Anda di halaman 1dari 10

Jur. Ilm. Kel. & Kons., Januari 2015, p : 59-68 Vol. 8, No.

1
ISSN : 1907 - 6037

HEDONISME KONSUMEN SEBAGAI VARIABEL MEDIATOR ANTARA


PEMASARAN DAN PEMBELIAN TIDAK TERENCANA

Stevanus Bayu Satriawan1*), Hartoyo2, Lilik Noor Yuliati2

1
PT. Septia Anugerah, Jakarta Timur 13890, Indonesia
2
Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor,
Bogor 16680, Indonesia

*)
E-mail: bayu_kaka22@yahoo.com

Abstrak
Dalam sebuah proses pembelian, konsumen dapat melakukan pembelian secara terencana dan tidak
terencana. Pembelian tidak terencana atau seringkali dikenal sebagai pembelian impulsif merupakan respon dari
penawaran produk yang relatif tidak mahal seperti produk bakery. Faktor produk, pemasaran, dan karakteristik
konsumen ditengarai sebagai faktor yang memengaruhi seseorang melakukan pembelian tidak terencana.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh faktor pemasaran dan hedonisme konsumen terhadap
keputusan pembelian tidak terencana pada Gerai Roti ABC yang terletak di salah satu pusat perbelanjaan di Kota
Bekasi. Pengambilan contoh penelitian menggunakan nonprobability sampling dan jumlah contoh yang terlibat
adalah 192 orang konsumen Gerai Roti ABC. Analisis data dilakukan dengan menggunakan Structural Equation
Modelling (SEM). Hasil analisis menunjukkan bahwa pada faktor pemasaran, indikator produk dan pemasaran
merupakan indikator yang secara signifikan mampu menjelaskan variabel laten faktor pemasaran. Lebih lanjut,
faktor pemasaran berpengaruh secara langsung dan signifikan positif terhadap hedonisme konsumen dan juga
pemebelian tidak terencana. Faktor pemasaran juga berpengaruh secara tidak langsung dan signifikan positif
terhadap pembelian tidak terencana melalui hedonisme konsumen di Gerai Roti ABC.

Kata kunci: Gerai Roti, hedonisme konsumen, pemasaran, produk, SEM

Consumer Hedonism as Mediator Variable of Marketing Factors and Unplanned


Purchase Behavior

Abstract

In a process of purchase, consumers can conduct planned purchase or unplanned purchase behavior.
Unplanned purchase behavior, also known as impulsive purcahse behavior, refers to consumers’ response to
marketing of product that is not extremely expensive including bakery product. Product and marketing factors, and
also consumers’ characteristics are identified as determinant factors of unplanned purchase behavior. This
research aimed to examine influence of marketing factors and consumer hedonism on unplanned purchase
behavior of consumers of bakey outlet that was located in one of shopping center in the city of Bekasi. The
sampling in this research used non-probability sampling. The number of the respondents was 192 people that
became consumers of ABC bakery outlet. The analysis data used Structural Equation Modelling (SEM). The
result showed that product and marketing indicator were significant indicators of latent variable of marketing
factors (marketing mix). Moreovver, marketing factors had direct influence on consumer hedonism and unplanned
purchase behavior positive significantly. Marketing factors also influenced indirectly on unplanned purchase
behavior positive significantly; with consumer hedonism as mediator variable.

Keywords: bakery outlet, consumer hedonism, marketing factors, product, SEM

PENDAHULUAN dorongan untuk membeli yang disebabkan


karena melihat pajangan, iklan, percobaan
Dalam sebuah proses pembelian, barang baru atau kedatangan tenaga penjual.
konsumen dapat melakukan pembelian secara Solomon (2011) mengatakan dorongan untuk
terencana (planned purchase) dan tidak membeli tanpa terencana (impulse buying)
terencana (unplanned purchase). Pembelian terjadi ketika seseorang mengalami perasaan
terencana adalah aktivitas yang terjadi karena ingin membeli secara tiba-tiba, mendesak dan
ada masalah dan sudah muncul niat untuk tidak bisa menahan dalam kurun waktu
membeli sebelum pembelian terjadi. Sementara seketika. Proses otomatisasi perilaku impulse
itu, pembelian tidak terencana adalah aktivitas buying yang terjadi disebabkan adanya
pembelian yang terjadi karena adanya stimulasi kuat dari lingkungan yang muncul
60 SATRIAWAN, HARTOYO, & YULIATI Jur. Ilm. Kel. & Kons.

