Anda di halaman 1dari 15

"Trik Memikat Pembeli dengan Strategi Pemasaran Terkini yang

Memicu Pembelian Impulsif!"


Amitha Shofiani Devi1
1,2
Manajemen, Universitas Trunojoyo Madura
Email: 1amitashofianidevi@gmail.com

Abstrak
.
Artikel ini membahas tentang Trik memikat pembeli dengan strategi pemasaran terkini yang
memicu pembelian impulsif. Pembahasan tersebut terbagi menjadi tiga bagian: Definisi dan
karakteristik, hubungan pembelian impulsif dengan pemasaran, serta strategi menciptakan
pembelian impulsif. Data dalam artikel ini diambil dari beberapa jurnal, tesis, dan ebook yang
tersedia di internet. Tujuan perusahaan atau toko memicu (menciptakan) pembelian implusif
adalah untuk menaikkan penjualan produk mereka dengan cara menarik minat konsumen
dengan menimbulkan rasa keinginan, dan memberikan bonus atau potongan harga.

Kata Kunci: pemasaran, pembelian impulsif, daya tarik konsumen, strategi pemasaran.

PENDAHULUAN
Perencanaan adalah hal yang sangat penting dalam proses membeli sesuatu.
Pembelian tidak terencana seringkali merupakan pembelian yang dilakukan secara tiba-tiba
atau impulsif dan dipengaruhi oleh emosi.Dalam pembelian untuk keperluan pribadi atau
rumah tangga, pembelian yang impulsif sering terjadi.
Menurut Anin, dkk (2015), Impulsive buying adalah kecenderungan individu untuk
membeli sesuatu tanpa berpikir panjang, refleksif, atau kurang menggunakan akal, cepat dan
dinamis. Selain itu, dalam praktiknya perilaku impulse buying ini lebih didasarkan pada
emosi perasaan ketimbang logika. Sehingga biasanya perilaku ini timbul ketika seseorang
merasa terdorong oleh sesuatu yang menarik. Misalnya ada penawaran harga murah, promosi,
new product, dan sebagainya yang membuatnya ingin membeli.
Perilaku pembelian yang tidak terencana menjadi perhatian produsen dan pengecer
karena merupakan pangsa terbesar di pasar modern. Konsumen yang terlibat secara
emosional (terutama ketika mereka terlibat dengan suatu produk) sering kali mengabaikan
rasionalitas dalam proses keputusan pembelian mereka, Membutuhkan strategi jitu dan trik
khusus untuk memicu pembelian impulsif.
Perilaku pembelian konsumen sebagai bidang pemasaran meningkat disebabkan oleh
beberapa faktor. Sebelum pemasar dan pengecer menawarkan produk dan layanannya kepada
pelanggan sasarannya, mereka perlu memahami faktor pengaruh pelanggan dalam membeli
produk. Faktor tersebut diantaranya, budaya, kelompok sosial, faktor sosial ekonomi, dan
banyak faktor lain yang bersifat intrinsik dan ekstrinsik bagi pelanggan. Memahami faktor-
faktor yang mempengaruhi ini sebelum meluncurkan/menawarkan produk membantu
pengecer/pemasar mengembangkan taktik penawaran produk secara efektif guna
mempertahankan pelanggan.

