0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
23 tayangan12 halaman
Penelitian ini menguji hubungan antara konformitas dan perilaku membeli impulsif pada remaja putri. Didapatkan hasil bahwa tingkat konformitas yang tinggi berkorelasi positif dengan perilaku membeli impulsif yang tinggi pula pada responden. Konformitas memprediksi 14,6% dari perilaku membeli impulsif remaja putri.
Penelitian ini menguji hubungan antara konformitas dan perilaku membeli impulsif pada remaja putri. Didapatkan hasil bahwa tingkat konformitas yang tinggi berkorelasi positif dengan perilaku membeli impulsif yang tinggi pula pada responden. Konformitas memprediksi 14,6% dari perilaku membeli impulsif remaja putri.
Penelitian ini menguji hubungan antara konformitas dan perilaku membeli impulsif pada remaja putri. Didapatkan hasil bahwa tingkat konformitas yang tinggi berkorelasi positif dengan perilaku membeli impulsif yang tinggi pula pada responden. Konformitas memprediksi 14,6% dari perilaku membeli impulsif remaja putri.
Alimatus Sahrah Fakultas Psikologi Universitas Wangsa Manggala Yogyakarta
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menguji secara empirik hubungan antara
konformitas dengan perilaku membeli impulsif pada remaja putri. Hipotesis yang diajukan adalah ada hubungan positif antara konformitas dengan perilaku membeli impulsif pada remaja putri. Penelitian ini dilakukan pada 60 orang remaja putri kelas 2 IPS 1, 2, dan 3 di SMA Muhammadiyah III Yogyakarta. Data penelitian diungkap dengan Skala Konformitas dan Skala Perilaku Membeli Impulsif. Teknik analisis data yang digunakan adalah korelasi Product Moment dari Karl Person. Berdasarkan analisis data diperoleh koefisien korelasi sebesar 0,383 (p<0,01), dengan demikian hipotesis yang diajukan dapat diterima. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi tingkat konformitas remaja putri, maka perilaku membeli impulsifnya akan semakin tinggi, sebaliknya semakin rendah tingkat konformitas remaja putrid, maka perilaku membeli impulsifnya akan semakin rendah pula. Sumbangan variabel konformitas dalam memprediksikan timbulnya perilaku membeli impulsif pada remaja putri sebesar 14,6 % sehingga 85,4 % sisanya dipengaruhi oleh faktor yang lain.
Kata Kunci : Konformitas; Perilaku Membeli Impulsif
Pendahuluan dibangkitkan oleh ketidakmampuan individu Kemajuan dan perkembangan jaman untuk mengendalikan dorongan-dorongan yang ditandai dengan meningkatnya teknologi untuk membeli. menimbulkan adanya tawaran berbagai jenis Menurut Engel, dkk (1994) produk di pasaran. Para produsen dan menyatakan bahwa dorongan utama yang pengiklan mengemas produk sedemikian rupa mendorong seseorang untuk melakukan serta memanipulasi cara pandang yang dapat pembelian yaitu dorongan rasional dan mempengaruhi emosi dan sikap konsumen emosional. Dorongan rasional adalah sehingga keputusan dalam pembelian dorongan berdasarkan pertimbangan- menjauhkannya dari aspek rasional dan pertimbangan yang mengarahkan pada fungsional (Gani, 2005). Bergesernya pola pemilihan atau tindakan yang dapat konsumsi seseorang menyebabkan perubahan memberikan keuntungan atau kegunaan yang perilaku membeli yang dilakukan. Fokus paling baik, sedangkan dorongan emosional seseorang dalam membeli adalah untuk adalah dorongan yang mempertimbangkan memuaskan kebutuhan akan produk-produk kriteria yang bersifat pribadi atau subjektif yang bersifat kebendaan (Dittmar, 1995). seperti status, harga diri, perasaan cinta, dan Dalam pembelian, tiap individu lain sebagainya (Copeland dalam Engel dkk, melakukan suatu proses pengambilan 1994). keputusan untuk membeli suatu produk yang Pada periode normal, konsumen didasarkan pada kebutuhan dan keinginan cenderung akan peka terhadap harga, lebih (Assael, 1992). Setiap orang memiliki rasional dan lebih terencana dalam proses kebutuhan dan keinginan yang harus dipenuhi. membeli. Konsumen juga bisa Hal itu merupakan salah satu faktor yang memprioritaskan antara barang yang harus mendorong individu untuk melakukan dibeli terlebih dahulu dengan barang yang pembelian. Kadang produk itu sendiri tidak ditunda atau dibatalkan, individu juga dapat sepenting kebutuhan dan keinginan individu mempertimbangkan sifat produk secara yang akan dipenuhinya. Timbulnya kebutuhan fungsional (Engel dkk, 1994). Hanya saja, dan keinginan tersebut disebabkan oleh konsumen terkadang melakukan pembelian beberapa faktor seperti faktor sosial, ekonomi, yang lebih didasari faktor emosional. psikologi, perkembangan fisik, religius, dan Pembelian secara emosional biasanya sebagainya (Swastha & Handoko, 1987). dilakukan secara spontan dan tanpa Kebutuhan dan keinginan individu perencanaan. Perilaku membeli yang yang ingin selalu dipenuhi, membuat individu dilakukan secara spontan dan tanpa melakukan sesuatu upaya untuk memenuhi perencanaan disebut perilaku membeli kebutuhan dan keinginannya tersebut. impulsif (Toffler & Imber, 2002). Aktivitas yang biasa dilakukan individu untuk Solomon (2002) menyatakan bahwa memenuhi kebutuhan dan keinginannya pembelian impulsif atau pembelian tak adalah berbelanja. Berbelanja telah menjadi terencana (unplanned purchase) adalah aktivitas yang sangat diperlukan pada sebagian pembelian yang terjadi secara spontan karena orang. Pertanyaan “ Siapa saya ”, dijawab munculnya dorongan yang