Anda di halaman 1dari 107

ILUSTRASI

Jangan jadi Plagiat !!!

PENGARUH HARGA DAN VISUAL MERCHANDISING


TERHADAP PERILAKU IMPULSE BUYING
(Studi pada Konsumen Cilok Bahana di Area Pemasaran
Barantah)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Laju perkembangan jaman di era globalisasi ini telah diikuti oleh

pesatnya pertumbuhan dan perkembangan ekonomi yang memberikan dampak

pula pada dunia bisnis secara global. Perkembangan dunia bisnis ini telah

mendorong munculnya berbagai bisnis baru, salah satunya adalah bisnis yang

bergerak di bidang industri ritel. Industri ritel merupakan industri yang

melibatkan penjualan barang atau jasa kepada konsumen dalam jumlah satuan

atau eceran. Sebagai sebuah industri, produk atau jasa pelayanan yang

ditawarkan kepada konsumen memiliki nilai tambah untuk memenuhi

kebutuhan pribadi, kelompok, atau konsumen akhir. Konsumen membeli

produk atau jasa secara eceran dengan tujuan untuk mengkonsumsi atau

menggunakannya secara pribadi serta tidak untuk dijual kembali. Industri ritel

dalam kaitannya dengan bisnis, ritel memiliki peran yang penting sebagai mata

rantai terakhir dalam suatu proses distribusi karena suatu produk dapat bertemu

langsung dengan penggunanya.

1
Industri ritel di Indonesia berkembang sangat pesat sejalan dengan pola

belanja konsumen yang juga berubah dengan cepat sebagai bentuk perubahan

gaya hidup masyarakat. Indonesia naik tiga peringkat ke posisi lima besar di

antara 200 negara berkembang dalam Global Retail Development Index 2019

versi AT Kearney yang dilansir Januari 2020. Penjualan ritel Indonesia

sepanjang tahun lalu mencapai angka 396 miliar dollar AS, mengalahkan

penjualan ritel Malaysia dengan 110 miliar dollar AS. Hal ini menandakan

stabilitas dan kesiapan Indonesia menghadapi ketatnya kompetisi di pasar

negara berkembang. Bahkan, ketika kondisi geopolitik tak menentu dan

pengecer dunia tengah menyusun strategi terbaik mereka untuk dapat bertahan,

ritel Indonesia menunjukkan kinerja lebih baik ketimbang Thailand, Filipina,

dan Vietnam (Kompas.com, 2021)

Pesatnya pertumbuhan dan perkembangan industri ritel di Indonesia,

tentunya telah melahirkan persaingan-persaingan dari para peritel itu sendiri.

Hal ini sudah barang tentu menuntut perusahaan ritel ini untuk menyusun

strategi dengan tepat sehingga menjadi peritel yang kompetitif sekaligus

mampu memenangkan persaingan pasar. Di sisi lain, fokus perusahaan ritel

tentunya tidak hanya memusatkan perhatian pada penanganan persaingan,

namun juga harus memperhatikan aspek perilaku konsumen. Hal ini karena

konsumen nantinya merupakan penentu atau ukuran keberhasilan penerapan

strategi pemasaran oleh perusahaan ritel tersebut. Salah satu aspek penting

perilaku konsumen adalah impulse buying.

Impulsive buying merupakan kecenderungan konsumen untuk

melakukan pembelian secara spontan, tidak terefleksi, terburu-buru, dan

didorong oleh aspek psikologis emosional terhadap suatu produk serta tergoda

oleh persuasi dari pemasar (Hirschman dan Stern, 2001 dalam Sumarwan

2
2011). Pembelian impulsif (impulsive buying) adalah kegiatan pembelian yang

dilakukan tanpa adanya niat berbelanja sebelumnya serta dilakukan tanpa

mempertimbangkan hasil dari pembelian tersebut, atau bisa juga dikatakan

suatu desakan hati yang tiba-tiba dengan penuh kekuatan, bertahan dan tidak

direncanakan untuk membeli sesuatu secara langsung, tanpa memperhatikan

akibatnya (Mowen dan Minor, 2012). Beberapa faktor yang menjadi alasan

mengapa seseorang terdorong untuk melakukan impulse buying diantaranya

adalah karena faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang ada

pada diri seseorang yaitu pada suasana hati dan kebiasaan berbelanja apakah

didorong sifat hedonis atau tidak. Sementara itu faktor eksternal yang

mempengaruhi impulse buying berasal dari stimulus yang diberikan oleh pihak

peritel, yaitu lingkungan toko dan promosi yang ditawarkan termasuk harga.

Harga adalah sebagai sejumlah uang yang dibebankan atas suatu produk

atau jasa atau jumlah dari nilai yang ditukar konsumen atas manfaat-manfaat

karena memiliki atau menggunakan produk/jasa tersebut (Kotler dan Keller,

2016). Biasanya konsumen tidak keberatan apabila harus membeli dengan

harga relative mahal asalkan kualitas produknya baik. Namun demikian,

konsumen lebih menginginkan produk dengan harga murah dan kualitas baik

(Kotler dan Amstrong, 2012).

Selain harga, proses impulsive buying juga dipengaruhi oleh faktor

eksternal berupa visual merchandising. Adanya visual merchandising maka

konsumen merasa tertarik untuk masuk ke dalam toko dan terangsang serta

terdorong hatinya untuk melakukan pembelian impulsif (Kim, 2003). Visual

merchandising bisa dikatakan sebagai silent-salesman yang menyediakan

informasi melalui media visual serta dengan menjual secara sugestif untuk

mendorong konsumen melakukan pembelian (Cant and Hefer, 2014). Visual

3
merchandising merupakan sebuah cara penyajian barang dagangan yang

efektif untuk meningkatkan keinginan produk dan untuk mempengaruhi

perilaku pembelian konsumen (Kim, 2003). Visual merchandising merupakan

salah satu dasar untuk berkomunikasi secara lebih dekat dengan konsumen dan

merupakan interaksi secara langsung (Bhatti dan Latif, 2014).

Keterkaitan antara harga dan visual merchandising dengan perilaku

impulse buying pada konsumen juga dibuktikan oleh adanya kajian-kajian

empiris yang menemukan adanya pengaruh signifikan dan positif harga dan

visual merchandising dengan perilaku impulse buying. Hasil penelitian

Navarestu (2018) menemukan bahwa visual merchandising berpengaruh

secara signifikan terhadap peningkatan impulsive buying konsumen Miniso

Store Plaza Andalas Padang. Demikian halnya dengan penelitian Fauzi dan

Amir (2019) yang memproksikan Visual Merchandising dengan aspek-aspek

window display, mannequin display, floor merchandising, dan promotional

signage, menyimpulkan dalam penelitiannya bahwa aspek-aspek tersebut

berpengaruh siginifikan baik secara parsial maupun simultan terhadap impulse

buying pada konsumen Suzuya Mall Banda Aceh.

Saputro (2019) dalam penelitiannya dengan mengambil subjek

konsumen swalayan ADA Semarang menemukan bahwa terdapat pengaruh

signifikan visual merchandising terhadap impulsive buying. Sementara itu

Sopiyan (2019) menyimpulkan dalam penelitiannya bahwa strategi harga dan

visual merchandising masing-masing berpengaruh positif dan signifikan

terhadap keputusan pembelian online. Selebihnya, strategi harga dan visual

merchandising berpengaruh signifikan secara simultan terhadap keputusan

pembelian online. Putra et al (2020) yang mengadakan penelitian dengan

melakukan studi pada konsumen Miniso Kota Malang menemukan bahwa

4
visual merchandising dan harga secara parsial memiliki pengaruh signifikan

dan positif terhadap perilaku impulse buying. Sedikit agak berbeda dengan

hasil penelitian Hikmah (2020) yang melakukan penelitian pada perilaku

pembelian impulsif konsumen di Kota Batam menemukan Harga tidak

berpengaruh signifikan terhadap pembelian impulsif, sedangkan promosi dan

kualitas produk masing-masing berpengaruh signifikan terhadap pembelian

impulsif. Secara simultan, harga, promosi dan kualitas produk berpengaruh

signifikan secara simultan terhadap pembelian impulsif.

Penjelasan-penjelasan tentang keterkaitan harga dan visual

merchandising dengan perilaku impulse buying konsumen tersebut, tentunya

memiliki arti penting bagi peritel dalam upaya menjaring pasar konsumen

dengan perilaku impulse buying. Hal ini memberikan pemahaman bagi peritel

untuk menetapkan kebijakan harga secara tepat sekaligus memberikan

perhatian khusus terhadap visual merchandising dalam upaya untuk menjaring

perilaku impulse buying konsumen untuk meningkatkan penjualan, tak

terkecuali penjualan produk Cilok Bahana.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk

melakukan penelitian untuk lebih memperjelas lagi topik tersebut dalam

pengambilan judul “PENGARUH HARGA DAN VISUAL

MERCHANDISING TERHADAP PERILAKU IMPULSE BUYING (Studi

pada Konsumen Cilok Bahana di Area Barantah)”.

B. Rumusan Masalah

Atas dasar paparan latar belakang permasalahan tersebut di atas, maka

rumusan malah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

5
1. Apakah harga dan visual merchandising berpengaruh signifikan secara

simultan terhadap perilaku impulse buying pada konsumen produk Cilok

Bahana di Area Pemasaran Barantah?

2. Apakah harga berpengaruh signifikan terhadap perilaku impulse buying

pada konsumen produk Cilok Bahana di Area Pemasaran Barantah?

3. Apakah visual merchandising berpengaruh signifikan terhadap perilaku

impulse buying pada konsumen produk Cilok Bahana di Area Pemasaran

Barantah?

C. Tujuan Penelitian

Sebagaimana permasalahan yang telah dirumuskan di atas, maka tujuan

yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui pengaruh harga dan visual merchandising terhadap perilaku

impulse buying pada konsumen produk Cilok Bahana di Area Pemasaran

Area Barantah.

2. Mengetahui pengaruh harga terhadap perilaku impulse buying pada

konsumen produk Cilok Bahana di Area Pemasaran Barantah.

3. Mengetahui pengaruh visual merchandising terhadap perilaku impulse

buying pada konsumen produk Cilok Bahana di Area Pemasaran

Barantah.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memiliki nilai manfaat baik secara teoritis,

akademis, maupun manfaat praktis.

6
1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi tambahan

atas kajian bidang ilmu manajemen pemasaran, khususnya terkait harga,

visual merchandising, dan pembelian impulsif (impulse buying).

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan memiliki manfaat secara praktis untuk

berbagai pihak.

a. Manajemen Cilok Bahana di Area Barantah

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan

informasi dan kontribusi dalam menyusun strategi pemasaran secara

tepat terkait penetapan kebijakan harga, eksplorasi Visual

Merchandising, dan pendekatan terhadap perilaku impulse buying

oleh konsumen sehingga hal ini dimaksudkan untuk menopang

keberhasilan proses pemasaran sehingga akan semakin menambah

income perusahaan.

b. Konsumen

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan

informasi atau referensi tentang pengaruh harga dan merchandising

terhadap pembelian impulsif (impulse buying) pada industri ritel.

c. Peneliti selanjutnya, diharapkan mampu menjadi referensi untuk

melakukan penelitian selanjutnya.

7
E. Sistematika Pembahasan

Sistematika pembahasan merupakan tata urutan pembahasan yang

dilaksanakan dalam penelitian ini. Sistematika pembahasan itu sendiri

dijabarkan dalam tata urutan sebagaimana berikut ini.

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini berisi pembahasan tentang latar belakang masalah, rumusan

masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika

pembahasan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisi pembahasan tentang penelitian terdahulu, landasan

teori terkait variabel penelitian, hubungan antar variabel, kerangka

pemikiran dan hipotesis penelitian.

BAB III METODE PENELITIAN

Bab ini berisi pembahasan tentang jenis penelitian, lokasi dan waktu

penelitian, variabel dan pengkuran, populasi, sampel, dan sampling,

jenis dan sumber data, teknik pengumpulan data, instrumen

penelitian, uji validitas dan uji reliabilitas, serta metode analisis data.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisi pembahasan tentang deskripsi karakteristik responden,

distribusi Frekuensi skor kuisioner, penyajian data, analisis data, dan

pembahasan.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini berisi pembahasan tentang kesimpulan akhir penelitian

saran, dan keterbatasan penelitian ini.

8
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Penelitian Terdahulu

Tinjauan empirik merupakan penelitian terdahulu yang telah dilakukan

oleh peneliti sebelumnya yang memiliki keterkaitan dengan penelitian ini. Pada

tahap awal penelitian ini, tinjauan empirik dipergunakan sebagai referensi

masukan dalam membangun wawasan keilmuan sekaligus penggalian gagasan,

sedangkan pada tahapan berikutnya tinjauan empirik ini akan dijadikan

pembanding atas hasil-hasil penelitian ini. Kajian-kajian empiris yang

berhubungan dengan pengaruh harga dan visual merchandising terhadap

impulse buying berikut persamaan dan perbedaannya dengan penelitian ini

dapat dijelaskan sebagaimana berikut ini.

10
Tabel 1. Penelitian Terdahulu

Peneliti
Judul Penelitian Persamaan Perbedaan Hasil Penelitian
(Tahun)
Gowri, The impact of Visual • Variabel bebas Visual • Objek penelitian • Faktor-faktor yang mempengaruhi
Mangala Merchandising on Merchandising konsumen apparel retail pembelian impulsif adalah berbagai
(2015). Impulse Buying • Variabel terikat Impulse di Chennai India. praktik Visual Merchandising,
behavior in apparel Buying • Tidak ada variabel bebas yakni window display, mannequin
retailing. Harga display, floor merchandising, dan
promotional signage. Hal ini secara
• Metode Analisis Faktor signifikan membangkitkan minat
pelanggan untuk melakukan
pembelian impulsif.
• Praktik merchandising visual
berfungsi sebagai rangsangan yang
memicu keinginan dan motivasi
konsumen untuk membuat
keputusan pembelian impulsif.
Pancaningrum, Visual Merchandise • Variabel bebas Visual • Objek penelitian • Visual merchandise dan Atmosfer
Erminati dan Atmosfer Toko: merchandise. konsumen Matahari Toko berpengaruh signifikan secara
(2017). Pengaruhnya terhadap • Variabel terikat Keputusan Department Store di simultan terhadap Keputusan
Keputusan Pembelian Pembelian Impulsif City of Tomorrow Kota Pembelian Impulsif
Impulsif Surabaya. • Visual merchandise dan Atmosfer
• Metode analisis Regresi
Linier Berganda • Penambahan variabel Toko berpengaruh signifikan secara
bebas Atmosfer Toko parsial terhadap Keputusan
Pembelian Impulsif
Peneliti
Judul Penelitian Persamaan Perbedaan Hasil Penelitian
(Tahun)
Thomas, Ajith The impact of Visual • Variabel bebas Window • Objek penelitian • Window display setting, creative
K., Louise, Merchandising on display setting, Creative konsumen industries floor display, mannequin display,
Reni., and Impulse Buying floor display, Mannequin retail di Area promotional offerings at the
Vipinkumar behavior of retail display, Promotional Ernakulum and entrance (sale or discount)
(2018). customers. offerings at the entrance Kottayam India. berpengaruh signifikan baik secara
merupakan proksi variabel • Dimensi Visual simultan maupun parsial terhadap
Visual Merchandising Merchandising Impulse Buying.
• Variabel terikat Impulse dipergunakan sebagai
Buying variabel bebas.
• Metode analisis Regresi • Tidak ada variabel bebas
Linier Berganda Harga
Navarestu, Pengaruh Visual • Variabel bebas Visual • Objek penelitian • Visual Merchandising, store
Hudya Merchandising, Store Merchandising dan Harga konsumen apparel retail atmosphere, dan harga berpengaruh
(2018). Atmosphere, dan Harga • Variabel terikat Impulse di MINISO Store Plaza signifikan secara simultan terhadap
terhadap Impulse Buying Andalas Padang. Impulse Buying.
Buying pada Konsumen • Metode analisis Regresi • Penambahan variabel • Visual Merchandising, store
MINISO Store Plaza Linier Berganda bebas Store Atmosphere atmosphere, dan harga berpengaruh
Andalas Padang. secara positif dan signifikan secara
parsial terhadap Impulse Buying.
Fauzi dan Pengaruh Dimensi • Variabel bebas Window • Objek penelitian • Window display setting, mannequin
Amir (2019). Visual Merchandising display, Mannequin display, konsumen apparel retail display, floor merchandising, dan
terhadap Impulse Floor merchandising, dan di Suzuya Mall Kota promotional signage berpengaruh
Buying pada Suzuya Promotional signage Banda Aceh. signifikan baik secara simultan
Mall Kota Banda Aceh. • Variabel terikat Impulse • Dimensi Visual maupun parsial terhadap Impulse
Buying Merchandising sebagai Buying.
• Metode Regresi Linier variabel bebas.
Berganda • Tidak ada variabel bebas
Harga

11
Peneliti
Judul Penelitian Persamaan Perbedaan Hasil Penelitian
(Tahun)
Saputro, Yoga Pengaruh Visual • Variabel bebas Visual • Objek penelitian • Visual Merchandising berpengaruh
Aji (2019). Merchandising Merchandising konsumen produk positif dan signifikan terhadap
terhadap Impulsive • Variabel terikat Impulsive fashion di Swalayan impulsive buying
Buying pada Produk buying ADA Semarang. • Semakin tinggi Visual
Fashion (Studi pada • Tidak ada variabel bebas Merchandising maka semakin
Konsumen Swalayan Harga tinggi pula impulsive buying.
ADA Semarang)
• Metode analisis Regresi
Linier Sederhana
Al Farabi, Pengaruh Price • Variabel bebas Visual • Objek penelitian • Price discount, bonus pack, dan
Milla Iqlima Discount, Bonus Pack, Merchandising. konsumen PT. Hero Visual Merchandising berpengaruh
(2019). dan Visual • Variabel terikat Impulse Supermarket di Kota signifikan secara simultan terhadap
Merchandising Buying Malang. keputusan Impulse Buying.
terhadap Keputusan • Penambahan variabel • Price discount dan bonus pack
Impulse Buying pada • Metode analisis Regresi
Linier Berganda bebas Price Discount berpengaruh positif signifikan
PT. Hero Supermarket dan Bonus Pack secara parsial terhadap Impulse
Tbk, Giant Ekspress Buying.
Dinoyo, Malang
• Visual Merchandising tidak
berpengaruh signifikan secara
parsial terhadap Impulse Buying.
Sopiyan, Pengaruh Strategi • Variabel bebas Visual • Objek penelitian • Strategi harga dan visual
Pipih (2019). Harga dan Visual Merchandising dan Strategi konsumen produk- merchandising berpengaruh
Merchandising Harga. produk online. positif signifikan secara simultan
terhadap Keputusan • Metode analisis Regresi • Variabel terikat dan parsial terhadap keputusan
Pembelian Online. Linier Berganda Keputusan Pembelian pembelian online
Online

12
Peneliti
Judul Penelitian Persamaan Perbedaan Hasil Penelitian
(Tahun)
Putra, R.A. Pengaruh Visual • Variabel bebas Visual • Objek penelitian • Visual Merchandising, Harga, dan
dan Suryadi, Merchandising, Harga, Merchandising dan Harga. konsumen toko retail Kualitas Produk memiliki pengaruh
N. (2020). dan Kualitas Produk • Variabel terikat Impulse Miniso di Kota Malang. positif dan signifikan secara parsial
terhadap Impulse Buying • Penambahan variabel terhadap perilaku Impulse Buying
Buying Behavior (Studi bebas Kualitas Produk • Visual Merchandising, Harga, dan
pada Konsumen Miniso • Metode analisis Regresi
Linier Berganda Kualitas Produk memiliki pengaruh
Kota Malang). signifikan secara simultan terhadap
perilaku Impulse Buying
Hikmah Pengaruh Pengaruh • Variabel bebas Harga. • Objek penelitian • Harga tidak berpengaruh signifikan
(2020). Harga, Promosi dan • Variabel terikat Pembelian konsumen di Kota secara parsial terhadap pembelian
Kualitas Produk Impulsif Batam. impulsif.
terhadap Pembelian • Penambahan variabel • Promosi dan kualitas produk
Impulsif di Kota Batam • Metode analisis Regresi
Linier Berganda bebas Promosi dan berpengaruh positif dan signifikan
Kualitas Produk secara parsial terhadap pembelian
impulsif.
• Harga, promosi dan kualitas produk
berpengaruh signifikan secara
simultan terhadap pembelian
impulsive.
Pristiana Does visual • Variabel bebas visual • Variabel Bebas store • Visual merchandising maupun Store
Widyastuti merchandising, store merchandising. atmosphere and private atmosphere berpengaruh positif dan
(2018) atmosphere and private • Variabel terikat Impulse label product signifikan terhadap impulse buying.
label product influen-ce Buying • Pengujian Hipotesis
• Pembelian impulsif juga dapat
impulse buying? menggunakan Structural
dipengaruhi oleh pembuatan produk
Evidence in Jakarta Equation Models (SEM)
private label.

