Anda di halaman 1dari 10

Perilaku Belanja Impulsif Pengunjung Mall di Kota Bandung (Yulianita Rahayu)

PERILAKU BELANJA IMPULSIF PENGUNJUNG MALL DI KOTA BANDUNG

Yulianita Rahayu
Prodi Manejemen Ekonomi Universitas Islam Nusantara, Jl. Soekarno-Hatta 530 Bandung
e-mail: yulianitarahayu@rocketmail.com

Abstract
The study assessed the factors that significantly influenced impulse buying behavior at Mall in Bandung
City and ascertained which among these factors greatly influenced it. Impulse purchase or impulse
buying portrays purchases that shopper makes without any intention planned before shopping trip.
These factors extracted from internal, external, demographics, and social perspectives on consumer
impulse buying behavior. Quantitative questionnaire is used to measure responses of participants. This
consumer behavior is on a great rise due to positive emotion, negative emotion, pr omot ion and
r ef er ence gr oup. At the end of this paper, a set of suggestions is outlined to be investigated in the
subsequent research works.

Keywords: impulse buying, positive emotion, negative emotion, reference group

PENDAHULUAN yang ingin dibeli sebelum masuk toko, tetapi


Latar Belakang belum merencanakan merek apa yang akan
Sudah sejak lama perilaku belanja impulsive dibelinya sampai ia bisa memeroleh informasi
(impulsive buying behavior-IBB) merupakan yang lengkap dari pramuniaga atau displai di
fenomena penting dalam kontek usaha ritel dan toko tersebut. Munculnya perilaku belanja
pemasaran. Hampir sebagian besar konsumen impulsif juga dapat dijelaskan melalui tahapan
pernah merasakan atau melakukan pembelian perilaku pembelian yang biasanya meliputi:
secara impulsive (J.Kacen & Lee, 2002). problem and needs recognition, information
Pembelian tanpa rencana atau belanja impulsif search, evaluation of alternative, purchase
(impulsive buying) secara sederhana dapat decision, dan post purchase behavior
dijelaskan sebagai perilaku pembelian yang (Armstrong & Kotler, 2015). Namun
tidak didasarkan atas rencana pembelian kenyataannya tidak setiap pembelian didasari
sebelumnya, dan umumnya terjadi karena oleh proses tersebut. Adakalanya individu
dorongan seketika atau stimulus untuk membeli sesuatu secara spontan dan tidak
memiliki sesuatu barang yang dilihatnya saat terencana, dimana barang atau produk menjadi
itu (Solomon, Bamossy, Askegaard, & Hogg, stimulus yang sangat kuat bagi konsumen dan
2006). Dalam prosesnya, konsumen seketika muncul keinginan yang tidak
dipengaruhi oleh factor internal dan eksternal tertahankan untuk membeli produk tersebut.
yang kemudian mendorong terjadinya perilaku Pada situasi seperti ini, konsumen akan
belanja impulsif. Belanja impulsif sedikit mengambil keputusan untuk membeli tanpa
berbeda dengan pembelian setengah terencana, melewati proses pertimbangan kognitif
yaitu konsumen sudah merencanakan produk problem and recognition, information search