Adanya artikel ini memiliki tujuan pemanfaatan pembelian impulsif sebagai trik
pemasaran. Kami berharap artikel ini membantu bisnis memahami perilaku konsumen dan
mengembangkan strategi pemasaran yang efektif untuk meningkatkan penjualan. Impulsif
buying dapat memicu konsumen untuk pelakukan pembelian tanpa pertimbangan yang
mendalam atau perencanaan sebelumnya.
PEMBAHASAN
1. Pentingnya Pemasaran dan Impulse Buying
a. Pemasaran
Usaha wirausaha selalu terlibat dalam kompetisi, dan eksplorasi pasar baru terus
dilakukan tanpa pernah merasa puas dengan pasar yang telah diperoleh sebelumnya.
Kegiatan pemasaran diarahkan untuk mencapai hasil positif yang menjamin
kesuksesan dan kelangsungan hidup perusahaan. Dalam konteks ini, peran
pemasaran menjadi krusial dalam menentukan keberhasilan suatu bisnis. Oleh
karena itu, pemahaman yang mendalam tentang pemasaran sangat penting bagi
kelangsungan bisnis, dan berikut adalah definisi pemasaran dari para ahli.
Menurut Kotler dan Armstrong (2008), pemasaran adalah “proses dimana
perusahaan membangun hubungan yang kuat dengan pelanggan dengan tujuan
menciptakan nilai bagi pelanggan dan menerima nilai dari pelanggan sebagai
imbalannya.” Menurut Daryanto (2011), pemasaran adalah “suatu proses sosial dan
manajerial di mana individu dan kelompok memuaskan kebutuhan dan keinginan
mereka dengan saling menciptakan, menyediakan, dan mempertukarkan sesuatu
yang bernilai.” Menurut Tjiptono (2008), pemasaran adalah “departemen yang
paling banyak berhubungan dengan lingkungan eksternal, meskipun perusahaan
mempunyai kemampuan terbatas dalam mengendalikan lingkungan eksternal”.
Pemasaran melibatkan pengenalan dan pemenuhan kebutuhan manusia dan
masyarakat. Secara sederhana, dapat dijelaskan sebagai kegiatan "memenuhi
kebutuhan sambil menghasilkan keuntungan". Menurut American Marketing
Association, pemasaran adalah fungsi organisasi dan serangkaian proses yang
bertujuan menyediakan, mengkomunikasikan, dan menyampaikan nilai kepada
pelanggan. Selain itu, pemasaran juga melibatkan manajemen hubungan pelanggan
agar menguntungkan organisasi dan pemegang sahamnya (American Marketing
Association, dalam Kotler dan Keller, 2009).

b. Pembelian Impulsif
Pembelian impulsif merujuk pada keputusan pembelian yang bersifat tiba-tiba, tanpa
perencanaan sebelumnya, dan terjadi secara spontan tanpa melibatkan proses
pemikiran mendalam atau pertimbangan matang (Beatty & Ferrell, 1998). Pembelian
ini seringkali didorong oleh faktor emosional, impulsif, atau godaan ketika melihat
suatu produk atau situasi tertentu.
Rook (1987) mengungkapkan bahwa pembelian impulsif termanifestasi ketika
konsumen secara mendadak merasakan dorongan kuat dan terus-menerus untuk
segera melakukan pembelian. Dorongan ini memiliki sifat hedonis yang kompleks
dan dapat menimbulkan konflik emosional. Piron (199) memberikan definisi bahwa
pembelian impulsif adalah tindakan pembelian yang tidak direncanakan sebelumnya,
dipicu oleh insentif, dan dilakukan secara spontan pada saat itu juga. Setelah
membeli, konsumen mengalami reaksi emosional dan kognitif. Pembelian impulsif
juga dapat didefinisikan sebagai pembelian yang tidak terencana, tidak disengaja,
tanpa pemikiran, spontan, dan segera yang bertujuan untuk merasakan kesenangan
(Rook dan Fisher, 1995; Hausman, 2000; Chung et al, 2017; Chen et al, 2019).
Kakanlar dan Nguyen, 2019).
Konsumen yang bermotivasi tinggi dan impulsif cenderung tidak memiliki
kemauan yang diperlukan untuk mengendalikan tindakan mereka dan oleh karena itu
cenderung bertindak tanpa menyadari adanya masalah. Hal ini menyebabkan
perilaku pembelian yang emosional, tidak terencana, dan berubah-ubah (Engel dan
Blackwell, 1982; Fudenberg dan Levine, 2006). Dalam konteks ini, pembelian
impulsif merupakan situasi di mana seseorang merasa mendesak dan mendapatkan
dorongan yang kuat untuk segera membeli sesuatu, sering kali diiringi oleh insentif
khusus saat transaksi pembelian (Wu et al., 2016).