Sumber: Data diolah, 2023.

13
B. Landasan Teori

1. Pembelian Impulsif (Impulse Buying)

a. Pengertian Pembelian Impulsif (Impulse Buying)

Impulsive Buying merupakan keputusan pembelian yang dibuat

oleh konsumen dengan segera setelah melihat barang dagangan

(Leavy dan Barton, 2004). Utami (2010) mengatakan bahwa

impulsive buying adalah suatu desakan hati yang tiba-tiba dengan

penuh kekuatan, bertahan dan tidak direncanakan untuk membeli

sesuatu secara langsung, tanpa banyak memperhatikan akibatnya.

Semuel dalam Tanuwijaya dan Ellyawati (2015) mengklasifikasikan

suatu pembelian impulsif terjadi apabila tidak terdapat tujuan

pembelian merek tertentu atau kategori produk tertentu pada saat

masuk ke dalam toko.

Rosyida dan Ambarwati (2016) menyatakan bahwa Impulsive

Buying merupakan proses pembelian barang yang terjadi secara

spontan. Aouinti et al. (2013) berpendapat bahwa Impulsive Buying

dapat digambarkan sebagai suatu keputusan pembelian yang tidak

direncanakan, terjadi sepanjang konsumen merasakan emosi positif

dan mencerminkan adanya reaksi konsumen secara cepat dikarenakan

suatu stimulus. Choudhary (2014) juga mengatakan bahwa impulsive

buying merupakan pembelian yang tidak direncanakan oleh konsumen

dan merupakan bagian terpenting dari perilaku pembelian, pada waktu

tertentu bayak orang yang mengalami dorongan atau himbauan dari

14
diri mereka sendiri yang sangat kuat untuk membeli tanpa adanya

perencanaan terlebih dahulu. Impulsive buying merupakan perilaku

pembelian yang terkait dengan proses cepat dan memberikan

kenikmatan tersendiri dalam belanja (Kim, 2003).

Suatu pembelian seringkali diiringi niat yang pasti walaupun

tidak dinyatakan secara verbal atau secara tertulis pada daftar belanja.

Ini adalah karena pembelanja menggunakan produk yang dipajang di

atas rak di tempat jual barang masal sebagai “daftar belanja

pengganti”. Dengan kata lain, peragaan memberikan pengingatan

akan suatu kebutuhan, dan pembelian pun dicetuskan. Hal ini kerap

dirujuk sebagai pembelian berdasar impuls (impulse buying) (Engel,

et al., 2005).

Berdasarkan uraian di atas diketahui bahwa Impulsive Buying

adalah suatu keputusan pembelian yang tidak direncanakan, terjadi

sepanjang konsumen merasakan emosi positif dan mencerminkan

adanya reaksi konsumen secara cepat dikarenakan suatu stimulus.

Impulse Buying adalah suatu fakta kehidupan dalam perilaku

konsumen yang dibuktikan sebagai suatu kegiatan pembelian yang

berhubungan dengan lingkungan dan keterbatasan waktu dalam

berbelanja, dimana rute pembelian yang mereka lakukan semestinya

berbeda.

15
b. Aspek-aspek dan Tipe Impulsive Buying

Engel et al (2005) menyatakan bahwa karakteristik Impulsive

Buying adalah spontan, kekuatan impuls dan intensitas tinggi,

merangsang kegembiraan, dan tidak peduli dengan konsekuensi.

Verplanken dan Herabadi (2001) mengemukakan 2 (dua) aspek

Impulsive Buying, adalah sebagai berikut:

1) Aspek kognitif

Aspek kognitif yang dimaksudkan adalah kekurangan pada

unsur pertimbangan dan unsur perencanaan dalam pembelian

yang dilakukan. Hal ini didasari oleh pernyataan Verplanken dan

Herabadi (2001) bahwa pembayaran yang dilakukan mungkin

tidak direncanakan atau dipertimbangkan dengan matang untuk

berbagai macam alasan, misalnya ketika pembayaran tak

terencana tampak tak direncanakan dalam waktu yang panjang

atau dalam kasus pengulangan pembayaran atau kebiasaan

pembayaran.

2) Aspek afektif

Aspek afektif meliputi dorongan emosional yang secara

serentak meliputi perasaan senang dan gembira setelah membeli

tanpa perencanaan (Verplanken dan Herabadi, 2001) lebih lanjut

menambahkan, setelah itu jugasecara tiba-tiba muncul perasaan

atau hasrat untuk melakukan pembelian berdasarkan keinginan

hati, yang sifatnya berkali-kali atau kompulsif, tidak terkontrol,

16
kepuasan, kecewa, dan penyesalan karena telah membelanjakan

uang hanya untuk memenuhi keinginannya.

Stern (2010) menjelaskan bahwa terdapat 4 (empat) tipe

pembelian impulsif yakni sebagai berikut:

1) Impuls murni (pure impulse), pengertian ini mengacu pada

tindakan pembelian sesuatu karena alasan menarik, biasanya

ketika pembelian terjadi karena loyalitas terhadap merek atau

perilaku pembelian yang telah biasa dilakukan.

2) Impuls pengingat (reminder impulse), tindakan pembelian ini

dikarenakan suatu produk biasanya memang dibeli oleh

konsumen, tetapi tidak tercatat dalam daftar belanja.

3) Impuls saran (planned impulse), suatu produk yang dilihat

konsumen untuk pertama kali akan menstimulasi keinginan

konsumen untuk mencobanya.

4) Impuls terencana (planned impulse), aspek perencanaan dalam

perilaku ini menunjukan respon kosumen terhadap beberapa

insentif spesial untuk membeli produk yang diantisipasi. Impuls

ini biasanya distimulasi oleh pengumuman penjualan kupon,

potongan kupon, atau penawaran menarik lainnya.

Rook dan Fisher (2005) menjelaskan bahwa impulsive buying

dapat terdiri dari beberapa aspek, yaitu:

1) Spontanitas (Spontanity), dimana pembelian impulsif terjadi

secara tidak terduga dan memotivasi konsumen untuk melakukan

17
pembelian sekarang juga (Rook dan Fisher, 2005), keadaan

dimana pelanggan seringkali membeli sesuatu tanpa

direncanakan terlebih dahulu (Bayley dan Nancarrow, 2008).

2) Kekuatan, Kompulsi, dan Intensitas (Power, Compulsion, and

Intensity), adanya motivasi untuk mengesampingkan semua hal

dan bertindak dengan seketika (Rook dan Fisher, 2005), keadaan

dimana pelanggan seringkali merasa bahwa terlalu terburu-buru

dalam membeli sesuatu (Bayley dan Nancarrow, 2008).

3) Kegairahan dan Stimulasi (Excitement and Simulation), yaitu

keinginan membeli secara tiba-tiba dan desakan mendadak

untuk membeli yang diikuti emosi yang dicirikan

menggairahkan, seperti exciting, thrilling, atau wild (Rook dan

Fisher, 2005), penilaian pelanggan dimana pelanggan melakukan

kegiatan berbelanja dipengaruhi oleh keadaan emosional (Bayley

dan Nancarrow, 2008).

4) Ketidakpedulian terhadap akibat (Disregard for consequences),

yakni keinginan untuk membeli dapat menjadi tidak dapat ditolak

sampai konsekuensi negatif yang mungkin terjadi diabaikan

(Rook dan Fisher, 2005), tanpa berpikir akibat, merupakan

keadaan dimana pelanggan sering melakukan pembelian tanpa

memikirkan terlebih dahulu mengenai akibat dari pembelian

yang dilakukan (Bayley dan Nancarrow, 2008).

18
Atas dasar paparan para ahli di atas, maka dapat disimpulkan

bahwa aspek-aspek impulsive buying adalah spontanitas (spontanity),

kekuatan, kompulsi, dan intensitas (power, compulsion, and

intensity), kegairahan dan stimulasi (excitement and simulation), dan

ketidakpedulian terhadap akibat (disregard for consequences).

c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Impulsive Buying

Fitriani (2010) menyebutkan bahwa faktor-faktor yang

mempengaruhi impulsive buying antara lain adalah harga, kebutuhan

terhadap produk atau merek, distribusi masal, pelayanan terhadap diri

sendiri, iklan, display toko yang menyolok, siklus hidup produk yang

pendek, ukuran yang kecil dan kesenangan untuk mengoleksi.

Loudon dan Bitta (2013) mengungkapkan faktor‐faktor yang

mempengaruhi impulsive buying, yaitu:

1) Produk dengan karakteristik harga murah, kebutuhan kecil atau

marginal, produk jangka pendek, ukuran kecil, dan toko yang

mudah dijangkau.

2) Pemasaran dan marketing yang meliputi distribusi dalam jumlah

banyak outlet yang self-service, iklan melalui media massa yang

sangat sugestibel dan terus menerus, iklan di titik penjualan,

posisi display dan lokasi toko yang menonjol

3) Karakteristik konsumen seperti kepribadian, jenis kelamin, sosial

demografi atau karakteristik sosial ekonomi.

19
Tinjauan mengenai pembelian impulsif perlu ditelusuri melalui

pemahaman mengenai perilaku konsumen. Faktor-faktor yang

mempengaruhi impulsive buying menurut Kotler (2005: 166-175)

adalah:

1) Faktor budaya, budaya merupakan penentu keinginan dan

perilaku yang paling dasar. Budaya terdiri atas:

a) Sub budaya, merupakan penentu keinginan dan perilaku

mendasar. Sub budaya mencakup kebangsaan, agama,

kelompok ras, dan wilayah geografis.

b) Kelas sosial, tidak hanya mencerminkan penghasilan, tetapi

juga indikator lain, seperti pekerjaan, pendidikan, dan

wilayah tempat tinggal.

2) Faktor sosial

a) Kelompok referensi; kelompok referensi (reference group)

seseorang adalah semua kelompok yang mempunyai

pengaruh langsung (tatap muka) atau tidak langsung

terhadap sikap atau perilaku orang tersebut. Kelompok

referensi mempengaruhi anggota setidaknya dengan tiga

cara, yakni memperkenalkan perilaku dan gaya hidup baru

kepada seseorang, mempengaruhi sikap dan konsep diri, dan

menciptakan tekanan kenyamanan yang dapat

mempengaruhi pilihan produk dan merek.

20
b) Keluarga, merupakan organisasi pembelian konsumen yang

paling penting dalam masyarakat, dan para anggota keluarga

menjadi kelompok acuan primer yang paling berpengaruh.

c) Peran dan status, peran meliputi kegiatan yang diharapkan

akan dilakukan oleh seseorang. Masing-masing peran

menghasilkan status.

3) Faktor pribadi

a) Usia dan tahap siklus hidup, orang membeli barang dan jasa

yang berbeda-beda sepanjang hidupnya. Selera orang

terhadap produk makanan, pakaian, perabot, dan rekreasi

juga berhubungan dengan usia.

b) Pekerjaan dan lingkungan ekonomi, pekerjaan seseorang

juga mempengaruhi pola konsumsi. Pilihan produk sangat

dipengaruhi oleh keadaan ekonomi seseorang atau

penghasilan yang dapat dibelanjakan.

c) Gaya hidup, orang yang berasal dari sub-budaya, kelas

sosial, dan pekerjaan yang sama dapat memiliki gaya hidup

yang berbeda. Gaya hidup adalah pola hidup seseorang di

dunia yang terungkap pada aktivitas, minat, dan opininya.

d) Kepribadian dan konsep diri, masing-masing individu

memiliki karakteristik kepribadian yang berbeda yang akan

mempengaruhi perilaku pembelian. Kepribadian adalah ciri

bawaan psikologi (human psychological traits) yang

21
terbedakan dan menghasilkan tanggapan yang relatif

konsisten dan bertahan lama terhadap rangsangan

lingkungan. Kepribadian dapat menjadi variabel yang

berguna dalam menganalisis pilihan merek konsumen.

Atas dasar uraian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi

Impulsive Buying tersebut, maka Impulsive Buying dapat

dikelompokkan menjadi faktor internal dan faktor eksternal. Faktor

internal, meliputi usia dan tahap daur hidup, kepercayaan, sikap,

motivasi, harga diri, pengamatan, proses belajar, pengambilan

keputusan, kepribadian, serta konsep diri. Faktor eksternal, meliputi

kebudayaan, kelas sosial, peran dan status, kelompok-kelompok

sosial, gaya hidup, kelompok referensi, keluarga, pemasaran dan

marketing. Faktor yang ingin digali lebih mendalam kaitannya dengan

Impulsive Buying adalah faktor eksternal, salah satunya adalah faktor

pemasaran dan marketing yang terkait dengan Visual Merchandising.

2. Harga

a. Pengertian Harga

Harga merupakan salah satu variabel penting dalam pemasaran,

dimana harga dapat mempengaruhi konsumen dalam mengambil

keputusan untuk membeli suatu produk, karena berbagai alasan.

Alasan ekonomis akan menunjukkan harga yang rendah atau harga

terlalu berkompetisi merupakan salah satu pemicu penting untuk

meningkatkan kinerja pemasaran, tetapi alasan psikologis dapat

22
menunjukkan bahwa harga justru merupakan indikator kualitas dan

karena itu dirancang sebagai salah satu instrumen penjualan sekaligus

sebagai instrumen kompetisi yang menentukan.

Kotler dan Amstrong (2012) menjelaskan pengertian harga

adalah jumlah uang yang ditagihkan atas suatu produk atau jasa.

Harga merupakan salah satu elemen bauran pemasaran yang

menghasilkan pendapatan, sedangkan elemen lainnya melambangkan

biaya. Harga bersifat fleksibel, artinya dapat berubah dengan cepat.

Tjiptono (2012) menerangkan pengertian harga sebagai satuan

moneter atau ukuran lainnya yang ditukarkan agar memperoleh hak

kepemilikan atau penggunaan suatu barang atau jasa.

Harga sebagai sejumlah uang yang dibebankan atas suatu

produk atau jasa atau jumlah dari nilai yang ditukar konsumen atas

manfaat-manfaat karena memiliki atau menggunakan produk atau jasa

tersebut (Kotler dan Keller, 2016). Harga adalah ukuran terhadap

besar kecilnya nilai kepuasan seseorang terhadap produk yang

dibelinya (Gitosudarmo, 2014). Harga merupakan satu-satunya unsur

bauran pemasaran yang memberikan pemasukan atau pendapatan bagi

perusahaan, sedangkan ketiga unsur lainnya (produk/kualitas,

distribusi dan promosi) menyebabkan timbulnya biaya/pengeluaran

(Tjiptono, 2012).

Dari beberapa pengertian tentang harga di atas memberikan

pemahaman bahwa harga adalah nilai (value) dari suatu produk dalam

23
bentuk uang yang harus dikeluarkan konsumen sebagai imbalan atas

penggunaan atau mengkonsumsi produk tersebut, sedangkan dari

produsen atau pedagang harga dapat menghasilkan pendapatan.

b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penetapan Harga dan

Tingkat Harga

Stanton (2013) menyebutkan beberapa faktor yang

mempengaruhi dalam penetapan harga, yakni:

1) Faktor-faktor internal, yang terdiri dari: tujuan pemasaran

perusahaan, pertimbangan organisasi, sasaran pemasaran biaya

dan strategi bauran pemasaran.

2) Faktor-faktor eksternal, yang terdiri dari: situasi dan permintaan

pasar, persaingan, harapan perantara, dan faktor-faktor

lingkugan seperti kondisi sosial ekonomi, kebijakan dan

peraturan pemerintah, budaya dan politik.

Selanjutnya Swastha dan Irawan (2015) menyebutkan faktor-

faktor yang mempengaruhi tingkat harga adalah sebagaimana

penjelasan berikut ini.

1) Keadaan perekonomian, keadaan perekonomian sangat

mempengaruhi tingkat harga yang berlaku.

2) Penawaran dan permintaan, tingkat harga yang lebih rendah akan

mengakibatkan jumlah yang diminta lebih besar, sedangkan

harga yang tinggi mendorong jumlah yang ditawarkan lebih

besar.

24
3) Elastisitas permintaan, sifat permintaan pasar tidak hanya

mempengaruhi penentuan harga tetapi juga akan mempengaruhi

volume yang dijual.

4) Persaingan, harga jual beberapa macam barang sering

dipengaruhi oleh keadaan persaingan yang ada. Banyaknya

penjual dan pembeli akan mempersulit penjual perseorangan

untuk menjual dengan harga yang lebih tinggi kepada pembeli

yang lain.

5) Biaya, merupakan dasar dalam penentuan harga, sebab suatu

tingkat harga yang tidak dapat menutup biaya akan

mengakibatkan kerugian.

c. Dimensi Harga

Harga akan menjadi pertimbangan yang cukup penting bagi

konsumen dalam memutuskan pembeliannya terhadap sebuah produk.

Konsumen akan membandingkan harga dari beberapa produk pilihan

mereka kemudian mengevaluasi apakah harga tersebut sesuai atau

tidak dengan nilai produk serta jumlah uang yang harus dikeluarkan.

Selain itu, konsumen akan menyesuaikan dengan daya belinya.

Kotler & Amstrong (2012) dan Cannon & McCarthy (2010)

masing-masing sependapat bahwa harga memiliki 4 (empat) dimensi

yang mencirikan harga, yakni keterjangkauan harga, harga sesuai

kemampuan atau daya saing harga, kesesuaian harga dengan kualitas,

dan kesesuaian harga dengan manfaat.

1) Katerjangkauan harga

25
Produk biasanya ada beberapa jenis dalam satu merek dan

harga juga berbeda dari termurah sampai dengan yang termahal.

Konsumen akan mencari produk-produk yang memilik harga

yang terjangkau dan hal ini menjadi harapan konsumen sebelum

mereka melakukan pembelian. Konsumen bisa menjangkau harga

yang telah ditetapkan oleh perusahaan, sehingga para konsumen

akan banyak yang melakukan pembelian produk (Kotler dan

Amstrong, 2012). Konsumen bisa menjangkau harga yang telah

ditetapkan oleh perusahaan. Produk biasanya ada beberapa jenis

dalam satu merek harganya juga berbeda dari yang termurah

sampai termahal (Cannon dan McCarthy, 2012).

2) Harga sesuai kemampuan atau daya saing harga

Perusahaan dakam menetapkan harga jual suatu produk

salah satunya dengan mempertimbangkan harga produk yang

dijual oleh pesaingnya agar produknya dapat bersaing di pasaran.

Konsumen sering membandingkan harga suatu produk dengan

produk lainnya. Dalam hal ini mahal murahnya harga suatu

produk sangat dipertimbangkan oleh konsumen pada saat akan

membeli produk tersebut (Kotler dan Amstrong, 2012).

Konsumen sering membandingkan harga suatu produk dengan

produk lainnya. Dalam hal ini mahal murahnya suatu produk

sangat dipertimbangkan oleh konsumen pada saat akan membeli

produk tersebut (Cannon dan McCarthy, 2010).