116
P-ISSN: 0254.351
JURNAL EKUBIS Volume 1, No. 2, Pebruari 2017, ISSN: 0254.351

dan evaluation of alternative. Pada kondisi tidak rasional dan mudah dipengaruhi oleh
tersebut, fase yang seharusnya digunakan untuk iklan (Rise, 1997). Uraian di atas menegaskan
membuat berbagai pertimbangan membeli yang bahwa belanja impulsive dicirikan oleh tiga hal
bersifat kognitif, kini digantikan dan yaotu spontan, mengenyampingkan
didominasi oleh faktor emosi dimana muncul pertimbangan lain dan bertindak seketika, serta
rasa senang dan kepuasaan sesaat sewaktu munculnya desakan mendadak dan emosional
membeli. Proses pembelian tanpa untuk membeli barang tertentu.
pertimbangan kebutuhan secara rasional dapat Adanya perilaku konsumen seperti ini
memberikan efek post purchase berupa kemudian direspon oleh para pemasar untuk
penyesalan (regret) karena merasa rugi atau mendesain tokonya agar dapat menstimulasi
menyesal atas tindakan pembelian yang belum para impulsive buyer. Kelompok konsumen
tentu benar atau tepat. Perbedaan tahapan pada dari kalangan remaja mendapat perhatian
fase tersebut membuat perilaku membeli yang khusus dari para produsen dan praktisi
didominasi oleh emosi dapat mengarah pada pemasaran sehingga oleh karenanya kajian
indikasi perilaku yang patologis, dimana praktis tentang bagaimana perilaku mereka
perilaku ini sering disebut sebagai perilaku telah banyak dilakukan. Penelitian tentang
belanja impulsive (impulse buying behavior). belanja impulsive umumnya mengarah kepada
Belanja impulsif dapat dianggap factor-faktor yang menentukan dalam
sebagai suatu perilaku mindless karena hal membentuk perilaku belanja impulsive. Faktor-
tersebut dilakukan tanpa banyak kontrol faktor itu umumnya difokuskan kepada factor
kesadaran atau atensi, oleh karena itu dapat internal, eksternal dan social, demografis.
dianggap sebagai perilaku otomatis. Perilaku Namun demikian hasilnya masih terbilang
belanja impulsif mempunyai akar emosional kontroversial, terutama yang berkaitan factor-
yang kuat, karena unsur penting suatu jenis faktor atau trigger yang mendorong terjadi
pembelian dapat dikatakan impulse buying perlaku belanja impulsive. Penelitian ini
adalah respon emosional. Respon emosional ini mencoba untuk menelusuri kembali bagaimana
dapat muncul sebelum, ketika atau sesudah karakteristik konsumen yang berkaitan dengan
membeli secara tidak terencana. Dengan kata perilaku belanja impulsif di Mall serta factor-
lain kurangnya perencanaan dan peran emosi faktor yang mempengaruhinya.
yang menonjol membuat sulit untuk dijelaskan
dengan model pengambilan keputusan rasional. Masalah, tujuan dan manfaat penelitian
Artinya asumsi dasar bahwa perilaku konsumen Perilaku belanja impulsif dewasa ini
selalu didasarkan pada niat, sudah tidak valid banyak mendapat perhatian baik itu dari para
lagi karena adanya kasus belanja impulsif ini praktisi pemasaran maupun kalangan
(Solomon, Bamossy, Askegaard, & Hogg, akademisi yang diungkapkan dalam berbagai
2006). Konsumen seperti ini tergolong pada karya penelitiannya. Namun demikian hasilnya
kriteria passive man, yaitu konsumen yang masih kontroversial dan bahkan ada yang
117
P - ISSN: 0254.351
Perilaku Belanja Impulsif Pengunjung Mall di Kota Bandung (Yulianita Rahayu)

bertolak-belakang, terutama yang terkait keputusan oleh konsumen. Secara sederhana