c. Karakteristik pembelian impulsif


1) Pembelian impulsif yang tidak direncanakan, proses ini tidak memerlukan
perencanaan terlebih dahulu. Konsumen tidak mencari informasi,
membandingkan produk, atau berpikir dua kali sebelum melakukan
pembelian. Keputusan pembelian seringkali dibuat secara spontan tanpa
mempertimbangkan implikasi jangka panjangnya secara matang.
2) Pembelian impulsif emosional, proses ini sering kali dipicu oleh emosi
seperti keinginan, godaan, atau kepuasan emosional langsung. Konsumen
mungkin merasa tertarik, tergoda, atau gembira dengan kemunculan situasi
atau produk tertentu, sehingga memengaruhi pengambilan keputusan
impulsif mereka.
3) Tanpa pertimbangan yang matang, pembelian impulsif biasanya tidak
memerlukan banyak pemikiran atau evaluasi rasional terhadap produk atau
situasi pembelian. Konsumen mungkin tidak mempertimbangkan fitur
produk, harga, kualitas, atau alternatif lain sebelum membeli.
4) Pembelian impulsif spontan, proses ini terjadi secara spontan tanpa
perencanaan sebelumnya. Konsumen bisa saja memutuskan untuk membeli
suatu produk secara cepat tanpa pertimbangan yang matang, mungkin karena
dorongan emosi atau keinginan yang mendalam pada saat itu.
5) Mempunyai dampak jangka panjang: Meskipun pembelian impulsif bersifat
sukarela, keputusan ini dapat mempunyai dampak jangka panjang terhadap
konsumen, termasuk dampak finansial, sosial, dan emosional. Konsumen
mungkin akan merasakan penyesalan atau kekecewaan setelah melakukan
pembelian impulsif, apalagi jika produk yang dibeli tidak sesuai dengan
harapannya.

2. Hubungan Pembelian Impulsif dengan Pemasaran


a. Impulse Buying dalam E-Commerce
Media online kini menjadi kanal distribusi yang sangat signifikan, dan perlu
diberikan perhatian khusus terhadap pembelian impulsif dalam konteks transaksi jual
beli online. Beberapa peneliti mengemukakan bahwa perilaku pembelian online
umumnya dianggap sebagai proses yang rasional karena konsumen cenderung
mencari dan membandingkan informasi sebelum membuat keputusan akhir.
Mengingat peran penting pembelian impulsif dalam meningkatkan penjualan
perusahaan, memahami fenomena ini melalui saluran online dapat memberikan
manfaat yang lebih besar. Perspektif lain dari penelitian menyatakan bahwa Internet
memiliki potensi untuk mengurangi kemampuan konsumen dalam mengendalikan
dorongan pembelian mereka. Larose (2001: 2) menunjukkan bahwa Internet tidak
memberikan banyak keuntungan bagi konsumen dalam mengontrol impuls
pembelian, tetapi justru melemahkan kendali tersebut.
b. Pembelian Impulsif dalam Toko Ritel
Dalam keadaan normal, interaksi sosial secara langsung memengaruhi perilaku
pembelian konsumen, namun dampak langsungnya terhadap perilaku pembelian
impulsif cenderung kecil. Faktor sosial dapat tercermin melalui keterkaitan dengan
teman, keluarga, dan orang tua, yang memiliki dampak pada keputusan pembelian.
Hubungan yang lebih intens antara teman, keluarga, dan orang tua umumnya
berkorelasi dengan tingkat keputusan pembelian konsumen yang lebih tinggi (Ghoni
dan Bodroastuti, 2010). Namun, dalam konteks pembelian impulsif, faktor sosial
memiliki pengaruh lebih besar terhadap preferensi yang terbentuk melalui interaksi
sosial sebelumnya. Saat membuat keputusan pembelian impulsif, interaksi sosial
dengan orang lain umumnya minim.Pembelian impulsif terutama didasarkan pada
emosi pengambil keputusan itu sendiri dan tidak memperhitungkan faktor sosial
yang relevan atau dipengaruhi oleh interaksi sosial