sedemikian rupa tanpa dilandasi oleh dan nilai hedonisme konsumen terhadap
pertimbangan kebutuhan secara rasional. pembelian tidak terencana.
Hausman (2000) menyatakan bahwa
pembelian impulsif merupakan respon dari Pada suatu perusahaan, pemasaran
penawaran produk yang relatif tidak mahal. merupakan salah satu kunci penting
Penjual sangat sadar bahwa bagian volume berhasilnya suatu jenis usaha. Kotler dan Keller
penjualan yang cukup besar seringkali (2009) menjelaskan inti dari pemasaran adalah
dibangkitkan oleh sifat pembelian impulsif. Hal mengidentifikasi dan memenuhi kebutuhan
ini ditunjukkan dari fakta bahwa sepertiga manusia dan sosial. Swastha (2006)
pembelian pada department store dilakukan menyebutkan ada empat faktor utama dalam
secara impulsif (Bellenger et al., 1978, diacu pemasaran yang dikenal dengan marketing mix
dalam Hetharie, 2012). Hasil kajian Park yang terdiri atas produk, harga, promosi, dan
(2006), diacu dalam Hetharie (2012) lokasi. Sementara itu, nilai hedonisme
menyatakan bahwa diperkirakan lebih dari 4 konsumen melekat pada kegiatan berbelanja
miliar US$ penjualan tahunan di Amerika sebagai kegiatan yang menyenangkan
Serikat terjadi melalui pembelian impulsif. (Musriha 2011). Hedonic shopping menurut
Japarianto (2011) merupakan suatu keinginan
Loudon dan Bitta dalam Widawati (2011) seseorang untuk mendapatkan suatu
menemukan beberapa faktor yang dapat kesenangan bagi dirinya sendiri yang dapat
memengaruhi pembelian tidak terencana yaitu: dipenuhi dengan cara menghabiskan waktu
(1) karakteristik produk secara umum meliputi untuk mengunjungi pusat perbelanjaan atau
harga yang murah, adanya sedikit kebutuhan mall, menikmati suasana atau atmosfer yang
terhadap produk tersebut, siklus kehidupan ada di pusat perbelanjaan itu sendiri meskipun
produknya pendek, ukurannya kecil atau mereka tidak membeli apapun atau hanya
ringan, dan mudah disimpan, (2) faktor melihat-lihat saja. Nilai hedonisme dipercaya
pemasaran yang meliputi ketersediaan dapat berpotensi memberikan hiburan dalam
informasi mulai dari iklan hingga material yang berbelanja. Berdasarkan pengertian-pengertian
akan didiskon, posisi pajangan produk dan tersebut dapat dielaborasi bahwa hedonisme
lokasi toko serta jumlah, lokasi dan jarak toko, konsumen lebih terkait dengan sisi emosional
(3) karakteristik konsumen yang mencakup konsumen daripada sisi rasionalnya.
kepribadian konsumen termasuk di dalamnya Pengertian nilai hedonisme konsumen tersebut
nilai hedonimisme konsumen, gaya hidup, dan yang mengarahkan pada dugaan bahwa selain
karakteristik demografi seperti jenis kelamin, faktor pemasaran, nilai hedonisme juga
usia status perkawinan, penghasilan, pekerjaan berpengaruh terhadap pembelian tidak
dan pendidikan. terencana pada Gerai Roti self-service yang
berlokasi di pusat perbelanjaan.
Besarnya pengaruh faktor pemasaran
terlihat dalam kajian terdahulu (Bong, 2011) Gerai Roti berusaha menyampaikan
yang menemukan adanya pengaruh signifikan stimulus kepada konsumen untuk
langsung dari upaya stimulus oleh manajemen meningkatkan pembelian. Stimulus yang biasa
toko terhadap perilaku pembelian tidak dilakukan para pemasar antara lain iklan,
terencana. Hasil penelitian tersebut potongan harga, aroma, dan kesempatan
memperkuat teori bahwa in-store stimuli (faktor mencicipi. Gerai Roti ABC waralaba yang
pemasaran) berpengaruh positif terhadap berlokasi di salah satu pusat perbelanjaan
pembelian pembelian tidak terencana. Selain besar di Kota Bekasi menggunakan metode
itu, Yistiani (2012) juga menemukan bahwa komunikasi pemasaran secara nonverbal, yaitu
atmosfer gerai, pelayanan ritel, dan nilai secara tidak langsung menginformasikan rasa
hedonisme berpengaruh positif dan signifikan yang ditawarkan melalui aroma roti yang dibuat.
terhadap pembelian tidak terencana. Temuan Susilowati (2012) menyebutkan bahwa
tersebut menunjukkan pengaruh faktor komunikasi pemasaran adalah aktivitas
pemasaran yang diwakili variabel atmosfer pemasaran yang berusaha menciptakan
gerai dan pelayanan ritel serta faktor kesadaran atau pengetahuan mengenai produk
karakteristik konsumen yang diwakili variabel dengan berbagai atributnya, menginformasikan
nilai hedonisme sebagai faktor yang kelebihan produk, menciptakan citra produk
berpengaruh terhadap pembelian tidak atau menciptakan preferensi, dan keinginan
terencana. Oleh karenanya, penelitian pada membeli produk bersangkutan. Gerai Roti ABC
Gerai Roti (bakery) yang merupakan produk ini juga membuat suatu konsep promosi melalui
dengan harga yang tidak mahal perlu dilakukan open kitchen yang mana dapur pengolahan roti
untuk menjelaskan pengaruh faktor pemasaran dibuat menjadi satu dengan area penjualan
Vol. 8, 2015 PEMASARAN DAN PEMBELIAN TIDAK TERENCANA 61