dengan factor-faktor yang mempengaruhinya. emosi dipahami sebagai reaksi positif (luapan
Jadi apa saja factor-faktor tersebut, dan factor perasaan yang senang, antusias, optimis)
mana yang paling menentukan, adalah masalah dan negatif (luapan perasaan yang sedih,
pokok (research problems) yang diajukan
tidak bersemangat, atau perasaan marah).
dalam penelitian ini. Penelitian ini
Beberapa penelitian menunjukkan
dimaksudkan untuk mengungkapkan dan
kecenderungan ini, diantaranya emosi positif
memahami perilaku belanja impulsif di
berpengaruh signifikan terhadap belanja
kalangan pengunjung Mall. Sedangkan
impulsif untuk produk yang tergolong fashion
tujuannya adalah mengidentifikasi factor-faktor
involvement (Park, Kim, & Forney, 2005).
yang mempengaruhi belanja impulsif
Sebaliknya penelitian lainnya menyimpulkan
pengunjung Mall. Hasil penelitian ini
bahwa ketika konsumen berada pada kondisi
diharapkan dapat melengkapi dan dijadikan
emosi negative yang tinggi, perilaku belanja
rujukan alternative bagi penelitian-penelitian
impulsive-nya cenderung berkurang
berikutnya terutama yang berkaitan dengan
(Verplanken & Sato, 2011). Perilaku belanja
topik perilaku konsumen.
impulsif tidak hanya dipengaruhi oleh keluarga
atau teman, iklan yang sugestibel dan role
TELAAH LITERATUR
model, tetapi juga suasana hati (mood), situasi
Beatty &Ferrell (1998) dalam
dan emosi (Schiffman, Kanuk, & Hansen,
(Haughtevedt, Machleit, & Yalch, 2005)
Consumer behavior: An European outlook,
memahami belanja impulsif sebagai pembelian
2012).
tiba-tiba tanpa rencana sebelumnya baik itu
Faktor lainnya adalah kelompok acuan
untuk produk yang spesifik maupun kategori
(reference group) yang digunakan oleh
produk. Konsumen yang tergolong pembeli
konsumen sebagai kerangka indentifikasi
impulsif termasuk pada segmen experiencer
personal untuk memberikan identitas atau
yang biasanya adalah kelompok usia remaja,
mengelompokan orang. Pengaruh kelompok
menyukai variasi, menyukai hal-hal yang tidak
acuan terhadap seorang konsumen dapat
biasa, berani mengambil risiko, menyenangi
meningkat sesuai dengan tingkat kesesuaiannya
sesuatu yang baru dan antusiastis (Hawkins &
(conformity). Kesesuaian dalam kelompok
Mothersbaugh, 2010).
aspirasional dan non-aspirasional dapat
Beberapa factor diperhitungkan
dikontraskan dengan kelompok kohesif dan
sebagai penyebab terjadinya belanja impulsive,
non-kohesif (Salmon, 2008). Dampak
diantaranya yaitu kondisi hati dan emosi
kelompok acuan terhadap belanja impulsive
konsumen (Bell, 2011) dan factor demografik
tergantung kepada sifat kelompok acuan itu
(Tice, Bratslavsky, & Baumeister, 2001).
sendiri, apakah bersifat memberikan
Emosi dapat disetarakan dengan suasana hati
pertimbangan (re-appraisal), mendorong untuk
(mood) yang dapat mendorong pengambilan

118
P-ISSN: 0254.351
JURNAL EKUBIS Volume 1, No. 2, Pebruari 2017, ISSN: 0254.351

membeli (suppression), atau neutral. Salah satu berkurang dan pada akhirnya mendorong
hasil penelitian menyimpulkan bahwa perilaku belanja impulsive (Hoyer & MacInnis,
kelompok acuan yang bersifat re-appraisal 2010). Ketika kondisinya terburu-buru, tahapan
berhubungan dengan berkurangnya aktivitas memroses semua informasi untuk menentukan
belanja impulsif pada konsumen yang sedang pilihan tidak dapat dilakukan oleh konsumen,
mengalamai emosi negative yang parah sehingga hanya sedikit atribut produk yang
(Overveld, 2016). dapat diamati dan akhirnya mengeliminasi
Kemudian suasana toko (in-store alternative yang tidak disukainya dengan cara
atmosphere), yaitu karakteristik fisik toko yang yang tergesa-gesa (non-compensatory decision
dapat menarik konsumen, juga termasuk yang strategy).
banyak mendapat perhatian ketika
dihubungkan dengan perilaku belanja METODE PENELITIAN
impulsive. Termasuk dalam in-store Penelitian ini tergolong kepada
atmosphere yang bersifat fisikal adalah explanation research (Neuman, Basic of Social
peralatan, kebersihan, pewarnaan, tata-letak, Research: Qualitative & Quantitative
display dan sebagainya. Sedangkan yang Approaches, 2007) yaitu bertujuan untuk
tergolong tak-benda adalah suhu ruangan, menjelaskan dan menguji teori/hipotesis yang
music, pencahayaan dan yang lainnya (Youn & berkenaan dengan factor-faktor terbentuknya
Faber, 2000). Stimulus tinggi dan lingkungan perilaku belanja impulsive pengunjung Mall di
toko yang nyaman dapat menggiring konsumen Kota Bandung. Desain penelitian yang
meningkatkan keputusan belanja impulsif digunakan adalah correlational design
(Chen, 2008). Persepsi stimulasi berlebihan (Creswell, 2014) karena penelitian ini
memberikan dampak positif terhadap belanja melakukan pengukuran terhadap arah dan
impulsif yang dipengaruhi secara interaktif dari keeratan hubungan atau kepengaruhan antara
dua faktor, yaitu factor sosial yaitu berupa perilaku belanja impulsif dengan factor-faktor
bantuan karyawan (employee cue) dan factor yang mempengaruhinya, yaitu: dengan
persepsi keramaian (perceived crowding) motivasi yang membentuknya, yaitu: shopping
(Mattilaa & Wirtz, 2007). Dengan bantuan dan enjoyment, positive emotion, negative emotion,
pelayanan karyawan toko yang terampil dan in-store atmosphere, promotion dan reference
menarik akan mempermudah pengunjung group.
mengetahui dan menemukan produk-produk Target populasi dalam penelitian ini
yang dicarinya. Sebaliknya ketika suasana toko adalah pengunjung Mall terbesar di Kota
mengharuskan para konsumen untuk berbelanja Bandung. Dengan pendekatan non-probability
secara terburu-buru (time pressure) merupakan sampling terpilih 390 pengunjung sebagai
salah satu alasan penting mengapa konsumen anggota sampel. Data primer yang meliputi
gagal berbelanja sesuai dengan rencana factor-faktor yang mempengaruhi perilaku
sehingga waktu berbelanjanya pun menjadi belanja impulsif dihimpun dengan
119
P - ISSN: 0254.351
Perilaku Belanja Impulsif Pengunjung Mall di Kota Bandung (Yulianita Rahayu)