3. MENCIPTAKAN IMPULSIF BUYING


a. MENCIPTAKAN PEMBELIAN IMPULSIF DALAM E-COMMERCE
Maulana (2016) menggambarkan daya tarik iklan internet sebagai bentuk konten
komersial di dunia maya yang dikembangkan oleh pelaku bisnis untuk
menyampaikan informasi produk dan layanan kepada konsumen. Iklan internet
dianggap sebagai bentuk komunikasi yang bersifat impersonal dan persuasif.
Beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa iklan yang memiliki daya tarik
dan mampu mengevoke emosi konsumen dapat meningkatkan kecenderungan
pembelian impulsif. Maulana (2016) menyajikan hasil penelitiannya yang
mengindikasikan bahwa daya tarik iklan internet memiliki dampak positif dan
signifikan terhadap pembelian impulsif. Oleh karena itu, penelitian Ariani (2016)
juga menegaskan bahwa daya tarik iklan pada toko online berpengaruh terhadap
kecenderungan pembelian impulsif. Dengan merujuk pada penjelasan tersebut, dapat
disimpulkan bahwa daya tarik iklan internet memberikan pengaruh positif terhadap
kecenderungan pembelian impulsif.
1) Kualitas Website
Gregg dan Walczak (2010: 5) memberikan definisi kualitas situs web
sebagai "karakteristik situs web yang berkontribusi terhadap kegunaannya
bagi konsumen." Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa kualitas website
merujuk pada atribut suatu situs web yang memberikan kontribusi terhadap
utilitasnya bagi konsumen. Seiring dengan dampak daya tarik iklan internet
terhadap pembelian impulsif, pengaruh kualitas website terhadap perilaku
pembelian impulsif juga menjadi fokus penelitian. Menurut penelitian
Margaret (2016), kualitas situs web memiliki dampak positif pada pembelian
impulsif online.
2) Live streaming
Live streaming merupakan fitur yang memudahkan dalam proses jual beli.
Dengan berinteraksi langsung dengan pembeli, penjual dapat memahami
kebutuhannya dan memberikan pengalaman berbelanja yang lebih baik. Live
streaming yang dilakukan penjual dapat menarik calon pembeli, apalagi jika
diterapkan secara proaktif dalam pengambilan keputusan. Pembelian impulsif
dapat diidentifikasi dari perilaku konsumen berbelanja melalui live
streaming. Pembelian tersebut tidak rasional dan tidak terencana
sebelumnya, ada dorongan emosional yang kuat untuk pembelian barang
tersebut secara cepat, dan kita merasa puas setelah pembelian tersebut,
meskipun kita sudah membeli barang tersebut.
3) Flash Sale
Flash Sale merupakan perkembangan dari diskon, merupakan alat
pemasaran yang digunakan untuk menggalakkan penjualan. Jenis iklan ini
secara tiba-tiba menurunkan harga produk dalam rentang waktu dan jumlah
yang terbatas.Penjualan flash sale, juga dikenal sebagai harga penawaran
(price of deal), adalah alat promosi yang memungkinkan anda menciptakan
insentif penjualan untuk penjualan langsung. Teori Belch & Belch (2015)
terverifikasi oleh hasil penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal Wangi,
Andarini (2021). Penelitian ini menunjukkan bahwa flash sales, baik secara
sebagian maupun individual, memberikan pengaruh yang signifikan pada
perilaku pembelian impulsif.
4) Price discount
Menurut Kotler (Prihastama, 2016: 20), diskon adalah penurunan harga yang
ditawarkan kepada konsumen di atas harga reguler yang tertera pada label
atau kemasan produk. Belch & Belch (Putri et al., 2014: 4) mengemukakan
bahwa promosi diskon memberikan beberapa manfaat, seperti mendorong
pembelian dalam jumlah besar, merespons promosi dari pesaing, dan
mendukung transaksi dengan volume yang lebih tinggi.Penawaran diskon
memiliki dampak terhadap pembelian impulsif. Pemberian diskon dapat
menjadi salah satu strategi promosi perusahaan, menciptakan insentif bagi
konsumen akhir untuk membeli produk dan meningkatkan profitabilitas
perusahaan.
5) Cashback
Cashback adalah bagian dari strategi promosi yang memungkinkan
konsumen mendapatkan sebagian dari pembelian mereka kembali dalam
bentuk uang tunai, mata uang virtual, atau produk, namun dengan
persyaratan pembelian tertentu yang harus dipenuhi. Mengacu pada teori
Belch & Belch (2015), cashback atau yang dikenal juga sebagai diskon,
merupakan salah satu alat promosi yang menciptakan insentif penjualan
untuk meningkatkan penjualan langsung.Kepastian teori Belch & Belch
(2015) terbukti melalui penelitian dalam jurnal Wangi, Andarini (2021), yang
menunjukkan bahwa cashback, baik secara sebagian maupun individual,
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perilaku pembelian impulsif.
6) Gratis ongkir
Menurut Kotler dan Armstrong (2008), diskon merupakan strategi
penjual untuk mengurangi harga produk secara langsung kepada konsumen
pada waktu tertentu. Menawarkan potongan harga atau diskon produk dan
promosi gratis ongkos kirim kepada konsumen dengan berbagai ketentuan.
Promosi tersebut dapat memberikan opini yang baik kepada konsumen dan
meningkatkan minatnya sehingga juga dapat mempengaruhi keputusan
pembeliannya. Pemotongan harga, diskon, dan promosi gratis ongkir ini
berdampak signifikan kepada keputusan pembelian dan membentuk perilaku
konsumen, sehingga konsumen lebih memprioritaskan keinginannya
daripada kebutuhan primernya. Keputusan pembelian konsumen adalah
pembelian tidak terencana yang dilakukan oleh pembeli yang tertarik dengan
penurunan harga, diskon, atau promosi gratis ongkos kirim untuk
meningkatkan citra toko dan melakukan pembelian atau transaksi secara
spontan.