kuat untuk dengan “ I Shop, There I am ” (Gani, 2005). membeli dengan segera. Pembelian impulsif Survey yang dilakukan oleh Neiman-Marcus adalah proses pembelian yang dilakukan (Solomon, 2002) mendapatkan bahwa 50% konsumen tanpa melakukan pencarian responden menyukai berbelanja dan 17% informasi dan mempertimbangkan berbagai mengaku bahwa berbelanja sangat merek karena konsumen langsung membuat menyenangkan. Aktivitas belanja pun telah keputusan untuk membeli (Irawan, 2005). menjadi ritual dan habit atau kebiasaan yang Pada proses membeli impulsif, calon pembeli suka dilakukan terutama pada kaum wanita. langsung mengarah kepada suatu produk Selanjutnya Solomon (2002) mengatakan tertentu dan kemudian melakukan pembelian bahwa pola perilaku berbelanja kebanyakan secara cepat. Kebutuhan akan kategori produk tersebut mungkin timbul di bawah sadar, tidak karena mereka membelanjakan uangnya lebih ada informasi yang dicari dan tidak ada merek banyak untuk menunjang penampilan diri atau produk lain yang dipertimbangkan. seperti membeli busana, sepatu, kosmetik, dan Biasanya perilaku membeli impulsif aksesoris. Sementara hasil penelitian timbul secara tidak sadar pada saat individu Schiffman dan Kanuk (2000) menunjukkan melakukan kegiatan yang berkaitan dengan bahwa remaja putri pada usia 16-21 tahun uang dan gaya hidup (Loudon & Bitta, 1984). tergolong konsumen yang konsumtif, karena Kegiatan tersebut adalah berbelanja. Saat dalam membeli suatu produk hanya ditujukan berbelanja seseorang akan merasakan nyaman, untuk prestige dan harga diri. Melihat kondisi suasana pusat perbelanjaan pun mampu tersebut, nampak bahwa remaja putri mempengaruhi intensi seseorang untuk cenderung membeli suatu produk bukan melakukan pembelian impulsif. berdasar pada kebutuhan yang sebenarnya, Perilaku membeli impulsif sering tetapi hanya berdasar keinginan untuk tampil terjadi pada sebagian masyarakat, tidak menarik, untuk menjaga prestige dan harga terkecuali remaja terutama remaja putri. diri. Sering ditemui sekumpulan remaja putri yang Remaja biasanya membeli produk berjalan-jalan di pusat perbelanjaan. Rencana yang berkaitan dengan simbol kesukaan, gaya pertama hanya ingin jalan-jalan saja, tetapi hidup dan identitas (Bourdieu & Featherstone tanpa disadari saat melihat barang yang dalam Siswandari, 2005). Alasan seorang menarik perhatian mereka langsung tertarik remaja membeli secara impulsif adalah karena untuk membelinya, walaupun tidak ada tertarik bentuknya, warnanya atau karena rencana sebelumnya untuk membeli sesuatu. banyak teman-temannya juga memiliki. Menurut Horney (Sarwono, 2004) remaja putri Menurut survey Irawan selaku Chairman lebih mudah terpengaruh oleh bujukan teman Frontier Marketing & Research Consultant untuk membeli sesuatu, remaja putri juga lebih (2005), pembelian impulsif mencapai 40% - emosional dalam melakukan pembelian 50% pada produk permen, biskuit, kacang, sehingga lebih cenderung impulsif. jelly, dan mainan. Penelitian Helga, Dittmar, Menurut Schultz dan Schultz (1994), Beattie & Friese (dalam Gani, 2005) konsekuensi dari perilaku membeli impulsif menemukan bahwa seorang remaja membeli dapat menjadi negatif seperti yang dilaporkan secara impulsif jika mereka mempersepsikan pada penelitiannya, bahwa ada sebanyak 56 % aspek dirinya kurang ideal terutama dalam responden melaporkan kesulitan keuangan penampilan. Barang-barang yang berhubungan sebagai akibat dari adanya pembelian dengan image diri seperti make-up dan fashion impulsif, ada 37 % subjek kecewa terhadap (pakaian, sepatu, dan tas) akan memancing produk yang dibeli, dan ada 19 % subjek pembelian impulsif remaja putri. menjadi mendapat ketidaksetujuan dari teman Survey sebuah pemasaran yang dan keluarga terhaap apa yang dibelinya. Hal dilakukan oleh Budisetiawan (2003), sebesar yang berbeda akan terjadi bila belanja 88% dari pembelanjaan impulsif difokuskan dilakukan secara rasional, karena remaja putri pada kategori produk yang memenuhi secara akan lebih terlaksana terencana dalam langsung maupun tidak langsung pada berbelanja, serta dapat memprioritaskan antara peningkatan penampilan seperti kosmetik, barang yang dibutuhkan saat ini dan harus parfum, cincin, gelang, anting, dan produk dibeli, dengan barang yang belum begitu fashion lainnya. Penelitian Siswandari (2005) dibutuhkan saat ini untuk dibeli (Engel dkk, menemukan bahwa pakaian adalah produk 1994). yang paling banyak dikonsumsi secara Hasil penelitian Reynald (dalam impulsif dengan persentase sebesar 42,42%. Nashori, 1999) menunjukkan bahwa remaja Pakaian dipandang dapat menunjang putri memiliki kecenderungan lebih besar penampilan juga sebagai “simbol status” yang dalam berperilaku konsumtif ke arah perilaku memiliki efek pada konsep diri remaja membeli yang impulsif daripada remaja putra, (Hurlock, 1991). Remaja putri yang secara finansial Konformitas merupakan faktor internal masih tergantung pemberian orang tua, yang terbentuk dari lingkungan sosial remaja mereka belum mampu menggunakan uang yang dapat mempengaruhi munculnya secara bijaksana sehingga mereka belum perilaku membeli impulsif pada remaja, memiliki daya beli sepenuhnya. Ada sebagian karena konformitas muncul dalam pribadi remaja putri sudah bekerja paruh waktu remaja akibat pembelajaran dari lingkugan sehingga memiliki uang penghasilan