menggunakan instrument kuesioner tertutup remaja yang berkunjung ke Mall lebih tinggi
yang pernyataannya dirumuskan dalam kalimat 25% bila dibandingkan kelompok usia 40
positif dan disusun dalam skala Likerts. tahunan (Verde Group, 2008). Tahun 2010,
Analisis hubungan antara derajat sekira 2/3 pengunjung Mall di Amerika adalah
belanja impulsif dengan masing-masing perempuan dan menghabiskan waktu 10 menit
motivasinya dilakukan dengan menggunakan lebih dari kaum laki-laki ( International Council
korelasi Spearman (rho), sedangkan untuk of Shopping Centers, 2017).
menguji perbedaan antara gender dan
kelompok usia digunakan uji non-parametrik Tabel 1.
Karakteristik responden
Mann-Whitney U (Wasserman, 2006). Sebelum
Karakteristik N %
dianalisis, terlebih dahulu dilakukan pengujian Jenis Kelamin
Perempuan 217 55,6
validitas dan reliabilitas instrument dengan Laki-laki 173 44,4
menggunakan Exploratory Factor Analysis Usia
Sd 20 274 70,3
(Anderson et.al, 2011). > 20 116 29,7
Frekuensi ke Mall
Sering 253 57,6
Jarang 137 35,1
HASIL DAN DISKUSI Sering ke Mall-JK
Perempuan 119 47,0
Berdasarkan karakteristik responden Laki-laki 134 53,0
Sering ke Mall-Usia
hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa Sd 20 193 76,3
> 20 60 23,7
mayoritas pengunjung yang sering ke Mall
tidak berbeda jauh antara laki-laki dan kaum
perempuan, namun dari sisi usianya, ternyata Uji validitas dan reliabilitas
kelompok usia remaja maksimal 20 tahun Hasil pengujian validitas dan
(76,3%) yang lebih sering mengunjungi Mall. reliabilitas terhadap seluruh variable belanja
Rentang waktu usia remaja ini biasanya impulsif yang terlibat dapat dilihat pada table
dibedakan atas tiga kelompok, yaitu: masa berikut. Berdasarkan analisis factor diperoleh
remaja awal (12 – 15 tahun), masa remaja empat factor solution dengan Eigen value
pertengahan (15 – 18 tahun), dan masa remaja 2,714.
akhir. (18 – 21 tahun) (Rumini & Sundari,
Tabel 2.
2004). Sebagai perbandingan, kecenderungan
Uji KMO & Bartlett's belanja impulsif
pengunjung Mall yang terjadi di Amerika
Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling .73
Serikat menunjukkan bahwa mayoritas kaum Adequacy
Bartlett's Test of Sphericity Approx. C-Square 297.62
perempuan dan kelompok usia 17-24 tahun df 6
Sig. .000
(JcDecaux, 2017). Informasi lainnya a. Based on correlations