b. Meningkatan impulsive buying dalam took Ritel


Store Environment merupakan faktor penting dalam ritel, mengingat 70% pembelian
merupakan pembelian impulsif atau tidak terencana (Dunne & Lusch, 2005).
Melalui elemen lingkungan toko, pengecer dapat menciptakan insentif yang
mendorong atau membujuk pelanggan agar membeli lebih banyak barang dari yang
direncanakan. Lingkungan toko yang dirancang dengan baik dan disesuaikan dengan
kelompok sasaran dapat menciptakan emosi yang mendorong berbelanja.
Berdasarkan teori Dunn dan Rush, lingkungan toko meliputi perencanaan toko (tata
letak dan desain), merchandising, dan komunikasi visual.
1) Perencanaan Toko
Perencanaan toko adalah rencana penataan produk dan departemen lain
dalam suatu toko. Dalam industri ritel, istilah perencanaan toko atau denah
lantai mengacu pada lokasi pusat barang dagangan dan layanan, bagaimana
pelanggan bergerak melalui toko, berapa banyak ruang yang dialokasikan
untuk setiap departemen, dan interior toko. Industri ritel tersebut
menunjukkan sebuah desain toko. Saat merencanakan sebuah toko terdapat
hal-hal penting yang perlu diperhatikan, diantaranya, tata letak, garis alur,
dan desain interior.
 Alokasi Ruang
Langkah pertama dalam merancang denah adalah mengalokasikan
ruang yang tersedia, terutama dengan menentukan koridor, area
layanan, dan area tidak dapat dijual lainnya. Meski terletak di area
penjualan utama, namun ada ruang yang harus disediakan untuk
keperluan selain penjualan. Jalan setapak yang ada harus cukup lebar
untuk menampung banyak orang agar tidak terjadi kerumunan
pengunjung.
 Sirkulasi
Pola yang digunakan oleh sebuah toko tidak hanya memastikan
efisiensi pergantian pelanggan di dalam toko dan memungkinkan
mereka melihat lebih banyak produk, tetapi juga menentukan
karakter toko.
 Desain Interior
Desain interior dapat dibagi menjadi dua bagian: penyelesaian akhir
lantai, dinding, dan langit-langit, dan bentuk arsitektur toko itu
sendiri, dan banyak hal yang diperlukan untuk menciptakan citra
toko. Misalnya, aroma roti atau kue yang baru dipanggang dapat
membuat pelanggan rileks saat berbelanja.
2) Merchandising
Merchandising Ada dua tipe dasar tampilan atau presentasi produk yang
ditawarkan di toko: on-self merchandising dan visual merchandising.
Retailer perlu memahami komponen dasar tampilan produk dan potensi
dampaknya dalam mendukung citra yang ingin mereka ciptakan di tokonya,
termasuk memilih jenis furnitur yang tepat, dan dampaknya terhadap
penjualan.
 On-shelf merchandising
On-shelf merchandising adalah pemajangan barang dagangan pada
meja pajangan, rak, dan perabot di seluruh toko. “Shelf
merchandising adalah memajang barang dagangan di counter, rak,
rak, dan perlengkapan di seluruh toko” (Dunne & Lusch, 2005, p.
467). Ini mengacu pada objek yang disentuh, dicoba,
dipertimbangkan, dibaca dan dipahami oleh pelanggan, dan kemudian
dibeli. Oleh karena itu, penjualan di dalam toko tidak hanya
memerlukan penyajian produk dengan cara yang menarik, tetapi juga
dengan cara yang mudah dipahami dan diakses oleh pelanggan. Pada
dasarnya ada enam metode seperti ini yang digunakan pengecer untuk
mempresentasikan penawaran mereka, yang masing-masing metode
tersebut dapat mempunyai dampak yang signifikan terhadap citra
toko dan produktivitas ruang. Metode presentasi ini melibatkan faktor
psikologis.
a. Shelfing
Rak Metode ini melibatkan penempatan produk pada rak atau
dinding di dalam gondola. Metode rak ini fleksibel akan lebih
mudah untuk menjaga barang-barang yang disediakan.
b. Hanging
Gantung Berbagai jenis barang, khususnya pakaian, dapat
digantung pada elemen garis lembut seperti rak melingkar atau
rak empat tingkat, atau pada batang yang ditempelkan pada
dinding.
c. Pegging
Anda dapat memasang benda kecil pada gondola atau pengait