serta dibuat agar terlihat terbuka sehingga (2) SMP, (3) SMA, (4) D3/S1, (5) S2, (6) S3.
konsumen bisa melihat dan mengambil sendiri Pekerjaan dikelompokan menjadi (1) PNS, (2)
roti yang akan dibelinya (self-service). Kondisi pegawai swasta,(3) pelajar/mahasiswa, (4) ibu
Gerai Roti ABC tersebut dapat secara spontan rumah tangga, (5) lainnya dengan
membuat pembelian yang tidak direncakan menyebutkan jenis pekerjaan yang belum
sebelumnya. Berdasarkan rumusan latar terdapat dalam kuesioner. Pendapatan
belakang dan kondisi Gerai Roti ABC tersebut dikelompokan menjadi (1) ≤Rp1.000.000, (2)
maka tujuan dalam penelitian ini adalah Rp1.001.000-Rp2.000.000, (3) Rp2.001.000-
menganalisis pengaruh faktor pemasaran dan Rp3.000.000, (4) Rp3.001.000-Rp4.000.000,
hedonisme konsumen terhadap keputusan dan (5) >Rp4.000.000.
pembelian tidak terencana.
Faktor pemasaran dalam penelitian ini
METODE diukur dengan lima subvariabel, yaitu produk
(empat pernyataan), harga (dua pernyataan),
Desain penelitian ini adalah cross sectional promosi (empat pernyataan), lokasi (satu
dan dilakukan di Gerai Roti ABC waralaba yang pernyataan), self-service (satu pernyataan).
berlokasi di salah satu pusat perbelanjaan Sementara itu, nilai hedonisme konsumen
besar di Kota Bekasi. Populasi dalam penelitian diukur dengan tiga indikator yaitu bahwa
ini adalah konsumen Gerai Roti ABC yang membeli di Gerai Roti self-service merupakan
membeli secara tidak terencana. Populasi kegiatan yang membahagiakan,
dalam penelitian ini tidak terbatas (infinite), menyenangkan, dan menjadi hiburan.
karena jumlah yang tidak diketahui dan Pembelian tidak terencana dalam penelitian ini
identitas konsumen yang sulit untuk di diukur dengan empat indikator, yaitu: (1)
identifikasi. Contoh dalam penelitian ini adalah spontanitas, (2) kegairahan dan stimulasi, (3)
pembeli Gerai Roti ABC yang membeli secara kekuatan, kompulsi, dan intensitas, dan (4)
tidak terencana. Pengambilan contoh dalam ketidakpedulian akibat. Ketiga variabel tersebut
penelitian ini menggunakan nonprobability diukur dengan menggunakan skala jawaban
sampling. Teknik nonprobability sampling yang Likert dari 1 hingga 5. Penelitian ini
digunakan adalah teknik convinience sampling. menggunakan analisis Structural Equation
Teknik sampling ini adalah pengambilan contoh Modelling (SEM) untuk menjelaskan pengaruh
tanpa mempertimbangkan siapa yang akan variabel pemasaran dan nilai hedonisme
dijadikan subjek atau responden penelitiannya, konsumen terhadap pembelian tidak terencana.
serta bagaimana cara memilih anggota contoh. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini
Teknik sampling ini dipilih karena populasi telah reliabel dan valid yang ditunjukkan dari
konsumen dan profil konsumen yang tidak nilai Cronbach’s alpha 0,779 untuk faktor
diketahui secara pasti dan peneliti beranggapan pemasaran, 0,782 untuk instrumen nilai
bahwa konsumen merupakan sumber informasi hedonisme konsumen, dan 0,784 untuk
terbaik untuk memperoleh data penelitian ini. instrumen pembelian impulsif.
Pengambilan contoh dibagi menjadi 7 hari
dimulai hari Senin berakhir hari minggu. Setiap HASIL
harinya dibagi 3 waktu pengambilan, yaitu:
siang pukul 11.00-13.00, sore pukul 15.00- Kondisi Sosial Demografi
17.00, malam pukul 19.00-21.00. Setiap waktu
tersebut ditargetkan mendapatkan minimal 9 Berdasarkan hasil penelitian, data
responden dan maksimal 11 responden. demografi konsumen dilihat dari jenis kelamin
Jumlah contoh dalam penelitian ini sebanyak didominasi oleh wanita sebanyak 77 persen,
192 pembeli yang sekaligus menjadi sedangkan lelaki hanya sebanyak 23 persen.
responden. Penelitian ini menunjukkan bahwa umur
sebagian besar konsumen berumur 24-29
Pengumpulan data primer diperoleh tahun yaitu sebesar 40 persen, konsumen
melalui pengisian kuesioner oleh responden. berumur 19-23 tahun sebanyak 26 persen, 17
Data karakteristik responden meliputi usia, jenis persen konsumen berumur 30-35 tahun, 8
kelamin, pendidikan, pekerjaan, dan persen konsumen berumur >35 tahun, dan
pendapatan. Usia dikelompokan berdasarkan sebanyak 4 persen berumur <18 tahun.
katagori yang berusia <18 tahun, 18-23 tahun, Berdasarkan pendidikan konsumen, ke-
24-29 tahun, 30-35 tahun dan >35 tahun. Jenis banyakan konsumen berpendidikan D3/S1
kelamin dikelompokan menjadi laki-laki dan dengan jumlah 69 persen, konsumen yang
perempuan. Pendidikan dikelompokan berpendidikan SMA sebanyak 26 persen,
berdasarkan tingkat pendidikan, yaitu: (1) SD, konsumen berpendidikan SMP 3 persen, dan
62 SATRIAWAN, HARTOYO, & YULIATI Jur. Ilm. Kel. & Kons.