3) Kesesuaian harga dengan kualitas produk

26
Harga sering dijadikan sebagai indikator kualitas produk

bagi konsumen, harga yang lebih tinggi konsumen cenderung

beranggapan bahwa produk tersebut memiliki kualitas yang juga

lebih baik. Pada produk tertentu, biasanya konsumen tidak

keberatan apabila harus membeli dengan harga relative mahal

asalkan kualitas produknya baik. Konsumen sering memilih

harga yang lebih tinggi di antara dua barang karena mereka

melihat adanya perbedaan kualitas. Namun demikian, konsumen

lebih menginginkan produk dengan harga murah dan kualitas

baik (Kotler dan Amstrong, 2012). Harga sering dijadikan

sebagai indikator kualitas bagi konsumen orang sering memilih

harga yang lebih tinggi diantara dua barang karena mereka

melihat adanya perbedaan kualitas. Apabila harga lebih tinggi

orang cenderung beranggapan bahwa kualitasnya juga lebih baik

(Cannon dan McCarthy, 2010).

4) Kesesuaian harga dengan manfaat

Tinggi rendahnya harga harus sesuai dengan manfaat yang

diterima oleh konsumen setelah melakukan pembelian.

Konsumen memutuskan membeli suatu produk jika manfaat yang

dirasakan lebih besar atau sama dengan value yang telah

dikeluarkan untuk mendapatkannya. Jika konsumen merasakan

manfaat produk lebih kecil dari uang yang dikeluarkan, maka

konsumen akan beranggapan bahwa produk tersebut mahal dan

konsumen akan berpikir dua kali untuk melakukan pembelian

27
ulang (Kotler dan Amstrong, 2012). Konsumen memutuskan

membeli suatu produk jika manfaat yang dirasakan lebih besar

atau sama dengan yang telah dikeluarkan untuk mendapatkannya.

Jika konsumen merasakan manfaat produk lebih kecil dari uang

yang dikeluarkan maka konsumen akan beranggapan bahwa

produk tersebut mahal dan konsumen akan berpikir dua kali untuk

melakukan pembelian ulang (Cannon dan McCarthy, 2010).

3. Visual Merchandising

a. Pengertian Visual Merchandising

Visual merchandising merupakan sebuah cara penyajian barang

dagangan yang efektif untuk mempengaruhi perilaku pembelian

konsumen (Kim, 2003). Visual merchandising merupakan segala

sesuatu yang dilihat oleh konsumen, baik dari dalam ataupun dari luar

toko yang dapat menciptakan gambaran positif dari suatu bisnis dan

dapat mengakibatkan perhatian, minat, tindakan, dan keinginan yang

muncul pada pelanggan (Kaur, 2013).

Visual merchandising merupakan salah satu dasar untuk

berkomunikasi secara lebih dekat dengan konsumen dan merupakan

interaksi secara langsung (Bhatti dan Latif, 2014) sehingga

menciptakan sebuah kesenangan kepada konsumen yang sedang

berbelanja dengan cara merangsang kelima indra melalui bau harum

yang enak, pajangan yang menarik, iringan musik, sentuhan dan good

teste (Soundhariya dan Sathyan, 2015).

28
Paparan terkait pengertian visual merchandising di atas

memberikan pemahaman bahwa visual merchandising merupakan

aktivitas dalam menata produk dengan cara visual yang efektif dan

menarik untuk meningkatkan perilaku pembelian konsumen.

b. Aspek-aspek Visual Merchandising

Visual merchandising merupakan aktivitas dalam menata

produk dengan cara visual yang efektif dan menarik untuk

meningkatkan perilaku pembelian konsumen. Visual merchandising

memiliki dua aspek, yaitu aspek eksterior dan aspek interior. Visual

merchandising sebagai segala sesuatu yang akan dilihat oleh

pelanggan mulai dari interior hingga eksterior toko yang menciptakan

sebuah citra positif dari sebuah bisnis dan menghasilkan minat,

keinginan dan aksi dari pelanggan. Setiap praktek visual

marchandising diharapkan akan mampu memberikan kontribusi

penjualan produk kepada konsumen. Pada tingkat di dalam toko,

merchandising juga mengacu pada berbagai produk yang tersedia

untuk dijual, penataan produk sesuai dengan standar atau ketentuan

sehingga akan memunculkan keindahan (estetika) yang akan

menumbuhkan ketertarikan konsumen untuk membeli dan memenuhi

kebutuhannya.

Visual merchandising memiliki dua aspek, yaitu aspek eksterior

dan aspek interior. Koordinasi kedua aspek tersebut membentuk

visual merchandising pada toko (Bhatti dan Latif, 2013).

1) Aspek ekterior visual merchandising

29
Aspek eksterior visual merchandising adalah suatu keadaan

luar toko yang dirancang sedemikian rupa untuk dapat menarik

perhatian, membuat minat sehingga dapat mengundang

konsumen untuk masuk ke dalam toko. Bhatti dan Latif (2013)

menjelaskan bahwa komponen yang mengisi aspek eksterior

visual merchandising sebagaimana penjelasan berikut ini.

a) Brand shop, nama atau merk sebuah toko merupakan simbol

atau tanda akan kualitas dari toko tersebut (Varela et al,

2010). Brand shop biasanya diletakkan di atas pintu toko,

sehingga publik bisa melihat brand shop sebagai sarana

komunikasi toko terhadap calon konsumen (Bhatti dan Latif,

2013).

b) Windows Display, jendela display merupakan bagian yang

penting untuk mempromosikan produk kepada konsumen,

karena windows display merupakan tempat atau bagian

pertama yang akan membuat kesan pada konsumen

mengenai produk yang dilihat sebelum memasuki area

interior toko (Bhatti dan Latif, 2013).

2) Aspek interior visual merchandising

Aspek interior visual merchandising merupakan sebuah

desain yang dibuat sedemikian rupa di dalam toko untuk menaruh

sesuatu yang tersedia di dalam toko agar terlihat menarik. Secara

umum komponen yang mengisi aspek interior adalah:

a) Displays design, merupakan salah satu yang penting

diperhatikan dalam presentasi produk. Konsumen akan

30
tertarik untuk membeli produk jika desain atau model

presentasi produk dapat terlihat menarik.

b) Colour, merupakan motivasi terbesar konsumen untuk

berbelanja hal tersebut dikarenakan warna bisa mengubah

mood. Warna dapat mengubah kondisi perasaan seseorang

dan setiap warna memiliki keistimewaan tersendiri.

c) Lighting, pencahayaan merupakan bagian yang harus

diperhatikan, agar produk yang dilihat oleh karena berkesan

positif. Pencahayaan yang kurang akan membuat konsumen

mempertimbangkan keputusan belanjanya, sedangkan

pencahayaan yang terlalu berlebihan akan membuat

konsumen merasa tidak nyaman.

d) Signage, merupakan sarana yang menginformasikan tentang

produk yang dijual, agar konsumen semakin merasa jelas

mengenai informasi produk. Contohnya adalah pamphlets,

digital signage, dan lain-lain.

Dimensi penting dalam visual merchandising sebagaimana

dijelaskan Kim (2003) dan juga didukung oleh Bashar dan Ahmad

(2012) adalah sebagaimana penjelasan berikut ini.

1) Windows display (jendela pajangan)

Windows display adalah jenis presentasi visual dari barang-

barang toko yang terletak pada bagian terluar toko untuk menarik

perhatian konsumen (Kim, 2003). Windows display juga dapat

membantu konsumen unuk dapat menggambarkan sebuah toko,

karena mereka menyediakan suatu pesan secara visual tentang

jenis barang dangangan yang akan dijual pada toko tersebut,

31
selain itu windows display harus terikat dengan barang dagangan

dan pajangan yang lainnya (Levy dan Barton, 2004). Mopidevi

dan Lolla (2013) juga mengatkan bahwa windows display juga

merupakan hal yang penting yang harus diperhatikan selain iklan,

karena windows display yang menarik perhatian konsumen akan

mengundang konsumen untuk masuk ke dalam toko dan akan

membeli barang-barang dagangan.

Kim (2003) menyebutkan bahwa ada dua indikator

windows display, yaitu:

a) Presentasi visual, merupakan sebuah bentuk yang dapat

dilihat secara langsung oleh konsumen.

b) Unik, merupakan suatu tampilan toko yang berbeda dan

mempunyai suatu ciri khas tertentu.

2) In-store form (format dalam toko)

Salah satu ciri khas yang sering digunakan dalam toko ritel

untuk memajang dagangnnya, Kim (2003) menyebutkan bahwa

indikator in-store form adalah trend, merupakan trend produk

yang ditonjolkan dan dipajang pada toko tersebut.

3) Floor merchandising (lantai dagangan)

Floor merchandising merupakan susunan barang dagangan

dengan menurut plan-orgam/zone-orgam, dimana barang

dagangan yang tersedia untuk dijual kepada konsumen (Kim,

2003). Planorgam adalah sebuah teknik visual yang digunakan

oleh para peritel untuk membantu serta memberikan informasi

secara terperinci dan mendetail mengenai penempatan tiap

produk di display peritel untuk tujuan produktifitas penjualan dan

32
biaya (Mopidevi dan Lolla, 2013). Kim (2003) menyebutkan

bahwa indikator floor merchandising adalah planogram,

merupakan alat yang digunakan untuk membatu penempatan

barang disebuat toko sesuai dengan katagori yang sudah ada.

4) Promotional signage (tanda promosi)

Signage merupakan kalimat yang digunakan baik sendiri

atau bersama-sama dengan in-store display untuk menyampaikan

produk atau informasi mengenai promosi kepada pelanggan

dengan tujuan menginformasikan dan menciptakan permintaan

barang dagangan (Kim, 2003). Indikator promotional signage

adalah sebagai berikut:

a) Tanda penawaran khusus, penawaran-penawaran yang

hanya dilakukan pada waktu-waktu tertentu atau di

khususkan untuk member.

b) Tanda sale, biasanya ada potongan harga khusus pada

produk yang dijual secara obral atau untuk menghabiskan

stok lama.

5) Lighting (pencahayaan)

Pencahayaan juga penting dalam sebuah display karena

mata konsumen akan tertarik secara otomatis ke arah/daerah yang

paling terang, pencahayaan juga dapat digunakan untuk membuat

pelanggan dapat melihat ke semua bagian toko (Mopidevi dan

Lolla, 2013).

Kim (2003) menyebutkan bahwa indikator lighting adalah

sebagai berikut:

33
a) Pencahayaan barang dagangan, pencahayaan yang fokus

menyorot ke barang dagangan agar konsumen lebih tertarik.

b) Pencahayaan ruangan, pencahayaan yang digunakan untuk

menerangi ruangan agar semua bagian toko dapat dilihat

dengan jelas oleh konsumen.

Atas dasar uraian tersebut di atas dapat ditarik pengertian bahwa

aspek-aspek visual merchandising adalah windows display, in-store

form/mannequin, floor merchandising, promotional signage, dan

lighting. Selebihnya dapat ditarik pemahaman bahwa stimulus dalam

lingkungan berbelanja dapat diwujudkan dengan menggunakan visual

merchandising, seperti penataan produk, pemilihan warna yang indah

untuk gerai, manekin yang menarik, pencahayaan di dalam toko yang

akan memudahkan konsumen melihat produk dengan jelas, serta

keragaman produk akan membuat konsumen nyaman berbelanja yang

dapat menyebabkan terjadinya impulsive buying.

4. Hubungan Harga dengan Perilaku Impulse Buying

Harga merupakan sejumlah uang yang dibebankan atau dibayarkan

oleh konsumen sebagai nilai tukar produk karena telah menggunakan atau

mengambil manfaat produk tersebut (Kotler dan Amstrong, 2012).

Keterkaitan antara harga terhadap Impulse Buying itu sendiri ditunjukkan

oleh pendapat Kotler dan Keller (2016) yang menyatakan bahwa beberapa

faktor yang menjadi alasan mengapa seseorang terdorong untuk

melakukan Impulse Buying diantaranya adalah karena faktor internal dan

faktor eksternal. Faktor internal yang ada pada diri seseorang yaitu suasana

hati dan kebiasaan berbelanja apakah didorong sifat hedonis atau tidak.

Sementara itu faktor eksternal yang mempengaruhi Impulse Buying

34
berasal dari stimulus yang diberikan oleh pihak peritel, yaitu lingkungan

toko dan promosi yang ditawarkan termasuk harga.

5. Hubungan Visual Merchandising dengan Perilaku Impulse Buying

Visual Merchandising merupakan cara penyajian produk sehingga

dapat dilihat oleh konsumen, baik dari dalam ataupun dari luar toko yang

mampu menciptakan gambaran positif serta mengakibatkan perhatian,

minat, tindakan, dan keinginan yang muncul pada diri konsumen untuk

melakukan pembelian (Kim, 2003; Bhatti dan Latif 2013). Salah satu

faktor eksternal yang dapat mempengaruhi perilaku impulsive buying

adalah Visual Merchandising. Adanya Visual Merchandising maka

konsumen merasa tertarik untuk masuk ke dalam toko dan terangsang serta

terdorong hatinya untuk melakukan pembelian impulsif (Kim, 2003).

Beberapa hasil penelitian juga menyimpulkan bahwa Visual

Merchandising dengan aspek-aspek window display, mannequin display,

floor merchandising, dan promotional signage berpengaruh terhadap

Impulse Buying konsumen apparel retail (Fauzi dan Amir, 2019).

C. Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran merupakan generalisasi dari sekelompok fenomena

tertentu, sehingga dapat dipakai untuk menggambarkan berbagai fenomena yang

sama yang dimaksudkan untuk menjelaskan maksud teori yang dipakai. Kerangka

pemikiran dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagaimana bagan di bawah ini.

35
H2
Harga (X1)

Perilaku
H1
Impulse Buying (Y)
Visual
Merchandising (X 2) H3

Keterangan :
= Pengaruh Parsial
= Pengaruh Simultan

Sumber: Data diolah, 2023.

Gambar 1. Kerangka Pemikiran

D. Hipotesis Penelitian

Hipotesis adalah proposisi yang akan diuji keberlakuannya, atau

merupakan suatu jawaban sementara atas pertanyaan penelitian (Arikunto,

2016). Adapun jawaban sementara tersebut masih harus melalui proses

pengujian, sehingga dapat memperoleh hasil berupa rangkuman kesimpulan

teoretis dari tinjauan pustaka. Berdasarkan rumusan masalah, tujuan penelitian,

landasan teori, dan kerangka konsep yang telah dijabarkan sebelumnya, maka

beberapa rumusan hipotesis yang hendak diuji dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut:

Hipotesis I

H0 : Harga dan visual merchandising berpengaruh tidak signifikan secara


simultan terhadap perilaku impulse buying pada konsumen produk
Cilok Bahana di Area Pemasaran Barantah.
Ha : Harga dan visual merchandising berpengaruh signifikan secara
simultan terhadap perilaku impulse buying pada konsumen produk
Cilok Bahana di Area Pemasaran Barantah.

36
Hipotesis II

H0 : Harga berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap perilaku


impulse buying pada konsumen produk Cilok Bahana di Area
Pemasaran Barantah.
Ha : Harga berpengaruh positif dan signifikan terhadap perilaku impulse
buying pada konsumen produk Cilok Bahana di Area Pemasaran
Barantah.

Hipotesis III

H0 : Visual merchandising berpengaruh positif dan tidak signifikan


terhadap perilaku impulse buying konsumen produk Cilok Bahana di
Area Pemasaran Barantah.
Ha : Visual merchandising berpengaruh positif dan signifikan terhadap
perilaku impulse buying konsumen produk Cilok Bahana di Area
Pemasaran Barantah.

37
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian explanatory research melalui

pengujian hipotesis dengan menggunakan desain kausal (sebab akibat).

Sugiyono (2016:6) menjelaskan bahwa explanatory research merupakan

metode penelitian yang bermaksud menjelaskan kedudukan variabel-variabel

yang diteliti serta pengaruh antara variabel satu dengan variabel lainnya.

Alasan utama peneliti ini menggunakan metode penelitian explanatory ialah

untuk menguji hipotesis yang diajukan, maka diharapkan dari penelitian ini

dapat menjelaskan hubungan dan pengaruh antara variabel bebas dan terikat

yang ada di dalam hipotesis. Sementara itu desain kausal yang dimaksud

menurut Silalahi (2019) merupakan hubungan yang bersifat sebab akibat,

sehingga dapat diartikan bahwa dalam hal ini ada variabel independen (variabel

yang mempengaruhi) dan variabel dependen (variabel yang dipengaruhi).

Hubungan yang bersifat sebab-akibat antara dua variabel atau lebih ini

nantinya untuk menjelaskan pengaruh perubahan variasi nilai dalam suatu

variabel terhadap perubahan variasi nilai variabel lain. Dalam penelitian

kausal, variabel independen sebagai variabel sebab dan variabel dependen

sebagai variabel akibat

Atas dasar pengertian-pengertian tersebut maka dapat ditarik

pemahaman bahwa penggunaan explanatory research dengan desain kausal ini

dilakukan untuk untuk mengetahui dan menjelaskan pengaruh variabel bebas

harga dan visual merchandising terhadap impulse buying pada konsumen

produk Cilok Bahana di area pemasaran Barantah.

38
B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian ini adalah gerai/toko ritel produk Cilok Bahana untuk

area pemasaran Sawojajar, Kota Malang. Sementara itu, penelitian ini

dilaksanakan antara bulan April 2023 sampai dengan bulan Mei 2023.

C. Variabel Penelitian dan Pengukuran

1. Variabel Penelitian

Variabel penelitian pada dasarnya adalah segala sesuatu yang

berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga

diperoleh informasi tentang hal tersebut. Variabel penelitian merupakan

suatu sifat, atribut yang dimiliki individu, objek, maupun kegiatan yang

memiliki nilai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk ditarik

kesimpulannya (Sugiyono, 2016). Variabel dalam penelitian ini dibedakan

menjadi variabel bebas (independen) dan variabel terikat (dependen).

a. Variabel Bebas (X)

Variabel bebas (independen) adalah variabel yang

mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahan (Sugiyono, 2016).

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah Harga (X1) dan Visual

Merchandising (X2).

b. Variabel terikat (dependen)

Variabel terikat (dependen) variabel terikat merupakan variabel

tergantung yang keberadaannya dipengaruhi variabel bebas

(Sugiyono, 2016). Variabel terikat dalam penelitian ini adalah Impulse

Buying (Y).

39
2. Definisi Operasional Variabel

Definisi operasional variabel adalah suatu definisi mengenai

variabel yang dirumuskan berdasarkan pada karakteristik-karakteristik

yang dapat diamati. Definisi ini memiliki arti tunggal dan mampu diterima

secara objektif sesuai dengan segala hal yang tampak (Azwar, 2012).

Definisi operasional masing-masing variabel dalam penelitian ini dapat

dijelaskan berikut ini.

a. Harga (X1)

Harga merupakan sejumlah uang yang dibebankan atau

dibayarkan oleh konsumen sebagai nilai tukar produk Cilok Bahana

karena telah menggunakan atau mengambil manfaat produk cilok

tersebut. Pengukuran variabel Harga dilakukan dengan menggunakan

indikator 4 (empat) dimensi harga sesuai pendapat Kotler dan

Amstrong (2012) dan Cannon dan McCarthy (2010), yakni:

- Keterjangkauan harga

- Kesesuaian harga dengan kualitas

- Kesesuaian harga dengan manfaat

- Harga sesuai kemampuan atau daya beli.

b. Visual Merchandising (X2)

Visual merchandising merupakan cara penyajian produk Cilok

Bahana sehingga dapat dilihat oleh konsumen, baik dari dalam

ataupun dari luar toko yang mampu menciptakan gambaran positif

serta mengakibatkan perhatian, minat, tindakan, dan keinginan pada

yang muncul pada pada diri konsumen untuk melakukan pembelian.

40
Pengukuran terhadap variabel visual merchandising dilakukan

berdasarkan indikator aspek-aspek visual merchandising

sebagaimana pendapat Kim (2003) dan Bhatti dan Latif (2013), yakni:

- Aspek ekterior visual merchandising, terdiri dari brand shop dan

windows display.

