Consumer Buying Habits Study, 1977). dianggap lebih efektif dan memiliki biaya yang
Berdasarkan survey tersebut dapat dilihat bahwa efisien (Cha, 2013). Berbeda dengan ritel pakaian
impulse buying cenderung mendominasi pembelian lainnya yang menghabiskan 3%-4%dari penjualan
yang dilakukan konsumen. untuk iklan, Zara hanya menghabiskan biaya iklan
Terjadinya impulse buying dapat dikaitkan sebesar 0.3% dari penjualan (Sood, 2013). Ber-
dengan in-store stimuli, yang bertindak sebagai
dasarkan fenomena diatas, maka dilakukan penelitian
pengingat dari kebutuhan belanja (Rook, 1987).
mengenai pengaruh visual merchandising terhadap
Kehadiran ritel fesyen asing yang terus meningkat
impulse buying melalui positive emotion pada Zara
memaksa setiap toko fesyen untuk membuat pelang-
Surabaya.
gan memasuki toko dan melakukan pembelian me-
lalui pemanfaatan visual merchandising.
Visual merchandising merupakan teknik dalam URAIAN PENELITIAN
mempresentasikan tampilan barang dagangan yang
menarik eye-catching dan ditujukan pada pelanggan Visual Merchandising
potensial (Jain et al., 2012). Tujuan utama pengecer
ialah agar toko mereka menarik konsumen dengan Visual merchandising ialah teknik dalam mem-
membantu untuk menemukan barang yang diingin- presentasikan tampilan barang dagangan sangat me-
kan dan memotivasi untuk melakukan pembelian narik (eye-catching) dan ditujukan pada pelanggan
yang direncanakan, mendorong impulse buying, dan potensial (Jain et al., 2012).
memberikan pengalaman belanja menyenangkan. Proses tampilan visual merchandising bahkan
Faktor penting lainnya yang ikut berkontribusi seringkali disebut sebagai "silent salesperson" yang
dalam mempengaruhi impulse buying ialah positive menyediakan informasi melalui media visual serta
emotion yang didefinisikan sebagai suasana hati yang dengan menjual secara sugestif atau saran untuk
memperngaruhi dan menentukan intensitas pengam- menambahkan item ke pembelian konsumen (Bhalla
bilan keputusan konsumen (Rachmawati, 2009). & Anuraag, 2010).
Konsumen di kondisi emosional yang positif cende- Terdapat beberapa dimensi-dimensi penting
rung mengurangi kompleksitas dan waktu dalam yang mendukung pengadaan visual merchandising
pengambilan keputusan. dalam sebuah toko (Mehta & Chugan, 2013), yaitu:
Zara merupakan salah satu ritel SPA (Specialty 1) Window display
Store Retailer of Private Label Apparel) bertaraf Window display adalah tampilan depan dari
internasional yang sukses, dimana menempati posisi sebuah toko yang membantu pelanggan me-
penjualan di atas para pesaingnya (fastretailing.com, mutuskan apakah akan memasuki toko atau tidak
18/12/2014). (Mehta & Chugan, 2013).
18 JURNAL MANAJEMEN PEMASARAN, VOL. 11, NO. 1, April 2017: 16-25