konsumen berpendidikan S2 berjumlah 1 tertinggi yaitu 28,65 persen dan jawaban


persen. Hasil penelitian juga menunjukkan tertinggi untuk sangat tidak setuju tertinggi
bahwa tidak ada konsumen yang memiiki (STS) yaitu 5,73 persen. Sementara pada
pendidikan terakhir SD dan S3. Pekerjaan indikator lokasi yang mudah dijangkau dari
konsumen didominasi oleh pegawai swasta tempat parkir (X9) dan membeli roti ABC
dengan jumlah 61 persen, pelajar/mahasiswa karena mereknya sudah terkenal (X12)
berjumlah 38 persen, ibu rumah tangga mempunyai proporsi terbesar pada jawaban
berjumlah 14 persen, PNS (Sipil, Polri, TNI) kurang setuju masing-masing 46,88 persen dan
berjumlah 3 persen. Pegawai swasta 45,31 persen.
merupakan mayoritas pembeli tidak terencana
di Gerai Roti ABC. Hal Ini dikarenakan di kota Nilai Hedonisme Konsumen
Bekasi banyak beroperasi kantor-kantor swasta
dan bank-bank swasta. Pendapatan contoh Fathonah (2009) menyebutkan bahwa nilai
terbesar pada angka Rp2.001.000-3.000.000 hedonisme dipercaya dapat berpotensi mem-
dengan jumlah 32 persen. Untuk pendapatan berikan hiburan dalam berbelanja. Rachmawati
Rp3.001.000-4.000.000 terdapat 29 persen, (2009) menemukan bahwa nilai hedonisme
pendapatan >Rp4.000.000 terdapat 16 persen, yang dimiliki konsumen memengaruhi secara
pendapatan Rp1.001.000-2.000.000 terdapat signifikan pembelian tidak terencana (perilaku
14 persen, dan pendapatan <Rp1.000.000 pembelian impulsif). Hasil penelitian menunjuk-
terdapat 6 persen. kan bahwa dari kelima indikator nilai hedonisme
kosumen (Y1 hingga Y5), menikmati kegiatan
Faktor Pemasaran membeli roti ABC (Y1) dan merasa senang saat
membeli roti ABC (Y2) paling dipersepsikan
Dalam penelitian ini, faktor pemasaran positif oleh konsumen dengan jawaban
merupakan variabel bebas yang diduga terbanyak pada setuju. Sementara itu, untuk
berpengaruh terhadap pembelian tidak indikator tiga yang lain, jawaban terbanyak
terencana konsumen pada Gerai Roti ABC. adalah jawaban kurang setuju. Indikator nilai
Hasil penelitian menunjukkan bahwa seluruh hedonisme paling banyak mendapat jawaban
indikator yang dipakai untuk menilai faktor sangat setuju (SS) adalah menikmati kegiatan
pemasaran sudah dinilai/dipersepsikan positif membeli roti ABC (Y1) dengan 7,81 persen
oleh konsumen, kecuali untuk lokasi yang konsumen. Indikator yang mendapat paling
mudah dijangkau dari tempat parkir (X9), banyak mendapat jawaban setuju pada variabel
membeli roti ABC karena merek luar negeri nilai hedonisme adalah merasa senang saat
(X11), dan membeli roti ABC karena mereknya membeli roti ABC (Y2) dengan 69,79 persen
sudah terkenal (X12). Jawaban konsumen konsumen. Hasil lain juga menunjukkan bahwa
sebagian besar untuk sembilan indikator faktor indikator yang mendapat paling banyak
pemasaran berada dalam rentang setuju dan jawaban kurang setuju adalah merasa bangga
sangat setuju. Sementara itu, untuk indikator saat belanja ABC (Y5) dengan 46,35 persen
lokasi yang mudah dijangkau dari tempat parkir konsumen. Indikator nilai hedonisme yang
(X9), membeli roti ABC karena merek luar mendapat paling banyak jawaban tidak setuju
negeri (X11), dan membeli roti ABC karena adalah kegiatan membeli roti ABC merupakan
mereknya sudah terkenal (X12) jawaban hiburan bagi konsumen (Y3) dengan 16,67
terbayak konsumen adalah pada rentang persen. Sementara itu, indikator yang
kurang setuju. mendapat paling banyak mendapat jawaban
sangat tidak setuju adalah konsumen merasa
Indikator faktor pemasaran yang paling bangga saat belanja roti ABC (Y5) dengan 3,13
banyak mendapat jawaban sangat setuju (SS) persen.
adalah bahwa roti ABC mempunyai varian roti
yang beraneka ragam (X1) sebesar 46,88 Pembelian Tidak Terencana (Perilaku
persen. Sementara itu, indikator bahwa roti Pembelian Impulsif)
ABC menjanjikan kualitas roti yang baik (X6)
paling banyak mendapat jawaban setuju (S) Solomon (2011) mengatakan pembelian
dari konsumen yaitu sebesar 73,44 persen. tidak terencana (impulse buying) terjadi ketika
Pada indikator faktor pemasaran yang kurang seseorang mengalami perasaan ingin membeli
mendapatkan respon positif, indikator membeli secara tiba-tiba, mendesak dan tidak bisa
roti ABC karena merek luar negeri (X11) menahan. Pengukuran pembelian tidak
mendapat jawaban kurang setuju (KS) tertinggi terencana dalam penelitian ini menggunakan
yaitu sebesar 48,96 persen. Indikator tersebut sembilan indikator. Selanjutnya tingkat impulsif
juga mendapat jawaban tidak setuju (TS) yang menggambarkan tingkatan pembelian
Vol. 8, 2015 PEMASARAN DAN PEMBELIAN TIDAK TERENCANA 63

tidak terencana konsumen akan dibagi menjadi Sementara itu, hasil penelitian lain juga
tiga kelompok, yaitu rendah, sedang dan tinggi. menunjukkan bahwa konsumen usia di bawah
Pembagian kelompoknya didasarkan pada total 18 tahun mempunyai perilaku impulsif rendah
jumlah jawaban minimal dari 9 indikator yaitu 9 sebesar 0 persen, berperilaku impulsif sedang
dan total jawaban maksimal yaitu 45. Rentang 87,5 persen, dan berperilaku impulsif tinggi
dari skor jawaban minimal dan maksimal sebesar 12,5 persen. Sementara itu, pada
adalah 36 (45-9). Berdasarkan skor yang konsumen dengan usia 18-23 tahun
diperoleh maka tingkat impulsif rendah adalah menunjukkan bahwa konsumen yang memiliki
pada rentang skor 9-20, sedang pada rentang impulsif rendah sebesar 1,9 persen, berperilaku
skor 21-32, dan tinggi pada rentang skor 33-45. impulsif sedang 79,2 persen, dan berperilaku
impulsif tinggi sebesar 18,9 persen. Pada
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa konsumen usia 24-29 tahun, perilaku impulsif
indikator sering membeli sesuatu secara rendah menunjukkan hasil sebesar 2,5 persen,
spontan atau tidak terencana (Y6) dan saat berperilaku impulsif sedang sebesar 69,1
berada di Gerai Roti ABC konsumen memilih persen, dan berperilaku impulsif tinggi sebesar
jenis roti yang konsumen beli, sesuai selera 28,4 persen. Konsumen usia 30-35 tahun yang
konsumen saat itu (Y13) paling dipersepsikan menunjukkan perilaku impulsif rendah sebesar
positif oleh konsumen dengan jawaban 12,1 persen, berperilaku impulsif sedang
terbanyak pada setuju (S). Dari kesembilan sebesar 63,6 persen, dan berperilaku impulsif
indikator pada perilaku pembelian tidak tinggi sebesar 24,2 persen. Sementara itu,
terencana (Y6 hingga Y14), indikator yang pada kelompok usia di atas 35 tahun hasil
paling banyak mendapat jawaban sangat setuju penelitian menunjukkan bahwa perilaku impulsif
dan setuju adalah saat berada di Gerai Roti rendah mempunyai proporsi sebesar 5,9
ABC konsumen memilih jenis roti yang persen, yang berperilaku impulsif sedang
konsumen beli, sesuai selera konsumen saat sebesar 70,6 persen, dan yang berperilaku
itu (Y13) dengan 26,56 dan 69,79 persen impulsif tinggi sebesar 23,5 persen. Hasil
konsumen. Sementara itu, indikator yang penelitian menunjukkan bahwa pada semua
mendapat paling banyak mendapat jawaban kelompok umur, proporsi terbesar adalah pada
kurang setuju adalah konsumen membeli roti perilaku impulsif sedang. Perilaku impulsif tinggi
ABC tanpa berpikir dahulu tentang jumlah yang yang tertinggi berada pada responden dengan
dibutuhkan (Y12) dengan 51,56 peersen usia 24-29 Tahun. Hal ini dimungkinkan karena
konsumen. Hasil lain juga menunjukkan bahwa pada tingkat umur tersebut adalah tingkat umur
indikator yang mendapat paling banyak yang mana responden sudah memiliki
mendapat jawaban tidak setuju dan sangat kemampunan untuk memutuskan dan sudah
tidak setuju adalah konsumen berhati-hati saat memiliki penghasilan sendiri. Selain itu, pada
merencanakan pembelian roti ABC (Y14) tingkat usia tersebut merupakan tingkat usia
dengan 47,40 persen dan 5,73 persen yang matang namun masih mudah untuk
konsumen. dipengaruhi dengan pemasaran yang tepat.
Pada usia 18-23 tahun juga berperilaku impulsif
Untuk dapat memberikan gambaran yang
namun jumlahnya masih relatif sedikit,
lebih rinci perilaku pembelian tidak terencana
dimungkinkan karena lebih mudah untuk
konsumen pada Gerai Roti ABC, analisis juga
dipengaruhi namun belum memiliki daya beli
dilakukan berdasarkan jenis kelamin, usia,
yang kuat.
pendidikan, pekerjaan, dan pendapatan
konsumen. Hasil penelitian menunjukkan Sementara itu, berdasarkan tingkat
bahwa proporsi konsumen lelaki berperilaku pendidikan konsumen, hasil penelitian
impulsif rendah sebesar 15,2 persen menunjukkan bahwa semua konsumen pada
berperilaku impulsif sedang 71,7 persen, dan kelompok pendidikan SMP berperilaku impulsif
berperilaku impulsif tinggi sebesar 13 persen. sedang dan tidak ada satupun konsumen pada
Sementara itu, pada konsumen perempuan level pendidikan ini yang berperilaku impulsif
berperilaku impulsif rendah sebesar 0,7 persen, rendah dan tinggi. Pada tingkat pendidikan
berperilaku impulsif sedang 71,9 persen, dan SMA yang berperilaku impulsif rendah sebesar
berperilaku impulsif tinggi 27,4 persen. Hasil 4,1 persen, berperilaku impulsif sedang
penelitian tersebut menunjukkan bahwa sebesar 75,5 persen, dan yang berperilaku
konsumen perempuan yang berperilaku
impulsif tinggi sebesar 20,4 persen. Sementara
impulsif tinggi dalam membeli roti di Gerai Roti
itu, pada tingkat pendidikan D3/S1 yang
ABC lebih besar proporsinya dibandingkan
berperilaku impulsif rendah sebesar 4,5 persen,
konsumen laki-laki. Hal ini dapat terjadi karena
sedangkan yang berperilaku impulsif sedang
konsumen lelaki lebih menggunakan rasional
sebesar 69,4 persen, dan berperilaku impulsif
dibanding dengan emosional.
64 SATRIAWAN, HARTOYO, & YULIATI Jur. Ilm. Kel. & Kons.