- Aspek interior visual merchandising terdiri dari displays design,

colour, lighting, dan signage.

c. Perilaku Impulse Buying (Y)

Pembelian impulsif (impulse buying) merupakan keputusan

pembelian oleh konsumen karena kekuatan desakan hati yang tiba-

tiba, bertahan dan tidak direncanakan untuk membeli produk Cilok

Bahana secara langsung tanpa mempertimbangkan atau

memperhatikan akibatnya. Pengukuran variabel pembelian impulsif

(impulse buying) dilakukan dengan menggunakan indikator aspek-

aspek impulse buying menurut Rook dan Fisher (2005) dan Bayley

dan Nancarrow (2008), yakni:

- Spontanitas (spontanity).

- Kekuatan, kompulsi, dan intensitas (power, compulsion, and

intensity).

- Kegairahan dan stimulasi (excitement and simulation).

- Ketidakpedulian terhadap akibat (disregard for consequences).

Definisi operasional variabel dan pengukuran masing-masing

variabel penelitian disampaikan pada tabel berikut ini.

41
Tabel 2. Definisi Operasional Variabel dan Pengukuran

Sub
Variabel Indikator Pengukuran
Indikator

Harga (X1) Keter- Konsumen merasa bahwa harga


jangkauan produk Cilok Bahanacukup
Sumber: Harga terjangkau
Kotler dan Konsumen sering melakukan
Amstrong pembelian Cilok Bahana
(2012);
Cannon dan Konsumen melakukan pembelian
McCarthy Cilok Bahanadalam jumlah yang
(2010) banyak
Konsumen mendapatkan potongan
harga saat membeli Cilok
Bahanadalam jumlah tertentu
Harga sesuai Konsumen mempertimbangkan
kemampuan harga saat akan membeli cilok
atau daya saing Wall’s
harga
Konsumen membandingkan harga
produk Cilok Bahanadengan
produk cilok lainnya
Kesesuaian Konsumen merasa tidak keberatan
harga dengan dengan harga Cilok Bahanayang
kualitas produk cenderung mahal dibanding
produk cilok lainnya
Konsumen tidak keberatan dengan
harga Cilok Bahanakarena produk
tersebut berkualitas
Konsumen menginginkan produk
cilok dengan kualitas baik dan
harga yang murah
Kesesuaian Konsumen merasa harga Cilok
harga dengan Bahanasebanding dengan manfaat
manfaat. produk tersebut
Konsumen akan melakukan
pembelian ulang produk cilok
Wall’s

Sub
Variabel Indikator Pengukuran
Indikator

42
Visual Exterior Visual Brand Konsumen dengan mudah melihat
Merchan- Merchandising shop brand shop Cilok Bahana
dising (X2) diletakkan di atas pintu toko

Sumber: Konsumen memahami dengan


cukup jelas maksud brand shop
Kim (2003) Cilok Bahana
dan Bhatti
dan Latif Windows Konsumen mendapatkan
(2013) Display presentasi visual berbagai produk
cilok Wall's yang dapat dilihat
secara langsung
Konsumen merasa bahwa toko
cilok Wall's memiliki keunikan
yang cukup menarik untuk
dikunjungi
Konsumen merasa bahwa
windows display cilok Wall's
merupakan bagian dari promosi
produk
Konsumen terkesan dengan
windows display cilok Wall's
sebelum memasuki area interior
toko
Interior Visual Displays Konsumen tertarik untuk membeli
Merchan- Design cilok Wall's karena desain
dising presentasi produk yang menarik

Colour Konsumen merasa nyaman


dengan warna ruangan toko cilok
Wall's
Konsumen merasa mood untuk
membeli cilok Wall's karena
tampilan warna ruangan toko
Lighting Konsumen merasa nyaman
dengan pencahayaan pada ruangan
toko cilok Wall's
Konsumen merasa terbantu
dengan pencahayaan yang
menyoroti produk cilok Wall's

Sub
Variabel Indikator Pengukuran
Indikator

43
Signage Konsumen mendapatkan
informasi berbagai produk cilok
Wall's melalui brosur, pamflet,
dan sebagainya yang telah tersedia
Konsumen mendapatkan
penawaran harga khusus produk
cilok Wall's melalui brosur,
pamflet, dan sebagainya

Perilaku Spontanitas Konsumen membeli Cilok


Impulse (Spontanity) Bahanatanpa perencanaan terlebih
Buying (Y) dahulu
Konsumen memutuskan untuk
Sumber:
membeli secara spontan pada saat
Rook dan melihat produk cilok Wall’s
Fisher
(2005) Konsumen melakukan pembelian
karena adanya rangsangan visual
yang menarik dari toko cilok
Wall’s
Konsumen melakukan pembelian
yang sebenarnya tidak diharapkan
Konsumen melakukan pembelian
Cilok Bahanatanpa proses
pengolahan informasi
Kekuatan, Konsumen termotivasi secara tiba-
Kompulsi, dan tiba untuk melakukan pembelian
Intensitas Cilok Bahanatanpa adanya
(Power, pertimbangan
Compulsion,
Konsumen melakukan pembelian
and Intensity)
Cilok Bahanakarena
keinginan/kekuatan dari dalam
diri yang muncul secara tiba-tiba
Konsumen terkesan terburu-buru
dalam memutuskan untuk
membeli cilok Wall’s
Kegairahan Konsumen membeli Cilok
dan Stimulasi Bahanakarena desakan emosional
(Excitement
Konsumen memiliki gairah
and
membeli Cilok Bahanasecara tiba-
Simulation)
tiba karena merasa asyik dan
mendebarkan
Sub
Variabel Indikator Pengukuran
Indikator

44
Konsumen melakukan penilaian
dipengaruhi keadaan emosional
dalam membeli Cilok Bahana
Ketidak- Konsumen memiliki keinginan
pedulian membeli Cilok Bahanadengan
terhadap akibat mengabaikan konsekuensi negatif
(Disregard for yang mungkin terjadi
conse-quences)
Konsumen memiliki keinginan
membeli Cilok Bahanadengan
tanpa berpikir akibat dari
pembelian yang dilakukan

Sumber: Data diolah, 2023.

D. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah sekelompok objek yang akan diselidiki (Arikunto,

2016:36), wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang

mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh

peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono,

2016:80). Atas dasar pengertian ini maka dapat ditarik pemahaman bahwa

populasi adalah keseluruhan dari obyek atau subyek yang diteliti yang

memiliki karakteristik yang sama, yang dalam hal ini adalah konsumen

produk cilok Wall's di wilayah pemasaran Area Sawojajar, Kota Malang.

Populasi dalam penelitian ini tidak terbatas atau tak terhingga (infinit),

sehingga jumlahnya tidak dapat ditentukan secara pasti.

2. Sampel

Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang akan diselidiki

(Arikunto, 2016:36), bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki

oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2016:80). Sebagaimana telah disebutkan

bahwa populasi dalam penelitian ini tidak terbatas atau tak terhingga

45
(infinit), sehingga jumlah sampel dalam penelitian ini ditentukan

berdasarkan penghitungan menggunakan rumus tertentu. Riduwan dan

Akdon (2010) menjelaskan bahwa penentuan jumlah sampel dari populasi

tak terhingga dilakukan dengan rumus Lameshow sebagai berikut:


2
𝑧𝛼/2 ∗ 𝑃(1 − 𝑃)
𝑛=
𝑑2
Keterangan:
n = Jumlah sampel.
z = Skor z pada tingkat kepercayaan 95% = 1,96.
P = Maksimal estimasi = 0,5.
d = Alpha (0,10) atau sampling error 10%.

Maka penghitungan jumlah sampel dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1,962 ∗ 0,5(1 − 0,5)


𝑛=
0,12

3,8416 ∗ 0,25
𝑛= = 96,04
0,01

Penghitungan penentuan jumlah sampel dengan rumus Lemeshow di

atas menunjukkan hasil 96,04 (dibulatkan menjadi 100). Dengan

demikiam jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 100 orang yang

merupakan konsumen produk cilok Wall's di wilayah pemasaran Area

Barantah.

Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik

non probability sampling, yakni teknik sampling yang tidak memberi

kesempatan atau peluang yang sama untuk seluruh anggota populasi yang

akan dipilih menjadi sampel (Sugiyono, 2016). Teknik non-probability

46
sampling yang digunakan dalam penentuan sampel penelitian ini adalah

bentuk purposive sampling, yang dalam pelaksanaannya dilakukan dengan

menggunakan teknik accidental. Sugiyono (2016:124) menyatakan bahwa

purposive sampling adalah penentuan sampel penelitian berdasarkan

pertimbangan-pertimbangan atau kriteria-kriteria tertentu, sedangkan

accidental sampling merupakan teknik pengambilan sampel (responden)

yang ditemui secara kebetulan pada obyek penelitian ketika observasi

sedang berlangsung.

Kriteria-kriteria yang dipergunakan sebagai pertimbangan dalam

penentuan sampel atau responden penelitian adalah sebagai berikut:

a. Responden atau konsumen yang pernah melakukan impulse buying

pada produk Cilok Bahana.

b. Responden atau konsumen yang berusia antara 17 – 45 tahun, karena

konsumen ini dianggap dewasa dan mampu mengambil keputusan

pembelian.

c. Responden atau konsumen bersedia sebagai partisipan penelitian.

E. Jenis dan Sumber Data

1. Jenis Data

Jenis data dalam penelitian ini adalah data kuantitatif, yakni jenis

data yang dapat diukur atau dihitung secara langsung, baik berupa

informasi atau penjelasan yang dinyatakan dengan bilangan atau

berbentuk angka (Sugiyono, 2016:5). Jenis data yang dimaksud adalah

47
data kualitatif yang dikuantitatifkan yang diperoleh dari distribusi skor

kuisioner variabel harga, visual merchandising, dan impulse buying.

2. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini terdiri dari sumber data primer dan

data sekunder.

a. Data Primer

Data primer merupakan sumber dari penelitian yang diperoleh

secara langsung dari sumber aslinya (Husein, 2015:42). Sumber data

primer pada penelitian ini diperoleh dari kuesioner yang disebarkan

kepada sampel penelitian (responden), yakni para konsumen produk

Cilok Bahana di wilayah pemasaran Area Barantah.

b. Data Sekunder

Data sekunder merupakan sumber data penelitian yang

diperoleh secara tidak langsung melalui media perantara atau sumber

data yang dicatat oleh pihak lain (Husein, 2015:45). Data sekunder

dalam penelitian ini bersifat data pendukung berupa literatur-literatur,

foto-foto, arsip-arsip, dan dokumen resmi yang diperoleh dari

produsen cilok Wall’s.

F. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan teknik atau cara yang digunakan

untuk mengumpulkan data penelitian. Teknik pengumpulan data dalam

penelitian ini menggunakan kuisioner dan dokumentasi

1. Kuisioner (Angket)

48
Metode kuisioner yaitu teknik pengumpulan data yang dilakukan

dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis

kepada responden untuk dijawabnya (Sugiyono, 2016:199). Kuisoner

adalah sejumlah pernyataan tertulis yang dipergunakan untuk memperoleh

informasi dari responden dalam arti laportan tentang pribadinya atau hal-

hal yang ia ketahui (Arikunto, 2016:128). Kuisioner dalam penelitian ini

adalah jenis tertutup, yaitu kuisioner yang telah dilengkapi dengan pilihan

jawaban sehingga responden hanya memberi tanda pada jawaban yang

dipilih. Kuisioner terdiri dari daftar butir-butir pernyataan variabel Harga,

Visual Merchandising, dan Impulse Buying.

2. Dokumentasi

Metode dokumentasi yaitu metode pengumpulan data yang

bersumber pada hal-hal atau benda-benda yang tertulis, seperti buku-buku,

majalah, dokumen, peraturan-peraturan, notulen, rapat, catatan harian dan

sebagainya (Arikunto, 2016:135). Metode dokumentasi dalam penelitian

ini digunakan untuk mendokumentasikan data-data penelitian dan data-

data pendukung lain yang berasal dari buku, literatur, dan sebagainya

sesuai kebutuhan penelitian.

G. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh

peneliti dalam pengumpulan data agar penelitian lebih mudah dan hasilnya

lebih baik, dalam arti lebih cermat, lengkap dan sistematis sehingga lebih

mudah diolah (Arikunto, 2016:136). Instrumen penelitian ini terdiri dari 3

(tiga) jenis kuisioner, masing-masing yakni kuisioner variabel Harga, kuisioner

49
variabel Visual Merchandising, dan kuisioner variabel Perilaku Impulse

Buying.

Penilaian kuisioner dilakukan dengan menggunakan skala sikap model

Likert, yaitu skala sikap yang disusun untuk mengungkap respon terhadap

suatu obyek sosial. Dalam skala sikap ini, objek sosial tersebut berlaku sebagai

obyek sikap (Azwar, 2012:98). Skala sikap model Likert Skala Likert dalam

penelitiaqn ini ditetapkan dengan 5 (lima) alternatif jawaban, yakni Sangat

Setuju (SS), Setuju (S), Netral (N), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju

(STS). Penilaian (scoring) bobot alternatif jawaban kuisioner dapat dilihat pada

tabel berikut ini.

Tabel 3. Penilaian Instrumen dengan Skala Likert

Alternatif Jawaban Skor

Sangat Setuju (SS) 5

Setuju (S) 4

Netral (N) 3

Tidak Setuju (TS) 2

Sangat Tidak Setuju (STS) 1

Sumber : Data diolah, 2023.

H. Uji Validitas dan Uji Reliabilitas

Instrumen yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah kuisioner

yang berisikan pernyataan-pernyataan yang berhubungan dengan variabel

harga, variabel visual merchandising, dan variabel perilaku impulse buying.

Pengujian instrumen merupakan tahapan pengujian terhadap tingkat kelayakan

kuisioner sebagai instrumen (alat) pengumpul data dalam penelitian ini,

sehingga akan menghasilkan hasil yang baik pula secara ilmiah. Pengujian

50
tingkat kelayakan kuisioner akan dilakukan melalui uji validitas dan uji

reliabilitas.

1. Uji Validitas

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat

kevalidan atau kesahihan suatu instrumen. Suatu instrumen yang valid atau

sahih mempunyai validitas yang tinggi. Instrumen dikatakan valid apabila

dapat mengungkap data dari variabel yang diteliti secara tepat. Pengujian

dilakukan dengan teknik korelasi pearson product moment, dengan rumus

sebagai berikut: (Arikunto, 2016:168-170).

𝑛∑𝑋𝑌 − (∑𝑋)(∑𝑌)
𝑟𝑋𝑌 =
√{𝑛∑𝑋 2 − (𝑛∑𝑋)2 }{𝑛∑𝑌 2 − (𝑛∑𝑌)2 }

Keterangan:
rxy = Koefisien korelasi antara skor item dan skor total.
X = Skor item.
Y = Skor total.
N = Sampel (responden).

Pengambilan keputusan terkait valid tidaknya item (butir) kuisioner

menurut (Arikunto, 2016:168-170), ditetapkan berdasarkan kriteria

sebagai berikut:

- Jika koefisien korelasi rxy ≥ rtabel product moment berarti item/butir

kuisioner dinyatakan valid.

- Jika koefisien korelasi rxy < rtabel product moment maka item/butir kuisioner

dinyatakan tidak valid.

2. Uji Reliabilitas

51
Reliabilitas menunjuk pada suatu pengertian bahwa sesuatu

instrumen dapat dipercaya untuk dipergunakan sebagai alat pengumpul

data karena instrumen tersebut sudah baik. Instrumen yang baik tidak akan

bersifat tendensius mengarahkan responden untuk memilih jawaban-

jawaban tertentu. Instrumen yang reliabel akan menghasilkan data yang

dapat dipercaya juga. Untuk menguji tingkat reliabilitas kuisioner

digunakan metode Alpha Cronbach dengan rumus sebagai berikut:

(Arikunto, 2016:178-196).
𝑘 ∑𝜎𝑏2
𝑟𝑖 = ( ) (1 − )
𝑘−1 𝜎𝑡 2

Keterangan:
ri = Koefisien reliabilitas instrumen (Alpha Cronbach).
k = Jumlah item pertanyaan/pernyataan.
∑𝜎𝑏2 = Jumlah varians skor item.
𝜎𝑡 2 = Varians total.

Pengambilan keputusan terkait reliabel tidaknya item (butir)

kuisioner menurut (Arikunto, 2016:168-170), ditetapkan berdasarkan

kriteria sebagai berikut:

- Jika koefisien ri lebih besar dari 0,6 maka instrumen atau kuisioner

dinyatakan reliabel.

- Jika nilai ri lebih kecil dari 0,6 maka berarti instrumen atau kuisioner

tersebut dinyatakan tidak reliabel.

Penghitungan uji validitas dan uji reliabilitas kuisioner dilakukan

dengan bantuan Program Statistical Package for the Social Sciences (SPSS) for

Windows versi 23.0 didukung Program Microsoft Excel 2019

I. Teknik Analisis Data

52
Analisis data adalah proses penyederhanaan data ke dalam bentuk yang

lebih mudah dibaca, dipahami dan diinterpretasikan. Analisis data dilakukan

setelah data dari seluruh responden terkumpul yang dilaksanakan dengan

mengelompokkan data, mantabulasi data, menyajikan data dari masing-masing

variabel yang diteliti dan melakukan perhitungan untuk menguji hipotesis yang

telah diajukan dan menjawab rumusan masalah (Sugiyono, 2016:206). Teknik

analisis dalam penelitian ini dilakukan melalui tahapan penghitungan statistik

deskriptif dan analisis statistik inferensial.

1. Analisis Statistik Deskriptif

Analisis statistik deskriptif merupakan teknik yang digunakan untuk

menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data

yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat

kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi (Sugiyono,

2016:207). Analisis statistik deskriptif dalam penelitian ini menggunakan

teknik analisis deskriptif persentase dengan tujuan untuk menghasilkan

distribusi dan persentase dari masing-masing variabel penelitian. Teknik

analisis deskriptif persentase itu sendiri adalah data yang berupa angka

(data kuatitatif) diubah menjadi bentuk persentase (%) unutk selanjutnya

dideskripsikan dengan kalimat yang bersifat deskriptif kualitatif.

Sugiyono (2016:305) menjelaskan bahwa analisis deskriptif

kuantitatif berupa skor pada skala likert dilakukan melalui perhitungan

rata-rata. Pengolahan data kuisioner/angket yang diperoleh dari responden

selanjutnya akan dilakukan analisis melalui tahapan berikut ini.

a. Mengolah data per item dengan rumus sebagai berikut:

53
𝑋
𝑃= x 100%
𝑋𝑖
Dimana :
P = Persentase (%)
X = Jawaban responden dalam satu item
N = Nilai ideal dalam satu item
100% = Konstanta

b. Mengolah data keseluruhan item dengan rumus sebagai berikut:

Jumlah keseluruhan jawaban responden


Persentase = 𝑥 100%
Jumlah seluruh skor ideal

c. Mengkategorikan dan interpretasi skor

d. Interpretasi skor yang diperoleh (pencapaian dalam %) selanjutnya

dikonsultasikan pada kriteria kelayakan serbagaimana tabel berikut

ini.

Tabel 4. Kategori Analisis Deskriptif Persentase

Persentase Interpretasi

0% - 20% Sangat Buruk


21% - 40% Buruk
41% - 60% Cukup
61% - 80% Baik
81% - 100% Sangat Baik
Sumber: Dimodifikasi dari Sugiyono (2016).

2. Analisis Statistik Inferensial

Analisis statistik inferensial merupakan teknik statistik yang

digunakan untuk menganalisis data sampel dan hasilnya diberlakukan

untuk populasi yang jelas dan teknik pengambilan sampel dari populasi itu

dilakukan secara random (Sugiyono, 2016:207) hasilnya akan

54
digeneralisasikan untuk populasi dimana sampel itu diambil. Analisis

statistik inferensial dalam penelitian ini antara lain meliputi uji asumsi

klasik, regresi linier berganda, dan uji Koefisien Diterminasi (R2).

a. Uji Asumsi Klasik

Model regresi yang disajikan supaya dapat dianalisis dan

memberikan hasil yang representatif (BLUE-Best Linier Unbiased

Estimation), maka model tersebut harus memenuhi asumsi dasar

klasik yaitu tidak terjadi gejala multikolinieritas, heteroskedastisitas

dan autokorelasi serta memenuhi asumsi kenormalan residual,

sehingga harus melalui pengujian asumsi klasik (Ghozali, 2016:95).