dinding. Cara ini terlihat lebih bersih, namun membutuhkan
tenaga lebih besar untuk menciptakan ketertiban dan menjaga
kebersihan.
d. Folding
Lipat Barang yang berukuran cukup besar dapat dilipat dan
diletakkan di rak atau diletakkan di atas meja. Hal ini
memungkinkan Anda menciptakan citra fesyen kelas atas dengan
harga lebih tinggi.
e. Stacking
Susun Barang berukuran besar dapat ditumpuk di bagian bawah
gondola atau diletakkan langsung di atas tanah sehingga
menimbulkan kesan volume tinggi dengan biaya murah.
f. Dumping
Memasukkan barang-barang kecil dalam jumlah besar ke dalam
keranjang di dalam gondola atau menggantungnya di dinding.
Cara ini efektif dalam memberikan kesan volume tinggi dan harga
murah.
 Visual Merchandising
Visual merchandising adalah komunikasi yang disediakan pengecer
dalam bentuk display rak. Tanda, pajangan, atau pajangan
dimaksudkan untuk menarik pelanggan dan meningkatkan pembelian
impulsif (Dlabay et al., 2016, p.253).Menurut Mehta & Chugan
(Sudarsono, 2017). Ada beberapa elemen kunci yang mendukung
penyampaian visual merchandising dalam sebuah toko.
a. Window display
Window display merupakan media yang meninggalkan kesan
pertama yang mendalam pada saat masuk toko.
b. Tampilan di dalam toko
Tampilan di dalam toko adalah suatu sarana yang menampilkan
atau menjelaskan tren terbaru serta identitas merek yang dimiliki
oleh toko tersebut.
c. Penataan Lantai Toko
Penataan lantai toko adalah pengaturan perabotan yang
memberikan kontribusi pada tatanan perlengkapan toko,
memberikan keleluasaan bagi konsumen untuk bergerak di
seluruh area toko.
d. Tanda Promosi
Tanda promosi adalah alat atau media yang digunakan untuk
menyampaikan pesan kepada konsumen mengenai promosi dan
kegiatan yang sedang berlangsung di dalam toko.
3) Visual Communication
Komunikasi Visual Salah satu tantangan yang dihadapi pengecer adalah
mengelola biaya tenaga kerja dengan tetap menjaga komunikasi dengan
pelanggan dan memberikan layanan berkualitas. Cara mengatasinya adalah
dengan memanfaatkan tanda, gambar, atau elemen lain yang dapat berfungsi
sebagai pengganti upaya penjualan secara langsung. Penerapan komunikasi
visual dapat dilakukan dengan pasti dengan biaya satu kali saja. Perannya
lebih seperti seorang salesman yang terkadang terlambat, sedang bad mood,
atau kasar terhadap pelanggannya. Namun, dengan menggabungkan
komunikasi visual dan layanan pribadi, Anda dapat menciptakan lingkungan
penjualan yang efektif. Komunikasi visual meliputi:
 Nama, Logo, dan Identitas Pengecer
Bagian pertama dari komunikasi visual yang terlihat adalah identitas
pengecer, yang terdiri dari nama toko, logo, dan elemen visual
pendukung
 Tanda Kelembagaan
Tanda kelembagaan yang menggambarkan misi, kebijakan layanan di
dalam toko, atau pesan lain yang dikomunikasikan atas nama
pengecer kelembagaan. Pesan seperti "Jaminan Harga Rendah" atau
"Kami Menerima Semua Jenis Kartu Kredit"Directional,
Departemental and
 Rambu Penunjuk Arah, Departemen, dan Kategori Rambu Penunjuk
Arah Rambu departemen biasanya terlihat oleh pelanggan saat
berbelanja, berukuran besar dan dipasang di tempat yang tinggi.
Tanda yang digunakan memberikan informasi mengenai letak suatu
produk. Penggunaan tanda arah tidak diperlukan untuk toko retail
kecil.
 Rambu POS Rambu
POS berukuran relatif kecil dan ditempatkan dekat dengan produk
yang dibidiknya.Membantu memberikan detail mengenai produk
yang dijual.
 Grafik Gaya Hidup
Komunikasi visual tidak hanya menggunakan kata-kata tetapi juga
gambar.
 Promosi Penjualan
Menurut Pertiwi (2021, hal. 49), promosi penjualan memiliki sifat
yang bersifat langsung. Penerapan berbagai insentif ini dapat
dirancang untuk merangsang pembelian produk secara instan atau
tanpa perencanaan sebelumnya.