sendiri, sosial remaja atau pengaruh dari pergaulan tetapi mereka mudah terpengaruh oleh teman sebayanya (Aronson, 1992). keputusan membeli yang diajukan temannya, Penelitian ini bertujuan untuk masih emosional dan impulsif dalam membeli mengetahui hubungan antara konformitas sesuatu. Remaja putri seharusnya membeli dengan perilaku membeli impulsif pada sesuatu disesuaikan dengan skala prioritas remaja putri. Perilaku membeli impulsif sering mengenai barang-barang yang ingin dibeli terjadi pada sebagian masyarakat, tidak sesuai kebutuhannya saat itu sehingga uang terkecuali remaja terutama remaja putri. yang dikeluarkan pun sesuai dengan rencana Sering ditemui sekumpulan remaja putri yang juga (Susianto, 2003). berjalan-jalan di pusat perbelanjaan. Rencana Munculnya perilaku membeli impulsif pertama hanya ingin jalan-jalan saja, tetapi pada seseorang dipengaruhi oleh beberapa tanpa disadari saat melihat barang yang faktor seperti: pemantauan diri, harga diri menarik perhatian mereka langsung tertarik yang rendah (Engel dkk, 1994), materialisme untuk membelinya, walaupun tidak ada (Nashori, 1999), dan konsep diri (Hurlock, rencana sebelumnya untuk membeli sesuatu. 1991). Secara garis besar terdapat dua faktor Menurut Horney (Sarwono, 2004) remaja putri yang mempengaruhi perilaku membeli lebih mudah terpengaruh oleh bujukan teman impulsif yaitu faktor internal dan eksternal. untuk membeli sesuatu, remaja putri juga lebih Faktor internal berasal dari dalam diri individu emosional dalam melakukan pembelian seperti faktor materialisme, harga diri, sehingga lebih cenderung impulsif. pemantauan diri (Djudiyah, 2002), sedangkan Remaja putri merupakan konsumen faktor eksternal berasal dari lingkungan luar yang mudah dipengaruhi dan sering dijadikan individu seperti jenis produk, pemasaran, sasaran promosi suatu produk. Hal tersebut faktor sosial seperti pengaruh teman sebaya, terjadi karena kebanyakan remaja putri tidak ekonomi seperti jumlah uang saku yang mampu mengendalikan dorongan-dorongan dimiliki remaja, dan demografi berkaitan untuk membeli (Hurlock, 1991). Remaja putri dengan tempat tinggal remaja. Remaja putri cenderung melakukan pembelian secara tak yang tinggal di daerah perkotaan dekat dengan terencana (unplanned purchase), yaitu banyak pusat perbelanjaan yang mendorong melakukan pembelian yang terjadi secara individu untuk selalu berbelanja dan spontan karena munculnya dorongan yang menghabiskan uangnya (Loudon & Bitta, kuat untuk membeli dengan segera. 1984). Kiesler dan Kiesler (dalam Rakhmat, Salah satu faktor yang dapat 1991) menyatakan konformitas adalah mempengaruhi perilaku membeli impulsif perubahan perilaku atau kepercayaan menuju yang berkaitan dengan faktor sosial seperti norma kelompok akibat tekanan kelompok pengaruh teman sebaya, Glock (dalam Loudon yang nyata atau bayangan. Pendapat ini sesuai & Bitta, 1984) menyatakan bahwa perilaku dengan Aronson (1972) yang menyatakan membeli seorang remaja dipengaruhi oleh konformitas sebagai perubahan perilaku atau konformitas terhadap kelompoknya, perilaku keyakinan diri individu sebagai akibat dari membelinya lebih cenderung impulsif. Saat adanya tekanan yang nyata atau pun yang berbelanja, remaja biasanya tidak pernah dibayangkan oleh individu atau pun sendirian. Mereka selalu terlihat beramai- kelompok. ramai bersama teman-teman mereka datang ke Baron dan Byrne (1991) pusat perbelanjaan. mendefinisikan konformitas sebagai suatu bentuk penyesuaian terhadap kelompok sosial teman dalam kelompoknya; (c) Mengikuti dan karena adanya tuntutan kelompok sosial meyakini pendapat yang dianut oleh sebagian menghendaki demikian, meskipun tuntutan besar dari anggota kelompoknya; (d) Lebih tersebut tidak terbuka. Konformitas mementingkan perannya sebagai anggota merupakan proses penyesuaian diri dengan kelompok daripada mengembangkan pola masyarakat, dengan cara mengindahkan norma sendiri. Ditambahkan bahwa ciri-ciri kaidah dengan nilai-nilai masyarakat lain yang menggambarkan individu yang (Soekanto, 1990). Menurut Brehm dan Kassin conform terhadap kelompoknya antara lain: (a) (1993) konformitas merupakan kecenderungan Individu ingin melepaskan diri dari orang tua seseorang untuk mengubah persepsi, opini dan lebih menghabiskan waktu bersama atau perilaku agar sama dengan norma-norma teman-temannya (Fuhrmann, 1990); (b) Lebih kelompok. menerima dan meyakini pendapat atau saran Menurut Asch (dalam Sears dkk, 2002) yang diberikan teman-teman dalam konformitas berarti menampilkan suatu kelompoknya (Turner dalam Handayani, tindakan karena orang lain juga 2000). (c) Melakukan hal yang disetujui melakukannya. Konformitas seringkali kelompoknya agar dapat diterima dan bersifat adaptif karena individu memang perlu terhindar dari celaan kelompok (Sears dkk, menyesuaikan diri terhadap orang lain dan 2002); dan (d) Selalu berusaha berperilaku juga karena tindakan orang lain bisa yang sama dengan anggota lain dalam memberikan informasi mengenai cara yang kelompoknya (Baron & Byrne, 1991). paling baik untuk bertindak dalam keadaan Sears dkk.