2) Mannequin Display stimuli eksternal (berupa produk yang dilihatnya),


Manekin merupakan salah satu alat komunikasi sehingga muncul keinginan dalam dirinya untuk
bagi ritel fashion yang digunakan untuk me- segera membeli produk tersebut (Utami, 2010).
mamerkan atau menjelaskan tren fashion saat ini. Keputusan pembelian impulsif seringkali lebih
(Bell & Ternus, 2012). dipengaruhi oleh affective dan cognitive dalam diri
3) Floor Merchandising seseorang (Coley & Burgess, 2003). Keduanya di-
Floor merchandising merupakan penataan per- jelaskan lebih lanjut sebagai berikut:
alatan-peralatan yang mendukung pelaksanaan 1) Affective
bisnis ritel dalam menciptakan ruang gerak bagi Affective merupakan proses psikologis dalam diri
customer di dalam toko (Mehta & Chugan, seseorang yang merujuk kepada emosi, perasaan
2013). maupun suasana hati (mood) yang dibagi menjadi:
4) Promotional Signage a. Irresistible Urge to Buy
Promotional Signage merupakan salah satu ele- Konsumen memiliki keinginan yang instan,
men dari visual merchandising yang membantu terus menerus, memaksa, sehingga tidak dapat
meningkatkan penjualan dengan memberikan menahan dirinya untuk melakukan pembelian.
informasi mengenai produk dan menyarankan b. Positive Buying Emotion
item atau pembelian khusus (Levy & Weitz, Konsumen memiliki suasana hati positif yang
2007). berasal dari motivasinya untuk memuaskan
diri melalui pembelian impulsif.
Positive Emotion
c. Mood Management
Suatu keadaan di mana muncul keinginan
Positive emotion merupakan suatu kecenderung-
untuk mengubah atau menata perasaannya
an sifat afektif seseorang, yang muncul sebelum
melalui pembelian impulsif.
terbentuknya mood, dan merupakan hasil reaksi pada
lingkungan yang mendukung ketertarikan pada pro- 2) Cognitive
duk ataupun adanya promosi penjualan yang menarik Cognitive merupakan proses psikologis seseorang
akan berpengaruh terhadap keputusan pembelian yang merujuk kepada struktur dan proses mental
konsumen (Rachmawati, 2009). yang meliputi pemikiran, pemahaman dan peng-
Respon afektif terhadap pengaruh lingkungan interpretasian yang terdiri dari tiga komponen,
yang mengarah pada perilaku pembelian konsumen yaitu:
dapat diuraikan menjadi 3 variabel (Mehrabian & a. Cognitive Deliberation
Russel, 1974), yaitu sebagai berikut: Konsumen merasakan adanya desakan untuk
1) Pleasure bertindak tanpa adanya pertimbangan men-
Pleasure mengacu pada tingkat di mana individu dalam atau memikirkan konsekuensi.
merasakan baik, penuh kegembiraan, bahagia b. Unplanned Buying
yang berkaitan dengan situasi tersebut. Konsumen tidak memiliki rencana yang jelas
2) Arousal dalam berbelanja.
Arousal merupakan keadaan di mana seseorang c. Disregard for the future
merasakan siaga, digairahkan, atau situasi aktif. Konsumen tidak menghiraukan masa depan
3) Dominance saat melakukan pembelian impulsif.
Dominance merupakan keadaan yang mengacu
pada sejauh mana pelanggan merasa dikontrol Kerangka Konseptual
atau bebas berbuat sesuatu dalam gerai (Donovan
& Rositter, 1982).
H1
Impulse Buying Visual Impulse
Merchandising
Buying
Impulse buying merupakan keputusan pembeli-
an yang dilakukan di dalam toko dengan tidak adanya
H2 H3
pengakuan eksplisit akan kebutuhan atas pembelian Positive
tersebut sebelum masuk ke toko (Kollat & Willett, Emotion
1967).
Pembelian impulsif biasanya timbul ketika
konsumen berada di dalam toko dan dirangsang oleh Gambar 1. Kerangka Konseptual
Sudarsono: Pengaruh Visual Merchandising Terhadap Impulse Buying Melalui Positive Emotion 19