tinggi sebesar 26,1 persen. Pada tingkat Selanjutnya, konsumen dengan pendapatan Rp
pendidikan S2 tidak ada konsumen yang 1.001.000 hingga Rp 2.000.000 yang
mempunyai perilaku impulsif rendah dan pada berperilaku impulsif rendah sebesar 7,1 persen,
kelompok sedang dan tinggi proporsinya sama berperilaku impulsif sedang 78,6 persen, dan
yaitu masing-masing 50 persen. Hasil penelitian berperilaku impulsif tinggi sebesar 14,3 persen.
ini menunjukkan bahwa pada semua tingkat Konsumen dengan pendapatan Rp 2.001.000
pendidikan, mayoritas konsumen mempunyai sampai dengan Rp 3.000.000 yang berperilaku
perilaku impulsif sedang. Namun pada tingkat impulsif rendah sebesar 6,6 persen, berperilaku
pendidikan SMA dan D3/S1 cenderung lebih impulsif sedang sebesar 67,2 persen, dan
berperilaku impulsif, dimungkinkan karena pada berperilaku impulsif tinggi sebesar 26,2 persen.
tingkat pendidikan tersebut memiliki pergaulan Pada kelompok konsumen dengan pendapatan
yang lebih luas, banyak menyerap informasi Rp 3.001.000 hingga Rp 4.000.000 berperilaku
dan promosi yang dilakukan, dan sudah mulai impulsif sedang sebesar 1,7 persen,
memiliki pendapatan atau memegang uang berperilaku impulsif sedang sebesar 63,8
sendiri sehingga lebih mudah untuk melakukan persen, dan berperilaku impulsif tinggi sebesar
keputusan pembelian. 34,5 persen. Sementara itu, pada konsumen
dengan pendapatan di atas Rp 4.000.000 yang
Penelitian ini juga menganalisis tingkat berperilaku impulsif rendah sebesar 3,0 persen,
impulsif konsumen pada Gerai Roti yang berperilaku impulsif sedang sebesar 87,9
berdasarkan pekerjaannya. Hasil pada persen, dan yang berperilaku impulsif tinggi
penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada sebesar 9,1 persen. Hasil tersebut
konsumen dengan pekerjaan PNS yang menunjukkan bahwa konsep pemasaran dan
mempunyai perilaku impulsif rendah dan untuk produk yang tepat akan dapat menarik pemilik
yang mempunyai perilaku impulsif sedang pendapatan sedang yaitu Rp. 2.001.000-
adalah sebesar 83,3 persen dan tinggi sebesar 3.000.000 dan Rp 3.001.000-4.000.000 untuk
16,7 persen. Sementara itu, untuk karyawan lebih berperilaku impulsif.
yang berstatus sebagai pegawai swasta,
berperilaku impulsif rendah sebesar 5,0 persen, Selanjutnya, untuk mengidentifikasi faktor-
berperilaku impulsif sedang 70,6 persen, dan faktor yang berpengaruh terhadap pembelian
berperilaku impulsif tinggi sebesar 24,4 persen. impulsif penelitian ini menggunakan SEM
Pelajar/ mahasiswa menunjukkan yang (Structural Equation Modeling). Langkah awal
berperilaku impulsif rendah sebesar 2,6 persen, dalam analisis SEM yaitu melakukan evaluasi
berperilaku impulsif sedang sebesar 76,9 pengujian asumsi kelayakan model (goodness
persen, dan berperilaku impulsif tinggi sebesar of fit model). Asumsi ini dilakukan untuk
20,5 persen. Hasil pada kelompok ibu rumah mengetahui apakah model dapat digunakan
tangga adalah tidak ada yang berperilaku serta dapat dipercaya atau tidak. Ada beberapa
impulsif rendah namun untuk perilaku impulsif kriteria yang perlu diuji, diantaranya
sedang adalah sebesar 70,4 persen, dan menggunakan pendekatan NFI (Normed Fit
berperilaku impulsif tinggi sebesar 29,6 persen. Index ), CFI (Comparative Fit Index), RMSEA
Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa (Root Mean square Error of Approximation),
semua konsumen yang tidak berprofesi sebagai dan GFI (Goodness of Fit). Hasil dari
PNS, pegawai swasta, pelajar/mahasiswa, dan pengukuran goodness of fit index tersebut
ibu rumah tangga, mempunyai perilaku impulsif dapat dilihat pada Tabel 1.
pada kategori rendah. Hasil penelitian yang
menunjukkan bahwa pada profesi PNS dan Tabel 1 Hasil goodness of fit model
pegawai swasta mempunyai tingkat pembelian Goodness-of- Cutt-off-
Hasil Keterangan
impulsif lebih tinggi dapat terjadi terjadi karena Fit Value
adanya faktor pendapatan yang rutin sehingga RMSEA(Root
lebih leluasa dalam membuat keputusan Mean square
0,08 0.051 Good Fit
pembelian. Error of
Approximation)
Sementara itu, apabila tingkat pembelian GFI(Goodness
0,90 0.92 Good Fit
of Fit)
impulsif dilihat berdasarkan kelompok pen-
dapatan konsumen, hasil penelitian menunjuk- CFI
(Comparative 0,90 0.96 Good Fit
kan bahwa konsumen dengan pendapatan Fit Index)
kurang dari Rp 1.000.000 berperilaku impulsif
NFI (Normed
sedang sebesar 75 persen, berperilaku impulsif 0,95 0.9 Marjinal Fit
Fit Index )
tinggi sebesar 25 persen dan tidak ada
yang mempunyai perilaku impulsif rendah.
Vol. 8, 2015 PEMASARAN DAN PEMBELIAN TIDAK TERENCANA 65