(2002) berpendapat bahwa tertentu. tekanan yang dihasilkan oleh pihak mayoritas Menurut Morton (dalam Sarwono, akan mampu menimbulkan konformitas, 2004) konformitas merupakan sikap menerima sehingga pendapat yang sudah disetujui oleh nilai-nilai dan norma-norma dari lembaga sebagian besar anggota kelompok maka akan masyarakat, sedangkan menurut Willis (dalam diikuti oleh semua anggota kelompok. Dapat Sarwono, 2004) mendefinisikan konformitas dikatakan bahwa ciri-ciri individu yang sebagai usaha individu untuk terus menerus konform adalah mengikuti apa yang disetujui diharapkan selaras dengan norma-norma kelompoknya, meyakini serta mengikuti kelompok, maka jika persepsi individu tentang pendapat yang diberikan teman-teman norma-norma kelompok (standar social) kelompoknya. berubah, maka ia akan mngubah pula tingkah Penyebab konformitas antara lain lakunya (Sarwono, 2004). adalah faktor personal (usia, jenis kelamin, Dengan demikian, maka konformitas stabilitas emosi, motif, kecerdasan, dan harga merupakan kecenderungan individu untuk diri), dan faktor situasional (ukuran kelompok, berinteraksi dan menyesuaikan diri dengan konteks social, kejelasan situasi, tingkat lingkungan sosialnya dengan mengubah kesepakatan kelompok, dan karakteristik persepsi, pandangan, sikap atau perilaku pengaruh). Berdasarkan jenis kelaminnya, pribadinya sesuai dengan tuntutan lingkungan, konformitas lebih mudah terjadi pada remaja baik yang bersifat nyata maupun imajinasi. putri, khususnya dalam hal penampilan fisik Pada intinya, konformitas dilakukan individu dan kegiatan kelompok. Asch (dalam sebagai upaya untuk menjaga keharmonisan Tapiheru, 2005) menyatakan hal tersebut dan keselarasan dengan kelompok atau pun dalam penelitiannya bahwa konformitas lebih anggota-anggota kelompok yang lain. mudah terjadi pada wanita karena sifat-sifat Handayani (2005) menggambarkan wanita yang pada umumnya penurut, pasif, bahwa ciri-ciri individu yang tingkat tunduk pada otoritas, mengalah, dan enggan konformitasnya tinggi adalah: (a) Selalu memunculkan konflik dalam upaya menjaga berusaha berperilaku sama dengan anggota keharmonisan. Hal itulah yang mendukung kelompok lain; (b) Lebih banyak terjadinya konformitas pada orang lain atau menghabiskan waktu bersama-sama dengan kelompoknya. Brown (dalam Fuhrmann, 1990) telah sekali lebih didasarkan pada keinginan meneliti hampir 300 mahasiswa tingkat dibanding kebutuhan dan hal itu akan akademik tentang tekanan kelompok sebaya mengarahkan pada pembelian impulsif. yang dirasakannya pada masa SLTA. Ia Pembelian impulsif lebih didasarkan oleh menemukan bahwa tekanan kelompok teman kebutuhan untuk membeli daripada kebutuhan sebaya bersifat stereotype secara jenis akan produk dan sebagian besar merupakan kelamin. Wanita tampak lebih merasa ditekan perilaku emosional (Assael, 1992). untuk konform terhadap standar cara berpakaian, cara menampilkan diri dan Perilaku membeli impulsif merupakan kegiatan sosial. Pada masa remaja usia suatu pembelian yang tidak direncanakan yang 15-18 tahun, remaja merasa bangga karena merupakan pola lain dari perilaku membeli tubuh mereka dianggap menentukan harga diri konsumen, pembelian ini secara spesifik mereka. Pada remaja putrid, masa ini sangat tidak terencana (Loudon & Bitta, berlangsung lebih singkat daripada remaja 1984). Perilaku membeli impulsif timbul tanpa pria, sehingga proses kedewasaan remaja putri disadari saat individu melakukan aktivitas lebih cepat dicapai dibandingkan remaja pria. berbelanja, dimana seseorang merasakan Umumnya kematangan fisik dan seksualitas kenikmatan dan kenyamanan serta suasana mereka sudah tercapai sepenuhnya. Namun pusat perbelanjaan yang dapat mempengaruhi kematangan psikologis belum tercapai intensi seseorang untuk melakukan pembelian sepenuhnya (Sarwono, 2004). impulsif (Engel dkk, 1994). Remaja putri menyadari bahwa daya Remaja putri merupakan konsumen tarik fisik berperan penting dalam hubungan yang mudah dipengaruhi dan sering dijadikan sosial. Beberapa remaja putri menghindari sasaran promosi suatu produk. Hal tersebut keadaan “sadar akan penampilan” sehingga terjadi karena kebanyakan remaja putri tidak mereka menghabiskan banyak waktu dan mampu mengendalikan dorongan-dorongan pikiran untuk mencari jalan memperbaiki untuk membeli (Hurlock, 1991). Menurut penampilan mereka (Adams dalam Hurlock, Horney (Sarwono, 2004) remaja putri lebih 1991). Daya tarik fisik yang dimiliki remaja mudah terpengaruh oleh bujukan teman, putri merupakan asset yang penting sebagai remaja putri juga lebih emosional dalam alat untuk memikat orang lain. Di samping itu melakukan pembelian, sehingga remaja putri lingkungan juga memberikan lebih banyak lebih cenderung impulsif dalam pembelian. penilaian yang rinci mengenai penampilan Barang-barang yang biasa dibeli remaja putri (Grinder; Dacey & Kenny dalam remaja putri adalah barang-barang atau produk Hurlock, 1991). Oleh karena itu, remaja putri yang berkaitan dengan penampilan mereka cenderung memperhatikan penampilan, seperti pakaian, aksesoris, dan kosmetik dengan berharap dirinya dapat menjadi pusat (Helga, Dittmar, Beattie, & Friese dalam Gani, perhatian dalam detil-detil tubuhnya (Kurtz 2005). Terkadang pembelian yang mereka dalam Grinder, 1978). lakukan saat berada di pusat perbelanjaan pun Perhatian remaja putri terhadap cenderung impulsif pada segala sesuatu yang penampilannya tersebut, disertai pula dengan dapat menunjang penampilannya. Saat melihat munculnya kebutuhan-kebutuhan mulai dari barang yang bagus, disukai dan menarik saat pakaian, aksesoris, kosmetik, teman-teman