Namun demikian untuk uji autokorelasi tidak dilakukan karena uji

autokorelasi hanya dilakukan pada data time series (runtut waktu) dan

tidak perlu dilakukan pada data kuesioner. Hal ini dikarenakan data

yang dikumpulkan melalui kuisioner pengukuran semua variabel

dilakukan secara serempak dan pada saat yang bersamaan.

1) Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam

model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki

distribusi normal. Suatu data yang normal merupakan salah satu

syarat untuk dilakukan uji parametrik, sedangkan jika data tidak

berdistribusi normal maka uji yang dilakukan adalah uji non-

parametrik. Pada regresi linear berganda, asumsi normalitas tidak

pada per variabel melainkan pada residual atau melakukan

55
pengujian normalitas pada residual. Pengujian normalitas data

dilakukan dengan uji Kolmogorov-Smirnov yang dilakukan pada

taraf signifikansi 0,05.

Dasar pengambilan keputusan terhadap normal atau

tidaknya data penelitian menurut Ghozali (2016) ditetapkan

berdasarkan kriteria sebagai berikut:

- Jika nilai sig. lebih besar dari taraf signifikansi (p>0,05) maka

data berdistribusi normal.

- Jika nilai sig. lebih kecil dari taraf signifikansi (p<0,05) maka

data tersebut tidak berdistribusi normal.

2) Uji Heteroskedastisitas

Ghozali (2016:91) menjelaskan bahwa uji

heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model

regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual satu

pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika varians residual dari

pengamatan ke pengamatan yang lain tetap maka disebut

homokedastisitas dan jika varian berbeda disebut

heteroskedastisitas. Salah satu cara mendeteksi ada tidaknya

gejala heteroskedastisitas dalam model regresi adalah dengan

melakukan uji Glejser. Prinsip kerja uji heteroskedastisitas

menggunakan uji Glejser ini adalah dengan cara meregresikan

variabel independent terhadap nilai Absolute residual atau

56
Abs_RES dengan rumus persamaan regresinya adalah: |Ut| =a +

BXt + vt.

Dasar pengambilan keputusan uji heteroskedastisitas

(Glejser) menurut Ghozali (2016) adalah sebagai berikut:

- Jika nilai signifikansi (Sig.) lebih besar dari 0,05, maka

kesimpulannya adalah tidak terjadi gejala heteroskedastisitas

dalam model regresi.

- Jika nilai nilai signifikansi (Sig.) lebih kecil dari 0,05, maka

kesimpulannya adalah terjadi gejala heteroskedastisitas dalam

model regresi.

3) Uji Multikolonieritas

Multikolonieritas menunjukkan adanya hubungan linier

sempurna atau pasti diantara beberapa atau semua variabel

penjelas dari model regresi. Ghozali (2016:91) menyatakan

bahwa uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah pada

model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas

(independen). Jadi, jika terjadi korelasi, maka dinamakan terdapat

problem multikolineritas (multikol). Metode yang digunakan

untuk mendeteksi adanya multikolinieritas dilakukan dengan

menggunakan nilai tolerance dan variance inflation factor (VIF).

Suatu model dikatakan bebas multikolinieritas apabila

mempunyai nilai VIF < 10, dan nilai tolerance > 0,1.

57
b. Uji Regresi Linier Berganda

Analisis regresi digunakan untuk mengukur kekuatan hubungan

antara dua variabel atau lebih, selain itu untuk menunjukkan arah

hubungan antara variabel dependen dengan variabel independen.

Hasil analisis regresi berupa koefisien untuk masing-masing variabel

independen, koefisien ini diperoleh dengan cara memprediksi nilai

variabel dependen dengan suatu persamaan (Ghozali, 2016:95).

Bentuk persamaan dari regresi linier berganda ini adalah:

𝒀𝒊𝒕 = 𝜶 + 𝜷𝟏 𝑿𝟏 + 𝜷𝟐 𝑿𝟐 + 𝒆

Keterangan:
Y = Perilaku Impulse Buying
X1 = Harga
X2 = Visual Merchandising
α = Konstanta
β = Koefisien Regresi
e = error

c. Uji Koefisien Diterminasi (R2)

Koefisien determinasi (R2) pada analisis regresi linear berganda

memiliki makna sebagai sumbangan atau kontribusi pengaruh yang

diberikan variabel bebas (independen) terhadap variabel terikat

(dependen). Koefisien determinasi (R-squared) yang digunakan

dalam penelitian ini adalah nilai adjusted R-squared dikarenakan

dalam penelitian ini menggunakan lebih dari satu variabel

independen. Nilai adjusted R² dikatakan baik jika nilainya di atas 0,5.

Hal ini dikarenakan nilai R² berkisar antara 0 dan 1. Nilai yang

58
mendekati 1 berarti variabel-variabel independen memberikan

hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi

variabel-variabel dependen (Ghozali, 2016:91).

d. Uji Hipotesis

Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan uji

statistik meliputi F-test dan t-test.

1) Uji Signifikansi F-test

Uji signifikansi F-test dimaksudkan untuk menentukan

tingkat signifikansi pengaruh secara simultan (bersama-sama)

variabel bebas terhadap variabel terikat. Pengambilan keputusan

dilakukan dengan membandingkan nilai signifikansi F (sig.)

dengan level of significance (α). Level of significance (α) dalam

penelitian ini menggunakan 5%. Kriteria pengambilan keputusan

adalah sebagai berikut:

- Jika nilai signifikansi F (sig.) lebih besar dari level of

significance (α) maka H0 diterima dan Ha ditolak artinya

secara simultan variabel bebas tidak berpengaruh signifikan

terhadap variabel terikat.

- Jika nilai signifikansi F (sig.) lebih kecil dari level of

significance (α) maka H0 ditolak dan Ha diterima artinya

secara simultan variabel bebas berpengaruh signifikan

terhadap variabel terikat (Ghozali, 2016).

59
2) Uji Signifikansi t-test

Uji signifikansi t-test digunakan untuk menentukan tingkat

signifikansi pengaruh parsial (sendiri-sendiri) variabel bebas

terhadap variabel terikat. Pengujian dilakukan dengan

membandingkan nilai signifikansi t (sig.) dengan level of

significance (α). Pengambilan keputusan dilakukan dengan

membandingkan nilai signifikansi t (sig.) dengan level of

significance (α). Level of significance (α) dalam penelitian ini

menggunakan 5%. Kriteria pengambilan keputusan adalah

sebagai berikut:

- Jika nilai signifikansi t (sig.) lebih besar dari level of

significance (α) maka H0 diterima dan Ha ditolak artinya

secara sendiri-sendiri variabel bebas tidak berpengaruh

signifikan terhadap variabel terikat.

- Jika nilai signifikansi t (sig.) lebih kecil dari level of

significance (α) maka maka H0 ditolak dan Ha diterima artinya

secara sendiri-sendiri variabel bebas berpengaruh signifikan

terhadap variabel terikat (Ghozali, 2016).

Penghitungan-penghitungan Statistik Deskriptif dan Statistik

Inferensial meliputi Uji Asumsi Klasik, Uji Regresi Linier Berganda, Uji

Koefisien Determinasi (R2), dan Uji Hipotesis F-test dan t-test dilakukan

dengan bantuan Program Statistical Package for the Social Sciences (SPSS) for

Windows versi 23.0 didukung Program Microsoft Excel 2019.

60
BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Deskripsi Karakteristik Responden

Responden merupakan sampel penelitian yang berjumlah 100 orang

yang dimintai kesediaannya untuk memberikan tanggapan ataupun jawaban

kuesioner sesuai permasalahan penelitian disampaikan. Responden itu sendiri

dalam hal ini adalah konsumen produk Cilok Bahana di area pemasaran

Barantah. Sementara yang dimaksud deskripsi karakteristik responden adalah

gambaran latar belakang responden yang meliputi jenis kelamin, usia,

pendidikan terakhir, pekerjaan, dan pembelian berulang yang dilakukan

responden terhadap produk Cilok Bahana.

1. Deskripsi Jenis Kelamin Responden

Jenis kelamin merupakan jenis kelamin responden yang merupakan

konsumen produk Cilok Bahana di area pemasaran Barantah. Jenis

kelamin responden dapat dilihat sebagaimana pada tabel di bawah ini.

Tabel 5. Deskripsi Jenis Kelamin Responden


Jumlah
Jenis Kelamin Persentase
Responden
Laki-laki 44 44%
Perempuan 56 56%
Jumlah 100 100%

Sumber: Data Primer diolah, 2023.

Tabel di atas menjelaskan bahwa dari 100 orang responden,

sebanyak 44 orang atau 44% berjenis kelamin laki-laki, sedangkan

61
sebanyak 56 orang atau 56% berjenis kelamin perempuan. Jenis kelamin

perrempuan lebih banyak dibanding laki-laki. Perempuan memiliki

kencenderungan yang lebih tinggi dalam melakukan pembelian tidak

terencana (perilaku impulse buying) dibanding laki-laki.

Kaum wanita merupakan subjek yang paling sering diidentikan

dengan perilaku keranjingan belanja, yaitu berbelanja membeli barang-

barang yang sebenarnya tidak terlalu diperlukan (Fitriana dan Koentjoro,

2009). Kaum wanita memiliki daya tahan yang lebih rendah dibanding pria

dalam upayanya menahan dorongan hati untuk berbelanja yang

disebabkan karena secara umum kaum wanita lebih banyak berperan

dalam berbelanja (Coley & Burgess, 2003).

2. Deskripsi Usia Responden

Usia merupakan batasan atau tingkatan umur responden. Keadaan

usia responden dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 6. Deskripsi Usia Responden


Jumlah
Usia Persentase
Responden
Kurang 20 tahun 17 17%
21–30 tahun 62 62%
31–40 tahun 18 18%
Diatas 40 tahun 3 3%
Jumlah 100 100%

Sumber: Data Primer diolah, 2021.

Tabel di atas menerangkan bahwa dari 100 orang responden,

diketahui bahwa 17 orang responden berusia kurang dari 20 tahun (17%),

sebanyak 62 orang berusia antara 21 - 30 tahun (62%), sedangkan 18 orang

62
berusia antara 31 - 40 tahun (18%) dan 3 orang berusia di atas 40 tahun

(3%). Tingkat usia 21 - 30 tahun memiliki prosentase terbesar dibanding

tingkat usia lainnya. Hal ini lebih disebabkan usia antara 21 - 30 tahun

merupakan usia produktif yang telah memiliki penghasilan sendiri

sehingga cenderung selalu berupaya mewujudkan sesuatu yang menjadi

keinginannya. Noviandra (2006) menegaskan bahwa usia antara antara 21

- 30 tahun merupakan usia produktif dan memiliki tingkat konsumsi yang

sangat tinggi dibanding usia lainnya dan cenderung sangat mudah

melakukan pembelian bahkan untuk produk-produk yang kurang

dibutuhkan atau bahkan tidak dibutuhkan.

3. Deskripsi Tingkat Pendidikan Responden

Tingkat pendidikan merupakan jenjang pendidikan terakhir yang

ditempuh oleh responden. Tingkat pendidikan terakhir responden dapat

dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 7. Deskripsi Tingkat Pendidikan Responden


Jumlah
Tingkat Pendidikan Persentase
Responden
Sekolah Dasar 1 1%
Sekolah Lanjutan Pertama
3 3%
(SLP)
Sekolah Lanjutan Atas
48 48%
(SLA)
Diploma/Sarjana 48 48%
Jumlah 100 100%

Sumber: Data Primer diolah, 2023.

Tabel di atas menjelaskan bahwa dari 100 orang responden,

sebanyak 1 orang merupakan lulusan Sekolah Dasar (1%) dan sebanyak 3

orang merupakan lulusan Sekolah Lanjutan Pertama (SLP) (3%).

63
Selanjutnya, untuk lulusan Sekolah Lanjutan Atas (SLA) dan lulusan

Diploma/Sarjana masing-masing sebanyak 48 orang (48%). Responden

dengan tingkat pendidikan Sekolah Lanjutan Atas (SLA) dan

Diploma/Sarjana memiliki prosentase terbesar dibanding tingkat

pendidikan lainnya. Hal ini lebih disebabkan pada keberadaan produk

Cilok Bahana itu sendiri yang lebih dikenal pada kalangan tertentu dalam

hal ini adalah para konsumen dengan tingkat pendidikan lanjut

(SLTA/Diploma/Perguruan Tinggi). Sebagaimana diketahui, bahwa

konsumen dengan tingkat pendidikan lanjut memiliki wawasan dan

pengalaman yang lebih luas dibanding tingkat pendidikan lainnya.

4. Deskripsi Pekerjaan Responden

Pekerjaan merupakan jenis profesi responden yang dijalani dalam

kesehariannya. Deskripsi pekerjaan responden dapat dilihat pada tabel di

bawah ini.

Tabel 8. Deskripsi Pekerjaan Responden


Jumlah
Pekerjaan Persentase
Responden
Pelajar/Mahasiswa 24 24%
PNS/TNI/Polri 3 3%
Karyawan Swasta 62 62%
Wiraswasta 5 5%
Tidak Bekerja 6 6%
Jumlah 100 100%

Sumber: Data Primer diolah, 2023.

Tabel di atas menerangkan bahwa dari 100 orang responden,

responden dengan status Pelajar/Mahasiswa sebanyak 24 orang (24%),

64
responden dengan jenis pekerjaan PNS/TNI/Polri sebanyak 3 orang (3%),

dan responden yang merupakan Karyawan Swasta sebanyak 62 orang

(62%). Sementara itu jumlah responden yang tidak bekerja sebanyak 6

orang (6%). Responden dengan jenis pekerjaan Karyawan Swasta

memiliki prosentase terbesar dibanding responden dengan jenis pekerjaan

lainnya. Hal ini lebih disebabkan respoden dengan profesi karyawan

swasta memiliki pendapatan yang lebih banyak jika dibanding profesi

lainnya sehingga memiliki kecenderungan untuk melakukan pembelian

tanpa perencanaan (perilaku impulse buying). Aditia (2011) menjelaskan

bahwa seseorang yang memiliki penghasilan rendah akan lebih berhati-

hati dalam mempertimbangkan atau melakukan pembelian, sebaliknya

bagi seseorang yang berpenghasilan lebih tinggi maka frekuensi

pembeliannya akan lebih tinggi pula.

5. Deskripsi Intensitas Pembelian Berulang Responden

Pembelian berulang merupakan frekuensi responden dalam

melakukan pembelian produk Cilok Bahana di area pemasaran Barantah.

Deskripsi pembelian berulang responden dapat dilihat pada tabel di bawah

ini.

Tabel 9. Deskripsi Intensitas Pembelian Berulang


Intensitas Pembelian Jumlah
Persentase
Berulang Responden

65
3 kali 29 29%
4 kali 8 8%
5 kali 2 2%
Lebih dari 5 kali 61 61%
Jumlah 100 100%

Sumber: Data Primer diolah, 2023.

Tabel di atas menjelaskan bahwa dari 100 orang responden,

pembelian produk Cilok Bahana dilakukan sebanyak 3 kali oleh 29 orang

(29%), pembelian sebanyak 4 kali dilakukan oleh 8 orang (8%), pembelian

sebanyak 5 kali dilakukan oleh 2 orang (2%), sedangkan sisanya yakni 61

orang (61%) melakukan pembelian lebih dari 5 kali. Responden dengan

jumlah pembelian lebih dari 5 kali memiliki prosentase terbesar dibanding

lainnya. Namun demikian frekuensi jumlah pembelian yang dilakukan

oleh responden terhadap produk Cilok Bahana tidak dijadikan

pertimbangan dalam pengumpulan dan analisis data dalam penelitian ini.

Semua responden dengan berbagai frekuensi jumlah pembelian memiliki

bobot yang sama dalam memberikan jawaban kuisioner sehingga tidak

berpengaruh terhadap hasil penelitian.

B. Distribusi Frekuensi Skor Kuisioner

Responden dalam penelitian adalah konsumen produk Cilok Bahana di

area pemasaran Barantah yang berjumlah 100 orang yang dalam hal ini telah

memberikan tanggapan/jawaban terhadap kuisioner yang disebarkan.

Deskripsi jawaban responden dalam distribusi amatan berdasarkan hasil

penyebaran kuesioner untuk masing-masing kuisioner variabel Harga, variabel

66
Visual Merchandising, dan variabel Perilaku Impulse Buying dikemukakan

sebagaimana pada tabel di bawah ini.

1. Distribusi Frekuensi Skor Kuisioner Variabel Harga (X1)

Distribusi frekuensi skor kuisioner variabel Harga (X1) disajikan

sebagaimana pada tabel di bawah ini.

Tabel 10. Distribusi Frekuensi Skor Kuisioner Variabel Harga (X1)


Frekuensi dan Persentase Indeks
Jumlah
Butir Persen
STS % TS % N % S % SS % Skor
(%)
X1.1 1 1% 8 8% 20 20% 62 62% 9 9% 370 74,00%

X1.2 1 1% 1 1% 9 9% 31 31% 48 48% 394 78,80%

X1.3 3 3% 25 25% 35 35% 31 31% 6 6% 312 62,40%

X1.4 2 2% 20 20% 29 29% 43 43% 6 6% 331 66,20%

X1.5 2 2% 11 11% 25 25% 55 55% 7 7% 354 70,80%


X1.6 1 1% 9 9% 11 11% 63 63% 16 16% 384 76,80%

X1.7 5 5% 35 35% 33 33% 23 23% 4 4% 286 57,20%

X1.8 8 8% 35 35% 29 29% 22 22% 6 6% 283 56,60%


X1.9 5 5% 19 19% 34 34% 34 34% 8 8% 321 64,20%

X1.10 5 5% 30 30% 31 31% 25 25% 9 9% 303 60,60%

X1.11 12 12% 28 28% 33 33% 20 20% 7 7% 282 56,40%

Jumlah Keseluruhan Jawaban Responden 3.620 -

Sumber: Data Primer diolah, 2023.

Tabel Distribusi Frekuensi Skor Kuisioner Variabel Harga (X1) di

atas menerangkan hal-hal sebagaimana penjelasan berikut ini.

1) Pernyataan responden merasa bahwa harga produk Cilok

Bahanacukup terjangkau memiliki indeks persentase sebesar 74%

atau masuk dalam kategori Baik. Hal ini memberikan pemahaman

67
bahwa responden memiliki persepsi yang baik terhadap harga produk

Cilok Bahanayang cukup terjangkau.

2) Pernyataan bahwa responden sering melakukan pembelian Cilok

Bahanamemiliki indeks persentase sebesar 78,80% atau masuk dalam

kategori Baik. Hal ini memberikan pemahaman bahwa responden

memiliki persepsi yang baik terhadap harga produk Cilok

Bahanasehingga sering melakukan pembelian cilok Wall’s.

3) Pernyataan bahwa responden melakukan pembelian Cilok

Bahanadalam jumlah yang banyak memiliki indeks persentase sebesar

62,40% atau masuk dalam kategori Baik. Hal ini memberikan

pemahaman bahwa responden memiliki persepsi yang baik terhadap

harga produk Cilok Bahanasehingga melakukan pembelian Cilok

Bahanadalam jumlah yang banyak.

4) Pernyataan bahwa responden mendapatkan potongan harga saat

membeli Cilok Bahanadalam jumlah tertentu memiliki indeks

persentase sebesar 66,20% atau masuk dalam kategori Baik. Hal ini

memberikan pemahaman bahwa responden memiliki persepsi yang

baik terhadap terhadap harga produk Cilok Bahanakarena

mendapatkan potongan harga saat membeli Cilok Bahanadalam

jumlah tertentu.

5) Pernyataan bahwa responden mempertimbangkan harga saat akan

membeli Cilok Bahanamemiliki indeks persentase sebesar 70,80%

atau masuk dalam kategori Baik. Hal ini memberikan pemahaman

bahwa responden memiliki persepsi yang baik terhadap pertimbangan

harga saat akan membeli cilok Wall’s.