Hipotesis
H1 : Visual Merchandising berpengaruh positif ter-
hadap Impulse Buying.
H2 : Visual Merchandising berpengaruh positif ter- n dibulatkan menjadi 100
dimana:
hadap Positive Emotion.
Z = Tingkat keyakinan yang dibutuhkan dalam
H3 : Positive Emotion berpengaruh positif terhadap
penelitian sampel
Impulse Buying.
Moe = Margin of error, atau tingkat kesalahan mak-
simum yang dapat ditolerir
METODE PENELITIAN
n = Besarnya sampel
Jenis Penelitian Definisi Operasional Variabel
Jenis penelitian yang digunakan untuk menun- Definisi operasional yang digunakan dalam
jukkan adanya hubungan antara visual merchandis- penelitian ini terdiri dari 4 variabel, yaitu:
ing, positive emotion dan impulse buying adalah
penelitian deskriptif kausal. Visual Merchandising (x1)
Selain itu, penulis juga menggunakan pendekat-
an kuantitatif. Metode kuantitatif dilakukan dengan Visual merchandising didefinisikan sebagai
metode survey kuesioner terstruktur yang diberikan teknik mempresentasikan barang dagangan agar
kepada sampel dari sebuah populasi dan didesain tampil lebih menarik. Dimensi dari visual mer-
untuk memperoleh informasi yang spesifik dari res- chandising adalah sebagai berikut:
ponden (Malhotra, 2004). - Window Display, adalah tampilan depan toko
yang digunakan konsumen untuk mengobservasi
Populasi dan Sampel toko seperti apakah Zara dan kategori yang dijual
pada Zara sebagai bahan pertimbangan kunjung-
Populasi dari penelitian ini adalah masyarakat an, dengan indikator:
yang pernah berbelanja di Zara Surabaya. Dengan X1.1 Tampilan depan Zara yang menarik.
meneliti sebagian dari populasi diharapkan bahwa X1.2 Keputusan calon pelanggan memasuki toko
hasil yang didapat mampu menggambarkan populasi Zara.
yang bersangkutan. Sampel yang diteliti oleh peneliti - Mannequin Display, adalah pengaturan merchan-
adalah 100 responden. dise yang sedang tren secara terampil manekin
guna membuat tampilan produk lebih menarik dan
Teknik Pengambilan Sampel memotivasi konsumen untuk membeli, dengan
indikator:
Teknik pengambilan sampel yang akan diguna- X1.3 Media Promosi bagi produk-produk Zara.
kan dalam penelitian ini adalah teknik Non Proba- X1.4 Menjelaskan tren fashion.
- Promotional Signage, adalah segala bentuk petun-
bility Sampling yang mana kesempatan setiap indi-
juk ataupun informasi mengenai produk ataupun
vidu untuk menjadi sampling tidak sama (Silalahi,
program khusus yang terdapat dalam Zara, dengan
2003) dengan jenis purposive sampling, di mana
indikator:
peneliti melakukan penilaian untuk memilih anggota
X1.5 Informasi produk yang jelas.
populasi yang dinilai paling tepat sesuai dengan kri-
X1.6 Keberadaan Promotional Signage yang
teria tertentu (Simamora, 2004). Jadi pengambilan
tepat.
elemen-elemen yang dimasukkan dalam sampel di-
- Floor Merchandising, Adalah pengaturan barang-
lakukan dengan sengaja, ditambahkan pula sampel
barang interior dan layout toko secara terampil
harus representatif atau mewakili populasi.
guna menghasilkan ruang gerak yang nyaman
Sampel yang ditentukan dalam penelitian ini
pada gerai Zara, dengan indikator:
adalah customer yang pernah berbelanja di Zara X1.7 Tata ruang (layout) gerai Zara.
Surabaya dalam kurun waktu tiga bulan terakhir X1.8 Ruang gerak (space) pada gerai Zara.
(Maret 2015-Mei 2015).
Penelitian ini menggunakan sampel sebanyak Positive Emotion (y1)
100 responden, dengan berdasarkan pada pertimbang-
an tingkat keyakinan 0,95 dengan α 0,05 dan ke- Positive emotion adalah suasana hati yang mem-
salahan yang mungkin terjadi tidak lebih dari 10% pengaruhi dan menentukan intensitas pengambilan
sehingga pertimbangan ini dimasukkan ke rumus keputusan konsumen. Dimensi dari positive emotion
untuk menentukan sampel, sebagai berikut: adalah:
20 JURNAL MANAJEMEN PEMASARAN, VOL. 11, NO. 1, April 2017: 16-25

- Pleasure, Adalah tingkatan dimana individu me- ANALISA DAN PEMBAHASAN


rasakan hal-hal baik dalam dirinya saat berbelanja
di Zara, dengan indikator: Outer Model
Y1.1 Perasaan positif saat Belanja.
Y1.2 Perasaan nyaman saat Belanja. Convergent Validity
Y1.3 Semangat dalam Berbelanja.
- Arousal, Adalah gairah atau reaksi yang timbul Tabel 1. Uji Convergent Validity
dalam diri individu akibat adanya rangsangan ter- Variabel AVE Keterangan
utama dari lingkungan yang tersedia di gerai Zara, Impulse Buying 0,799 Valid
dengan indikator: Positive Emotion 0,718 Valid
Y1.4 Ketertarikan pada produk. Visual Merchandising 0,712 Valid
Y1.5 Kesediaan untuk membeli produk.
- Dominance, Adalah perasaan yang direspon kon- Untuk memeriksa nilai convergent validity, di-
sumen saat mengendalikan atau dikendalikan oleh perlukan evaluasi Average Variance Extracted (AVE)
lingkungan, dengan indikator: setiap variabel laten. Nilai AVE harus lebih besar dari
Y1.6 Kebebasan dalam Memilih. angka 0,5 untuk dapat memastikan bahwa tiap
Y1.7 Kebebasan memiliki Privasi. variabel memiliki parameter convergent validity yang
Y1.8 Kebebasan dalam Bergerak. layak digunakan. Tabel 1 mendemonstrasikan bahwa
keseluruhan variabel yang digunakan pada penelitian
Impulse Buying (y2) ini memiliki convergent validity yang layak.