berada di pusat perbelanjaan, remaja putri bergaul, dan lain sebagainya untuk memenuhi akan membelinya dengan segera kebutuhan afiliasi mereka (Gunarsa & Survey sebuah pemasaran yang Gunarsa, 1991). Oleh karena itu, pembelian dilakukan oleh Budisetiawan (2003), sebesar yang dilakukan remaja putri lebih banyak 88% dari pembelanjaan impulsif difokuskan dilakukan untuk pembelian barang atau pada kategori produk yang memenuhi secara produk yang berkaitan dengan penampilan langsung maupun tidak langsung pada fisik. Dalam kehidupan sehari-harinya remaja peningkatan penampilan seperti kosmetik, putri cenderung suka berbelanja terutama parfum, cincin, gelang, anting, dan produk fashion lainnya. Penelitian Siswandari (2005) konformitas rendah akan mampu melakukan menemukan bahwa pakaian adalah produk hal tersebut. Baron dan Byrne (1991) juga yang paling banyak dikonsumsi secara menjelaskan bahwa individu yang memiliki impulsif dengan persentase sebesar 42,42%. keinginan yang kuat untuk menunjukkan Evert (dalam Monks dkk., 1999) keunikan atau individualitasnya akan mengatakan besarnya pengaruh lingkungan cenderung untuk tidak konform. Begitu pula atau kelompok tersebut sampai pada dalam perilaku pembelian, remaja putri yang pemberian norma tingkah laku oleh kelompok, memiliki keinginan untuk menunjukkan sehingga apabila dalam kelompok tersebut individualitasnya dan mandiri akan cenderung berlaku norma perilaku membeli impulsif saat tidak berperilaku sama dengan kelompoknya berada pada situasi pembelian, maka dalam pembelian, sehingga perilaku membeli anggotanya akan cenderung berperilaku yang impulsif dapat terhindarkan (Copeland dalam sama. Engel dkk, 1994). Menurut Glock (dalam Loudon & Bitta, 1984) perilaku membeli seorang remaja Hipotesis dipengaruhi oleh konformitas terhadap Hipotesis yang diajukan dalam kelompoknya, perilaku membelinya lebih penelitian ini adalah ada hubungan positif cenderung impulsif. Saat berbelanja, remaja antara tingkat konformitas dengan perilaku biasanya tidak pernah sendirian. Mereka selalu membeli impulsif pada remaja putri. Semakin terlihat beramai-ramai bersama kelompok seorang remaja memiliki konformitas yang mereka datang ke pusat perbelanjaan. Produk tinggi terhadap kelompoknya, semakin tinggi yang biasanya mereka beli pun selalu sama. pula perilaku membeli impulsif yang Apa pun barangnya, jika mereka suka dan dilakukannya; dan sebaliknya semakin tertarik pasti mereka beli, padahal barang seorang remaja memiliki tingkat konformitas tersebut tidak mereka butuhkan. yang rendah terhadap kelompoknya, semakin Efek dari konformitas bergantung pada rendah pula perilaku membeli impulsif yang kelompok teman sebaya yang menjadi model. dilakukannya Jika kelompok memiliki sikap, pendapat, dan perilaku positif, maka remaja cenderung akan Metode berperilaku dan berpandangan positif. Variabel bebas dalam penelitian ini Sebaliknya, jika kelompok memiliki sikap, adalah konformitas, sedangkan variabel pendapat, dan pandangan negatif, maka remaja tergantungnya adalah perilaku membeli akan cenderung berperilaku dan berpandangan impulsif. negatif. Termasuk dalam perilaku membeli Konformitas merupakan kecende- yang dilakukannya. Jika dalam kelompoknya rungan seseorang untuk mengubah persepsi, memiliki pendapat dan perilaku yang impulsif opini atau perilaku agar sama dengan norma- dalam pembelian, maka remaja akan norma kelompok. Konformitas dalam cenderung memiliki pendapat dan perilaku penelitian ini akan diungkap dengan Skala yang impulsif juga dalam pembelian (Myers, Konformitas yang merupakan modifikasi dan 1999). adaptasi dari skala yang dibuat Handayani Konformitas yang tinggi terhadap (2000) berdasarkan ciri-ciri individu yang kelompok dapat mempengaruhi perilaku conform dari Handayani (2005). Skor yang membeli impulsif yang tinggi pula. Hal ini diperoleh subjek menunjukkan seberapa tinggi terjadi karena remaja putri ingin merasakan tingkat konformitasnya, yaitu semakin tinggi suatu kesamaan identitas dan diakui oleh skor yang diperoleh maka semakin tinggi kelompoknya (Swastha & Handoko, 1987). konformitasnya. Akan tetapi, tidak semua remaja selalu Perilaku membeli impulsif merupakan mengikuti aturan kelompok teman-temannya. perilaku membeli yang dilakukan secara Remaja tersebut mampu mengambil keputusan spontan dan tiba-tiba, tidak terencana, adanya sesuai keinginannya. Remaja yang memiliki keinginan untuk segera dipuaskan serta kurangnya perhatian terhadap konsekuensi yang mungkin timbul. Perilaku membeli Hasil dan Diskusi impulsif dalam penelitian ini akan diungkap Berdasarkan hasil uji normalitas kedua dengan Skala Perilaku Membeli Impulsif yang variabel penelitian, yaitu konformitas dan disusun oleh penulis yang mengacu pada teori perilaku membeli impulsif menunjukkan aspek perilaku membeli impulsif dari Cash distribusi normal. Variabel konformitas (dalam Susianto, 2003). Semakin tinggi skor mempunyai nilai KS−Z sebesar 0,106 yang diperoleh subjek, berarti semakin tinggi (p>0,01), sedangkan variabel perilaku perilaku membeli impulsif. Sebaliknya, membeli impulsif mempunyai nilai KS−Z semakin rendah skor yang diperoleh subjek, sebesar 0,102 (p>0,01). berarti semakin rendah perilaku membeli Uji linieritas antara variabel impulsif seseorang. konformitas dengan perilaku membeli Subjek penelitian ini adalah