PENUTUP
Simpulan
Dari konten artikel ini, dapat ditarik kesimpulan bahwa peran pemasaran sangat
signifikan dalam menjaga kelangsungan bisnis, dimana hal ini dicapai dengan menciptakan
nilai untuk pelanggan dan membangun relasi yang kuat.Pembahasan tentang impulse
buying menyoroti keputusan pembelian spontan yang sering dipicu oleh faktor emosional,
impulsivitas, dan godaan, dengan karakteristik seperti tidak direncanakan, emosional, dan
spontan. Artikel juga mengeksplorasi hubungan impulse buying dengan pemasaran dalam
konteks e-commerce dan lingkungan toko fisik.
Artikel ini juga mengajak untuk mengakui bahwa impulse buying bukan hanya
fenomena konsumen yang terjadi secara acak, tetapi dapat diarahkan dan dimanfaatkan
melalui strategi pemasaran yang cerdas. Perbedaan antara pembelian impulsif online dan
offline menyoroti pentingnya personalisasi pengalaman belanja di kedua platform tersebut.
Selain itu, pemahaman mendalam tentang psikologi konsumen, seperti faktor-faktor
emosional dan sosial, menjadi kunci untuk membentuk strategi pemasaran yang efektif.
Dengan menggabungkan elemen-elemen ini, bisnis dapat menciptakan lingkungan yang
merangsang dan memotivasi konsumen untuk mengambil keputusan pembelian impulsif,
yang pada gilirannya dapat meningkatkan penjualan dan pertumbuhan bisnis secara
keseluruhan.
Strategi untuk menciptakan impulse buying online melibatkan faktor-faktor seperti
daya tarik iklan internet, kualitas website, livestreaming, flash sale, price discount,
cashback, dan gratis ongkir. Sementara itu, dalam lingkungan toko fisik, store planning,
merchandising, dan elemen-elemen desain interior memainkan peran kunci dalam
menciptakan stimulus untuk meningkatkan pembelian impulsif.
Kesimpulannya, artikel menggambarkan kompleksitas pemasaran dan perilaku
konsumen, dengan penekanan pada pentingnya memahami dan memanfaatkan berbagai
strategi untuk meningkatkan impulse buying baik dalam platform e-commerce maupun
lingkungan toko fisik.

Saran
Penulis dengan penuh semangat membahas strategi pemasaran terkini yang menjadi
kekuatan utama dalam merangsang perilaku pembelian impulsif. Keinginan penulis untuk
menjelajahi dan memahami dengan mendalam bagaimana trik terkini ini memengaruhi
keputusan konsumen, mencerminkan tekad untuk memberikan wawasan menyeluruh tentang
dinamika pemasaran modern.
Sebagai rekomendasi, penulis mendorong pembuat kebijakan untuk mengkaji ulang
kebijakan terkait praktik pemasaran, mempertimbangkan regulasi yang lebih ketat untuk
melindungi konsumen dari kemungkinan penyalahgunaan strategi pemasaran yang dapat
merugikan. Bagi pengguna atau pembaca artikel, disarankan untuk meningkatkan literasi
pemasaran, menjadi lebih sadar terhadap taktik pemasaran yang digunakan, dan melibatkan
diri dalam pembelian yang lebih disadari. Kepada peneliti selanjutnya, disarankan untuk
mendalami dampak psikologis, efek jangka panjang, dan potensi solusi yang dapat
diterapkan untuk mengatasi dampak negatif dari strategi pemasaran terkini yang memicu
pembelian impulsif. Keseluruhan, artikel ini mengajak untuk refleksi dan tindakan positif
dalam menghadapi dinamika kompleks pemasaran modern yang dapat memengaruhi perilaku
pembelian konsumen.