Impulse Buying adalah persepsi yang ada di Discriminant Validity


benak konsumen terhadap suatu merek atau perusaha-
an. Dimensi dari impulse buying adalah: Tabel 2. Uji Discriminant Validity
- Affective, Adalah elemen yang fokus pada kondisi Visual Positive Impulse
emosional individu pada saat berbelanja di Zara, Merchandising Emotion Buying
dengan indikator: Visual Merchandising 0,894
Y2.5 Keinginan Kuat untuk membeli yang Positive Emotion 0,751 0,847
Muncul Tiba-Tiba. Impulse Buying 0,569 0,697 0,844
Y2.6 Ketidakmampuan menahan keinginan.
Y2.7 Kepuasan Belanja. Fornell dan Larcker (1981) menyarankan bahwa
Y2.8 Perasaan setelah berbelanja. akar pangkat dua nilai AVE setiap latent variable
- Cognitive merupakan Adalah elemen yang fokus harus lebih besar dari nilai korelasi terhadap variabel
pada konflik yang terjadi dalam kegiatan mental lainnya untuk memastikan discriminant validity.
pada saat berbelanja di Zara, dengan indikator: Angka yang bercetak tebal di Tabel 2 didapat-
Y2.1 Tidak Berpikir Panjang saat Berbelanja kan dari hasil akar pangkat dua nilai AVE pada latent
Y2.2 Tidak Memikirkan Masa Depan variable, kemudian hasilnya dibandingkan dengan
Y2.3 Adanya daftar belanja angka pada setiap latent variable lain yang berhu-
Y2.4 Tidak Mau Ketinggalan Tren bungan. Melalui Tabel ini dapat dijelaskan bahwa
akar AVE visual merchandising (0,894) lebih besar
Teknik Analisa Data dari korelasi visual merchandising dengan positive
emotion (0,751), dan impulse buying (0,569). Sehing-
Peneliti menggunakan analisis PLS-SEM yang ga variabel visual merchandising dapat dikatakan
diterapkan didalam penelitian ini, yang mengacu pada valid.
struktur seperti yang dikemukakan oleh Ken Sewal Akar AVE variabel positive emotion (0,847)
Wright (1934), tahap-tahapnya adalah: juga lebih besar dari korelasi positive emotion dengan
1. Dilakukan tahap evaluasi reliability yang terbagi visual merchandising (0,751) dan impulse buying
menjadi dua tahap, yaitu evaluasi indicator reliabi- (0,697). Maka kesimpulannya variabel positive emo-
lity, dan evaluasi internal consistency reliability. tion adalah valid.
2. Kemudian dilakukan evaluasi validitas data Terakhir, akar AVE variabel impulse buying
dengan menggunakan convergent validity dan (0,844) juga lebih besar dari korelasi impulse buying
discriminant validity. dengan visual merchandising (0,569) dan positive
3. Dilakukan uji path coefficient dan coefficient of emotion (0,697). Dengan demikian, variabel impulse
determination. buying dapat dikatakan valid.
Sudarsono: Pengaruh Visual Merchandising Terhadap Impulse Buying Melalui Positive Emotion 21

Composite Reliability tersebut melalui variabel positive emotion terlebih


dahulu, maka nilai dari path coefficient meningkat
Tabel 3. Uji Internal Consistency Reliable menjadi 0,480 (= 0,697 x 0,689). Sehingga hal ini
Composite merupakan bukti bahwa positive emotion berperan
Variabel Keterangan sebagai variabel yang memperkuat hubungan antara
Reliability
Impulse Buying 0,969 Reliable visual merchandising dengan impulse buying.
Positive Emotion 0,953 Reliable Keseluruhan variabel dalam model ini memiliki
Visual Merchandising 0,952 Reliable path coefficient dengan angka yang positif. Hal ini
menandakan bahwa apabila semakin besar nilai path
Pengukuran internal consistency reliability coefficient pada satu variabel independen terhadap
untuk mengukur seberapa konsisten indikator tiap- variabel dependen, maka semakin kuat juga pengaruh
tiap variabel yang ada. Hasil penelitian Bagozzi & Yi antara variabel independen terhadap variabel depen-
(1988) menyarankan penggunaan Composite Reliabi- den tersebut.
lity untuk mengukur internal consistency reliability Sementara itu, nilai coefficient of determination
2
sebagai pengganti Cronbach’s Alpha pada penelitian (R ) yang pada gambar ditunjukkan pada angka di
modern. Nilai composite reliability harus lebih dari dalam lingkaran variabel positive emotion dan
0,7 agar sebuah variabel dapat dikatakan reliable. impulse buying. Hal ini menunjukkan bahwa variabel
positive emotion dipengaruhi oleh variabel visual
Path Coefficient dan R-Square merchandising dengan nilai varian sebesar 0,486.
Artinya sebanyak 51,4% lainnya dijelaskan oleh
Evaluasi path coefficient digunakan untuk me- variabel lain diluar penelitian. Sedangkan variabel
nunjukkan seberapa kuat efek atau pengaruh variabel impulse buying dipengaruhi oleh variabel visual
independen kepada variabel dependen. Sedangkan merchandising dan positive emotion dengan nilai
coefficient determination digunakan untuk mengukur varian 0,568. Maka dari itu diketahui bahwa didalam
seberapa banyak variabel endogen dipengaruhi oleh penelitian ini impulse buying dipengaruhi sebesar
variabel lainnya. Didalam marketing research, nilai 56,8% dimana 43,2% munculnya impulse buying
R2 diatas 0,75 keatas dikategorikan substansial, 0,50 dijelaskan oleh variabel-variabel lain diluar penelitian.
– 0,75 artinya sedang, dan 0,25 – 0,50 artinya lemah.
T-Statistics dan Uji Hipotesis

Nilai T-statistics diperoleh dari prosedur boot-


strapping, dimana nilai ini digunakan untuk menarik
kesimpulan pada uji hipotesis. Nilai T-statistics
dengan level signifikansi 5% menjelaskan bahwa
inner model akan signifikan jika nilai T-statistics lebih
besar dari 1,96.