siswi impulsif menunjukkan adanya hubungan yang SMA Muhammadiyah III Yogyakarta. Subjek linier. Hal ini ditunjukkan dengan nilai F = penelitian sebanyak 60 orang yang diambil 11,199 (p<0,01). dari kelompok IPS kelas 2. Adapun Berdasarkan uji korelasi didapat nilai karakteristik yang dimiliki subjek yaitu : koefisien korelasi antara variabel konformitas Remaja putri berusia 15 – 18 tahun, dengan variabel perilaku membeli impulsif berdomisili di kota. Ciri-ciri individu yang sebesar rxy = 0,383 (p<0,01). Hal tersebut conform berdasarkan beberapa definisi menunjukkan bahwa ada hubungan positif mengenai konformitas menurut Handayani yang sangat signifikan antara konformitas (2005) yaitu: (a) Selalu berusaha berperilaku dengan perilaku membeli impulsif pada sama dengan anggota kelompok lain; (b) remaja putri. Hal tersebut juga menunjukkan Lebih banyak menghabiskan waktu bersama- bahwa hipotesis yang diajukan dapat diterima, sama dengan teman dalam kelompoknya; (c) yaitu semakin tinggi tingkat konformitasnya Mengikuti dan meyakini pendapat yang dianut semakin tinggi pula perilaku membeli oleh sebagian besar dari anggota impulsifnya, begitu pula sebaliknya jika kelompoknya; (d) Lebih mementingkan semakin rendah tingkat konformitasnya maka perannya sebagai anggota kelompok daripada semakin rendah pula perilaku membeli mengembangkan pola norma sendiri. impulsifnya. Skala Konformitas memiliki koefisien Menurut Swastha dan Handoko (1987), validitas aitem antara rbt = 0,336 sampai konformitas merupakan salah satu faktor dengan rbt = 0,802. Besarnya reliabilitas Skala eksternal yang dapat mempengaruhi perilaku Konformitas adalah rtt = 0,920. membeli remaja putri menjadi cenderung Aspek perilaku membeli impulsif impulsif. Konformitas merupakan faktor menurut Cash (Susianto, 2003) yaitu: (a) internal dalam diri remaja yang terbentuk dari Pembelian suatu produk secara spontan dan lingkungan sosial remaja yang dapat tiba-tiba; (b) Membeli suatu produk tanpa mempengaruhi perilaku membeli impulsifnya. perencanaan; (c) Tidak memiliki kontrol diri Konformitas terbentuk dalam pribadi remaja saat berada pada situasi pembelian; (d) Tidak karena remaja belajar dari lingkungan membuat skala prioritas mengenai hal-hal sosialnya, bagaimana caranya agar ia dapat yang ingin dibeli. diterima dan diakui oleh orang lain dengan Skala Perilaku Membeli Impulsif kemampuan yang ia miliki, sehingga semua memiliki koefisien validitas aitem antara rbt = ciri khas remaja dalam berpakaian, berdandan, 0,313 sampai dengan rbt = 0,721. Besarnya gaya rambut, tingkah laku, dan lain koefisien reliabilitas Skala Perilaku Membeli sebagainya dipengaruhi pergaulan dengan Impulsif rtt = 0,911. teman-teman sebayanya (Ausubel dalam Dalam penelitian ini data yang Monks dkk, 2002). diperoleh akan dianalisis menggunakan teknik Adanya kelompok teman sebaya pada korelasi Product Moment dari Karl Person. usia remaja menyebabkan munculnya konformitas pada remaja terhadap menarik, untuk menjaga prestige dan harga kelompoknya (Yusuf dalam Handayani, diri. 2005). Konformitas adalah perubahan tingkah Penelitian Mowen dan Minor (2002) laku atau kepercayaan menuju norma menyatakan bahwa remaja yang berbelanja kelompok akibat tekanan kelompok yang bersama teman-temannya cenderung akan nyata atau bayangan (Kiesler & Kiesler dalam mengunjungi lebih banyak toko dan Rakhmat, 1994). melakukan lebih banyak pembelian yang tidak Menurut Glock (dalam Loudon & direncanakan. Affif (1993) menyatakan bahwa Bitta, 1984) perilaku membeli seorang remaja dalam melakukan pembelian remaja dipengaruhi oleh konformitas terhadap cenderung lebih menggunakan emosi untuk kelompoknya, perilaku membelinya lebih dapat memperoleh apa yang diinginkan oleh cenderung impulsif. Saat berbelanja, remaja kelompoknya karena tekanan yang diberikan biasanya tidak pernah sendirian. Mereka selalu oleh kelompoknya maupun penyesuaian diri. terlihat beramai-ramai bersama kelompok Evert (dalam Monks dkk, 2002) mereka datang ke pusat perbelanjaan. Produk mengatakan besarnya pengaruh lingkungan yang biasanya mereka beli pun selalu sama. atau kelompok tersebut sampai pada Apa pun barangnya, jika mereka suka dan pemberian norma tingkah laku oleh kelompok. tertarik pasti mereka beli, padahal barang Sehingga apabila dalam kelompok tersebut tersebut tidak mereka butuhkan. berlaku norma perilaku membeli impulsif, Perilaku membeli remaja cenderung maka anggotanya akan cenderung berperilaku belum stabil, suka berganti-ganti dan mudah impulsif dalam membeli. Suatu perilaku dipengaruhi. Salah satu hal dalam melakukan impulsif dalam pembelian akan berkembang pembelian, remaja sering tidak didasarkan cepat manakala perilaku tersebut sudah pada kebutuhan lagi. Dalam melakukan menjadi budaya dalam suatu kelompok yang pembelian, remaja lebih menggunakan emosi mempunyai tingkat konformitas tinggi. Akan untuk dapat memperoleh apa yang diinginkan tetapi, tidak semua remaja selalu mengikuti oleh kelompoknya karena tekanan yang aturan kelompok teman-temannya. Remaja diberikan oleh kelompok maupun penyesuaian tersebut mampu mengambil keputusan sesuai diri, sehingga perilaku pembelian remaja keinginannya. Remaja yang memiliki cenderung ke arah perilaku membeli impulsif konformitas rendah akan mampu melakukan (Affif, 1993). hal tersebut. Baron dan Byrne (1991) juga