melaporkan bahwa jumlah kelompok usia


ukuran Kaiser-Meyer-Olkin (KMO) sebesar
Kemudian berdasarkan metode principal 0.733 dan indicator Barlett’s sphericity
components & varimax rotation diperoleh menunjukkan bahwa semua variable dan data

120
P-ISSN: 0254.351
JURNAL EKUBIS Volume 1, No. 2, Pebruari 2017, ISSN: 0254.351

tergolong memadai untuk digunakannya terhadap konsistensi internal skala dengan nilai
exploratory factor analysis (table 2). Selain itu, 0,891 (table 3).
reliabilitas (Cronbach Alpha) juga mendukung

Tabel 3.
Analisis faktor belanja impulsif
Items Factor Coefficient Construct Variance
Loading Alpha Reliability Extracted
Impulsive Membeli secara spontan 0.901 0.891 0.891 0.731
buying Tidak banyak pertimbangan ketika 0.822
berbelanja
Sering membeli tanpa rencana 0.839
Berbelanja melebihi anggaran 0.892

Dengan pendekatan yang sama diperoleh hasil konsistensi internal skala dengan kisaran nilai
pengujian validitas dan reliabilitas untuk factor- 0,798-0,901 (table 5).
faktor belanja impulsive. Berdasarkan analisis
factor diperoleh enam komponen dan ukuran Tabel 4.
Uji KMO & Bartlett's factor-faktor belanja
Kaiser-Meyer-Olkin (KMO) sebesar 0.799 dan impulsif
indicator Barlett’s sphericity menunjukkan Kaiser-Meyer-Olkin Measure of .79
Sampling Adequacy.
bahwa semua variable dan data tergolong Bartlett's Test of Sphericity Approx. C-Square 4952.8
Df 171
memadai untuk digunakannya exploratory Sig. .000
factor analysis (table 4). Selain itu, reliabilitas a. Based on correlations

(Cronbach Alpha) juga mendukung terhadap

Tabel 5.
Analisis faktor yang memengaruhi belanja impulsif
Items Factor Coefficient Construct Variance
Loading Alpha Reliability Extracted
Shopping Berbelanja adalah hiburan 0.803 0.821 0.823 0.614
enjoyment Mengunjungi Mall tetapi tidak membeli sesuatu 0.838
Jarang menyiapkan daftar barang yang akan dibeli 0.697
Positive Ketika hati gembira, makin senang bila berbelanja 0.641 0.805 0.815 0.529
emotion
Ketika hati gembira, sering membeli tanpa rencana 0.642
Negative Pergi shopping adalah solusi ketika hati kusut 0.701 0.798 0.802 0.576
Emotion
Ketika hati kusut, sering membeli tanpa rencana 0.829
Ketika sedang stress, sering berbelanja di luar
kebiasaan
In-store Sering ke Mall karena suasananya menyenangkan 0.772 0.901 0.903 0.825
atmosphere
Musik dan kesejukannya, membuat betah shoping 0.838
di Mall
Penampilan interior Mall itu penting 0.654
Pelayanan di Mall menambah semangat shopping 0.932
di Mall
Gaya komunikasi pelayannya merupakan daya 0.876
tarik shopping di Mall
Promotion Sering shopping di Mall karena ada promosi 0.946 0.892 0.898 0.751

121
P - ISSN: 0254.351
Perilaku Belanja Impulsif Pengunjung Mall di Kota Bandung (Yulianita Rahayu)

Ketika di Mall, sering membeli barang yang 0.723


harganya didiskon
Ketika di Mall, sering membeli barang yang ada 0.907
hadiahnya
Reference Lebih menyenangkan pergi ke Mall bila tidak 0.714 0.809 0.825 0.709
group sendirian
Membeli lebih dari biasanya bila pergi ke Mall 0.952
bersama teman-2
Membeli lebih dari biasanya bila pergi ke Mall 0.852
bersama keluarga