Tabel 4. T-Statistics

Gambar 2. Path Coefficient dan R-Square

Pada analisa path coefficient ini telah dibuktikan


bahwa positive emotion merupakan variabel yang
mampu memperkuat hubungan antara visual mer-
chandising dan impulse buying.
Dari gambar diatas dapat dijelaskan bahwa nilai
path coefficient terbesar ditunjukkan dari pengaruh
visual merchandising terhadap positive emotion se-
besar 0,697. Hubungan menuju impulse buying
terkuat juga didapat ketika visual merchandising
melewati positive emotion menuju impulse buying.
Pada hubungan visual merchandising terhadap
impulse buying secara langsung memiliki path Dengan melihat Tabel 4, dapat diartikan bahwa
coefficient bernilai 0,088. Lalu ketika hubungan nilai original sample (O) adalah nilai path coefficient
22 JURNAL MANAJEMEN PEMASARAN, VOL. 11, NO. 1, April 2017: 16-25

yang menunjukkan kekuatan pengaruh dari satu latent merchandising terhadap impulse buying. Hal ini
variable ke satu latent variable lainnya. Sedangkan merupakan suatu hal yang wajar, karena visual
nilai pada kolom sample mean (M) menunjukkan Merchandising pada sebuah toko tidak secara
nilai tengah dari path coefficient. Sedangkan standard langsung membuat mereka melakukan impulse
deviation (STDEV) dan standarderror (STDERR), buying akan tetapi didukung juga oleh berbagai
menunjukkan nilai simpang dan error pada sample alasan, seperti ekonomi, kesenangan, kepuasan
mean. Nilai T-statistics untuk melihat nilai T hitung emosional dan faktor-faktor yang lain.
yang akan digunakan untuk pengujian hipotesis. Selain itu, berdasarkan pengamatan yang dilaku-
T-statistics pada pengaruh visual merchandising kan oleh penulis, hubungan pada visual merchandis-
terhadap impulse buying menunjukkan angka 0.755, ing dan impulse buying yang tidak signifikan dapat
artinya bahwa visual merchandising tidak berpenga- diakibatkan oleh faktor pengambilan sampel. Respon-
ruh secara signifikan terhadap impulse buying. T- den pada penelitian ini mayoritas ialah mahasiswa
statistics pada pengaruh visual merchandising ter- dengan persentase sebesar 61%. Pemilihan sampel ini
hadap positive emotion menunjukkan angka 8.142, dikarenakan antara penduduk dunia 1,8 miliar remaja
yang artinya bahwa visual merchandising berpenga- berusia 10-24 tahun, 1 miliar (61%) tinggal di Asia,
ruh signifikan terhadap positive emotion. T-statistics sehingga membuat segmen anak muda menjadi target
pada pengaruh positive emotion terhadap impulse pasar yang penting bagi para marketer (Nugent,
buying menunjukkan 7.759, artinya positive emotion 2006).
berpengaruh signifikan terhadap impulse buying. Konsumen usia 18-22 tahun adalah demografis
Berikut adalah hasil penarikan kesimpulan dari uji yang paling khawatir tentang citra dan gaya hidup
hipotesis. tren sehingga dipengaruhi oleh barang apa yang
sedang tren dan menjadi perbincangan (Gluck, 2009).
Tabel 5. Uji Hipotesis Mereka merupakan tipe konsumen yang mencari
identitas diri. Mereka ingin terlihat seperti apa/sese-
orang yang mereka anggap baik. Oleh karena itu,
peritel biasanya memasang manekin dan foto model
dengan tubuh ideal. Hal ini dimanfaatkan karena
secara tidak disadari, rangsangan seringkali melam-
bangkan kepribadian dan identitas konsumen sendiri
(Aaker, 1997). Rangsangan juga dapat mencerminkan
citra diri yang diinginkan, atau mewujudkan tipe
orang yang diidamkan untuk ditiru (Belk, Mayer, &
Bahn, 1982). Sehingga dalam kasus ini, variabel yang
memberi pengaruh keputusan belanja yang lebih
besar ialah brand personality. Hal ini dsebabkan
individu menunjukkan minat dalam merek yang
Pembahasan memiliki kemiripan dengan kepribadian mereka dan
konsep atas diri mereka (Landon, 1974). Penelitian
Visual Merchandising terhadap Positive Emotion menunjukkan bahwa individu memilih merek yang
memungkinkan mereka untuk meningkatkan citra diri
Melalui hasil penelitian ini, diketahui bahwa mereka dan mendapatkan penerimaan sosial yang
visual merchandising pada Zara Surabaya tidak mem- lebih besar (Belch, 1978). Brand Personality dipan-
punyai pengaruh langsung yang signifikan terhadap dang sebagai sarana bagi konsumen untuk meng-
impulse buying pengunjung dengan nilai uji T-statis- ekspresikan citra diri yang sebenarnya atau yang ideal
tics < 1,96 yaitu sebesar 0,755. menurut mereka (Keller & Richey, 2006).
Visual merchandising terhadap impulse buying
sendiri juga memiliki path coefficient yang kurang Positive Emotion terhadap Impulse Buying
kuat yaitu 0,088. Akan tetapi, memiliki path coeffi-
cient yang lebih tinggi ketika melalui positive emo- Hasil penelitian menunjukkan bahwa visual
tion. merchandising berpengaruh signifikan terhadap
Hal ini tidak sesuai dengan penelitian yang positive emotion pelanggan. Pada hasil penelitian ini
dilakukan oleh Rook (1987), Han et al. (1991), dan diketahui bahwa pengaruh secara signifikan tersebut
Yanthi (2014) yang menyatakan bahwa ada hubung- merupakan hasil uji T-statistics dengan nilai 8.142,
an langsung yang positif dan signifikan antara visual yaitu diatas 1.96. Sehingga diketahui bahwa visual
Sudarsono: Pengaruh Visual Merchandising Terhadap Impulse Buying Melalui Positive Emotion 23