Hasil penelitian Reynald (dalam menjelaskan bahwa individu yang memiliki Nashori, 1999) menunjukkan bahwa remaja keinginan yang kuat untuk menunjukkan putri memiliki kecenderungan lebih besar keunikan atau individualitasnya akan dalam berperilaku konsumtif ke arah perilaku cenderung untuk tidak konform. Begitu pula membeli yang impulsif daripada remaja putra, dalam perilaku pembelian, remaja putri yang karena mereka membelanjakan uangnya lebih memiliki keinginan untuk menunjukkan banyak untuk menunjang penampilan diri individualitasnya dan mandiri akan cenderung seperti membeli busana, sepatu, kosmetik, dan tidak berperilaku sama dengan kelompoknya aksesoris. Sementara hasil penelitian dalam pembelian, sehingga perilaku membeli Schiffman dan Kanuk (2000) menunjukkan impulsif dapat terhindarkan (Copeland dalam bahwa remaja putri pada usia 16-21 tahun Engel dkk, 1994). tergolong konsumen yang konsumtif, karena Dapat dikatakan kecenderungan untuk dalam membeli suatu produk hanya ditujukan berperilaku impulsif dalam pembelian yang untuk prestige dan harga diri. Melihat kondisi dilakukan remaja putri dipengaruhi oleh tersebut, nampak bahwa remaja putri karakteristik khas yang ada pada diri remaja cenderung membeli suatu produk bukan putri sendiri, yaitu ketergantungan yang kuat berdasar pada kebutuhan yang sebenarnya, pada kelompok teman sebaya (Affif, 1993). tetapi hanya berdasar keinginan untuk tampil Ketergantungan yang kuat pada kelompok teman sebaya merupakan salah satu bentuk konformitas. Jika remaja memiliki tingkat dilakukannya. Pembelian yang dilakukan konformitas yang tinggi, maka remaja akan cenderung tidak spontan dan mendadak, cenderung memiliki perilaku membeli pembeliannya terencana, dan cenderung impulsif yang tinggi pula. Begitu pula rasional. sebaliknya, jika remaja memiliki tingkat Dari analisi data diperoleh koefisien konformitas yang rendah maka remaja akan determinan = 14,6 berarti konformitas memiliki perilaku membeli impulsif yang memberikan sumbangan efektif sebesar 14,6 rendah pula. % terhadap perilaku membeli impulsif pada Hasil kategorisasi menunjukkan bahwa remaja putri. Peneliti berasumsi bahwa selain 70 % subjek memiliki tingkat konformitas konformitas masih ada variabel-variabel lain sedang, dan 30 % subjek memiliki tingkat yang berpengaruh terhadap perilaku membeli konformitas yang rendah. Berdasarkan hasil impulsif terhadap remaja putri sebesar 85,4 %. tersebut, dapat dinyatakan bahwa sebagian Peneliti mengasumsikan bahwa faktor-faktor besar subjek memiliki tingkat konformitas lain tersebut adalah faktor ekonomi, demografi dengan taraf sedang (70 %). Subjek dengan dan kepribadian. Faktor ekonomi seperti tingkat konformitas sedang cenderung rendah jumlah uang saku yang dimiliki remaja putri, dapat digambarkan sebagai subjek yang demografi berkaitan dengan tempat tinggal sedikit memiliki ketergantungan pada teman remaja, faktor kepribadian meliputi harga diri sebayanya. Subjek memiliki pendapat sendiri dan pemantauan diri remaja putri. dalam memutuskan apapun tanpa meminta Berdasarkan hasil analisis dan persetujuan dari temannya, sesuai dengan pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa keinginannya sendiri. remaja putri SMA Muhammadiyah III Untuk hasil kategorisasi perilaku Yogyakarta dengan tingkat konformitas yang membeli impulsif menunjukkan bahwa 81,6 % sedang memiliki tingkat perilaku membeli subjek berperilaku membeli impulsif sedang, impulsif yang sedang pula. Dapat disimpulkan dan 18,4 % subjek berperilaku membeli bahwa pada subjek penelitian yang digunakan impulsif rendah. Berdasarkan hasil tersebut, yaitu remaja putri SMA Muhammadiyah III sebagian besar subjek memiliki perilaku Yogyakarta terdapat hubungan positif antara membeli impulsif dengan taraf sedang (81,6 konformitas dengan perilaku membeli %). Subjek dengan kategorisasi tersebut dapat impulsif. digambarkan sebagai subjek yang terencana dalam pembelian, pembelian yang Kesimpulan dan Saran dilakukannya tidak secara spontan dan tiba- Berdasarkan hasil analisis dan tiba, serta perilaku membeli yang pembahasan pada penelitian ini dapat dilakukannya cenderung rasional. disimpulkan bahwa ada hubungan positif yang Dari hasil kategorisasi tersebut sangat signifikan antara konformitas dengan menunjukkan bahwa subjek dalam penelitian perilaku membeli impulsif pada remaja putri. ini memiliki tingkat konformitas dan perilaku Artinya, semakin tinggi tingkat konformitas membeli impulsif yang sedang. Jadi, secara akan semakin tinggi pula tingkat perilaku umum remaja putri SMA Muhammadiyah III membeli impulsif pada remaja putri. Yogyakarta memiliki tingkat konformitas dan Sebaliknya, semakin rendah tingkat perilaku membeli impulsif yang sedang. konformitas akan semakin rendah pula tingkat Remaja putri SMA Muhammadiyah III perilaku membeli impulsif. Yogyakarta memiliki ketergantungan pada Berdasarkan penelitian yang teman-temannya dengan tingkat sedang telah dikemukakan di atas, maka diajukan cenderung rendah. Masing-masing subjek beberapa saran : memiliki pendapat sendiri sesuai keinginannya Penelitian ini belum mengontrol dan dalam memutuskan sesuatu tanpa persetujuan mengatasi beberapa faktor lain yang teman-teman dalam kelompoknya, tidak mempengaruhi perilaku membeli impulsif terkecuali dalam pembelian yang remaja di luar faktor konformitas. Beberapa faktor tersebut mungkin dapat pula dijadikan Djudiyah. 