Karakteristik belanja impulsif belanja impulsif pengunjung Mall ditunjukkan


Seberapa besar derajat belanja impulsif oleh factor tidak banyak pertimbangan ketika
pengunjung Mall, hasilnya dijelaskan pada berbelanja.
gambar berikut. Informasi yang diperoleh Kemudian menarik untuk dianalisis
bahwa derajat belanja impulsif tergolong bagaimana variasi derajat belanja impulsif
sedang (skor 0,61). Hal ini terjadi karena berdasarkan karakteristik pengunjung. Pertama,
diduga anggota sampel terpilih umumnya dihubungkan dengan jenis kelamin responden
memiliki sumberdaya (pendapatan) yang terungkap bahwa derajat belanja impulsif
terbatas. Dugaan ini sangat beralasan kelompok perempuan tidak berbeda dengan
mengingat sebagian besar reponden (70,3%) laki-laki (Mann-Whitney U = 17917,5 ; ρ >
berusia maksimal 20 tahun atau usia remaja. 0,005), dan didukung oleh nilai rerata (mean
Pembeli impulsif biasanya terjadi karena rank) skor derajat belanja impulsif pengunjung
konsumen memiliki sumberdaya yang cukup, perempuan (191,6) yang relatif sama dengan
dan perilakunya sering berubah-ubah karena laki-laki (200,4). Temuan ini sedikit berbeda
merek sangat antusias terhadap hal-hal baru dengan beberapa penelitian sebelumnya yang
(Khan, 2006) menyimpulkan bahwa kelompok perempuan

Tidak banyak pertimbangan 0,64


lebih mudah terkena gejala belanja impulsif
daripada kaum pria (Verma & Verma, 2012).
Skor belanja impulsif 0,61
Dengan kata lain, perilaku konsumen laki-laki
Belanja tanpa rencana 0,60
umumnya lebih rasional dibandingkan dengan
Belanja melebihi anggaran 0,60 perempuan yang lebih memperhatikan aspek

Membeli secara spontan 0,59


kesenangan (Jackson & L. Stoel, 2011). Begitu
juga halnya bila dibedakan berdasarkan
berdasarkan kelompok usia (< 20 tahun vs 20+
Gambar 1. Karakteristik belanja impulsif
tahun) dan frekuensi berkunjung ke Mall

. Fakta ini didukung pula oleh skor (sering vs jarang), masing-masing tidak ada

karakteristik belanja tanpa rencana, belanja perbedaan dalam derajat belanja impulsifnya.

melebihi anggaran dan belanja spontan yang Berikutnya table berikut menjelaskan

masing-masing juga tergolong sedang. bagaimana hubungan antara belanja impulsive

Sementara karakteristik dominan perilaku dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya.


Dari enam factor yang diteliti, terbukti bahwa
122
P-ISSN: 0254.351
JURNAL EKUBIS Volume 1, No. 2, Pebruari 2017, ISSN: 0254.351

emosi positif, emosi negatif, promosi dan impulsif. Kemudian Kang et al. (2014)
kelompok acuan berhubungan positif secara menyimpulkan bahwa komponen keperilakuan
signifikan dengan belanja impulsif pengunjung factor emosional merupakan predictor yang
Mall. Dua factor pertama tercatat menempati tepat untuk menjelaskan pembelian impulsif
peringkat pertama dan paling berpengaruh terhadap produk pakaian yang terjadi pada
terhadap perilaku belanja impulsif. Temuan ini konsumen kalangan remaja. Berikutnya yaitu
sejalan dengan beberapa penelitian hasil penelitian Haq & Abbasi (2016)
sebelumnya. Misalnya Adellar et al. (2003) menemukan bahwa konsumsi hedonis dan
melaporkan bahwa respon emosional dapat emosi positif terbukti memediasi hubungan
menjelaskan timbulnya niat pembelian secara antara orientasi fesyen dengan belanja impulsif.