merchandising mempengaruhi emosi positif yang ada utama yang mereka pertimbangkan saat berbe-
di dalam diri konsumen. lanja. Konsumen usia muda sangat peduli dengan
Hal ini sesuai dengan teori yang menegaskan identitas diri mereka. Sehingga sebuah brand yang
bahwa kesuksesan visual merchandising berpengaruh baik dan mampu menyampaikan citra yang
pada emosi konsumen (Hefer dan Cant, 2013). Per- baik/diinginkan akan membuat mereka lebih ter-
hatian konsumen tertuju pada aspek visual mer- tarik untuk membeli dibandingkan dengan sebuah
chandising tertentu seperti warna dan juga ruang toko dengan tampilan yang menarik namun
gerak dalam toko, sehingga menciptakan pengalaman memiliki brand yang kurang baik atau tidak sesuai
belanja yang positif, dimana konsumen kadang- dengan citra diri mereka ataupun identitas diri
kadang secara tidak sadar membeli produk terpenga- yang mereka inginkan.
ruh oleh suasana hati saat ini. b. Visual Merchandising berpengaruh terhadap Posi-
Selain itu apabila dilihat dari nilai path coeffi- tive Emotion, yang artinya ketika kualitas indera
cient, hubungan visual merchandising terhadap posi- penglihatan konsumen dipuaskan oleh desain
tive emotion berada pada nilai 0.429. Hal tersebut tampilan Zara serta merasa nyaman, maka pada
menjelaskan bahwa terdapat pengaruh yang positif, saat itulah emosi positif pada konsumen timbul.
dimana semakin baik Visual Merchanding maka Oleh karena itu, semakin baik perusahaan men-
semakin meningkat pula Positive Emotion. desain visual merchandising secara indah, maka
emosi pengunjung akan semakin positif.
Positive Emotion terhadap Impulse Buying c. Terdapat pengaruh antara Positive Emotion ter-
hadap Impulse Buying. Pada saat emosi konsumen
Dari hasil analisa penelitian ini dapat dibuktikan dalam keadaan positif, maka lebih memungkinkan
bahwa positive emotion memiliki pengaruh yang bagi mereka untuk melakukan pembelian impuls
signifikan terhadap impulse buying dengan nilai T- akan produk-produk Zara karena perasaan mereka
statistics sebesar 7.759. Sehingga diketahui bahwa menjadi tidak dibatasi, sehingga adanya keinginan
emosi positif mempengaruhi pembelian impulse kon- untuk menghargai diri sendiri, dan tingkat energi
sumen. pun meningkat. Sehingga dengan mengingkatnya
Hal ini sejalan dengan teori yang diungkapkan emosi positif pada diri konsumen, maka kemung-
Rook & Gardner (1993) yang menegaskan bahwa kinan mereka membeli secara impulsif pun se-
apabila dibandingkan dengan emosi negatif, konsu- makin meningkat.
men dengan emosi positif memungkinkan pembelian d. Jadi berdasarkan pembahasan yang telah diulas,
impuls yang lebih besar karena perasaan menjadi maka dapat ditarik kesimpulan bahwa visual mer-
tidak dibatasi, adanya keinginan untuk menghargai chandising merupakan sebuah prediktor penting
diri mereka sendiri, dan tingkat energi yang lebih yang secara statistik berpengaruh signifikan
tinggi. Suasana hati yang senang yang dirasakan terhadap positive emotion dan impulse buying. Hal
pengunjung Zara Surabaya tentunya akan memacu ini ditunjukkan oleh sebagian besar konsumen
pembelian impulsif ketika berbelanja. Hal ini yang setuju bahwa ia merasa tertarik untuk masuk
dikarenakan emosi positif yang dirasakan pada saat ke dalam gerai Zara pada saat melihat desain
berbelanja akan mempengaruhi keputusan pembelian. depan toko serta merasa bersemangat pada saat
Selain itu positive emotion terhadap impulse berada dalam toko Zara.
buying memiliki path coefficient yang paling tinggi,
yaitu 0,697. Merujuk kepada hasil penelitian dan pembahas-
an, maka peneliti mengajukan beberapa saran bagi
KESIMPULAN penelitian selanjutnya dengan menambahkan variabel
bebas (X) diluar variabel bebas yang digunakan
Berdasarkan hasil penelitian mengenai analisa dalam penelitian ini. Hal ini karena dimungkinkan
pengaruh visual merchandising terhadap impulse ada variabel lain selain Visual Merchandising yang
buying melalui positive emotion pada Zara Surabaya, memiliki pengaruh terhadap Positive Emotion dan
maka diperoleh hasil sebagai berikut: Impulse Buying pada sebuah fashion retail. Pemilihan
a. Terdapat pengaruh antara Visual Merchandising variabel seperti brand personality akan membuat
terhadap Impulse Buying secara langsung namun penjualan lebih optimal melalui target pasar anak
tidak signifikan. Hal ini diakibatkan penguasa muda yang memiliki jumlah yang besar serta terus
pembelian pada bisnis ritel, termasuk di Zara mengalami pertumbuhan. Brand personality dapat
Surabaya adalah anak muda. Bagi konsumen usia memengaruhi pembelian impulsif melalui pemilihan
muda, visual merchandising bukanlah faktor seorang bintang yang sedang naik daun dan digemari
24 JURNAL MANAJEMEN PEMASARAN, VOL. 11, NO. 1, April 2017: 16-25