2002. Hubungan Antara sebagai variabel lain, mengingat dalam Pemantauan Diri, Harga Diri, penelitian ini hanya ada dua variabel. Ada Materialisme, dan Uang Saku Dengan baiknya bagi peneliti selanjutnya yang ingin Perilaku Impulsif Pada Remaja. Tesis meneliti hal tersebut dapat memperhatikan (tidak diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas kemungkinan tersebut. Psikologi Universitas Gadjah Mada. Berdasarkan hasil penelitian sebagian Engel, J. F. Blackwell, R. D. and Miniard, P. besar subjek penelitian menunjukkan adanya W. 1994. Perilaku Konsumen. Jilid 1 perilaku membeli impulsif dalam Terjemahan: Budianto. Jakarta: Binapura pembeliannya. Remaja putri hendaknya dalam Aksara. melakukan pembelian lebih mengutamakan Fuhrmann, B. S. 1990. Adolescence faktor kebutuhan dibandingkan faktor Adolescent (2nd ed). Glenview, Illinois: kesenangan atau kesukaan. Apabila hal Scott, Foresman & Co. tersebut terjadi secara terus menerus, maka Gani, H. A. 2005. Konsumerisme: Kegagalan tidak sedikit kerugian yang akan ditimbulkan Ummat Memaknai Shiyam. baik dari segi waktu, tenaga, dan material. http://www.dilibrary.net. Akses tanggal Dengan berusaha untuk mengendalikan emosi 25 Maret 2006. dengan merencanakan sesuatu yang hendak Gunarsa, J. & Gunarsa, S. D. 1991. Psikologi dibeli, dan menghindri pembelian barang Remaja. Jakarta: BPK Gunung Mulia. dengan mengambil keputusan secara tiba-tiba Handayani, D. A. 2005. Hubungan Antara di tempat perbelanjaan. Kematangan Emosi dengan Konformitas Pada Remaja. Skripsi (tidak diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas Psikologi Daftar Pustaka Universitas Wangsa Manggala. Affif. 1993. Psikologi Penjualan. Bandung: Handayani, R. 2000. Hubungan Harga Diri Angkasa. Dan Jenis Kelamin Dengan Perilaku Aronson, E. 1992. The Social Animal. San Konformitas Pada Remaja Desa. Skripsi Francisco: W. H Freeman & Co. (tidak diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas Assael, N. 1992. Consumer Behavior and Psikologi Universitas Gadjah Mada. Marketing Action. 4th edition. Hurlock, E. B. 1991. Psikologi Massachussets: PWS-Kent Publishing Perkembangan: Suatu Pendekatan Company. Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta: Baron, R. A & Byrne, D. 1991. Social Erlangga. Psychology: Understanding Human Irawan, H. D. 13 Juni 2005. Menyiasati Interaction. Sixth edition. Boston: Allyn Pembelian Impulsif. & Bacon. http://www.cyberjob.cbn.net.id. Akses Brehm, S. S., & Kassin, S. M. 1993. Social tanggal 25 Maret 2006. Psychology. Second Edition. Boston: Loudon, D. L & Bitta, A. D. 1984. Consumer Houghton. Behavior, Concept & Applications. Budhisetiawan, Y. 6 November 2003. Lebaran Second edition. Singapore: McGraw-Hill Top of the Pop. Book Company. http://wartaekonomi.com/2003. Akses Minor, M. & Mowen, J. C. 2002. Perilaku tanggal 25 Maret 2006. Konsumen. Jilid 2. Jakarta: Erlangga. Dharmesta, B. S & Handoko, H. 1987. Monks, F. J. Knoers, Haditono, S. R. 2002. Manajemen Pemasaran: Analisis Psikologi Perkembangan: Pengantar Perilaku Konsumen. Yogyakarta: Dalam Berbagai Bagiannya. Yogyakarta: Liberty. Gadjah Mada University Press. Dittmar, H. dkk. 1995. Objects, Decision Myers, D. G. 1999. Social Psychology. Sixth Consideration & Self Image in Men’s Edition. USA: McGraw –Hill and Women’s Impulse Purchases. USA. Companies. Inc. Nashori, F. 1999. Hubungan Antara Orientasi Toffler, B. A & Imber, J. 2002. Kamus Istilah Nilai Hidup Dengan Sikap Konsumtif. Pemasaran. Jakarta: PT. Elex Media Jurnal Siasat Bisnis. No. 4 Vol. 2: 123- Komputindo. 126. Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia. Rakhmat, J. 1991. Psikologi Komunikasi. Bandung: PT. Rosda Karya. Rakhmat, J. 1994. Psikologi Komunikasi. Bandung: PT. Rosda Karya. Sarwono, S. W. 2004. Psikologi Remaja. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Schiffman, L. G. & Kanuk, L. L. 2000. Consumer Behavior. Seventh Edition. New Jersey: Prentice-Hall International. INC. Schultz, D. P & Schultz, S. E. 1994. Psychology and Work Today, An Introduction to Industrial Organizational Psychology. Sixth Edition. New York: McMillan Publishing Company. Sears, D. O. Freedman, J. L. & Peptau, L. A. 2002. Psikologi Sosial Jilid II. Adryanto, M. (Penterjemah). Jakarta: Erlangga. Siswandari, A. D. 2005. Perilaku Membeli Impulsif Pada Remaja. Skripsi (tidak diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Wangsa Manggala. Soekanto, S. 1990. Sosiologi: Suatu Pengantar. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Solomon, M. R. 2002. Consumer Behavior. International Edition. New Jersey: Prentice-Hall. Susianto, H. 5 Juli 2003. Gairah Belanja Diskon. http://www.kompas.com. Akses tanggal 25 Maret 2006. Swastha, B. & Handoko, T. H. 1987. Manajemen Pemasaran: Analisa Perilaku Konsumen. Yogyakarta: Liberty. Swastha, B. & Irawan. 1990. Manajemen Pemasaran Modern. Edisi Kedua. Jakarta: Liberty. Tapiheru, S. O. 2005. Hubungan Antara Konformitas Dengan Kreativitas Pada Remaja Putri di Sekolah Nonkoedukasi. Skripsi (tidak diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada.
ILMU PERUBAHAN DALAM 4 LANGKAH: Strategi dan teknik operasional untuk memahami bagaimana menghasilkan perubahan signifikan dalam hidup Anda dan mempertahankannya dari waktu ke waktu