68
6) Pernyataan bahwa responden membandingkan harga produk Cilok

Bahanadengan produk cilok lainnya memiliki indeks persentase

sebesar 76,80% atau masuk dalam kategori Baik. Hal ini memberikan

pemahaman bahwa responden memiliki persepsi yang baik terhadap

perbandingan harga produk Cilok Bahanadengan produk cilok

lainnya.

7) Pernyataan bahwa responden merasa tidak keberatan dengan harga

Cilok Bahanayang cenderung mahal dibanding produk cilok lainnya

memiliki indeks persentase sebesar 57,20% atau masuk dalam

kategori Cukup. Hal ini memberikan pemahaman bahwa responden

memiliki persepsi yang cukup terhadap tidak keberatan dengan harga

Cilok Bahanayang cenderung mahal dibanding produk cilok lainnya.

8) Pernyataan bahwa responden tidak keberatan dengan harga Cilok

Bahanakarena produk tersebut berkualitas memiliki indeks persentase

sebesar 56,60% atau masuk dalam kategori Cukup. Hal ini

memberikan pemahaman bahwa responden memiliki persepsi yang

cukup sehingga tidak keberatan dengan harga Cilok Bahanakarena

produk tersebut berkualitas.

9) Pernyataan bahwa responden menginginkan produk cilok dengan

kualitas baik dan harga yang murah memiliki indeks persentase

sebesar 64,20% atau masuk dalam kategori Baik. Hal ini memberikan

pemahaman bahwa responden memiliki persepsi yang baik terhadap

Keinginan untuk mendapatkan produk cilok dengan kualitas baik dan

harga yang murah.

69
10) Pernyataan bahwa responden merasa harga Cilok Bahanasebanding

dengan manfaat produk tersebut memiliki indeks persentase sebesar

60,60% atau masuk dalam kategori Cukup. Hal ini memberikan

pemahaman bahwa responden memiliki persepsi yang cukup dengan

merasa bahwa harga Cilok Bahanasebanding dengan manfaat produk

tersebut.

11) Pernyataan bahwa responden akan melakukan pembelian ulang

produk Cilok Bahanamemiliki indeks persentase sebesar 56,40% atau

masuk dalam kategori Cukup. Hal ini memberikan pemahaman bahwa

responden memiliki persepsi yang cukup sehingga akan melakukan

pembelian ulang produk cilok Wall’s.

Secara keseluruhan, tingkat kelayakan variabel Harga (X1)

sebagaimana yang dimaksud dalam pengkategorian analisis deskriptif

persentase (%) ditetapkan berdasarkan perhitungan sebagai berikut:

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑒𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ𝑎𝑛 𝑗𝑎𝑤𝑎𝑏𝑎𝑛 𝑟𝑒𝑠𝑝𝑜𝑛𝑑𝑒𝑛


𝑃𝑒𝑟𝑠𝑒𝑛𝑡𝑎𝑠𝑒 (%) = 𝑥 100%
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑖𝑑𝑒𝑎𝑙

3.620 3.620
𝑃𝑒𝑟𝑠𝑒𝑛𝑡𝑎𝑠𝑒 (%) = 𝑥 100% = 𝑥 100%
(5 𝑥 11 𝑥 100) 5.500

𝑃𝑒𝑟𝑠𝑒𝑛𝑡𝑎𝑠𝑒 (%) = 65,82%

Hasil perhitungan variabel Harga (X1) menunjukkan indeks

persentase (%) sebesar 65,82% atau berada dalam rentang antara 61% -

80% (Baik). Hal ini memberikan pemahaman bahwa responden memiliki

persepsi yang baik terhadap harga produk Cilok Bahana di area pemasaran

Barantah jika diukur berdasarkan indikator (a) Keterjangkauan harga; (b)

70
Kesesuaian harga dengan kualitas; (c) Kesesuaian harga dengan manfaat;

dan (d) Harga sesuai kemampuan atau daya beli.

2. Distribusi Frekuensi Skor Kuisioner Variabel Visual Merchandising

(X2)

Distribusi frekuensi skor kuisioner variabel Visual Merchandising

disajikan sebagaimana pada tabel di bawah ini.

Tabel 11. Distribusi Frekuensi Skor Kuisioner Variabel Visual


Merchandising (X2)
Frekuensi dan Persentase Indeks
Jumlah
Butir Persen
STS % TS % N % S % SS % Skor
(%)
X2.1 1 1% 7 7% 22 22% 53 53% 17 17% 378 75,60%

X2.2 1 1% 10 10% 16 16% 57 57% 16 16% 377 75,40%

X2.3 - - 4 4% 17 17% 39 39% 40 40% 415 83,00%

X2.4 1 1% 23 23% 36 36% 33 33% 7 7% 322 64,40%

X2.5 1 1% 18 18% 28 28% 44 44% 9 9% 342 68,40%

X2.6 2 2% 12 12% 23 23% 53 53% 10 10% 357 71,40%

X2.7 1 1% 9 9% 13 13% 58 58% 19 19% 385 77,00%

X2.8 3 3% 34 34% 34 34% 20 20% 9 9% 298 59,60%

X2.9 8 8% 31 31% 32 32% 21 21% 8 8% 290 58,00%

X2.10 6 6% 17 17% 33 33% 33 33% 11 11% 326 65,20%

X2.11 5 5% 26 26% 31 31% 27 27% 11 11% 313 62,60%


X2.12 9 9% 28 28% 30 30% 23 23% 10 10% 297 59,40%

X2.13 7 7% 20 20% 38 38% 23 23% 12 12% 313 62,60%

Jumlah Keseluruhan Skor Jawaban Responden 4.413 -

Sumber: Data Primer diolah, 2023.

Tabel Distribusi Frekuensi Skor Kuisioner Variabel Visual

Merchandising (X2) di atas menerangkan hal-hal sebagaimana penjelasan

berikut ini.

71
1) Pernyataan bahwa konsumen dengan mudah melihat brand shop

Cilok Bahana diletakkan di atas pintu toko memiliki indeks persentase

sebesar 75,60% atau masuk dalam kategori Baik. Hal ini memberikan

pemahaman bahwa konsumen memiliki persepsi yang baik karena

dengan mudah melihat brand shop Cilok Bahana diletakkan di atas

pintu toko.

2) Pernyataan bahwa konsumen memahami dengan cukup jelas maksud

brand shop Cilok Bahanamemiliki indeks persentase sebesar 75,40%

atau masuk dalam kategori Baik. Hal ini memberikan pemahaman

bahwa konsumen memiliki persepsi yang baik dalam hal memahami

dengan cukup jelas maksud brand shop cilok Wall’s.

3) Pernyataan bahwa konsumen mendapatkan presentasi visual berbagai

produk cilok Wall's yang dapat dilihat secara langsung memiliki

indeks persentase sebesar 83,00% atau masuk dalam kategori Sangat

Baik. Hal ini memberikan pemahaman bahwa konsumen dengan

sangat baik mendapatkan presentasi visual berbagai produk cilok

Wall's yang dapat dilihat secara langsung.

4) Pernyataan bahwa konsumen merasa bahwa toko cilok Wall's

memiliki keunikan yang cukup menarik untuk dikunjungi memiliki

indeks persentase sebesar 64,40% atau masuk dalam kategori Baik.

Hal ini memberikan pemahaman bahwa konsumen konsumen menilai

dengan baik terhadap toko cilok Wall's karena memiliki keunikan

yang cukup menarik untuk dikunjungi.

5) Pernyataan bahwa konsumen merasa bahwa windows display cilok

Wall's merupakan bagian dari promosi produk memiliki indeks

72
persentase sebesar 68,40% atau masuk dalam kategori Baik. Hal ini

memberikan pemahaman bahwa konsumen memberikan penilaian

yang baik bahwa windows display cilok Wall's merupakan bagian dari

promosi produk.

6) Pernyataan bahwa konsumen terkesan dengan windows display cilok

Wall's sebelum memasuki area interior toko memiliki indeks

persentase sebesar 71,40% atau masuk dalam kategori Baik. Hal ini

memberikan pemahaman bahwa konsumen memberikan penilaian

yang baik dalam hal terkesan dengan windows display cilok Wall's

sebelum memasuki area interior toko.

7) Pernyataan bahwa konsumen tertarik untuk membeli cilok Wall's

karena desain presentasi produk yang menarik memiliki indeks

persentase sebesar 77,00% atau masuk dalam kategori Baik. Hal ini

memberikan pemahaman bahwa konsumen memberikan penilaian

yang baik dalam hal tertarik untuk membeli cilok Wall's karena desain

presentasi produk yang menarik.

8) Pernyataan bahwa konsumen merasa nyaman dengan warna ruangan

toko cilok Wall's memiliki indeks persentase sebesar 59,60% atau

masuk dalam kategori Cukup. Hal ini memberikan pemahaman bahwa

konsumen memberikan penilaian cukup dalam hal merasa nyaman

dengan warna ruangan toko cilok Wall's.

9) Pernyataan bahwa konsumen merasa mood untuk membeli cilok

Wall's karena tampilan warna ruangan toko memiliki indeks

persentase sebesar 58,00% atau masuk dalam kategori Baik. Hal ini

memberikan pemahaman bahwa konsumen memberikan penilaian

73
yang baik dalam hal merasa mood untuk membeli cilok Wall's karena

tampilan warna ruangan toko

10) Pernyataan bahwa konsumen merasa nyaman dengan pencahayaan

pada ruangan toko cilok Wall's memiliki indeks persentase sebesar

65,20% atau masuk dalam kategori Baik. Hal ini memberikan

pemahaman bahwa konsumen memberikan penilaian yang baik dalam

hal kenyamanan dengan pencahayaan pada ruangan toko cilok Wall's.

11) Pernyataan bahwa konsumen merasa terbantu dengan pencahayaan

yang menyoroti produk cilok Wall's memiliki indeks persentase

sebesar 62,60% atau masuk dalam kategori Baik. Hal ini memberikan

pemahaman bahwa konsumen dengan baik terbantu pencahayaan

yang menyoroti produk cilok Wall's.

12) Pernyataan bahwa konsumen mendapatkan informasi berbagai produk

cilok Wall's melalui brosur, pamflet, dan sebagainya yang telah

tersedia memiliki indeks persentase sebesar 59,40% atau masuk dalam

kategori Cukup. Hal ini memberikan pemahaman bahwa konsumen

cukup mendapatkan informasi berbagai produk cilok Wall's melalui

brosur, pamflet, dan sebagainya yang telah tersedia.

13) Pernyataan bahwa konsumen mendapatkan penawaran harga khusus

produk cilok Wall's melalui brosur, pamflet, dan sebagainya memiliki

indeks persentase sebesar 62,60% atau masuk dalam kategori Baik.

Hal ini memberikan pemahaman bahwa konsumen dengan baik

mendapatkan penawaran harga khusus produk cilok Wall's melalui

brosur, pamflet, dan sebagainya.

74
Secara keseluruhan, tingkat kelayakan variabel Harga (X1)

sebagaimana yang dimaksud dalam pengkategorian analisis deskriptif

persentase (%) ditetapkan berdasarkan perhitungan sebagai berikut:

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑒𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ𝑎𝑛 𝑗𝑎𝑤𝑎𝑏𝑎𝑛 𝑟𝑒𝑠𝑝𝑜𝑛𝑑𝑒𝑛


𝑃𝑒𝑟𝑠𝑒𝑛𝑡𝑎𝑠𝑒 (%) = 𝑥 100%
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑖𝑑𝑒𝑎𝑙

4.403 3.620
𝑃𝑒𝑟𝑠𝑒𝑛𝑡𝑎𝑠𝑒 (%) = 𝑥 100% = 𝑥 100%
(5 𝑥 13 𝑥 100) 6.500

𝑃𝑒𝑟𝑠𝑒𝑛𝑡𝑎𝑠𝑒 (%) = 69,15%

Hasil perhitungan variabel Visual Merchandising (X2) menunjukkan

indeks persentase (%) sebesar 69,15% atau berada dalam rentang antara

61% - 80% (Baik). Hal ini memberikan pemahaman bahwa responden

memiliki persepsi yang baik terhadap visual merchandising Cilok Bahana

di area pemasaran Barantah jika diukur berdasarkan indikator: (a) Aspek

ekterior meliputi brand shop, windows display; serta (b) Aspek interior

berupa displays design, colour, lighting, dan signage.

4.1.1 Distribusi Frekuensi Skor Kuisioner Variabel Perilaku Impulse Buying

(Y)

Distribusi frekuensi skor kuisioner variabel Perilaku Impulse Buying

disajikan sebagaimana pada tabel di bawah ini.

Tabel 12. Distribusi Frekuensi Skor Kuisioner Variabel Perilaku Impulse


Buying (Y)

75
Frekuensi dan Persentase Indeks
Jumlah
Butir Persen
STS % TS % N % S % SS % Skor
(%)

Y.1 1 1% 8 8% 23 23% 54 54% 14 14% 372 74,40%

Y.2 1 1% 8 8% 20 20% 62 62% 9 9% 370 74,00%

Y.3 1 1% 8 8% 30 30% 51 51% 10 10% 361 72,20%

Y.4 2 2% 26 26% 36 36% 32 32% 4 4% 310 62,00%

Y.5 2 2% 20 20% 30 30% 43 43% 5 5% 329 65,80%

Y.6 2 2% 12 12% 24 24% 56 56% 6 6% 352 70,40%

Y.7 1 1% 10 10% 11 11% 62 62% 16 16% 382 76,40%

Y.8 5 5% 37 37% 33 33% 21 21% 4 4% 282 56,40%

Y.9 8 8% 37 37% 30 30% 21 21% 4 4% 276 55,20%

Y.10 6 6% 19 19% 35 35% 34 34% 6 6% 315 63,00%

Y.11 5 5% 31 31% 33 33% 24 24% 7 7% 297 59,40%

Y.12 12 12% 28 28% 35 35% 20 20% 5 5% 278 55,60%

Y.13 8 8% 20 20% 42 42% 23 23% 7 7% 301 60,20%

Jumlah Keseluruhan Skor Jawaban Responden 4.225 -

Sumber: Data Primer diolah, 2023.

Tabel Distribusi Frekuensi Skor Kuisioner Variabel Perilaku

Impulse Buying (Y) di atas menerangkan hal-hal sebagaimana penjelasan

berikut ini.

1) Pernyataan bahwa konsumen membeli cilok Wall’’s tanpa

perencanaan terlebih dahulu memiliki indeks persentase sebesar

74,40% atau masuk dalam kategori Baik. Hal ini memberikan

pemahaman bahwa konsumen memberikan penilaian baik dalam hal

pembelian cilok Wall’’s tanpa perencanaan terlebih dahulu.

2) Pernyataan bahwa konsumen memutuskan untuk membeli secara

spontan pada saat melihat produk Cilok Bahanamemiliki indeks

76
persentase sebesar 74% atau masuk dalam kategori Baik. Hal ini

memberikan pemahaman bahwa konsumen memberikan penilaian

baik dalam hal membeli secara spontan pada saat melihat produk cilok

Wall’s.

3) Pernyataan bahwa konsumen melakukan pembelian karena adanya

rangsangan visual yang menarik dari toko Cilok Bahanamemiliki

indeks persentase sebesar 72,2% atau masuk dalam kategori Baik. Hal

ini memberikan pemahaman bahwa konsumen memberikan penilaian

baik dalam hal pembelian karena adanya rangsangan visual yang

menarik dari toko cilok Wall’s.

4) Pernyataan bahwa konsumen melakukan pembelian yang sebenarnya

tidak diharapkan memiliki indeks persentase sebesar 62% atau masuk

dalam kategori Baik. Hal ini memberikan pemahaman bahwa

konsumen memberikan penilaian baik dalam hal pembelian yang

sebenarnya tidak diharapkan.

5) Pernyataan bahwa konsumen melakukan pembelian Cilok

Bahanatanpa proses pengolahan informasi memiliki indeks persentase

sebesar 65,8% atau masuk dalam kategori Baik. Hal ini memberikan

pemahaman bahwa konsumen memberikan penilaian baik dalam hal

pembelian Cilok Bahanatanpa proses pengolahan informasi.

6) Pernyataan bahwa konsumen termotivasi secara tiba-tiba untuk

melakukan pembelian Cilok Bahanatanpa adanya pertimbangan

memiliki indeks persentase sebesar 70,4% atau masuk dalam kategori

Baik. Hal ini memberikan pemahaman bahwa konsumen memberikan

77
penilaian baik dalam hal termotivasi secara tiba-tiba untuk melakukan

pembelian Cilok Bahanatanpa adanya pertimbangan.

7) Pernyataan bahwa konsumen melakukan pembelian Cilok

Bahanakarena keinginan/kekuatan dari dalam diri yang muncul secara

tiba-tiba memiliki indeks persentase sebesar 76,4% atau masuk dalam

kategori Baik. Hal ini memberikan pemahaman bahwa konsumen

memberikan penilaian baik dalam hal pembelian Cilok Bahanakarena

keinginan/kekuatan dari dalam diri yang muncul secara tiba-tiba.

8) Pernyataan bahwa konsumen terkesan terburu-buru dalam

memutuskan untuk membeli Cilok Bahanamemiliki indeks persentase

sebesar 56,40% atau masuk dalam kategori Cukup. Hal ini

memberikan pemahaman bahwa konsumen memberikan penilaian

cukup dalam hal terkesan terburu-buru dalam memutuskan untuk

membeli cilok Wall’s.

9) Pernyataan bahwa konsumen membeli Cilok Bahanakarena desakan

emosional memiliki indeks persentase sebesar 55,20% atau masuk

dalam kategori Cukup. Hal ini memberikan pemahaman bahwa

konsumen memberikan penilaian cukup dalam hal membeli Cilok

Bahanakarena desakan emosional.

10) Pernyataan bahwa konsumen memiliki gairah membeli Cilok

Bahanasecara tiba-tiba karena merasa asyik dan mendebarkan

memiliki indeks persentase sebesar 63,00% atau masuk dalam

kategori Baik. Hal ini memberikan pemahaman bahwa konsumen

memberikan penilaian baik dalam hal gairah membeli Cilok

Bahanasecara tiba-tiba karena merasa asyik dan mendebarkan.

78
11) Pernyataan bahwa konsumen melakukan penilaian dipengaruhi

keadaan emosional dalam membeli Cilok Bahanamemiliki indeks

persentase sebesar 59,40% atau masuk dalam kategori Cukup. Hal ini

memberikan pemahaman bahwa konsumen memberikan penilaian

cukup dalam hal penilaian dipengaruhi keadaan emosional dalam

membeli cilok Wall’s.

12) Pernyataan bahwa konsumen memiliki keinginan membeli Cilok

Bahanadengan mengabaikan konsekuensi negatif yang mungkin

terjadi memiliki indeks persentase sebesar 55,60% atau masuk dalam

kategori Cukup. Hal ini memberikan pemahaman bahwa konsumen

memberikan penilaian cukup dalam hal keinginan membeli Cilok

Bahanadengan mengabaikan konsekuensi negatif yang mungkin

terjadi.

13) Pernyataan bahwa konsumen memiliki keinginan membeli Cilok

Bahanadengan tanpa berpikir akibat dari pembelian yang dilakukan

memiliki indeks persentase sebesar 60,20% atau masuk dalam

kategori Baik. Hal ini memberikan pemahaman bahwa konsumen

memberikan penilaian baik dalam hal keinginan membeli Cilok

Bahanadengan tanpa berpikir akibat dari pembelian yang dilakukan.