DAFTAR PUSTAKA
Buku :
Bharmawan, Agus Surya dan Naufal Hanif. (2022). Manajemen Pemasaran Jasa: Strategi,
Mengukur Kepuasan dan Loyalitas pelanggan. Surabaya: Scopindo Media Pustaka.

Brahim, Nur Eli. (2021). Produk Kreatif dan Kewirausahaan Akuntansi dan Keuangan
Lembaga. Yogyakarta: Penerbit ANDI.
Ernestivita, Gesty. Budiyanto., dan Suhermin. (2020). Seni Digital Marketing Untuk
Meningkatkan Pembelian Impulsif dan Compulsif. Bandung: CV. Media Sains Indonesia.

Kotler, Philip dan Kevin Lane Keller. (2008). Manajemen Pemasaran. Jakarta: Penerbit
Erlangga.

Nagadeepa, C. DeepthiShirahatti., dan Sudha N. (2021). IMPULSE BUYING :


CONCEPTS, FRAMERWORKS AND CONSUMER INSIGHTS. Madurai: Publikasi
Shanlax.

Rahanatha, Gede Bayu dkk. (2023). PERILAKU PEMBELIAN IMPULSIF DALAM


PELAKSANAAN YADNYA : Studi Pada Perempuan Hindu Bali. Cilacap: PT MEDIA
PUSTAKA INDO.
Saragih, Liharman dkk. (2022). Konsep Dasar Manajemen Pemasaran. Batam: Yayasan
Cendikia Mulia Mandiri.

Juurnal :
Agustriyanto. & Widagdo, H. (2022). Strategi Pemasaran Untuk Meningkatkan Impulse.
Buying PadaLottemart Palembang. Jurnal Ilmiah, 11(2), 286-287.

Anggraini, D. R. & Permatasari, B. (2020). Impulse Buying Ditentukan Oleh Promosi Buy1
Get 1 Pada Pelanggan Kedai Kopi Ketje Bandar Lampung. Jurnal Bisnis, 6(2), 28-30.

Fernanda, M. (2019). Pengaruh Promosi Penjualan, Daya Taik Iklan Internet, dan Kualitas
Website Terhadap Pembelian Impulsif. Jurnal Manajemen Bisnis dan Kewirausahaan, 3(5),
8-11.

Fitryani. & Nanda, A. S. (2021). PERAN IMPULSIVE BUYING SAAT LIVE


STREAMING PADA MASA COVID-19 DALAM MENDORONG MINAT BELANJA
MASYARAKAT SIDOARJO. Jurnal Tegnologi, 1(1), 73-74.

Purwaningsih, A. G. & Nurhadi. (2021). Pengaruh Promosi Penjualan Dan Gender Terhadap
Perilaku Impulse Buying Pada E-Commerce Shopee. Jurnal Ilmiah. 10(2),

Purwaningsih A. G. & Purwanto. (2021). Pengaruh Promosi Penjualan Dan Gender


Terhadap Perilaku Impulse Buying Pada E-Commerce Shopee. Jurnal Ilmiah, 10(2), 160.

Rahmasari, L. (2010). Menciptakan Impulse Buying. Jurnal Informatika, 1(3), 57-62.

Sandra, D. K. & Fithrotunisa, C. A. (2023). PERILAKU IMPULSE BUYING TERHADAP


LAYANAN SPAYLATER DAN GRATIS ONGKIR SEBAGAI STRATEGI
MARKETING SHOPEE. Jurnal Riset Pendidikan Ekonomi (JRPE), 8(2), 192-197.

Wahyudi, S. (2017). PENGARUH PRICE DISCOUNT TRHADAP IMPULSE BUYING.


Jurnal Valuta, 3(2), 280-287.

Wangi, L. P. & Andriani, S. (2021). PENGARUH FLASH SALE DAN CASHBACK


TERHADAP PERILAKU IMPULSE BUYING PADA PENGGUNA SHOPEE. Jurnal
Bisnis dan Kajian Strategi Manajemen, 5(1), 86-89.

Anda mungkin juga menyukai