Tabel 6.
Korelasi Spearman
Factors (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
(1) Impulsive buying 1
(2) Shopping enjoyment 0.093 1
** **
(3) Positive emotion .348 .407 1
(4) Negative emotion .342** 0.043 .229** 1
** ** **
(5) Store atmosphere 0.040 .497 .437 -.199 1
(6) Promotion .109* .495** .260** -.158** .489** 1
** ** ** ** ** **
(7) Reference group .309 .455 .459 -.178 .641 .544 1
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Berbeda dengan sebagian penelitian-penelitian pertimbangan merupakan kontributor tertinggi


sebelumnya, penelitian ini membuktikan bahwa dalam membentuk dorongan untuk belanja
tidak ada hubungan antara factor shopping impulsif. Kemudian tidak ada perbedaan derajat
enjoyment dan in-store atmosphere dengan belanja impulsif antara pengunjung Mall
perilaku belanja impulsif pengunjung Malla. perempuan dengan laki, antara kelompok usia,
Salah satu yang mendukung terhadap temuan dan antara frekuensi berkunjung ke Mall.
ini yaitu hasil penelitian di lima wilayah Cavite Berikutnya terdeteksi bahwa emosi positif,
Manila (Sangalang, Siochi, & Plaza, 2017) emosi negatif, promosi dan kelompok acuan
yang menyimpulkan bahwa in-store berhubungan positif dan signifikan dengan
atmosphere tidak berpengaruh terhadap belanja impulsif pengunjung Mall. Factor lain,
perilaku belanja impulsif shopping enjoyment dan in-store atmosphere
tidak terbukti berhubungan dengan perilaku
KESIMPULAN DAN SARAN belanja impulsif pengunjung Mall.
Hasil penelitian ini menunjukkan Penelitian ini tidak melibatkan banyak
bahwa derajat belanja impulsif pengunjung rentang usia responden sehingga fenomena
Mall tergolong sedang dan faktor tidak banyak belanja impulsif di Mall belum terungkap

123
P - ISSN: 0254.351
Perilaku Belanja Impulsif Pengunjung Mall di Kota Bandung (Yulianita Rahayu)

secara komprehensif. Penelitian ini masih Haq, M. A., & Abbasi, S. (2016). Indirect
impact of hedonic consumption and
bersifat umum, belum focus pada kategori
emotions on impulse purchase
produk tertentu yang biasanya dibeli secara behavior: A double mediation model.
ournal of Management Sciences, 3(2),
impulsif karena adanya stimulus suasana Mall.
108-122.
Begitu juga halnya dengan factor promosi,
Haughtevedt, C. P., Machleit, K. A., & Yalch,
perbedaan skema promosi untuk setiap jenis R. F. (2005). Online cunsumer
psychology: Understanding and
produk belum dilibatkan dalam penelitian ini,
influencing consumer behavior in the
padahal promosi yang tepat dapat mendorong virtual world. Mahwah, New Jersey:
Lawrence Erlbaum Asscociates.
konsumen untuk berbelanja secara impulsif.
Hawkins, D. I., & Mothersbaugh, D. L. (2010).
Oleh karena itu, untuk memperoleh informasi Consumer behavior: building
yang lengkap dan multidimensional mengenai marketing strategy. New York:
McGraw-Hill/Irwin.
belanja impulsif, diperlukan penelitian dengan
Hoyer, W. D., & MacInnis, D. J. (2010).
pendekatan komprehensif yang melibatkan Consumer behavior (5th ed.). Mason:
pendekatan kuantitatif dan kualitatif. South-Western, Cengage Kearning.
J.Kacen, J., & Lee, J. A. (2002). The influence
of culture on consumer impulsive
DAFTAR PUSTAKA buying behavior. Journal of Consumer
International Council of Shopping Centers. Psychology, 12(2), 163-176.
(2017). Jackson, V., & L. Stoel. (2011). Mall attributes
https://stage.icsc.org/research/shoppin and shopping value: Difference by
g-center-facts-and-stats. gender and generational cohort.
Adelaar, T., Chang, S., Lancendorfer, K. M., Journal of Retailing and Consumer
Lee, B., & Morimoto, M. (2003, Services, 18(1), 1-9.
December). Effects of media formats JcDecaux. (2017, November). http://www.
on emotions and impulse buying intent. jcdecauxna.com/sites/default/file
Journal of Information Technology, s/assets/mall/
18(4), 247–266. documents/studies/mallphenomenon.p
Armstrong, G., & Kotler, P. (2015). Marketing: df
An introduction (12 ed.). Edinburgh Kang, E.-m., Liu, J., & Park, E.-j. (2014).
Gate: Pearson. Effects of shopping value, positive
Bell, H. A. (2011). A contemporary framework emotion and urge to buy impulsively.
for emotions in consumer decision- Journal of the Korean Society of
making: Moving beyond traditional Clothing and Textiles, 38(1), 87-96.
models. International Journal of Khan, M. (2006). Consumer behavior and
Business & Social Sciences, 2(17), 12- advertising managament. New Delhi:
16. New Age International Publisher.
Chen, T. (2008, February). Impulse purchase Mattilaa, A. S., & Wirtz, J. (2007). The role of
varied by products and marketing store environmental stimulation and
channel. Journal of International social factors on impulse purchasing.
Management Studies, 154-161. Journal of Service Marketing, 2(7),
Creswell, J. W. (2014). Research Design: 273-289.
Qualitative, Quantitative, & Mixed Neuman, W. L. (2007). Basic of Social
Methods Approaches (4th ed.). Research: Qualitative & Quantitative
London: Sage Publications, Ltd. Approaches (2nd ed.). Pearson
Education, Inc.