Secara keseluruhan, tingkat kelayakan variabel Harga (X1)

sebagaimana yang dimaksud dalam pengkategorian analisis deskriptif

persentase (%) ditetapkan berdasarkan perhitungan sebagai berikut:

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑒𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ𝑎𝑛 𝑗𝑎𝑤𝑎𝑏𝑎𝑛 𝑟𝑒𝑠𝑝𝑜𝑛𝑑𝑒𝑛


𝑃𝑒𝑟𝑠𝑒𝑛𝑡𝑎𝑠𝑒 (%) = 𝑥 100%
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑖𝑑𝑒𝑎𝑙

79
4.225 4.225
𝑃𝑒𝑟𝑠𝑒𝑛𝑡𝑎𝑠𝑒 (%) = 𝑥 100% = 𝑥 100%
(5 𝑥 13 𝑥 100) 6.500

𝑃𝑒𝑟𝑠𝑒𝑛𝑡𝑎𝑠𝑒 (%) = 65%

Hasil perhitungan variabel Perilaku Impulse Buying (Y)

menunjukkan indeks persentase (%) sebesar 65% atau berada dalam

rentang antara 61% - 80% (Baik). Hal ini memberikan pemahaman bahwa

responden memiliki persepsi yang baik dalam meinlai perilaku impulse

buying Cilok Bahana di area pemasaran Barantah jika diukur berdasarkan

indikator: (a) Spontanitas (spontanity); (b) Kekuatan, kompulsi, dan

intensitas (power, compulsion, and intensity); (c) Kegairahan dan stimulasi

(excitement and simulation); dan (d) Ketidakpedulian terhadap akibat

(disregard for consequences).

C. Hasil Uji Validitas dan Uji Reliabilitas

1. Hasil Uji Validitas Kuisioner

Pengujian validitas untuk masing-masing kuisioner variabel Harga,

variabel Visual Merchandising, dan variabel Perilaku Impulse Buying

dilakukan dengan menggunakan teknik korelasi Person Product Moment

(PPM). Teknik ini dilakukan dengan mengkorelasikan skor setiap butir

dengan skor total sebagai jumlah keseluruhan dari skor butir. Instrumen

penelitian dikatakan valid jika koefisien korelasi (rxy) lebih besar dari rtabel

product moment atau jika probabilitas (sig.) lebih kecil dari α (0,05).

Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa jumlah sampel (n) dalam

penelitian ini adalah 100 orang. Dengan demikian nilai rtabel product

moment pada taraf signifikansi 0,05 adalah df = n-2 atau 100-2 = 98 pada

α = 0,05, yakni 0,196.

80
Ikhtisar hasil pengujian validitas kuisioner masing-masing variabel

Harga, variabel Visual Merchandising, dan variabel Perilaku Impulse

Buying dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 13. Ikhtisar Hasil Uji Validitas Kuisioner


Koefisien
Koefisien Kriteria
Variabel Butir Korelasi Keputusan
rtabel (rxy ≥ rtabel)
(rxy)
X1.1 0,552 0,196 0,552 > 0,196 Valid
X1.2 0,536 0,196 0,536 > 0,196 Valid
X1.3 0,622 0,196 0,622 > 0,196 Valid
X1.4 0,715 0,196 0,715 > 0,196 Valid
X1.5 0,689 0,196 0,689 > 0,196 Valid
Harga (X1) X1.6 0,690 0,196 0,690 > 0,196 Valid
X1.7 0,616 0,196 0,616 > 0,196 Valid
X1.8 0,631 0,196 0,631 > 0,196 Valid
X1.9 0,613 0,196 0,613 > 0,196 Valid
X1.10 0,555 0,196 0,555 > 0,196 Valid
X1.11 0,604 0,196 0,604 > 0,196 Valid
X2.1 0,593 0,196 0,593 > 0,196 Valid
X2.2 0,592 0,196 0,592 > 0,196 Valid
Visual X2.3 0,283 0,196 0,283 > 0,196 Valid
Merchandising
(X2) X2.4 0,688 0,196 0,688 > 0,196 Valid
X2.5 0,716 0,196 0,716 > 0,196 Valid
X2.6 0,727 0,196 0,727 > 0,196 Valid

Koefisien
Koefisien Kriteria
Variabel Butir Korelasi Keputusan
rtabel (rxy ≥ rtabel)
(rxy)
X2.7 0,712 0,196 0,712 > 0,196 Valid
X2.8 0,699 0,196 0,699 > 0,196 Valid
X2.9 0,690 0,196 0,690 > 0,196 Valid
X2.10 0,686 0,196 0,686 > 0,196 Valid

81
X2.11 0,642 0,196 0,642 > 0,196 Valid
X2.12 0,631 0,196 0,631 > 0,196 Valid
X2.13 0,685 0,196 0,685 > 0,196 Valid
Y1 0,585 0,196 0,585 > 0,196 Valid
Y2 0,563 0,196 0,563 > 0,196 Valid
Y3 0,482 0,196 0,482 > 0,196 Valid
Y4 0,625 0,196 0,625 > 0,196 Valid
Y5 0,674 0,196 0,674 > 0,196 Valid
Y6 0,693 0,196 0,693 > 0,196 Valid
Perilaku
Impulse Y7 0,680 0,196 0,680 > 0,196 Valid
Buying (Y)
Y8 0,593 0,196 0,593 > 0,196 Valid
Y9 0,593 0,196 0,593 > 0,196 Valid
Y10 0,620 0,196 0,620 > 0,196 Valid
Y11 0,523 0,196 0,523 > 0,196 Valid
Y12 0,560 0,196 0,560 > 0,196 Valid
Y13 0,606 0,196 0,606 > 0,196 Valid

Sumber: Data Primer diolah, 2023.

Hasil interpretasi uji validitas kuisioner sebagaimana pada tabel di

atas menunjukkan bahwa kuisioner untuk masing-masing variabel Harga,

variabel Visual Merchandising, dan variabel Perilaku Impulse Buying

secara keseluruhan butir dinyatakan valid karena memiliki nilai koefisien

korelasi (rxy) lebih besar dari rtabel product moment (rxy > 0,196). Dengan

demikian seluruh butir kuisioner pada masing-masing variabel penelitian

ini layak dipergunakan sebagai instrumen (alat) pengumpul data penelitian

untuk mengukur keberadaan dari masing-masing variabel Harga, variabel

Visual Merchandising, dan variabel Perilaku Impulse Buying.

2. Hasil Uji Reliabilitas Kuisioner

82
Pengujian reliabilitas untuk masing-masing kuisioner variabel

Harga, variabel Visual Merchandising, dan variabel Perilaku Impulse

Buying dilakukan dengan menggunakan teknik Alpha-Cronbach dengan

kriteria jika koefisien reliabilitas instrumen (Alpha Cronbach) lebih besar

dari 0,6 (ri ≥ 0,6) maka butir kuisioner tersebut dinyatakan reliabel. Ikhtisar

hasil uji reliabilitas untuk masing-masing kuisioner variabel Harga,

variabel Visual Merchandising, dan variabel Perilaku Impulse Buying

dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 14. Ikhtisar Hasil Uji Reliabilitas Kuisioner


Koefisien Kriteria
No. Variabel ri Keputusan
(ri ≥ 0,6)

1. Harga (X1) 0,890 0,890 > 0,6 Reliabel

2. Visual Merchandising
0,881 0,881 > 0,6 Reliabel
(X2)

3. Perilaku Impulse
0,849 0,849 > 0,6 Reliabel
Buying (Y)

Sumber: Data Primer diolah, 2023.

Ikhtisar hasil uji reliabilitas kuisioner sebagaimana tabel di atas

menunjukkan bahwa koefisien Alpha Cronbach (ri) untuk semua kuisioner

variabel penelitian lebih besar dari 0,6 sehingga masing-masing kuisioner

dinyatakan reliabel. Perbandingan nilai Alpha Cronbach untuk masing-

masing kuisioner yaitu kuisioner variabel Harga (0,890 > 0,6); kuisioner

variabel Visual Merchandising (0,881 > 0,6); dan kuisioner variabel

Perilaku Impulse Buying (0,849 > 0,6). Dengan demikian masing-masing

kuisioner dinyatakan reliabel dan dapat dipercaya untuk dipergunakan

83
sebagai instrumen pengumpulan data pada masing-masing variabel Harga,

variabel Visual Merchandising, dan variabel Perilaku Impulse Buying.

D. Hasil Analisis Data

1. Hasil Analisis Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif berguna untuk menggambarkan profil data yang

dipergunakan untuk kepentingan analisis regresi linier berganda. Data-

data ini meliputi nilai minimum dan maksimum, jumlah data (sum), rata-

rata (mean), dan standar deviasi (std. deviation) dari masing-masing

variabel Harga (X1), Visual Merchandising (X2), dan Perilaku Impulse

Buying (Y). Hasil penghitungan statistik deskriptif dapat dilihat pada tabel

berikut ini.

Tabel 15. Ikhtisar Hasil Penghitungan Statistik Deskriptif


Variabel Std.
N Min Max Sum Mean
Penelitian Deviation

Harga (X1) 100 14 55 3.585 35,85 6,444

Visual
100 19 65 4.413 44,13 8,158
Merchandising (X2)

Perilaku Impulse
100 17 65 4.225 42,25 7,214
Buying (Y)

Sumber: Data Primer diolah, 2021.

Ikhtisar hasil penghitungan statistik deskriptif sebagaimana tabel di

atas menjelaskan hal-hal sebagaimana penjelasan berikut ini.

a. Variabel Harga (X1)

Variabel Harga (X1) memiliki jumlah sampel (n) sebanyak 100

buah dan dinyatakan valid atau tidak ada sampel data yang terbuang

84
(missing) dari proses analisis data tersebut. Nilai minimum data

sebesar 14 dan nilai maksimum data adalah sebesar 55 dengan jumlah

data 3.585. Hasil analisis menunjukkan nilai mean sebesar 35,85

dengan standar deviasi 6,444. Nilai mean lebih besar dari standar

deviasi yang merepresentasikan bahwa data variabel harga ini baik

karena rata-rata data mempunyai tingkat penyimpangan yang rendah

atau dengan istilah lain data bersifat homogen (merata). Jika nilai

standar deviasi lebih besar dari mean berarti sebaran data bervariasi

(heterogen) atau rata-rata data mempunyai tingkat penyimpangan

yang tinggi sehingga data berdistribusi tidak normal.

b. Variabel Visual Merchandising (X2)

Variabel Visual Merchandising (X2) memiliki jumlah sampel

(n) sebanyak 100 buah dan dinyatakan valid atau tidak ada sampel

data yang terbuang (missing) dari proses analisis data tersebut. Nilai

minimum data sebesar 19 dan nilai maksimum data adalah sebesar 65

dengan jumlah data 4.413. Hasil analisis menunjukkan nilai mean

sebesar 44,13 dengan standar deviasi 8,158. Nilai mean lebih besar

dari standar deviasi yang merepresentasikan bahwa data variabel

Visual Merchandising ini baik karena rata-rata data mempunyai

tingkat penyimpangan yang rendah atau dengan istilah lain data

bersifat homogen (merata).

c. Variabel Perilaku Impulse Buying (Y)

Variabel Perilaku Impulse Buying (Y) memiliki jumlah sampel

(n) sebanyak 100 buah dan dinyatakan valid atau tidak ada sampel

data yang terbuang (missing) dari proses analisis data tersebut. Nilai

minimum data adalah 17 dan nilai maksimum data sebesar 65 dengan

85
jumlah data 4.225. Hasil analisis menunjukkan nilai mean sebesar

42,25 dengan standar deviasi 7,214. Nilai mean lebih besar dari

standar deviasi yang merepresentasikan bahwa data variabel Perilaku

Impulse Buying memiliki tingkat penyimpangan yang rendah dalam

hal rata-rata data. Dengan demikian data variabel ini dinyatakan baik

karena data bersifat homogen (merata).

2. Hasil Analisis Statistik Inferensial

Statistik inferensial digunakan untuk menguji hipotesis penelitian

yang telah dibuat yang dalam hal ini metode yang digunakan adalah

metode regresi linier berganda. Analisis regresi linier berganda dalam

penelitian ini dimaksudkan untuk mengukur tingkat pengaruh variabel

bebas Harga (X1) dan Visual Merchandising (X2) terhadap variabel terikat

Perilaku Impulse Buying (Y).

a. Hasil Uji Asumsi Klasik

Model regresi yang disajikan supaya dapat dianalisis dan

memberikan hasil yang representatif (BLUE-Best Linier Unbiased

Estimation), maka terlebih dahulu akan dilakukan uji asumsi klasik

bahwa model memenuhi asumsi kenormalan residual, tidak terjadi

heteroskedastisitas, dan tidak terjadi gejala multikolinieritas.

1) Hasil Uji Normalitas

Model regresi yang baik jika semua variabel penelitian

memiliki data yang berdistribusi normal atau mendekati normal.

Pada regresi linear berganda dalam penelitian ini pengujian

normalitas dilakukan pada residual data dengan menggunakan uji

86
Kolmogorov-Smirnov. Dasar pengambilan keputusan terhadap

normal atau tidaknya data penelitian ditetapkan berdasarkan

kriteria jika nilai Asymp. sig. lebih besar dari taraf signifikansi

(p>0,05) maka data berdistribusi normal. Hasil uji normalitas

dengan normal Kolmogorov-Smirnov dapat dilihat pada gambar

berikut ini.

Tabel 16. Output Hasil Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov (KS)

Sumber: Data Primer diolah, 2023.

Hasil uji normalitas data dengan menggunakan metode

Kolmogorov-Smirnov (KS) sebagaimana pada output diatas

menunjukkan nilai Asymp. Sig KS sebesar 0,122 atau lebih besar

dari taraf signifikansi (0,122 > 0,05). Dengan demikian dapat

ditarik pengertian bahwa data penelitian telah memenuhi asumsi

kenormalan residual atau data berdistribusi normal sehingga data

ini akan menghasilkan model regresi linier berganda yang baik.

2) Hasil Uji Heteroskedastisitas

87
Uji heteroskedastisitas dilakukan dengan menggunakan

metode Glejser. Prinsip kerja uji heteroskedastisitas

menggunakan uji Glejser adalah dengan cara meregresikan

variabel bebas Harga (X1) dan Visual Merchandising (X2)

terhadap nilai Absolute residual (Abs_RES). Dasar pengambilan

keputusan uji Glejser adalah jika nilai signifikansi (sig.) lebih

kecil dari 0,05 maka kesimpulannya data terjadi gejala

heteroskedastisitas atau sebaliknya jika nilai signifikansi (sig.)

lebih besar 0,05 maka data tidak terjadi gejala heteroskedastisitas.

Hasil uji Glejser dapat dilihat tabel di bawah ini.

Tabel 17. Output Hasil Uji Homogenitas Glejser

Sumber: Data Primer diolah, 2023.

Hasil uji heteroskedastisitas dengan metode Glejser

sebagaimana pada output coefficients di atas menunjukkan

Absolute Residual (Abs_RES) berperan sebagai variabel terikat

(dependen), sedangkan variabel bebas adalah Harga (X1) dan

Visual Merchandising (X2). Hasil pengujian menunjukkan bahwa

nilai signifikansi (sig.) t-test pada variabel bebas Harga (X1) lebih

besar dari 0,05 (0,135 > 0,05) dan variabel bebas Visual

88
Merchandising (X2) juga lebih besar dari 0,05 (0,915 > 0,05).

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa data penelitian ini

tidak terjadi penyimpangan asumsi klasik heteroskedastisitas atau

data dinyatakan homogen sehingga data akan menghasilkan

model regresi linier berganda yang baik.

3) Hasil Uji Multikolonieritas

Uji multikolinearitas adalah uji yang dilakukan untuk

memastikan apakah di dalam sebuah model regresi ada

interkorelasi atau kolinearitas antar variabel bebas. Interkorelasi

yang dimaksud dalam penelitian ini adalah hubungan yang linear

antara variabel Harga (X1) dan variabel Visual Merchandising

(X2). Interkorelasi dalam penelitian ini dapat diukur dengan

memperhatikan nilai VIF dan Tolerance, yakni jika nilai toleransi

≤ 1 berarti tidak ada korelasi antar variabel bebas dan jika VIF

tidak melebihi 10 maka model dinyatakan tidak terkena persoalan

multikolonier. Ikhtisar hasil uji multikolonieritas dapat dilihat

pada tabel di bawah ini.

Tabel 18. Output Hasil Uji Multikolonieritas

Sumber: Data Primer diolah, 2021.

89
Hasil perhitungan nilai Tolerance dan VIF sebagaimana

pada output hasil uji multikolonieritas diatas menunjukkan bahwa

seluruh variabel bebas yakni variabel Harga (X1) dan variabel

Visual Merchandising (X2) masing-masing memiliki nilai

tolerance 0,166 (kurang dari 1) dan nilai VIF sebesar 6,011 (tidak

lebih dari 10). Hal ini memberikan pemahaman bahwa tidak

terjadi interkorelasi atau hubungan yang linear antara variabel

Harga (X1) dan variabel Visual Merchandising (X2). Dengan

demikan model regresi linier yang terbangun tidak mengalami

gejala multikolinieritas yang berarti pula bahwa masing-masing

variabel bebas cukup baik untuk dipergunakan sebagai prediktor

variabel terikat.

Atas dasar hasil pengujian asumsi klasik sebagaimana

dijelaskan di atas maka dinyatakan persyaratan model regresi telah

terpenuhi, dimana model regresi memenuhi asumsi normalitas (data

berdistribusi normal), tidak terjadi heteroskedastisitas (data

homogen), dan tidak terjadi gejala multikolinieritas.

b. Hasil Uji Regresi Linier Berganda

Analisis regresi linier berganda dalam penelitian ini

dimaksudkan untuk mengukur tingkat pengaruh variabel bebas Harga

(X1) dan variabel Visual Merchandising (X2) terhadap variabel terikat

Perilaku Impulse Buying (Y) pada konsumen produk Cilok Bahana di

90
area pemasaran Barantah. Ikhtisar hasil perhitungan regresi lnier

berganda dapat dilihat sebagaimana output SPSS di bawah ini.

Tabel 19. Output Regresi Linier Berganda

Sumber: Data Primer diolah, 2023.

Output analisis regresi linier berganda menegaskan bahwa

model persamaan regresi linier berganda yang terbangun dalam

penelitian ini adalah Y = 4,511 + 0,831X1 + 0,180X2. Persamaan

regresi linier berganda ini menjelaskan hal-hal sebagai berikut:

• Konstanta sebesar 4,511 menunjukkan bahwa jika tidak ada

variabel Harga (X1) dan Visual Merchandising (X2) maka

Perilaku Impulse Buying (Y) bernilai 4,511.

• Koefisien regresi variabel Harga (X1) bernilai positif sebesar

0,831. Hal ini menunjukkan setiap kenaikan satu satuan harga

maka akan berpengaruh terhadap peningkatan Perilaku Impulse

Buying sebesar 0,831 dengan asumsi variabel Visual

Merchandising tetap/konstan (nol).

• Koefisien regresi variabel Visual Merchandising (X2) bernilai

positif sebesar 0,180. Hal ini menunjukkan bahwa setiap

kenaikan satu satuan visual merchandising akan peningkatan

91
Perilaku Impulse Buying sebesar 0,180 dengan asumsi variabel

Harga tetap/konstan (nol).

Adanya pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat

sebagaimana pada model persamaan regresi linier berganda tersebut

selanjutnya akan dilakukan pembuktian melalui Koefisien

determinasi (R2).

c. Hasil Uji Koefisien Determinasi (R2)

Koefisien determinasi (R2) pada analisis regresi linear

berganda dalam penelitian ini memiliki makna sebagai sumbangan

atau kontribusi pengaruh yang diberikan oleh variabel bebas Harga

(X1) dan Visual Merchandising (X2) terhadap variabel terikat Perilaku

Impulse Buying (Y) pada konsumen produk Cilok Bahana di area

pemasaran Barantah. Hasil penghitungan Koefisien Determinasi (R2)

dapat dilihat pada output SPSS di bawah ini.

Tabel 20. Output Koefisien Determinasi (R2)

Sumber: Data Primer diolah, 2023.

92
Hasil penghitungan Koefisien Determinasi (R2) sebagaimana

output SPSS diatas menunjukkan bahwa koefisien R-squared (R2)

adalah 0,868. Hal ini memberikan pengertian bahwa sumbangan atau

kontribusi variabel Harga (X1) dan Visual Merchandising (X2)

terhadap Perilaku Impulse Buying (Y) adalah sebesar 86,8%

sedangkan sisanya sebesar 13,2% dipengaruhi oleh variabel lain yang

tidak diukur pada model regresi dalam penelitian ini.

d. Hasil Uji Hipotesis

Pengujian hipotesis dalam penelitian ini merupakan tahapan uji

kebenaran terhadap dugaan adanya pengaruh variabel Harga (X1) dan

Visual Merchandising (X2) terhadap Perilaku Impulse Buying (Y)

pada konsumen produk Cilok Bahana di area pemasaran Barantah.