Setelah melihat hasil pengujian kelayakan Faktor pemasaran dalam penelitian ini
model, selanjutnya dapat dilihat mengenai memiliki empat indikator, yaitu product, price,
pengaruh atau hubungan antarvariabel laten place dan promotion. Setelah melakukan
atau model struktural dan hubungan antara pengolahan data, keempat indikator tersebut
variabel laten terhadap indikatornya atau model terbukti signifkan dan berpengaruh positif.
pengukuran. Selain itu, masing-masing Berdasarkan hasil analisis faktor muatan maka
hubungan ditunjukkan hasil pengujian hipotesis indikator promotion adalah faktor tertinggi yang
uji T (uji signifikansi pengaruh/hubungan), berpengaruh terhadap faktor pemasaran
dimana setiap pengaruh/hubungan yang sebesar 0,85. Faktor yang paling berpengaruh
memiliki nilai uji T lebih besar 1,96 meng- kedua adalah product sebesar 0,61, kemudian
hasilkan kesimpulan signifikan dan begitu place sebesar 0,44, dan yang terakhir adalah
sebaliknya. Hasil estimasi faktor muatan price 0,42. Hasil penelitian ini menunjukkan
(loading factor) seperti yang tersaji pada bahwa sistem pemasaran yang digunakan oleh
Gambar 1 menunjukkan bahwa semua variabel Gerai Roti ABC terbukti mampu untuk menarik
laten (faktor pemasaran dan nilai hedonisme perhatian konsumen. Sistem open kitchen
kosumen) berpengaruh signifikan terhadap misalnya merupakan salah satu strategi
pembelian impulsif. Koefisien regresi terbesar pemasaran yang mampu membuat konsumen
adalah faktor pemasaran sebesar 0,39, tertarik untuk melakukan pembelian. Penyajian
sedangkan untuk nilai hedonisme konsumen produk yang berbeda dengan yang lain juga
mempunyai koefisien sebesar 0,36. Variabel menjadi daya tarik bagi konsumen untuk
laten untuk pembelian impulsif semua memengaruhi nilai hedoonisme konsumen yang
berpengaruh signifikan dengan T hitung lebih selanjutnya juga akan memengaruhi perilaku
dari 1,96 dan yang mempunyai nilai terbesar pembelian tidak terencana. Konsep self-service
adalah faktor pemasaran dengan nilai T Hitung juga membuat konsumen merasa lebih yakin
sebesar 6,22 (Gambar 2). Faktor pemasaran dengan kualitas produk maupun rasa dan
sebagai variabel laten untuk nilai hedonisme nyaman saat membeli. Dari keempat indikator,
mempunyai T Hitung 3,58 (>1,96), sehingga price menjadi faktor yang terendah namun
semua variabel laten faktor pemasaran ini harga yang ditawarkan tetap dapat dijangkau
berpengaruh signifikan terhadap hedonik. konsumen.
Koefisien regresi faktor pemasaran terhadap
nilai hedonisme sebesar 0,63.