124
P-ISSN: 0254.351
JURNAL EKUBIS Volume 1, No. 2, Pebruari 2017, ISSN: 0254.351

Overveld, M. v. (2016). Emotion regulation can behavior: A European Perspective (3rd


be costly. A study on the effects of ed.). Harlow: Pearson Education
emotion regulation strategies on Limited.
impulsive purchases in consumers.
Tice, D. M., Bratslavsky, E., & Baumeister, R.
Innovative Marketing, 12(1).
F. (2001). Emotional distress
Park, E. J., Kim, E. Y., & Forney, J. C. (2005, regulation takes precedence over
June). A structural model of fashion‐ impulse control: If you feel bad, do it.
oriented impulse buying behavior. ournal of Personality and Social
Journal of Fashion Marketing and Psychology, 80(1), 53-67.
Management, 10(4).
Verde Group. (2008). The Shopping Mall: A
Rise, C. (1997). Understanding customer (2nd Study on customer experience.
ed.). Oxford: Butterworth-Heinemann. Executive Summary, 1-7. Warton
University of Pensylvania.
Rumini, S., & Sundari, S. (2004).
Perkembangan Anak & Remaja. Verma, P., & Verma, R. (2012, November). An
Jakarta: Rineka Cipta. on-field-survey of the impulse buying
behaviour of consumers in consumer
Salmon, D. N. (2008). Reference groups:
non durable sectors in the retail outlets
Aspirational and non-aspirational
in the cty of Indore, India. Research
groups in consumer behavior. Xavier
Journal of Management Sciences, 1(4),
University of Louisiana’s
1-5.
Undergraduate Research Journal,
5(1), 1-8. Verplanken, B., & Sato, A. (2011). The
psychology of impulse buying: An
Sangalang, R. A., Siochi, J., & Plaza, M.
integrative self-regulation approach.
(2017). Factors influencing consumers’
Journal of Consumer Policy, 34(2),
impulse buying behavior in the fifth
197-210 .
district of cavite. DLSU Research
Congress 2017. Manila: De La Salle Wasserman, L. (2006). All of Nonparametric
University. Statistics. Springer Science & Business
Media, Inc.
Schiffman, L. G., Kanuk, L. L., & Hansen, H.
(2012). Consumer behavior: An Youn, S., & Faber, R. J. (2000). Impulse
European outlook (2nd ed.). England: buying: Its relation to personality traits
Pearson Education Limited. and cues. Advances In Consumer
Research, 27, 179-185
Solomon, M., Bamossy, G., Askegaard, S., &
Hogg, M. K. (2006). Consumer

125
P - ISSN: 0254.351

Anda mungkin juga menyukai