oleh para anak muda sebagai brand ambassador yang Jain, V., Sharma, A., Narwal, P. (2012). Impact of
menampilkan produk-produk Zara akan membuat visual merchandising on consumer behavior
konsumen ingin membeli yang memiliki pengaruh towards women’s apparel. International Jour-
yang lebih signifikan dibandingkan dengan visual nal of Research in Management, 5(2),
merchandising. Keller, K.L & Richey K. (2006). The importance of
corporate brand personality traits to a successful
DAFTAR PUSTAKA 21st century business, Brand Management, 14,
(1/2). pp. 74-81
Aaker, J. (1997). Dimensions of brand personality. Kollat, D. T., & Willett, R. P. (1967). Customer Im-
Journal of Marketing Research, 34, 347–357. pulse Purchasing Behavior. Journal of Market-
Bagozzi, R. P., & Yi, Y. (1988). On the evaluation of ing Research, 4(1), 21-31.
structural equation models. Journal of the Aca- Kompas.com. (2015). Merek-merek Premium Banjiri
demy of Marketing Science, 16(1), 74-94. Surabaya. Retrieved from:http://properti.kom-
Belch, George E. (1978), Belief Systems and the pas.com/index.php/read/2015/01/14/092903621
Differential Role of the Self-Concept, Advances /Merek-merek.Premium.Banjiri.Surabaya
in Consumer Research, 5(1), pp. 320-25. Landon, E. Laird, Jr. (1974), “Self Concept, Ideal Self
Belk, R. W., Mayer, R., & Bahn, K. (1982). Develop- Concept, and Consumer Purchase Intentions”,
mental recognition of consumption symbolism. Journal of Consumer Research, 1(2), pp. 44-51.
Journal of Consumer Research, 9, 4–17. Levy M. & Weitz B.A. (2007). Retailing Manaje-
Bell, J. & Ternus, K. (2012). Silent Selling 4th Ed. ment. 6th Edition. Boston: Mc Graw Hill.
New York: Fairchild Publications. Rook, D. W. (1987). The Buying Impulse, Journal of
Bhalla, S. & Anuraag, S. (2010). Visual merchan- Consumer Research, 14,189–199.
dising. New Delhi: McGraw Hill. Malhotra, N. K. (2004). Marketing Research: An
Cha Y. (2013). The Big 3: Fast Fashion (SPA) Brands Applied Orientation. 4th Edition, New Jersey:
and Strategies. Maeil Business Newspaper. Pearson Education Inc.
Retrieved from: www.mk.co.kr Marketing.co.id (2013). Brand Switching Analysis
Coley A., & Burgess B. (2003). Gender Differences dalam Industri Ritel Modern. Retrieved from:
in Cognitive and Affective Impulse Buying. http://www.marketing.co.id/brand-switching-
Journal of Fashion Marketing and Manage-
analysis-dalam-industri-ritel-modern/
ment, 7(3), pp. 282-295.
Mehrabian A. and Russell, J.A., (1974). An Approach
Donovan, R. J. & Rossiter. (1982). Store Athmos-
to Environmental Psychology. in Fisher, Feffrey
phere: An Environmental Psychology Appro-
D., Paul A. Bell, and Andrew Baum (1984).
ach. Journal of Retailing, Spring.
Environmental Psycholog. 2nd ed. New York:
Fast Retailing. (2014). Industri Ranking. Retrieved
Holt, Rinehart and Winston.
from: http://www.fastretailing.com/eng/ir/direc-
tion/position.html Mehta, N. P. & Chugan, P. K. (2013). The Impact of
Fornell, C., & Larcker, D.F., (1981). Evaluating struc- Visual Merchandising on Impulse Buying
tural equation models with unobservable varia- Behavior of Consumers: A Case from Central
bles and measurement error. Journal of Market- Mall of Ahmedabad India. Universal Journal of
ing Research, 18(1), 39-50. Management. 1(2): 76-82.
Frontier Consulting Group. (2012). Brand Switching Nugent R. (2006). Youth in a Global World.
Analysis dalam Industri Ritel Modern. Retri- Washington: Population Reference Bureau.
eved: http://www.topbrand-award.com/article/ - Oberman R., Dobbs R., Budiman A., Thompson F.,
brand-switching-analysis-dalam-industri-ritel- & Rosse M. (2012). The Archipelago Econo-
modern.html my: Unleashing Indonesia’s Potential. Jakarta:
Gluck M. (2009). Why Y Women? UK, USA: Pop- Mckinsey Global Intitute Indonesia.
sugar Media. Sugar Inc. Radar Research. Popai/Du Pont. (1977). Point-of-Purchase Institute of
Han, Y. K., Morgan, G. A., Kotsiopulo, A., & Kang- the United States of America: Consumer
Park, J. (1991). Impulse buying behavior of Buying Habits Study Supermarkets, New York.
apparel purchasers. Clothing and Textiles Rachmawati, Veronica. (2009). Hubungan antara
Research Journal, 9(3), 15-21. Hedonic Shopping Value, Positive Emotion,
Hefer Y. & Cant M.C. (2013). Visual Merchandising dan Perilaku Impulse Buying pada Konsumen
Displays’ Effect on Consumers: A Valuable ritel. Majalah Ekonomi. XIX(2): 192-209.
Asset or An Unnecessary Burden for Apparel Rook, D. W. (1987), The Buying Impulse, Journal of
Retailers.12(10). Consumer Research, 14,189–199.
Sudarsono: Pengaruh Visual Merchandising Terhadap Impulse Buying Melalui Positive Emotion 25