Gambar 1 Diagram hasil estimasi faktor muatan (loading factors)


66 SATRIAWAN, HARTOYO, & YULIATI Jur. Ilm. Kel. & Kons.

Gambar 2 Diagram uji T

Sementara itu, nilai hedonisme konsumen belanja roti ABC dan konsumen menikmati
dalam penelitian ini memiliki lima indikator, kegiatan membeli roti ABC. Konsep pemasaran
yaitu konsumen menikmati kegiatan membeli yang dilakukan terbukti mampu membuat
roti ABC, konsumen merasa senang saat hedonisme konsumen meningkat. Konsumen
membeli roti ABC, kegiatan membeli roti ABC merasa senang, bangga, dan menikmati saat
merupakan hiburan bagi konsumen, konsumen membeli di Gerai Roti ABC. Hedonisme yang
merasa bersemangat ketika belanja roti ABC, tinggi ini pada akhirnya dapat menjadi faktor
dan konsumen merasa bangga saat belanja roti pemicu dan penambah dalam melakukan
ABC. Setelah melakukan pengolahan data pembelian impulsif.
pada kelima indikator tersebut terbukti signifkan
dan berpengaruh positif. Berdasarkan analisis PEMBAHASAN
faktor muatan pada variabel nilai hedonisme
konsumen maka indikator konsumen merasa Berdasarkan analisis pada karakteristik
senang saat membeli roti ABC adalah faktor sosial demografi konsumen pada penelitian ini
tertinggi yang berpengaruh terhadap nilai menunjukkan bahwa berdasarkan jenis
hedonisme konsumen sebesar 0,66. Indikator kelamin, konsumen wanita lebih mudah
yang paling berpengaruh kedua adalah melakukan pembelian impulsif. Wanita lebih
konsumen merasa bangga saat belanja roti mudah melakukan pembelian impulsif karena
ABC sebesar 0,55, kemudian konsumen lebih memakai emisional. Sementara itu, pria
menikmati kegiatan membeli roti ABC sebesar lebih memakai rasional dalam memutuskan
0,53 lalu indikator berikutnya yaitu kegiatan sesuatu. Selain itu, bagi konsumen yang telah
membeli roti ABC merupakan hiburan bagi memiliki penghasilan sendiri (PNS dan pegawai
konsumen sebesar 0,31, dan yang terakhir swasta) akan lebih berperilaku impulsif karena
indikator konsumen merasa bangga saat lebih memiliki sumber daya yang diperoleh
belanja roti ABC sebesar 0,29. Indikator yang sendiri untuk membuat keputusan pembelian.
mempunyai faktor muatan paling tinggi adalah Temuan ini sesuai dengan Loudon dan Bitta
konsumen merasa senang saat membeli roti dalam Widawati (2011) menyatakan bahwa
ABC, kemudian urutan kedua dan ketiga salah satu faktor yang memengaruhi pembelian
tertinggi adalah konsumen merasa bangga saat impulsif adalah kondisi demografi, antara lain
Vol. 8, 2015 PEMASARAN DAN PEMBELIAN TIDAK TERENCANA 67

penghasilan dan pendidikan. Penelitian dan promosi, berpengaruh terhadap pembelian


Harviona (2010) juga menunjukkan bahwa impulsif.
faktor demografi memiliki pengaruh positif
terhadap tendensi pembelian impulsif. Temuan Hasil penelitian ini juga menemukan
penelitian ini semakin memperkuat teori yang bahwa hedonisme konsumen juga merupakan
menyatakan bahwa faktor demografi, variabel mediator yang berpengaruh signifikan
khususnya jenis kelamin, pekerjaan, dan terhadap pembelian impulsif. Dengan kata lain,
pendapatan memberikan keragaman yang rasa bahagia, semangat, dan hiburan dapat
berbeda terhadap pembelian impulsif. memperkuat strategi pemasaran yang
dilakukan utnuk memicu munculnya pembelian
Hasil penelitian ini menemukan bahwa impulsif. Penelitian Yistiani (2012) juga
faktor pemasaran berpengaruh signifikan membuktikan bahwa nilai hedonisme
terhadap nilai hedonisme konsumen. Temuan berpengaruh positif dan signifikan terhadap
ini menunjukkan bahwa konsumen pada Gerai pembelian impulsif. Hasil penelitian ini semakin
Roti ABC sangat tertarik dengan strategi memperkuat teori yang menyatakan bahwa
penjualan langsung Gerai Roti tersebut yang manfaat/nilai hedonisme berpengaruh terhadap
inovatif dan menarik. Indikator promosi yang pembelian impulsif.
diwakili konsep self-service dan open kitchen
menjadi faktor utama untuk menarik konsumen SIMPULAN DAN SARAN
datang ke Gerai Roti. Selanjutnya, faktor
pemasaran yang berhasil ini akan Berdasarkan hasil analisis yang telah
menyebabkan hedonisme dari konsumen dilakukan pada konsumen Gerai Roti ABC
meningkat. Selain promosi, faktor produk juga waralaba yang berlokasi di salah satu pusat
sangat berpengaruh dalam membuat perbelanjaan besar di Kota Bekasi dapat
pelanggan senang dan bahagia yang bisa disimpulkan bahwa mayoritas konsumen
meningkatkan hedonisme pelanggan. Hasil adalah perempuan. Usia mayoritas konsumen
penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian berkisar antara 24-29 tahun. Mayoritas
Yistiani (2012) yang mana faktor pemasaran konsumen mempunyai pendidikan tinggi yaitu
berpengaruh positif terhadap hedonik dan juga memiliki tingkat pendidikan D3/S1. Konsumen
terhadap pembelian impulsif. bekerja sebagai pegawai swasta dan
mempunyai penghasilan pada rentang Rp
Selanjutnya, hasil penelitian ini juga 2.000.001 hingga Rp 3.000.000. Penelitian ini
membuktikan secara empirik bahwa faktor menemukan bahwa faktor pemasaran secara
pemasaran juga berpengaruh signifikan signifikan meningkatkan hedonisme konsumen
terhadap pembelian impulsif. Hal ini dan pembelian impulsif. Selain itu, juga
menunjukkan bahwa faktor pemasaran yang ditemukan bahwa hedonisme konsumen
meliputi indikator produk, harga, tempat, dan sebagai variabel moderator yang secara
promosi dapat menentukan terjadinya signifikan dan positif berpengaruh terhadap
pembelian impulsif. Konsumen roti ABC sangat terjadinya pembelian impulsif, dari faktor
tertarik dengan konsep promosi penjualan pemasaran.
langsung yang inovatif dan menarik. Konsep
self-service dan open kitchen yang menjadi Formulasi strategi pemasaran yang bisa
direkomendasikan kepada manajemen Gerai
andalan untuk menarik konsumen datang ke
Roti ABC yaitu mempertahankan faktor
Gerai Roti ABC membuat konsumen
melakukan pembelian impulsif. Selain itu pemasaran yang dinilai positif oleh pelanggan,
produk yang berkualitas juga mampu membuat khususnya indikator promosi dan produk.
Secara deskriptif indikator promosi yang paling
konsumen teretarik melakukan pembelian
dipersepsikan positif oleh pelanggan adalah
impulsif. Temuan ini sesuai dengan teori Stern
sistem open kitchen, konsep self-service, dan
dalam Semuel (2006) yang mengidentifikasi
aroma roti. Secara deskriptif indikator produk
hubungan karakteristik produk yang dapat
memengaruhi pembelian impulsif, antara lain yang paling dipersepsikan positif oleh
harga rendah, iklan massa, dan display produk pelanggan varian roti yang beraneka ragam,
rasa roti yang enak dan tampilan roti yang
yang menonjol (promosi). Bong (2011) juga
menarik. Dengan mempertahankan serta
melakukan penelitian yang mempunyai
meningkatkan indikator tersebut, diharapkan
kesimpulan terdapat pengaruh signifikan
langsung dari upaya in-store stimuli (faktor pembelian impulsif dan hedonik dapat
pemasaran) oleh manajemen toko terhadap meningkat.
perilaku impulsifitas konsumen. Hasil penelitian Pada penelitian selanjutnya, sebaiknya
ini semakin memperkuat teori yang menyatakan pihak manajemen Gerai Roti ABC juga dilibatkan
bahwa faktor pemasaran, khususnya produk
68 SATRIAWAN, HARTOYO, & YULIATI Jur. Ilm. Kel. & Kons.