1) Hasil Uji Hipotesis I

Hipotesis I dalam penelitian ini menyebutkan sebagai

berikut:

H1 : Harga dan Visual Merchandising berpengaruh

berpengaruh signifikan secara simultan terhadap Perilaku

Impulse Buying pada konsumen produk Cilok Bahana di

Area Pemasaran Barantah.

Pengujian hipotisis ini dilakukan dengan menggunakan uji

signifikansi F-test pada level of significance (α) = 0,05.

Pengambilan keputusan ada tidaknya pengaruh simultan kedua

93
variabel bebas terhadap variabel terikat dilakukan dengan

membandingkan nilai signifikansi F (sig.) dengan level of

significance (α). Jika nilai signifikansi F (sig.) lebih kecil dari

level of significance (α) maka secara bersama-sama (simultan)

variabel bebas berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat

atau sebaliknya. Terkait pengaruh tersebut bersifat positif atau

negatif dapat dilihat pada koefisien F-test, jika nilai F-test positif

maka pengaruh simultan yang terjadi bersifat positif atau

sebaliknya. Hasil penghitungan F-test dapat dilihat pada output

SPSS di bawah ini.

Tabel 21. Output Uji Signifikansi F-test

Sumber: Data Primer diolah, 2023.

Hasil F-test sebagaimana pada output SPSS diatas

menunjukkan koefisien F-test positif sebesar 320,074 dan nilai

probabilitas F (sig.) sebesar 0,000 atau sig. lebih kecil dari level

of significance (0,000 < 0,05). Hal ini memberikan pemahaman

bahwa H0 ditolak dan Ha diterima artinya terdapat pengaruh

positif dan signifikan secara simultan variabel Harga (X1) dan

Visual Merchandising (X2) terhadap Perilaku Impulse Buying (Y).

94
Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa hipotesis

penelitian yang berbunyi Harga dan Visual Merchandising

berpengaruh signifikan secara simultan terhadap Perilaku

Impulse Buying pada konsumen produk Cilok Bahana di Area

Pemasaran Barantah dapat diterima atau teruji kebenarannya.

2) Hasil Uji Hipotesis II dan III

Hipotesis II dan III dalam penelitian ini masing-masing

menyebutkan sebagai berikut:

H2 : Harga berpengaruh positif dan signifikan terhadap

Perilaku Impulse Buying pada konsumen produk Cilok

Bahana di Area Pemasaran Barantah.

H3 : Visual Merchandising berpengaruh positif dan signifikan

terhadap Perilaku Impulse Buying konsumen produk

Cilok Bahana di Area Pemasaran Barantah.

Pengujian Hipotesis II dan Hipotesis III masing-masing

dilakukan dengan menggunakan uji signifikansi t-test pada level

of significance (α) = 5%. Pengambilan keputusan ada tidaknya

pengaruh sendiri-sendiri (parsial) variabel bebas terhadap

variabel terikat dilakukan dengan membandingkan nilai

signifikansi t (sig.) dengan level of significance (α). Jika nilai

signifikansi t (sig.) lebih kecil dari level of significance (α) maka

masing-masing variabel bebas tersebut berpengaruh signifikan

terhadap variabel terikat atau sebaliknya. Sementara terkait

95
pengaruh tersbut bersifat positif atau negatif dapat dilihat pada

koefisien t-test, jika nilai t-test positif maka pengaruh yang terjadi

bersifat positif atau sebaliknya. Ikhtisar hasil penghitungan t-test

dapat dilihat di bawah ini.

Tabel 22. Output Hasil Uji Signifikansi t-test

Sumber: Data Primer diolah, 2023.

Atas dasar ikhtisar hasil pengujian t-test sebagaimana tabel

diatas, maka dapat dijabarkan penjelasan berikut ini.

a) Pengujian Hipotesis II

Hasil pengujian t-test menunjukkan koefisien t-test positif

sebesar 8,216 dan nilai probabilitas t (sig.) sebesar 0,000 atau sig.

lebih kecil dari level of significance (0,000 < 0,05). Hal ini

memberikan pengertian bahwa H0 ditolak dan Ha diterima atau

terdapat pengaruh positif dan signifikan variabel Harga (X1)

terhadap Perilaku Impulse Buying (Y). Dengan demikian,

hipotesis penelitian yang berbunyi Harga berpengaruh positif dan

signifikan terhadap Perilaku Impulse Buying pada konsumen

96
produk Cilok Bahana di Area Pemasaran Barantah dapat diterima

atau teruji kebenarannya.

b) Pengujian Hipotesis III

Hasil pengujian t-test menunjukkan koefisien t-test positif

sebesar 8,216 dan nilai probabilitas t (sig.) sebesar 0,026 atau sig.

lebih kecil dari level of significance (0,026 < 0,05). Hal ini

memberikan pengertian bahwa H0 ditolak dan Ha diterima atau

terdapat pengaruh positif dan signifikan variabel Visual

Merchandising (X2) terhadap Perilaku Impulse Buying (Y).

Dengan demikian, hipotesis penelitian yang berbunyi Visual

Merchandising berpengaruh positif dan signifikan terhadap

Perilaku Impulse Buying konsumen produk Cilok Bahana di Area

Pemasaran Barantah dapat diterima atau teruji kebenarannya.

Atas dasar hasil pengujian-pengujian hipotesis yang telah dilakukan

sebagaimana penjelasan di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa

Harga dan Visual Merchandising berpengaruh positif dan signifikan baik

secara simultan maupun parsial terhadap Perilaku Impulse Buying pada

konsumen produk Cilok Bahana di Area Pemasaran Barantah.

E. Pembahasan

1. Pembahasan Pengaruh Harga dan Visual Merchandising terhadap


Perilaku Impulse Buying

Harga adalah jumlah uang yang ditagihkan atas suatu produk atau

jasa. Harga merupakan salah satu elemen bauran pemasaran yang

97
menghasilkan pendapatan, sedangkan elemen lainnya melambangkan

biaya (Kotler dan Amstrong, 2012). Visual merchandising merupakan

sebuah cara penyajian barang dagangan yang efektif untuk mempengaruhi

perilaku pembelian konsumen (Kim, 2003), segala sesuatu yang dilihat

oleh konsumen, baik dari dalam ataupun dari luar toko yang dapat

menciptakan gambaran positif dari suatu bisnis dan dapat mengakibatkan

perhatian, minat, tindakan, dan keinginan yang muncul pada pelanggan

(Kaur, 2013). Sementara itu, perilaku impulse buying atau impulsive

buying merupakan proses pembelian barang yang terjadi secara spontan

(Rosyida dan Ambarwati, 2016), sebagai suatu keputusan pembelian yang

tidak direncanakan, terjadi sepanjang konsumen merasakan emosi positif

dan mencerminkan adanya reaksi konsumen secara cepat dikarenakan

suatu stimulus (Aouinti et al., 2013).

Hasil penelitian ini menemukan bahwa baik variabel harga, variabel

visual merchandising, dan variabel perilaku impulse buying masing-

masing berada dalam kategori Baik. Hal ini dibuktikan berdasarkan

penghitungan persentase (%) dimana variabel harga memiliki indeks

persentase (%) sebesar 65,82%, variabel visual merchandising memiliki

indeks persentase (%) sebesar 69,15%, dan variabel perilaku impulse

buying (Y) menunjukkan indeks persentase (%) sebesar 65%. Variabel

harga dengan indeks persentase sebesar 65,82% (Baik) memberikan

pemahaman bahwa responden memiliki persepsi yang baik terhadap harga

produk Cilok Bahana di area pemasaran Barantah jika diukur berdasarkan

98
indikator (a) Keterjangkauan harga; (b) Kesesuaian harga dengan kualitas;

(c) Kesesuaian harga dengan manfaat; dan (d) Harga sesuai kemampuan

atau daya beli.

Variabel Visual Merchandising memiliki indeks persentase sebesar

69,15% (Baik) memberikan pemahaman bahwa responden memiliki

persepsi yang baik terhadap visual merchandising Cilok Bahana di area

pemasaran Barantah jika diukur berdasarkan indikator: (a) Aspek ekterior

meliputi brand shop, windows display; serta (b) Aspek interior berupa

displays design, colour, lighting, dan signage. Selanjutnya untuk variabel

Perilaku Impulse Buying (Y) memiliki indeks persentase sebesar 65%

(Baik) memberikan pemahaman bahwa responden memiliki persepsi yang

baik dalam meinlai perilaku impulse buying Cilok Bahana di area

pemasaran Barantah jika diukur berdasarkan indikator: (a) Spontanitas

(spontanity); (b) Kekuatan, kompulsi, dan intensitas (power, compulsion,

and intensity); (c) Kegairahan dan stimulasi (excitement and simulation);

dan (d) Ketidakpedulian terhadap akibat (disregard for consequences).

Hasil penelitian ini selanjutnya menyimpulkan bahwa Harga dan

Visual Merchandising berpengaruh positif dan signifikan secara simultan

terhadap Perilaku Impulse Buying pada konsumen produk Cilok Bahana di

Area Pemasaran Barantah. Hasil penelitian ini konsisten dengan hasil

penelitian Putra dan Suryadi (2020) yang menyimpulkan dalam

penelitiannya bahwa dengan adanya variabel kualitas produk, visual

merchandising dan harga memiliki pengaruh signifikan secara simultan

99
terhadap perilaku impulse buying. Hal ini juga seiring dengan temuan

Navarestu (2018) yang menemukan bahwa visual merchandising dan

harga dengan adanya penambahan variabel store atmosphere berpengaruh

signifikan secara simultan terhadap impulse buying. Hasil penelitian ini

juga mendukung hasil penelitian Sopiyan (2019) yang menyatakan bahwa

strategi harga dan visual merchandising berpengaruh signifikan secara

simultan terhadap keputusan pembelian online.

Hasil-hasil penelitian yang menyebutkan adanya pengaruh positif

dan signifikan secara simultan harga dan visual merchandising terhadap

perilaku impulse buying di atas sejalan dengan pendapat Loudon dan Bitta

(2013) yang mengungkapkan bahwa faktor‐faktor yang mempengaruhi

impulsive buying, yaitu: (1) Produk dengan karakteristik harga murah,

kebutuhan kecil atau marginal, produk jangka pendek, ukuran kecil, dan

toko yang mudah dijangkau; (2) Pemasaran dan marketing yang meliputi

distribusi dalam jumlah banyak outlet yang self-service, iklan melalui

media massa yang sangat sugestibel dan terus menerus, iklan di titik

penjualan, posisi display dan lokasi toko yang menonjol; dan (3)

Karakteristik konsumen seperti kepribadian, jenis kelamin, sosial

demografi atau karakteristik sosial ekonomi.

2. Pembahasan Pengaruh Harga terhadap Perilaku Impulse Buying

100
Harga merupakan salah satu aspek yang akan menjadi pertimbangan

konsumen dalam pengambilan keputusan pembelian sebuah produk/jasa.

Konsumen cenderung akan membandingkan harga dari beberapa produk

pilihan untuk kemudian mengevaluasi apakah harga tersebut sesuai atau

tidak dengan nilai produk serta jumlah uang yang harus dikeluarkan.

Kotler dan Amstrong (2012) mendefinisikan harga merupakan sejumlah

uang yang dibebankan atau dibayarkan oleh konsumen sebagai nilai tukar

produk karena telah menggunakan atau mengambil manfaat produk

tersebut. Harga memiliki 4 (empat) dimensi yang mencirikan harga, yakni

keterjangkauan harga, kesesuaian harga dengan kualitas, kesesuaian harga

dengan manfaat, dan harga sesuai kemampuan atau daya beli.

Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa harga berpengaruh positif

dan signifikan terhadap perilaku impulse buying pada konsumen produk

Cilok Bahana di Area Pemasaran Barantah. Hasil penelitian ini konsisten

dengan hasil-hasil penelitian Navarestu (2018) dan Putra et al. (2020) yang

masing-masing dalam penelitiannya menyebutkan bahwa harga

berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap perilaku impulse

buying. Sejalan dengan hasil penelitian ini adalah hasil penelitian Sopiyan

(2019) yang menyimpulkan dalam penelitiannya bahwa strategi harga

berpengaruh positif signifikan terhadap keputusan pembelian online.

Namun demikian, hasil-hasil penelitian tersebut tidak konsisten dengan

hasil penelitian Hikmah (2020) yang menemukan bahwa harga tidak

berpengaruh signifikan secara parsial terhadap pembelian impulsif.

101
Hasil-hasil penelitian yang menyatakan adanya keterkaitan antara

harga dengan perilaku impulse buying tersebut sejalan dengan pendapat

Kotler dan Keller (2016) yang menyatakan bahwa beberapa faktor yang

menjadi alasan mengapa seseorang terdorong untuk melakukan impulse

buying diantaranya adalah karena faktor internal dan faktor eksternal.

Faktor internal yang ada pada diri seseorang yaitu suasana hati dan

kebiasaan berbelanja apakah didorong sifat hedonis atau tidak. Sementara

itu faktor eksternal yang mempengaruhi impulse buying berasal dari

stimulus yang diberikan oleh pihak peritel, yaitu lingkungan toko dan

promosi yang ditawarkan termasuk harga.

3. Pembahasan Pengaruh Visual Merchandising terhadap Perilaku

Impulse Buying

Visual merchandising merupakan cara penyajian produk sehingga

dapat dilihat oleh konsumen, baik dari dalam ataupun dari luar toko yang

mampu menciptakan gambaran positif serta mengakibatkan perhatian,

minat, tindakan, dan keinginan yang muncul pada diri konsumen untuk

melakukan pembelian (Kim, 2003; Bhatti dan Latif 2013).

Hasil penelitian ini menemukan bahwa visual merchandising

berpengaruh positif dan signifikan terhadap perilaku impulse buying pada

konsumen produk Cilok Bahana di Area Pemasaran Barantah. Hasil

penelitian ini konsisten dengan hasil-hasil penelitian Pancaningrum

(2017), Navarestu (2018), Saputro (2019), Al Farabi (2019), dan Putra et

al. (2020) yang masing-masing menemukan dalam penelitiannya bahwa

visual merchandising memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap

102
perilaku impulse buying. Semakin tinggi visual merchandising maka

semakin tinggi pula impulsive buying. Hal ini seiring dengan temuan

Thomas et al (2018) serta Fauzi dan Amir (2019) yang masing-masing

menyimpulkan dalam penelitiannya bahwa window display setting,

mannequin display, floor merchandising, dan promotional signage

merupakan proksi visual merchandising berpengaruh signifikan baik

secara simultan maupun parsial terhadap perilaku impulse buying.

Hasil-hasil penelitian yang menyatakan bahwa visual merchandising

berpengaruh positif dan signifikan terhadap perilaku impulse buying

tersebut sejalan pula dengan hasil penelitian Gowri (2015) yang

menyimpulkan dalam penelitiannya bahwa faktor-faktor yang

mempengaruhi pembelian impulsif adalah berbagai praktik visual

merchandising, yakni window display, mannequin display, floor

merchandising, dan promotional signage. Hal ini secara signifikan

membangkitkan minat pelanggan untuk melakukan pembelian impulsif.

Praktik visual merchandising berfungsi sebagai rangsangan yang memicu

keinginan dan motivasi konsumen untuk membuat keputusan pembelian

impulsif. Kim (2003) menjelaskan bahwa salah satu faktor eksternal yang

mempengaruhi perilaku impulsive buying adalah visual merchandising.

Adanya visual merchandising maka konsumen merasa tertarik untuk

masuk ke dalam toko dan terangsang serta terdorong hatinya untuk

melakukan pembelian impulsif.

103
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Atas dasar pembahasan yang telah dilakukan pada bab sebelumnya

maka dapat ditarik kesimpulan sebagaimana berikut ini.

1. Harga, visual merchandising, dan perilaku impulse buying masing-masing

berada dalam kategori Baik. Hal ini dibuktikan berdasarkan penghitungan

persentase (%) dimana harga memiliki indeks persentase sebesar 65,82%,

visual merchandising memiliki indeks persentase sebesar 69,15%, dan

perilaku impulse buying memiliki indeks persentase sebesar 65%.

2. Harga dan Visual Merchandising berpengaruh positif dan signifikan secara

simultan terhadap Perilaku Impulse Buying pada konsumen produk Cilok

Bahana di Area Pemasaran Barantah. Hal ini dibuktikan berdasarkan hasil

F-test yang menunjukkan koefisien F-test positif dengan nilai probabilitas

F (sig.) lebih kecil dari level of significance (0,000 < 0,05). kontribusi

harga dan visual merchandising terhadap perilaku impulse buying sebesar

86,8% sedangkan sisanya sebesar 13,2% dipengaruhi oleh variabel lain

yang tidak diukur pada model regresi dalam penelitian ini.

3. Harga berpengaruh positif dan signifikan terhadap perilaku impulse buying

pada konsumen produk Cilok Bahana di Area Pemasaran Barantah. Hal ini

dibuktikan hasil t-test yang menunjukkan koefisien t-test positif dengan

nilai probabilitas t (sig.) lebih kecil dari level of significance (0,000 <

0,05).

104
4. Visual merchandising berpengaruh positif dan signifikan terhadap

perilaku impulse buying konsumen produk Cilok Bahana di Area

Pemasaran Barantah. Hal ini dibuktikan hasil t-test yang menunjukkan

koefisien t-test positif dengan nilai probabilitas t (sig.) lebih kecil dari level

of significance (0,026 < 0,05).

B. Saran

Atas dasar kesimpulan sebagaimana telah disampaikan diatas maka

disarankan kepada berbagai pihak berikut ini.

1. Manajemen Cilok Bahana di Area Pemasaran Barantah

a. Hendaknya memperhatikan dan meninjau kembali harga produk yang

ditawarkan kepada konsumen dengan membandingkan harga yang

ditawarkan pesaing agar bisa tetap menjaga konsumen sekaligus

memberikan kepuasan kepada konsumen.

b. Hendaknya lebih meningkatkan visual merchandising khususnya

dalam hal pencahayaan toko dengan lebih baik sehingga akan lebih

mampu menarik perhatian konsumen.

2. Konsumen

Hasil penelitian menyatakan bahwa perilaku impulsive buying pada

konsumen produk Cilok Bahana di Area Pemasaran Barantah termasuk

dalam kategori Baik. Oleh karena itu disarankan kepada konsumen agar

lebih memiliki pertimbangan-pertimbangan yang matang dari segi manfaat

dan keuangan sebelum membeli suatu barang, sehingga tidak terjebak

dalam impulsive buying yang dapat merugikan diri sendiri.

105
3. Peneliti selanjutnya

Hendaknya menjadikan penelitian ini sebagai referensi dalam

melaksanakan penelitian selanjutnya sekaligus mengembangkan

penelitian ini dengan menambahkan atau mengkombinasikan variabel-

variabel lain berikut indikator-indikatornya. Pengembangan penelitian

juga dapat dilakukan dengan menggunakan metode analisis yang berbeda,

seperti Analisis Jalur, Structural Equation Modelling (SEM), analisis

faktor, dan sebagainya.

C. Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan penelitian ini yang kemungkinan dapat menimbulkan bias

atau ketidakakuratan pada hasil penelitian ini, antara lain sebagai berikut:

1. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan instrumen kuisioner

yang bersifat tertutup (Skala Likert) sehingga hanya mengukur sikap atau

persepsi responden berdasarkan skala sikap untuk memberikan penilaian

pada masing-masing variabel penelitian. Hal ini tidak tertutup kemunkinan

adanya subjektivitas dan ketidakjujuran responden dalam memberikan

jawaban sehingga berakibat pada hasil penelitian yang kurang akurat.

2. Penelitian ini dilaksanakan hanya pada satu area pemasaran yakni Area

Pemasaran Barantah sehingga tidak meutup kemungkinan adanya

perbedaan hasil penelitian jika dilaksanakan pada obyek penelitian di

tempat yang berbeda.

106
107

Anda mungkin juga menyukai