Rook, D. W., & Gardner, M. P. (1993). In the mood: Utami, C. W. (2010). Manajemen Ritel: Strategi dan
impulse buying’s affective antecedents. Rese- Implementasi Operasional Bisnis Ritel Mode-
arch in consumer behavior, 6(7), 1-28. ren di Indonesia. Jakarta: Salemba Empat.
Silalahi U. (2003). Studi Tentang Ilmu Administrasi. Wright, Sewall. (1934). The Method of Path
Bandung: Sinar Baru Aglesindo. Coefficients. Ann. Math. Statist. 5(3), 161-215.
Simamora, B. (2004). Riset Pemasaran. PT Gramedia Yathi D. & Japarianto E. (2014). Analisis Pengaruh
Pustaka Utama. Hedonic Shopping Tendency dan Visual Mer-
Sood V. (2013). The 5-Star Business Network. New chandising terhadap Impulse Buying dengan
South Wales: Jardin Thomson Ltd Utami, C. Positive Emotion sebagai Variabel Intervening
W. 2010. Manajemen Ritel: Strategi dan Imple- pada Area Ladies Matahari Department Store
mentasi Operasional Bisnis Ritel Moderen di Tunjungan Plaza Surabaya. Jurnal Manajemen
Indonesia. Jakarta: Salemba Empat. Pemasaran. 2(2).

Anda mungkin juga menyukai