dalam menganalisis pembelian impulsif di Gerai pada mahasiswa FISIP Universitas


Roti ABC. Saat ini, pesaing di industri makanan Lampung). Jurnal sociologie, 1(3).
semakin banyak sehingga sebaiknya dilakukan
Rachmawati, V. (2009). Hubungan antara
penelitian kembali mengenai tingkat pembelian
hedonic shopping value, positive emotion,
impulsif. Hal ini perlu dilakukan agar
dan perilaku impulse buying pada
perusahaan dapat terus mengukur tingkat
konsumen ritel. Majalah Ekonomi, 14(2A),
pembelian impusif, faktor-faktor penyebabnya,
192-209.
dan tetap bisa bersaing. Selain itu, ada baiknya
penelitian lanjutan mempertimbangkan Semuel, H. (2006). Respon lingkungan
variabel-varabel lain seperti hobi, aspek budaya berbelanja sebagai stimulus pembelian
(suku), layanan, dan atmosfer gerai sebagai tidak terencana pada toko serba ada
variabel bebas yang menentukan pembelian (toserba) (studi kasus Carrefour
impulsif. Surabaya). Jurnal Manajemen &
Kewirausahaan, 7(2), 152-170.
DAFTAR PUSTAKA
Solomon, M. R. (2011). Consumer behavior:
TH
Buying, having, and being, 9 edition. New
Bong, S. (2011). Pengaruh in-store stimuli
Jersey, US: Pearson.
terhadap impulse buying behavior
konsumen Hypermarket di Jakarta. Ultima Susilowati, C. (2012). Pengaruh komunikasi
Management. 3(1), 31-52. pemasaran terhadap keputusan konsumen
dalam menggunakan kartu seluluer im3
Fathonah, S. (2009). Pengaruh hedonic
melalui motivasi konsumen (studi pada
shopping motivations dan store attributes
pengguna im3 di Malang). Jurnal Aplikasi
terhadap shopper loyalty. Jurnal Siasat
Manajemen, 10(1).
Bisnis, 13(3), 287-300.
Swastha, B. (2006). Azas-azas marketing, edisi
Harviona, T. V. (2010). Perilaku pembelian
ke-3. Yogyakarta, ID: Penerbit Liberty.
impulsif produk pakaian masyarakat urban
di Kota Jakarta dan Bandung (tesis). Wahdi, N. (2006). Analisis faktor-faktor yang
Universitas Indonesia, Jakarta. memengaruhi kepuasan pasien sebagai
upaya meningkatkan loyalitas pasien (studi
Hausman, A. (2010). A multi-method
empiris pada Rumah Sakit Panti Wilasa
investigation of consumer motivations in
“Citarum” Semarang) (tesis). Program
impuls buying behavior. Jurnal of
Studi Magister Manajemen Universitas
Consumer Marketing, 17(5), 403-419.
Diponegoro, Semarang.
Hetharie, J. A. (2012). Model kecenderungan
Widawati, L. (2011). Analisis perilaku “impulse
pembelian impulsive (studi pada
buying” dan “locus of control” pada
konsumen Matahari Department Store
konsumen di carrefour Bandung. Jurnal
Kota Ambon). Jurnal Manajemen
Mimbar, 27(2).
Teknologi, 11(3), 280-294.
Wuryanto, B. A. (2007). analisis faktor-faktor
Japarianto, E. (2011). Pengaruh shopping life
yang memengaruhi kinerja word-of-mouth
style dan fashion involvement terhadap
marketing (wom) studi pada hungry buzz
impulse buying behavior masyarakat high
diner Semarang (tesis). Program Studi
income Surabaya. Jurnal Manajemen
Magister Manajemen Universitas
Pemasaran, 6(1), 32-41.
Diponegoro, Semarang.
Kotler, P. Keller, K. L. (2009). Manajemen
Yistiani, N. N. M. (2012). Pengaruh atmosfer
pemasaran 1, edisi ke-13. Jakarta, ID:
gerai dan pelayanan ritel terhadap nilai
Penerbit Erlangga.
hedonisme dan pembelian impulsif
Musriha. (2011). Pengaruh perilaku pembelian pelanggan Matahari Department Store
hedonic dan ultilitarian terhadap store Duta Plaza di Denpasar (tesis). Program
loyalty di Matahari Departement Store Pascasarjana Universitas Udayana,
Surabaya. Jurnal Ekonomika, 4(1), 12-18. Denpasar.
Praja, D. D. (2011). Potret gaya hidup
hedonisme dikalangan mahasiswa (studi

Anda mungkin juga menyukai